• Tidak ada hasil yang ditemukan

PICKING UP GOD S GUIDANCE IN THE VALLEY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PICKING UP GOD S GUIDANCE IN THE VALLEY"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

MENJEMPUT HIDAYAH DI LEMBAH BALIEM

(Potret Madrasah Ibtidaiyah Merasugun Asso Walesi Wamena-Papua)

Intisari

Paradigma pendidikan modern (Madrasah) telah menimbulkan salah tafsir dalam masyarakat lokal khususnya masyarakat Dani di kampung Walesi yang masih hidup dengan tradisi, akibatnya terjadi cultural shock. Dengan perspektif Etnografi, realitas tersebut kemudian di potret dan di interpretasi menggunakan model Geertz (1986), hasilnya,tergambar sebuah keadaan masyarakat lokal (tradisional) yang tertatih-tatih berusaha menyesuaikan diri dengan hal baru (inovasi) yang terus disodorkan the other, baik dari sisi kemasan pembelajaran, maupun isi serta impact dari sebuah proses belajar mengajar. Meskipun demikian, dengan upaya yang gigih dari para stakeholder, guru, tokoh agama dan pemerhati pendidikan, ditengah berbagai keterbatasan dan keterbelakangan, strategi adopsi, adaptasi dan akulturasi, terus didorong untuk menjembatani kesenjangan dunia modern dan tradisional, dengan harapan hidayah akan makin bermunculan di bumi Qurays Indonesia.

Kata kunci: Pendidikan, Wamena, Adopsi, Adaptasi,Akulturasi

PICKING-UP GOD’S GUIDANCE IN THE VALLEY OF BALIEM (A Picture of Madrasah Ibtidaiyah Merasugun Asso, Walesi, Wamena, Papua)

Abstract

The Paradigm of modern education (Islam School) had interpreted incorrectly in local society, especially in the People of Dani in Kampung Walesi, who still alive with a tradition, yet, make a culture shock. With perspective of Etnography, those reality had been framed and being interpreted using models of Geertz (1986). The result, showing a lumbered and difficulties of local (traditional) society people who try to get familiar with some new things (innovation) which is continuously intoduced by other peoples, that came from educational packaging, the content, and also an impact from an educational process. However, with a strong effort of stakeholder, teachers, spiritual figure, and education observer, in the middle of limitedness and under-developed society, the strategy of adoption, adaptation, and acculturation, are kept pushing forward to connect a gap between modern world and traditional one, with a hope that those God’s guidance will proven continuously in the land of Qurays of Indonesia.

(2)

A. Latar belakang

Tahun 1998, terjadi perubahan yang sangat mendasar terhadap semua aspek kehidupan Bangsa Indonesia. Perubahan itu disebabkan oleh perubahan politik dan tata pemerintahan yang semula bersifat sentralistik menjadi desentralistik. Dalam pemerintahan sentralistik, hampir semua kebijakan penting dan kendali pemerintahan dilakukan oleh pemerintah pusat. Pemerintah Daerah, propinsi dan kabupaten/kota menjadi pelaksana dari kebijakan pemerintah pusat, Jakarta. Demikian pula kebijakan dalam dunia pendidikan.

(3)

Terkadang dalam perdebatan dunia pendidikan bagi anak-anak di kampung, baik pemerintah ataupun lembaga swasta peduli dunia pendidikan lebih menyoroti soal materi kebendaan(sarana) pendidkan yang kurang memadai dianggap menjadi penghambat utama perkembangan dunia pendidikan, padahal alam di kampung telah menyediakan wilayah yang luas sebagai media pembelajaran bagi anak-anak kampung, namun disisi lain resistensi dari budaya yang begitu kuat di mana telah puluhan bahkan beabad-abad lamanya pola pikir yang kalau bisa disebut ideologi orang Wamena yang menempatkan orang atau kelompok tertentu dalam posisi sebagai lawan (perang) seperti yang di kemukakan oleh Ircham bahwa Dani1 (orang Wamena) adalah suku yang suka bertempur.

B. Permasalahan Penelitian

Agar penelitian ini tidak terjebak dalam pusaran dialektika teori dan konteks yang carut marut, maka dirumuskan pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana proses pembelajaran di Madrasah Ibtiadiyah Merasugun Asso di Kampung Walesi

2. Bagaimana Respon Masyarakat Terhadap Model Pendidikan Madrasah yang masuk dalam kehidupan mereka di Walesi.

C. Kerangka Pemikiran Teori

Teori dapat juga diartikan sebagai suatu pernyataan, pendapat, atau pandangan tentang (a) hakikat suatu kenyataan atau fakta, atau tentang (b) hubungan antara kenyataan atau fakta yang lain dan kebenaran pernyataan tersebut telah diuji melalui metode dan prosedur tertentu (Ahimsa 2007).Dalam studi ini saya menggunakan perspektif pendidikan sebagai gagasan, Seperti yang diungkapkan oleh Omi Intan Naomi (1999) Pendidikan adalah suatu gagasan,

didalamnya bakat, tekat, ketersediaaan, dan faktor kebetulan terpaksa disisihkan meski bukan dianggap tidak ada.

1 istilah Dani atau Ndani sebenarnya tidak disukai oleh orang Baliem, baik yang hidup di barat

(4)

Asumsi tentang gagasan ini kemudian dapat kita lihat bahwa akar segala pengetahuan bersumber dari sebuah gagasan.Gagasan tidak akan mungkin berkembang jika telah di kekang dengan aturan dan batas, gagasan akan tumbuh subur dan bisa berwujud jika dibiarkan mengembara dan berkelana mencari bentuk aslinya, temuan bahwa bumi bulat merupakan terapan gagasan, meski gagasan itu sendiri beroperasi dalam bentuk yang jamak.

Paulo Freire dalam Naomi (1999) tentang pendidikan kaum tertindas menjelaskan pendidikan harus dilaksanakan dengan bukan untuk kaum tertindas (secara individual atau kelompok) dalam perjuangan tiada henti untuk meraih kembali kemanusiaan mereka, pendidikan ini menjadikan penindasan beserta sebab musababnya sebagai objek renungan kaum tertindas, dan dari situ mereka akan terlibat dalam perjuangan untuk membebaskan diri sendiri, dalam arti yang lebih sederhana objek renungan yang dimaksudkan oleh Freira diatas adalah proses mendapatkan gagasan (pendidikan) untuk membebaskan diri dari ketertindasan tentunya, dalam hal ini saya mencoba menguraikan secara riil konstruksi budaya yang membelenggu dunia orang Wamena yang merupakan bentuk lain penindasan terhadap perubahan dan pendidikan itu. Meski pendidikan tidak terbatas pada sebuah gagasan saja, seperti yang dikemukakan oleh Mangunwijaya (2003) menjelaskan bahwa manusia adalah bahasa, isi, kualitas dan modal kemajuannya terletak pada bahasanya, bahasa yang dalam arti total adalah komunikasi, ekspresi, daya tangkap dan bermacam-macam wujud. Memang tidak akan sulit dipahami, bahwa dalam setiap interaksi manusia apalagi dalam dunia belajar (pendidikan) semestinya bahasalah yang menjadi dasar semuanya.

(5)

Menurut Mangunwijaya (2003) Pendidikan adalah proses pengembangan pengetahuan dan karakter serta sikap hidup pada diri manusia/bangsa dalam arti utuh. Dari rumusan yang dikemukakan oleh mangunwijaya diatas, dapat dilihat bahwa penekanan pendidikan itu ada pada dua hal: Pertama, proses pengembangan pengetahuan dan karakter, yang berarti bermula dari adanya pada gagasan untuk mengetahui sesuatu yang kemudian berkembang dalam bentuk melakukan sebuah aktifitas (proses) untuk mendapatkan pengetahuan itu. Kedua, sikap hidup menjadi alasan dasar bagi manusia untuk mau mengetahui sesuatu hal yang baru hal ini erat kaitannya dalam upaya untuk memenuhi segala aspek (utuh) dalam kebutuhan hidupnya, dan tentunya interaksi sosial adalah pintu masuk untuk lebih jelas memetakan sikap dan hidup dalam masyarakat.

Spindler (1974), memandang pendidikan sebagai transmisi kebudayaan, yang lebih jauh menjelaskan bahwa pendidikan sebagai bagian dari proses sosialisasi yang dialami manusia, dimana orang muda di persiapakan untuk menyesuaikan diri dengan baik kedalam lingkungan internal komunitas yang mereka hidup dan menjadi dewasa, serta menjadi bagian lingkungan eksternal dimana hidup komunitas komunitas manusia yang lebih total dan luas. Pendapat Spindler ini barangkali terdapat titik lemahnya karena, pertama hanya menempatkan golongan muda sebagai objek utama dan pertama pendidikan, padahal pendidikan atau proses belajar itu terjadi dalam segala aspek kehidupan yang mencakupi seluruh siklus kehidupan tanpa terbatasi oleh usia atu golongan, tempat maupun waktu. Kedua pendidikan seakan-akan dibutuhkan hanya untuk penyesuain diri terhadap lingkungan dalam arti hubungan antar sesama manusia, bagaimana dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat, padahal pendidikan sekali lagi tidak terbatas ada satu aspek, namun melingkupi seluruh aspek kehidupan.

(6)

batasi oleh ruang, waktu, maupun golongan usia, tapi merupakan suatu yang kompleks menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia. Dilihat dari sisi sejarah, pendidikan merupakan gerakan yang telah berumur sangat tua, dan memiliki peranan sangat utama dalam lingkaran kehidupan manusia, yang dalam bentuk sederhana pendidikan telah dijalankan sejak seseorang dianggap mampu menjalaninya, hal ini dapat dilihat pada peristiwa waya hagat-abin

(koentjaraningrat 1993) pada orang Wamena, yaitu upacara inisiasi dengan tujuan utama adalah pendididkan (latihan) perang, ketabahan, menari dan menyanyi, yang mempersiapkan seorang anak remaja untuk menjadi seorang prajurit.

Secara umum orang meyakini bahwa pendidkan adalah suatu proses yang panjang dalam rangka mengantarkan manusia untuk menjadi seseorang yang memliki kekuatan spiritual dan intelektual sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya disegala aspek dan menjalani kehidupan yang bercita dan bertujuan pasti dan hal ini menjadi suatu garis pokok dalam suatu proses pendidikan yang dijalani seseorang (sibua 2005).demikian pula dalam kehidupan masyarakat Wamena, dimana proses transformasi pengetahuan terjadi sepanjang lingkaran kehidupan masyarakat tanpa terbatasi oleh ruang dan waktu. penjelasan mengenai konteks-konteks pendidikan yang bersumber dari kebiasaan (budaya), dipaparkan melalui jalinan-jalinan deskripsi (teks), dengan jalinan deskripsi ini diharapkan dapat merekonstruksikan apa yang orang Wamena pahami tentang pendidikan, melalui potret kegiatan belajar mengajar yang menjadi objek penelitian ini.

D. Tentang Metode Penelitian

(7)

kebudayaan berdasarkan konsep-konsep antropologis, maka dengan demikian melalui penelitian etnografis ini makna belajar (pendidikan) akan dilihat secara mendalam dan relasinya dalam lingkungan sosial budaya orang Wamena

Segala informasi mengenai cara memperoleh pengetahuan di catat dengan rinci dan cermat dari berbagai informan, seperti para kepala suku, kepala konfederasi, anak-anak sekolah, lembaga-lembaga pendidikan formal maupun informal. Bahkan informasi tentang transformasi pengetahuan ini dapat diperoleh dari siapa saja yang dianggap menguasai dunia pendidikan. Peneliti memfokuskan pengamatan pada proses pendidikan yang terjadi pada Madrasah Ibtidaiyah Merasugun Asso di Dusun Assoyaleget, kampung Walesi distrik Assolokobal dengan menitik beratkan wawancara dengan informan kunci para guru yang mengajar di Madrasah tersebut, serta beberapa tokoh masyarakat yang berhubungan langsung dengan segala proses belajar mengajar di Madrasah tersebut, wawancara juga dilakukan dengan para orang tua murid yang dapat berbicara dalam bahasa Indonesia.

Melalui penelitian ini penulis mengamati apa makna pendidikan (cultural behavior), apa saja yang diketahui oleh orang Wamena tentang pendidikan (cultural knowledge) dan bagaimana proses belajar itu sendiri di lakukan (what they do) dan tentunya aspek budaya lain yang menyertai proses pendidikan pada Madrasah Ibtidaiyah Merasugun asso lebih khusus proses pendidikan dalam keluarga orang Wamena.

E. POTRET MADRASAH IBTIDAIYAH MERASUGUN ASSO

Proses Berdirinya Madrasah Ibtidaiyah Merasugun Asso.

(8)

menghargai jasa bapak Merasugun asso yang merupakan kepala suku pertama orang Dani yang memeluk Islam di Walesi.

Madrasah ini memiliki cerita panjang tentang awal mula berdirinya, menurut beberapa sumber , berdirinya Madrasah ini disebabkan oleh konflik yang terjadi pada tahun 1977 di pegunungan tengah yang lebih dikenal dengan peristiwa perang tahun 1977 yang memakan korban jiwa orang Dani yang tidak sedikit jumlahnya. Masyarakat Dani yang memang telah hidup dalam kelompok-kelompok suku, semakin tersegmentasi dalam kelompok-kelompok pendukung pemerintah dan kelompok pendukung organisai kemerdekaan Papua, segmentasi ini kemudian terafiliasi pada kelompok agama, dimana kelompok pemerintah akan becorak Islam dan kelompok pendukung organisasi Papua merdeka bercorak Kristen. Dalam keadaan seperti itu, maka kampung Walesi khususnya pada masyarakat Assoyaleget dan Assolipelema dipimpin oleh Aipon Asso lebih memilih berafiliasi kepada pasukan pemerintah dalam hal ini Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan dalam perang berdarah-darah tersebut, pasukan pemerintah keluar sebagai pemenang.

Secara Detail nampaknya keberadaan Madrasah ini tidak lepas dari masuknya beberapa orang anak Dani di Walesi kedalam Islam secara diam-diam di kota Wamena, yang kemudian ditindak lanjuti dengan keberanian Merasugun Asso menghadap kepada Kepala Bimas Islam Kantor Departemen Agama Kabupaten Jayawijaya di Wamena yang mengutarakan keinginanya untuk mendirikan Gereja Islam (Masjid) di Walesi.

(9)

mendapatkan apresiasi, hal penting kemudian adalah ketika mereka berjuang mendirikan masjid tersebut, mereka belum mengerti apa itu Agama Islam, karena peruntukan masjid tersebut awalnya hanya sebagai tempat shalat Jumat saja, karena kalau berjalan kekota, jarak yang ditempuh jauh, hal berikut yang mereka ketahui tentang Islam pada saat itu adalah bahwa para pemeluk agama ini dikota sangat baik, mengajak mereka bekerja, memberikan mereka pakaian dan memperlakukan mereka dengan sopan dan penuh penghormatan. Sejak didirikan sampai dengan saat ini, kelangsungan hidup Madrasah ibtidayah Merasugun Asso menjadi lumayan baik, setelah ditangani oleh YAPIS Wamena, karena Madrasah mendapatkan Patron untuk menjalankan kelangsungan proses belajar mengajarnya.

Model Pembelajaran

Menyaksikan anak anak Madrasah Ibtidaiyah Merasugun AssoWalesi mengikuti pembelajaran baik dikelas maupun diluar kelas merupakan sebuah keasikan dan keunikan serta merupakan rahmat tersendiri, kita dapat melihat bagaimana kemudian semangat yang sangat kuat untuk mendapatkan pengetahuan tidak dibarengi dengan sumberdaya yang mencukupi, baik itu sumber daya tenaga pengajar, sumberdaya kesehatan dan sumberdaya penunjang lainnya, semisal kecukupan gizi dan pakaian. Kendala bahasa menjadi faktor utama mandeknya proses pembelajaran, sehingga anak-anak kelas 1 sampai dengan kelas 3 hanya diprogramkan untuk belajar membaca dan menulis saja

Kegiatan belajar mengajar berlangsung sejak pukul 07.00 pagi, dimulai dengan apel pagi yang dipimpin oleh para guru secara bergantian setiap harinya, biasanya guru akan memberikan pengarahan singkat tentang hal-hal umum yang harus dilakukan oleh para anak-anak murid. Proses pengarahan ini sesungguhnya unik, karena ketika seorang guru menyampaikan pengarahan, maka kebanyakan anak-anak yang diberi pengarahan akan sibuk dengan aktifitasnya masing-masing, ada yang mengganggu teman, berbicara dengan teman dalam bahasa Dani, ada yang justru berbalik dan menghadap ketempat lain, sehingga terkadang guru yang memberikan pengarahan akan menegur atau memarahi mereka.

(10)

memahami dengan baik apa yang disampaikan oleh guru yang menggunakan bahasa indonesia dalam berbicara, sehingga anak-anak ini memilih kesibukannya sendiri, sementara para guru pun terkendala dalam memahami bahasa Dani, sehingga seorang guru yang merasa menjadi keharusan untuk menyampaikan sesuatu tetap menyampaikan dalam bahasa Indonesia sementara anak-anak sangat terbatas pengetahuannya akan bahasa Indonesia, sehingga ketika seorang guru sangat serius untuk menyampaikan sesuatu, sebahagian anak anak juga serius dengan aktifitas masing-masing.

Setelah apel pagi, murid-murid diarahkan untuk menuju kekelas masing-masing, bagi kelas yang gurunya telah hadir, pelajaran dibuka biasanya dimulai dengan membaca doa sebelum belajar yang dipandu oleh guru didepan kelas, kebiasaan membaca doa adalah rutinitas yang mengasikan untuk di tonton dan disimak, murid-murid dengan lancar dan faseh melantunkan ayat-ayat alqur’an, mulai dari kelas 1 sampai dengan kelas 6, adalah sesuatu yang luar biasa, ketika mereka kesulitan beradaptasi mengucapkan dan membaca tulisan dalam bahasa Indonesia, namun mereka sangat lancar dalam mengucapkan dan membaca ayat-ayat al-Quran.

Terdapat beberapa hal unik akan kita jumpai pada kegiatan belajar mengajar pada Madrasah Ibtidaiyah Merasugun Asso, ketika pelajaran sedang berlangsung, beberapa orang tua akan berkunjung ke sekolah untuk mengantarkan ubi bakar atau ubi rebus untuk anaknya yang sedang belajar, hal ini disebabkan oleh keadaan dimana sewaktu anak-anak tersebut berangkat sekolah, ubi yang dibakar atau di masak di Wulikin (tempat masak), belum matang, sehingga anak-anak tersebut berangkat kesekolah tanpa sarapan pagi. Faktor lain dari aktifitas orang tua mengantarkan makanan kesekolah karena bagi orang Dani tidak mengenal tradisi makan siang, sehingga dikhawatirkan anak-anak tersebut akan kelaparan sekembalinya dari sekolah karena tidak akan menjumpai persediaaan makanan di honai dan ohlese.

(11)

kayu untuk di jual kekota, biasanya para guru dengan berat hati akan melepaskan anak-anak tersebut dengan harapan anak-anak itu, keesokan harinya dapat kembali masuk belajar.

Secara formal sistem pendidikan yang dianut oleh Madrasah Ibtidaiyah adalah sistem Pembelajaran Aktif, Inovatif Kreatif,dan Menyenangkan, seperti di sampaikan oleh kepala Madrasah, “Sistem pendidikan disini saya usahakan menggunakan sistem Pakem, meskipun susah, tinggal menyesuaikan saja dengan keadaanbelajar dibawah pohon atau dimana”. Penyebaran mata pelajaran akan lebih merata ketika para murid-murid menduduki kelas 4, 5 dan 6, dimana mereka telah diajarakan mata pelajaran yang harus ditempuh pada pendidikan Dasar atau Madrasah, misalnya matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, dan beberapa mata pelajaran lainnya. Pada anak-anak kelas 4, 5 dan 6 ini sering kali juga kita akan jumpai beberapa siswa atau siswi yang masih kesulitan dalam membaca dan menulis, tapi karena beberapa faktor yang harus dipertimbangkan, maka anak-anak ini tetap di tempatkan pada kelas tersebut. Secara kuantitatif jumlah siswa/i Madrasah Ibtidaiyah Merasugun Assoadalah 114 orang terdiri atas 64 siswa laki-laki dan 50 orang siswa perempuan yang berasal dari 7 perkampungan muslim yang ada di Wamena, meliputi wilayah Walesi, Okilik, Araboda, Megapura, Air Garam, Hitigima dan Kurima, dan seluruhnya adalah putra-putri asli Dani.

(12)

F. DIALEKTIKA ANTARA,TRADISI DAN MADRASAH

Benturan Paradigma Pendidikan dengan Tradisi

Dalam melaksanakan proses belajar mengajar sehari-hari pada Madrasah Ibtidaiyah Merasugun Asso Walesi, tidak jarang terjadi pertentangan-pertentangan antara kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat dengan materi atau model pembelajaran yang diberikan para guru atau pembimbing murid, pertentangan ini tidak jarang bermuara pada konflik fisik antara para guru dengan orang tua murid, atau antara murid dengan guru.

Seorang guru diperhadapkan dengan kondisi kekurangmampuan sumber daya seorang murid dalam menerima pelajaran, karena itu seorang guru harus menggunakan segala macam cara agar seorang murid dapat memahami materi pelajaran yang diajarkan. Ketika terdapat beberapa murid yang bandel dan membuat onar dalam ruangan, terkadang guru harus mengenakan sanksi tegas berupa hukuman secara fisik, baik itu berdiri di depan kelas atau sampai dengan langkah menjewer telinga atau mencambuk murid biang gaduh tersebut dengan sebilah kayu. Namun sistem pembelajaran dan pendidikan seperti ini, kebanyakan tidak diterima oleh para orang tua murid, karena dalam beberapa kesempatan, orang tua murid pernah sampai harus berkelahi dengan guru, karena bagi masyarakat, anak adalah aset sangat berharga yang harus dilindungi dan disayangi, serta di manjakan.Begitu sayangnya masyarakat Dani pada anggota keluarganya, maka jika ada yang tersakiti maka mereka semua merasa sakit dan akan bangkit membelanya, kasih sayang tersebut dapat diwujudkan dengan menyakiti diri sendiri dengan memutilasi anggota badannya.

Ditengah pertentangan tersebut, tentu saja kasus perkelahian antara guru dengan orang tua murid secara otomatis akan menyebabkan kemandekan dalam proses mengajar mengajar, dimana sang guru akan malas mengajar sementara para orang tua murid akan menganjurkan anaknya untuk tidak bersekolah atau justru bertindak provokatif dengan melawan guru.

(13)

latar belakang kebudayaan antara para guru dan orang tua murid, dimana para pihak komponen mempertahankan kebudayaan aslinya, pihak guru mempertahankan apa yang diyakininya sebagai sesuatu yang baik, Atau dengan kata lain para guru maupun orang tua memandang dan menilai orang lain berdasarkan kebudayaan masing masing yang bermuara pada munculnya stigma

dan stereotipe dalam kehidupan sehari-hari, akibatnya, tentu saja konflik yang bermuara pada kekerasan fisik.

Kedua kurangnya pengetahuan para pendidik akan budaya lokal berakibat pada tidak ditemukannya cara yang efektif untuk menyampaikan pelajaran kepada para murid, yang tentunya berakibat pula pada ketidak mampuan para guru untuk mengetahui dengan baik, penyebab kekurang mampuan sumber daya manusia orang Dani dalam menangkap pembelajaran dikelas. Ketiga, tidak adanya kesepahaman bersama tentang bagaimana seharusnya mendidik anak-anak Dani yang berada pada masa transisi, orang Dani memiliki tradisi pendidikan anak yang tentu saja berbeda dengan orang bukan Dani, setiap anak Dani baik laki-laki maupun perempuan, pastilah mengalami masa dimana dia hanya boleh tinggal dengan kelompok perempuan (dalam rumah perempuan), sementara kontak dengan dunia laki-laki apabila anak tersebut adalah laki-laki, diperbolehkan setelah ia melewati proses inisiasi (pendewasaan), sementara bagi anak perempuan tidak akan diperkenankan untuk memasuki dunia laki laki yang terdapat di dalam Honai (rumah laki-laki), kondisi ini tentu bertolak belakang ketika para anak anak ini memasuki bangku pendidikan formal, dimana mereka dibaurkan dalam satu ruangan bersama untuk belajar. Lepas dari berbagai persoalan yang dihadapi diatas, tentu saja langkah-langkah arif perlu ditempuh untuk memberikan solusi dari benturan antara paradigma pendidikan dengan kebiasaan masyarakat Dani sehari hari

Strategi Adopsi, Adaptasi dan Akulturasi dalam Pembelajaran

(14)

sistematis mutlak dicari untuk meningkatkan sumber daya manusia masyarakat Dani, khususnya Dani Muslim di walesi.

Untuk hal tersebut maka sudah sewajarnya jika strategi adopsi dan adaptasi diberlakukan dalam menyusun program pembelajaran yang akan diterapkan dalam proses belajar mengajar sehari hari. Hal ini perlu dilakukan, karena adopsi pada hakikatnya sebuah proses penerimaan hal-hal baru atau dengan kata lain proses penerimaan yang disertai dengan perubahan pola tingkah laku, meliputi, pola pikir, pola bertindak dan peningkatan keterampilan terhadap hal baru.

Penerimaan dalam hal pembelajaran bagi para siswa Madrasah tidak hanya sekedar tahu, tapi seharusnya sampai benar-benar dapat melaksanakan dan menerapkan pengetahuan yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari, proses adopsi tentunya tidak akan berjalan serta merta, tetapi membutuhkan sebuah proses atau jalan yang disebut adaptasi, yang dapat berlangsung secara alami ataupun berdasarkan pengarahan. Pada konsep inilah kemudian, bagaimana anak-anak Dani ini semakin banyak dapat menerima hal-hal baru namun tidak bertentangan dengan nilai dan norma yang selama ini diajarkan dan diterapkan dalam masyarakatnya, melalui jalan adopsi dan adaptasi.

Untuk memudahkan hal tersebut, maka Akulturasi adalah pintu masuk untuk menjembatani perbedaan kebudayaan antara para guru dan para orang tua murid serta murid-murid, Sesungguhnya proses adopsi, adaptasi dan akulturasi tersebut, saaat ini sedang berusaha dijalankan oleh pengelola Madrasah Ibtidaiyah Merasugun Asso Walesi, dengan jalan menerima hal-hal baru, berupa pengetahuan-pengetahuan baru yang kemudian hal-hal baru tersebut di sesuaikan dengan kondisi lingkungan dimana tempat mereka tinggal dengan menyatukan antara kebiasaan masyarakat sehari-hari dengan pelajaran yang diajarkan dalam ruangan kelas.

(15)

dalam bahasa daerah yang kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, yang bermuara pada adanya akulturasi, baik akulturasi materi pembelajaran, maupun akulturasi kebudayaan, dimana kebudayaan luar diperkenalkan kepada anak-anak didik, tetapi disaat yang bersamaan anak-anak juga tetap mengenal dan memahami kebudayaan mereka. Sebagai contoh, seorang guru kelas pada Madrasah ibtidaiyah tidak akan menuliskan kata “ini ibu budi, tetapi seorang guru akan menuliskan kata “ini haki (pisang), ini hopuru Ubi jalar), atau ini weramo (kelapa hutan).

Tentu saja penerapan hal tersebut diatas tidak semudah yang dibayangkan, seorang guru dalam menyusun program pembelajaran dengan mengedepankan pendekatan akulturasi tentu saja harus sangat memahami apa yang di butuhkan oleh para murid-murid serta mampu menginventarisir tingkat kemampuan para peserta didik agar dapat memperoleh pengetahuan yang memadai dalam menduduki bangku pendidikan yang berjenjang, sebab jika salah menerapkan maka justru akan semakin menyulitkan dalam proses pembelajaran.

Persoalan lain yang cukup pelik adalah asupan gizi yang kurang pada anak-anak Dani berdampak pada lemahnya daya tangkap mereka terhadap pelajaran dalam ruangan, dalam keluarga-keluarga Dani, anak-anak ini setiap harinya hanya di suguhi dengan ubi bakar atau ubi rebus ditemani rebusan daunnya pula untuk makan sehari-hari, adalah sesuatu yang menggembirakan jika seminggu sekal dapat diselingi dengan tambahan protein berupa ikan atau ayam, atau mungkin juga beberapa potong ikan asin.

Masalah dalam asupan gizi ternyata tidak hanya terbatas pada jenis dan bahan makanan yang dimakan tapi juga terletak pada pola makan masyarakat yang juga terbatas, orang Dani hanya mengenal 2 kali makan, yaitu makan pagi dan makan di sore hari, sehingga memang tidak mengherankan ketika pelajaran di ruang kelas sedang berjalan, para orang tua akan mengantarkan ubi bakar atau ubi rebus kepada anak-anaknya, karena ketika mereka kembali dari sekolah siang hari, mereka tidak akan mendapatkan makanan di rumah masing-masing.

(16)

akibat asupan gizi dan pola makan yang sangat sederhana, para murid –murid ini harus dipaksakan untuk dapat bersaing dengan anak-anak lain yang memiliki kelebihan dalam segala hal di kota dan didaerah lain. Dalam kondisi seperti itu, strategi yang dijalankan oleh kepala Madrasah bapak Anwar Mas’ud, dalam meningkatkan kulitas sumber daya anak anak walesi, cukup baik dan efektif, pernyataan “bagi saya yang penting bagi anak anak kelas 1, 2 dan 3 itu bisa mengenal huruf dan membaca sedikit sudah cukup” adalah langkah bijak dalam menerapkan strategi adopsi, adaptasi dan akulturasi yang dapat dijalankan di Madrasah Ibtidaiyah Merasugun Asso di Walesi.

G. MENJEMPUT HIDAYAH DILEMBAH BALIEM

Tulisan ini pada akhirnya memaparkan secara sederhana proses pendidikan pada Madrasah Ibtidaiyah Merasugun Asso di walesi, potret yang dimunculkan adalah gambaran proses pembelajaran sehari-hari di lingkungan Madrasah yang di sertai dengan pengungkapan berbagai fenomena yang menyertai proses pendidikan dengan deskripsi yang terjalin secara berkesinambungan. Perjuangan untuk meningkatkan sumber daya manusia anak-anak Dani adalah pekerjaan yang tidak mudah karena begitu banyak persoalan yang melingkupi dunia pendidikan orang Dani, pertentangan paradigma pendidikan dengan tradisi masyarakat adalah faktor utama penghambat penerapan kebijakan pendidikan secara menyeluruh

Meskipun demikian usaha keras masyarakat Dani di Walesi untuk memperoleh pendidikan adalah suatu hal yang harus di apresiasi dengan baik, gizi buruk, tingkat kesehatan yang rendah serta fasilitas yang minim, tidak mengendorkan semangat mereka untuk mendirikan sebuah tempat dimana anak-anak mereka dapat menuntut ilmu agar dapat berdiri sejajar dengan orang lain. Berbagai strategi memang harus di upayakan, terutama secermat mungkin mengembangkan model adopsi dan adaptasi dalam bentuk akulturasi bukan hanya dalam hal materi pelajaran di ruangan ruangan kelas, tapi juga dapat berupa segala aspek kehidupan masyarakat Dani

(17)

untuk menempuh pendidikan, sehingga akan selalu teringat jika pagi hari kita akan disuguhi ocehan anak-anak tersebut melafalkan doa sebelum belajar “

Roditubillahirabba, wabilislammidiiina, Wabilmuhammadinnabiyawarasuullah, rabbizidni ilma, warzuqnifahman, aaamiiin” bissmillahirrahmaanirrahiim, alhamdulillahirabbil alamaiin, arrahmaanirrahiim, maalikiyaumiddiin, iyyakana’buduuwaiyakanastai’n, ihdinassiratalmustakiiim, siratalladzina an’amtalaihim, ghairilmaghdubialaihim, waladdhaaaliin, aaamiiiin.

Mengingat betapa pentingnya posisi masyarakat Dani muslim di Walesi yang merupakan komunitas muslim di indonesia yang paling akhir menyatakan keislamannya, maka beberapa langkah strategis perlu dilakukan untuk membentengi semangat tanpa pamrih masyarakat Dani dengan melakukan beberapa hal penting terutama menyangkut Dunia pendidikan anak-anak Dani Muslim, yang merupakan aset masa depan yang sangat berharga, berdasarkan hasil yang telah diperoleh dalam penelitian ini, maka seyogyanya beberapa langkah strategis dapat dilakukan oleh para pengambil kebijakan sebagai berikut:

(18)

Menjadikan Kampung Walesi, khususnya Dusun Assoyaleget sebagai Dusun Binaan, karena pada Dusun inilah benih-benih Islam disemai di Pegunungan Tengah Papua.

BAHAN BACAAN

Abdullah Irwan (ed), 2008, Agama dan Kerifan Lokal Dalam Tantangan Global, Editor, Pustaka Pelajar, Jogyakarta.

... 2007, Kontsruksi dan Reproduksi Kebudayaan, Pustaka Pelajar,Yogyakarta

... 2002, Simbol, Makna dan Pandangan Hidup Jawa, Analisis Gunungan pada Upacara Garebeg, Balai Kajian sejarah dan Nilai Tardisional, Jogjakarta

Ahimsa-Putra (ed), Esei-Esei Antropologi, Teori, Metodologi dan Etnografi, Kepel Press, Jogjakarta

Andrianto Tuhana T, 2001, Mengapa Papua Bergolak, Gama Global Media, Jogjakarta.

Boelars Jan,1986, Manusia Irian Dahulu Sekarang dan Masa Depan, PT Gramedia Jakarta

Budiwanti Erni, 2000, Islam Sasak, Wetu Telu Versus Waktu Lima, LKIS, Jogjakarta

Gertz. C , 1992, Tafsir Kebudayaan, Kanisius, Yogyakarta

...,1992,Kebudayaan dan Agama sebuah Refleksi Budaya, PT. Kanisius Yogyakarta

Kaplan dan Maner, 1999, Teori budaya, Yogyakarta: pustaka pelajar

Koentjaraningrat, 1992, Irian Jaya Membangun Masyarakat Majemuk, Djambatan, Jakarta

...1993, Masyarakat Terasing Di Indonesia, Gramendia, Jakarta Laksono, P.M dkk, 1998, Kekayaan, Agama dan Kekuasaan, Identitas Dan

Konflik Di Indonesia (Timur) Modern, Kanisius, Jogjakarta

Mangunwijaya.Y.B, 2003 impian dari jogjakarta ( Kumpulan Esei masalah Pendidikan), Kompas, Jakarta

(19)

Rais Muhammad, 2009, Dakwah Keagamaan di Lembah Baliem, Wamena-Papua ( Hasil Penelitian di presentasikan pada seminar temu riset keagamaan Puslitbang Kehidupan Keagamaan Departemen Agama Republik Indonesia, Bandung 13-16 Desember 2009)

Sibua alfatah, 2005, Budaya Pendidikan Dalam Perspektif Orang Ternate, Tesis Jogjakarta

Sunario Susanto, A, 1994, Kebudayaan Jayawijaya Dalam Pembangunan Bangsa, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan

Spradley.P.James, 2006, Metode Etnografi, Tiara Wacana, Yogyakarta

Surjo D. Dkk, 2001, Agama dan perubahan sosial, Studi tentang Hubungan antara Islam, Masyarakat dan struktur sosial politik Indonesia, Jogjakarta, LPKSM

Widiastono.T.D, 2004 Pendidikan Manusia Indonesia, Kompas, Jakarta

Woodward.R.Mark, 1999, Islam Jawa, Kesalehan Normatif Versus Kebatinan, LKIS, Jogjakarta

Yamin, Ade 2009, Menyibak Masalah Keberagamaan di Papua (Makalah di presentasekan pada seminar temu riset keagamaan Puslitbang Kehidupan Keagamaan Departemen Agama Republik Indonesia, Bandung 13-16 Desember 2009

Laporan Jurnalistik Kompas, 2007, Ekspedisi Tanah Papua, Buku Kompas Jakarta BPS kabupaten jayawijaya, 2009, Jayawijaya dalam Angka, Wamena, Papua

Bacaan Lain

http://masarip.blog.friendster.com/2009/04/pengertian-tentang-inovasi/ http://hansa07.student.ipb.ac.id/2010/06/20/pengertian-aklimasi-adaptasiaklimatisasi/

http://agussetiyanto.wordpress.com/2008/11/02/kemajemukan-dan-adaptasi-budaya-antar-etnis/

http://3gplus.wordpress.com/2008/04/09/wujud-akulturasi-kebudayaan-hindu-budha-dengan-kebudayaan-indonesia/

Referensi

Dokumen terkait

Langkah-langkah algoritma tersebut disusun mulai dari pemodelan permasalahan pegas dalam graf, representasi model ke dalam sistem perbedaan batasan, representasi ke

“Untuk mencapai sasaran PAS digunakan strategi Pull Strategy yaitu dengan menggunakan iklan TV dengan tujuan dari iklan tersebut adalah memberitahu khalayak mengenai produk

Jenis penelitian ini adalah jenis survei bersifat analitik dengan menggunakan desain kasus kontrol, yaitu Gastritis dan Faktor yang Berpengaruh (Studi Kasus Kontrol) di

diiradiasi, diantaranya Dosimeter Yellow perspex. Red perspex dan Dosimeter Clear Perspex. Dosimeter larutan kimia juga sering digunakan untuk pengukuran dosis. tinggi

Implikasi praktis dari adanya kualitas pelayanan pengujian kendaraan bermotor berkala ini yaitu untuk lebih meningkatkan kualitas layanan yang ada di Dinas Perhubungan

Karakterlah yang dapat membedakan 1 penyiar dengan penyiar lainnya, baik itu dari karakter personal atau sering disebut air personality oleh Hard Rock FM Surabaya atau dari

Dimana Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Tanjungpinang menyediakan pelatih khusus untuk melakukan pembinaan bagi siswa yang berprestasi pada event yang diselenggarakan

Dari hasil tersebut dengan pelaksanaan layanan bimbingan konseling yang efektif terhadap siswa dapat memberikan pemahaman perilaku siswa terutama dalam proses pembelajaran