• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ustadz Ideal menurut Psikologi Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Ustadz Ideal menurut Psikologi Islam"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

Ustadz Ideal Menurut Psikologi Islam

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Islam Dosen pengampu : Drs. H. Mangun Budiyanto, M.Si

Disusun Oleh :

Abdau Qur’ani Habib (12490128) M. Fauzia Rachman (12490127)

M. Khaqi Annazili (12490123) Rahmad Nursyahidin (13490003) Muhammad Ridho Agung (13490000)

JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

(2)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Proses pendidikan di desain sedemikian rupa untuk memudahkan peserta didik memahami pelajaran. Hampir semua dari faktor pendidikan operasionalnya dilaksanakan oleh /ustadzguru. Sebagai elemen penting dalam lingkup pendidikan, keberhasilan pendidikan tergantung ditangan ustadz/guru. Di tangan pendidik kurikulum akan hidup dan bermakna sehingga menjadi “makanan” yang mendatangkan selera untuk disantap menjadi peserta didik.

Apabila dilihat dari tinjauan psikologi khususnya dalam Islam, maka pendidik dalam hal ini ustadz, keberhasilan dalam mendidik akan sangat tergantung pada karakteristik individu ustadz tersebut. Menurut DN. Madley (1979) “Salah satu proses Asumsi yang melandasi keberhasilan guru dan pendidikan guru adalah penelitian berfokus pada sifat-sifat kepribadian guru. Kepribadian guru yang dapat menjadi suri teladanlah yang menjamin keberhasilannya mendidik anak”. Utamanya dalam pendidikan Islam seorang guru yang memiliki kepribadian baik, patut untuk ditiru peserta didik khususnya dalam menanamkan nilai-nilai Agamis.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian dari ustadz/guru?

2. Bagaimana karakteristik ideal seorang udtadz menurut psikologi Islam? 3. Bagaimana etika ustadz yang ideal menurut psikologi Islam?

4. Bagaimana manfaat penerapan psikologi bagi pendidik dalam pendidikan islam?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui pengertian ustadz/guru.

2. Menjelaskan karakteristik ideal seorang ustadz menurut psikologi Islam. 3. Menjelaskan etika ustadz yang ideal menurut psikologi Islam.

(3)

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Ustadz/Guru Ideal

Dalam pengertian sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, di surau/musholla, di rumah dan sebagainya.1 Sedangkan ustadz adalah seorang pendidik yang dituntut untuk mempunyai komitmen terhadap profesinya, berusaha untuk memperbaiki dan memperbaharui cara kerjanya sesuai dengan tuntutan zaman.2

Sedangkan kata ideal menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sangat sesuai dengan yang dicita-citakan atau diangan-angankan atau dikehendaki.3 Jadi ustadz/guru ideal dapat diartikan seorang pendidik yang sangat diharapkan oleh peserta didik.

B. Karakteristik Ideal Seorang Ustadz Ditinjau dari Psikologi

1) Semangat - Seorang ustadz idealnya memiliki karakteristik semangat. Penyemangat merupakan modal dasar bagi seseorang dalam beraktifitas, termasuk seorang penyampai ilmu alias ustadz. Ketika seorang memiliki ilmu mumpuni yang terkandung di dalam Alquran serta Alhadits, dia berkewajiban untuk menyampaikanya kembali, sesuai dengan sabda Rasulullah Saw, "Sampaikanlah (ilmu) dariku walaupun satu ayat (sedikit)." Sedikit saja nabi sudah mengingatkan umatnya, apalagi memiliki banyak ilmu (agama). Sepantasnya disampaikan dengan penuh semangat tanpa pernah patah arang.

2) Rajin beribadah dan Khusyu' mengerjakannya - Seorang ustadz merupakan teladan bagi muridnya, Artinya, sebagai konsekuensi seorang ustadz selalu berusaha melakukan aktifitas ibadah baik wajib serta sunah dengan porsi lebih banyak dari muridnya. Apabila seorang ustadz tidak

1 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif Suatu Pendekatan

Teoritis Psikologis (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 31

(4)

sesuai dengan isi ceramahnya, maka dirinya akan tidak berharga dan kelak di hadapan Allah akan menanggung siksa. Maka, sepatutnya seorang ustadz bisa beribadah dengan rajin dan khusyu'.

3) Zuhud - Seorang ustadz senantiasa zuhud dalam urusan dunia. Artinya, seorang ustadz akan selalu meninggalkan segala urusan dunia karena menganggap urusan akherat di atas segalanya. Lebih mencintai yang kekal dibanding yang fana, lebih mementingkan urusan orang banyak dibandingkan dengan urusan pribadinya. Intinya, ustadz zuhud senantiasa merindukan bertemu dengan Allah Swt dan surga-Nya.

4) Jauh dari perbuatan maksiat - Ustadz yang baik adalah dia berusaha menjauhi perbuatan yang menjurus kepada kemaksiatan. Karena orang yang berilmu (ulama') senantiasa takut kepada Allah Swt, termasuk dalam menjauhi maksiat. Dalam Alquran Fathir ayat 28 disebutkan, Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari hamba Allah adalah Ulama. 5) Akhlakul karimah - Seorang ustadz yang selalu menyampaikan ilmu

agama, wajib memiliki budi pekerti (moral) yang luhur dan amanah. Dirinya akan selalu jujur, santun, serta lemah lembut. Dalam sebuah hadits riwayat Ibnu Haban dijelaskan, "Kemuliaan seorang mukmin adalah agamanya, dan keperwiraannya adalah akalnya dan kebanggaannya adalah bukti pekerti." Yang menjadi standar acuan akhlak yang mulia atau akhlakul karimah adalah sosok Rasulullah Saw. Dengan memiliki akhlakul karimah, Rasulullah memperoleh kebahagiaan,semisal; didengar ucapannya, ditiru perilakunya, dan dikagumi sifat serta karakternya. Sampai-sampai musuhpun simpatik dengan mengakui keluhuran pribadi Rasulullah. Apabila seorang ustadz telah memiliki karakteristik dengan berakhlak yang mulia seperti tersebut di atas, maka Allah akan meridhai hidupnya maka ustadz tersebut akan menjalani hidup dengan penuh pertolongan, kemuliaan, dan keberkahan. 6) Sabar- Ustadz sebaiknya memiliki sifat yang sabar dan tahan uji tatkala

(5)

siap dan memiliki sifat yang sabar. Di dalam hadits At-Tirmidzi disebutkan, "Sesungguhnya besarnya pahala itu tergantung besarnya cobaan dan sesungguhnya ketika Allah mencintai suatu kaum, maka Allah memberikan cobaan. Untuk itulah, barang siapa yang ridha, maka baginya ridha dari Allah, (sebaliknya) barang siapa marah (tidak ridha), maka bagi dirinya murka Allah."

7) Rapih - Apabila seorang ustadz selalu membiasakan untuk tampil rapih maka dirinya akan memiliki banyak manfaat. Hal-hal yang meliputi kerapihan, antara lain; cara berpakaian, potongan rambut, tingkah dan gaya berbicara di depan publik. Pepatah Jawa mengatakan, Ajining diri dumunung ig ati, ajining raga soka busana, artinya; Nilai pribadi seseorang ditentukan oleh ucapan atau kata-katanya, sedangkan nilai penampilannya diukur dari busana yang dikenakan. Perlu diperhatikan bagi setiap ustadz; tampil elegan, alami, tidak dibuat-buat, tidak over-acting sehingga membuat audiens membosankan. Apabila ustadz berpenampilan terlalu over, dan tingkahnya tidak mencerminkan ustadz yang rapih, maka tunggulah kehancuran (hilangnya simpati dan antusias audiens).

8) Memiliki itikad yang baik - Para ustadz sepantasnya memiliki pola pikir untuk kebaikan yang jauh ke depan. Berpikir jauh ke depan itu maksudnya, selalu memikirkan perkembangan Islam yang semakin tenang, tenteram, serta penuh kedamaian.

9) Ikhlas dalam syiar Islam - Dalam menjalani kehidupan yang sarat materialistis, seorang ustadz supaya benar-benar bisa mempertahankan kehidupannya. Jangan sampai terpengaruh dengan duniawi yang menyilaukan orang lain.4

C. Etika Ustadz/Guru yang Ideal menurut Psikologi Islam

Dalam kaitannya dengan kompetensi kepribadian dalam psikologi Islam, terdapat beberapa etika bagi seorang ustadz dalam melaksanakan tugas pembelajarannya.

(6)

a) Berjiwa Robbani

Rabbani dalam istilah al-quran berasal dari kata rabbah yang berarti pendidik.5 Sebagaimana telah diartikan oleh beberapa ahli bahasa yang lain, orang yang disifati dengan rabbani adalah orang yang telah bergabung dengan Tuhan semesta alam dan tidak mengandalkan selain Dia.

Perkataan ribbyy atau rabbanyy merujuk pada segolongan manusia yang mempunyai ilmu yang luas lagi mendalam berkenaan dengan agama. Dengan bekal ilmunya ia tidak pernah berhenti beramal demi mencari keridhaan Allah SWT. Selain itu iapun mampu menjalankan amar ma`ruf nahi munkar, dengan penuh kesadaran serta istiqomah.

Seorang ustadz dalam pendidikan Islam haruslah menjadikan Rob(Tuhan) sebagai tempat berangkat, tempat berpijak dan tempat kembali segala aktivitasnya. Dengan jiwa robbani ini ustadz dituntut untuk berperilaku sebagaimana yang dikehendaki Tuhan sehingga ustadz mampu mengantarkan santrinya menjadi manusia yang berpribadi muslim dan manusia yang menjadikan Allah sebagai puncak ketaatan.

b) Niat Yang Benar dan Ikhlas

Setiap Ustadz hendaknya melandasi dirinya dalam mendidik para santrinya dengan niat yang benar, yaitu ikhlas semata-mata mencari ridho Allah. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Bayyinah ayat 5 yang artinya: padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan ikhlas(murni semata-mata taat) kepada-Nya dalam menjalankan agama.

Keterangan diatas dapat dinyatakan bahwa ikhlas adalah seluruh taat dan amalan seseorang yang murni hanya tertuju untuk taqorrub kepada Allah ta`ala dan menghendaki dekatnya Allah dan ridlaNya, tanpa bermaksud yang lain, seperti pamrih kepada manusia atau mencari pujian dan tamak.6

5 Allamah Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Quran: sebuah tafsir sederhana menuju cahaya

al-quran jilid 4 (Jakarta: Al-Huda, 2004), hlm. 386

(7)

Islam mewajibkan seorang ustasdz supaya menekuni ilmu, namun diatas segala-galanya mereka harus senantiasa melihat kepada tujuannya yang tertinggi dan kepada kemaslahatan umum. Belajar atau mengajar dengan maksud semata-mata hanya untuk mendapatkan uang atau untuk meraih keuntungan pribadi pada hakikatnya merupakan penghinaan terhadap nilai dan martabat ilmu sendiri, bahkan meniadakan tugas-tugasnya yang mulia.

c) Tawadhu` (Rendah Hati)

Tawadhu ialah memberikan kepada orang lain (yang berhak) haknya tanpa dikurangi ataupun dilebihkannya.7 Demikian dikatakan oleh Al-Mas`udiy dalam bukunya Taisirul Khallaq. Dengan lain perkataan Tawadhu adalah tahu diri atau rendah hati, suatu sifat yang tidak suka memamerkan, insaf dimana kedudukannya yang sebenarnya, sehingga tidak lebih keatas daripada yang sebenarnya dan tidak pula dibawah. Jadi bukanlah merendahkan diri sebagaimana kerap kali orang salah mengirakannya. Orang yang tahu diri tidak merasa kecil dirinya dihadapan orang yang berkedudukan tinggi dan tidak pula merasa besar dirinya dihadapan rakyat biasa.

Tawadlu` menurut istilah Hamka ialah tahu diri, tidaklah membuat diri menjadi, segan-segan seperti pengantin baru, menyisih-nyisih, hingga timbul rasa takut bergaul, kaku dan canggung. Orang yang pandai menyesuaikan diri adalah orang yang tahu dimana tempat duduknya, tahu apa yang ada pada dirinya akan kekurangan-kekurangannya. Bagaimanapun masyhur dan besarnya seseorang, namun segala-tahu

tidaklah ada. Orang segala-tahu sangatlah menjemukan. Sahabat Umar pernah berkata: Saya berharap, hendaklah seorang amir bergaul dengan rakyatnya, serupa mereka saja, tetapi disana tetap juga jelas bahwa dialah Amirnya. Allah SWT berfirman yang artinya: Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan kecuali sedikit (QS. Al-Isro`: 85)

Ilmu : 1997), hlm. 89

(8)

d) Khosyyah (Takut kepada Allah)

Kata khosyyah dalam sering disejajarkan dengan kata khouf. Kata khouf merupakan kegundahan hati dan gerakannya karena sesuatu yang ditakuti. Adapula yang berpendapat khouf adalah upaya hati untuk menghindar dari datangnya sesuatu yang tidak disukainya saat ia merasakannya. Sedangkan khosyyah lebih khusus daripada khouf.

Khosyyah adalah milik orang-orang yang memiliki pengetahuan tentang

Allah. Firmannya: sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hambaNya hanyalah ulama.

e) Menguasai bidang studinya

Seorang ustadz/ah harus sanggup menguasai mata pelajaran/ materi pelajaran yang diajarkannya, serta memperdalam pengetahuannya tentang materi yang bersangkutan. Janganlah menjadikan pelajaran tersebut bersifat dangkal, tidak melepaskan dahaga, dan tidak menyegarkan lapar. Walaupun seorang ustadz, bagaimanapun pandai dan luas ilmunya tidaklah mungkin bisa menguasai berbagai-bagai bidang ilmu yang ada. Sebagaimana ditegaskan dalam Al-Quran surat Al-Isro` ayat 85 yang artinya: Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan kecuali sedikit. Namun demikian adanya penguasaan yang cukup terhadap bidang studi yang menjadi tanggung-jawabnya, adalah menjadi kebutuhan mutlak.

f) Tetap terus belajar

(9)

seorang yang jahil. Setiap ustadz dituntut selalu meningkatkan kualitas ilmu yang dimilikinya, khususnya ilmu-ilmu yang diajarkannya. Hal ini karena disamping watak ilmu itu sendiri yang terus berkembang, juga karena ada kekhawatiran bila terjadi kekeliruan di dalam memahami ilmu yang bersangkutan. Sebab bila terjadi kekeliruan bisa berakibat fatal, bahkan dapat menyesatkan anak didiknya. Salah satu wujud meningkatkan kualitas keilmuannya tampak dalam kegiatan yang dilakukan ustasdz ketika ada waktu luang digunakan untuk belajar atau membaca.

g) Segera Kembali Kepada Kebenaran

Kembali kepada kebenaran sering juga disebut denga taubat. Menurut bahasa taubat berarti kembali. Pada istilah syara` dimaksud dengan taubat adalah kembali kepada kesucian setelah melakukan dosa. Pada hakikatnya taubat adalah meninggalkan dosa dengan tekad tidak akan kembali lagi melakukannya.

Seorang yang baik dituntut untuk tidak segan-segan segera kembali kepada kebenaran jika terbukti melakukan kesalahan ataupun kekeliruan, baik terhadap Allah ataupun sesama manusia. Allah berfirman yang artinya: (Orang yang baik itu) ialah orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah dan segera memohon ampun atas dosa-dosa (mereka) itu. (QS. Ali- Imron: 135). Dalam QS. At-Tahrim ayat 8 Allah berfirman yang artinya: hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kamu kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.

h) Gemar bermusyawarah

(10)

disebabkan akar dan asal-usulnya kembali kepada fithrah kemanusiaan, yang dengannya, Allah telah memudahkan manusia. Dan syariatNya menggariskan kepada kita jalan petunjuk yang menjamin bimbingannya. Jadi musyawarah merupakan wujud pemuliaan bagi manusia dan bimbingan bagi jamaah.

Allah berfirman: bermusyawarahlah kamu dengan mereka dalam urusan itu. Dan bila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. (QS. Ali Imron: 159). Az-Zarnuji mengatakan bahwa manusia bisa dibedakan menjadi tiga macam, yaitu8: 1). manusia seutuhnya, 2). Setengah manusia, dan 3). Bukan sebagai manusia. Manusia yang seutuhnya manusia ialah orang yang memiliki pendapat dan mau bermusyawarah. Manusia setengah manusia adalah orang yang memiliki pendapat tapi tidak mau bermusyawarah atau mau bermusyawarah tapi tidak memiliki pendapat. Dan manusia yang hakikatnya bukan manusia adalah orang yang tidak memiliki pendapat dan tidak mau bermusyawarah.

i) Mengedepankan Kejujuran

Jujur adalah memberitakan sesuatu sesuai dengan fakta (kejadiannya), atau mengkabari yang lainnya menurut apa yang ia yakinkan akan kebenarannya. Pekabaran ini tidak hanya dalam ucapan, juga dalam mengenai perbuatan seperti isyarat dengan tangan, goyang kepala dan sebagainya. Berlaku jujur dituntut oleh suara hati atau hati nurani manusia, sesuai dengan kebiasaan yang terpuji, paralel dengan tuntutan ilmu pengetahuan yang hakiki dan diperintahkan Islam dan agama samawi yang datang sebelumnya. Dalam surat At-Taubah ayat 120 Allah berfirman yang artinya: Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan jadilah kamu bersama orang-orang yang jujur.

Dengan demikian setiap ustadz/ah ataupun guru dalam pendidikan Islam harus terus menerus komitmen kepada kejujuran dalam kehidupan

8 Aliy As`ad, Bimbingan Bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan(terjemah Ta`limul

(11)

sehari-hari. Dia harus berani berkata Saya tidak tahu jika benar-benar memang tidak tahu.

j) Bisa Diteladani

Seorang ustadz haruslah seseorang yang bisa dijadikan contoh teladan bagi para santrinya, baik dalam tingkah lakunya, ucapannya, pergaulannya, maupun ketaatannya kepada Allah. Kalau ustadz bersikap lain dari apa yang diajarkannya atau menyuruh mengerjakan sesuatu yang baik tetapi Ia sendiri tidak mengerjakannya, misalnya shalat, tentu nasehat atau ajarannya tidak akan dituruti oleh santri-santrinya. Sebagaimana firman Allah yang artinya: Hai orang- orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian disisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan (Q.S. Ash-Shafat 2-3).

k) Bersikap Adil

Adil ialah berlaku sama tengah dalam semua urusan dan melaksanakannya sesuai dengan ketentuan syari`at. Sebagian ahli ilmu mengatakan, adil ialah cenderung kepada kebaikan. Atau dengan lain perkataan adil itu ialah mengerjakan yang benar dan menjauhkan yang batal. Menurut ahmad amin, adil itu ada dua macam. Yang pertama mensifati perseorangan dan yang kedua mensifati masyarakat. Adil perseorangan adalah memberi hak kepada orang yang mempunyai hak. Bila orang mengambil haknya dengan tidak melebihi dan memberi hak-hak orang dengan tidak mengurangi maka itu adalah adil. Masyarakat yang adil adalah masyarakat yang mempunyai peraturan dan undang-undang yang memudahkan tiap-tiap orang mempertinggi dirinya menurut kecakapan masing-masing.

(12)

artinya tidak boleh bersikap pilih kasih dengan membeda-bedakan santri yang satu dengan lainnya kecuali atas dasar hak(kebenaran) belaka. Allah berfirman di dalam surat An-Nahl ayat 90 yang artinya: sesungguhnya Allah memerintahkan kamu menegakkan keadilan dan berbuat kebajikan. l) Penyantun dan Pemaaf

Setiap ustadz hendaknya memiliki sifat pemaaf dan penyantun bila menginginkan misinya berhasil seperti Rosulullah Saw. Artinya ia harus memaafkan santrinya bila melakukan kesalahan, tidak pendendam, sanggup menahan diri diwaktu marah.

m)Mengetahui dan Memahami tabiat santri

Ustadz harus mengetahui tabiat pembawaan, adat kebiasaan, perasaan dan pemikiran santri agar tidak salah mendidik mereka. Inilah yang disuarakan oleh ahli-ahli pendidikan pada abad keduapuluh ini. Dalam pendidikan Islam, ustadz/ah diharuskan berpengetahuan tentang kesediaan dan tabiat anak-anak serta memperhatikan hal tersebut dalam mengajar agar dapat memilihkan materi dan metode pembelajaran sesuai dengan tingkat pemikiran mereka. Jangan melompatkan mereka dari sesuatu yang terang nyata pada sesuatu yang menimbulkan komplikasi, dari suatu yang kelihatan di mata pada sesuatu yang tidak tampak, tetapi hendaklah menurut tingkat kesanggupan mereka. Jangan berpindah subyek dari yang mudah pada yang sukar dan dari yang jelas pada yang tidak terang secara sekaligus, tetapi diberikan secara berangsur-angsur menurut persiapan, pengertian dan pemikiran mereka.

(13)

ketika menghadapi santri yang berbeda tersebut. Dengan kesabaran dalam menghadapi santri setiap ustadz tidak akan putus asa dan akhirnya akan menemukan suatu pemecahan permasalahan yang dihadapi.9

D. Manfaat Penerapan Psikologi bagi Pendidik dalam Pendidikan Islam

Mengabaikan aspek-aspek psikologis dalam proses pembelajaran akan berakibat kegagalan, sehingga tujuan pembelajaran tidak dapat tercapai dengan mudah. Sehubungan dengan ini, setiap pendidik selayaknya memahami seluruh proses dan perkembangan manusia, khususnya peserta didik. Pengetahuan mengenai proses dan perkembangan dan segala aspeknya itu sangat bermanfaat, dan manfaat yang dapat diraih antara lain :

a. Pendidik dapat memberikan layanan dan bantuan dan bimbingan yang tepat kepadapeserta didik dengan pendekatan yang relefan dengan tingkat perkembangannya.

b. Pendidik dapat mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan timbulnya kesulitan belajar peserta didik tertentu.

c. Dapat mempertimbangkan waktu yang tepat dalam memulai aktifitas proses belajar mengajar bidang studi tertentu.

d. Pendidik dapat menemukan dan menetapkan tujuan-tujuan pengajaran sesuai dengan kemampuan psikologisnya.

e. Mampu membantu memecahkan permasalahan siswa dalam belajar.

f. Memudahkan penerapan pengetahuan, pendekatan dan komunikasi kepada anak didik

g. Membantu menciptakan suasana edukatif dan efektif.

h. Dapat menyusun program pengajaran yang sesuai dengan masa perkembangan peserta didik.

i. Pendidik dapat dengan mudah memilih metode-metode pembelajaran dan pengajaranyang tepat untuk digunakan.10

(14)

BAB III PENUTUP Kesimpulan

 Guru ideal adalah seorang pendidik yang sangat diharapkan oleh peserta didik.

 Apabila ditinjau dari aspek psikologi Islam ada beberapa karakteristik yang seharusnya dimiliki oleh seorang ustadz yaitu semangat, rajin beribadah dan khusyu’ mengerjakannya, zuhud, jauh dari perbuatan maksiat, akhlakul karimah, sabar, rapih, memiliki i’tikad yang baik dan ikhlas dalam syiar Islam.

 Sedangkan dari segi etika jika ditelaah dari segi psikologi Islam terdapat beberapa etika bagi seorang ustadz yang ideal yakni berjiwa robbani, niat yang benar dan ikhlas, tawadhu’ (rendah hati), khossyah (takut kepada Allah), menguasai bidang studi, tetap terus belajar, segera kembali kepada kebenaran, gemar bermusyawarah, mengedepankan kejujuran, bisa diteladani, bersikap adil, penyantun dan pemaaf, serta mengetahui dan memahami tabiat santri/peserta didiknya.

 Adapun manfaat dari penerapan psikologi bagi ustadz/pendidik dalam pendidikan Islam diantaranya yaitu Pendidik dapat memberikan layanan dan bantuan dan bimbingan yang tepat kepadapeserta didik dengan pendekatan yang relefan dengan tingkat perkembangannya, mampu membantu memecahkan permasalahan siswa dalam belajar, membantu menciptakan suasana edukatif dan efektif, serta pendidik dapat dengan mudah memilih metode-metode pembelajaran dan pengajaranyang tepat untuk digunakan.

 Kritik dan Saran

(15)

DAFTAR PUSTAKA

As`ad, Aliy. 1978. Bimbingan Bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan (terjemah

Ta`limul Muta`allim). Kudus: Menara

Budiyanto, Mangun. 2005. Profil Ustadz Ideal. Yogyakarta: Team Tadarrus AMM

Djamarah, Syaiful Bahri. 2010. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif

Suatu Pendekatan Teoritis Psikologis. Jakarta: Rineka Cipta

Imani, Allamah Kamal Faqih. 2004. Tafsir Nurul Quran: sebuah tafsir

sederhana menuju cahaya al-quran jilid 4. Jakarta: Al-Huda

Syata, As Sayid Abu Bakar Ibn Muhammad. 1 9 9 7 . Menapak Jejak Kaum

Sufi. Surabaya: Dunia Ilmu

Thaib, Ismail. 1981. Akhlaq Karimah. Yogyakarta: Fakultas Syari`ah IAIN SUKA

http://irvanuddin.blogspot.com/2012/01/guru-yang-ideal-dalam-perspekrif-islam.html

http://www.alquran-syaamil.com/2013/09/karakteristik-ideal-seorang-ustadz.html

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu cara untuk melakukan diagnosis kesulitan belajar siswa dalam menyelesaikan soal luas dan keliling segitiga adalah dengan menganalisis kesalahan – kesalahan

Djamil Padang tahun 2015-2019, merupakan perwujudan amanah dan aspirasi yang bersumber dari kepentingan stakeholder inti dan sekaligus sebagai bentuk

Batas kiri jantung adalah garis yang menghubungkan apeks jantung dengan sendi kostosternalis ke-2 sebelah kiri.. 

a. Sistem Full Day School acapkali menimbulkan rasa bosan pada siswa. Sistem pembelajaran dengan pola full day school membutuhkan kesiapan.. baik fisik,

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang berjudul “ PENGARUH WAKTU PERENDAMAN DALAM ELECTROLYZED ACIDIC WATER (EAW) TERHADAP KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA

PPKA Bodogol atau yang dikenal dengan Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol adalah sebuah lembaga konservasi alam di daerah Lido Sukabumi dan masih merupakan bagian dari

yaitu jenis herbisida yang diaplikasikan pada lahan pertanian setelah tanaman budidaya tumbuh di lahan tersebut, dengan tujuan untuk menekan pertumbuhan gulma yang tumbuh

Persepsi pasien terhadap kategori indikator kepastian perawat adalah kategori baik dimana responden mengatakan percaya terhadap tindakan keperawatan yang di lakukan,