• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konflik dalam Sejarah Indonesia docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Konflik dalam Sejarah Indonesia docx"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Tugas Mata Kuliah The Nature of Conflict

Erry Kurniawan

Resume Kuliah

KONFLIK DALAM SEJARAH INDONESIA: PRA KEMERDEKAAN

“PEACE & CONFLICT RESOLUTION”

1

Tujuan MK

Materi ini bertujuan untuk memahami akar masalah munculnya konflik dlm masyarakat Indonesia yg kerap kali berupa kekerasan (violence). Faktor sejarah apa yg dpt diidentifikasi dihadapkan pada pandangan yang mengatakan masyarakat Indonesia sesungguh memiliki karakter dan sumber lahirnya kekerasan (the reservoir of violence).

Ruang lingkup dalam materi ini dibatasi secara spasial dalam arti longgar wilayah Indonesia dan temporal/periode tdk secara ketat dalam proses transformasi masyarakat Tradisional, Kolonial, dan Nasional. Periode yang dipelajari mulai dari masa kerajaan Nusantara dan kedatangan bangsa Eropa/VOC, Kolonial (Hindia Belanda), hingga awal abad ke-20.

Kerangka Konsep

Sejarah dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab sajarotun yang berarti pohon. Prinsip ilmu sejarah sesuai dengan makna harfiahnya adalah melacak akar. Dalam hal ini, kejadian dianggap sebagai pohon yang memiliki akar di masa lalu yang harus dipelajari sehingga bisa menjadi pelajaran untuk menghadapi masa depan.

Konflik telah ada sejak munculnya manusia dan tidak akan hilang sepanjang masa. Dalam kitab suci Islam dan Kristen, sejarah konflik bisa dilacak hingga perseteruan antara Habil & Qabil yang berkonflik hingga harus menumpahkan darah. Konflik muncul karena adanya perbedaan kepentingan dan keyakinan. Salah satu bentuk konflik adalah kompetisi dengan tujuan berjuang untuk mendapatkan sumber daya yang terbatas. Pada umumnya kompetisi tidak menyakiti lawan.

Kekerasan dalam konflik muncul dengan tujuan untuk menetralisir,menyakiti maupun menghabisi lawan-lawannya. Konflik dalam bentuk tertingginya adalah perang. Unesco menyebutkan dalam konstitusinya bahwa, “wars begin in the minds of men.”

(2)

Masyarakat Tradisional

Indonesia pada dasarnya merupakan negara dengan keragaman etnis luar biasa. Diperkirakan terdapat kurang-lebih 450 etnis yang tersebar di seluruh kepulauan Nusantara. Secara geografis pun Indonesia memiliki sangat banyak pulau, sekitar 17.000 pulau baik yang bernama maupun yang belum memiliki nama.

Asal-usul masyarakat Indonesia pun belum terungkap secara jelas. Profesor Sangkot, seorang ahli DNA menyatakan bahwa terdapat 4 kelompok genetik manusia di Indonesia yang berbeda. Kelompok tersebut kemudian menyebar ke seluruh wilayah Nusantara untuk menjadi masyarakat kepulauan. Indonesia bisa dikatakan sebagai archipelagic state atau secara harfiah berarti negara kepulauan sehingga batas terluar dari Indonesia adalah pulau terluarnya.

Kelompok-kelompok manusia yang menyebar tersebut membentuk budayanya masing-masing dan berkembang menjadi kerajaan. Pada masa itu, kerajaan-kerajaan yang ada saling berperang untuk memenuhi kepentingannya masing-masing. Saat itu belum ada kesatuan di antara kerajaan wilayah Nusantara. Tercatat baru dua kali wilayah Nusantara disatukan oleh kerajaan besar, yaitu masa kerajaan Sriwijaya (abad IX) dan Majapahit (abad XIV).

Pengaruh Kebudayaan Lain (pra-Eropa)

Indonesia mendapat banyak pengaruh dari berbagai budaya besar yang berkembang di dunia. Pada awalnya Indonesia mendapat pengaruh besar dari India, yaitu masuknya ajaran Hindu-Buddha dan berkembang menjadi kerajaan-kerajaan. Pada saat itu, Cina juga telah masuk dan mempengaruhi Indonesia melalui jalur perdagangan. Kebudayaan Islam juga mempengaruhi Indonesia dengan berbagai cara. Awalnya melalui jalur perdagangan hingga mulai abad XV kerajaan Islam menggantikan kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia. Pengaruh kebudayaan yang masuk terakhir adalah kebudayaan Kristen yang dibawa bangsa Eropa.

(3)

Kebudayaan luar pun membawa pengaruh dalam faktor politik dan ekonomi. Kerajaan di Indonesia berkembang setelah datangnya kebudayaan dari luar hingga bisa membangun monumen sebesar Candi Borobudur (Mataram Kuno) bahkan menyatukan Nusantara termasuk sebagian negara Asia Tenggara saat ini di bawah satu kerajaan (Majapahit). Secara ekonomi pun pengaruh dari luar membawa perkembangan besar. Sistem barter berubah menjadi sistem mata uang, kemudian berkembang pajak dan sistem keuangan feodal, hingga muncul kapitalisme dan masyarakat industrial.

Perubahan Corak Masyarakat

Corak masyarakat juga banyak berubah setelah mendapat pengaruh dari luar. Kerajaan di Nusantara pada mulanya bercorak maritim karena menyadari bahwa Indonesia merupakan gugusan pulau. Setelah datang kebudayaan bercocok tanam dan budi daya tanaman, kerajaan pun berubah corak menjadi agraris. Setelah Eropa masuk pun Indonesia dijadikan kawasan industri tanaman yang merupakan corak agraris.

Kerajaan-kerajaan di Indonesia pada mulanya berkembang di sekitar pesisir. Bangsa yang datang waktu itu hanya bisa melalui jalur laut dan membawa perubahan pada masyarakat pesisir. Mulai muncul pelabuhan-pelabuhan besar dan kota-kota Bandar yang menjadi pusat perdagangan. Bukan hanya antar daerah atau pulau di Nusantara tetapi kerajaan seperti Sriwijaya bahkan berdagang hingga antar benua. Kerajaan dengan corak maritim seperti ini umumnya memiliki orientasi keluar. Masyarakat bisa bebas bermigrasi dan menyebar ke berbagai daerah lain serta bisa dengan mudah masuk menjadi bagian dari kerajaan tersebut. Karena kemudahan tersebut maka masyarakat bisa mudah membaur dan bersifat pluralistik.

(4)

Masuknya Bangsa Eropa

Vasco da Gama menandai masuknya Eropa ke dalam Zaman Penjelajahan. Bangsa Eropa pertama yang datang ke Nusantara adalah Portugis yang pada tahun 1509 mendaratkan kapalnya di Malaka. Pada awalnya kepentingan Portugis ke Nusantara untuk memenuhi kebutuhan dagang, terutama rempah-rempah yang saat itu menjadi komoditas unggulan bernilai mahal. Dalam perkembangannya, untuk memudahkan bisnisnya Portugis menyerang dan menduduki kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara.

Belanda saat itu juga memiliki keinginan kuat untuk menguasai pasar rempah-rempah internasional. Cornelis de Houtman yang memimpin ekspedisi dengan empat kapal berhasil mendarat di Banten pada tahun 1596. Tetapi saat itu mereka berseteru dengan Portugis serta penduduk lokal. Baru pada tahun 1602 Belanda membuat perusahaan dagang bernama VOC, menyusul perusahaan dagang Inggris EIC yang telah didirikan dua tahun sebelumnya di India, untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Hindia Timur, terutama di Nusantara. Pasar kala itu telah berkembang sedemikian rupa dan perdagangan terjadi hingga lintas benua. Perusahaan-perusahaan dagang dunia pun berkembang dan bersaing. Kerajaan-kerajaan Nusantara mengembangkan kota-kota pelabuhan untuk memasok bahan baku untuk perusahaan multinasional tersebut.

Antara Interaksi & Konfrontasi

Abad XVI menjadi era persaingan dagang dan politik antara Portugis (diwakili Estado da India), Belanda (VOC), dan Inggris (EIC). Untuk menjadi yang terkuat, negara-negara tersebut memiliki kebijakan masing-masing, dan umumnya perusahaan dagang memiliki angkatan bersenjata. Dalam perkembangannya sering terjadi pertempuran bersenjata antar perusahaan dagang tersebut. Kadang untuk meredam pertikaian mereka saling bertukar kekuasaan. Akhirnya VOC yang menjadi perwakilan Belanda menjadi perusahaan dagang yang menguasai Nusantara hingga bangkrut pada 1798 setelah Belanda diinvasi oleh Napoleon Bonaparte dari Inggris dan hak penguasaan diserahkan pada pemerintah Belanda.

(5)

Bahkan dengan politik “devide et impera,” Belanda mampu memecah-belah kerajaan kuat menjadi kerajaan-kerajaan kecil yang saling berseteru, misalnya Mataram Islam menjadi 4 kerajaan kecil yang tidak mempunyai kekuatan politik. Kemampuan strategi dan politik bangsa Eropa memang lebih maju sehingga bisa dikatakan politik nusantara dikuasai Belanda dan akhirnya dijajah. Salah satu hal yang menjadi perhatian Belanda saat itu adalah adanya konflik internal antarmasyarakat Nusantara saat itu yang bisa dimanfaatkan untuk memecah belah kerajaan dan menguasainya.

Jatuhnya Malaka (1511) & Tumbuhkembangnya

Kota-Kota Pelabuhan Nusantara

Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511. Sejak saat itu, Portugis menjadikan Malaka sebagai pangkalan untuk armada laut serta pusat perdagangan untuk daerah Hindia Timur. Kejadian tersebut menjadi simbol masuknya bangsa Eropa dalam kehidupan masyarakat dan mengubah muka kerajaan-kerajaan Nusantara. Bangsa Eropa yang pada awalnya hanya berdagang dan memonopoli pasar rempah di Nusantara mengundang banyak kerajaan membuka pelabuhan-pelabuhan baru untuk menyuplai kebutuhan Eropa tersebut. Aktivitas di pelabuhan meningkat dan menjadi kota-kota pelabuhan baru di Sumatera, Jawa, maupun Sulawesi.

Pelabuhan Makassar yang saat itu merupakan daerah kekuasaan Kesultanan Gowa merupakan pelabuhan yang paling berkembang di Hindia Timur karena menjadi pusat perdagangan rempah. Belanda (VOC) yang bernafsu untuk memonopoli perdagangan Hindia Timur menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil Nusantara tetapi belum mampu menaklukkan Gowa. Sultan Hasanuddin yang merasa terancam dengan keberadaan VOC menyatukan kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya. VOC pun menyerang Kesultanan Gowa dan mengalami kesulitan hingga harus terus meminta tambahan pasukan. Hingga pada tahun 1667, VOC dan Gowa mengadakan perjanjian Perdamaian Bungaya. Meskipun dikatakan perjanjian perdamaian, sebenarnya isi dari perjanjian tersebut merupakan deklarasi kekalahan Gowa dari VOC. Gowa merasa dirugikan sehingga mengadakan perlawanan lagi hingga setelah pasukan Belanda mendapat bantuan dari Batavia, Gowa takluk tahun 1669.

(6)

di bawah Ompu Daeng Parani, Cellak, Cempaka, dan Menumbon memimipin pengikutnya ke Melayu-Riau. Kemudian orang Makassar di bawah pimpinan Karaeng Bontomarannu menyeberang ke Bima, dan Karaeng Galesong ke Jawa Timur. Orang Bugis-Makassar masih menyimpan dendam terhadap Belanda sehingga setelah berpindah tempat, mereka terus berupaya membantu kerajaan setempat melawan Belanda. Misalnya di Jawa Timur, Karaeng Galesong bersekutu dengan Trunojoyo menyerang Mataram yang disokong Belanda.

Perang-Perang Voc & Aneksasi Wilayah dalam Abad

Ke-18

Selain pendudukan Makassar, Belanda juga memperluas hegemoni ke Jawa. Menggunakan pengaruhnya yang besar, Belanda mendekati Jawa melalui kerajaan Mataram dan menerapkan politik “devide et impera” dengan memecah belah Mataram menjadi kerajaan kecil yang tidak memiliki kekuatan politik. Melalui Perjanjian Giyanti pada tahun 1755, Belanda memecah kerajaan Mataram menjadi dua, yaitu Kesultanan Yogyakarta dan Kesunanan Surakarta. Berlanjut pada tahun 1757 dengan Perjanjian Salatiga yang dituntut oleh Pangeran Sambernyawa untuk membentuk Praja Mangkunegaran. Kekuasaan politik pun dibatasi dengan ketat, aturan-aturan kerajaan harus disetujui oleh kumpeni (VOC).

Abad XVIII merupakan abad perubahan era perdagangan-monopoli menjadi era kolonialisme Belanda. Ditandai dengan bangkrutnya VOC dan Belanda yang dikuasai Perancis, VOC menyerahkan daerah monopolinya di Hindia Belanda kepada kerajaan Belanda. Daendels dikirim oleh pemerintah Belanda di bawah kekuasaan Perancis untuk menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Pemerintah Hindia Belanda memperluas daerah kekuasaannya dengan menaklukkan daerah lain dan menjadikannya wilayah Hindia Belanda (Gouvernement). Daendels juga menjalin hubungan diplomatik dengan kerajaan dan membedakan daerah kekuasaannya dengan daerah kekuasaan kerajaan Nusantara sebagai

Vorstenlanden. Selain itu ada juga daerah yang diurus sendiri oleh kerajaan yang disebut

Zelfbesturende Landschappen.

(7)

Perang Diponegoro yang berlangsung selama 5 tahun (1825-1830) membawa perubahan dalam pembentukan pasukan Belanda. Pertempuran yang bisa dikatakan terbesar di Jawa ini menimbulkan banyak korban dari pihak Belanda. Untuk memenuhi kebutuhan tentara setelah perang tersebut, Belanda membentuk organisasi ketentaraan baru untuk Hindia Belanda yang disebut KNIL pada tahun 1830. Sebenarnya benih KNIL telah ada sejak 1819 dan telah berperang melawan Diponegoro di Perang Jawa, tetapi nama KNIL baru digunakan setelah 1830. Anggota KNIL mencakup tentara dari Belanda, orang Indo-Belanda, dan pribumi Nusantara (Bugis, Manado, Madura, Jawa, dll). Belanda pun mendapat tambahan pasukan dalam jumlah besar dan bisa melawan perjuangan pribumi dalam perang Padri di Sumatera Barat, perang Aceh dan peperangan berikutnya.

Eksploitasi Kapitalis

Kebangkrutan VOC dan invasi Perancis menyebabkan kerugian luar biasa pada kas negara Belanda. Untuk menutupi utang serta mengisi kembali kas negara, Belanda mengeksploitasi daerah koloninya. Salah satu yang diterapkan di Jawa adalah Cultuurstelsel

atau tanam paksa pada tahun 1830. Sistem ini selain karena faktor kebutuhan Belanda, juga untuk menutup kerugian akibat perang Jawa melawan Pangeran Diponegoro. Gubernur Jenderal van den Bosch mulai menerapkan sistem ini dengan memberikan kewajiban kepada petani menyisihkan 20% tanahnya untuk ditanami komoditas ekspor, khususnya kopi, tebu, dan tarum (nila).

Sistem ini rupanya menimbulkan berbagai polemik dalam kehidupan masyarakat pribumi. Pada praktiknya justru pemerintah Hindia Belanda memaksa petani untuk menanam tanaman komoditas ekspor dan hasilnya diserahkan pada Hindia Belanda serta tetap memungut pajak pada petani. Cultuurprocenten atau bonus dari kelebihan kuota hasil tanaman untuk tanaman wajib diselewengkan oleh pegawai pemerintah Belanda serta penguasa tradisional (demang dan bupati) untuk memaksa masyarakat menanam dan menyetor lebih banyak. Bahkan karena sawah banyak diganti dengan tanaman wajib, beras semakin berkurang dan harganya melambung sehingga kelaparan melanda banyak tempat di Jawa. Serta timbulnya kerja rodi yang memaksa masyarakat untuk bekerja membangun infrastruktur tanpa upah yang layak makin menambah kesengsaraan masyarakat.

(8)

Belanda. Saat itu pemikiran telah berkembang sehingga bentuk penindasan serta penguasaan yang semena-mena tidak bisa lagi diterima. Multatuli, nama pena Douwes Dekker ketika menulis buku Max Havelaar, menjadi simbol keburukan Cultuurstelsel sehingga pada 1870 dengan berlakunya UU Agraria, sistem tersebut dihapus.

Meskipun tanam paksa telah dihapus, praktis aturan tersebut awalnya hanya berlaku di Jawa. Tanah Sumatera yang lebih dimanfaatkan sebagai perkebunan besar dan pertambangan membutuhkan banyak buruh untuk pengelolaannya. Masyarakat Jawa yang sudah terlanjur jatuh miskin karena tanam paksa tidak lantas mendapatkan tanah kembali. Masyarakat miskin ini, juga ditambah dengan program hukuman kerja untuk terpidana, kemudian dikirim ke Sumatera untuk menjadi buruh di kebun dan tambang. Secara berangsur-angsur UU Agraria diterapkan di Sumatera sehingga program tanam paksa ditinggalkan. Namun, masyarakat yang dikirim tersebut telah mendapatkan penghidupan di Sumatera sehingga memilih (atau dengan terpaksa harus) tinggal di Sumatera hingga berketurunan di sana.

Etnik Cina/Tionghowa

Etnik Cina mendapatkan perhatian khusus dalam pandangan Belanda. Pemerintah Belanda membagi struktur masyarakat kolonial menjadi tiga, yaitu Eropeanen (bangsa Eropa) yang menduduki kelas tertinggi, Vreemde Oosterlingen (Timur Jauh/Tionghowa) menduduki kasta kedua, dan Inlander (pribumi) menjadi kasta terbawah. Umumnya Tionghowa menjadi pedagang perantara karena memiliki kemampuan berdagang dan berhitung yang bagus. Hindia Belanda pun menjalin kerja sama dengan Tiongkok yang meningkatkan perekonomian serta migrasi orang Tionghowa ke Batavia.

(9)

memiliki kekuasaan penuh mengambil kebijakan bahwa kerusuhan apapun dapat ditanggapi dengan kekerasan mematikan. Akibatnya terjadilah pembantaian etnis tersebut.

Untuk meredam konflik, pemerintah Hindia Belanda menerapkan aturan Wijkenstelsel

yang menetapkan bahwa etnis Tionghowa harus menempati pemukiman khusus agar lebih mudah dikontrol. Kawasan khusus ini dikenal sebagai pecinan dan menjadi pusat kegiatan ekonomi orang Tionghowa di perkotaan. Untuk memperkuat aturan tersebut dibuat juga aturan Passenstelsel, yaitu aturan yang mengharuskan orang Tionghowa membawa kartu jalan jika melakukan perjalanan keluar daerah. Kedua aturan tersebut diterapkan hingga dekade kedua abad XX.

Awal Abad Ke-20

Awal abad ke-19 hingga awal abad ke-20 merupakan era industrialisasi Nusantara. Didorong oleh peradaban yang berkembang di Barat saat itu dan dibawa ke Nusantara dalam bentuk efisiensi produksi menggunakan mesin-mesin. Pabrik gula saat itu menjadi industri terbesar Hindia Belanda. Berlanjut dengan pembangunan sistem transportasi termekanisasi menggunakan kereta api. Sistem pabrik tersebut membentuk kelas sosial baru, yaitu buruh, mandor dan majikan. Buruh ketika itu dibayar dengan upah yang sangat murah karena masih terkena pengaruh Cultursteelsel dan kerja rodi.

Tenaga kerja yang terampil menjadi sangat dibutuhkan untuk mengelola industri tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pemerintah Hindia Belanda mulai mendirikan sekolah-sekolah untuk mencetak tenaga profesional yang murah. Karena sekolah ini dibangun di Jawa, orang-orang dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan tempat-tempat lainnya pun berdatangan ke Jawa. Kebutuhan pun berkembang dengan dikirimnya pemuda-pemuda yang telah mengenyam bangku sekolah di Jawa ke Belanda untuk sekolah keteknikan atau tata niaga yang makin dibutuhkan pemerintah Hindia Belanda. Ketika di Belanda, pemuda-pemuda ini pun mulai mengenal ideologi Marxis yang menentang kolonialisme. Pengaruh ideologi ini sangat kuat ketika dibawa kembali ke Nusantara dan mulai membangun rasa kebangsaan dalam melawan kolonialisme, dalam hal ini pemerintahan Hindia Belanda. Politik pun mulai dikenal dan mulai muncul intelektual pribumi yang menginginkan perubahan tatanan kehidupan. Muncul kelas baru lagi, yaitu golongan elite.

(10)

Timur yang memeluk agama. Semangat kebangsaan yang pada akhir abad ke-19 saat itu didukung rasa persatuan masyarakat Islam melawan penjajah kafir pun mendapat tantangan baru. Komunisme yang digagas Lenin berkembang juga di Nusantara berupa gerakan-gerakan dan menjadi partai.

Seperempat abad pertama abad ke-20 menjadi tonggak munculnya gerakan politik di Nusantara. Bukan lagi melalui kerajaan atau feodalisme tetapi menjadi gerakan modern. Paling tidak mulai muncul nasionalisme, Islamisme dan komunisme yang masing-masing berkembang hingga ke akar rumput. Perbedaan kepentingan antar penganut paham tersebut menimbulkan konflik horizontal yang diwakili oleh partai-partai yang saling berseteru.

Selain konflik di kalangan elite, masyarakat pribumi di pedesaan pun mulai bergerak. Kapitalisme yang diterapkan oleh pemerintah Hindia Belanda menyengsarakan masyarakat pedesaan menimbulkan reaksi negatif berupa gerakan protes. Sartono Kartodirdjo dalam bukunya, Protest Movements in Rural Java A Study of Agrarian Unrest in the Nineteenth and early Twentieth Centuries, (Kualalumpur, 1972) mengklasifikasikan gerakan protes tersebut menjadi empat macam, yaitu pemerasan (gerakan anti-pajak), gerakan mekanis, gerakan sekte-sekte keagamaan, dan gerakan Sarekat Islam lokal. Dalam perkembangannya, gerakan protes yang dijelaskan dalam buku tersebut bukan hanya mengenai masyarakat melawan pemerintah kolonial, tetapi juga melawan Islam sebagai ideologi dan komuniti serta melawan masyarakat lain.

Referensi

Dokumen terkait

Demikianlah ayat-ayat al-Qur’an, Hadis-hadis yang mengambarkan perilaku Nabi Muhammad dalam kehidupan dan kehidupan para sahabat, telah memotivasi lahir dan

Uraian di atas menunjukkan bahwa masih banyak informasi yang belum diketahui, terutama pada anoa yang baru diambil dari hutan dan dipelihara masyarakat di permukiman,

Tujuan praktik pengalaman lapangan II digunakan sebagai jaringan latihan bagi mahasiswa agar memperoleh bekal dan pengalaman sejak dini untuk dapat menciptakan

Berdasarkan parameter kinerja yaitu efisiensi perbankan syariah tersebut, penulis tertarik mengambil judul “ Pengaruh Tingkat Inflasi Dan Produk Domestik Bruto (PDB)

dengan jumlah sampel adalah 58 orang responden yang memutuskan membeli Indomie. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Kesadaran Merek, Persepsi Kualitas, Asosiasi

(iv) Untuk mengimplementasikan hal tersebut, akan dibentuk kelompok kerja selambat-lambatnya dalam 2 bulan yang akan melakukan analiss data dan informasi

Sesuai dengan uraian di atas maka peneliti bermaksud mengadakan penelitian dengan judul Pengembangan Green Behaviour Siswa Melalui Model Pembelajaran Pelayanan (Service

Semakin tinggi kompetensi yang dimiliki oleh seorang auditor maka semakin tinggi pula kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.Seorang auditor yang memiliki