• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA PEMIKIRAN NURCHOLISH MADJID TENTANG PLURALISME AGAMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "POLA PEMIKIRAN NURCHOLISH MADJID TENTANG PLURALISME AGAMA"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

Filsafat punya tugas untuk mengada-kan refleksi tentang kebudayaan dua menafsirkan-nya pada derajat metafisik. Artinya bahwab filsafat mengabsftraksikan dari corak indivi-dual macam-macam kebudayaan. Filsafat juga mengabstraksikan perbedaan spesifik antara kebudayaan etnologi dan sosiologi. Filsafat menyelidiki hakekat kebudayaan yang terwujud dalam setiap kebudayaan meskipun dengaan cara aneka warna (bakker,SJJ-WM,1984,h.27).

Dalam pembahasan klasik, kata kebudayaan adalah kata mejemuk yaitu budi dan daya. Budi berarti potensi kemanusiaaan Fitrah dan hati dan daya adalah kekuatan dan perekayasaan. Oleh karena itu, kebudayaan adalah pendaya-gunaan segenap potensi kemanusiaan agar manusiawi. Kebudayaan di lihat dari segi hasilnya alam dalam pemenuhan kebutuhan kemanusiaan (Tobroni dan Syamsul Arifin.1994.h.18).

Budaya menurut Nurcholish Madjid adalah budaya yang

POLA PEMIKIRAN NURCHOLISH MADJID TENTANG

PLURALISME AGAMA

Darmaiza

Dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Imam Bonjol Padang

Abstrak:

Pola pemikiran Nurcholish Madjid adalah pluralism kebudayaan yang sesuai dengan kebutuhan manusia, kebudayaa di Indonesia sangat komleks.Ada lagi pluralism pendidikan yang sangat vital juga menunjukan prestasi yang sangat berarti dalam bidang keilmuan pada masa penyiaran Islam.Repormasi masa depan dunia pendidikan dibutuhkan pandangan integral dalam perspektif filosofis dan antisipasi kebutuhan masa depan.Pluralisme politik adalah strategi pemerintahan orde baru dan orde lama yang telah mewarnai pemerintahan.Ada lagi pluralisme agama yang menjadi sumber yang pertama adalah Islam.

(2)

mengunggulkan ikatan-ikatan keadaan (bond of civility). Nilai penting dunia Eropa kini telah mencapai ke-seimbangan yang ideal, alam dengan menerap-kan sains dan teknologi, menciptakan pemerintahan dan menegakan hokum untuk mengatur berbagai kepentingan manusia. Bila dilihat dalam kacamata ini, maka Eropa adalah bentuk ideal dari dunia modern.

Jika umat islam ingin maju, menurut Nurcholish madjid, harus mengambil peradaban Eropa, atau “menjadi Eropa) dalam segala hal. Lebih jauh Nurcholish Madjid mengatakan:

“jika ada yang patut kita ucapkan terima kasih kepada bangsa Barat, maka yang penting barangkali ialah karena mereka menyediakan kepada kita kesempatan menarik pelajaran dari pengalaman mereka sebagai kelompok umat manusia yang terlebih dahulu menjadi dan ongkos-ongkos yang harus bayarkan, dapat menjadi cermin bagi kita untuk melihat kemungkinan apa yang kiranya akan terjadi pada kita kelak jika kita mengalami proses transmutasi yang sama”.(Nurcholish Madjid.1992.I.x-L.xii).

Menurut Nurcholish Madhid, Indone-sia perlu belajar lebih jauh lagi dari sejarah budaya Jepang dan Turki. Sebenarnya ke-unggulan bangsa Jepang dalam segi-segi tertentu sekarang ini atas bangsa lain,termasuk atas bangsa-bangsa Barat, dapat diterangkan sebagai keberhasilan mereka menterjemahkan modernitas. Ilustrasi tentang hal ini ialah kesuksesan bangsa Jepang mengubah dan

mengembangkan temuan-temuan teknologi Barat seperti transistor dan microchips menjadi dasar bagi pembuatan berbagai komoditas yang sangat laku di dunia, seperti jam tangan, televise, radio, computer dan laptop. (Nurcholish Madjid, Cita-cita.t.th.h.131).

Kasus Jepang ini sangat menarik jika dibandingkan dengan kasus Turki. Jepang sebagai bangsa telah menempati kemajuan yang sangat dahsyat, terutama sekali dengan sumber daya manusiannya. Turki yang disebabkan pengalamannya menghadapi secara langsung ancaman baagsa-bangsa modern Eropa Barat Laut, dapat dikatakan sebagai bangsa yang paling dini di kalangan bangsa-bangsa bukan Barat yang berusaha menjadi “modern” melalui aktivitas pembangunan.

Keadaan itu lebih lagi menarik, mengingat bahwa Turki dari berbagai segi, memiliki unsur-unsur yang lebih menguntungkan. Pertama, secara geografis Turki merupakan bagian dari kawasan daerah yang berperdaban, yang intinya ialah lingkungan antara Nil di Barat dan Amurdaya atau Oksus di Timur. Kedua, Turki melalui agama Islam adalah penganut budaya dan peradaban Irano-Semitik seperti terwujud dalam budaya dan peradaban Islam pada puncak

kejayaannya. (Nurcholish

Madjid.1998.h.132-133).

(3)

keislaman dengan peradaban masa lalunya yang besar. Maka budaya Islam adalah budaya yang memilki ikatan etika dan adab seperti hormat pada hokum, hormat pada toleransi dan pluralism, mempertahankan egalitarinisme dan hak-hak asasi sebagai bagian dari paham kemanusiaan universal, (Nurcholish Madjid, Cendikiwan,-1999,h.134).

Pluralitas di bidang kebudayaan juga sangat kompleks dan rumit. Indonesia terkenal sebagai Negara yang paling kompleks dari segi budaya. Menurut kuntowijoyo yang dikutip dari Ernst Cassier dalam an Essay on Man mengatakan bahwa kebudayaan adalah agama, filsafat,seni,ilmu,sejarah,mitos dan bahasa. Jadi kebudayaan meliput ide dan symbol. (Kontowijoyo,t,th.h.183)

Menurut Nurcholish Madjid, ada Sembilan unsure sub kultur di Indonesia.

Pertama,keislaman, yaitu berdasarkan realitas sebagian besar bangsa Indonesia beragama Islam. Berarti, unsure budaya Indonesia yang terpenting adalah keislaman. Keislaman memainkan peranan penting dalam mempersatukan penduduk, pada satu tujuan bersama, khususnya politik. Kedua, kosmo-politanisme yakni hamper pasti dapat dikatakan seluruh bangsa Indonesia beragama Islam, dalam kenyataannya masih dapat dibedakan mereka yang lebih taat kepada ajaran-ajaran agama yang ortodoks dan mereka yang kurang taat karena lebih memperhatikan unsure-unsur setempat. Secara geografis, penduduk daerah pantai atau pesisir relative lebih

taat dari penduduk pendalaman. Karena itu penduduk pantai lebih kosmopolit. Ketiga,nativisme adalah mereka yang lebih taat kepada unsure-unsur setempat, khususnya di bidang cultural. Ini adalah karakter penduduk pendalaman yang membentuk sub kultur yang nativistik, sekalipun beragama Islam. Oleh beberapa ahli, kelompok ini di sebut kaum abangan, sementara kelompok kosmopolit di sebut kaum santri. Keempat, kebaratan merupakan penjajah Barat yang dating dengan sendirinya membawa unsure baru dalam konstalasi cultural Indonesia. Mereka membawa ide-ide dan budaya Barat yang sering disebut westernisasi.

Pada awalnya yang menjadi wahana westernisasi adalah agama Kristen, sehinggaa orang Kristen merupakan representasi sub kultur Indonesia yang kebarat-baratan. Selain orang Kristen, orang-orang non Kristen ada juga yang masuk kategori ini. Kelima,kejawaan,sesungguhnya apa yang disebut dengan kaum abangan adalah golongan sub kultur kejawaan ini, sedangkan kaum santri adalah orang-orang Jawa yang lebih kosmopolit. Keenam,keluarjawaan, dalam hal ini tidak memiliki wujud yang tunggal.Sebab keluarjawaan,adalah nativisme apa saja yang ada pada orang lain seperti keminangan,kesundaan, keminahasaan,

keambonan dan lain-lain.

(4)

penganut-penanut agama khususnya.Kedelapan,ketidakagamaan, dikatakan bahwa salah satu cirri penting bangsa Indonesia ialah keagamaan, tetapi dalam kenyataannya masih terdapat tempat,betapa pun sempit dan sukanya, bagi sub kultur ketidakagamaan atau non-religiuon.Kesembilan,kekristenan, telah disebutkan bahwa kebaratan sebagai suatu sub kulturyang di dalamnya mencakup orang-orang Kristen.Akan tetapi, diluar orang-orang Kristen yang masuk kategori kebaratan adalah orang-orang Kristen sendiri membentuk suaru sub kultur sendiri dengan identitas yang tegas, yang diamankan dengan kekristenan. (Nurcholish madjid, 1980.h.11)

Dalam gagasan Nurcholish Madjid menyangkut alih peradaban Barat terkandung satu masalah “besar” yang menuntut analisis yang lebih dalam. Yakni sebenarnya hakekat perdaban Barat itu,sehingga dengan begitu semangat mengadopsinya sebagai satu-satunya jalan untuk memajukan umat Islam?. Seiring denngan itu, muncul pertanyaan berikutnya, bagaimana pandangan Alquran tentang sikap mengadopsi peradaban Barat tersebut?.

Untuk member jawaban, seringkali umat Islam (terutama paham konserpatif) mengalami kesulitan. Kesultan yang dihadapi adalah ketidakmampuannya untuk mengembangkan pemahaman yang benar tentang dunia Barat. Dalam berhadapan dengan Islam, umat Islam terkesan cendrung bersikap mendesak dan

mencela peradaban Barat.(Chandra Muzaffar.t.th.h.109)

Untuk itulah dalam mengkaji gagasan-gasagan Nurcholish Madjid sangat dibuthkan pendekatan analitis-komprehensip dan terpadu terhadap islam dan pandangan yang benar serta evaluative terhadap Barat. Untuk kepentingan itu, segera akan dijelaskan bagaimana peranan peradaban dunia Barat.

Dalam khazanah historis Islam pada abad VII sampai abad XIII, Islam berada dalam puncak keemasan peradaban ketimbang dunia Eropa yang berada dalam abad kegelapan, sehingga tidak mengherankan jika orang-orang Eropa banyak “hijrah” ke dunia Islam, terutama ke Andalusia dan sisilia, duawilayah tempat konsentrasi dan fokus perpaduan antara kebudayaan Arab-islam yang cemerlang dan otak Eropa yang inofatif. Kedua wilayah ini, berbatasan antara Negara Arab-Islam dan Eropa. Di sinilah aktivitas mahasiswa Eropa yang cemerlang secara giat mempelajari dan menekuni ilmu pengetahuan yang telah didominasi oleh islami.

(5)

Pola Pemikiran Nurcholish Madjid…

Renaissance (kebangunan kembali) di eropa dalam realitasnya menimbulkan dua imlikasi, yaitu pembaharuan material dan tekhnik yang ditrandai dengan Revolusi Perancis. Dua peristiwa yang amat menentukan menandai dimulainya abad modern yang terjadi sekitar pertengahan abad XVIII dan berjalan hamper seiring di Eropa (Marshall Hudgson, 1974.h.186) Pada sisi lain, dalam memasuki dunia modern “otak´dunia Barat semakin terbuka yang menimbulkan akibat terjadinya ketidakharmonisan ilmu pengetahuan yang diajarkan gereja. Peradaban Barat modern, khususnya aspek ilmu dan tekhnologi telah terlihat sedemikian jauh mempengaruhi manusia, sebab dengan masuknya zaman tekhnik, maka umat manusia tidak lagi dihadapkan kepada persoalan kulturnya sendiri secara terpisah dan berkembang secara otonomi dari yang lain, tetapi telah menuju kepada masyarakat global yang terdiri dari berbagai bangsa yang mempunyai hubungan erat antara satu dengan yang lainnya. Penggunaan sepenuhnya tekhnologi di satu bagian dunia (Barat) tidak lagi dapat dapat dibatasi pengaruhnya hanya kepada tempat itu saja, tetapi menambah ke seluruh muka bumi, meliputi seluruh budaya manusia tanpa dapat dihindari sama sekali. (Nurcholish Madjid, 1992b.h.452)

Pengaruh yang sangat jelas dari tekhnologi itu juga terlihat dalam bentuk munculnya industrilisasi yang secara langsung mempengaruhi cara berpikir manusia kea rah yang lebih rasional,

keterbukaan dan kebebasan berpikir, system kerja terorganisasi dan efisien, sikap berperhitungan (kalkulasi) dan inisiatif pribadi senantiasa didahulukan daripada pertimbangan otoritas tradisi. (Marshal Hudgson,1974,h.186) Di balik keberhasilan ilmu dan tekhnologi itu, aspek humans tidak kalah pentingnya daripada segi ilmu dan teknologi sehingga sering disebutkan sebagai peran utama generasi 1789 Revolusi perancis) dalam meletakkan dasar-dasar abad modern. (Marshall Hudgson.1974.h.165-223)

Cita-cita kemanusiaan yang dirumuskan dalam slogan Revolusi Perancis, yakni kebebasan (freedom) persamaan (similarity), dan persaudaraan Brotherhood) meskipun belum seluruhnya terwujud dengan baik, tetapi harus diakui bahwa dunia belum pernah menyaksikan usaha yang lebih sungguh-sunggguh dan lebih sistematis untuk mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan itu, dalam bentuk pelaksanaan yang terlembagakan, daripada yang dilakukan orang Barat sejak terjadinya dua revolusi tersebut. Pengejawantahan terpenting dari cita-cita itu ialah system politik demokratis, yang sampai saat ini menurut kenyataan baru mantap di kalangan bangsa-bangsa Eropa Barat Laut dan keturunan mereka di Amerika Utara (Nurcholish madjid,1993a.h.68)

(6)

adalah sekaligus secara pribadi terisolasi, tetapi juga sangat sopan dan komperatif” yang secara nyata telah memperkuat kualitas-kualitas pribadi seperti kejujuran, etos kerja, loyalitas, kesederhanaan, dan kapasitas untuk meningkatkan di atas kemampuan bersaing perongan melalui organisasi. Tekanan kepada kebebasan pribadi dan isolasinya diimbangi oleh integritas perorangan dan peningkatan pribadi serta penghalusan yang hanya bisa berkembang dalam semangat kerja kelompok (team work) dan kesediaan untuk bekerjasama. (Nurcholis Madjid.1993a.h.68)

Dalam pandangan Lucian W.Pye,(t.th.h.8) hakekat peradan Barat dilukiskan sebagai:

“Suatu peradaban yang berlandaskan kecanggihan tekhnologi dan ruh sains, mempunyai pemikiran rasional, memilki pandangan sekuler dalam melihat hubungan-hubungan social, dan memiliki rasa keadilan social yang tinggi. Lebih dari itu adanya keyakinan kuat bahwa kehidupan berpolitik yang paling selamat adalah system nation state”.(Nurcholish Madjid,-1992.h.452)

Sebagaimana telah disebutkan bahwa peradaban modern Barat secara garis besar terdiri dari aspek ilmu dan teknologi,aspek kemanusiaan yang semuanya bersifat sekuler, maka bagi bangsa-bangsa lain yang ingin mengambilnya guna kemajuannya, jika tidak dapat mengambil kedua aspek itu sekaligus, sering dihadapkan kepada pilihan yang tidak mudah untuk menetapkan aspek mana yang harus

didahulukan, sebab sangat erat kaitannya dengan kesiapan bangsa itu sendiri.

Sebagaimana dilansir oleh Nurcholish madjid India mempunyai “kasus” yang cukup beragam. Hal ini disebabkan besarnya kalangan atas yang berpendidikan Barat di bawah pemerintahan colonial Inggris. Menariknya adalah hal ini menunjukan keberhasilannya sampai batas tertentu menerapkan aspek kemanusiaan dari peradaban Barat modern, yaitu dalam system pemerintahan yang demokratis, namun mengabaikan kenyataan yang mengenal system kasta yang kaku. Akhirnya India berhasil mewujudkan dirinya sebagai “demokrasi terbesar di dunia”, namun perkembangan selanjutnya menunjukan kemelaratan raknyat senantiasa menjadi sumber ancaman kelangsungan demokratis itu.

Contoh lain yang dapat dikemukakan adalah kesiapan beberapa Negara Timur Tengah untuk mengadopsi peradaban Barat dari aspek teknik yang menghasilkan peningkatan luar biasa dalam bidang material bagi pemilki petrodollar. Tetapi jika diadopsi aspek teknik itu tidak segera diiringi dengan penggarapan serius terhadap aspek kemanusiaan, kemungkinaan kemajuan itu akan justeru merupakan efek sejarah setempat yang nanti menimbulkan penyesalan yang mendalam.

(7)

Pola Pemikiran Nurcholish Madjid…

merencanakan pembaruan politiknya dengan memberikan kepada rakyat Saudi konstitusi tertulis, meskipun pelaksanaannya masih harus ditunggu kenyataannya. Namun, arab Saudi mempunyai hak mengembangakan demokrasi sesuai dengan tuntutan khas budayanya berdasarkan demokratis Barat, sebab telah ada kebiasaan Raja Khalid sebelumnya melaksanakan “temu wicara” secara langsung dengan raknyat di istana sebelum shalat zhuhur, untuk menerima keluhan, saran dan pendapat mereka untuk selanjutnya dipertimbangkan.(Nurcholish Madjid, 1992b.h.44)

Di Indonesia terlihat adanya kelompok-kelompok orang Muslim yang secara otentik berhasil menyerap nilai-nilai kemanusiaan yang ditiupkan perdaban Barat modern itu, yang menurut Nurcholish Madjid, mereka itu adalah intelektual masyumi, yaitu masaa-masa sebelum pemelihan umum 1955 dengan menggalang kerjasama poltik dengan kelompok kalangan sosialis, Kristen (Protestan) dan Katolik, tanpa banyak komplek dan kepekaan. (Nurcholish Madjid.1994.h.69) Namun demikian, menurut hemat penulis dalam kaitan dengan analisis Nurcholish Madjid itu, pilihan Indonesia pada masa Orde Lama lebih terkesan indikasinya untuk menjatuhkan pilihan pada aspek kemanusiaan daripada peradaban Barat modern itu sendiri,sementara aspek ilmu

dan tekhnologi nyaris

terlupakan.Konsekkuensinya adalah dalam hirarkis tertentu dapat dilihat dalam

berbagai gejolak, yang pada puncaknya terlihat “serangan maut” gerakan G.30 S/PKI tahun 1965. Tetapi pilihan yang menarik adalah “pilihan tepat” yang

dilakukan Orde Baru dengan menciptakan neraca “keseimbagan” antara aspek material ( ilmu dan teknologi) dan aspek kemanusiaan. Konklusinya dapat disebut Indonesia boleh dikatakan telah memasuki “pintu-pintu’peradabn modern itu.

2.Pluralisme Pendidikan

Islam adalah agama yang menempatkan pendidikan dalam posisi yang sangat vital. Bukanlah sesuatu kebetulan jika lima ayat yang pertama, dalam surat al-‘Alaq, di mulai dengan perintah membaca, iqra’. Di samping itu, pesanpesan Alquran dalam hubungannya dengan pendidikan pun dapat di jumpai dalam berbagai kisah. Lebih khusus lagi, kata ‘ilm dan derivasing digunakan paling dominan dalam Alquran untuk menunjukan perhatian Islam yang luar biasa terhadap pendidikan.

Islam adalah agama yang sangat memperhatikan masalah pendidikan. Hal ini kerena pendidikan adalah sebuah penanaman modal manusia untuk masa depan.Masalah pendidikan adalah masalah hidup dan kehidupan dalam kaitannya dengan masa depan suatu bangsa. Atau dapat dikatakan bahwa corak pendidikan masa kini merupakan miniature bangsa di masa depan. Junaidi.1998.h.4)

(8)

manusia. Persoalan tentang manusia harus terjawab secara filosofis,mengingat tema sentral dan orientasi dasar pendidikan adalah ingin mengantarkan manusia. Dalam menemukan pandangan kemanusiaan demikian dapat dilakukan kajian dengan pendekatan filosofis-keilmuan.

Peradaban Islam sejak awal juga menunjukan prestasi yang sangat berarti dalam bidang keilmuan dan pendidikan. Pada masa permulaan penyiaran islam, Nabi Muhammad menggunakan apa yang disebut pendekatan pendidikan, bukan pemaksaan, untuk mengajarkan agama Islam pada lingkaran khusus di rumah Arqam. Tingginya perhatian Muhammad terhadap pendidikan juga terlihat ketika ia memutuskan pembebasan bagi tahanan perang non muslim dengan syarat yang bersangkutan mengajarkan tulis kepada orang-orang muslim yang buta huruf.Dalam perkembangan selanjutnya, masjid yang pada dasarnya berfungsi sebagai tempat ibadah, justru menjadi tempat pendidikan yang menonjol pada dua abad pertama sejarah peradaban Islam. Lembaga terakhir yang kemudian diakui banyak sarjana sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam, yang memberikan sumbangan penting bagi perkembangan tradisi college dan universitas modern Barat.

Bahwa dunia pendidikan di Indonesia sesungguhnya masih mengidap banyak “pekerjaan rumah” dan persoalan mendasar. Sebagai ilustrasi , dari segi pendidikan, bangsa Indonesia saat ini

masih terbelakang dalam lingkup Asia, bahkan dalam lingkup yang lebih kecil lagi, Asia Tenggara, Malaysia, misalnya, menganggap Indonesia kini tidak memenuhi syarat (unqualified),meskipun Malaysia pernah di tahun 1970-an “hutang pribadi” pada Indonesia dalam hal mengimpor banyak guru dari Indonesia. (Nurcholish Madjid, 2002c.h.xxiii)

Ada banyak factor yang menyebabkan tertinggalnya perkembangan dunia pendidikan di Indonesia. Pertama, karena kebijakan politik colonial Belanda yang menempatkan pendidikan Islam sebagai saingan yang harus dihadapi dan dihancurkan. Kedua, system pendidikan yang diterapkan di Indonesia adalah system pendidikan Barat, yang berorientasi kepada kepentingan ideology sekuller yang berpotensi mendangkalkan agama dari segala sepeknya. (Agus Salim Sitompul.2002.h.62)

(9)

Pola Pemikiran Nurcholish Madjid…

secara nativistik yaitu suatu orientasi yang hanya dari bangsa sendiri.dengan demikian pendidikan seharusnya menumbuhkan nilai-nilai kemanusiaan universal (personality devel-ofment) seperti masyarakat madani, civil,civilized atau berperadaban. Pada akhirnya, akan muncul penghargaan terhadap sesame manusia, egalitariansme, toleran dan nondiskriminatif.

Ketiga, kurangnya kesadaran yang penuh dalam hal etos penelitian. Menurut Nurcholish Madjid oaring-orang Amerika dan Barat. Oleh sebab itu etos penelitian sangat terkait dengan tekanan kuat pada aspek pengembngan pribadi.

Keempat, hal yang terkait dan sangat penting dibicarakan berkenaan dengan pendidikan adalah kebebasan. Dalam hal ini Nurcholish Madjid “kaum” dan sekaligus “kecewa” atas apa yang dkatakan oleh seorang penulis buku Amerika keturunan India, Kisshore Mahbubani, Mahbubani mengatakan, “Can Asian Think? Kesimpulannya adalah bahwa orang Asia tidak dapat berpikir. Mengapa? Menurut Nurchlish madjid jawabanya sangat sederhana:

“Orang-orang Asia itu tidak berani berbeda. Mereka lebih menekankan kerukunan dan keharmonisan. Karena tidak terbiasa dengan perbedaan, maka ketika muncul perbedaan, maka ketika muncul perbedaan sedikit saja sudah menimbulkan stigma yang luar biasa dan ditanggapi dengan permusuhan dan reaksi yang keras. Ketidaksanggupan untuk berbeda inilah kemudian melahirkan

berbagai tindak kekerasan. Mahbubani berpendapat bahwa ketidakmampuan orang Asia berpikir bukan soal gen atau ras tetapi karena soal budaya “.(Nurcholish madjid,2002c.h.xxvi)

Kelima, menonjolnya pendidikan verbalisme di Indonesia. Sudah lama pendidikan di Indonesia berwatak verbalistik, senantiasa berisi omogan, teori-teori abstrak, namun sedikit sekali bersinggungan dengan realitas atau kenyataan sesungguhnya. Oleh sebab itu, pendikan harus mendorong dan mengupayakan dalam hal rasa curiosity yang tinggi terhadap alam.Berkaitan dengan ini , program-proram pendidikan berupa outbound training harus segera diperbayak dan dikembangkan.

Keenam, pluralism realitas kemajemukan umat beragama harus diperkenalkan dengan kenyataan bahwa bangsa Indonesia majemuk dari segi keyakinan dan ajaran agama. Di Indonesia terdapat multi agama seperti Islam, Kristen,Katholik, Hindu, Budha dan konghucu. Masing-masing ajaran agama itu mempunyai ukuran tingkah laku sendiri dan setiap umat beragama harus menjadi toleransi dan memiliki rasa penghargaan terhadap orang lain.

(10)

Rendah dan minimnya ilmu yang dimiliki orang-orang Islam atau kemiskinan intelektual, membawa konsekuensi rendahnya kemampuan umat Islam member respon pada tantangan zaman secara kreatif dan bermanfaat, yang mengalami perubahan dan perkembangan yang sangat cepat. (Nurchoish Madjid.1997d.h.45) Apabila orang-orang Islam memiliki pengetahuan dan pemahaman yang utuh dan benar, serta menyadari bahwa Alquran dan sunnah merupakan referensi tertinggi umat Islam, kesalahpahaman tentang Islam tidak perlu

terjadi. Alquran dalam

salah satu ayatnya mensitir, bahwa agama Islam memilki gagasan yang revolusioner, seperti terungkap dalam surat Ar-Ra’du ayat 11:

Artinya:”Allah tidak akan mengubah keadaan sesuatu kaum,sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri merekasendiri”. (departemen Agama.1978.-h.370) Keyakinan diri dan kemampuan menghadapi masa depan sangat tergantung pada bagaimana cara berpikir. Jika Islam mengajarkan bahwa Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sehingga mereka sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka.mereka interpretasi yang paling sesuai dengan dalam perubahan nasib sangat tergantung pada perubahan cara berpikir. Sebab cara berpikir merupakan salah satu paling substantive dalam diri manusia

(Nurcholish Madjid.2002c.h.29) Untuk membentuk cara berpikir seseorang, pendidikan memegang peranan penting.

Kasus ini mengindikasikan pendidikan adalah suatu keniscayaan. Umat islam dituntut untuk memiliki kesuburan dan kematangan intelektual, agar mampu merespon pada setiap tantangan zaman, untuk melakukan suatu pembaruan guna memenuhi kebutuhan manusia kontemporer. Kalau pendidikan sebagai suatu keniscayaan, maka melalui pendidikan akan membuahkan manusia terdidik yang memiliki kesuburan intelektual sebagai mausia yang mempunyai kelebihan dari yang lainnya.

(11)

Pola Pemikiran Nurcholish Madjid…

pendidikan hanya dipahami sebagai proses pembelajaran, bukan pembebasan dan etika. Bahkan ada semacam paham bahwa pendidikan merupakan proses ekonomi, sehingga terjadi apa yang disebut kegagalan dalam dunia pendidikan.

Maka, paling tidak dalam menetap reformasi masa depan dunia pendidikan dibutuhkan pandangan integral dalam perspektif filosofis dan antisipasi kebutuhan masa depan. Pertama, pendidikan merupakan suatu instrument strategis pengembangan potensi dasar yang dimiliki oleh setiap manusia. Potensi inilah yang menjadi acuan agar manusia secara esensial sebagai makhluk religious yang mencerminkan karakteristik spiritual kemanusiaan.

Keadaan potensi tersebut, bukanlah sesuatu yang bersifat telah jadi (state of being), tetapi merupakan keadaan natural (state of nature) yang perlu diproses (state of becoming) dalam konteks budaya secara makro atau mikro, melalui pendidikan. Dengan sendirinya menyadari dimensi antropologis ini, maka pendidikan mempunyai kerangka nilai dasar (fundamental values) kedudukan yang tidak hanya komplementatif tapi filosofis.(junaidi.1998.h.4)

Begitu sentralnya kedudukan ilmu dalam pembangunan sebuah peradaban, maka menurut hemat penulis, setiap umat yang membangun sebuah peradaban ia harus mengusahakan secara maksimal alih ilmu pengetahuan dari bangsa yang sedang menguasainya meskipun dari bangsa yang bukan muslim. Demikian

pula pencarian ilmu itu tidak hanya terbatas pada ilmu hokum Islam saja, tetapi juga termasuk ilmu sekuler yang bermanfaat, sebab kedua ilmu itu sama cepatnya mengantar manusia kebahagiaan dunia dan akhirat.

3.Pluralisme politik

a). Pembaruan Negara dan Partai Islam

Pandangan politik Nurcholish Madjid sejak tahun 70-an sampai era reformasi sekarang ini, tidak bisa dipisahkan dari konteks social politik Orde Baru. Format politik Orde Baru secara tegas melancarkan restrukrisasi mendasar untuk menopang proses akselerasi modernisasi dan pembangunan Orde Baru, sekaligus menjadi alternative “tema revolusi” masa Orde Lama.

Bahwa dua persoalan penting yang membawa “tumbangnya” rezim orde Lama adalah persoalan ekonomi dan politik. Tingginya angka inflasi, membengkaknya angka pengangguran dan memusatnya kekuatan ekonomi dunia, merupakan salah satu sekian banyak persoalan factor pemicu mempercepat terjadinya gerakan kontra revolusi, yang berakhir dengan tragesi nasional G.30 S/PKI 1965.

Di samping persoalan ekonomi, politik dan lemahnya konsolidasi di tubuh militer, semakin gencarnya perlawanan yang diberkan oleh pihak “oposan”,terutama dari kalangan Islam, sebagai reaksi dari rasa tidak adil yang diperlihatkan oleh pemimpin revolusi Bung Karno terhadap PKI, belum

(12)

terwujudnya stabilisasi dalam negeri, serta terpolarisasi masyarakat ke dalam beberapa partai politik, meminjam istilah Cliffor Geertz didasarkan kepada “aliran”, semacam ikatan tertentu yang merupakan perluasan ikatan primordial (primodial attachment) bagi tumbangnya pemerintahan Orde Lama.

Maka tidak heran strategi langkah politik Orde Baru “belajar” dari Orde Lama pada tahun-tahun pertama pemerintahan Orde Baru 1965 melakukan “rekontruksi” dalam tatanan kehidupan eoknomi dan politik.Langkah strategis Orde Baru memodernisasikan stratifikasi struktur social yang ada. Pembangunan sebagai “kendaraan” kategori politik dan pertumbuhan kategori ekonomi untuk menterjemahkan keharusan social dalam upaya melakukan transpormasi ekonomi. Kerangka dasar pijakan ini, Negara “dipaksa” untuk memobilisasi masyarakat sipil, memepertaruhkan politik massa dengan satu tujuan mempercepat pembangungan kapitalis melalui industrialisasi oleh Muhammad A.S.I Likam “bukan hanya proses pembangunan telah dikarakteristik oleh kekuatan Negara, tetapi juga Negara krmudian menjadi penterjemah dominan modernisasi. (Muhammad AS Hikam.1991.h.-xx)

Langkah apapun yang dilakukan oleh Orde Baru terhadap modernisasi, namun tetap menimbulkan pelbagai implikasi social budaya, khususnya umat Islam. Yang dikatakan di sini adalah pemerintahan Orde Baru bukan saja

“memotong” akar-akar “politik aliran” tetapi juga merombak secara radikal paradigm “Islam politik”. Menurut Frans Rudinato, karakteristik tahun-tahun pertama golongan yang telah “patah sayap” pada masa Orde Baru adalah melakukan rekonsiliasi penyatuan golongan yang telah “patah sayap” pada masa Orde Lama. Langkah yang diterrapkan oleh Orde Baru adalah menerpkan strategi politik akomodatif dalam meminimalisasikan konflik partai politik sebagaimana yang telah mewarnai pada masa pemerintahan Orde lama.

Dalam pandangan R.William Liddle mencatat bahwa ada tiga bentuk konplik politik yang pernah terjadi pada masa Orde Lama,yang pada masa Orde Baru bersusaha dihindari. Di antara konflik itu adalah konflik keagamaan 1950-1955, konfplik kesukuan 1956-1961 dan konflik kelas yang berakhir dengan terjadinya tragedy berdarah Rudinato mengatakan, kelihatan tersebunyi ketetapan hati pemerintahan Orde Baru senantiasa “mencurigai” adanya gerakan ekstrimis Islam.

(13)

tujuan yang akan dicapai, sarana dan proses pencapaian tujuan dan prosedur penyelesaian konflik, telah mengubah orientas politik masyarakat dari terkonsentrasi pada kegiatan politik praktis menuju aktivitas pembangunan. Atas nama modernisasi, peta perpolitikan di Indonesia mengalami pergeseran paragdigma, dari yang semula ideology oriental, di masa Orde Baru berubah devel opment oriented.

Melihat realitas demikian, terutama setelah menyadari bahwa rehabilitasi Masyumi dalam bentuk apa pun sulit diwujudkan, Nurcholish Madjid memandang perlu merefleksikan kembal bentuk-bentuk hubungan Islam dan Negara dalam Indonesia modern di masa depan. Puncaknya pidato Nurcholisd Madjid , 3 Januari 1970, dalam pertemuan halal bil halal organisasi muda Islam, menyimpulkan bahwa Islam tidak mungkin lagi akan mendapatkan kekuatan politik, jika masih diwujudkan dalam jalur partai politik praktis. Dalam kaitan ini, untuk menjaga kepentingan dan kontinuitas umat, Nurcholish Madjid menyerukan, Islam Yes, partai Islam Not, sebuah sereuan deislamisasi partai politik, melalui apa yang disebut Nurcholish Madjid, “sekularisasi”.

Gagasan sekularisasi, sebagaimana diakui Nurcholish Madjid diambil dari pemikiran Talcot Parson, Hervey Cox dan Rebert N. Bellah. Bagi Nurcholish Madjid , sekuklarisasi sebagai prosese

pembebasan atau proses

“menduniawikan” nilai-nilai yang sudah

semestinya duniawi dan melepaskan umat Islam dari kecenderungan untuk mengukhrawikannya (mensakralkan). (Nurcholish madjid .1987.h.207) Dalam pengertian ini, inti sekularisasi menurut Nurcholish Madjid pada hakekatnya adalah rasionalisasi dan desakralisasi. Terdapat konsistensi antara sekularisasi dan rasionalisasi, sebab substansi sekularisasi adalah memecahkan dan memahami masalah duniawi dengan mengerahkan kecerdasan rasio. (Nurcholish Madjid.1987.h.229)

Upacara rasionalisasi dalam pengertian ilmiah sangat dimungkinkan, kalau dunia sebagai objek ilmiah dilepaskan dan mitos-mitos yang mensakralkannya.desakralisasi, de mitologisasi atau sekularisasi mengimplisitkan devaluasi radikal terhadap objek mitologi, diturunkannya nilai-nilai sakral menjadi objek yang hanya mengandung kegunaan praktis. (Nurcholis Madjid.1992b.h.xxv) Oleh karena itu, lebih jelas Nurcholish madjid mengatakan bahwa segala sesuatu harus kembali kepada prinsip tauhid yang terangkum dalam syahadat,di mana orang harus mantap dan tidak mentabukan “sesuatu”, karena hanya Tuhan-lah yang tabu. (Nurcholish madjid.1992b.h.xxv)

Artinya, sekularisasi yang dimaksud Nurcholish Madjid adalah pembebasan tantanan sosio cultural dan ikatan-ikatan formal keagamaan. Agama ditempatkan pada tingkat yang lebih abstrak sebagi nilai-nilai etis.Akan tetapi, bukan berarti agama kehilangan “ruh”

(14)

signifikansinya dalam kehidupan duniawi. Sebagai system nilai agama berfungsi memberikan arah dan orientasi, sekaligus makna oleh agama yang “terbelenggu” dalam bentuk-bentuk kelembagaan formal atau organisatoris dan hokum yang legal spesifik. Dengandemikian, agama harus dilihat sebagai kenyataan universal, yang mampu menglingkupi pluralisme yang menguat dalam masyarakat modern.

Nurcholish madjid melihat sekulairi-sasi dalam kehidupan politik harus dilkukan, mengingat situasi politik. Orde Baru menunut adnya perubahan dalam bidang tindakan dan prilaku emosi umat Islam. Di pihak lain, kondisi umat Islam yang sudah tidak sanggup lagi membedakan nilai-nilai disangakanya Islami, mana yang bersifat transenden dan mana yang temporal.

Gagasan sekularisasi atau desaklarisasi dalam kehidupan politik, menurut Nurcholish madjid mengandung semangat demokratisasi dan implikasinya adalah penolakan terhadap partai Islam atau Negara Islam. Bagi Nurcholish Madjid adanya sekularisasi diharapkan akan menciptakan suatu efek yang meruntuhkan monopoli dan konsentrasi kekuasaan melalui control terhadap system simbolik keagamaan di tangan pemimpin partai. (Fachri Ali.1996.h.79-80)

“Salah satu apologia yang paling berat adalah percobaan mereka untuk mengajukan Islam dan memandangnya secara langsung sebagai sebuah ideology politik seperti halnya dan sebanding

dengan ideology-ideologi politik yang ada di dunia ini.Saya berpendapat bahwa Islam bukanlah ideology, meskipun ia malah seharusnya berfungsi sebagai sumber ideology para pemeluknya. Tetapi Islam sendiri terbebas dari keterbatasan-keterbatasan ideology yang sangat memperhatikan konteks ruang dan waktu itu. Pandangan langsung kepada Islam sebagai ideology bisa berakibat merendahkan agama itu menjadi setaraf dengan berbagai ideology yang ada “. (Nurchoish Madjid. 1996.h.46-47)

Dalam konteks pemikiran social politik, paradigm pemikiran neo-modernisme ini bersikap akomodatif, di satu sisi, elemen-elemen social politik modern diterima sebagai suatu kenyataan yang tidak bisa di tolak, dan di sisi lain, tradisi keagamaan yang bersifat local, juga dipergunakan dalam upaya menempatkan diri system politik yang ditentukan oleh pemerintah.

(15)

bukan negara Islam sebagaimana yang diperjuangkan oleh Masyumi era 60-an, tetapi suatu bentuk masyarakat Islam yang disebut masyarakat madani. Dalam konteks ideal masyarakat madani. Nurcholish Madjid menarik kepada masyarakat klkasik (salaf). Menurut Nurcholish madjid eksperimen masyarakat salaf memformulasikan sebuah tatanan sosio-politik masyarakat modern. Sebagaimana diakui oleh sosiolog agama terkemuka Robert N.Bellah, “masyarakat musim klasik yang dipimpin Rasulullah SAW. Adalah masyarakat yang sangat modern untuk zaaman dan tempatnya. Masyarakat ini telah membuat lompatan jauh ke depan dalam kecanggihan social dan kapasitas politik, sehingga masih tetap dan sangat actual untuk menjadi standar shift paradigm.

b),Islam dan Negara dalam Masyarakat Plural

Apabila Indonesia menjadi Negara Islam dan Islam diterima sebagai dasar Negara, dapat dipastikan akan terjadi perpecahan di kalangan rakyat Indonesia. Karena tidak seluruh rkyat Indonesia terdiri dari umat Islam. Banyak daerah-daerah di Indonesia yang penduduknya bukaberagama Islam, seperti Maluku, Flores, Bali, timor, Sulawesi Utara serta Irian Barat. Hancur dan pecahnya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia adalah tragedy yang sangat menakutkan.

Di antara pemikir terkemuka Islam muncul gerakan-gerakan sekularisasi seperti tampak dalam gagasan kelompok

pembaharuan pemikiran islam yang dipelopori oleh Nurcholish Madjid djohan Effendi,Dawam Rahardjo, Usep Fathuddin dan beberapa cendidkiawan Muslim muda lainnya di era 1970-an. Gagasan-gagasan Nurcholish Madjid dan

kelompoknya lebih

sohiticated”,sistematis, terarah dan “moderat” dan tidak vulgar atau primitive.Sekularisasi Nurcholish Madjid adalah sekularisasi canggih (sophisticated secularism). Gerakan Nurcholish Madjid dimaksudkan untuk menerobos kebekuan berfikir umat Islam dan menyegarkan paham keagamaan. Atau dalam istilah Nurcholish madjid gerakannya merupakan kekuatan pendorong psikologi (pshycological driving force).

Nurcholish Madjid menyatakan dirinya tidak anti Islam sehingga agama, tapi politisasi Islam. Nurcholish Madjid menolak politisasi Islam untuk kepentingan kelompok ideologis-politik yang tergabung dalam partai-partai Islam. Nurcholish madjid dan kelompoknya mengkampanyekan gerakan antinpartai politik islam sepanjang decade 1970-an. Jargon Nurcholish madjid ketika itu Islam yes, partai Islam Not.

Gagasan sekularisasi Nurcholish Madjid mengejutkan banyak pihak. Karena sebelum melontarkan gagasan itu Nurcholish Madjid dikenal sebagai tokoh cendekiawan Muslim muda pewaris tradisi intelektual Natsir. Itu sebabnya Nurcholish Madjid dijuluki “Natsir Muda”, (Ahmad Wahib.t.th.166-167) Oleh karena itu, harapan umat bahwa

(16)

Darmaiza

dirinya akan muncul sebagai pengganti tokoh-tokoh Masyumi.harapan itu bukanlah wishful thinking (harapan kosong) mengingat secara intelektual Nurcholish Madjid memiliki kepastian intelektual seperti Natsir.Wawasan pemikirannya luas akan penguasaan khazanah intelektual Islam klasik serta pemikiran filsafat modern (Barat0.

Mengapa Nurcholish Madjid “berubah’ dan menjadi propaganda sekularisasi dan sekularisme politik?. Sebagian pengamat menilai perubahan “radikal’ kepribadian Nurcholish Madjid karena keterpukauannnya pada kemajuan peradaban Barat setelah ia mengunjungi Amerika Serikat dan menyelesaikan pendidikan mengklaim bahwa ia menolak tegas persamaan sekularisasi dengan sekularisme, karena kedua konsep itu sama sekali berbeda . Konsep sekularisasi dalam artian sosiologis bukan filsafat. Dalam konteks penafsiran sosiologis, sekularisasi adalah gerakan soial yang justru bertujuan mendemitologis domistifikasi Islam sehingga yang sacral di dunia ini hanya Tuhan semata, diluar Tuhan semuanya bersifat duniawi, sekular. Seperti yang di tulis Nurchlish madjid dalam makalahnya:

“Sekularisasi tidaklah dimaksudkan sebagai penerapan sekularisme, sebab secularism is the name for an ideology, enew closed world view which functions very much like a new religion. Dalam hal ini, yang dimaksudkan dengan sekularisassi adalah setiap bentuk liberating development. Proses

pembebasan ini diperlukan karena umat Islam, akibat perjalanan sejarahnya sendiri, tidak sanggup lagi membedakan nilai-nilai yang disangkanya Islam itu, mana yang transedental dan mana yang temporal..(demikian juga) sekularisasi tidaklah dimaksudkan menjadi sekularis. Tetapi dimaksudkan untuk menduniawikan nilai-nilai yang sudah semestinya bersifat duniawi, dan melepaskan umatIslam dari kecendrungan untuk mengukhrawikannya”.

Lebih jauh lagi Nurcholish Madjid mengungkapkan sebagai berikut:

(17)

menanjak)’. (Nurcholish Madjid.1987.h.205)

Indikasi dari kemandekan intelektual di kalangan Islam itu Nampak dari ketidak mampuan dari sebagian besar kaum Muslim Indonesia untuk membedakan antara nilai-nilai transedental dengan nilai-nilai sacral dari yang profane (duniawi) in Nampak dari kecendrungan umat islam dalam memberlakukan hierarki nilai-nilai yang ada secara bertolak belakang. Seperti partai politik, aktifisme politik praktis umat dianggap sebagai sesuatu yang bersifat sacral. Sementara hal yang bersifat sacral seperti nilai, moral dan etika sering diperlakukan sesuatu yang profane dengan membedakan moral di dalam wilayah politik sebagai sesuatu yang sekunder. (Nurcholish Madjid.1987.h.205)

Pembacaan Nurcholish Madjid terhadap ketidakmampuan umat Islam untuk membedakan mana nilai-nilai yang sacral dan mana yang bersifat profane membewa Nurcholish Madjid kepada gagasan tentang sekularisasi, yang merupakan sesuatu yang urgen bagi proses transformasi mentalitas umat Islam. (Nurcholish Madjid.1987.h.207) Pandangan tentang sekularisasi memiliki implikasi pada wilayah politik. Sebab, melalui gagasan sekularisasi yang diutarakan oleh Nurcholish Madjid, member inspirasi kepada kalangan intelektual maupun aktivitas muda Islam untuk berpartisipasi terhadap proses modernisaasi yang dilakukan pada era

Orde Baru. Sementara gagasan-gagasan pembaruan yang diutarakan Nurcholish Madjid memberikan penyadaran kepada kelompok muda Islam, bahwa partai politik Islam bukanlah satu-satunya sarana praktis yang harus digunakan oleh umat Islam untuk berpartisipasi dalam proses-proses politik (Nurcholish madjid.1987.h.205)

Dalam perspektif Nurchlish madjid kekuatan politik Islam tidak selalu identik dengan partai-partai Islam apalagi lembaga-lembaga politik itu diserang “penyakit” koropsi, koncoisme, nepoteisme dan konflik sesame elit partai yang tidak berkesudahan. Lebih dari itu Nurcholish Madjid, menilai konsep Negara Islam tidak ada dalam sejarah Islam, tidak di dukung nash Alquran serta sebuah bentuk apologia umat Islam terhadap ekspansi pemikiran dan politik Barat atas dunia Islam selama berabad-abad. Nurcholish Madjid menolak “keras” Indonesia dijadikan negara Islam karena negara pancasila telah sesuai dengan prinsip-prinsip etika politik Islam. Hal inilah yang dikupas dalam karya-karya Nurcholish Madjid dengan Mohammad Roem “yang pada awalnya dimuat dalam majalah Panji Masyarakat.

Untuk mendukung dan

(18)

Darmaiza

berbagai aspirasi dan kepentingan yang pluralistic.

Sebagai terobosan intelektual (intelektual breakthrough) pemikiran Nurcholish Madjid mungkin saja benar. Pemikirannya yang demikian artikulatif, sistematis, dan argumentative memilki daya gugat yang amat kuat terhadap kemapanan dan stagnasi pemikiran Islam Indonesia. Tidak terlalu “mengejutkan” bila beberapa kalangan menyebut Nurcholish Madjid dan kelompoknya dijuluki “lokomotif pembaruan Islam Indonesia”. Pemikirannya, diakui atau tidak,memberikan dinamika dan image tersendiri pada perkembangan pemikiran keagamaan negeri ini. Artinya, dari segi wacana intelektual pemikiran Nurcholish Madjid berdampak positif bagi perkembangan pemikiran Islam. Dari sisi lain, pemikiran Nurcholish Madjid seolah-olah dijadikan platform bagi gerakan Islam kulturasi (cultural Islam) pada masa-masa selanjutnya.

4. Pluralisme Agama

Teologi nurcholish madjid diawali dengan interpretasi al-Islam sebagai sikap pasrah kehadiran Tuhan. Kepasrahan merupakan karakteristik pokok semua agama yang benar. Inilah world view Alquran, bahwa semua agama yang benar adalah al-Islam, yakni sikap bersalah diri kehadirat Tuhan. Bagi orang yang pasrah kepada Tuhan dinamakan Muslim.

Menurut Masdar F.Mas’udi, klaim “kepasrahan” Islam sebagai aqidah yaitu komitmen nurani untuk pasrah kepada

Tuhan. Kedua, islam sebagai syari’ah yakni ajaran tentang bagaimana kepasrahan itu diphami. Ketiga, Islam sebagai akhlak yakni suatu wujud prilaku manusia yang pasrah, baik dalam dimensi diri persoalannya maupun dalam dimensi social kolektifnya.

Dalam kaitan ini, Nurcholish

Madjid memandang perlu

mengebalaborasi pengertian “Islam”. Sebenarnya agama alam semesta ini adalah al-Islam, yaitu sikap pasrah yang total kepada Sang Maha Pencipta. Kitab Suci Alquran memberikan memeberikan ilustrasi tentang ketundukan, kekuatan dan kepasrahan alam semesta kepada Tuhan. (Nurcholish Madjid.1997.h.7) Nurcholish madjid berharap dengan mengelaborasi pengertian Islam, dapat di buka tabir Islam, dapat di buka tabir Islam sebenarnya yang tidak hanya mengandung pengertian sebagaimana secara umum dipahami oleh kebanyakan masyarakat (kalangan Muslim awam), tetapi sebenarnya bisa mengandung makna universal. Dengn makna universal ini umat dapat menangkap esensi dan eksistensi dari agamanya, sehingga dapat melihat “titik temu” dengan paham atau kepercayaan dari kelompok Islam, atau agama-agama lainnya. Hal ini pada giliranya menjadi basis teologi-filosofis atau metafisis bagi toleransi antar agama, solidaritas dan integrasi sosial adan integritas bangsa-bangsa Indonesia.

Yang menjadi sumber pijakan bahwa Islam mengandung makna universal adalah pengertian dalam makna

(19)

generiknya. Untuk member keterangan ini Nurcholish Madjid mengangkat penjelasan “tokoh kesayangannya”, yaitu Ibnu Taimiyah. Sebagaimana diungkapkan Nurcholish Madjid sebagai berikut:

“Ibnu Taimiyyahmisalnya, menegaskan bahwa agama semua nabi adalah sama dan satu, yaitu Islam, meskipun syari’atnya berbeda-beda sesuai dengan zaman dan tempat khusus massing-masing nabi itu.. Oleh karena asal-usul agama tidak lain ialah Islam yaitu agama pasrah (kepada Tuhan) itu satu, maka nabi bersabda dalam hadist shahih, “sesusnggguhnya kami golongan para nabi, agama kami adalah satu (sama)”. Para nabi itu bersaudara satu ayah lainibu, jadi agama mereka adalah satu. Yaitu ajaran beribadat kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa yang tiada padanan bagi-Nya”. Nurcholish Madjid.2022a.h.205)

Pandangan yang demikian juga senada dengan Muhammad arkoun salah seorang pemikir Islam terkemuka. Dalam kesadaran ganda manusia sadar akan kelemahan dirinya sepenuhnya kepada kehendak Allah yang Maha Agung dan kebijaksanaan serta kasih saying-Nya. Penyerahan diri seperti inilah yang merupakan arti yang benar dari kata “Islam”. (M.Arkoun.h.52)

Sesungguhnya Islam dengan pengertiannya “kepasrahan kepada Yang Maha Tinggi” merupakan sesuatu yang Nampak dan harus ditampakan di mana manusia, dengan cara menyerahkan diri larangannya, dan berpegang teguh dengan

penuh keikhlasan dan kesetiaan murni kepada perintah-perintah dan larangan tersebut. Islam adalah tindakan imam. Imam dan Islam sebagai sepasang konsep ajaran yang tidak terpisahkan. Seorang Muslim tidak bisa menjadi Muslim sejati kecuali jika ia seorang Mkmin, dan imam yang sejati seperti yang dikehendaki Islam. Seperti halnya julukan amir al-mukminin dikenakan kepada khalifah atau imam. (Nurcholish Madjid.1993b.h.19)

Bertolak dari pengertian Islam secara umum di atas, yakni menurut makna generiknya, Nurcholish Madjid kemudian memberikan interpretasi terhadap “inna al-dina Allah al-Islam” yaitu Tuhan, ialah sikap pasrah kepada kebenaran itu. Misalnya, agama pada hakekatnya adalah system symbol. Perbedaan memang ada pada agama-agama, karena setiap agama mempunyai perbedaan simbol. Dalam agama disebut syir’ah atau syari’ah yang berarti jalan.Tetapi sebenarnya, pada tingkat esensi atau pada transedennya adalah sama, yang dalam bahasa Islam disebut “mengajarakan sikap kepasrahan kepada Tuhan”. Dalam bahasa Arab system yang mengajarkan kepasrahan itu di sebut din, yaitu ketundukan. (Nurcholish madjid.2000c.h.7)

(20)

bertitik tolak dari pandangan tentang kesatuan kenabian (the unity of prophecy) dan kesatuan kemanusian (the unity of human-ity) yang berangkat dari konsep ke-Maha Esa-an Tuhan (the unity of God). (Budhy Munawar Rahman.2001.h.62)

Dalam penjelasan selanjutnya, Nurcholish madjid menghubungkan dengan dua hal. Pertama, paparan Alquran mengenai eksistensi Ibrahim. Ada beberapa ayat dalam Alquran yang menyebut Ibrahim sebagai “Muslim”. Yakni sebuah “kepasrahan” puncak seorang Muslim.Ketika akan menyembelih puteranya Ismail dengan sukarela dan penuh ikhlas demi Tuhan. Demikian pula Alquran menyatakan Ibrahim “bukanlah seorang Yahudi dan bukan pula seorang Nasrani, tetapi ia seorang yang muslim yang hanif. Hal ini tergambar dalam surat Ali Imran:65-67:

 bantah membantah tentang hal Ibrahim, padahal Taurat dan Injil tidak diturunkan melainkan sesudah Ibrahim. Apakah kamu tidak berpikir? Beginilah kamu, kamu ini (sewajarnya) bantah membantah tentang hal yang tidak kamu ketahui? Allah

mengetahui sedang kamu tidak mengetahui. Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik”. (Departemen Agama.1978.h.86)

Kata Islam yang digunakan pada Ibrahim tidak bisa diartikan Islam yang kemudian mengkristal dalam karya para teolog atau fuqahak yang berdasarkan Alquran dan ajaran-ajaran Nabi Muhammad. Tindakan ber-Islam yang dilakukan Ibrahim merujuk pada sikap keberagamaan ideal yang “terlukis” dalam tindakan Ibrahim dengan perjanjian Tuhan dengan makhluk.Pengejawantahan sikap keagamaan awal menjadi dasar tiga agama menoteis sebelum adanya syari’at setiap ajaran-ajaranya. (Siti nadroh.h.t.th.h.57)

Kedua, al-Islam “dikembalikan” kepada ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammmad, yang kemudian disebut agama Islam. Perkataan al-Islam itu sendiri dengan segala derivasinya, sebagai kata-kata Arab, dikemukakan dan digunakan dengan jelas dan tegas oleh Nabi Muhammad. (Nurcholish Madjid.1992.h.133)

(21)

diartikan secara lebih umum, menurut makna asal generiknya,”pasrah pada Tuhan”, suatu semangat doktrin yang menjadi karakteristik pokok semua agama yang benar.

Ketaatan langit dan bumi kepada Tuhan, menurut nurcholish Madjid juga termasuk kepasrahan dan keislaman. Kepasrahan dan keislaman “sang ciptaan”

kepada yang

“menciptakannya”.Selanjutnya ini disebut sebagai dasarontologis hokum alam (sunntullah) dengan segala keteraturannya. (Nurcholish madjid.-1992b.h.125)

Islam itu universal, pertama-tama karena Islam sebagai sikap pasrah dan tunduk patuh kepada Allah, adalah pola wujud (mode of existence) seluruh alam semesta. Dalam bahasa yang tegas, seluruh jagat raya adalah suatu wujud atau eksistensi ketundukan dan kepasrahan kepada tuhan, baik yang terjadi secara dengan sendirinya mampu karena pilihan sadar secara suka rela. Yang terjadi dengan sendirinya, tanpa ada pilihan lain, ialah ketundukan dan pekasrahan kalangan makhluk yang dianugerahi daya pilih, antara lain ialah umat manusia. (Nurcholish Madjid.1995b.h.x-xi)

Manusia merupakan yang unik dan sempurna. Hal ini disebabkan adanya sesuatu yang dan kemampuan memilih, maka sikap kepasrahannya, tentu saja berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya yang tidak memilki keistimewaan tersebut. Jika kepasrahan makhluk-makhluk lain terjadi secara alamiah, maka

pada manusia tidak terjadi secara otomatis dan pasti, melainkan berdasarkan pilihan bebasnya. Ini menempatkan posisi manusia sebagai makhluk moral, dalam pengertian bahwa kepasrahannya kepada tuhan adalah pilihan dan sikap baik atau buruknya. Sebagaimana dinyatakan dalam Alquran surat fushilat:46

Artinya:”Barang siapa yang mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya) untuk dirinya

Sendiri dan barang siapa yang berbuat jahat maka (dosanya0 atas dirinya sendiri, dan sekali-kali tidaklah Tuhanmu menganiaya hamba-hamba(Nya)”. Departemen Agama.1978.h.780)

(22)

Darmaiza

digunakan oleh masyarakat Arab sebelum dating dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Namun dalam pengertian yang berbeda dengan “Allah: dalam Islam. Yang utama bagi Nurcholish Madjid nampaknya bukan kata atau nama itu,

melainkan realitas yang

ditunjukannya.Karena itu tidak menjadi persoalan bagi Nurcholish madjid untuk menermahkan kata Allah dengan “Tuhan”, misalnya, asal makna yang dimaksud sama.

Secara implicit Nurcholish Madjid menyadari keterbatasan kata untuk mengungkapkan realitas absolute yang disebut Tuhan. Demikian pula dengan term Islam, bukan hanya sebuah nama atau identitas, tetapi ada realitas yang diisyaratakan oleh nama tersebut. Di sini terkandung makna bahwa Nurcholish Madjid tidak mengingkari identifikasi tetapi hanya mengavu kepada substansi. Artinya, Islam dengan “I” besar dengan merujuk pada makna generiknya sebagai sikap pasrah kepada Tuhan adalah Islam yang dapat menjadi dasar bagi universalisme ajaran, sebab secara historis dan sosiologis senantiasa menjadi tuntutan naluri setiap manusia di semua tempat dan sepanjang zaman. Sedangkan Islam bolehlah ditulis dengan “i” kecil yang secara teologis menjadi agama yang dibawa oleh Muhammad, termuat dalam Alquran tidaklah kemudian menjadikan term “Islam” memilki makna yang simplistic, terbatasi oleh ruang dan waktu. Sebab sesungguhnya Islam yang menjadi name proper bagi agama yang dibawa

Muhammad adalah diri yang dengan jelas dapat menangkap dan mengajarkan inti makna semua agama, al-Islam (dengan”I” besar). Karena itu, doktrin yang dibawanya disebut “agama Islam”. (Nurcholish Madjid. 1992b.h.133)

KESIMPULAN

Pola pemikiran Nurcholish madjid tentang pluralism kebuadayaan adalah diilhat dari segi potensi fitrah dan potensi alam dalam pemenuhan kebutuhan kemanusiaan. Di Indonesia umat islam ingin memnyumbangkan nilai-nilaibudaya yang relevan dengan keindonesiaan modern dan budaya keislaman dengan perdaban masa lalu, Budaya Islam memilki ikatan etika format hokum pada toleransi dan pluralism.

Pluralisme pendidikan dalam posisi yang sangat vital dan sebuah penamaan yang penamaan modal manusia untuk masa depan.Masalah pendidkan yang bersifat filosofis dengan pemahaman secara ontologism tentang manusia. Peradaban Islam sejak awal juga menunjukan prestasi yang sangat berarti dalam bidang keilmuan dan pendidikan. Pendidkan yang ada di Indonesia masih ketinggala karena kurang pemamahan dari bahasa inggeris.

Pluralisme politik,menuerut Nurcholish madjid, persoalan tumbangnya masalah ekonomi dan politik, dan lemahnya konsolidasi di tubuh militer.Dengan adanya pluralism politik maka terjadilah dari Orde lama ke Orde baru dalam menempuh kebijakan politik.

(23)

Dengan adanya Orde baru menuntut adanya perubahan dalam bidang tindakan dan prilaku emosi umat Islam.

Pluralisme agama bagi Nurcholish madjid, dalam sikap kepasrahan, tapi tidak lepas kepada dasar Alquran dan hadist,

dalam memahami masalah agama. Masyarakat yang Islam yang harus mengetahui pokok-pokok keimanan dan masalah syari’at sesuai yang dibawa oleh nabi besar Muhammad SAW

.

DAFTAR PUSTAKA

Alquran al-karim

Abdullah M.Amin,2000, Masyarakat kitab dan Dialog antar Agama,Yogyakarta:

Yayasan Benteng Budaya

Ali, Mukti,,1970, Ilmu Perbandingan Agama Metodos dan Sistem,Yogyakarta:

Yayasan Vida.Cet.Cet.III

Bakker, SJ,J.W.M. 1984,Filsafat kebudayaan sebuah pengantar,Yogyakarta: Kanisius

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989, Kamus besar Bahasa

Indonesia,Jakarta: Balai Pusataka

Junaidi, 1995, Reformasi dalam Kacamata Islam,Singgalang padang

______, 1996, Falsafah Martabat Manusia dalam Dua Dimensi.Media, Padang

______,1998, Menatap Masa Depan Dunia Pendidikan Kita, Singgalang Padang

Madjid, Nurcholish ,1980, Pola-pola Budaya Indonesia dan Implikasi dalam Bidang

Politik,

Jakarta: Dep.PB.HMI

______,1984,Khazanah Intelektual Islam (editor), Jakarta: Bulan Bintang.

______,1985, Reading on Islam in South East Asia,dalam Ahmad Ibrahim,

et.al,Singapore, Institute of Southeast.

______,1986,”Diallog integral dalam Peradaban dan Pemikiran Islam, dalam

Husni,A (Peny),

Citra Kampus Religius,, Surabaya: Bina Ilmu

______, 1987,Islam kemoderanan dan Keindonesiaan,Bandung: Mizan

______, 1989,”Abdhisme Pak harun” dalam Harun Nasution, Refleksi Pembaharuan

Pemikiran

(24)

______,1992c.Demokrasi di Saudi, Tempo No.7 Tahun,XXII

______,1993a.Beberapa Renungan Tentang Kehidupan Keagamaan Untuk generasi

Mendatang,

Dalam Ulumul Quran Vol.IV.No.I Jakartta

______,1993b.Fazlur Rahman dan Rekontruksi Etika Alquran,dalam Studia

Islamika, No.2.

Oktober-Desember.Jakarta

_______,1995a, Islam Doktrin dan Peradaban, Cet.III.Jakarta:Paramadina

_______,1995b, Islam Agama Kemanusiaan, Membagun Tradisi dan Visi Baru Islam

Indonesia,

Jakarta: Paramadina

_______, 1996. KH.Zarkasyt, Peran dan Ketolakhannya,Ponorogo:Gontor Proses

_______,1988a,Kebebasan Beragama dan Pluralisme dalam Islam, Passing Over

Melintas Batas Agama,Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

______,2001b.”Keharusan Pembaharuan Pemikiran Islam dan Penyegaran

Kembali Pemahaman Keagamaan”, dalam Charles kurzman 9editor),Islam Liberal

Wacana Islam, Pemikiran Islam Kontemporer tentang Isu-Isu Global,Jakarta:

Paramadina

Referensi

Dokumen terkait

Bidang reka bentuk dan teknologi merupakan perkara yang perlu diberi penekanan dalam sistem pendidikan negara yang membolehkan murid mengaplikasikan pengetahuan,

Diketahui bahwa didalam perjanjian internasional terdapat norma – norma atau asas yang berlaku, salah satunya ialah asas Pacta Sunt Servanda yang secara langsung berarti

Berdasarkan Tabel 4 menunjukan bahwa Sektor perekonomian di Kabupaten Kubu Raya yang memiliki keunggulan kompetitif dengan peningkatan pertumbuhan sektor

Konsumsi Bahan Bakar Spesifik diketahui bahwa konsumsi bahan bakar spesifik pada pengujian vaporasi dengan tempertur 50°C lebih rendah dibandingkan dengan pengujian

634.508,104 juta (47,35%) yang berarti bahwa sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Kota Sungai Penuh mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap pertumbuhan

Mencegah atau mengurangi timbulnya kerusakan komponen lingkungan hidup yang menimbulkan dampak turunan (lanjutan) pada komponen lingkungan lainnya. Sebagai bahan

diterima, hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh secara simultan antara beban kerja internal dan beban kerja eksternal terhadap kinerja karyawan operator,