• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manajemen Pembelajaran Metode Talking Ch

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Manajemen Pembelajaran Metode Talking Ch"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dalam proses belajar mengajar seorang guru harus pandai dalam

membawakan pembelajaran yang baik bagi anak didiknya. Sehingga pembelajaran dibutuhkan suatu model pebelajaran yang akan membuat siswa tidak mudah bosan dalam menerima materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Dan dapat membuat siswa lebih aktif dalam pembelajaran.

Banyak sekali model-model pembelajaran yang dapat digunakan guru untuk menunjang keaktifan siswa. Sehingga tidak hanya guru yang aktif didepan kelas, akan tetapi siswa juga turut serta aktif dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian, siswa akan terlatih untuk berbicara dan mengemukakan pendapat serta ide yang dapat menunjang kemampuan siswa dalam belajar terutama dalam berbicara didalam kelas.

Model-model belajar tersebut adalah model pembelajaran active learning yang dapat diterapkan dalam proses belajar mengajar didalam kelas. Berikut makalah ini akan membahas dan mengurai tentang salah satu model pembelajaran active learning yang dapat diterapkan dalam belajar siswa.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Dari Model Pembelajaran Talking Chips ?

2. Bagaimana Penerapan Model Talking Chips Dalam Pembelajaran ?

3. Apa Saja Tujuan Model Pembelajaran Talking Chips Dalam Pembelajaran ? 4. Bagaimana Langkah-Langkah Penerapan Model Pembelajaran Talking Chips? 5. Apa Saja Kelebihan Dan Kelemahan Model Pembelajaran Talking Chips ?

BAB II PEMBAHASAN

(2)

Secara bahasa, talking adalah kata yang diambil dari bahasa inggris yang berarti berbicara. Sedangkan chips adalah kartu. Atau disebut dengan kartu yang berbicara.

Sedangkan dalam pembelajaran, Talking Chips adalah pembelajaran yang dilakukan dengan berkelompok dengan anggota 4-5 orang, masing masing anak membawa sejumlah kartu untuk menandai bahwa mereka telah berpendapat dengan meletakkan kartu tersebut diatas meja.

Pembelajaran model Talking Chips ini pertama kali dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1992. Secara sederhana, penggunaan kartu dapat digantikan dengan benda-benda kecil lainnya yang dapat menarik perhatian siswa, yaitu seperti kancing bacu, permen, potongan lidi, sendok es krim atau biji kenari dan lain-lain. Karena benda-benda tersebut berbunyi gemrincing, maka istilah untuk Talking Chips dapat disebut juga dengan “kancing gemrincing”. (Lie, 2002: 63)

2. Penerapan Model Talking Chips Dalam Pembelajaran

Model pembelajaran Talking Chips dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan semua tingkat usia anak didi. Kegiatan kancing gemrincing membutuhkan pengelompokan siswa menjadi beberapa kelompok.

Teknik ini dapat memberikan kontribusi siswa secara merata. Teknik ini dapat digunakan untuk berdiskusi, Tanya jawab, mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota lainnya atau untuk saling mengevaluasi hapalan siswa.

Teknik kancing gemrincing ini dirancang untuk mengatasi hambatan pemerataan kesempatan kesempatan berbicara siswa yang sering mewarnai kerja kelompok. Karena sering kali dalam diskusi kelompok ada anggota yang dominan dan banyak bicara, sebaliknya juga ada yang pasif dan pasrah saja pada rekannya yang lebih dominan.

Dalam penerapan Talking Chips ini dalam pembelajaran, diharapkan semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk aktif dalam mengemukakan pendapat dan pembagian tugas dalam diskusi kelompok. Menrut Sonia dalam “Talking Chips (A Book of Multiple Intellegence Exercise From Spain)”, Talking Chips mempunyai dua proses yang penting, yaitu :

(3)

b. Proses penguasaan materi. Siswa dapat membangun pengetahuannya dalam suatu bingkai sosial yaitu pada kelompoknya.

Dengan proses tersebut, siswa dapat belajar berdiskusi, meringkas, memperjelas suatu gagasan dan konsep atau materi yang mereka pelajari serta mampu memecahkan masalah-masalah.

3. Tujuan Model Pembelajaran Talking Chips

Model pembelajaran Talking Chips ini memiliki tujuan tidak hanya sekedar penguasaan materi saja, akan tetapi adanya unsur kerjasama untuk penguasaan materi. Karena model Talking Chips ini adalah model pembelajaran berkelompok, maka siswa dapat bertukar pendapat, saling memahami pemikiran masing-masing anggota, tanya jawab sesama anggota kelompok, dan bersama-sama dalam memecahkan masalah. Sehingga siswa dapat belajar untuk

mengemukakan pendapat dan berbicara didalam kelas didepan teman-temannya. Dengan demikian, siswa akan terus melatih dan belajar kemampuannya untuk berbicara dan aktif didalam kelas. Sehingga siswa tidak hanya menggantungkan dirinya kepada rekannya yang aktif dikelas dan siswa akan sedikit demi sedikit belajar untuk aktif didepan kelas.

4. Langkah-Langkah Penerapan Model Pembelajaran Talking Chips

Menurut Masitoh dan Laksmi Dewi (2009:244), terdapat lima langkah penting atau tahapan dalam pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran Talking Chips ini, yaitu :

a. Guru menyiapkan kotak kecil yang berisikan kartu atau kancing atau benda-benda kecil yang dapat digunakan oleh model ini (sendok es krim, kacang kenari, batang-batang lidi dan lain-lain).

b. Setiap siswa mendapatkan masing-masing 2-5 buah kartu atau kancing. c. Setiap kali seorang siswa berbicara atau mengeluarkan pendapat atau ide,

(4)

d. Jika kancing atau kartu yang telah dimiliki seorang siswa habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai semua rekannya menghabiskan kartu atau kancingnya.

e. Jika semua tugas belm terselesaikan akan tetapi kartu atau kancing telah habis, maka kelompok boleh mengambil kesempatan untuk membagi-bagi dan mengulang prosedurnya kembali.

5. Kelebihan Dan Kelemahan Model Pembelajaran Talking Chips a. Kelebihan

1) Untuk mengatasi hambatan pemerataan kesempatan berbicara siswa dalam berdiskusi.

2) Mendorong siswa untuk lebih aktif berbicara saat berdiskusi kelompok. 3) Mempermudah siswa untuk menyampaikan gagasan dan ide.

4) Memberikan kesempatan bagi siswa yang pasif untuk dapat

mengemukakan idenya dalam berdiskusi, sehingga antara siswa yang aktif dan dominan dengan siswa yang pasif mempunyai kesempatan yang sama untuk menyalurkan ide dan gagasan.

5) Menuntut siswa untuk memiliki tanggung jawab, sehingga siswa tidak bergantung kepada rekan kelompoknya saja, akan tetapi juga ikut berkontribusi dalam kelompok.

b. Kelemahan

1) Tidak semua konsep dapat mengungkapkan model Talking Chips, disinilah tingkat personalitas guru dinilai.

2) Pengelolaan waktu saat persiapan dan pelaksanaan perlu diperhatikan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, terutama dalam proses pembentukan pengetahuan siswa.

3) Memerlukan waktu yang cukup lama.

(5)

BAB III PENUTUP Kesimpulan

Model pembelajaran Talking Chips merupakan model pembelajaran yang berorientasi siswa untuk aktif didepan kelas. Sehingga tidak hanya guru yang berbicara didalam kelas, akan tetapi siswa juga belajar untuk aktif didalam kelas. Model ini menuntut siswa untuk aktif dan dominan untuk menyampaikan ide dan gagasannya didepan kelas, memahami pemikiran-pemikiran orang lain,

(6)

DAFTAR PUSTAKA

http://ainamulyana.blogspots.co.id/2011/11/model-pembelajaran-kooperatif-tipe.html?m=1 Selasa, 30 Mei 2016 09 : 43

Referensi

Dokumen terkait

Efek Pemberian Minuman Fungsional FOS-Inulin Terhadap Fraksi Lipid (Uji Klinis Pasien Dislipidemia RSD dr.. Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah penyebab kematian

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Hutabarat [6] yang menyatakan bahwa time budget pressure berpengaruh negatif signifikan terhadap kualitas audit,

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) Hubungan secara simultan antara atribut produk, harga dan saluran distribusi dengan loyalitas konsumen. 2) Hubungan

Analisis pragmatik atas laporan Pencemaran nama baik (telaah linguistik forensik laporan polisi ahmad dhani terhadap farhat abbas).. Universitas Pendidikan Indonesia

Ruang lingkup buku teks bahan ajar ini berkenaan dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam pekerjaan pengecatan bodi otomotif yang meliputi :

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data, apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga

Moreover, the author is the member of the society therefore by using sociological approach; the writer can conduct the research about analysis of Modern and

peduli terhadap kondisi lingkungan sungai di kota banjarmaisn serta potensi wisata sungai yang akan menambah devisa kota dan membantu prekonomian Masyarakat Banjar. 3.4