• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

PEMODELAN SISTEM

Pemodelan sistem adalah kegiatan memodelkan produksi biodiesel berbasis minyak menggunakan model matematis. Secara umum tahapan yang harus dilakukan dalam membangun model adalah : menganalisis kebutuhan pengguna (user) dan pelaku (aktor) yang ditinjau dari kebutuhan setiap pelaku dan formulasi masalah yang dihadapi. Dalam kajian ini pemodelan sistem dibangun mencakup konseptual model, model matematis (formulasi model) sebagai solusi permasalahan yang dihadapi, verifikasi dan validasi model dan interpretasi.

Analisis Sistem

Sistem merupakan suatu kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan, sedangkan pendekatan sistem adalah metode penyelesaian masalah yang dimulai dengan identifikasi sistem, analisis kebutuhan sistem serta diakhiri dengan hasil sistem yang dapat beroperasi secara efektif dan efisien (Eriyatno 1999; Wasson 2006). Pendekatan sistem dicirikan dengan adanya metodologi perencanaan atau pengelolaan kegiatan yang bersifat multi-disiplin

dan terorganisir, penggunaan model matematits, mampu berpikir kuantitatif, penggunaan teknik simulasi dan optimasi, serta diaplikasikan dengan bantuan komputer (Jackson 2003).

Analisis Situasional

Situasi industri biodiesel sangat dipengaruhi oleh perolehan dan ketersediaan bahan baku (dalam hal ini minyak sawit) dari produsen minyak nabati. Berdasarkan aliran bahan baku produsen hingga ke industri biodiesel, industri biodiesel dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu industri biodiesel yang terintegrasi dengan bahan baku dan industri biodiesel yang tidak terintegrasi dengan bahan baku. Industri biodiesel yang terintegrasi dengan bahan baku adalah industri biodiesel yang memiliki kebun kelapa sawit, pabrik kelapa sawit, dan pabrik pemurnian minyak sawit sendiri sebagai sumber bahan baku. Sedangkan industri biodiesel yang tidak terintegrasi dengan bahan baku merupakan industri biodiesel yang bahan bakunya diperoleh dari produsen lain. Sebagian besar industri biodiesel di Indonesia merupakan industri biodiesel yang terintegrasi dengan sumber bahan baku. Sementara industri biodiesel yang tidak terintegrasi bahan baku cenderung kurang mampu bersaing dan bertahan dikarenakan fluktuasi harga bahan baku (harga minyak sawit). Dibandingkan dengan industri biodiesel tidak terintegrasi bahan baku, industri biodiesel terintegrasi bahan baku memiliki keunggulan komparatif berupa biaya produksi yang rendah, biaya transportasi bahan baku lebih rendah, dan kemampuan dalam mengatasi lonjakan harga bahan baku serta fluktuasi harga minyak bumi.

Selain bahan baku, harga jual biodiesel merupakan kendala yang menentukan perkembangan industri biodiesel di Indonesia karena harga jual biodiesel belum mampu menutupi biaya produksi sehingga banyak industri biodiesel yang tidak mampu beroperasi lagi. Selama ini, produsen menjual biodiesel kepada Pertamina dengan menggunakan harga jual berdasarkan HIP, dimana HIP adalah harga jual berdasarkan harga MOPS.

Dibandingkan dengan harga jual solar, margin keuntungan pada industri biodiesel cenderung kurang kompetitif. Hal ini menyebabkan produsen biodiesel di Indonesia adalah tidak mampu mencari keseimbangan harga produk guna menutup biaya produksi. Harga suatu produk merupakan hasil penjumlahan dari biaya bahan baku/penolong ditambah biaya-biaya proses dan biaya tetap. Sementara harga biodiesel yang ditetapkan oleh pemerintah adalah sebagai berikut

Harga BD = Harga Solar (GAS OIL) MOPS x 103.48 %

Penetapan harga ini tidak relevan, karena bahan baku biodiesel dari turunan produk CPO tidak ada korelasi dengan harga solar atau minyak bumi begitu juga dengan data fluktuasi harga CPO dengan minyak bumi tidak selalu sama/paralel.

Pada dasarnya selisih harga biodiesel yang dibeli Pertamina dengan yang dibeli konsumen bisa diklaim ke Pemerintah dalam bentuk subsidi yang dialokasikan dalam APBN dengan nilai yang sama dengan pada waktu Pertamina membeli solar impor. Harga subsidi BBN merupakan selisih antara HIP biodiesel dengan harga solar MOPS. HIP ditetapkan oleh Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) atas nama Menteri ESDM berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 2185 K/12/MEM/2014. HIP dihitung berdasarkan harga publikasi MOPS rata-rata pada periode satu bulan sebelumnya

ditambah 3.48% dengan ketentuan harga tersebut termasuk biaya pengangkutan biodiesel dari titik suplai produsen sampai titik terminal BBM utama.

Berdasarkan data ESDM (2014), harga MOPS bulan Mei 2014 adalah sebesar 122.350 USD/barel. Sehingga Dirjen EBTKE menetapkan harga HIP biodiesel bulan Juni 2014 sebesar : HIP biodiesel = 103.48% x (122.350 USD/barel) x (1/159 barel/liter) = 0.79628 USD/liter. Berdasarkan penetapan HIP biodiesel tersebut, maka besaran subsidi biodiesel menjadi tetap sebesar 3.48% dari MOPS bulan berjalan.

Besaran subsidi dan HIP yang ditetapkan oleh pemerintah belum mampu meningkatkan produksi biodiesel di Indonesia, sehingga sampai saat ini kendala peningkatan produksi biodiesel di tingkat produsen adalah harga jual dan besaran subsidi yang belum mampu mengimbangi biaya produksi sehingga produsen tidak mendapatkan margin keuntungan dalam produksinya.

Pemecahan masalah dalam penelitian ini dilakukan dengan mengkaji komponen pembentuk harga jual melalui model produksi biodiesel untuk mendapatkan harga jual dan kebijakan pendukung harga jual biodiesel di Indonesia. Model produksi dibangun melalui kajian bahan baku biodiesel berbasis minyak sawit untuk menentukan teknologi proses/aliran proses dan selanjutnya digunakan untuk menentukan komponen pembentuk biaya produksi biodiesel. Kajian kebijakan pendukung harga jual dilakukan dengan menganalisis kebijakan saat ini, kemudian menyusun formulasi kebijakan berdasarkan analisis untuk menentukan rancangan usulan kebijakan pendukung harga jual biodiesel (subsidi biodiesel) di Indonesia.

Analisis Kebutuhan Sistem

Menurut Carberry et al (2008), Towlerr dan Sinnot (2009) model produksi suatu proses produksi diperlukan untuk menganalisis kondisi sistem secara lebih sederhana sehingga mudah dimengerti oleh pengembang teknologi maupun pengguna teknologi. Suatu model proses produksi (baru, sudah terpasang, maupun ekspansi) terdiri dari tiga kajian utama, yaitu bahan yang akan diproses, teknologi yang digunakan dan perkiraan biaya produksi.

Model produksi biodiesel berbasis minyak sawit terdiri dari kajian bahan baku minyak sawit, teknologi proses dan perkiraan biaya proses produksi biodiesel berbasis minyak sawit. Bahan baku minyak sawit yang digunakan di Indonesia saat ini adalah Crude Palm Oil (CPO), Refined Palm Oil (RPO),

Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO), dan Refined Bleached Deodorized Palm Olein (RBD Olein), Refined Bleached Deodorrized Palm Stearin (RBD Stearin) dan terakhir Palm Fatty Acid Distillate (PFAD). Sedangkan teknologi yang umum digunakan adalah Lurgi, namun saat ini ada beberapa perusahaan yang mulai beralih ke Teknologi Grand Inizio.

Wasson (2006) menjelaskan tentang identifikasi representasi suatu sistem yang terdiri dari input (diterima dan tidak dapat diterima sistem), Proses (performa, atribut, produk atau by-produk), output (diterima dan tidak dapat diterima), peran dan tujuan, pemangku kepentingan (stakeholder), ancaman, peluang, sumberdaya dan pengendalian.

Gambar 14 Identifikasi model produksi biodiesel (top level) Batasan Model

Rantai pasok produksi biodiesel sangat kompleks, meliputi aspek keteknikan, penjualan, pembelian, produksi dan masih banyak aspek lainnya. Pengembangan model produksi biodiesel ini difokuskan pada kajian harga jual dan besaran subsidi untuk mendukung harga jual biodiesel. Pendekatan harga jual pada model dikaji melalui bahan baku, teknologi proses dan biaya produksi.

Gambar 15 Batasan kajian model produksi biodiesel berbasis minyak sawit Industri biodiesel yang dikaji dalam penelitian ini merupakan industri biodiesel tidak terintegrasi bahan baku (tidak memiki kebun dan pabrik kelapa

Input tidak dapat diterima : Harga dan spesifikasi bahan bukan minyak sawit Output tidak dapat diterima : Harga Jual dan biaya produksi diluar toleransi Entitas produksi biodiesel

berbasis minyak sawit Produk : Biodiesel

By-produk : Gliserol Atribut : Teknologi Proses

Biaya produksi Input : Harga Minyak

Sawit

Output : Harga Jual Stakeholder Produsen, ESDM Tujuan : Industri Biodiesel berkembang Sumberdaya : Minyak sawit Ancaman : Harga jual biodiesel tinggi,

Fluktuasi minyak sawit, nilaitukar

rupiah terhadap dolar, harga solar

Kontrol Subsidi biodiesel

Kebun Sawit

Milling Refining Produksi Biodiesel

Blending

Fokus Model Produksi Biodiesel

Keteknikan Akutansi Pembelian Pemsaran Proses Produksi Teknologi Proses Bahan Baku Produk

Kebijakan Lingkungan Manajemen Sosial Finance (Biaya dan harga jual)

Kelayakan

sawit sendiri sebagai sumber bahan baku), sehingga harga bahan baku biodiesel dipengaruhi oleh pasar minyak sawit. Pihak-pihak atau aktor yang terkait di dalam model produksi biodiesel ini adalah produsen biodiesel dan pemerintah. Analisis kebutuhan aktor dalam produksi biodiesel dapat dilihat Tabel 29.

Tabel 29 Kebutuhan aktor dalam industri biodiesel

Aktor Kebutuhan

Produsen biodiesel  Harga CPO murah

 Pasokan CPO secara kontinu  Permintaan biodiesel tinggi  Penggunaan teknologi yang sesuai  Subsidi dapat menutup biaya produksi  Kebijakan pemerintah mendukung

pengembangan dan penggunaan biodiesel

Pemerintah  Tercapainya target mandatori BBN

 Menghasilkan HIP yang sesuai dengan pasar  Lingkungan hidup terjaga

Secara lebih lengkap kebutuhan model produksi biodiesel berbasis minyak sawit dan permasalahan model berupa ancaman dapat dilihat pada Tabel 30.

Tabel 30 Analisis kebutuhan model produksi biodiesel berbasis minyak sawit

No Sub Model Kebutuhan Stakeholder Ancaman

1 2 3 4 5 Bahan Baku Teknologi Proses Biaya Produksi Harga Jual Biodiesel Model subsidi

Spesifikasi Bahan Baku Harga Bahan Baku

Spesifikasi Teknolgi Proses Neraca Massa

Neraca Energi Aliran Proses

Kebutuhan Peralatan dan mesin Biaya Investasi

Komponen biaya produksi Formulasi perhitungan Biaya Proses Produksi Harga Bahan Baku Per Tahun Harga MOPS

Harga Jual Biodiesel

Produsen Produsen Produsen Produsen Pemerintah Fluktuasi Bahan Baku, harga solar, nilai tukar rupiah terhadap dolar Harga teknologi

Biaya Produksi Tinggi

Harga Jual Tinggi, harga solar, nilai tukar rupiah terhadap dolar Harga Jual Tinggi, harga solar, nilai tukar rupiah terhadap dolar, Anggaran

Analisis kebutuhan pengembangan model produksi berdasarkan aspek entitas sistem yang dikemukakan Wasson (2006). Secara umum Wasson (2006) mengungkapkan analisis kebutuhan pada representasi sistem meliputi input yang akan diberikan ke dalam sistem. Secara spesifik analisis kebutuhan ini meliputi inputan yang harus diberikan kedalam model sistem, banyaknya sub sistem yang dikaji dalam pemodelan, aktor yang terlibat dan ancaman yang mungkin muncul pada model sistem. Analisis kebutuhan model produksi biodiesel berbasis minyak sawit diperlukan untuk mempermudah pengembangan model secara lebih terarah sesuai dengan identifikasi sistem dan batasan sistem yang telah ditentukan sebelumnya.

Kajian Sub Model Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan baku berbasis minyak sawit berupa CPO, RPO, RBDPO, PBD olein, RBD stearin, dan PFAD. Komponen yang mempengaruhi bahan baku pada penelitian ini adalah : harga bahan baku, kandungan ALB, pengotor, harga dollar, dan harga BBM. Kajian Sub Model Teknologi Proses

Teknologi proses produksi biodiesel dikaji untuk mendapatkan tahapan proses dan neraca massa masing-masing unit operasinya. Masing-masing bahan baku ditentukan aliran proses berdasarkan kandungan ALB, jumlah bahan penolong dan utilitas yang digunakan. Penelitian ini menggunakan Teknologi Grand Inizio dan Lurgi dengan kapasitas 200 000 ton biodiesel/tahun. Pada kajian sub model teknologi proses akan dilakukan perbandingan teknologi proses dengan pertimbangan biaya proses dan biaya investasi.

Kajian Sub Model Biaya Produksi

Komponen biaya produksi ditentukan berdasarkan aliran proses produksi masing-masing bahan baku. Pendekatan yang dilakukan dalam penentuan biaya produksi adalah melalui perkiraan biaya produksi pada perancangan pabrik kimia secara umum (Carberry et al. 2007; Towler dan Sinnot 2008) dan disesuaikan dengan kebutuhan biaya pada rancangan proses produksi menggunakan teknologi Grand Inizio dan Lurgi. Komponen biaya produksi ditentukan berdasarkan biaya investasi tetap dan komponen biaya proses. Komponen biaya proses terdiri dari biaya ISBL dan OSBL dan biaya umum.

Kajian Sub Model Harga Jual

Penetapan harga jual biodiesel dilakuakan berdasarkan total biaya produksi, harga bahan baku, pajak pertambahan nilai (PPN 10%) dan margin penjualan (10%). Studi kasus bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah harga bahan baku pada tahun 2013. Selanjutnya studi kasus harga bahan baku menjadi dasar dalam menentukan harga jual terendah dari masing-masing bahan baku.

Kajian Sub Model Kebijakan Subsidi Biodiesel

Penentuan ini dilakukan dengan mengidentifikasi kebijakan pemerintah (Kementerian ESDM) terkait harga jual biodiesel saat ini. Identifikasi kebijakan terutama mengenai penentuan HIP yang digunakan oleh pemerintah dalam

menentukan harga jual biodiesel. Kebijakan ini selanjutnya dibandingkan dengan harga jual maksimum selama delapan tahun terakhir pada analisis harga jual berdasarkan fluktuasi harga bahan baku minyak sawit. Pendekatan penentuan kebijakan pendukung harga jual dilakukan dengan perhitungan subsidi harga biodiesel. Perhitungan besaran subsidi per liter dilakukan dengan pertimbangan harga jual maksimum selama delapan tahun terakhir berdasarkan simulasi harga bahan baku, untuk menjadi acuan dalam menentukan besaran subsidi biodiesel yang harus dikeluarkan pemerintah. Selanjutnya besaran subsidi yang diperoleh, dibandingkan dengan annggaran subsidi biodiesel yang ditetapkan oleh pemerintah. Perhitungan nilai subsidi dilakukan dengan rumusan selisih antara harga jual maksimum berdasarkan fluktuasi bahan baku (produsen) dengan harga indeks pasar biodiesel (Pemerintah).

Verifikasi Model

Verifikasi model bertujuan untuk memastikan model yang dihasilkan telah sesuai dengan kerangka logis pekerjaan, sehingga sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Setiap sub model yang terdapat pada model produksi biodiesel diverifikasi dengan cara menguji apakah model yang dibangun dapat berfungsi dengan baik dan benar. Verifikasi model dilakukan dengan pengecekan secara dimensional (satuan ukuran) terhadap variabel-variabel model, mengetahui ketepatan penggunaan metode integrasi dan tahapan yang dipilih, serta meminta

stakeholders untuk mengevaluasi model yang dibuat.

Pada penelitian ini proses verifikasi model dilakukan dengan cara melihat logika model yang dibangun dan persamaan matematik yang digunakan. Hasil verifikasi terhadap seluruh model menunjukkan model telah dapat diimplementasikan dengan baik dan menghasilkan keluaran sesuai dengan output yang diharapkan. Hasil implementasi tersebut mengindikasikan bahwa model telah terverifikasi dengan baik dan menunjukkan tidak terdapat masalah dalam menterjemahkan model konseptual ke dalam model matematik. Hal ini menunjukkan model telah sesuai dengan kerangka logika.

Validasi Model

Bagian akhir yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melakukan validasi model yang dibangun dengan mengukur sejauh mana model dapat merepresentasikan sistem. Validasi model dilakukan sesuai dengan tujuan pemodelan yaitu dengan membandingkan perilaku model dengan kondisi sistem nyata. Dalam penelitian ini validasi model dilakukan dengan cara face validity

(Sargent 1997) yaitu meminta bantuan ahli untuk menilai apakah logika konseptual model dan hasil yang dicapai telah dianggap mewakili sistem nyata. Model produksi biodiesel yang dihasilkan, divalidasi ke pakar biodiesel dan produsen biodiesel (PTPN IV dan PT Eterindo) untuk mendapatkan kelayakan biaya proses yang dihasilkan dari model, komponen biaya produksi, serta teknologi dari variasi bahan baku minyak sawit. Model dan harga jual yang dibangun divalidasi untuk menentukan aksesibilitas dan kredibilitas di hadapan pengguna.

Dokumen terkait