• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP BONSAI 2.1 Sejarah Awal dan Perkembangan Bonsai 2.1.1 Sejarah Awal Bonsai - Eksitensi dan Perkembangan Seni Bonsai di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP BONSAI 2.1 Sejarah Awal dan Perkembangan Bonsai 2.1.1 Sejarah Awal Bonsai - Eksitensi dan Perkembangan Seni Bonsai di Indonesia"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP BONSAI

2.1 Sejarah Awal dan Perkembangan Bonsai

2.1.1 Sejarah Awal Bonsai

Jepang merupakan bangsa yang memiliki beragam kebudayaan yang unik dan menarik, tetapi semua kebudayaan yang dimiliki bukanlah hasil ciptaan sendiri. Kebudayaan Jepang sejak dinasti Yamato telah mendapatkan pengaruh besar dari Buddhisme dan peradaban Cina (Ishida dalam Danandjaja 1997:11). Jadi dapat dikatakan bahwa Jepang menyerap budaya asiang dan kemudian dijadikan sebagai budaya lokal Jepang. Begitu juga dengan bonsai yang merupakan penyerapan budaya dari Cina. Bonsai merupakan suatu kebiasaan masyarakat Cina menanam tanaman yang dikerdilkan di dalam pot. Kebiasaan ini disebut punsai atau penzai.

Punsai ini pertama kali dibuat oleh Ton Guen Ming yang merupakan pegawai negeri kelas atas pada pemerintahan dinasti Ch’in (221-206 SM), pada awalnya kegemaran punsai ini hanya dilakukan oleh para bangsawan namun lama kelamaan hobi punsai pun menjadi kegemaran yang tidak hanya terbatas pada bangsawan saja. Pada awalnya punsai yang dibuat sebagai pelipur lara terhadap perasaan jenuh kehidupan bernegara. Jenis tanaman yang pertama kali ditanamnya adalah bunga krisan (chrisantemun Sp).

(2)

Punching biasanya digambarkan dalam bentuk landscape kecil di daerah perdesaan, yang terdiri atas sungai, bukit, danau dan pepohonan.

Selain punsai semenjak ribuan tahun yang lalu masyarakat Cina juga mengenal penjing. Penjing adalah seni pertamanan, khususnya mini landscape.

Mini landscape yang paling tua dapat ditemukan di antara dinding tembok makam pangeran Zhang Huai di zaman dinasti Tang (618-907SM).

Dalam perkembangan selanjutnya punsai, punching dan penjing

mempengaruhi munculnya seni bonsai di Jepang dan negara lain.

2.1.2 Sejarah dan Perkembangan Bonsai di Jepang

Menurut ahli bonsai (Murata Kyuzo dalam Saleh 1995: 6) tidak ada data akurat yang menyebutkan kapan sesungguhnya bonsai dari Cina dan masuk ke Jepang. Namun ada beberapa sumber yang menjelaskan sejarah masuknya bonsai

ke Jepang.

Menurut salah satu sumber mengatakan bahwa seorang pegawai Cina bernama Chu shun-sui yang memperkenalkan seni bonsai ke Jepang. Chu Shun-sui melarikan diri dari Machuria ke Jepang karna telah melanggar undang-undang, sambil membawa seluruh koleksi tulisan mengenai bonsai miliknya.

(3)

Bukti tertulis menyatakan bahwa bonsai merupakan seni yang telah lama dikenal di Jepang dapat dibuktikan dari beberapa gulungan lukisan (emakimono) yang terdapat pada zaman Kamakura (1185-1333) salah satunya lukisan yang berjudul Kasuga gon reigenki karya Takashira Takakane yang dibuat pada tahun 1309. Dalam lukisan itu tergambar kehidupan zaman Heian (794-1185). Oleh karena itu dapat diperkirakan bahwa bonsai telah dikenal pada zaman Heian.

Bonsai juga tergambarkan pada gulungan hoonenshoonin e den dan ippenshoonin e den.

Selain pada lukisan, bonsai juaga muncul pada nyanyian rakyat (kayo).

Pada zaman Muromachi (1333-1573) dikenal kayo yang berjudul hachinoki karya Sanowarasaemon Tsuneyo. Kayo ini menggambarkan seorang samurai bernama Sano Genzaemon, ia memiliki pohon pinus yang ditanam dalam suatu pot dan rela membakar pohon tersebut untuk membuat api unggun bagi para tamunya pada suatu malam yang dingin. Kayo ini juga menggambarkan kegemaran orang dalam menanam pohon pinus, sakura, dan aprikot untuk ditanam di dalam pot.

Perkembangan bonsai pada zaman Muromachi, masih sebatas pada kalangan bangsawan. Jadi pada saat itu bonsai dianggap sebagai barang berharga dan dijadikan sebagai hiasan yang diletakkan pada altar Budha dan tokonoma.

Pada zaman Edo (sekitar 1867), banyak sekali lukisan ukiyou

menggambarkan bonsai yang tidak jauh berbeda dengan bonsai yang dikenal pada zaman sekarang. Namun, bonsai yang digambarkan dalam ukiyoe merupakan imajinasi pelukis. Imajinasi ini merupakan titik tolak untuk mengubah bentuk

(4)

Edo antara lain Utamaro, Hiroshige, Toyokuni, Harunobu, Kyoochoo, dan lain-lainnya. Lukisan-lukisan yang dibuat pada umumnya menggambarkan kehidupan masyarakat biasa (shomin).

Di zaman Edo bonsai semakin popular di kalangan pedagang (choonin). Karna mereka lebih mampu dalam hal ekonomi. Bagi kaum choonin memelihara tanaman unik dianggap sebagai suatu trend tersendiri (ryuukoo).

Memasuki zaman Meiji (1887) banyak tanaman-tanaman hias impor lebih popular dari pada bonsai masuk ke Jepang, hal ini disebabkan oleh pengaruh restorasi Meiji. Namun, setelah Jepang berhasil mengalahkan Cina dalam perang (1894-1895), kegemaran yang benar-benar mengarah kepada keJepang-an kembali diminati. Barulah pada zaman Meiji bonsai berkembang menjadi karya seni seperti yang dikenal sekarang ini.

Pada tahun 1914, adalah pertama kalinya Jepang mengadakan pameran

bonsai di negaranya sendiri, yang diselenggarakan di Tokyo. Pada tahun 1933 dan 1934, bonsai mencapai kejayaan di Jepang. Kota-kota besar seperti Tokyo, Osaka, dan Nagoya sering kali mengadakan pameran-pameran bonsai. Para kolektor dan pencinta bonsai mulai memamerkan koleksinya.

Namun pada perang dunia kedua berlangsung, perkembangan seni bonsai

di Jepang memasuki masa suramnya. Namun setelah kekuatan negara kembali pulih dan taraf kehidupan rakyat menjadi stabil, barulah seni bonsai kembali berkembang pesat hingga saat ini.

(5)

Bertujuan untuk memasyarakatkan, melestarikan dan meningkatkan seni bonsai, sekaligus mengembangkan kemampuan rakyat untuk memajukan kebudayaan bangsa Jepang. Kegiatan asosiasi ini antara lain: menyebarkan teknik pembuatan

bonsai di dalam maupun di luar Jepang, mendidik ahli bonsai, meneliti pembibitan bonsai, mengadakan pameran, dan penerbitan majalah atau buku-buku mengenai bonsai.

Namun jauh sebelumnya, Jepang sudah mulai memperkenalkan seni

bonsai ke mancanegara, baik ke Eropa, Amerika Utara, Austarlia, Asia dan kenegara-negara lainnya. Terbukti dengan ditampilkan koleksi-koleksi bonsai

untuk pertama kalinya dalam pameran World Fair di Prancis tahun 1878. Namun yang ditampilkan sebenarnya bukanlah bonsai, melainkan semacam group planting atau mini forest. Pada saat itu surat kabar setempat memberitakan pameran tersebut, namun tidak dianggap sebagai seni yang istimewa. Barulah pada tahun 1889 di Prancis, Jepang menempatkan bonsai secara fokus utama di pavilyunnya untuk pertama kali. Surat kabar setempat yang memberitakan sebelumnya pada tahun 1878, berubah penilaiannya. Mereka mengakui seni tersebut sangat menabjubkan, karna pohon yang umurnya lebih dari satu abad, namun tingginya tidak lebih dari tinggi anak kecil, dan bentuknya benar-benar alami serta berseni.

(6)

Pada tahap berikutnya sini bonsai juga berkembang di Amerika. Seni ini berkembang pesat melalui tentara Amerika yang kembali dari Jepang sesudah perang. Selain itu orang Jepang yang menetap di Amerika juga ikut dalam menyebarkan seni bonsai di Amerika. Salah satunya orang yang paling berjasa dalam menyebarkan seni bonsai ke Amerika adalah Jhon Naka, dalam salah satu acara yang berlangsung di California pada tahun 1970, Jhon Naka mengatahkan bahwa bonsai tidak lagi menjadi milik Jepang dan bukan tradisi budaya Jepang saja. Namun bonsai menjadi milik seluruh masyarakat dunia.

Dengan semakin sering diselenggarakan pameran, baik di Jepang, Eropa, maupun Amerika, maka penggemar bonsai pun akan semakin banyak. Penyebaran terus berlanjut ke Belanda, Jernam, Spanyol, Ausralia dan Asia Tenggara. Kemudia di masing-masing mulai mendirikan organisasi bonsai sebagai wadah bagi para penggemar seni bonsai. Di Belanda ada De Nederlandse Bonsai Vereniging, di Jerman ada Cetrum Heidelberg, di India ada The Indo-Japanese Asociation, di Eropa Barat dan Eropa Timur ada European Bonsai Acosiation, di Filipina ada Bonsai Growers Association, di Singapura ada Singapure Bonsai Society, di Malaysia ada Malaysia Bonsai Society, dan di Indonesia sendiri ada Perkumpulan Penggmar Bonsai Indonesia.

(7)

2.2 Pengertian dan Ciri – Ciri Bonsai

Secara harfiah bonsai berasal dari kata bon dan sai. Bon bermaknakan wadah yang dangkal berupa pot atau tatakan. Sedangkan sai berarti tanaman atau pohon. Jadi, bonsai adalah tanaman atau pohon yang terdapat dalam suatu wadah atau pot yang dangkal. Namun tidak setiap tanaman di pot dangkal bisa dikatakan

bonsai. Bonsai juga dapat digolongkan sebagai tanaman hias dalam pot, tetapi tidak setiap tanaman hias dalam pot bisa dikatakan bonsai. Tanaman hias dalam pot dipupuk dan disiram sehingga tumbuh menjadi besar. Bonsai juga dipupuk dan disiram tetapi kemudian dibentuk dan didesain sedemikian rupa sehingga menjadi barang seni yang berkesan alami dan antik.

Lebih dari itu sesungguhnya sebuah bonsai melambangkan keharmonisan dari alam semesta, yang unsur utamanya terdiri dari langit, bumi dan manusia. Hal ini tercermin dari bentuk bonsai yang selalu merupakan segitiga dan simetris. Titik tertinggi melambangkan langit, titik terendah melambangkan bumi sedang yang tengah melambangkan manusia (Budi sulistyo & Limanto Subijanto, 1991:32).

(8)

dalam pot kecil/dangkal” lebih tepat untuk digunakan dalam mendeskripsikan seni

bonsai.

Berdasarkan pengertian mengenai seni bonsai di atas, maka dalam seni

bonsai terdapat cirri-ciri bonsai yang baik yaitu : ukuran bonsai, bentuk bonsai, dan harus memiliki kesan tua.

2.2.1 Ukuran

Salah satu syarat utama dari bonsai adalah ukuranya. Tanaman bonsai

terdiri dari berbagai macam ukuran, dari beberapa sentimeter sampai satu meter lebih. Ukuran dari bonsai juga menjadi patokan dalam menentukan kelas/tingkatan dalam pameran bonsai. Untuk membedakan berbagai jenis bonsai

berdasarkan ukuranya, maka ukuran bonsai dibagi menjadi empat kelompok ukuran sebagi berikut :

1. Sangat kecil (mamebonsai)

Berukuran sangat kecil yaitu 5-15 cm. pembentukan maupun perawatannya cukup rumit mengingat ukuranya yang sangat kecil sehingga diperlukan ketekunan yang sangat khusus. Ketekunan ini disebut orang Jepang dengan istilah majime yang disingkat menjadi mame, sehingga disebut dengan mamebonsai

2. Kecil (kobonsai)

Berukuran 15-30 cm. jenis bonsai ini banyak digemari oleh pencinta

(9)

terlalu kecil, sehingga memudahkan dalam proses pembentukan dan perawatan bonsai.

3. Sedang (chiubonsai)

Berukuran 30-60 cm. Ukuran bonsai ini juga relatif mudah ditangani. Perbandingan tinggi tanaman dengan pot adalah 3:1. Biasanya bonsai ini diletakkan di sudut ruangan yang cukup mendapatkan sinar matahari.

4. Besar (daibonsai)

Berukuran 60-90 cm lebih. bonsai ini tidak mudah untuk dipindah-pindahkan karna ukuran potnya cukup besar dan berat. Biasanya bonsai ini ditempatkan di teras atau taman.

2.2.2 Bentuk

Bentuk adalah sesuatau hal yang mutlak dalam menentukan gaya bonsai, adapun hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan gaya bonsai antara lain : tinggi pohon, bentuk pohon, bentuk batang, bentuk cabang, bentuk akar, dan metode yang dipergunakan. Jepang lah yang pertama kali memperkenalkan seni

bonsai ke seluruh dunia, sehingga dalam menentukan bentuk bonsai pun masih berpijak pada seni bonsai di Jepang hingga saat ini. Meskipun wujut bonsai harus berkesan alamiah namun harus tetap memenuhi kriteria yang telah dijadikan dasar dalam pembentukan bonsai. Untuk itu secara umum terdapat 5 gaya dasar dalam

(10)

1. Gaya tegak lurus (chokan)

Gaya tegak lurus merupan gaya yang paling mendasar dalam seni bonsai. Gaya chokkan batang utamnya harus berdiri tegak lurus dengan permukaan tanah. Dari bagian bawah keaatas harus semakin mengecil. Dahan pertama yang muncul harus pada ketinggian kurang lebih 1/3 dari tinggi pohon, boleh kesebelah kiri atau kanan. Dahan kedua muncul dibagian lawan arah dari dahan pertama agar dapat terlihat seimbang. Pembentukan kerangka dahan bukan dimaksutkan membentuk gambaran yang menyerupai tulang ikan, akan tetapi, dahan harus tersebar kearah-arah yang terlihat seimbang dan proporsional.

2. Gaya tegak tidak lurus/gaya berliku (tachiki)

Bonsai ini memiliki batang yang tegak dan berlekuk-lekuk. Lekukan pada batang inilah yang membedakan bonsai ini dengan gaya tegak lurus. Batang berdiri kokoh, tetapi dibagian tertentu terdapat belukan (kyoku). Dibagian tengah-tengah batang diberi belokan kearah belakan. Selanjutnya belokan tersebut dikembalikan lagi kearah depan. Karna itu tidak boleh sembarangan memberikan belokan pada batang bonsai. Sesungguhnya keindahan gaya tachiki terdapat pada lekukan pohon bonsai tersebut. Meskipun demikian tetap saja keseimbangan dahan-dahan menjadi penentu kesempurnaan keindahannya. Bonsai tachiki terbagi dua macam, yaitu bonsai dengan batang lentur dan batang kokoh.

3. Gaya miring (shakan)

(11)

mencengkram kuat pada tanah kesegala arah. Seolah-olah meskipun pohon menjadi miring tetapi akarnya tetap berjuang untuk kehidupannya secara mati-matian sehingga berkesan stabil.

Gaya shakan yang baik adalah batang yang diberi belokan sedikit pada pangkal batang kemudian akan menjadi miring secara berangsur. Jadi, tidak seperti batang yang tumbang dan tiba-tiba menjadi minring. Dahan bagian atas akan menjadi puncak sebagai penyeimbangi kesetabilan bonsai

secara utuh.

4. Gaya menggantung/gaya air terjun (kengai)

Bonsai gaya menggantung sebenarnya meniru gaya pohon yang ada di lereng jurang yang terjal, di dekat air terjun, atau pohon yang terdapat di lembah-lembah maupun di tebing yang curam. Gaya keigai dapat dibedakan menjadi dua jenis. Petama keigai yang posisi batangnya yang lebih rendah dari dasar pot. Kedua keigai yang posisi batangnya tidak melampaui dasar pot. Untuk mengekspresikan kehidupan pohon diatas tebing yang curam, namun meskipun batang bonsai menjulang kebawah namun dahannya harus tetap menghadap ke atas. Seolah-olah tanaman yang mencari sinar matahari guna kelangsungan kehidupannya.

5. Gaya setengah menggantung (han keigai)

(12)
(13)

juga dari jenis tanaman yang dimiliki mempengaruhi terhadap terciptanya bentuk

bonsai yang diinginkan. Secara umum lima gaya di atas menjadi dasar dalam pembentukan bonsai. Sehingga kemudian dari gaya dasar tersebut berkembang menjadi bentuk kombinasi yang disebut bonsai no hyoogenkikei. Namun meski pun begitu, hasil selanjutnya tentu tidak akan sama satu dengan lainnya. Sebab dari setiap bakalan bonsai membawa satu kreasi yang berbeda. Gaya-gaya kombinasi tersebut dibagi lagi atas 3 katagori berdasarkan jumlah batang/pohonnya.

2.2.3 Umur

Kesan tua pada bonsai merupakan faktor yang tidak dapat dipisahkan oleh umur bonsai itu sendiri. Kesan tua yang ideal adalah dari kulit batang yang kelihatan tua (keropos). Tua pada pohon tidak dapat tercipta begitu saja, melainkan melalui perjalanan waktu yang cukup lama.

Di Jepang terdapat banyak bonsai yang berusia lebih dari puluhan bahkan ratusan tahun, sesungguhnya bonsai seperti itulah yang memiliki nilai tinggi yang murni. Dikarnakan kesan tua yang dimiliki bonsai tersebut memang diperoleh dari keberadaan yang telah sekian lamanya di dunia. Dari hal tersebut saja dapat diketahui bahwa dalam pembuatan bonsai diperlukan ketekunan serta kesabaran agar dapat bertahan sampai berpuluh-puluh tahun bahkan ratusan tahun.

(14)

ini berkembang pesat sejak diperkenalkan oleh Kimura. Hasil pahatan tunnggul batang ini sering dinamakan bonsai kontenporer.

Berikut ini bentuk-bentuk dalam pemahatan bonsai berguna untuk mendapatkan kesan tua, yaitu :

a. jin

Jin berarti ujung batang atau cabang yang telah mati. Membuat jin berarti memnjadikan ujung batang atau cabang tidak memiliki kemampuan tumbuh lagi, hinngga tampak seperti batang atau cabang yang rusak karna bencana alam. Pembuatan jin dimanfaatkan untuk membuat bonsai yang tinggi menjadi pendek, tampak tua, menghindari pemotongan hingga habis dan mengurangi berbagai kelemahan pada bonsai.

b. Shari miki

Berasal dari dua suku kata yaitu shari (artinya bagian tanaman yang mati sebagian dan terkupas kulitnya) dan miki (artinya batang atau pohon). Secara harfiah shari miki berarti batang atau cabang atau akar yang berada di atas tanah yang dimatikan sebagian dengan cara dikupas kulitnya. Pengupasan ini bertujuan menampilkan sosok tanaman yang tampak tua dan alami. Shari miki dapat dikombinasikan dengan jin. Dalam pembuatan

shari miki ini pengupasan kulit dilakukan hingga bagian bawah, jika terdapat bagian akar yang menonjol diatas tanah pun ikut dikupas, namun bagian sisi depannya saja.

c. Uro

(15)

saja, tetapi bonsai masih tetap hidup. Cara pembuatan lubang ini dimulai dengan pengupasan kulit kayu seperti pada shari miki. Setelah itu dilakukan pemahatan membentuk lubang.

d. Shaba miki

Shaba miki artinya celah atau lubang memanjang yang terdapat pada

bonsai. Kesan yang di peroleh seolah-olah pohon terkena petir atau pohon tua yang batangnya rusak dan berlubang karna termakan usia. Sepintas

shaba miki hampir sama dengan uro. Namun yang membedankan adalah kulit batang tidak dikupas namun hanya dibuat lubang saja.

Melalui bentuk-bentuk pemahatan bonsai diatas, maka dapat membantu untuk menunjang penampilan bonsai berkesan tua dan indah secara alami. Sehingga tidak perlu menunggu puluhan hingga ratusam tahun lamanya.

2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Eksistensi dan Perkembangan Seni Bonsai di Indonesia

2.3.1 Peluang Bisnis

Bonsai di Indonesia semula hanya sebagai hobi dari beberapa penggemar

bonsai, tetapi dengan adanya pemberitaan dari beberapa media cetak yang memberikan informasi selengkap-lengkapnya mengenai bonsai, maka bonsai

(16)

Bila semula dunia bonsai hanya dikuasai oleh Jepang dan Cina, namun kini bonsai Indonesia juga telah merambah ke pasar luar negeri. Bahkan, Indonesia dapat dikatakan sebagai salah satu negara penghasil bonsai tropis kelas dunia. Terbukti dari berbagai pameran bonsai internasional, jenis bonsai tropis Indonesia memukau pengunjung dan sering kali meraih juara dalam kelas-kelas bergengsi. Pengakuan bonsai tropis Indonesia sebagai bonsai kelas dunia berdampak positif terhadap prospek bisnis bonsai di Indonesia.

Ekspor bonsai sudah dilakukan sejak tahun 1988 oleh PT. Harmoni Jaya Sentosa. Pada tahun 1989 hasil ekspor sudah dapat meraup devisa sebesar US$ 30 ribu dan tahun 1990 sebesar US$ 60 ribu. Negara-negara mengimpor bonsai

tropis Indonesia antara lain Perancis, Belanda, Amerika Serikat, Singapura, Belgia. Sehingga bonsai dapat dijadikan komoditi ekspor nonmigas penghasil devisa negara.

Ekspor bonsai Indonesia 90% dari jumlah yang diekspor masih dalam bentuk bakalan, dan 10%-nya lagi dalam bentuk jadi. Hal tersebut disebabkan oleh biaya pengiriman bakalan yang lebih murah dan permintaan dari negara-negara importir itu sendiri. Setiap tahunnya permintaan dari negara-negara importir

bonsai terus meningkat sebanding dengan bertambahnya penggemar bonsai di negara tersebut.

(17)

bakalan bonsai dalam negeri untuk saat ini berkisar antara Rp 50.000 – Rp 1.000.000, harga disesuaikan dengan kualitas, jenis dan kondisi bakalan bonsai

itu sendiri. Namun apabila bonsai yang sudah jadi dan memiliki kualitas baik harganya biasa mencapai ratusan juta bahkan miliaran rupiah. Terbukti dibeberapa pameran bonsai seringkali bonsai dibeli dengan harga yang fantastis oleh para kolektor. Seperti pada pameran Pekan Flori dan Flora Nasional (PF2N) yang diadakan di Medan, sebuah bonsai laku terjual dengan harga 1 miliar lebih kepada kolektor asing. Hal tersebut karena bonsai merupakan tanaman legendaris yang memiliki karya seni tinggi yang menampilkan keindahan dan kesempurnaan alam.

Bonsai sudah sangat familiar dikalangan masyarakat Indonesia. Oleh sebab itu tidak heran mengapa di setiap penjual tanaman hias juga menjual bonsai. Sehingga dapat disimpukan bahwa bonsai dapat menjadi salah satu peluang bisnis sampingan atau pun bisnis penghasilan utama.

2.3.2 Pameran

Pameran merupakan salah satu cara untuk mengenalkan atau mempromosikan dan mensosialisasikan bonsai kepada masyarkat. Pameran

bonsai di Indonesia pertama kali diadakan di ancol pada tahun 1979 dalam rangka pameran dan lomba tanaman. Kemudian pada tahun 1981 PPBI bekerja sama dengan pusat kebudayaan Jepang di Jakarta dalam rangka mengadakan pameran

(18)

Setiap pameran bonsai baik yang diselenggarakan oleh PPBI atau perkumpulan lainnya selalu menggunakan tema tertentu, berikut ini beberapa pameran bonsai nasional dan lokal yang pernah diselenggarakan di Indonesia beserta tema acaranya :

1. Pameran bonsai “Exclusive” gaya driftwood, 26-28 September 1986 di Bandung.

2. “Gelar Bonsai 88”, 5-7 Juni 1988 di Semarang. 3. “Dinamika Bonsai 1988”, 25-27 Juni 1988 di Jakarta. 4. “Ragam Bonsai 88”, 25-27 Nopember 1988 di Bandung. 5. “Ceria bonsai Indonesia 88” 16-19 Desember 1988 di Malang. 6. “Cerah-ceria bonsai 89” 19-24 September 1989 di Semarang. 7. “Pesona Alam”, 26-30 Nopember 1989 di Jakarta.

8. “Citra Bonsai 90”, 28-29 Januari 1990 di Kabupaten Kuningan Jawa Barat. 9. “Riung Bonsai”, 23-25 Februari 1990 di Bandung.

10. “Gebyar Bonsai 90” Mei 1990 di Kudus.

11. “Bonsai Expo 90”, 7-10 Juni 1990 di Jakarta, dengan subtema “Beauty and Technology”.

12. “Pesona Alam Nusantara”, 19-22 Nopember 1990 di Semarang.

13. “Bonsai Berseri 91”, 8-11 Maret 1991 di Istana Mangkunegara Surakarta.

14. “Pesona Beringin 92”, 14-16 Februari 1992 di Jakarta. 15. “Repeh-Rapih Bonsai”, 25-27 September 1992 di Bandung. 16. “Back to Nature” 4-6 September 1993 di Jakarta.

(19)

18. “Gebiar Bonsai Parahyangan” 2002 di Bandung. 19. “Simponi Alam Bonsai Indonesia”, 2002 di Jakarta. 20. “Pesona Bonsai Mataram”, 2003 di Yogyakarta. 21. “Spirit” 2005 di Sidoarjo.

22. “Ba’bonsai Serayu”, 2005 di Bayumas.

23. “Kita ada karna saling percaya”, 2007 di Surakarta.

24. “Desir-Desir Dedaunan Mungil” 6-13 Oktober 2013 di Bangkalan. 25. “Bonsai Cultivation Contest” 23 juni 2013 di Jakarta.

Sesungguhnya sangat banyak pameran bonsai lokal maupun nasional yang pernah diadakan di Indonesia. Dalam satu tahun hampir setiap daerah di Indonesia dapat mangadakan pameran bonsai sebanyak 1-2 kali secara bergantian. Sehingga dapat diperkirakan sejak pertama kali pameran bonsai diadakan di Indonesia pada tahun 1979, hingga kini maka telah ribuan kali pameran bonsai diadakan di Indonesia.

Seiring dengan eksistensi dan perkembangan seni bonsai di Indonesia yang terus meningkat, Indonesia pun memberanikan diri untuk menyelenggarakan pameran berskala internasional yang diprakarsai oleh PPBI. Berikut adalah beberapa pameran bonsai internasional yang diadakan di Indonesia:

- Asian Pacific Bonsai Convention and Exhibition (ASPAC) pertama pada bulan Juli 1991 berlangsung di Bali.

(20)

Dalam pameran ada kalanya menyertakan hadiah bagi pemenang dalam pameran tersebut, namun ada juga pameran yang semata hanya memanjang dan menampilkan koleksi-koleksi bonsai saja, dengan tujuan bonsai tersebut bukan untuk dilombakan.

Di Indonesia dalam pameran yang bertujuan untuk melombakan bonsai, pada umumnya dibagi beberapa katagori atau tingkat, yaitu :

• Regional : Merupakan tingkat paling dasar yang harus diikuti dalam lomba, untuk naik tingkat berikutnya harus mendapatkan dua bendera merah atau penilaian baik sebanyak dua kali. Kemudian dapat naik ke tingkat berikutnya yaitu tingkat madya.

• Tingkat Madya : Merupakan tingkat kedua, agar dapat naik tingkat berikutnya harus mendapatkan minimal dua bendera merah atau penilaian baik sebanyak dua kali.

• Tingkat utama : Merupakan tingkat yang diperoleh dengan susah payah. Untuk naik kelas berikutnya yaitu kelas bintang, maka harus mendapatkan tiga bendera merah atau mendapat penilaian baik sebanyak tiga kali. • Tingkat Bintang : Merupakan tingkat terbaik atau tertinggi dari semua

kelas yang ada karna harus melewati 3 kelas sebelumnya. Ada kalanya tingkat ini tidak selalu diadakan, karna mengingat sedikitnya bonsai yang dapat mencapai kelas ini, sehingga peserta yang ikut pun sangat sedikit. Dalam pameran Bonsai penilaian dilakukan oleh juri yang independen

(21)

1. Performa : meliputi penampilan bonsai secara seutuhnya.

2. Gerak Dasar : meliputi kombinasi antara akar batang cabang dan daun. 3. Keserasian : meliputi keserasian antara gaya bonsai, warna pot, bentuk

pot, ornamen, dan tata letaknya.

4. Kematangan : meliputi usia atau kesan tua dari bonsai yang menjadi dasar penilaian. Semakin tua atau semakin berkesan tua usia bonsai yang diperlombakan maka bonsai tersebut semakin berkualitas.

Referensi

Dokumen terkait

Konsekuensi belum diaturnya korporasi sebagai subjek hukum pidana dalam ketentuan hukum pidana (Buku I KUHP) ini adalah pertama, apabila korporasi melakukan tindak

(Azmiyawati dkk, 2010) menyatakan bahwasannya Matahari adalah sumber energi panas terbesar bagi kehidupan di bumi, matahari termasuk sumber energi panas dan cahaya dan termasuk

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat dan anugrahNya kepada penulis, sehingga tesis ini yang berjudul : “Pelatihan, Gaji Tetap,

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat diberikan penulis sebagai berikut. a) Dalam pembelajaran seni budaya di SMP N 1 Slawi perlu adanya

Memiliki kemampuan dalam menghitung dan mencatatkan piutang tak tertagih dengan metode cadangan serta perlakuan terhadap notes receivable9. Memiliki kemampuan utk

Keempat Laba dianggap sebagai suatu sarana prediktif yang membantu dalam meramalkan laba dan peristiwa-peristiwa ekonomi di masa depan. Bahkan pada

Sehubungan dengan Pelelangan Paket Pekerjaan Peningkatan D.I Lembah Alas (200 Ha) pada Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kabupaten Aceh Tenggara Sumber Dana

BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN KELUARGA BERENCANA TAHUN ANGGARAN 2012. No Kegiatan / Paket Peker jaan Lokasi Volume