• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN MODEL INTERAKSI PETANI DAN PENGEPUL DALAM MENCAPAI OPTIMASI GLOBAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGEMBANGAN MODEL INTERAKSI PETANI DAN PENGEPUL DALAM MENCAPAI OPTIMASI GLOBAL"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN MODEL INTERAKSI PETANI DAN PENGEPUL

DALAM MENCAPAI OPTIMASI GLOBAL

Anita Nofiana1, Bertha Maya Sopha2 1,2

Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Jl. Grafika No. 2 Bulaksumur, Yogyakarta, 55281

Telp. (0274) 521673

Email :neeta_zobo@yahoo.com, bertha_sopha@ugm.ac.id

ABSTRAKS

Interaksi petani dan pengepul dalam supply chain buah salakmemberikan kesenjangan keuntungan dimana keuntungan pengepul lebih besar daripada petani. Padahal tujuan supply chain adalah tercapainya keuntungan global dimana pihak-pihak yang ada memperoleh keuntungan terbaik secara proporsional. Penelitian ini bertujuan membuat model matematis interaksi petani-pengepul salak untuk memberikan pola terbaik dan keuntungan global.Model matematis yang ada dibuat berdasarkan komponen dari faktor biaya yang mempengaruhi tanpa mempertimbangkan sifat perishable salak yang nilainya menurun seiring waktu. Dalam penelitian ini, model matematis dibuat menggunakan pendekatan game theory menggabungkan komponen faktor biaya, perubahan nilai produk terhadap waktu, dan pola interaksi petani-pengepul baik kompetisi maupun kolaborasi. Game theory digunakan untuk memberikan gambaran interaksi yang dilakukan petani-pengepul salak melalui non-cooperative dan cooperative game untuk memperoleh keuntungan.Model non-cooperative game memberikan gambaran pengambilan keputusan berdasarkan strategi konsep solusi Stackelberg yang memisahkan pengambilan keputusan saat petani menjadi leader (Seller-Stackelberg) dan saat pengepul menjadi leader (Buyer-Stackelberg).Sedangkan dalam cooperative game, keuntungan yang diperoleh adalah keuntungan global untuk petani dan pengepul secara proporsional. Kolaborasi petani dan pengepul dalam cooperative game teori memberikan solusi optimal dibandingkan dalam non-cooperative game yang ditunjukkan dengan lebih rendahnya harga jual optimal dan biaya pemasaran pada cooperative game dibandingkan pada non-cooperative game.

Kata Kunci: game theory, kolaborasi, optimasi global, salak

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pembangunan subsistem distribusi pangan diarahkan untuk menjamin ketersediaan pangan baik di tingkat nasional maupun disetiap daerah dalam kondisi cukup, memadai, dan terkelola dengan baik yang ditandai oleh stabilitas harga pangan yang terjangkau bagi konsumen namun juga memberikan penghasilan yang memadai bagi petani. Upaya pembangunan distribusi pangan antara lain melalui pengembangan cadangan pangan dan perbaikan rantai distribusi logistik nasional yang efektif dan efisien. (DKP, 2010). Berdasarkan tujuan pembangunan subsistem distribusi pangan tersebut, pengembangan model interaksi petani dan pengepul dalam supply chain buah salak di Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Wonosobo yangmemberikan kesenjangan keuntungan yang diperoleh dimana keuntungan pengepul lebih besar daripada petani menjadi salah satu hal yang mendukung tercapainya tujuan tersebut. Pengembangan model interaksi petani-pengepul salak tersebut bertujuan untuk memberikan gambaran keuntungan yang diperoleh petani dan pengepul dalam interaksinya dan memberikan alternatif interaksi yang dapat memberikan keuntungan global sesuai dengan tujuan supply chain (SC).Dalam SC, tujuan yang ingin dicapai adalah tercapainya keuntungan global dimana pihak-pihak yang ada memperoleh keuntungan terbaik secara proporsional, bukan keuntungan lokal yang menguntungkan pihak-pihak tertentu saja.

(2)

pengambilan keputusan tiap bagian (Nagarajan & Sosic, 2008).Model yang dikembangkan merupakan model matematis yang menggunakan pendekatan GT baik non-cooperative maupun cooperative game.

Dalam penelitian ini, dikembangkanmodel interaksi petani dan pengepul untuk buah salak yang merupakan perishable product.Penurunan nilai seiring waktu merupakan karakteristik penting dalam perishable product. Selain itu, dalam model yang dikembangkan juga mencakup kemampuan petani sebagai penjual untuk menentukan berapa jumlah produk (lot size) yang akan dijual.Dalam model yang ada, belum terdapat model yang menambahkan karakteristik perishable product di dalam modelnya dan biasanya hanya pembeli yang berhak menentukan lot size.

Ruang Lingkup

Dalam supply chain buah salak terdapat aliran barang dan informasi yang mengikuti interaksi para pelaku dalam supply chain tersebut. Aliran barang dan informasi tersebut sesuai dengan pola interaksi para pelakunya.Gambar 1 menunjukkan aliran barang dan informasi yang ada dalam supply chain buah salak di Kecamatan Sukoharjo.Sistem yang dikaji adalah bagian dari supply chain buah salak yang dilakukan oleh petani salak dan pengepul salak, baik pengepul tingkat desamaupun pengepul tingkat kecamatan yang berada di Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Wonosobo. Sehingga sistem yang diamati bersifat whitebox, dimana kegiatan dan proses yang terjadi dalam sistem dapat diamati dengan jelas. Dalam kegiatan tersebut terdapat proses interaksi antara petani dan pengepul yang mencakup pengambilan keputusan-keputusan terhadap proses jual beli yang dilakukan. Keputusan yang diambil akan mempengaruhi keputusan yang diambil oleh pihak lain.

Petani

Pengepul Tk.Desa Pengepul Tk. Kecamatan

Pasar Kecamatan

Pasar Luar Daerah Pasar Induk

Pengepul Luar Daerah Pasar Transit Aliran Barang dan Informasi

Aliran Barang

(3)

interaksi petani-pengepul dalam proses jual-beli buah salak di Kecamatan Sukoharjo yang dipengaruhi oleh variabel harga dan variabel biaya yang dikeluarkan baik oleh petani maupun oleh pengepul.

Model keuntungan yang dibuat merupakan keuntungan yang diperoleh petani dan pengepul.Keuntungan petani merupakan hasil yang penjualan (sales revenue) dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan.Sales revenue merupakan jumlah permintaan yang dipenuhi oleh petani dengan harga jual yang ditentukan petani. Sedangkan biaya yang dikeluarkan oleh petani meliputi biaya produksi (production cost), biaya persiapan proses produksi atau biaya yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian selama penanaman salak hingga panen (set up cost), dan biaya yang ditimbulkan oleh penyimpanan persediaan pada periode waktu tertentu termasuk biaya penyusutan dan lain-lain (holding cost).

Sedangkan model keuntungan pengepul dibuat dengan mengurangi pendapatan yang diperoleh oleh pengepul dengan biaya yang harus dikeluarkan oleh pengepul. Pendapatan yang diperoleh pengepul berasal dari hasil penjualan (sales revenue) yang merupakan jumlah permintaan yang dipenuhi pengepul dengan tingkat harga yang ditentukan oleh pengepul. Biaya yang dikeluarkan pengepul meliputi biaya pembelian salak dari petani (purchase cost), biaya pemasaran (marketing cost), biaya yang diperlukan untuk inspeksi, pengepakan dan biaya administrasi (ordering cost), dan juga holding cost pengepul.

Variable dan Input parameter

Variabel yang ada dalam sistem yang dikaji, meliputi harga jual dari petani kepada pengepul, jumlah produk yang dijual, harga jual yang ditentukan oleh pengepul kepada pedagang, dan biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pengepul.Variabel tersebut merupakan variabel keputusan yang dipergunakan oleh petani dan pengepul untuk berinteraksi dalam upaya mencapai tujuannya.

Parameter merupakan atribut intrinsik dari elemen sistem. Untuk interaksi petani-pengepul, parameter yang digunakan adalah biaya order pengepul, biaya set up petani, biaya produksi petani, rata-rata produksi, rata-rata-rata-rata permintaan tahunan, rata-rata-rata-rata permintaan pasar dan biaya penyimpanan (inventory).

Dalam model keuntungan petani maupun model keuntungan pengepul yang dibuat, permintaan yang ada merupakan fungsi dari harga dan biaya pemasaran (Lee & Kim, 1993).

D (P,M) = kP-αMβ (1)

Dimana :

k : scalling constant untuk fungsi permintaan (k > 0)

α : elastisitas harga fungsi permintaan (α > 1)

β : elastisitas biaya pemasaran dari permintaan

(0 < β < 1, β+1 < α)

x Asumsi

Dalam formulasi Model, terdapat beberapa asumsi yang digunakan, yaitu : 1. Parameter yang ada bersifat deterministik dan diketahui dengan pasti

2. Meskipun biasanya pembeli yang menentukan jumlah lot yang dibeli dalam conventional supply chain, disini diasumsikan pula bahwa penjual (petani) yang menentukan jumlah lot nya.

3. Permintaan tahunan tergantung pada harga jual dan biaya pemasaran

4. Rata-rata produksi dianggap lebih besar atau sama dengan rata-rata permintaan pasar.

r = ud, u ≥ 1 (2)

(4)

Petani

Pengepul Tk.Desa Pengepul Tk.

Kecamatan

AREA PENELITIAN Demand (D)

Production Rate (r)

Pc : Production Cost Mc : Market Cost Oc : Ordering Cost Hcb : Holding Cost buyer

Pdc : Production Cost Sc : Set Up Cost Hcs : Holding Cost Seller

X : Harga jual petani Q : Lot size

P : Harga Jual Pengepul M : Biaya Pemasaran

Gambar 2. Variabel Keputusan dan Parameter Masukan Petani dan Pengepul

x Model Pengepul

Tujuan pengepul adalah untuk memaksimalkan keuntungan yang diperoleh. Dari variabel dan parameter yang ada, berdasarkan Esmaeili et al. (2009) maka formulasi keuntungan pengepul adalah hasil penjualan yang merupakan hasil perkalian permintaan dan harga jual pengepul (PD) dikurangi dengan seluruh biaya yang dikeluarkan. Adapun biaya yang dikeluarkan oleh pengepul meliputi :Purchase Cost (XD), Market Cost (MD, Ordering Cost (AbQ-1D), dan Holding Cost ( ½ iXQ). Holding cost memperlihatkan prosentase biaya produksi yaitu iXQ, ditambahkan dengan ½ sebagai perkalian untuk memperoleh nilai rata-rata selama inventory berubah terhadap waktu. Untuk produk perishable, Blackburn & Scudder (2008) memberikan model perubahan nilai terhadap waktu :

(3)

Sehingga, untuk fungsi permintaan seperti pada persamaan (1) maka keuntungan untuk pengepul dirumuskan :

Πb = PD – XD – MD – AbQ-1D –½ iXQ

(4)

Nilai P, yaitu harga pengepul yang memberikan fungsi keuntungan maksimum pada saat kondisi M tetap, diberikan melalui turunan pertama terhadap P :

(5)

Dengan menggunakan turunan pertama dan turunan kedua pada persamaan (6) diperoleh nilai M :

(7)

Substitusi nilai M dalam persamaan (7) ke persamaan (5) nilai P diperoleh :

(8)

x Model Petani

Demikian pula dengan tujuan yang ingin dicapai oleh petani, yaitu untuk menentukan berapa jumlah lot yang dijual dan berapa harga yang akan ditentukan untuk memperoleh keuntungan yang maksimal. Keuntungan yang diperoleh petani merupakan hasil dari pengurangan sales revenue (XD)dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan yang meliputi production cost (CsD), set up cost (AsQ

-1

D)dan holding cost (½ iXQ). Holding Cost pada fungsi petani ini merupakan fungsi permintaan dan

rata-rata produksi yang merepresentasikan rata-rata-rata-rata persediaan dikali dengan prosentase holding cost.Pada saat

d = r , maka rata-rata persediaan setara dengan tapi akan menjadi lebih kecil apabila d < r, sebagai

contoh ketika kondisi u > 1, dikarenakan petani tidak memiliki persediaan yang cukup untuk stok. Sehingga fungsi keuntungan petani diformulasikan :

Πs (X,Q) = XD – CsD - -

Πs (X,Q) = (X – Cs - ) - (9)

Untuk kondisi dimana harga jual yang ditentukan petani kepada pengepul (X) tetap, maka nilai Q yang berada dalam kondisi keuntungan maksimum diperoleh dari turunan pertama :

(10)

Substitusi nilai Q dalam persamaan (10) ke persamaan (9) :

(11)

Untuk keuntungan petani = 0 maka nilai X :

(12)

Nilai X0 tersebut merupakan harga jual dimana keuntungan petani adalah nol, atau petani tidak memperoleh keuntungan namun petani juga tidak mengalami kerugian, sehingga untuk mendapatkan nilai optimal harga jual (X*) adalah :

(13)

(6)

2. NON-COOPERATIVE STACKELBERG GAMES

Non-cooperative Stackelberg games yang menggambarkan interaksi petani dan pengepul dibagi menjadi dua yaitu Seller-Stackelberg model dimana petani bertindak sebagai leader dan pengepul yang bertindak selaku pembeli sebagai follower.Sedangkan dalam Buyer-Stackelberg model, pengepul bertindak sebagai leader dan petani yang bertindak sebagai follower

.

a) Seller-Stackelberg model

Dalam Seller-Stackelberg model, petani menjadi leader dan pengepul sebagai follower. Harga jual dari petani (X) dan berapa banyak yang hendak dijual (Q) telah ditentukan oleh petani, maka pengepul menentukan biaya pemasaran (M) dan harga jual pengepul (P) terbaik merujuk pada model

pengepul (7) dan (8) diatas. Petani kemudian akan memaksimalkan keuntungannya Πs (X,Q) berdasarkan

pasangan P* dan M* yang dinyatakan dalam formulasi matematis berikut :

Max Πs (X,Q) = XD – CsD - -

Dengan batasan :

(14)

b) Buyer Stackelberg Game

Model Buyer-Stackelberg model, pengepul yang berperan sebagai leader dan petani yang berperan sebagai follower. Pengepul menentukan harga jual dan biaya pemasarannya, kemudian petani menentukan harga jual dan nilai lot yang akan dijual yang dimodelkan dalam persamaan (10) dan (13). Permasalahan dalam Buyer-Stackelberg modeldigambarkan :

Max Πb = PD – XD – MD – AbQ -1

D –½ iXQ Dengan batasan :

(15)

3. COOPERATIVE STACKELBERG GAME

Sebaliknya, pada interaksi yang menggunakan cooperative game, kedua belah pihak berkolaborasi menentukan variabel keputusan yang hendak diambil keduanya dengan mempertimbangkan input parameter yang ada. Dalam interaksi ini, petani dan pengepul berkolaborasi untuk menentukan harga jual dari petani, jumlah yang akan dijual, harga jual dari pengepul, dan biaya pemasaran yang dikeluarkan. Dengan kolaborasi yang dilakukan, terdapat pertukaran informasi secara terbuka dan negosiasi untuk pengambilan keputusan terhadap variabel masing-masing pihak.

Pendekatan cooperative game menggunakan kolaborasi petani dan pengepul untuk menentukan X, Q, P dan M. hasil terbaik akan diperoleh ketika tidak ada hasil yang lebih baik lagi bagi kedua belah pihak. Mekanisme yang dilakukan adalah dengan mencari nilai optimal dari jumlah bobot fungsi tujuan petani dan pengepul.

(7)

Turunan pertama nilai Z terhadap X :

(17)

Sedangkan turunan pertama terhadap Q,P, dan M :

(18)

(19)

(20)

Solusi pareto efisien dapat diperoleh dengan negosiasi antara petani-pengepul pada saat nilai X tetap, misalnya dalam menyelesaikan persamaan (18) – (20) untuk mencari nilai Q*, P*, M* secara

simultan. Dalam kondisi tersebut, makadapat nilai

.

Hal ini sangat beralasan mengingat

petani tidak akan melakukan produksinya jika mengetahui akan rugi. Oleh karena itu, dengan membandingkan persamaan (18) – (20) dan (7), (8), dan (13) akan diperoleh :

(21)

Dimana, adalah harga penjualan optimal dalam non-cooperative yang diberikan dalam

persamaan (8), dan adalah harga penjualan optimal dalam cooperative yang diberikan dalam

persamaan (19). Dari Persamaan (21) tersebut, diperlihatkan bahwa harga penjualan

dalamskenariocooperative lebih rendah jika dibandingkan dalam skenario non-cooperative.

Demikina pula jika biaya pemasaran dalam skenario cooperative dibandingkan dengan skenario

non cooperative. Dengan membandingkan persamaan (7) dan persamaan (20) akan diperoleh :

(22)

Dari persamaan (22) tersebut diperlihatkan biaya pemasaran yang dikeluarkan dalam cooperative

lebih sedikit jika dibandingkan dengan biaya pemasaran dalam non-cooperative.Dimana adalah Biaya

pemasaran dalam non-cooperative yang diberikan dalam persamaan (7), dan adalah harga penjualan

optimal dalam cooperative yang diberikan dalam persamaan (20).

KESIMPULAN

Dalam penelitian ini, masalah interaksi petani-pengepul dalam supply chain management

dimodelkan melalui teori permainan baik secara terpisah maupun sebagai sebuah kesatuan.Petani memproduksi salak dan menjual semuanya kepada pengepul, dengan rata-rata produksi secara linier terkait dengan rata-rata permintaan.Sedangkan harga penjualan, dalam model yang dibuat juga dipengaruhi oleh variabel biaya pemasaran yang mempengaruhi jumlah permintaan.Interaksi antara

petani dan pengepul dibedakan menjadi cooperative game dan non-cooperative game.Dari perbandingan

(8)

DAFTAR NOTASI

M : Biaya pemasaran yang dikeluarkan pengepul (Rp/unit) P : Harga jual yang ditentukan oleh pengepul (Rp/unit) Q : Lot size yang dijual (unit).

r : Rata-rata Produksi (unit/waktu)

u : scalling constatnt untuk fungsi produksi (u ≥ 1) dimana

X : Harga jual yang ditentukan oleh petani kepada pengepul (Rp/unit)

Z : Keuntungan Kolaborasi petani-pengepul

DAFTAR PUSTAKA

Bai, Y., Ouyang, Y., Pang, J., 2012, Biofuel Supply chain design Under Competitive Agricultural Land Use and Feedstock Market Equilibrium, Energy Economics, Vol. 34, pp. 1623-1633.

Burt, D.N., Dobler, D.W., Starling, S.L., 2004, World Class Supply chain Management : The Key to Supply chain Management, 7th ed., McGraw-Hill, Singapore.

Barratt, M. & Olieveira, A., 2001, Exploring the Experiences of Collaborative Planning Initiatives,

International Journal of Physical Distribution & Logistics Management, Vol. 31, No 4, pp. 266-289.

Burer, S., Jones, P.C., Lowe, T.J., 2008, Coordinating the Supply chain in the Agricultural Seed Industry.

European Journal of Operational Research, Vol. 185, pp. 354–377.

Cai, G., Zhang, Z.G., Zhang, M., 2009, Game Theoretical Perspectives on Dual-channel Supply chain

Competition with Price Discounts and Pricing Schemes, Int. J. Production Economics, Vol. 117, pp. 80–96.

Cao, M., & Zhang, Q., 2010, Supply chain Collaborative Advantage: A firm‘s Perspective, Int. J. Production Economics, Vol. 128, pp. 358–367.

Cao, M., & Zhang, Q., 2011, Supply chain collaboration: Impact on collaborative advantage and firm performance. Journal of Operations Management, Vol.29, pp. 163–180.

Chen, T., Chen, J., 2005, Optimizing Supply chain Collaboration Based on Joint Replenishment and Channel Coordination, Transportation Research Part E. Vol. 41, pp. 261–285.

Chopra, S. & Meindl, P., 2007, Supply chain Management : Strategy, Planning, and Operation, 3th ed., Prentice Hall, Pearson New Jersey.

Daugherty, P.J., Richey, R.G., Roath, A.S., Min, S., Chen, H, Arndt, A.D., Genchev, S.E., 2006, Is Collaboration Paying Off forFirms?,Business Horizons, Vol.49, pp. 61-70.

Dewan Ketahanan Pangan, 2010, Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2010-2014, Kementrian Pertanian Republik Indonesia.

Emberson, C., & Storey, J., 2006, Buyer–Supplier Collaborative Relationships: Beyond the normative accounts, Journal of Purchasing & Supply Management, Vol. 12, pp. 236-245.

(9)

Holweg, M, Disney, S, Holmstrom, J, & Smaros, J 2005, Supply chain Collaboration: Making sense of the strategy continuum, European Management Journal, vol. 23, no.2, pp. 170-181.

Jonsson, P., 2008, Logistics and Supply chain Management, McGraw-Hill Education, UK.

Kale, P., Singh, H., 2009. Managing strategic alliances: what do we know now, and where do we go from here. The Academy of Management Perspectives Vol. 23, pp. 45–62.

Lawless, W.F., 2002, Adversarial Collaboration Decision-Making : An Overview of Social Quantum Information Processing. Math and Psycology Departments Paine College, Augusta.

Lee, HL 2002, Aligning Supply chain strategies with product uncertainties, California Management

Review, Vol. 2, No. 3, Spring 2002.

Lozano, S., Moreno, P, Adenso-Díaz, B., Algaba, E., 2013, Cooperative Game Ttheory Approach to Allocating Benefits of Horizontal Cooperation, European Journal of Operational Researc, Vol. 229, pp. 444–452.

Min, S., Roath, A. S., Daugherty, P. J., Genchev, S. E., Chen, H., Arndt, A. D., (2005), Supply chain collaboration: What is happening?, International Journal of Logistics Management, Vol.16, pp. 237−256.

Nagarajan, M., Sosic, G., 2008, Game-theoretic analysis of cooperation among Supply chain agents: Review and extensions, European Journal of Operational Research, Vol. 187, pp.719–745. Nyaga, G.N., Whipple, J.M., Lynch, D.F., 2010, ExaminingSupply chain relationships: Do buyer and

supplier perspectives on collaborative relationships differ?,Journal of Operations Management, Vol. 28, pp. 101-114.

Olsen, P. & Aschan, M., 2010, Reference method for analyzing material flow, information flow and information loss in food Supply chains, Trends inFood Science & Technology, Vol. 21, pp. 313-320.

Osborne, M.J. and Rubinstein, A., 1994, A Course in Game Theory, The MIT Press, Massachusett.

Sargent, R.G., 2013, Verification and Validation Simulation Models, Journal of Simulation, Vol. 7, pp.12-24.

Schipmann, C. & Qaim, M., 2011, Supply chain Differentiation, Contract Agriculture, and Farmer‘s

Marketing Preferences : The Case of Sweet Pepper in Thailand, Food Policy, Vol. 26, pp. 667-677.

Simatupang, TM. & Sridaran, R, 2002, The Collaborative Supply chain.International Journal of Logistic, Vol.13, pp. 15-30.

Spekman, R.E., & Carraway, R., 2006, Making the transition to collaborative buyer–seller relationships: An emerging framework, Industrial Marketing Management, Vol. 35, pp. 10 – 19.

Stuart, F & McCutcheon, D 2000, The manager‘s guide to Supply chain management, Business Horizons, vol. 43, no.2, pp. 35-44.

Taha, H.A., 2003, Operation Research : An Introduction, 7th ed.,Prentice Hall, Pearson New Jersey. Tsou, C.M., 2013, On the Strategy of Supply chain Collaboration Based on Dynamic Inventory Target

Level Management: A Theory of Constraint Perspective, Applied Mathematical Modelling, Vol. 37, pp. 5204–5214.

Van der Vorst, J.G.A.J., da Silva, C.A., Trienekens, J.H., 2007, Agriculture Management, Marketing and

Finace Occasional Paper, Food and Agriculture Organization of the United Nation, Rome.

Zhang, X., & Huang, G.Q., 2010, Game-theoretic Approach to Simultaneous Configuration of Platform Products and Supply chains with One Manufacturing Firm and Multiple Cooperative Suppliers.

Int. J. Production Economics.Vol. 124, pp.121–136.

Gambar

Gambar 5.2 Aliran Barang dan Informasi dalam Supply Chain Buah Salak di Kecamatan Sukoharjo
Gambar 2. Variabel Keputusan dan Parameter Masukan Petani dan Pengepul

Referensi

Dokumen terkait

Pengembangan pembelajaran sains bagi anak usia dini, harus memiliki arah dan tujuan yang jelas, karena dengan tujuan yang jelas akan dapat dijadikan standar dalam menentukan

7 Moeljatno , Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban dalam Hukum Pidana, Bina Aksara, Yogyakarta, 1983, hlm. 8 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa,

laporan dari masing2 Fasda yg ada di daerah kab/kota Kendala mengenai sumber dana untuk kegiatan Diklat Masih banyak yang belum ikut diklat karena jumlah peserta terbatas Waktu

Sistem Operasi sendiri adalah suatu program utama dalam sebuah komputer dimana dengan adanya SO, maka komputer dapat hidup dan mampu menjalankan program-program lain yang kita

Namun, hal itu bukan berarti Allah tunduk terhadap hukum kausalitas, di mana seolah-olah Alquran mengikuti waktu dan sejarah yang akan berlaku, melainkan itu merupakan bentuk

Kebijakan yang digunakan adalah tuntutan-tuntutan kebijakan (policy demands), keputusan-keputusan kebijakan (policy decisions) dan hasil-hasil kebijakan (policy

Hasil penelitian juga memperlihatkan bahwa variabel modal, umur, usia usaha dan pendidikan memiliki berpengaruh yang signifikan terhadap kinerja