• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Produksi Biodiesel Berbasis Minyak Sawit Untuk Memprediksi Harga Jual dan Besaran Subsidi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Produksi Biodiesel Berbasis Minyak Sawit Untuk Memprediksi Harga Jual dan Besaran Subsidi"

Copied!
229
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PRODUKSI BIODIESEL BERBASIS MINYAK SAWIT

UNTUK MEMPREDIKSI HARGA JUAL

DAN BESARAN SUBSIDI

MEILITA TRYANA SEMBIRING

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Model Produksi Biodiesel Berbasis Minyak Sawit Untuk Memprediksi Harga jual dan Besaran Subsidi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

Meilita Tryana Sembiring

(4)

RINGKASAN

MEILITA TRYANA SEMBIRING. Model Produksi Biodiesel Berbasis Minyak Sawit Untuk Memprediksi Harga Jual dan Besaran Subsidi. Dibawah bimbingan SUKARDI, ANI SURYANI, dan MUHAMMAD ROMLI

Biodiesel adalah salah satu sumber energi terbarukan, ramah lingkungan, dan dapat mengurangi konsumsi energi fosil yang persediaannya diperkirakan semakin menipis. Salah satu bahan baku prospektif untuk memproduksi biodiesel adalah yang berasal dari minyak sawit. Oil World mempublikasikan data minyak sawit Indonesia untuk Oktober 2013 hingga September 2014, produksi sebesar 30 juta ton, ekspor 20.9 ton dan digunakan untuk konsumsi dalam negeri 9.10 juta ton, untuk produksi oleokimia, oleofood, dan biodiesel. Indonesia sebagai negara

penghasil komoditas kelapa sawit terbesar di dunia sangat berpotensi untuk mengembangkan biodiesel berbasis minyak sawit sebagai bahan bakar nabati (BBN) yang merupakan energi terbarukan pengganti bahan bakar minyak (BBM) yang merupakan energi fosil. Namun permasalahan harga jual yang tinggi menjadikan produksi biodiesel di Indonesia tidak berkembang. Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) merilis dari total produsen biodiesel saat ini sebanyak 25 industri biodiesel, 13 produsen telah menghentikan produksinya. Sementara kebutuhan biodiesel semakin meningkat dengan adanya kebijakan pemerintah mencampur biodiesel ke dalam solar (biosolar) sesuai mandatorinya yaitu 10%. Pada tahun 2013, kebutuhan solar nasional sebesar 33 juta kiloliter, dengan pencampuran 10% biodiesel ke dalam solar dapat mengurangi penggunaan solar sebesar 3.3 juta kiloliter. Di lain pihak, harga jual biodiesel ditentukan oleh harga mean oil platts Singapore (MOPS) yaitu harga publikasi solar di Singapura, hingga saat ini harga jual biodiesel dapat dikatakan selalu lebih tinggi dibandingkan dengan harga MOPS. Harga jual produsen yang tinggi disebabkan juga oleh harga bahan baku yaitu minyak sawit, dimana ketika terjadi peningkatan harga minyak sawit maka biaya produksi biodiesel akan meningkat.

Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini mengkaji produksi biodiesel untuk menentukan harga jual dan besaran subsidi dari biaya produksi biodiesel. Biaya produksi dipengaruhi oleh harga bahan baku biodiesel dan teknologi proses produksi biodiesel. Pendekatan untuk mendapatkan biaya produksi biodiesel dilakukan dengan memodelkan secara kuantitatif produksi biodiesel. Model produksi biodiesel dibangun dari kajian bahan baku, teknologi proses dan komponen pembentuk biaya produksi. Biodiesel yang dikaji adalah biodiesel berbahan baku minyak sawit yaitu crude palm oil (CPO), refined palm oil (RPO), refined bleached deodorized palm oil (RBDPO), refined bleached deodorized palm olein (RBD olein), refined bleached deodorized palm stearin

(5)

Model produksi biodiesel tersebut digunakan untuk mendapatkan harga jual terendah. Pendekatan perhitungan harga jual ini dilakukan dengan menggunakan teknik heuristik, yaitu dengan menjumlahkan harga bahan baku, biaya olah, pajak pertambahan nilai (PPN), dan margin penjualan. Harga jual terendah dari perhitungan ini merupakan harga jual minimum biodiesel dan dapat dijadikan referensi oleh pemerintah dalam menetapkan harga jual biodiesel.

Kajian selanjutnya melakukan analisis fluktuasi harga bahan baku dan pengaruhnya terhadap harga jual biodiesel, dengan melakukan perhitungan dan pemberian rekomendasi kebijakan subsidi yang seharusnya dikeluarkan oleh pemerintah. Rekomendasi ini didapat dengan membandingkan antara harga jual tertinggi dari kajian analisis fluktuasi harga bahan baku dengan harga indeks pasar (HIP) biodiesel. Kebijakan subsidi adalah harga jual maksimum dari analisis fluktuasi harga bahan baku dikurangi HIP biodiesel.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2013 sampai Desember 2014. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh berdasarkan observasi langsung dan wawancara dengan pakar berkaitan dengan topik dan data sekunder diperoleh dari dokumen dan literatur. Pengumpulan data dari PT MusimMas, PT Wilmar, PT Eterindo Wahanatama Tbk, dan PTPN IV. Penentuan lokasi penelitian dan pakar menggunakan purposive sampling.

Penelitian ini menghasilkan model matematis dalam bentuk sub model bahan baku, sub model teknologi proses dan sub model biaya produksi, sub model harga jual dan sub model besaran subsidi. Penyusunan komponen biaya produksi digunakan untuk mendapatkan harga jual dan besaran subsidi. Perhitungan harga jual dilakukan dengan studi kasus harga biodiesel tahun 2013 dengan hasil harga jual biodiesel masing-masing bahan bakunya untuk setiap liter biodiesel adalah CPO Rp 8 979, RPO Rp 8 979, RBDPO Rp 8 680, RBD olein Rp 8 784, RBD stearin Rp 8 105, dan PFAD Rp 7 798. Harga jual terendah adalah PFAD, sedangkan harga jual tertinggi adalah RBD olein. Biaya olah terendah adalah bahan baku yang berasal dari refined oil yaitu RBDPO, RBD olein, dan RBD stearin dan tertinggi adalah PFAD. Harga jual terendah ini dapat dijadikan referensi harga jual biodiesel oleh pemerintah.

Kajian fluktuasi harga bahan baku dan pengaruhnya terhadap harga jual memperlihatkan bahwa harga jual tertinggi selama delapan tahun terakhir adalah Rp 12 121 Harga ini menjadi acuan perhitungan subsidi maksimum yang harus diberikan pemerintah kepada produsen biodiesel di tahun 2014. Besaran subsidi yang diusulkan tahun 2013 dengan HIP sebesar Rp 9 276 adalah Rp 2 845.

(6)

SUMMARY

MEILITA TRYANA SEMBIRING. A Model of Palm Biodiesel Production to Predict Pricing and Value of Subsidy. Supervised by SUKARDI, ANI SURYANI, and MUHAMMAD ROMLI.

Biodiesel is a renewable energy source, environmentally friendly, and it could reduce the consumption of fuel energy (non-renewable energy). A prospective raw material for the production of biodiesel is palm oil. Oil World

Organization released Indonesian palm oil data for October 2013 to September 2014, the production of Indonesian palm oil is 30 million tons, exported 20.9 million tons and is used for domestic consumption 9.10 million tons. Indonesia as world's largest palm oil commodity-producing countries has potential to developed palm oil-based on biodiesel as biofuels (renewable energy) instead of fossil fuels. However, the problems of high selling price makes biodiesel is not sustainable production in Indonesia is not growing. Ministry of Energy and Mineral Resources released from the total current biodiesel producer biodiesel industry as much as 25, 13 manufacturers have ceased production. While biodiesel is increasing the need for government policy, mixing biodiesel into diesel fuel (biosolar). In 2013 consumption solar amounted 33 million kiloliters, mixing 10% of biodiesel can reduce diesel amounted to 3.3 million kiloliters/year. On the other hand, the selling price of biodiesel is determined by Mean Oil Platts Singapore (MOPS) is the price of diesel in the Singapore market, until now selling price of biodiesel can be said to be always higher than the price of MOPS. The selling price is a manufacturer of high due to price of raw material for biodiesel and make the cost of biodiesel production process is high.

Based on this study examines these issues biodiesel selling price of biodiesel production costs and selling price support policy recommendations that high biodiesel in the form of subsidies. The cost of production is influenced by the price of raw material for biodiesel and biodiesel production process cost. Approach to get the production process cost of biodiesel is done by modeling the process is quantitative of biodiesel production. Biodiesel production model is built from the sub model raw materials, process technology (Grand Inizio and Lurgi) based on the content of free fatty acid (FFA) are used as raw materials and components forming the cost of production. Biodiesel studied is biodiesel made from palm oil, namely crude palm oil (CPO), refined palm oil (RPO), refined bleached deodorized palm oil (RBDPO), refined bleached deodorized palm olein (RBD olein), Refined Bleached Deodorized Palm Stearin (RBD stearin), Palm Fatty Acid Distillate (PFAD). Studied process technology used two technology provider for production process biodiesel. Comparing two techologies for determining the cost of production of biodiesel. We selected the technology process based on comparison of cost of process and fixed capital investment.

(7)

can be used as a reference by the government to determine the lowest selling price of biodiesel.

Further study of fluctuations of raw material prices of biodiesel and biodiesel prices and its impact on the calculation and administration of policy recommendations subsidies to be issued by government. Recomendation is obtained by comparing the highest selling price of raw materials to the study of fluctuations in the price index of biodiesel production. So that the maximum subsidy policy is the maximum selling price of reduced price index fluctuation analysis of biodiesel production.

This research was conducted from November 2013 to December 2014. The data used in this study are primary and secondary data. Primary data obtained from direct observation and interview of the experts according to the research topics and secondary data from records/documents and literature. Data collection was conducted at PT MusimMas, PT Wilmar, PT Eterindo Wahanatama Tbk, and PTPN IV. The choice of respondents and experts were used purposive sampling.

This research resulted in a mathematical models consist of raw materials sub models, technology processes sub models, production costs sub models, selling price sub models, amount of the subsidy sub models. Selling price calculation is done with a case study of biodiesel prices in 2013 with the results of the selling price of biodiesel each raw material for each liter of biodiesel is CPO Rp 8 979, RPO Rp 8 979, RBDPO Rp 8 680, RBD olein Rp 8 784, Rp RBD stearin Rp 8 105, and PFAD Rp 7 798. The lowest selling price is PFAD, and the highest selling price is from RBD olein. The lowest production cost from refined oil there are RBDPO, RBD olein dan RBD stearin and the production cost highest is PFAD. The lowest selling price can be used as a reference the minimum selling price of biodiesel by the government.

Price fluctuations in raw material and its impact on the selling price showed that the highest selling price over the last eight years is Rp 12 121. The price is a reference calculation of the maximum subsidy to be provided by the government to producers of biodiesel in 2013. The amount of the subsidy proposed in 2014 by the market price index Rp 9 276 is Rp 2 845

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

MODEL PRODUKSI BIODIESEL BERBASIS MINYAK SAWIT

UNTUK MEMPREDIKSI KEBIJAKAN HARGA

DAN BESARAN SUBSIDI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(10)

Penguji pada Ujian Tertutup : Prof Dr Ir Syamsul Ma’arif, M.Eng (Guru Besar Teknologi Industri, Fateta IPB)

Prof Dr Ir Erliza Hambali, MS. P (Guru Besar Teknologi Industri, Fateta IPB)

Penguji pada Ujian Terbuka : Dr Ir Gede Wibawa, DEA (Direktur Riset dan Pengembangan PT Riset Perkebunan Nusantara) Prof Dr Ir Nastiti S Indrasti (Guru BesaTeknologi

(11)

Judul Disertasi : Model Produksi Biodiesel Berbasis Minyak Sawit Untuk Memprediksi Harga Jual dan Besaran Subsidi

Nama : Meilita Tryana Sembiring

NIM : F361090151

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Sukardi, MM Ketua

Prof Dr Ir Ani Suryani, DEA Prof Dr Ir Muhammad Romli, MSc St Anggota Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi industri Pertanian

Prof Dr Ir Machfud, MS Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak tahun 2013 ini ialah mengenai Biodiesel, dengan judul Model Produksi Biodiesel Berbasis Minyak Sawit Untuk Memprediksi Harga Jual dan Besaran Subsidi.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Prof Dr Ir Sukardi, MM selaku ketua komisi pembimbing, Ibu Prof Dr Ir Ani Suryani, DEA, dan Bapak Prof Dr Ir Muhammad Romli, MSc St selaku angggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran.

2. Bapak Prof Dr Ir Syamsul Ma’arif, M.Eng dan Ibu Prof Dr Ir Erliza Hambali, MS.P yang telah berkenan menjadi penguji luar komisi pada ujian tertutup, serta memberikan evaluasi dan saran yang sangat bermanfaat untuk kesempurnaan disertasi ini.

3. Ibu Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti dan Dr Ir Gde Wibawa, DEA yang telah berkenan menjadi penguji luar komisi pada ujian terbuka, serta memberikan evaluasi dan saran yang sangat bermanfaat untuk penyempurnaan disertasi. 4. Bapak Prof Dr Ir Machfud, MS selaku Ketua Program Studi Teknologi

Industri Pertanian, yang telah memberikan koreksi dan masukan pada ujian tertutup dan terbuka.

5. Bapak Immanuel Sutarto selaku Presiden Direktur PT Eterindo Wahanatama Tbk, Bapak M. Ghani , Bapak Abdullah Munir, Bapak Ir Anshori Nasution, dan seluruh pihak yang telah membantu penyempurnaan disertasi ini.

6. Keluarga: Ayahanda Prof Kitab Sembiring SH (alm) dan Ibunda Prof Rehngena Purba, SH MS, serta suami tercinta Kombes Pol Benny Iskandar, SIK MSi dan anak-anakku tersayang: Nia, Riezky, dan Nissa yang telah banyak memberikan dukungan, dan pengertiannya selama ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada abang dan kakanda Ir Balaman Tarigan MM, dan Juli Irmawaty Sembiring yang telah banyak membantu dan memberikan semangat kepada penulis.

7. Rekan-rekan mahasiswa Pasca Sarjana Teknologi Industri Pertanian angkatan 2009, sahabat-sahabat dan adik-adik yang telah banyak membantu penulis selama mengikuti pendidikan sampai selesainya disertasi ini.

Penulis menyadari disertasi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun demikian penulis berharap semoga disertasi ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 5

Lingkup dan Batasan Penelitian 5

TINJAUAN PUSTAKA 6

Biodiesel 6

Potensi Minyak Sawit sebagai Bahan Baku Biodiesel 9

Pemanfaatan Minyak Sawit dan Turunannya 15

Biodiesel Berbasis Minyak Sawit 17

Karakteristik Bahan Baku Biodiesel Berbasis Minyak Sawit 16 Kajian Penelitian Biodiesel Berbasis Minyak Sawit 26

Teknologi Proses Produksi Biodiesel 28

Tahapan Umum Proses Produksi Biodiesel 29

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Rendemen Biodiesel 34

Karakteristik Biodiesel 35

Standar Mutu Biodiesel 36

Pemodelan Produksi 36

Perkiraan Biaya Produksi 40

Teknik Heuristik 43

Subsidi Harga Jual Biodiesel 43

Korelasi Harga Minyak Bumi terhadap Harga Minyak Sawit 44 Penelitian Terdahulu dan Posisi Kebaruan (Novelty) Penelitian 46

METODE PENELITIAN 49

Kerangka Pemikiran Pemecahan Masalah 49

Tata Laksana Penelitian 50

PEMODELAN SISTEM 53

Analisis Sistem 53

Analisis Situasional 54

Analisis Kebutuhan Sistem 55

HASIL DAN PEMBAHASAN 60

Perkembangan Industri Biodiesel di Indonesia 60 Sub Model Bahan Baku Biodiesel Berbasis Minyak Sawit 63 Sub Model Teknologi Proses Produksi Biodiesel Berbasis Minyak Sawit 66

Sub Model Biaya Produksi 84

Perhitungan Biaya Produksi Biodiesel 95

Perbandingan Teknologi Grand Inizio dan Lurgi 96

Sub Model Harga Jual Biodiesel 100

Sub Model Kebijakan Subsidi Biodiesel 101

Simulasi Harga Jual Biodiesel Berbasis Minyak Sawit 103 Interpretasi Hasil Analisis Simulasi Harga Jual Biodiesel Berbasis Minyak

Sawit 104

(14)

Pengaruh Harga Minyak Mentah Terhadap Harga Minyak Sawit dan

Biodiesel 110

Verifikasi dan Validasi Model Produksi, Harga Jual, Kebijakan

Subsidi 114

SIMPULAN DAN SARAN 115

Simpulan 115

Saran 116

DAFTAR PUSTAKA 116

LAMPIRAN 127

RIWAYAT HIDUP 211

DAFTAR TABEL

1 Perbandingan antara biodiesel minyak sawit dengan solar 7 2 Perbandingan kinerja solar dan biodiesel terhadap operasi mesin 7

3 Komposisi biodiesel minyak sawit dan solar 8

4 Perkembangan produksi minyak hayati dan minyak sawit 2008-2012 11 5 Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia 12

6 Produktivitas kelapa sawit di Indonesia 13

7 Beberapa industri besar pengolahan kelapa sawit di Indonesia 14

8 Produsen minyak goreng di Indonesia 15

9 Pemanfaatan bahan baku biodiesel dari minyak sawit dan turunannya 17 10 Komposisi asam lemak pada biodiesel dari minyak sawit 18

11 Komposisi asam lemak CPO 20

12 Karakteristik CPO 20

13 Karakteristik kimia RPO 21

14 Komposisi asam lemak RBDPO 22

15 Karaktersitik RBDPO 22

16 Komposisi kimia RBD olein 23

17 Karakteristik RBD olein 23

18 Komposisi asam lemak RBD stearin 24

19 Karakteristik RBD stearin 24

20 Kandungan asam lemak PFAD 25

21 Karakteristik PFAD 25

22 Perbandingan metode teknologi proses produksi biodiesel 28 23 Kebutuhan tenaga kerja untuk tiap unit operasi 41 24 Kajian penelitian bahan baku biodiesel berbasis minyak sawit 46 25 Kajian penelitian teknologi proses biodiesel 46 26 Kajian komponen biaya produksi biodiesel 47 27 Posisi penelitian terhadap penelitian sebelumnya 48

28 Jenis dan sumber data penelitian 52

29 Kebutuhan aktor dalam industri biodiesel 57

30 Analisis kebutuhan model produksi biodiesel berbasis minyak sawit 57

31 Produsen biodiesel di Indonesia 61

33 Proyeksi kebutuhan biodiesel Indonesia 62

(15)

34 Deskripsi pemilik teknologi proses produksi biodiesel 67 35 Teknologi proses produksi menurut jenis bahan baku 70 36 Bahan penolong yang digunakan berdasarkan jenis bahan baku teknologi

Grand Inizio 77

37 Bahan penolong yang digunakan berdasarkan jenis bahan baku teknologi

Lurgi 83

38 Komponen biaya pemipaan industri biodiesel 89

39 Biaya bangunan berdasarkan tipe proses 89

40 Komposisi biaya perbaikan lahan 89

41 Komponen biaya fasilitas pendukung proses 90

42 Komponen biaya keteknikan dan pengawasan 91

43 Komponen biaya ekspansi dan konstruksi 91

44 Komponen biaya investasi tetap (fixed capital investment) 92 45 Komponen biaya perawatan dan perbaikan mesin 94

46 Struktur penyusun biaya produksi biodiesel 95

47 Perbandingan biaya investasi tetap masing-masing bahan baku 96 48 Perbandingan biaya proses masing-masing bahan baku 96 49 Rata-rata biaya produksi pengolahan biodiesel masing-masing bahan

baku berdasarkan teknologi Inizio 100

50 Rata-rata biaya produksi pengolahan biodiesel masing-masing bahan

baku berdasarkan teknologi Lurgi 100

51 Studi kasus harga jual tahun 2013 105

52 Hasil analisis fluktuasi bahan baku terhadap harga jual biodiesel 106 53 Tabel hasil uji kointegrasi menggunakan metode Johansen dengan

bantuan E views 7 113

54 Persentase rata-rata perubahan harga per tahun 114 55 Validasi model produksi biodiesel berbasis minyak sawit 115

DAFTAR GAMBAR

1 Pertumbuhan konsumsi minyak dan lemak dunia 10

2 Kondisi pasar minyak nabati dunia 11

3 (a) Negara pengimpor; (b) Negara pengekspor minyak sawit dunia 15

4 Pohon industri minyak sawit 12

5 Perkembangan penggunaan biodiesel oleh Pertamina tahun 2009-2014 18

6 Reaksi transesterifikasi 30

7 Reaksi trasnesterifikasi minyak/lemak menghasilkan biodiesel 32

8 Skema kajian simulasi 37

9 Tahapan pemodelan sistem 38

10 Harga minyak sawit tahun 1988-2012 45

11 Harga minyak bumi dan CPO dunia tahun 1988-2012 45

12 Kerangka pemikiran pemecahan masalah 50

13 Tahapan penelitian 51

14 Identifikasi model produksi biodiesel (top level) 56 15 Batasan kajian model produksi biodiesel berbasis minyak sawit 56

16 Kapasitas dan produksi biodiesel Indonesia 62

(16)

18 Permintaan minyak nabati 64 19 Fluktuasi harga minyak sawit dan minyak mentah (crude oil) 65 20 Varian teknologi proses produksi biodiesel berdasarkan bahan baku 66 21 Neraca massa produksi biodiesel bahan baku (sumber Grand Inizio) 71 22 Neraca massa produksi biodiesel bahan baku CPO dengan

teknologi Grand Inizio 73

23 Neraca massa produksi biodiesel bahan baku RPO dengan teknologi

Grand Inizio 74

24 Neraca massa produksi biodiesel berbasis bahan refined oil

(RBDPO, RBD olein, RBD stearin) dengan teknologi Grand Inizio 75 25 Neraca massa produksi biodiesel bahan baku PFAD dengan teknologi

Grand Inizio 78

26 Proses produksi biodiesel teknologi Lurgi 78

27 Skema proses dan peralatan/mesin teknologi Lurgi 76 28 Neraca massa produksi biodiesel bahan baku CPO dengan teknologi

Lurgi 79

29 Neraca massa produksi biodiesel bahan baku RPO dengan teknologi

Lurgi 80

30 Neraca massa produksi biodiesel bahan baku refined oil

(RBDPO, RBD Stearin, RBD Olein) dengan teknologi Lurgi 81 31 Neraca massa produksi biodiesel bahan baku PFAD dengan teknologi

Lurgi 82

32 Penentuan komponen biaya produksi biodiesel berbasis minyak sawit

pada teknologi Grand Inizio 84

33 Penentuan komponen biaya produksi biodiesel berbasis minyak sawit

pada teknologi Lurgi 85

34 Perbandingan utilitas teknologi Grand Inizio dan Lurgi 97 35 Perbandingan biaya penolong teknologi Grand Inizio dan Lurgi 97 36 Perbandingan fixed capital investment teknologi Grand Inizio dan

Lurgi 97

37 Perbandingan biaya proses teknologi Grand Inizio dan teknologi Lurgi 98 38 Perbandingan biaya bahan baku dengan biaya proses 99 39 Perbandingan biaya investasi masing-masing bahan baku 99

40 Kebijakan subsidi biodiesel saat ini 102

41 Perbandingan harga HIP biodiesel dengan biaya produksi 103 42 Perbandingan harga jual biodiesel dengan HIP biodiesel 107 43 Perbandingan harga jual dan minyak mentah dunia 108 44 Perbandingan HIP, MOPS, dan harga jual biodiesel 108 45 Grafik besaran subsidi biodiesel berdasarkan hitungan pemerintah 109 46 Rekomendasi perhitungan besaran subsidi biodiesel 109 47 Usulan subsidi biodiesel (selisih Harga Jual dengan HIP) 110

48 Simulasi subsidi usulan 110

49 Perbandingan harga jual biodiesel dengan minyak mentah ` 112 50 Pergerakan harga minyak sawit (palm oil) dan minyak mentah

(crude oil) 112

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Harga bahan baku biodiesel berbasis minyak sawit (mempertimbangkan nilai tukar rupiah terhadap USD dan ringgit Malaysia) 128

2 Kebijakan biodiesel di berbagai negara 137 3 Mandatori penggunaan BBN (Kepmen ESDM No 30 Tahun 2008) 139

4 Kelebihan dan kekurangan kelapa sawit sebagai bahan baku biodiesel 140

5 Negara penghasil minyak sawit dunia 141

6 Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2014 tentang Mandatori penggunaan

BBN 142

7 Karakteristik biodiesel 146

8 Standar mutu biodiesel dunia 154

9 Keputusan Menteri ESDM No 2185 K/12/MEM/2014 155 10 Perbandingan bahan baku biodiesel berbasis minyak sawit 158 11 Pengaruh harga minyak dunia terhadap harga minyak sawit 159 12 Fluktuasi harga minyak sawit dan minyak dunia 167 13 Perhitungan neraca massa, kapasitas peralatan, peralatan tambahan, dan

harga peralatan 170

14 Biaya peralatan dan mesin 177

15 Perhitungan biaya investasi tetap (fixed capital investment) 188 16 Perhitungan biaya proses produksi biodiesel 192

17 Perbandingan harga HIP dengan harga solar 197

18 Simulasi analisis fluktuasi bahan baku 198

(18)
(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan minyak bumi nasional saat ini mencapai 1.50 juta barel/hari, sementara produksi pada tahun 2013 hanya mencapai 825 000 barel/hari. Kebutuhan akan sumber energi masih terus meningkat seiring dengan peningkatan populasi dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia (Bangun 2014). Permintaan yang lebih besar daripada penawaran tersebut mendorong pemerintah untuk melakukan impor bahan bakar dari luar negeri. Kecenderungan peningkatan impor bahan bakar dari luar negeri mendorong berbagai pihak untuk mengeksplorasi sumber energi terbarukan. Eskplorasi sumber energi terbarukan bertujuan mengurangi proporsi bahan bakar minyak (BBM), meningkatkan suplai bahan bakar dengan mengandalkan sumber daya lokal yang bersifat renewable dan meningkatkan kualitas lingkungan dengan mengurangi polusi udara (Nasution et al. 2006). Salah satu sumber energi terbarukan tersebut yaitu biodiesel.

Secara teknis, biodiesel dapat didefinisikan sebagai bahan bakar yang terdiri dari rantai metil ester dari asam lemak berantai panjang yang terbentuk melalui transformasi minyak nabati maupun lemak hewani (Friedrich 2004; Sarin 2012). Biodiesel merupakan bahan bakar dapat diperbaharui, terdiri dari fatty acid methyl ester (FAME) yang diperoleh melalui reaksi transesterifikasi antara minyak/lemak dengan metanol menggunakan katalis tertentu (Supardan et al.

2011; Ivanoui et al. 2011; Taufiq-Yap et al. 2011).

Kelapa sawit saat ini merupakan sumber minyak nabati yang paling tepat digunakan sebagai bahan baku biodiesel di Indonesia (Nasution et al. 2005; Daryanto 2006). Kelapa sawit juga merupakan tanaman penghasil minyak nabati tertinggi di dunia yaitu sebesar 6 ton minyak/ha/tahun (Daryanto 2006). Sejak tahun 2006 Indonesia telah menjadi produsen minyak sawit terbesar dunia, diperkirakan total luas lahan areal kelapa sawit Indonesia pada tahun 2013 mencapai 9.15 juta hektar (Ditjenbun 2013). Produksi minyak sawit Indonesia akan semakin meningkat, dimana Oil World mempublikasikan data minyak sawit Indonesia untuk periode Oktober 2013 sampai dengan September 2014 sebagai berikut produksi 30.0 juta ton, ekspor 20.9 juta ton, dan terpakai dalam negeri 9.10 juta ton. Konsumi minyak sawit dalam negeri digunakan untuk keperluan oleokimia (detergen, sabun, dll), oleofood (minyak makan, margarin, dan berbagai jenis makanan). Minyak sawit yang digunakan untuk biodiesel/FAME diperkirakan sebanyak 3.9 juta ton (Oil World 2014).

Peluang untuk mengembangkan potensi biodiesel di Indonesia cukup besar terutama untuk substitusi solar, mengingat saat ini penggunaan solar mencapai sekitar 40% dari total penggunaan BBM untuk sektor transportasi. Selain sektor transportasi penggunaan solar juga banyak digunakan pada sektor industri dan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) (ESDM 2013). Keseriusan pemerintah dalam penyediaan dan pengembangan bahan bakar nabati (BBN) antara lain biodiesel diawali dengan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2006 tentang Pengadaan dan Penggunaan Biofuel sebagai Energi Alternatif.

(20)

yang diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 25 Tahun 2013 dan Permen ESDM No 20 Tahun 2014. Dampak mandatori tersebut semenjak Agustus 2013 signifikan terhadap konsumsi biodiesel dalam negeri. Data berkaitan hal tersebut diatas, Kementerian ESDM mengungkapkan bahwa konsumsi biodiesel dalam negeri meningkat hingga 101% dari 57.871 kiloliter pada bulan Agustus 2013 menjadi 116.261 kiloliter pada bulan Oktober 2013. Semenjak September 2013, sektor transportasi, industri, komersial, dan pembangkit listrik diwajibkan memakai biodiesel minimal 10% dalam campuran solar. Berdasarkan mandatori pencampuran biodiesel dengan solar sebesar 10% pada tahun 2013 mengurangi penggunaan bahan bakar solar sebesar 3.3 juta kiloliter, hal ini setara dengan pengurangan impor solar dalam negeri sebesar 2.43 milyar USD (Aprobi 2014).

Pentingnya penggunaan biodiesel tidak diimbangi peningkatan produksi biodiesel di Indonesia. Faktanya dari 25 produsen yang memiliki izin produksi bahan bakar nabati (BBN), 13 produsen terpaksa menghentikan produksinya (ESDM 2013). Jika 25 produsen tersebut berproduksi maka kapasitas terpasang sebesar 5.67 juta kiloliter namun dikarenakan hanya 50% produsen yang aktif berproduksi, maka hanya 1.703 juta kiloliter kapasitas yang terpakai. Dari total kapasitas produksi yang tersedia, digunakan untuk kebutuhan dalam negeri sebesar 902 000 kiloliter digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, selebihnya di ekspor (Aprobi 2014).

Indonesia harus meningkatkan produksi biodiesel dalam rangka memenuhi target mandatori untuk memenuhi pasar dalam negeri karena dengan adanya kebijakan manadatori biodiesel sebesar 20%, maka diperkirakan kebutuhan biodiesel dalam negeri pada tahun 2016 sebesar 7.93 juta kiloliter (Aprobi 2014). Berdasarkan data-data diatas, maka kebutuhan biodiesel di Indonesia tidak akan mampu terpenuhi oleh kapasitas terpasang yang ada. Oleh karena itu, terbuka peluang untuk mendorong industri biodiesel yang menghentikan produksinya untuk berproduksi kembali dan membuka peluang investasi baru.

Upaya tersebut tidak akan dapat tercapai apabila permasalahan dalam industri biodiesel tidak diatasi. Berdasarkan survei lapangan, permasalahan utama tidak berkembangnya produksi biodiesel di Indonesia adalah, produsen biodiesel tidak memperoleh margin yang cukup untuk menutupi biaya produksi. Hal ini disebabkan harga jual yang dihasilkan dari biaya produksi lebih besar dibandingkan harga indeks pasar (HIP) biodiesel yang ditetapkan pemerintah. Pemerintah menetapkan harga jual biodiesel berdasarkan mean oils platts Singapore (MOPS) yaitu harga publikasi solar di Singapura. Kenyataannya harga MOPS selalu lebih rendah bila dibandingkan dengan harga bahan baku biodiesel. Permasalahan tersebut ditambah dengan adanya kebijakan subsidi solar yang menjadikan harga solar jauh lebih ekonomis bila dibandingkan biodiesel.

Harga jual biodiesel berbasis minyak sawit tampaknya sulit ditekan, karena sangat tergantung pada harga bahan baku CPO. Ketika terjadi peningkatan harga CPO maka biaya produksi biodiesel akan meningkat, sehingga harga jual biodiesel melebihi harga jual solar yang ditetapkan oleh pemerintah. Sebagai akibatnya banyak produsen biodiesel mengurangi produksinya, sehingga kapasitas terpasang produsen tidak termanfaatkan maksimal, bahkan beberapa produsen biodiesel menghentikan kegiatan produksinya (Dharmosamoedero 2012).

(21)

jual adalah harga jual yang menggambarkan harga pokok yang mengakomodasikan semua komponen biaya terkait yang realistis (Mariana 2005; Haas et al. 2006; Mahlia et al. 2012). Untuk mengatasi kesenjangan harga jual, pemerintah harus memberikan subsidi atau insentif bagi produsen biodiesel yang dipasarkan di dalam negeri.

Pendekatan kajian untuk mengetahui besaran subsidi dilakukan dengan mengakomodasi semua komponen biaya yang terkait dalam produksi biodiesel, yang memperhitungkan transformasi input berupa bahan baku dan teknologi proses untuk menghasilkan output sesuai standar yang telah ditetapkan dengan rendemen yang tertinggi. Proses transformasi input menjadi output dalam produksi melibatkan beberapa subsistem yang membentuk komponen biaya produksi (Purnomo 2004). Produksi merupakan suatu proses transformasi dalam sistem yang kompleks, sehingga diperlukan pemodelan untuk mempermudah pemahaman aspek-aspek relevan pada sistem sebagai penunjang pengambilan keputusan. Kompleksitas produksi biodiesel dilihat dari domain produsen dan domain pemerintah. Kompleksitas produksi biodiesel domain produsen berhubungan dengan bahan baku yang digunakan, antara lain suhu reaktor, aliran proses, alkohol, katalis, persentase asam lemak bebas (ALB), pemisahan, pemurnian, dan daur ulang metanol (Marchetti et al. 2008). Produksi biodiesel tergolong kepada industri proses, dimana industri proses adalah kegiatan produksi yang berkenaan dengan peningkatan nilai tambah produk yang dihasilkan melalui pencampuran, pemisahan, pembentukan, dan atau perlakuan proses kimia (Haas et al. 2006).

Produksi dalam kajian ini memiliki input berupa bahan baku yang bervariasi antara lain CPO, RPO, RBDPO, RBD olein, RBD stearin, dan PFAD. Input tersebut diproses pada berbagai macam aliran proses produksi. Output yang dihasilkan pada suatu produksi secara spesifik adalah fungsi dari tenaga kerja, jumlah mesin dan berbagai komponen yang mempengaruhi proses produksi (Wasson 2006). Jaminan terhadap ketersediaan bahan baku dalam jangka panjang menjadi faktor pertimbangan yang sangat kritis karena industri ini bersifat padat modal (investasi besar) (Sinulingga 2009; Marchetti et al. 2008; Vlysidis et al. 2011; Mahlia et al. 2012).

Kompleksitas produksi biodiesel akan mempengaruhi biaya produksi yang menentukan harga jual biodiesel. Menurut Carberry et al. (2007) penentuan biaya produksi dapat ditentukan secara akurat jika informasi tentang fasilitas produksi, desain proses, dan spesifikasi peralatan telah diketahui. Kendala utama dalam kajian biaya produksi biodiesel pada skala industri adalah teknologi proses yang digunakan oleh industri selama ini belum terdeskripsi dengan jelas, sehingga tidak dapat dilacak mutu atau kualitas dan biaya yang harus dikeluarkan dalam proses produksi. Teknologi proses produksi merupakan komponen yang penting karena berkaitan dengan bahan baku yang digunakan, biaya investasi, serta efisiensi produksi (Haas et al. 2006; Marchetti et al. 2008).

(22)

diperlukan kebijakan insentif berupa subsidi yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengurangi/menekan harga jual biodiesel.

Dalam mengatasi kesenjangan harga jual biodiesel, pemerintah mengeluarkan kebijakan pendukung yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP). Pada tahun 2011 penentuan besaran subsidi biodiesel sebesar Rp 1000/liter dari harga MOPS, kemudian ditambah menjadi Rp 2 000/liter. Tahun 2013-2014 besaran subsidi biodiesel dinaikkan menjadi Rp 3 000/liter (ESDM 2014). Faktanya sampai saat ini, kebijakan pendukung harga jual biodiesel berupa subsidi masih belum mampu meningkatkan produksi biodiesel di Indonesia dan belum mampu mendorong produsen biodiesel untuk aktif berproduksi kembali.

Berdasarkan kondisi tersebut diatas, penelitian ini digunakan untuk memprediksi besaran subsidi biodiesel. Prediksi tersebut berdasarkan identifikasi struktur biaya produksi pada kajian model produksi biodiesel yaitu identifikasi teknologi proses produksi dan bahan baku. Struktur biaya produksi yang diperoleh akan digunakan untuk menghitung harga jual biodiesel dari minyak sawit dan besaran subsidi. Selain itu, untuk mengidentifikasi bahan baku yang dapat menghasilkan biodiesel dengan harga jual terendah. Hal ini dapat dijadikan referensi penentuan harga jual dan besaran subsidi oleh pemerintah.

Perumusan Masalah

Kebutuhan biodiesel dalam negeri akan semakin meningkat di masa depan, hal ini disebabkan oleh dorongan kebijakan pemerintah yang mewajibkan penggunaan biodiesel baik karena alasan ekonomi maupun lingkungan. Target pemerintah memanfaatkan biodiesel untuk mensubsitusi penggunaan solar dituangkan dalam kebijakan mandatori yang sampai saat ini masih belum terpenuhi. Penyebabnya adalah banyak produsen biodiesel menghentikan produksi, karena tidak dapat menutupi biaya produksi. Komponen penentu biaya produksi biodiesel adalah harga bahan baku dan biaya proses. Kompleksitas produksi memberikan pengaruh yang signifikasi terhadap biaya proses (Mariana 2005; Marchetti et al. 2007). Komponen penentu biaya produksi seharusnya menjadi pertimbangan dalam menentukan harga jual, sementara kondisi saat ini harga jual biodiesel ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan MOPS. Menurut Atabani et al. (2012) biaya produksi biodiesel lebih tinggi sebesar 1.5-3 kali lipat dibandingkan dengan biaya produksi solar, sehingga penentuan harga jual biodiesel berdasarkan harga MOPS tidak relevan karena produsen tidak memperoleh margin keuntungan yang cukup untuk menjalankan produksinya. Kondisi inilah yang menyebabkan produsen biodiesel banyak yang menghentikan produksinya, sehingga pasar dalam negeri tidak terpenuhi.

(23)

1. Bagaimana menyusun model produksi biodiesel berbasis minyak sawit yang dapat menghasilkan struktur biaya produksi, berdasarkan teknologi yang digunakan, investasi, biaya produksi, dan harga bahan baku?

2. Bagaimana mendapatkan harga jual biodiesel terendah dari variasi bahan baku berbasis minyak sawit dengan pertimbangan fluktuasi harga bahan baku dan kurs dolar?

3. Kebijakan subsidi seperti apa yang dapat mendukung harga jual biodiesel sehingga dapat menutupi biaya produksi biodiesel?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menyusun model produksi biodiesel berdasarkan variasi bahan baku, teknologi proses dan analisis biaya produksi.

2. Menghasilkan harga jual terendah berdasarkan struktur biaya produksi. 3. Menentukan usulan kebijakan subsidi harga jual biodiesel .

Lingkup dan Batasan Penelitian

Ruang lingkup untuk mencapai tujuan-tujuan penelitian tersebut adalah sebagai berikut

1. Analisis pada produksi biodiesel dari beberapa jenis bahan baku berbasis minyak sawit, yaitu crude palm oil (CPO), refined palm oil (RPO), refined bleached deodorized palm oil (RBDPO), refined bleached deodorized palm olein (RBD olein), refined bleached deodorized palm stearin (RBD stearin), dan palm fatty aciddistillate (PFAD).

2. Eksplorasi teknologi yang digunakan berdasarkan penyedia teknologi proses produksi biodiesel Grand Inizio dan Lurgi.

3. Penentuan harga jual terendah berdasarkan kombinasi bahan baku dan teknologi proses (Teknologi Grand Inizio dan Lurgi).

4. Industri biodiesel yang dikaji pada penelitian ini diasumsikan tidak terintegrasi dengan sumber bahan baku.

5. Jumlah tenaga kerja pada teknologi proses Grand Inizio dan Lurgi sama. 6. Kapasitas teknologi Grand Inizio dan Lurgi sama yaitu 200 000 ton

biodiesel/tahun.

(24)

TINJAUAN PUSTAKA

Biodiesel

Biodiesel adalah salah satu sumber energi alternatif yang renewable,

biodegradable serta mempunyai beberapa keunggulan dari segi lingkungan apabila dibandingkan dengan solar. Oleh karena itu Indonesia perlu mulai mengembangkan biodiesel mengingat ketersediaan bahan baku yang melimpah dan kenyataan bahwa produksi minyak bumi Indonesia sudah mulai menurun (Hasan et al. 2012).

Biodiesel mempunyai sifat kimia dan fisika yang serupa dengan solar sehingga dapat digunakan langsung untuk mesin diesel atau dicampur dengan solar. Walaupun kandungan kalori biodiesel serupa dengan solar, tetapi karena biodisel mengandung oksigen, maka flash pointnya lebih tinggi sehingga tidak mudah terbakar (Lee dan Ofori-Boateng 2013). Selain itu, biodiesel tidak mengandung sulfur dan senyawa benzene yang karsinogenik sehingga biodiesel merupakan bahan bakar yang lebih bersih dan lebih mudah ditangani dibandingkan dengan solar (Ahmad et al. 2013). Perbedaan antara biodiesel dan solar terutama adalah pada komposisinya.

Secara teknis, biodiesel dapat didefinikan sebagai bahan bakar yang terdiri dari rantai metil ester dari asam lemak berantai panjang yang terbentuk melalui transformasi minyak nabati maupun lemak hewani (Friedrich 2004; Sarin 2012). Biodiesel merupakan bahan bakar yang dapat diperbaharui terdiri dari FAME yang diperoleh melalui reaksi transesterifikasi antara minyak/lemak dengan metanol dengan menggunakan katalis tertentu (Supardan et al. 2011; Ivanoui et al. 2011; Taufiq-Yap et al. 2011).

Luasnya lahan kelapa sawit di Indonesia menjadikan biodiesel sebagai bahan bakar alternatif yang sangat potensial. Potensi pengembangan biodiesel di Indonesia menurut blue print pengelolaan energi nasional 2005 hingga 2025 mencapai 2 juta ton/tahun. Menurut Pasae (2006), sejak keluarnya Inpres No. 1 Tahun 2006 pada tanggal 25 Januari 2006, yang menekankan perlunya penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati, biodiesel menjadi bahan bakar alternatif yang diprioritaskan oleh pemerintah Indonesia.

(25)

Tabel 1 Perbandingan antara biodiesel minyak sawit dan solar Karakteristik Biodiesel minyak

sawit

Solar Sumber

Nilai kalori (MJ/kg) Panas pembakaran (kJ/kg) Angka setana

Titik nyala (C) Pour point (C) Titik kabut (C)

Densitas pada suhu 400C (kg/L) Viskositas pada suhu 400C (cSt) Kandungan sulfur (% wt)

Karbon residu (% wt)

Renewable 41.30 40.14 65.00 174.00 16.00 16.00 0.86 4.50 0.04 0.02 Fosil 46.80 45.80 53.00 98.00 15.00 18.00 0.82 4.00 0.10 0.14 Sumber: Nagi et al. (2008)

Biodiesel mempunyai sifat kimia dan fisika yang serupa dengan solar sehingga dapat digunakan langsung untuk mesin diesel atau dicampur dengan solar. Walaupun kandungan kalori biodiesel serupa dengan solar, tetapi karena biodisel mengandung oksigen, maka titik nyala (flash point) lebih tinggi sehingga tidak mudah terbakar (Lee dan Ofori-Boateng 2013). Disamping itu, biodiesel tidak mengandung sulfur dan senyawa benzene yang karsinogenik sehingga biodiesel merupakan bahan bakar yang lebih bersih dan lebih mudah ditangani dibandingkan dengan solar (Ahmad et al. 2013). Perbandingan kinerja solar dan biodiesel terhadap operasi mesin diperlihatkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Perbandingan kinerja solar dan biodiesel terhadap operasi mesin

No Sifat Fisik/Kimia Biodiesel Solar

1 2 3 4 5 6 7 8 9 Tenaga mesin Putaran mesin Modifikasi mesin Konsumsi bahan bakar Pelumasan Emisi Handling Lingkungan Provinsi

Tenaga yang dihasilkan 128 000 BTU

Sama Tidak Perlu Sama Lebih tinggi

Lebih rendah karbon monoksida, jumlah hidrokarbon, sulfur dioksida, nitrodioksida Kurang mudah terbakar Toksisitas rendah Terbarukan

Tenaga yang dihasilkan 130 000 BTU

Sama Tidak Perlu Sama

Lebih rendah

Lebih tinggi karbon monoksida, jumlah hidrokarbon, sulfur dioksida

Lebih mudah terbakar Toksisitas 10 kali lebih tinggi

(26)

Perbedaan antara biodiesel dan solar terutama adalah pada komposisinya. Biodiesel terdiri dari metil ester asam lemak nabati, sedangkan solar adalah hidrokarbon. Komposisi biodiesel sawit dan solar dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Komposisi biodiesel minyak sawit dan solar Biodiesel minyak sawit Konsentrasi

(%)

Solar Konsentrasi (%)

Methyl laurate (12:0) 0.35 Parafin 20

Methyl myristate (14:0) 1.08 Iso parafin + naphthenes

55 Methyl palmitate (16:0) 43.79 Alkil aromatik dan

additive

25 Methyl palmitoleate (16:1) 0.15

Methyl stearate (18:0) 4.42 Methyl oleate (18:1) 39.90 Methyl linoleate (18:2) 9.59 Methyl linolenate (18:3) 0.17 Methyl arachidate (20:0) 0.38 Methyl decanoate (20:1) 0.18 Sumber: Nasution et al. (2006)

Biodiesel murni dalam dunia perdagangan dikenal dengan istilah B100. Sementara biodiesel campuran terdapat beberapa jenis, diantaranya yaitu B5 (campuran 5% biodiesel dengan 95% solar), B10 (campuran 10% biodiesel dengan 90% solar), B20 (campuran 20% biodiesel dengan 80% solar), B80 (campuran 80% biodiesel dengan 20% solar). Biodiesel B5 dan B20 merupakan biodiesel yang umum digunakan, sementara biodiesel B100 dan jenis lainnya dengan kandungan biodiesel tinggi jarang digunakan karena harganya yang mahal (Lee dan Ofori-Boateng 2013).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Colorado Institut terhadap perbandingan emisi kendaraan yang menggunakan solar dan biodiesel menunjukkan bahwa emisi kendaraan yang menggunakan biodiesel (B20) lebih rendah dibandingkan emisi kendaraan yang menggunakan solar. Komponen emisi yang lebih rendah adalah total partikulat 14%, hidrokarbon 13%, dan karbon monoksida 7% pada biodiesel dibandingkan dengan solar, serta emisi biodiesel juga tidak mengandung logam sulfur (Biodiesel Development Coporation 1999).

(27)

Menurut Thurmond (2009) ada beberapa faktor pendorong pertumbuhan pasar biodiesel yaitu: mandat pemerintah (government mandates), insentif pajak (tax incentives), keamanan nasional (national security), kebebasan energi (energy independence), keamanan dari sisi ekonomi (economic security), dan keamanan dari sisi lingkungan (environmental security).

Beberapa alasan perlunya pengembangan biodiesel dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Biodiesel dibuat dari bahan terbarukan (renewable) sehingga dapat mengurangi impor dan penggunaan bahan bakar minyak bumi (Selvan dan Nagarajan 2013)

2. Tingkat emisi dan siklus rantai karbon biodiesel lebih rendah dan lebih baik dari minyak diesel sehingga akan mengurangi polusi udara secara keseluruhan (Nasution et al. 2005; Daryanto 2006). Penambahan 20% biodiesel pada solar dapat mengurangi emisi partikel sebesar 14%, total hidrokarbon sebesar 13%, karbon monoksida sebesar 7% dan sulfur dioksida sebesar 20% (Rodrigues et al. 2014; Biodiesel Development Coorporation 1999).

3. Jumlah produksi minyak sawit Indonesia dibandingkan dengan kebutuhan pangan dalam negeri, masih ada kelebihan yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel (Hasan et al. 2012; Oil World 2014)

4. Tercapainya target kebijakan mandatori BBN (Permen ESDM No 20 Tahun 2014).

5. Biodiesel dapat digunakan sebagai buffer harga pada saat harga minyak bumi (crude oil) tinggi, karena biodiesel dapat digunakan sebagai pengganti minyak bumi (Nasution et al. 2005).

6. Biodiesel tidak menambah efek gas rumah kaca seperti halnya solar karena karbon yang dihasilkan masih dalam siklus karbon (Selvan dan Nagarajan 2013; Tan et al. 2014).

Potensi Minyak Sawit sebagai Bahan Baku Biodiesel

Bahan Baku Biodiesel

Minyak/lemak sebagai bahan baku biodiesel dapat diperoleh dari minyak nabati dan lemak hewani (Supardan et al. 2011; Ivanoui et al. 2011; Taufiq-Yap

et al. 2011), maupun daur ulang minyak dari industri pangan (minyak jelantah) (Taufiq-Yap et al. 2011). Umumnya biodiesel lebih banyak diproduksi dari minyak nabati murni maupun kasar yang diperoleh dari minyak kedelai, rapeseed, dan minyak sawit (Hass 2005; Kahraman 2008).

Semua minyak nabati dapat dijadikan biodiesel. Terdapat banyak tanaman yang mampu menghasilkan bahan baku untuk produksi biodiesel, namun tanaman yang bisa dikembangkan dalam skala industri harus memiliki efisiensi rendemen (yield efficiency) yang tinggi sehingga cukup murah dan mampu bersaing dengan bahan bakar konvensional (Agustira et al. 2008).

(28)

ton/ha/tahun. Tanaman dengan produktivitas minyak tinggi merupakan komoditas paling kompetitif untuk memenuhi permintaan, karena keterbatasan areal akibat pertambahan kebutuhan lahan untuk tanaman pangan dan pemukiman (Agustira

et al. 2008). Kelapa sawit juga merupakan bahan serbaguna dimana produk turunannya dapat dikonsumsi sebagai minyak sayur, pelumas, sampai dengan bahan baku kosmetik. Beberapa kelebihan dan kekurangan kelapa sawit sebagai bahan baku biodiesel dapat dilihat pada Lampiran 4.

Ketersediaan Minyak Sawit di Dunia

Minyak sawit merupakan salah satu dari 17 minyak hayati dunia (minyak kedelai, bunga matahari, rapeseed, jagung, kapas, dan lain-lain) yang bersaing untuk merebut pangsa pasar minyak hayati yang semakin prospektif. Semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, dan tuntutan

biofuel sangat mendorong permintaan akan minyak nabati untuk pemenuhan kebutuhan pangan, oleokimia, farmasi, dan energi.

Minyak sawit bersaing dengan minyak lain terutama minyak kedelai, minyak biji lobak, minyak biji kapas, minyak kacang tanah, minyak biji bunga matahari, minyak kelapa, minyak jagung, dan minyak hewani lainnya. Dengan komposisi kimia yang sangat mirip, daya substitusi minyak-minyak tersebut sangat besar untuk keperluan produk pangan maupun non pangan, sehingga konsumen dapat beralih dari satu minyak ke minyak lain sesuai dengan keinginannya.

Terdapat kecenderungan bahwa produksi minyak hayati dunia lebih besar dari pada konsumsi minyak hayati dunia yang digunakan untuk kebutuhan bahan bakar dan pangan, sehingga ada kelebihan pangan yang dapat dimanfaatkan dengan pemberian nilai tambah. Pemberian nilai tambah hasil produksi yang berlebih tersebut diolah menjadi bahan baku produk lain seperti bahan baku biodiesel, pangan, produk substitusi, dan lain sebagainya. Pertumbuhan konsumsi minyak dari minyak hayati dunia dapat dilihat pada Gambar 1.

(29)

dari tahun ke tahun. Minyak sawit merupakan salah satu dari 17 minyak hayati dunia (minyak kedelai, bunga matahari, rapeseed, jagung, kapas, dan lain-lain) yang bersaing untuk merebut pangsa pasar minyak hayati yang semakin prospektif. Semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, dan tuntutan biofuel sangat mendorong permintaan akan minyak nabati untuk pemenuhan kebutuhan pangan, oleokimia, farmasi, dan energi. Kondisi pasar minyak hayati dunia dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Kondisi pasar minyak hayati dunia (Statista 2014)

Tahun 2012, produksi minyak hayati dunia mencapai 185.23 juta ton dengan tingkat pertumbuhan selama 5 tahun terakhir mencapai 3.81%. Perkembangan produksi minyak hayati dan minyak sawit diperlihatkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Perkembangan produksi minyak hayati dan minyak sawit 2008-2012

Tahun

Minyak Hayati Minyak Sawit

Produksi (juta

ton) Pertumbuhan

Produksi

(juta ton) Pertumbuhan

2008 159.49 - 43.27 -

2009 164.81 3.33% 45.26 4.61%

2010 172.18 4.47% 45.83 1.25%

2011 179.74 4.39% 50.56 10.32%

2012 185.23 3.06% 52.81 4.46%

Sumber:Oil World (2012)

(30)

Ketersediaan Minyak Sawit di Indonesia

[image:30.595.85.474.228.771.2]

Ketersediaan minyak sawit di Indonesia terbilang tinggi dimana Indonesia menjadi salah satu dari beberapa negara di dunia penghasil dan pengekspor minyak sawit terbesar yang berhasil dicapai pada tahun 2007 (Prabowo 2014). Volume ekspor Indonesia dalam kurun 5 tahun terakhir dari 2008 hingga 2012 menunjukkan trend positif sebesar 12,49% dengan volume ekspor Indonesia pada tahun 2012 sebesar 20,3 juta ton Indonesia (Ditjen Perdagangan Luar Negeri 2013). Ketersediaan minyak sawit yang melimpah hingga mengekspor dalam jumlah sangat besar didukung oleh besarnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Hal tersebut dapat ditinjau berdasarkan luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5 Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia

*dalam (Ha)

Sumber: Ditjenbun (2014)

(31)
[image:31.595.100.513.98.566.2]

Tabel 6 Produktivitas kelapa sawit di Indonesia

*dalam kg/Ha

Sumber: Ditjen Perkebunan 2014

Dapat dilihat dari tabel, setiap hektar kebun kelapa sawit dapat menghasilkan sekitar 3.8 ton TBS. Untuk meningkatkan nilai jual dari buah kelapa sawit, dilakukan pengolahan terhadap kelapa sawit sehingga diperoleh minyak sawit (CPO).

Industri Minyak Sawit di Indonesia

(32)
[image:32.595.76.466.93.762.2]

Sumber: Kementan (2014)

Tabel 7 Beberapa industri besar pengolahan kelapa sawit di Indonesia

Nama Perusahaan Kapasitas (Ton / Tahun)

Sinar Mas group/PT Golden Agri Resources 15.000

Wilmar International group 7.500

PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) IV 6.675

Astra Agro Lestari group/PT Astra Agro

Lestari Tbk 6.000

Minamas Plantation group 6.000

Musim Mas group 15.000

PT Perkebunan Nusa ntara (PTPN) III 7.500

Asian Agri group/Raja Garuda Mas 6.675

Duta Palma group 6.000

Salim group/PT Salim Plantations/Indofood

group/PT IndoAgri 6.000

PT. Perkebunan Nusantara(PTPN) V 15.000

LONSUM group(PT PP London Sumatera

Indonesia)/Napan Group 7.500

PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) XIII 6.675

Permata Hijau Sawit group 6.000

Best Agro group 6.000

PT Socfindo/Socfin Group 15.000

PT. ToIan Tiga/SIPEF Group 7.500

Bakrie Plantation group/PT Bakrie

Sumatra Plantations 6.675

Sungai Budi group 6.000

Hindoli – Cargill 6.000

Rea Kaltim 15.000

PT. Tasik Raja 7.500

Lyhian Agro Group 6.675

PT. Gema Reksa Mekarsari 6.000

Makin group 6.000

Sawindo Kencana group 15.000

Unggul Widya group 7.500

Asam Jawa group 6.675

Triputra Agro Persada group 6.000

PT. First Mujur Plantation 6.000

PT. Musirawas 15.000

PT. Majuma Agro 7.500

PT. Mopoli Raya 6.675

Korindo group 6.000

PT. Paya Pinang 6.000

PT. Fajar Bajuri 15.000

Incasi Raya group 7.500

PT. Mopoli Raya 6.675

Korindo group 6.000

PT. Paya Pinang 6.000

PT. Fajar Bajuri 15.000

Incasi Raya group 7.500

PT. Kencana Sawit Indonesia 6.675

PT. Mopoli Raya 6.000

Korindo group 6.000

(33)

Minyak sawit yang dihasilkan sebelumnya dari pabrik pengolahan kelapa sawit diolah kembali menjadi produk turunannya seperti minyak goreng. Berikut daftar industri pengolahan kelapa sawit menjadi minyak goreng dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Produsen minyak goreng di Indonesia

Nama Perusahaan Merek Pangsa

Sungai Abadi Bimoli

Filma Tropical

Sania Palma

20 % Raja Garuda Mas

Salim/Indofood

Karya Projana Nelayan Sinar Mas

Musim Mas Hasil Karya

Minyak Curah Tidak Bermerk 80%

Sumber: Kemenperin (2014)

Potensi minyak sawit sebagai komoditas terbesar penghasil minyak nabati terbesar dunia menjadikan kelapa sawit menjadi sektor yang sangat strategis dikembangkan di Indonesia (Lampiran 5). Hal ini menjadikan Indonesia menjadi peluang investasi yang sangat besar bagi investor untuk mengembangkan bisnis di sektor minyak sawit baik produk hilir maupun hulu. Minyak sawit tidak hanya tersedia banyak dan menjadi penyuplai minyak nabati terbesar dunia, namun harganya yang murah menjadikan minyak sawit sangat prospektif dikembangkan menjadi produk pangan seperti minyak goreng maupun biodiesel. Sedangkan negara pengkonsumsi minyak sawit diperlihatkan pada Gambar 3.

(a) (b)

Gambar 3 (a) Negara pengimpor (b) Negara pengekspor minyak sawit dunia (Oil World 2012)

Pemanfaatan Minyak Sawit dan Turunannya

(34)

jenis produk lainnya. Pabrik pengolahannya disebut dengan refined dan ekstraksi. Minyak sawit dapat digunakan sebagai bahan baku produk pangan dan non pangan (Lubis 2008; Pahan 2012). Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi.

[image:34.595.97.490.180.670.2]

Pengolahan minyak sawit dan turunannya yang dikenal dengan sebutan pohon industri minyak sawit dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Pohon industri minyak sawit (Pahan 2008)

(35)

substitusi lemak kakao oleh produsen coklat karena lemak dari minyak sawit tidak mudah meleleh pada suhu ruang.

Selain digunakan untuk produk pangan, minyak sawit dapat juga diolah menjadi produk non pangan seperti cream, shampoo, lotion, vitamin A. Industri non pangan lainnya minyak sawit digunakan pada industri tekstil, pelumas, lilin, detergen, tinta cetak dan lain.lain. Selain itu minyak sawit dapat diolah menjadi

fatty alcohol,biodiesel, dan gliserol.

Terdapat pemanfaatan lain dari minyak sawit sebagai salah satu bahan baku dalam pembuatan biodiesel. Pemanfaatan bahan baku biodiesel dari minyak sawit dan turunannya terdapat pada Tabel 9.

Tabel 9 Pemanfaatan bahan baku biodiesel dari minyak sawit dan turunannya

No Bahan Baku Pemanfaatan

1 2 3

4

5

6

CPO RPO RBDPO

RBD olein

RBD stearin

PFAD

Bahan baku produk pangan, non pangan. Bahan baku produk pangan, non pangan. Bahan baku produk pangan diantaranya

margarin, shortenings, vanaspati, dan frying fats. Produk nonpangan digunakan untuk bahan baku biodiesel.

Bahan baku produk pangan diantaranya minyak goreng, margarin, dan shortenings. Bahan baku produk non pangan biodiesel.

Bahan baku produk pangan diantaranya lemak untuk masak dan margarin. Bahan baku non pangan seperti kosmetik dan biodiesel.

Bahan baku produk sabun, pelumas, dan biodiesel

Sumber: Pahan (2008); Morad et al. (2006)

Biodiesel Berbasis Minyak Sawit

(36)

dan produksi minyak sawit akan semakin meningkat dari tahun ke tahun Tabel (Gambar 5).

*) angka perkiraan

Gambar 5 Perkembangan penggunaan biodesel oleh Pertamina tahun 2009-2014 (Bangun 2014)

Minyak sawit merupakan senyawa yang tersusun dari unsur C, H, dan O serta terdiri dari fraksi padat dan fraksi cair dengan perbandingan yang hampir sama. Minyak sawit memiliki beberapa jenis asam lemak yang berikatan dengan gliserol membentuk trigliserida. Asam lemak yang dominan adalah palmitat dan oleat. Komposisi asam lemak pada minyak sawit dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Komposisi asam lemak pada biodiesel dari minyak sawit Komponen a) Komposisi (%) b)

Asam laurat (C12:0) - 0.19 ± 0.020

Asama miristat (C14:0) 0.10 0.91 ± 0.020

Asam palmitat (C16:0) 46.50 44.10 ± 1.000

Asam palmitolet (C16:1) - 0.29 ± 0.002

Asam linoleat (C18:2) 9.70 9.40 ± 0.050

Asam linolenat (C18:3) - 0.28 ± 0.020

Asam oleat (C18:1) 36.40 40.40 ± 2.400

Asam stearat (C18:0) 4.20 4.30 ± 0.030

Asam arakidat (20:0) - 0.30 ± 0.003

Lain-lain 3.10 -

Sumber: a) Ivanoui et al. (2011) ; b) Hayyan et al. (2013)

Minyak sawit memiliki kandungan air yang lebih rendah dan viskositas yang tinggi dibandingkan minyak nabati lain yang digunakan sebagai bahan baku biodiesel. Tingginya viskositas minyak sawit menyebabkan minyak sawit tidak dapat digunakan secara langsung untuk bahan bakar pada mesin (Lee dan Ofori-Boateng 2013). Penggunaannya secara langsung sebagai straight vegetable oil

(37)

Menurut Ahmad et al. (2013) minyak sawit membentuk padatan pada suhu ruang di negara beriklim dingin sehingga menjadi kendala bagi pengembangan biodiesel berbahan baku minyak sawit di negara-negara yang memiliki iklim subtropis dan iklim dingin. Hal ini dapat diatasi dengan menambahkan bahan tambahan yang dapat menurunkan titik leleh minyak sawit dengan jumlah yang masih diperbolehkan oleh standar American Standard and Testing Materials

(ASTM).

Secara umum, minyak sawit dapat digunakan untuk memproduksi biofuel

baik dalam bentuk padat, cair, maupun gas. Bentuk cair merupakan produk yang paling umum digunakan dan dikonsumsi, meliputi biodiesel dan pure plant oil/straight vegetable oil (PPO/SVO). Sebagai bahan baku pembuatan biodiesel, minyak sawit memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan bahan baku biodiesel generasi pertama lainnya, diantaranya produktivitas yang tinggi, efisiensi tinggi, harga yang kompetitif, dan efektivitas biaya (Ahmad et al. 2013). Minyak sawit merupakan minyak nabati dengan harga paling murah di pasar internasional serta memiliki produktivitas paling tinggi (Lee dan Ofori-Boateng 2013). Oleh karena itulah sampai saat ini minyak sawit masih menjadi pilihan utama sebagai bahan baku pembuatan biodiesel (Lee dan Ofori-Boateng 2013).

Karakteristik Bahan Baku Biodiesel Berbasis Minyak Sawit

Crude Palm Oil (CPO)

Indonesia mempunyai keunggulan komparatif dalam hal ketersediaan CPO sebagai produsen terbesar (Bazmi 2011). Pada sisi biaya produksi CPO, Indonesia mempunyai keunggulan dalam hal efisiensi biaya budidaya, transportasi, dan pemanenan dibandingkan dengan negara-negara produsen CPO utama lain seperti, Kolombia, Pantai Gading, Malaysia, serta negara asal pohon sawit, yaitu Nigeria. Ketersediaan dan potensi CPO yang tinggi di Indonesia sebagai bahan baku biodiesel tidak menjadikan produksi biodiesel di Indonesia meningkat. Hal ini juga terjadi pada berbagai negara produsen minyak sawit lain salah satunya karena pertimbangan pada sisi teknis produksi (Ahmad et al. 2013).

Kandungan utama dalam CPO adalah asam lemak yang secara alami terikat dalam struktur sejenis ester yang disebut trigliserida, namun ada sebagian kecil asam lemak itu terlepas dari struktur trigliserida yang disebut asam lemak bebas (ALB). Selain itu CPO juga mengandung pengotor yang berasal dari kulit dan cangkang tandan buah segar yang mengandung enzim. Enzim ini bersama sama dengan air akan meningkatkan kandungan ALB dalam penyimpanan CPO. Kandungan ALB dalam CPO standar yang dipasarkan berkisar antara 1-5%, Proses produksi cenderung lebih lama dan juga membutuhkan katalis lebih banyak (Cukalovic et al. 2013).

CPO juga mengandung sejumlah komponen lain yang umumnya dibuang selama proses pemurnian dan dapat digunakan untuk keperluan yang lebih luas seperti phosphatides, glycolipids, tocopherols, tocotrienols dan carotenoids (Bart

et al. 2010). Pada proses biodiesel keberadaan komponen yang membentuk gum/

(38)

yang digunakan selama proses, ini harus dihindari karena fosfat dari CPO ketika bereaksi dengan katalis membentuk getah.

Warna minyak sawit sangat dipengaruhi oleh kandungan karoten dalam minyak tersebut. Karoten dikenal sebagai sumber vitamin A, pada umumnya terdapat pada tumbuhan yang berwarna hijau dan kuning termasuk kelapa sawit, tetapi para konsumen tidak menyukainya. Oleh karena itu para produsen berusaha untuk menghilangkannya dengan berbagai cara. Salah satu cara yang digunakan ialah dengan menggunakan bleaching earth. Mutu minyak sawit juga dipengaruhi oleh kadar ALB, jika kadar ALB tinggi akan menimbulkan bau tengik serta dapat merusak peralatan karena memiliki sifat yang korosif. Komposisi ALB di dalam CPO terdapat pada Tabel 11, sedangkan karakteristik CPO terdapat pada Tabel 12.

Tabel 11 Komposisi asam lemak CPO

Asam Lemak (%) Terendah (%)Tertinggi

Laurat 0.10 0.40

Miristat 1.00 1.40

Palmitat 40.90 47.50

Palmitoleat 0.00 0.60

Stearat 3.80 4.80

Oleat 36.40 41.20

Linoleat 9.20 11.60

Linolenat 0.00 0.50

Arakidat 0.00 0.80

Sumber: Malaysian Palm Oil Board (2009); Eckey 1955 dalam Ketaren 2012 Tabel 12 Karakteristik CPO

Parameter Persentase

Kadar asam lemak bebas (%) 7.00 ± 0.300

Bilangan peroksida (meq mol/kg) 7.50 ± 0.650

Kadar air (%) 1.03 ± 0.100

Kadar pengotor (%) 0.05 ± 0.006

Bilangan penyabunan (mg KOH/g) 198.00 ± 1.700 Kadar materi tak tersabunkan (%) 6.80 ± 0.220

Kadar abu (%) 0.01 ± 0.001

Bilangan anisidin (AV) 3.20 ± 0.042

DOBI (index) 1.81 ± 0.023

Sumber: Hayyan et al. (2013)

(39)

Komposisi asam lemak minyak sawit terdiri dari sekitar 36.40% asam oleat (asam lemak tak jenuh tunggal), 9.20% asam linoleat (asam lemak tak jenuh ganda), 40.90% asam palmitat (asam lemak jenuh) dan 3.80% asam stearat (asam lemak jenuh). Komposisi asam lemak sedemikian itu, membuat minyak sawit bersifat semi-solid, dan bisa difraksinasi untuk mendapatkan berbagai jenis minyak sawit hasil pemurnian seperti RBDPO, RBD olein, RBD stearin, dan PFAD.

Refined Palm Oil (RPO)

RPO atau biasa disebut sebagai Degummed Bleached Palm Oil (DBPO), merupakan minyak yang diperoleh dari ekstraksi daging kelapa sawit dan telah melalui proses proses penghilangan gum (degumming) dan penghilangan warna (bleaching) sehingga memiliki kandungan lilin dan pengotor yang rendah namun kandungan asam lemak bebasnya masih tinggi (Morad et al. 2006; Idoko et al.

2013). Karakteristik kimia RPO dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Karakteristik kimia RPO

Parameter RPO

a) b)

ALB (%) 3-5 -

Kadar air (%) 0.2 -

Material tak tersabunkan (g/kg) - 7.58 ± 0.07

Bilangan peroksida (meq O2/kg) - 32.10 ± 0.05

Bilangan anisidin 2-6 -

Bilangan penyabunan (mg KOH/g) - 155.67 ± 0.09

Bilanga asam (mg KOH/g) - 24.19 ± 0.12

Bilangan iod (wijs) - 45.81 ± 2.18

Fosfor (P) (ppm) 4 ppm -

Besi (Fe) (ppm) 0.15 ppm -

Tembaga (Cu) (ppm) 0.05 ppm -

Sumber : a) Er (1985)

b) Idoko et al. (2013)

Selama proses terjadi penghilangan senyawa lilin, fosfat, dan senyawa pengotor lain (Sunday et al. 2010). Sedangkan pada proses bleaching terjadi penghilangan senyawa warna, sisa lilin, sabun, dan logam (Morad et al. 2006). Proses penghilangan gum dan warna pada RPO ini juga menurunkan kadar air dalam bahan sehingga dapat mencegah terjadinya hidrolisis minyak menghasilkan ALB (Morad et al. 2011).

Menurut Olokadana (2003) derajat ketidakjenuhan suatu minyak/lemak berkurang selama proses degumming dan bleaching. Demikian pula derajat ketidakjenuhan pada RPO lebih tinggi dibandingkan dengan CPO. Hal ini terlihat dari bilangan iod RPO yang lebih rendah dibandingan CPO. Bilangan iod RPO adalah sebesar 46.06 ± 0.62 sedangkan bilangan iod CPO adalah sebesar 57.23 ± 1.34 (Idoko et al. 2013).

Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO)

(40)

pengolahan TBS menjadi CPO dan zat-zat lain yang terkandung di dalamnya. CPO merupakan minyak mentah yang di dalamnya masih mengandung getah dan bahan-bahan pencemar berupa kotoran maupun flavor yang tidak diinginkan, sehingga sebelum diolah menjadi berbagai produk olahan minyak dan lemak perlu dilakukan proses pemurnian CPO.

RBDPO merupakan hasil dari pemurnian CPO, yaitu ekstrak dari mesokarp kelapa sawit (Elaesis guineensis) (Satiawihardja et al. 2001). Pemurnian CPO menghasilkan RBDPO meliputi tahapan pemisahan gum (degumming), netralisasi (deasidifikasi), pemucatan (bleaching), dan penghilangan bau (deodorizing) (Winarno 2008). Kesemua tahapan ini disebut refined bleached deodorized

(RBD). Untuk keperluan bahan baku biodiesel yang diperlukan hanya tahapan pemisahan gum dan penghilangan asam/netralisasi. Menurut Bloomer et al.

(2010), RBDPO banyak digunakan dalam industri pangan sebagai minyak goreng maupun sebagai bahan baku untuk memproduksi cocoa butter substituted.

RBDPO diperoleh dari hasil pengolahan CPO berbentuk semi padat pada suhu ruang dan mempunyai titik cair antara 33-39 oC. Proses pengolahan RBDPO selanjutnya akan diperoleh RBD olein dan RBD stearin yang merupakan hasil fraksinasi dan kristalisasi RBDPO hingga diperoleh produk padat berupa stearin dan produk cair berupa olein. Komposisi asam lemak dalam RBDPO dapat dilihat pada Tabel 14 dan karakteristik RBDPO dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 14 Komposisi asam lemak RBDPO

Asam Lemak (%)

Laurat (C12:0) 0.2

Miristat (C14:0) 1.1

Palmitat (C16:0) 44

Stearat (C18:0) 4.5

Oleat (C18:1) 39.2

Linoleat (C18:

Gambar

Tabel 5 Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia
Tabel 6 Produktivitas kelapa sawit di Indonesia
Tabel 7 Beberapa industri besar pengolahan kelapa sawit di Indonesia
Gambar 4  Pohon industri minyak sawit (Pahan 2008)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian sistem ini dilakukan dengan cara menerima input yang berasal dari jumlah mesin, sensor suhu dan sensor putaran kipas, apabila suhu tidak terlalu tinggi dan jumlah

Value stream mapping merupakan suatu alat perbaikan ( tool ) dalam perusahaan yang digunakan untuk membantu memvisualisasikan proses produksi secara.. menyeluruh, yang

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul; “PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DAN DANA

Statement yang terdapat diberbagai macam teks yang berbeda itu memiliki ruang kolateral dan ikatan kediskursifan yang sama, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada

Manajemen proyek adalah kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan dan mengendalikan sumberdaya organisasi yang mempergunakan personil untuk ditempatkan

a) Penyelenggara stor hendaklah mencatat barang yang dikeluarkan di dalam Baucar Pengeluaran Barang yang mana mesti ditandatangani oleh penerima barang,

In the process we leverage a thematically detailed Ecological Systems Map (National Gap Land Cover), the current land cover (NLCD), and the pattern of disturbance (LANDFIRE

1) Laporan laba-rugi bentuk langsung ( single-step income statement ) Dalam format ini, hanya ada dua pengelompokkan yaitu: pendapatan dan beban. Pendapatan dikurangkan dengan beban