• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEDOMAN PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPETENSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PEDOMAN PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPETENSI"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PEDOMAN

PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN

PEMBELAJARAN BERBASIS

KOMPETENSI

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

(3)

SAMBUTAN REKTOR

Kami mengucapkan puji dan syukur pada Tuhan YME, karena LP3 Undana telah berhasil merampungkan sebuah naskah akademik, yaitu Pedoman Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Berbasis Kompetensi di Lingkungan Universitas Nusa Cendana. Naskah ini merupakan standar prosedur operasional bagi semua fakultas/program studi di lingkungan Undana di dalam mengembangkan kurikulum dan pembelajarannya.

Pada berbagai kesempatan, kami selalu menyampaikan bahwa Undana telah menegaskan visinya, yaitu menjadi Universitas Berwawasan Global, yang dimaknai sebagai organisasi dengan pandangan, pengharapan dan sikap global sambil berdiri kokoh di atas tanah yang memiliki kekayaan alam di Nusa Tenggara Timur. Selanjutnya cita-cita Undana adalah: (a) menghasilkan lulusan yang lebih berkualitas, mampu bersaing dalam dunia kerja baik lokal, nasional dan global, terutama mampu menciptakan lapangan kerja bagi dirinya sendiri dan orang lain dengan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia secara lokal; (b) mampu menciptakan produk-produk intelektual yang bernilai ekonomi tinggi untuk meningkatkan dayasaing bangsa dengan optimalisasi sumberdaya alam dan aset sosial budaya yang tersedia di NTT dan sekitarnya; dan (c) mampu menjadi kekuatan moral bangsa dengan cara memelihara karakter kebangsaan Indonesia dalam diri sivitas akademika dan alumni Undana karena posisi yang sangat strategis secara geografis maupun geopolitik di Kawasan Timur Indonesia Bagian Selatan.

Kenyataan di masa lampau, kita telah berbuat “salah” dalam pembelajaran kepada mahasiswa, antara lain dengan memanfaatkan dan mendominasi kesempatan belajar mahasiswa melalui cara mendikte maupun berbicara untuk diri sendiri. Pembelajaran demikian menghasilkan jumlah lulusan besar, yang: (a) kurang percaya diri dalam pemecahan masalah, (b) kurang terampil dalam berkomunikasi, kurang mampu berinteraksi dalam situasi berkelompok, kurang proaktif, kekurangan orang-orang berjiwa pemimpin, hampir tidak ada ketrampilan berwiraswasta, dan umumnya tidak mampu memberi keputusan dalam situasi kritis.

(4)

prioritas kebutuhan, yang meliputi standar kualitas dan relevansi pendidikan, mendorong kontribusi aktif dan konstruktif staf akademik, serta promosi “partnership” dalam hal penjaminan mutu.

Penerbitan naskah Pedoman Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Berbasis Kompetensi di Lingkungan Universitas Nusa Cendana merupakan salah satu wujud komitmen Undana untuk meningkatkan standar kualitas dan relevansi pendidikan. Diharapkan pengelola fakultas/Program Studi akan memanfaatkan dokumen ini sebagai referensi baku dalam menyusun program pengembangan serta program perbaikan secara internal, baik dalam sistem perkuliahan dan pembelajaran dalam lingkupnya.

Kami menyambut baik diterbitkannya naskah pengembangan kurikulum dan pembelajaran berbasis KBK oleh LP3 Undana. Kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua Pihak, terutama Tim Pakar, Tim Penyusun dan staf administrasi LP3 Undana yang terlibat di dalamnya. Kiranya dokumen ini akan menjadi acuan untuk memperkaya proses pematangan dan juga sebagai penuntun bagi sivitas akademika Undana dalam pelaksanaan tugas masing-masing.

(5)

KATA PENGANTAR

Naskah akademik Pedoman Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Berbasis Kompetensi Universitas Nusa Cendana telah rampung disusun dan memperoleh pengesahan Senat Universitas Nusa Cendana pada Tanggal 29 Desember 2010 yang didanai oleh Nuffic Undana tahun anggaran 2010/2011. Setelah mendapatkan masukan dari anggota senat Undana dan para pakar, baik internal maupun eksternal, naskah ini direvisi dengan dana DIPA Undana tahun anggaran 2011/2012. Hal ini dilakukan bagi implementasi dokumen ini, dan ditetapkan dengan keputusan rektor.

Pedoman pengembangan kurikulum berbasis kompetensi ini mengacu kepada

Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 232/U/2000, 045/U/2002 dan

Standar Isi Pendidikan Tinggi yang dikeluarkan oleh BSNP tahun 2010 tentang kompetensi

utama, kompetensi khusus dan kompetensi umum. Hal ini dilakukan untuk memenuhi

kompetensi lulusan sesuai tuntutan pasar dan keinginan stakeholder.

Harapan kami, adanya Pedoman Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran

Berbasis Kompetensi ini dapat dimanfaatkan secara optimal, terutama oleh pengelola

fakultas/program studi dalam menyusun kurikulum serta program perbaikan secara internal,

baik dalam sistem perkuliahan dan pembelajaran dalam lingkupnya.

Kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada tim pakar, tim penyusun dan staf administrasi LP3 Undana yang terlibat di dalamnya atas kesempatan dan waktu yang tercurah.

(6)

DAFTAR ISI

1 Sambutan Rektor ……….. ii

2 Kata Pengantar ………... iii

3 Daftar isi ………...…………... iv

4 Daftar Gambar ……… vi

5 Daftar Tabel ……… vii

6 BAB I PENDAHULUAN .……… 1

A.Latar Belakang ……….……… 1

B. Dasar Hukum ………..………. 5

C. Tujuan ………..…. 5

D.Ruang Lingkup ………. 6

E. Penyusun ……….…. 8

7 BAB II . PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPETENSI ………. 10 A. Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi ………..… 10

B. Memahami Lebih Dalam Kepmendiknas No. 232/U/2000 dan No. 045/U/2002 ………... 12 C. Tahapan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi ………. 15

D. Integrasi Soft Skills dalam Pembelajaran ………. 26

(7)

7 BAB III PENUTUP ………..………. 67

8 DAFTAR PUSTAKA ……… 68

10 Lampiran1.Langkah-Langkah Penyusunan Kurikukum Berbasis Kompetensi .... 69

Lampiran 2. Sistimatika Dokumen Kurikulum Berbasis Kompetensi Lingkup UNDANA ………..

(8)

DAFTAR GAMBAR

1. Skema Proses Penyusunan Kurikulum ………..……… 11

2. Struktur Kurikulum ………... 24

3. Contoh Struktur Kurikulum Kombinasi Serial-Paralel ………. 25

4. HardSkill dan Soft Skill ……… 26

5. HardSkill vs Soft Skill ………...……… 28

6. Sumbu Kordinat 3 ranah Bloom .………... 30

7. Ilustrasi TCL versus SCL ……….……… 36

8. Skema student centered ………..………... 37

9. Skema Sistem Pemelajaran KBK ……….. 49

10. Sistem Pembelajaran 2 ….……… 50

11. Rancangan Pembelajaran SCL ……… 50

12. Unsur-unsur yang perlu Diperhatikan dalam Pembelajaran .………. 59

(9)

DAFTAR TABEL

1. Kepmendiknas 232/U/2000 dan Konsep UNESCO ……….. 13

2. Kelompok Kompetensi Tahun 2002 dan 2010 ……….. 14

3. Profil Lulusan Program Studi ……… 15

4. Profil & Rumusan Kompetensi Program Studi: Pendidikan Guru Sekolah Dasar 16 5. Kaitan Kompetensi dengan Elemen Kompetensinya Program Studi: Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Mata Kuliah : Pembelajaran Bahasa Indonesia Lintas Kurikulum.. 18 6. Kaitan Rumusan Kompetensi dengan Bahan Kajian Program Studi: Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Mata Kuliah : Pembelajaran Bahasa Indonesia Lintas Kurikulum .. 21 7. Matriks Penggambaran Matakuliah Dalam Hubungannya dengan Bahan Kajian dan Kompetensi ……….. 22 8. Atribut Soft Skills yangDominan ……….. 27

9. Dua Puluh Kualitas Penting dalam Dunia Kerja ………... 29

10. Kisi-kisi Pengembangan Instrumen Soft Skills Aspek: Kerjasama ………... 33

11. Rangkuman Perbedaan TCL dan SCL ... 36

12. Ringkasan model pembelajaran Small Group Discussion dan kompetensi yang diperoleh mahasiswa ……….

41

13. Ringkasan model pembelajaran Simulasi/Demonstrasi dan kompetensi yang diperoleh mahasiswa …….……….

42

14. Ringkasan model pembelajaran Diccovery Learning dan kompetensi yang diperoleh mahasiswa ……….

(10)

15. Ringkasan model pembelajaran Self-Directed Learning dan kompetensi yang diperoleh mahasiswa ………..

43

16. Ringkasan model pembelajaran Cooperative Learning dan kompetensi yang diperoleh mahasiswa ………..

44

17. Ringkasan model pembelajaran Collaborative Learning dan kompetensi yang diperoleh mahasiswa ………..

45

18. Ringkasan model pembelajaran Contextual Instruktion dan kompetensi yang diperoleh mahasiswa ………..

46

19. Ringkasan Model Pembelajaran Project-Based Learning dan kompetensi yang diperoleh mahasiswa ……….

47

20. Ringkasan Model Pembelajaran Project-Based Learning dan kompetensi yang diperoleh mahasiswa ……….

48

21. Format Rancangan Pembelajaran ……….. 51

22. Matriks Pembelajaran ... 54

23. Skema Jenjang Kompetensi ………... 57

24. Bentuk Umum Rubrik Deskriptif ... 63

25. Contoh Rubrik Deskriptif untuk menilai Presentasi Lisan ... 63

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam era globalisasi, dunia pendidikan dihadapkan pada tantangan untuk menghasilkan

sumberdaya manusia yang diharapkan mampu berperan secara global. Pengaruh globalisasi

dicirikan oleh adanya aliran manusia, informasi, teknologi baru, modal dan gagasan serta citra.

Keadaan ini mempengaruhi perubahan nilai kehidupan masyarakat, perubahan persyaratan

dunia kerja sehingga diperlukan lulusan pendidikan yang memiliki kompetensi sesuai dengan

perkembangan ilmu, teknologi dan seni, dunia kerja, profesi dan pengembangan kepribadian

dengan ciri khas kebudayaannya masing-masing. Perubahan-perubahan yang disebutkan di atas

membutuhkan penyesuaian penyelenggaraan pendidikan baik dasar, menengah maupun

perguruan tinggi secara terus menerus.

Perubahan-perubahan yang dikemukakan di atas juga bermakna adanya dinamika,

khususnya dinamika pendidikan. Oleh karena itu, Perguruan Tinggi di Indonesia dalam

mengemban tugasnya dituntut untuk mengantisipasi berbagai dinamika pembangunan

pendidikan dan juga dituntut menampilkan kemampuan untuk menyesuaikan berbagai

program dan aktivitas akademiknya sejalan dengan paradigma baru pendidikan. Universitas

Nusa Cendana sebagai salah satu penyelenggara Perguruan Tinggi di Indonesia, dituntut untuk

melaksanakan hal tersebut di atas. Hal ini dimaksudkan untuk menyambut pendidikan

berwawasan masa depan, dalam arti pendidikan yang dapat menjawab tantangan masa depan,

yaitu suatu proses guna melahirkan individu-individu yang berbekal pengetahuan,

keterampilan, dan nilai-nilai yang diperlukan untuk hidup dan berkiprah dalam era global.

Komisi Internasional bagi Pendidikan Abad ke 21 yang dibentuk oleh UNESCO

melaporkan bahwa di era global ini, pendidikan dilaksanakan dengan bersandar pada empat

(12)

mengembangkan keterampilan dengan memadukan pengetahuan yang dikuasai dengan latihan

(law of practice), sehingga terbentuk suatu keterampilan yang memungkinkan mahasiswa memecahkan masalah dan tantangan kehidupan. Dalam learning to be, mahasiswa belajar menjadi individu yang utuh, memahami arti hidup dan tahu apa yang terbaik dan sebaiknya

dilakukan, agar dapat hidup dengan baik. Dalam learning to live together, mahasiswa dapat memahami arti hidup dengan orang lain, dengan jalan saling menghormati, saling menghargai,

serta memahami tentang adanya saling ketergantungan (interdependency). Dengan demikian, melalui keempat pilar pendidikan ini mahasiswa diharapkan tumbuh menjadi individu yang

utuh, yang menyadari segala hak dan kewajiban, serta menguasai ilmu dan teknologi untuk

bekal hidupnya.

Dengan adanya keempat pilar ini, penyelenggaraan pendidikan tinggi sudah mengarah

untuk menciptakan prinsip pembelajaran yang mengutamakan link and match yang pada akhirnya memberi peluang besar kepada lulusan untuk mendapat lapangan kerja. Artinya

dengan adanya pilar learning to do dan learning to be yang juga tetap erat dengan kedua pilar yang lain, lulusan diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja yang setidak-tidaknya untuk

kepentingan diri sendiri dengan keterampilan yang dimiliki tanpa melupakan aspek kognisi.

Hal semacam ini sesungguhnya ikut serta mengurangi problema pemerintah, yakni ikut

mengurangi angka ketergantungan pada pemerintah. Berkurangnya angka ketergantungan pada

pemerintah sudah barang tentu meringankan pemerintah dalam hal penganggaran, dimana

alokasi anggaran untuk mengelola pengangguran bisa diarahkan pada masalah lain, misalnya

pendidikan, dan kesehatan.

Uraian di atas menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia dalam era reformasi dewasa

ini perlu dikembangkan. Pengembangan pendidikan di Indonesia di era reformasi, menurut

Fasli Jalal dan Supriadi (2001), dilandaskan pada tiga acuan yang pada prinsipnya bertujuan

untuk menjawab tantangan global. Ketiga acuan yang dimaksud adalah acuan filosofis, acuan

nilai kultural, dan acuan lingkungan strategis.

Acuan filosofis, didasarkan pada abstraksi acuan hukum dan kajian empiris tentang kondisi sekarang serta idealisasi masa depan. Secara filosofis pendidikan perlu memiliki

karakteristik seperti : (a) mampu mengembangkan kreativitas, kebudayaan, dan peradaban; (b)

(13)

kemanusiaan, keadilan dan keagamaan; dan (d) mengembangkan secara berkelanjutan kinerja

kreatif dan produktif yang koheren dengan nilai-nilai moral. Kesemuanya ini tidak terlepas dari

cita-cita pembentukan masyarakat Indonesia Baru, yakni masyarakat madani.

Acuan nilai kultural sebagai acuan yang harus dimiliki pendidikan di Indonesia tidak

terlepas dari penataan aspek legal. Tata nilai itu sendiri bersifat kompleks dan berjenjang mulai

dari jenjang nilai ideal, nilai instrumental, sampai pada nilai operasional. Pada tingkat ideal,

acuan pendidikan adalah pemberdayaan untuk kemandirian dan keunggulan, sedangkan pada

tingkat instrumental, acuan ini berkiprah pada pengembangan otonomi, kecakapan, kesadaran

berdemokrasi, kreativitas, daya saing, estetika, kearifan, moral, harkat, martabat dan

kebanggaan, yang kesemuanya merupakan nilai-nilai penting yang kesemuanya dikembangkan

melalui pendidikan. Pada tingkat operasional, pendidikan harus menanamkan pentingnya kerja

keras, sportivitas, kesiapan bersaing, dan sekaligus bekerjasama dan disiplin nilai-nilai yang

penting melalui pendidikan adalah diri.

Acuan lingkungan strategis mencakup lingkungan nasional dan lingkungan global. Lingkungan nasional ditandai oleh dua hal yang substansial yaitu: masih berlanjutnya krisis

dimensional yang menerpa bangsa ini, dan tuntutan reformasi secara total yang belum berjalan

secara baik dan optimal. Lingkungan nasional yang ditandai oleh dua hal substantial di atas

meliputi perubahan demografis dan pengaruh ekonomi yang tidak merata, sehingga penduduk

yang berada di bawah garis kemiskinan meningkat, pengaruh sumber kekayaan alam yang

pemanfaatannya membutuhkan pengelolaan yang baik, pengaruh nilai sosial budaya di era

global ini, dimana munculnya nilai-nilai baru di masyarakat seperti kerja keras, keunggulan,

dan ketepatan waktu, pengaruh politik yang sejak era reformasi terasa sangat labil, serta

pengaruh ideologi dimana pendidikan ideologi perlu terkait dengan yang universal.

Lingkungan nasional yang saat ini masih dalam situasi reformasi, bertujuan untuk

meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Secara nasional, acuan strategis ini mengandung arti keharusan, yakni bahwa pendidikan

di Indonesia harus dapat menjawab tantangan reformasi dan membawa negeri ini keluar dari

berbagai krisis. Lingkungan global ditandai antara lain dengan pesatnya perkembangan

teknologi informasi sehingga kita tidak bisa menjadi warga lokal dan nasional saja, tetapi juga

(14)

Indonesia yakni bagaimana pendidikan masa depan tersebut hendaknya dirancang untuk

menjawab pesatnya perkembangan teknologi yang mendunia.

Sebagai implikasi dari globalisasi dan reformasi tersebut, terjadi perubahan pada

paradigma pendidikan yang menyangkut empat hal. Pertama, paradigma proses pendidikan yang berorientasi pada pengajaran dimana Dosen lebih menjadi pusat informasi, bergeser pada

proses pendidikan yang berorientasi pada pembelajaran dimana mahasiswa menjadi sumber

(student center). Penggeseran ini memberi peluang bagi banyaknya sumber belajar alternatif untuk melengkapi dan memperkaya fungsi dan peran Dosen, sehingga peran Dosen berubah

menjadi fasilitator. Kedua, paradigma proses pendidikan tradisional yang berorientasi pada pendekatan klasikal dan format di dalam kelas, bergeser ke model pembelajaran yang lebih

fleksibel, seperti pendidikan dengan sistem jarak jauh. Ketiga, mutu pendidikan menjadi prioritas (berarti kualitas menjadi internasional). Keempat, semakin populernya pendidikan seumur hidup dan makin mencairnya batas antara pendidikan formal dan nonformal.

Saat ini telah terjadi perubahan kurikulum di dunia Perguruan Tinggi di Indonesia, dari

yang semula menitik beratkan pada pemecahan masalah internal Perguruan Tinggi dengan

target penguasaan pada ilmu pengetahuan dan teknologi (SK Mendiknas No. 056/U/1994), ke

kurikulum sekarang yang lebih menekankan pada proses pendidikan yang mengacu pada

konteks kebudayaan dan pengembangan manusia secara komprehensif, global/universal,

dengan targetnya adalah menghasilkan lulusan yang berkebudayaan dan yang mampu berperan

di dunia internasional. Rambu-rambu kurikulum baru kemudian ditetapkan dan dituangkan

dalam SK Mendiknas No. 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan

Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik yang kemudian dilengkapi dalam SK

Mendiknas No. 045/U/2002 tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi menggantikan SK

Mendiknas No. 056/U/1994, yang semula disebut sebagai Kurikulum Berbasis Isi (KBI),

kemudian beralih ke Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Dengan diberlakukannya SK

Mendiknas No. 232/U/2000 dan SK Mendiknas No.045/U/2002, maka masing-masing

Perguruan Tinggi wajib menetapkan standar mutu kurikulum dan manajemen kurikulumnya

sesuai dengan kondisi dan potensi masing-masing yang dimilikinya dan menjamin bahwa

(15)

Dalam KBK terjadi perubahan dalam proses pembelajaran yang menyangkut juga

perubahan dalam peran Dosen, perencanaan kurikulum, pelaksanaan proses pembelajaran,

pengembangan proses pembelajaran, dan evaluasi program pembelajaran. Dengan

diberlakukannya SK Mendiknas No. 232/U/2000 dan SK Mendiknas No.045/U/2002 maka

masing-masing Perguruan Tinggi wajib menetapkan standar mutu kurikulum dan manajemen

kurikulumnya sesuai dengan kondisi dan potensi masing-masing yang dimilikinya dan

menjamin proses pembelajaran dan lulusannya sesuai dengan yang ditetapkan.

Sampai saat ini belum semua program studi di Undana menerapkan konsep Kurikulum

Berbasis Kompetensi sebagaimana tertera dalam SK Mendiknas No. 232/U/2000 dan SK

Mendiknas No. 045/U/ 2002 yang kemudian dilengkapai dengan Keputusan Badan Standar

Nasional Pendidikan (BSNP) tahun 2010. Dalam rangka mengakomodasi perubahan ekternal,

maka Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Pembelajaran (LP3) Undana bekerjasama

dengan Proyek NUFFIC Undana menyusun Pedoman Pengembangan Kurikulum dan

Pengembangan Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Pedoman ini dimaksudkan untuk

membantu fakultas/program studi dalam rangka penerapan KBK yang telah disepakati

bersama.

B. Dasar Hukum

a) Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan

Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa.

b) Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 045/U/2002 tentang Kurikulum Inti

Pendidikan Tinggi.

c) Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional

d) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan

e) Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen cq Psl 4 tentang peran

guru, sebagai learning agent.

f) Kepmendiknas No. 2 Tahun 2009 tentang Statuta UNDANA

g) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan

(16)

C. Tujuan

Pedoman pengembangan kurikulum dan pembelajaran berbasis kompetensi ini berfungsi

sebagai rambu-rambu bagi sivitas akademika Undana dalam rangka mengimplementasi dan

menyempurnakan kurikulum; selanjutnya, sasaran dari Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah

para pengelola/penanggung jawab penyelenggara kegiatan akademik di lingkungan Undana,

baik tingkat universitas, fakultas, program studi maupun Dosen. Secara spesifik, tujuan

pedoman pengembangan kurikulum dan pengembangan pembelajaran ini adalah untuk

membantu:

a) Setiap fakultas/program studi mempunyai patokan yang terukur dan jelas serta dapat

didiskusikan oleh peer groups (task force or classcourses) dalam merancang dan mengembangkan baik KBK maupun kegiatan pembelajaran.

b) Setiap fakultas/program studi dapat menonjolkan keunggulannya disertai tanggung jawab

khususnya pada stakeholders

c) Pengelola akademik (Dekan, Pembantu Dekan bidang Akademik, Kaprodik, Peer groups

(task force or class courses) dan Dosen dalam merencanakan, menyelenggarakan dan menyempurnakan kegiatan pembelajaran.

d) Membantu pelaksana penjaminan mutu kurikulum dalam merencanakan dan

melaksanakan kegiatan evaluasi internal kurikulum dan implementasinya.

D. Ruang Lingkup

Surat Keputusan Mendiknas No.232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum

Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik, menjelaskan bahwa kurikulum

adalah seperangkat rencana dan pengaturan baik mengenai isi maupun bahan kajian dan

pelajaran serta cara penyampaian dan penilaian yang digunakan sebagai pedoman

penyelenggaraan kegiatan belajar dan mengajar di Perguruan Tinggi. Jadi kurikulum memuat

materi-materi pembelajaran yang harus diketahui oleh mahasiswa serta bagaimana mahasiswa

mencapai tujuan pendidikan dan kompetensi lulusan. Kurikulum sebagai seperangkat rencana

yang memuat materi pembelajaran dikemas dalam bentuk yang mudah dikomunikasikan

(17)

akuntabel dan mudah diaplikasikan dalam praktek serta harus responsif terhadap perubahan

kebutuhan stakeholders akan lulusan program studi tersebut.

Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah kurikulum yang disusun berdasarkan

elemen-elemen kompetensi yang dapat mengantar mahasiswa untuk mencapai kompetensi utama,

kompetensi khusus dan kompetensi umum versi Keputusan Badan Standar Nasional

Pendidikan (dalam Kepmendiknas 032/U/2002, tidak disebutkan kompetensi umum).

Kompetensi dimaksudkan adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang

dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam

melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu

Dalam KBK mata kuliah terdistribusi menurut bahan kajian dalam upaya pencapaian

kompetensi lulusan, baik kompetensi utama yang menurut versi Keputusan BSNP tahun 2010

adalah penciri program studi yang dulu menurut versi Kepmendiknas 032/U/2002 disebut

kurikulum inti maupun pencapaian kompetensi kompetensi khusus dalam versi Keputusan

BSNP tahun 2010 adal;ah penciri universitas yang versi Kepmendiknas 032/U/2002 disebut

kompetensi pendukung dan lainnya sebagai kurikulum institusional dan kompetensi umum

yaitu penciri nasional yang diakomodir dalam mata kuliah (1) Pendidikan Agama, (2)

Pendidikan Kewarganegaraan, (3) Bahasa Indonesia, (4) Bahasa Inggris/bahasa asing, dan (5)

Matematika/Statistika/Logika. Kompetensi utama sebagai pendiri program studi ditetapkan

oleh kalangan perguruan tinggi, masyarakat profesi dan pengguna lulusan. Kompetensi khusus

sebagai penciri universitas ditetapkan oleh universitas sedangkan kompetensi umum sebagai

penciri nasional ditetapkan oleh negara.

Fakultas adalah penyelenggara kegiatan akademik Undana dalam dan/atau disiplin ilmu

tertentu. Fakultas dapat terdiri dari satu program studi atau beberapa program studi, yaitu

kesatuan rencana belajar sebagai pedoman penyelenggaraan pendidikan akademik dan/atau

profesi yang diselenggarakan atas dasar suatu kurikulum serta ditujukan agar para peserta didik

mampu menguasai pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sesuai dengan sasaran

kurikulum. Kurikulum mencakupi enam hal sebagai ruang lingkup cakupan, yakni: (a)

kompetensi lulusan, (b) materi/isi pembelajaran, (c) sumber belajar, (d) strategi dan metoda

(18)

Departemen/Program Studi merupakan penanggung jawab utama dalam mendesain,

mengembangkan, merevisi dan melaksanakan kurikulum; sedangkan Senat Fakultas

merupakan penanggung jawab utama dalam memantau efektivitas penyelenggaraan kurikulum

di tingkat fakultas. Senat Universitas merupakan penanggung jawab utama dalam memantau

efektivitas penyelenggaraan kurikulum di tingkat universitas.

E. Penyusun

1. Tim Penyusun

Pembina : Rektor Undana

Pengarah : Pembantu Rektor Bidang Akademik

Penanggung Jawab Kegiatan : Ketua LP3 Undana

Ketua Pelaksana : Dr. Thontjie Makmara, M.Pd

Sekretaris : Dr. Paulus Taek, MS

Anggota : Ir. Herianus J.D. Lalel, M.Si, Ph.D

Ir. Edi Djoko Sulistijo, MP

Dr. Agustinus Semiun, M.A

Dr. F. Sumantri, M.Si

Dra. Maria A. Kleden, M.Sc

I Wayan Sukarjita,S.Pd, M.Si

2. Tim Pakar Undana : Prof. Ir. F. Umbu Datta, M.App.Sc., Ph.D

Prof. Dr. Ir. I Gusti Bagus Arjana, MS

Prof. Dr. A.M. Mandaru, M.Pd

Prof. Drs. Elias Kopong, M.Ed, Ph.D

Prof. Dr. Erna Hartati, MS

Prof. Dr. J. F. Bale Therik, MS

Prof. Dr. Mientje Ratoe Oedjoe, M.Pd

Dr. David B. W. Pandie, MS

Drs. Josua Bire, MA., M.Ed., Ph.D.

Dr. Intje Picauly, M.Si

Dr. Ir. Robby Pellokila, MP

(19)

3. Tim Pakar P3 UGM : Prof. dr. Harsono, Sp.S (K)

(20)

BAB II

PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN

BERBASIS KOMPETENSI

A. Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi

Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi pada dasarnya bertujuan untuk

menciptakan lulusan yang berkompeten, yang memiliki life skill, yang mandiri secara individual untuk menciptakan lapangan kerja sebagai upaya dan kemampuan untuk mengatasi

masalah-masalah lingkungan yang dihadapinya. Selain itu lulusan yang berkompeten juga

mampu memperlihatkan kinerja yang inovatif, yang membuatnya mampu mengatasi tantangan

hidup yang dihadapinya.

Langkah awal yang harus dilakukan dalam menyusun kurikulum adalah melakukan

analisis SWOT dan Tracer Study serta Labor Market Signals. Baik kurikulum berbasis isi maupun Kurikulum Berbasis Kompetensi, harus diawali dengan analisis SWOT terkait dengan

visi keilmuan program studi dan kajian terhadap kebutuhan pasar kerja. Kendati demikian,

proses penyusunan kedua jenis kurikulum itu berbeda sebagaimana terlihat pada Gambar 1

yang disajikan pada bagian berikut ini.

Dalam penyusunan kurikulum yang sering dilakukan (lihat alur warna abu-abu pada

Gambar 1), setelah didapat hasil dari analisis seperti hal-hal tersebut di atas, kemudian

ditentukan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan inilah yang dijabarkan dalam mata kuliah,

yang kemudian dilengkapi dengan bahan ajarnya (silabus) untuk setiap mata kuliah. Sejumlah

mata kuliah ini disebarkan ke dalam semester-semester. Sebaran mata kuliah ke dalam

semester, biasanya didasarkan pada struktur atau logika urutan sebuah IPTEKS, dengan tingkat

kerumitan dan kesulitan ilmu yang dipelajari. Kurikulum semacam ini mempertimbangkan

(21)

!

"

#

!

$

%

"

& " '

!

Yang biasa dilakukan KBK yang diusulkan " # %

(

!

%

% &

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(7)

(6)

(8)

% % ) * * * * +

, -.

Berbeda dengan itu, penyusunan Kurikulum Berbasis Kompetensi (lihat alur warna

ungu pada Gambar 1), dimulai dengan langkah-langkah: (1) Penyusunan profil lulusan, yaitu

peran dan fungsi yang diharapkan dapat dijalankan oleh lulusan nantinya di masyarakat; (2)

Penetapan kompetensi lulusan berdasarkan profil lulusan yang telah diancangkan; (3)

Penentuan Bahan Kajian yang terkait dengan bidang IPTEKS program studi; (4) Penetapan

kedalaman dan keluasan kajian (SKS) yang dilakukan dengan menganalisis hubungan antara

kompetensi dan bahan kajian yang diperlukan; (5) Merangkai berbagai bahan kajian tersebut

kedalam mata kuliah; (6) Menyusun struktur kurikulum dengan cara mendistribusikan mata

kuliah tersebut dalam semester; (7) Mengembangkan Rancangan Pembelajaran; (8) Memilih

(22)

B. Memahami Lebih Dalam Kepmendiknas No. 232/U/2000 dan No. 045/U/2002

Dalam Kepmendiknas No. 232/U/2000 memang terdapat hal–hal yang belum

seluruhnya jelas dan karena tidak ada petunjuk teknis yang menyertainya, menjadikan

perguruan tinggi sulit untuk melaksanakannya. Hal ini terungkap dalam kajian yang dilakukan

oleh Tim Kelompok Kerja Inventarisasi dan Evaluasi Implementasi Kurikulum DIKTI di

Perguruan Tinggi tahun 2003 yang mensurvai perguruan tinggi yang telah merekonstruksi dan

mengimplementasikan kurikulumnya sesuai dengan isi Kepmen tersebut.

Berdasarkan studi yang telah dilaksanakan tersebut diperoleh data bahwa pemahaman

terhadap isi Kepmen tersebut masih berbeda-beda dan kesiapan untuk melakukan perubahan

kurikulum di perguruan tinggi juga berbeda. Berdasarkan kajian tersebut dikeluarkanlah

Kepmendiknas no 045/U/2002 yang dimaksudkan untuk memperjelas dan melengkapi

Kepmendiknas 232/U/200 agar bisa dilaksanakan dengan tepat. Untuk memahami konsep

kurikulum berbasis kompetensi ini harus dipahami kedua Kepmen tersebut secara utuh. Kedua

Kepmen tersebut sebetulnya saling melengkapi, namun pada satu bagian Kepmen tersebut

mengandung makna yang berbeda, yaitu bahwa dalam Kepmendiknas No. 232/U/2000

disebutkan bahwa kurikulum terdiri atas Kurikulum Inti dan kurikulum Institusional yang

terdiri atas kelompok-kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK), Mata

Kuliah Keilmuan dan Ketrampilan (MKK), Mata Kuliah Keahlian Berkarya (MKB), Mata

Kuliah Perilaku Berkarya (MPB), serta Mata Kuliah Berkehidupan Bersama (MBB). Konsep

ini adalah runtutan pemikiran yang berusaha mensepadankan antara konsep UNESCO dengan

persyaratan kerja hasil survai yang dijadikan referensi oleh DIKTI, kedalam pola lama yaitu

(23)

-/ % (* 0102 2033 ( % 4

% )

5

% 4 * * *

( * * *

• • • • •

• • ! • !

" !

• !

•# !

$

%

Namun, pada SK Mendiknas No. 045/U/2002, pengelompokkan mata kuliah tersebut diluruskan maknanya agar penyusunan kurikulum tidak terfokus pada usaha pengelompokan mata kuliah tetapi lebih kearah pencapaian kompetensi yang mengandung elemen-elemen kompetensi sebagai berikut: (a) landasan kepribadian; (b) penguasaan ilmu dan keterampilan; (c) kemampuan berkarya; (d) sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasai; (e) pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya. Dengan demikian pengelompokan mata kuliah menjadi tidak berperan lagi karena tidak terkait langsung dengan pencapaian kompetensi lulusan. Bisa terjadi satu mata kuliah dibangun untuk mencapai satu atau lebih kompetensi (learning to do, learning to know, learning tobe, learning to live together) , dan sebaliknya satu kompetensi dapat dicapai lewat lebih dari satu mata kuliah, sehingga pengelompokan mata kuliah menjadi sulit dilakukan atau dapat dikatakan tidak bisa dilakukan, kecuali dipaksakan. Jadi pencapaian kompetensilah yang menjadi tujuan/sasaran kurikulum, sedang pengelompokan mata kuliah bukan sasaran perubahan kurikulum.

Kurikulum inti menurut Kepmendiknas no.045/U/2002, merupakan penciri dari

(24)

(program studi sejenis) bersama masyarakat profesi dan pengguna lulusan. Jadi Kompetensi utama ini merupakan penciri suatu lulusan program studi tertentu, dan ini bisa disepakati dengan mengambil beban dari keseluruhan beban studi sebesar 40% – 80%. Sementara itu kurikulum

institusional didalamnya terumuskan kompetensi pendukung dan kompetensi lainnya, yang

bersifat khusus dan gayut dengan kompetensi utama suatu program studi dan ditetapkan oleh institusi penyelenggara program studi. Kompetensi pendukung dapat bergerak antara 20% - 40% dari keseluruhan beban studi. Sementara itu kompetensi lainnya equivalen dengan beban studi sebesar 0%-30% dari keseluruhan.

Untuk mewujudkan kompetensi terstandar, Keputusan Badan standar Nasional Pendidikan (BSNP) Tahun 2010 menetapkan tentang kompetensi utama, kompetensi khusus dan kompetensi umum sebagai penyempurnaan Kepmendiknas No. 232/U/2000 sebagaimana terlihat pada tabel 2.

Tabel 2. Kelompok kompetensi tahun 2002 dan 2010

0330 03-3

1 2 3

1 2 3 Kompetensi Utama

ditetapkan oleh kalangan Perguruan Tinggi, masyarakat profesi dan pengguna lulusan.

Kompetensi Pendukung dan Kompetensi lainnya

ditetapkan oleh Institusi penyelenggara program studi

Kompetensi Utama

ditetapkan oleh kalangan Perguruan Tinggi, masyarakat profesi dan pengguna lulusan.

(25)

C. Tahapan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi

1. Penetapan Profil Lulusan.

Profil lulusan adalah peran yang diharapkan dapat dilakukan oleh lulusan program studi

di masyarakat/dunia kerja. Profil ini adalah outcome pendidikan yang akan dituju. Dengan menetapkan profil, Perguruan Tinggi dapat memberikan jaminan pada calon mahasiswanya

akan bisa berperan menjadi apa saja setelah ia menjalani semua proses pembelajaran di

program studinya. Untuk menetapkan profil lulusan, dapat dimulai dengan menjawab

pertanyaan: “Setelah lulus nanti, akan menjadi apa saja lulusan program studi ini?” Profil

ini bisa saja merupakan profesi tertentu misal dokter, pengacara, apoteker, dan lainnya, tetapi

juga bisa sebuah peran tertentu seperti manajer, pendidik, peneliti, atau juga sebuah peran yang

lebih umum yang sangat dibutuhkan didalam banyak kondisi dan situasi kerja seperti

komunikator, kreator, pemimpin, dan sebagainya. Beberapa contoh profil lulusan dapat

disimak pada Tabel 3.

Tabel 3. Profil Lulusan Program Studi

No Program Studi Contoh Profil

1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar

(1) Guru kelas di SD;

(2) Administrator pendidikan ke-SD-an; (3) Supervisor pendidikan ke-SD-an; (4) Peneliti pendidikan ke-SD-an 2 Agribisnis (1) Pelaku bisnis pertanian;

(2) Pengusaha di bidang pertanian; (3) Peneliti;

(4) Pendidik

3 Peternakan (1) Peternak yang unggul (2) Manajer usaha peternakan (3) Entrepreuner

4 Arsitek (1) Arsitek professional; (2) Kontraktor;

(26)

2. Perumusan Kompetensi Lulusan.

Setelah menetapkan profil lulusan program studi sebagai outcome pendidikan, maka langkah selanjutnya adalah menentukan kompetensi apa saja yang harus dimiliki oleh lulusan

program studi sebagai output pembelajarannya. Untuk menetapkan kompetensi lulusan, dapat

dilakukan dengan menjawab pertanyaan: “ Untuk menjadi profil (...yang ditetapkan) lulusan harus mampu melakukan apa saja?”

Pertanyaan ini diulang untuk setiap profil, sehingga diperoleh daftar kompetensi lulusan

secara lengkap. Kompetensi lulusan bisa didapat lewat kajian terhadap tiga unsur yaitu

nilai-nilai yang dicanangkan oleh Perguruan Tinggi (university values), visi keilmuan dari program studinya (scientific vision), dan kebutuhan masyarakat pemangku kepentingan (need assesment). Kompetensi menurut Keputusan BSNP Tahun 2010, terbagi dalam tiga kategori yaitu (1) Kompetensi Utama yaitu penciri program studi berupa rumusan kompetensi yang

berkaitan dengan mata kuliah penciri program studi; (2) Kompetensi Khusus yaitu penciri

universitas berupa rumusan konpetensi yang selaras dengan tujuan Undana; dan (3)

Kompetensi Umum yaitu penciri nasional berupa rumusan kompetensi yang berkaitan dengan

mata kuliah Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris/bahasa

Asing, dan Matematika/Statistika/Logika, masing-masing 2 SKS. Semua rumusan kompetensi

itulah yang menjadi rumusan Kompetensi Lulusan. Untuk lebih jelas dapat diperhatikan Tabel

4.

Tabel 4. Profil dan Rumusan Kompetensi Program Studi: Pendidikan Guru Sekolah Dasar PROFIL

(PERAN LULUSAN)

Kompetensi yang Seharusnya Dimiliki

Kompetensi Utama Kompetensi Khusus Kompetensi Umum

(27)

Pengkajian Kandungan Elemen Kompetensi

Setelah semua kompetensi lulusan terumuskan, langkah selanjutnya adalah mengkaji

apakah kompetensi tersebut telah mengandung kelima elemen kompetensi seperti yang

diwajibkan dalam Kepmendiknas No.045/U/2002. Kelima elemen kompetensi tersebut adalah:

a) Landasan kepribadian,

b) Penguasaan ilmu dan keterampilan,

c) Kemampuan berkarya,

d) Sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan

keterampilan yang dikuasai,

e) Pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam

berkarya.

Setiap kompetensi lulusan dianalisis apakah mengandung satu atau lebih

elemen-elemen kompetensi tersebut. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menganalisis adanya

muatan elemen kompetensi di setiap kompetensi adalah dengan mengecek kemungkinan

strategi pembelajaran yang akan diterapkan untuk mencapai kompetensi tersebut. Jika

kompetensi mengandung elemen (a) landasan kepribadian yang lebih bersifat softskills, maka landasan yang bersifat demikian bisa diselipkan dalam bentuk hidden curriculum. Jika kompetensi tersebut mengandung elemen (b) penguasaan ilmu dan ketrampilan, maka elemen

tersebut diajarkan dalam bentuk mata kuliah. Jika kompetensi mengandung elemen (c)

kemampuan berkarya, maka kompetensi tersebut bisa ditempuh dengan praktek kerja tertentu,

dan bila kompetensi tersebut mengandung elemen (d) sikap dan perilaku dalam berkarya, maka

di dalam praktek kerja tersebut harus terkandung muatan sikap dan perilaku. Terakhir, bila

kompetensi tersebut mengandung elemen (e) pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat,

maka kompetensi tersebut bisa diperoleh dengan strategi praktek kerja di masyarakat.

Pemeriksaan keterkaitan rumusan kompetensi lulusan dengan elemen kompetensi ini

dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa kurikulum yang disusun telah mempertimbangkan

unsur-unsur dasar dari kurikulum yang disarankan oleh UNESCO (learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together) dan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (landasan kepribadian). Agar dapat lebih mudah dalam menganalisis elemen

(28)

Tabel 5. Kaitan Kompetensi dengan Elemen Kompetensinya

Program Studi: Pendidikan Guru Kelas

Mata Kuliah : Pembelajaran Bhs. Ind. Lintas Kurikulum

Kelompok Kompetensi

Rumusan Kompetensi Elemen Kompetensi*)

a b c d e

Utama 1 Menjabarkan tema pembelajaran ke dalam konteks pembelajaran

v v

2 Menetapkan jaringan tema v v

3 Menyusun silabus pembelajaran tematis

v v

4 Menyusun RPP tematis v v

5 Memraktikkan pembelajaran tematis

v v v v v

KHUSUS 6 Ketelitian**) v v

7 Kejujuran dan berpenampilan menarik**)

v v v v v

8 Kesupelan dan kreatif**) v v v

UMUM 9 Bertaqwa kepada Tuhan***) Yang Maha Esa

v v v

10 Dst

Catatan. 1. Matriks hubungan Rumusan Kompetensi dengan Elemen Kompetensi dalam SK Mendiknas No. 045/U/2002 dan Keputusan BSNP 2010

2. *) Elemen Kompetensi a = Landasan kepribadian

b = Penguasaan ilmu dan keterampilan

c = Kemampuan Berkarya

d = Sikap dan perilaku berkarya

e = Pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat

2. **) Sebagai penciri universitas, dapat dikemas dalam mata kuliah KKN atau yang lainnya yang ditetapkan dengan surat keputusan rektor tetapi juga kompetensi-kompetensi tersebut dapat diintegrasikan dalam kompetensi-kompetensi mata kuliah di tiap prodi.

(29)

3. Pemilihan Bahan Kajian

Setelah menganalisis elemen kompetensi, maka langkah selanjutnya adalah

menentukan bahan kajian yang akan dipelajari dalam rangka mencapai kompetensi yang telah

ditetapkan sebelumnya. Bahan kajian adalah suatu bangunan ilmu, teknologi atau seni, obyek

yang dipelajari, yang menunjukkan ciri cabang ilmu tertentu, atau dengan kata lain bahan

kajian menunjukkan bidang kajian atau inti keilmuan suatu program studi. Bahan kajian dapat

pula merupakan pengetahuan/bidang kajian yang akan dikembangkan, keilmuan yang sangat

potensial atau dibutuhkan masyarakat untuk masa datang. Pilihan bahan kajian ini sangat

dipengaruhi oleh visi keilmuan program studi yang bersangkutan, yang biasanya dapat diambil

dari program pengembangan program studi.Tingkat keluasan, kerincian, dan kedalaman bahan

kajian ini merupakan pilihan otonom masyarakat ilmiah di program studi tersebut. Bahan

kajian bukan merupakan mata kuliah. Contoh bahan kajian yang sering ditemui misalnya pada

bidang pendidikan adalah (1) kurikulum, (2) pembelajaran, (3) media pembelajaran, (4)

strategi pembelajaran dll. Contoh lain adalah pada program studi pada bidang agroteknologi

adalah (1) Ilmu Tanaman; (2) Media Tanaman; (3) Teknologi Tanaman; (4) Lingkungan dll.

4. Perkiraan dan Penetapan Beban (SKS)

Selama ini pengertian SKS hanya berkaitan dengan waktu satu kegiatan pembelajaran

tanpa dikaitkan dengan variabel lain. Hanya macam kegiatan yang dideskripsikan. Seperti

pengertian 1 SKS mata kuliah yang dilakukan dengan perkuliahan (ceramah) diartikan tiga

macam kegiatan, yaitu kegiatan tatap muka selama 50 menit, kegiatan belajar terstruktur

selama 60 menit, dan kegiatan belajar mandiri selama 60-100 menit, semuanya dalam satuan

per minggu, persemester.

Banyak program studi yang hanya menerima SKS dari tahun ke tahun tanpa

memahami cara menetapkannya. Selama ini perkiraan besarnya SKS sebuah mata kuliah lebih

banyak ditetapkan atas dasar pengalaman dan terutama menyangkut banyaknya bahan kajian

yang harus disampaikan. Hal ini bisa dimengerti karena selain SKS hanya terkait dengan

waktu, kurikulum yang dilaksanakan adalah kurikulum berbasis isi (KBI), serta kegiatannya

lebih banyak berupa kuliah/ceramah (TCL). Sehingga besarnya SKS suatu mata kuliah

(30)

yang harus diajarkan. Dengan paradigma KBK, maka seharusnyalah SKS terkait dengan

kompetensi yang harus dicapai.

Pengertian SKStetap berkaitan dengan waktu , hanya perkiraan besarnya SKS sebuah

mata kuliah atau suatu pengalaman belajar yang direncanakan, dilakukan dengan menganalisis

secara simultan beberapa variabel, yaitu: (a) tingkat kemampuan/kompetensi yang ingin

dicapai; (b) tingkat keluasan dan kedalaman bahan kajian yang dipelajari ; (c) cara/strategi

pembelajaran yang akan diterapkan; (d) dan posisi (letak semester) suatu kegiatan

pembelajaran dilakukan; dan (e) perbandingan terhadap keseluruhan beban studi di satu

semester. Dengan demikian, dalam KBK yang lebih menitik beratkan pada kemampuan/

(31)

Tabel 6. Kaitan Rumusan Kompetensi Dengan Bahan Kajian

Program Studi: Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Mata Kuliah : Pembelajaran Bahasa Indonesia Lintas Kurikulum

RUMUSAN Bhs Ind Lintas Kurikulum

v v v

Menerapkan ciri pembelajaran Bhs Ind Lintas Kurikulum sebagai implementasi

Menyusun silabus pembelajaran tematis v v v

Menyusun RPP tematis v v v

Mempraktikkan pembelajaran tematis v v v

(32)

5. Pembentukan Mata Kuliah

Peta kaitan bahan kajian dan kompetensi ini secara simultan juga digunakan untuk

analisis pembentukan sebuah mata kuliah. Hal ini dapat ditempuh dengan menganalisis

keterdekatan bahan kajian serta kemungkinan efektivitas pencapaian kompetensi bila beberapa

bahan kajian dipelajari dalam satu mata kuliah, dan dengan strategi atau pendekatan

pembelajaran yang tepat, seperti contoh pada Tabel 7 yang disajikan di bawah ini.

Tabel 7. Matriks Penggambaran Matakuliah Dalam Hubungannya dengan Bahan Kajian dan Kompetensi

MK1

MK1 & MK2=

beda jenis bahan kajian dalam satu elemen kompetensi

MK3 = tiga bahan kajian dan satu elemen kompetensi

Dan seterusnya

KELOMPOK MATAKULIAH MK5 = satu bahan kajian untuk mencapai banyak elemen kompetensi

Keterangan:

A = Landasan kepribadian

B = Penguasaan ilmu dan keterampilan C = Kemampuan Berkarya

D = Sikap dan perilaku berkarya

E = Pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat

M1&M2 = Beda jenis bahan kajian dalam suatu elemen kompetensi MK3 = Tiga bahan kajian dan satu elemen kompetensi

(33)

Dari contoh pembentukan mata kuliah seperti di atas, dimana beberapa bahan kajian

dirangkai menjadi suatu mata kuliah dapat dilaksanakan melalui beberapa pertimbangan yaitu:

(a) adanya keterkaitan yang erat antar bahan kajian yang bila dipelajari secara terintergrasi

diperkirakan akan lebih baik hasilnya; (b) adanya pertimbangan konteks keilmuan, artinya

mahasiswa akan menguasai suatu makna keilmuan dalam konteks tertentu; (c) adanya metode

pembelajaran yang tepat yang menjadikan pencapaian kompetensi lebih efektif dan efisien

serta berdampak positif pada mahasiswa bila suatu bahan kajian dipelajari secara komprehensif

dan terintegrasi. Dengan demikian pembentukan mata kuliah mempunyai fleksibilitas yang

tinggi, karena itu satu program studi sangat dimungkinkan mempunyai jumlah dan jenis mata

kuliah yang sangat berbeda, karena dalam hal ini mata kuliah hanyalah bungkus serangkain

bahan kajian yang dipilih sendiri oleh sebuah program studi.

6. Menyusun Struktur Kurikulum

Setelah diperoleh perkiraan besarnya SKS setiap mata kuliah, maka langkah

selanjutnya adalah menyusun mata kuliah tersebut di dalam semester. Penyajian mata kuliah

dalam semester ini sering dikenal sebagai struktur kurikulum. Secara teoritis terdapat dua

macam pendekatan struktur kurikulum, yaitu pendekatan serial; dan pendekatan paralel

sebagaimana terlihat pada Gambar 2.

Pendekatan serial adalah pendekatan kurikulum berdasarkan logika atau struktur

keilmuannya. Pada pendekatan serial ini, mata kuliah disusun dari yang paling dasar

(berdasarkan logika keilmuannya) sampai di semester akhir yang merupakan mata kuliah

lanjutan (advanced). Setiap mata kuliah saling berhubungan, dengan ditunjukkan dari adanya mata kuliah prerequisite (prasyarat). Mata kuliah yang tersaji di semester awal akan menjadi syarat bagi matakuliah di atasnya. Permasalahan yang sering muncul adalah siapa yang harus

membuat hubungan antar mata kuliah antar semester? Mahasiswa atau Dosen? Jikamahasiswa,

mereka belum memiliki kompetensi untuk memahami keseluruhan kerangka keilmuan

tersebut. Jika Dosen, tidak ada yang menjamin terjadinya kaitan tersebut mengingat antara

mata kuliah satu dengan yang lain diampu oleh Dosen yangberbeda dan sulit dijamin adanya

(34)

!

"

#

!

"

$

%

Engineering Disp Specialization

Engineering Design

Basic Engineering (E.P)

Mathematic & Basic Science

!

"

#

!

"

$

%

BERDASAR LOGIKA KEILMUAN

BERDASAR STRATEGI PEMBELAJARAN

Gambar 2. Struktur Kurikulum

Kelemahan inilah yang menyebabkan lulusan dengan model struktur serial inikurang memiliki

kompetensi yang terintegrasi. Sisi lain dari adanya mata kuliah prasyarat sering menjadi

penyebab melambatnya kelulusan mahasiswa karena bila salah satu mata kuliah prasyarat

tersebut gagal dia harus mengulang di tahun berikutnya. Contoh penyusunan struktur

(35)

C

Gambar 3. Contoh Struktur Kurikulum kombinasi serial-paralel

Dengan demikian struktur kurikulum bisa disusun dengan lebih bervariasi. Dalam

penyusunan struktur kurikulum yang terpenting bukan kebenaran strukturnya tetapi program

untuk mencapai kompetensi lulusan. Sehingga kurikulum harus dilihat sebagai program untuk

mencapai kompetensi lulusan yang harus dilaksanakan. Kurikulum bukan hanya sekedar

dokumen saja, kurikulum sebagaimana diungkapkan dalam Kepmendiknas No. 232/U/2000

adalah: ”Kurikulum pendidikan tinggi adalah sperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaian yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di Perguruan Tinggi.” Oleh karenanya, kurikulum tidak hanya sekedar dilihat dari dokumen dan struktur kurikulumnya

saja, namun perlu diikuti dengan pembelajarannya. Perubahan kurikulum berarti juga

perubahan pembelajaran terutama perubahan perilaku dan pola pikir dari peserta serta pelaku

(36)
(37)

Berbagai sumber informasi tentang soft skills telah memberikan penyadaran bagi setiap pengelola perguruan tinggi untuk mengambil langkah-langkah strategis meningkatkan mutu

lulusan di tengah ketatnya persaingan untuk memperoleh pekerjaan yang layak. Dalam Buku

“Lesson from The TOP” yang ditulis oleh Neff dan Citrin, tahun 1999, terdapat 22 atribut soft skills, yang didasarkan pada hasil interview terhadap sejumlah orang sukses, ada 10 atribut yang dominan, (nomor urut 1-10) sebagaimana terlihat pada tabel 8 sebagai berikut.

Tabel 8. Atribut Soft Skills yang Dominan

1. Inisiatif

2. Etika/ integritas 3. Berpikir kritis 4. Kemauan belajar 5. Komitmen 6. Motivasi 7. Bersemangat 8. Dapat diandalkan 9. Komunikasi lisan 10. Kreatif

11. Kemampuan Analitis 12. Dapat mengatasi Stress

13. Manajemen diri

14. Menyelesaikan persoalan 15. Dapat meringkas

16. Berkooperasi 17. Fleksibel

18. Kerja dalam tim 19. Mandiri

20. Mendengarkan 21. Tangguh

22. Berargumen logis

Data di atas menunjukkan hasil yang memang selama ini kurang diperhatikan

oleh kalangan pengelola pendidikan tinggi. Sebagai Agent of Human Resource

and Development, sebagian besar perguruan tinggi nyaris selalu ‘terlambat’

melakukan scanning terhadap kebutuhan industri terkait dengan profile lulusan.

Demikian pula dengan hasil survey dari Mitsubishi Research Institute, faktor yang

memberi kontribusi keberhasilan dalam dunia kerja adalah :

1. Soft Skills (40%)

2. Net Working (30%)

3. Keahlian di bidangnya (20%)

4. Finansial (10 %)

Proses pembelajaran yang dilaksanakan selama ini hanya sedikit memberi kontribusi,

sehingga keberhasilan lulusan dalam dunia kerja lebih disebabkan oleh faktor bakat dan

(38)

profesionalnya melalui pengorganisasian yang tepat, serta dilakukan secara sistematis untuk

dapat memberdayakan seluruh mahasiswa, sehingga dapat mengembangkan potensi

personalnya. Proses pembelajaran yang sudah diuraikan pada bagian sebelumnya dalam

panduan ini, diharapkan dapat mengintegrasikan pengembangan Soft Skills di dalamnya.

Untuk maksud tersebut, diperlukan kemampuan dosen yang dapat mengelola proses

pembelajaran inovatif dalam kerangka mengakomodasi pengembangan potensi diri mahasiswa

dalam bentuk atribut-atribut soft skills di atas.

Selain itu diperlukan observasi intensif terhadap minat dan bakat mahasiswa untuk

merumuskan dan melaksanakan metode yang tepat guna. Hal ini dapat dilakukan dengan

adanya suatu unit kerja fungsional yang secara khusus menangani masalah kurikulum,

pengembangan proses pembelajaran, dan pengembangan kompetensi dosen dalam sistem

manajemen mata kuliah, sekaligus dapat berfungsi sebagai Student Concellor. Pada diagram

berikut, dapat dilihan komponen sukses dalam dunia kerja (kiri) dan proporsi dalam system

pendidikan selama ini (kanan).

4 % 6 44

,-. /-.

( 4 * )

&

7

- /- 0- ,-

1--1-.

2-.

(39)

Muatan soft skills diupayakan untuk dapat diintegrasikan dengan kegiatan kurikuler (bukan bentuk matakuliah tersendiri), tapi ditumpangkan dalam muatan pembelajaran setiap

matakuliah, dengan proporsi sesuai dengan karakteristik matakuliah bersangkutan. Dalam hal

ini, dosen harus kreatif dan inovatif dalam melakukan pengayaan metode pembelajaran untuk

mendorong dan memfasilitasi mahasiswa mengembangkan potensi diri sesuai dengan

atribut-atribut soft skill yang cocok dikembangkan melalui matakuliah bersangkutan.

Pengembangan Soft-Skills juga dapat diperkaya melalui kegiatan kemahasiswaan

dengan program pendampingan yang berkelanjutan. Terwujudnya iklim akademik yang

kondusif terhadap berbagai kegiatan pengembangan diri mahasiswa adalah keharusan, dan

menjadi cita-cita pembinaan kemahasiswaan.

Hasil survey yang diterbitkan oleh National Association of Colleges ang Employers

(NACE) TAHUN 2002 di Amerika Serikat, dari jajak pendapat pada 457 pengusaha,

diperoleh kesimpulan bahwa IP hanyalah nomor 17 dari 20 kualitas yang dianggap penting dari

seorang lulusan universitas. Kualitas yang menempati peringkat atas, justru hal-hal yang

kadang dianggap sekedar basa-basi ketika tertulis di iklan lowongan kerja. Misalnya,

kemampuan berkomunikasi, integritas dan kemampuan bekerja sama dengan orang lain.

Kualitas-kualitas yang tidak terlihat wujudnya namun sangat diperlukan ini, disebut juga soft skills. Hasil survey dimaksud dapat dilihat pada tabel 9 berikut.

Tabel 9. Dua Puluh Kualitas Penting dalam Dunia Kerja

No Kualitas Skor

1 Kemampuan berkomunikasi 4,69

2 Kejujuran/integritas 4,59

3 Kemampuan bekerja sama 4,54

4 Kemampuan Interpersonal 4,5

5 Etos kerja yang baik 4,46

6 Memiliki motivasi/berinisiatif 4,42

7 Mampu beradaptasi 4,41

(40)

9 Kemampuan komputer 4,21

10 Kemampuan berorganisasi 4,05

11 Berorientasi pada detail 4

12 Kemampuaqn memimpin 3,96

13 Percaya diri 3,95

14 Berkepribadian ramah 3,85

15 Sopan/beretika 3,82

16 Bijaksana 3,75

17 IP 3,0 3,68

18 Kreatif 3,59

19 Humuris 3,25

20 Kemampuan enterpreneurship 3,23

Dalam dunia pendidikan, ketercapaian hard skills (aspek pengetahuan dan keterampilan bidang ilmu) dan soft skills (aspek afektif) merupakan target yang harus dicapai sebagai hasil pembelajaran. Banyak orang yang menaruh harapan terhadap lembaga pendidikan agar tidak hanya member bekal pengetahuan (knowledge) ataupun keterampilan (skill) saja kepada anak didik, melainkan juga pemahaman dan pembentukan soft skills seperti watak, sikap dan perilaku (attitude) didalam kehidupan sehari-hari (Depdiknas, 2005). Lebih lanjut dikatakan bahwa tiga aspek tersebut (lihat gambar 11) akhirnya akan menjadi dasar pembentukan dan penilaian terhadap kompetensi (professional) seseorang sebagai hasil dari sebuah proses pendidikan.

• • •

• • • • •! " #

• $ #

•% &&

• '

(41)

Karena berbagai alasan, selama ini hanya aspek kognitif dan psikomotorik yang sering

dijadikan target yang ingin dicapai melalui proses pembelajaran. Dengan disosialisasikannya

pengintegrasian soft skills dalam pembelajaran oleh Dirjen Dikti (2006), ada kewajiban bagi dosen untuk mengembangkan soft skils mahasiswa. Pengintegrasian soft skills dapat dilakukan melalui kegiatan kurikuler dan ekstra kurikuler. Dalam pedoman ini, yang akan diuraikan

adalah pengintegrasian soft skills melalui pembelajaran yang mengikuti langkah-langkah membuat desain instruksional mata kuliah dengan mengintegrasikan soft skills melalui pembelajaran.

Untuk dapat membangun lulusan yang berkualitas dan berkarakter mulia, paling tidak

ada tiga jalur pembinaan yang dapat ditempuh, yaitu (1) jalur ekstra kurikuler melalui kegiatan

kemahasiswaan di luar kelas, misalnya melalui organisasi kemahasiswaan, (2) jalur kurikuler

tak terintegrasi dengan mata kuliah khusus yaitu pendidikan karakter, khususnya etika, melalui

beberapa mata kuliah seperti agama, atau secara khusus memunculkan mata kuliah etika &

budi pekerti, (3) jalur kurikuler terintegrasi yaitu dengan mendorong setiap dosen secara sadar

dan terencana memasukkan aspek soft skills dalam kegiatan pembelajarannya. Pedoman ini lebih menekankan strategi pengintegrasian aspek soft skills dalam perencanaan dan kegiatan pembelajaran.

2. Desain Instruksional

Desain instruksional mata kuliah yang wajib dibuat dosen terdiri atas silabus/silabi

dan rencana kegiatan program semester (RKPS). Dalam membuat desain instruksional yang

mengintegrasikan soft skills, langkah-langkah yang perlu diperhatikan oleh dosen adalah sebagai berikut.

a. Melakukan analisis instruksional (AI) atau pemetaan kompetensi (PK), yaitu proses

menjabarkan perilaku umum menjadi perilaku khusus yang tersusun secara logis dan

sistematis. Hasil penjabaran berupa bagan AI/PK yang telah ditata berdasarkan struktur

hierarkikal, struktur prosedural, struktur pengelompokkan atau struktur kombinasi.

(42)

standar kompetensi. Pedoman ini menggunakan strandar kompetensi1dan kompetensi dasar2.

c. Mennuliskan perilaku khusus atau kompetensi dasar (KD) yang dulu disebut TIK (tujuan

instruksional khusus), berupa pernyataan kompetensi dengan kata kerja tindakan (agar dapat diukur), yang akan dicapai pada akhir setiap pokok bahasan/unit yang lingkupnya

lebih sempit dari standar kompetensi. Rumusan KD juga harus memasukkan aspek soft skills yang ditargetkan akan dicapai pada akhir setiap pokok bahasan.

d. Bagan AI/PK yang telah dibuat, selanjutnya dikembangkan menjadi silabus mata kuliah

yang dulu disebut GBPP (garis-garis besar program pengajaran). Komponen yang

dituliskan pada silabus adalah identitas mata kuliah, (mata kuliah/kode),

semester/SKS, prasyarat, pembina mata kuliah), standar kompetensi, kompetensi

dasar, deskripsi materi, kegiatan pembelajaran, materi dan rincian, asesmen dan

referensi.

e. Berdasarkan silabus, dosen mengembangkan rencana pembelajaran (RP) atau rencana

pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan/atau rencana kegiatan program semester (RKPS)

dengan komponen yang lebih rinci (lihat bahasan tentang RKPS) untuk setiap kelompok

KD. Pedoman ini menggunakan RKPS. Berbeda dengan SAP, yang harus dibuat setiap

kali tatap muka dalam suatu kompetensi dasar, RKPS dibuat untuk satu semester.

Dalam pemilihan metode pembelajaran, dosen menerapkan pembelajaran yang berpusat

pada siswa (student Centered Learning/SCL).

f. Mengimplementasikan RKPS dan mengevaluasi kompetensi (hard skills dan soft skills) dalam setiap KD.

1

/

! ! "

# !

! ! "

" $ ! %

$ !

! $ ! #

(43)

3. Kisi-kisi Pengembangan Soft Skills.

Untuk memudahkan dosen menjabarkan pembelajaran dan kegiatan evaluasinya,

berikut ini disajikan contoh kisi-kisi salah satu aspek soft skils (aspek kerja sama) sehingga dosen dapat mengenali indikator-indikator soft skills, metode pembelajaran pendukungnya, dan strategi assesmen yang dapat digunakan untuk mengevaluasi soft skills sebagaimana terlihat pada tabel 10

Tabel 10. Kisi-kisi Pengembangan Instrumen Soft Skills Aspek: Kerjasama

No Komponen

soft skills

Indikator Deskriptor Strategi

Pembelajaran Metode Instrumen

1 Kerjasama Partisipasi Berkontribusi pada kelompok SCL Cooperative Learning, pikiran, perasaan da keinginan tanpa merugikan pihak lain)3

Komunikasi Mampu berkomunikasi secara lisan/tertulis, verbal, nonverbal secara jelas, sistematis dan tidak ambigu.

Menjadi pendengar yang baik

Merespon dengan tepat (sustansi dan cara)

Berbagi informasi (sharing)

Memberi dukungan dengan tulus

Menerima orang lain dengan tulus

(44)

E. Pembelajaran dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi

1. Kondisi Pembelajaran di Perguruan Tinggi Saat ini

Proses pembelajaran yang banyak dipraktekkan sekarang ini sebagian besar berbentuk

penyampaian secara tatap muka (lecturing) searah. Pada saat mengikuti kuliah atau mendengarkan ceramah, mahasiswa akan kesulitan untuk mengikuti atau menangkap makna

esensi materi pembelajaran, sehingga kegiatannya sebatas membuat catatan yang kebenarannya

diragukan. Pola proses pembelajaran Dosen aktif dengan mahasiswa pasif ini efektifitasnya

rendah, dan tidak dapat menumbuh-kembangkan proses partisipasi aktif dalam pembelajaran.

Keadaan ini terjadi sebagai akibat elemen-elemen terbentuknya proses partisipasi yang berupa,

(i) dorongan untuk memperoleh harapan (effort), (ii) kemampuan mengikuti proses pembelajaran, dan (iii) peluang untuk mengungkapkan materi pembelajaran yang diperolehnya

di dunia nyata/masyarakat tidak ada atau sangat terbatas. Intensitas pembelajaran mahasiswa

umumnya meningkat (tetapi tetap tidak efektif), terjadi pada saat-saat akhir mendekati ujian.

Akibatnya mutu materi dan proses pembelajaran sangat sulit untuk diakses. Dosen menjadi

pusat peran dalam pencapaian hasil pembelajaran dan seakan-akan menjadi satu-satunya

sumber ilmu.

Perbaikan pola pembelajaran ini telah banyak dilakukan dengan kombinasi lecturing, tanya-jawab, dan pemberian tugas, yang kesemuanya dilakukan berdasarkan ”pengalaman

mengajar” Dosen yang bersangkutan dan bersifat trial-error. Luaran proses pembelajaran tetap tidak dapat diakses, serta memerlukan waktu lama pelaksanaan perbaikannya. Pola

pembelajaran di Perguruan Tinggi yang berlangsung saat sekarang perlu dikaji untuk dapat

dipetakan pola keragamannya. Oleh karenanya, perlu dilakukan perubahan dalam proses dan

materi pembelajaran di Perguruan Tinggi tidak lagi berbentuk Teacher-Centered Content-Oriented (TCCO), tetapi diganti dengan menggunakan prinsip Student-Centered Learning

(SCL) yang disesuaikan dengan keadaan Perguruan Tingginya.

2. Perubahan dari TCL ke arah SCL

Pola pembelajaran yang terpusat pada Dosen seperti yang dipraktekkan pada saat ini

kurang memadai untuk mencapai tujuan pendidikan berbasis kompetensi. Berbagai alasan yang

(45)

dengan berbagai kemudahan untuk mengaksesnya merupakan materi pembelajaran yang sulit

dapat dipenuhi oleh seorang Dosen, (ii) perubahan kompetensi kekaryaan yang berlangsung

sangat cepat memerlukan materi dan proses pembelajaran yang lebih fleksibel, (iii) kebutuhan

untuk mengakomodasi demokratisasi partisipatif dalam proses pembelajaran di Perguruan

Tinggi. Oleh karena itu, pembelajaran ke depan didorong menjadi berpusat pada mahasiswa

(SCL) dengan memfokuskan pada tercapainya kompetensi yang diharapkan. Hal ini berarti

mahasiswa harus didorong untuk memiliki motivasi dalam diri mereka sendiri, kemudian

berupaya keras mencapai kompetensi yang diinginkan. Ketiga alasan pergeseran pembelajaran

yang diuraikan di atas merupakan alasan diluar esensi proses pembelajaran itu sendiri.

Bila ditinjau dari esensinya, pergeseran pembelajaran adalah pergeseran paradigma,

yaitu paradigma dalam cara kita memandang pengetahuan, paradigma belajar dan

pembelajaran itu sendiri. Paradigma lama memandang pengetahuan sebagai sesuatu yang sudah jadi, yang tinggal dipindahkan ke orang lain/mahasiswa dengan istilah transfer of knowledge. Paradigma baru, pengetahuan adalah sebuah hasil konstruksi atau bentukan dari orang yang belajar. Sehingga belajar adalah sebuah proses mencari dan

membentuk/mengkonstruksi pengetahuan, jadi bersifat aktif, dan spesifik caranya. Sedangkan

dengan paradigma lama belajar adalah menerima pengetahuan, pasif, karena pengetahuan yang

telah dianggap jadi tadi tinggal dipindahkan ke mahasiswa dari Dosen, akibatnya bentuknya

berupa penyampaian materi (ceramah). Dalam hal demikian berlangsunglah proses pengajaran

dimana Dosen sebagai pemilik dan pemberi pengetahuan memberikan pengetahuan kepada

mahasiswa sedangkan mahasiswa sebagai penerima pengetahuan hanya secara pasif menerima

dan mendengar. Dengan pola ini perencanaan pengajarannya (GPPP dan SAP) lebih banyak

mendeskripsikan kegiatan yang harus dilakukan oleh pengajar, sedang bagi mahasiswa

perencanaan tersebut lebih banyak bersifat instruksi yang harus dijalankan. Konsekuensi

paradigma baru adalah Dosen hanya sebagai fasilitator dan motivator dengan menyediakan

beberapa strategi belajar yang memungkinkan mahasiswa (bersama Dosen) memilih,

menemukan dan menyusun pengetahuan serta cara mengembangkan keterampilannya (method of inquiry and discovery). Dengan paradigma inilah proses pembelajaran (learning process) dilakukan. Dengan ilustrasi pada gambar 7 di bawah ini akan lebih jelas perbedaan TCL

(46)

Gambar 7: Ilustrasi TCL versus SCL

Teacher Cen tered Learning

Secara lebih rinci, perbedaan antara metode pembelajaran yan berpusat pada guru (TCL)

dan pembelajaran yang berpusat pada siswa (SCL), dapat disajikan dalam tabel 11 berikut.

Tabel 11: Rangkuman Perbedaan TCL dan SCL

No TEACHER CENTERED LEARNING STUDENT CENTERED LEARNING

1 Pengetahuan ditransfer dari Dosen ke mahasiswa

Mahasiswa secara aktif mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajarinya

2 Mahasiswa menerima pengetahuan secara pasif

Mahasiswa secara aktif terlibat di dalam mengelola pegetahuan

3 Lebih menekankan pada penguasaan materi

Tidak hanya menekankan pada pengetahuan materi tetapi juga dalam mengembangkan karakter mahasiswa (live long learning) 4 Biasanya memanfaatkan media tunggal Memanfaatkan media (multimedia) 5 Fungsi Dosen sebagai pemberi infor,masi

utama dan evaluator

Fungsi Dosen sebagai fasilitator dan evaluasi dilakukan bersama dengan mahasiswa 6 Proses pembelajaran dan penilaian

dilakukan secara terpisah

Proses pembelajaran dan penilaian yang dilakukan, saling berkesinambungan dan terintegrasi.

7 Menekankan pada jawaban yang benar saja

(47)

Gambar

Tabel 3. Profil Lulusan Program Studi
Tabel 4. Profil dan Rumusan Kompetensi
Tabel 5. Kaitan Kompetensi dengan Elemen Kompetensinya
Tabel 6. Kaitan Rumusan Kompetensi Dengan Bahan Kajian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini dapat diartikan bahwa responden pada kategori ini tidak mampu dalam menguasai materi secara penuh, tuntas dan menyeluruh, hal ini disebabkan karena daya tangkap

Mahasiswa memahami perkuliahan tentang Aplikasi Teknologi secara teoritik.

RKA - SKPD 2.2.1 Rincian Anggaran Belanja Langsung Menurut Program dan Per Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah. RKA - SKPD 3.1 Rincian Penerimaan

Proses bisnis yang berjalan dalam sistem penjualan karet pada koperasi rukun manunggal yaitu, para petani menjual karet dengan koperasi rukun manunggal melalui lelang

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Taufik, dan Hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

penelitian didapatkan bahwa ekstrak daun lamtoro memberikan hasil terdapatnya penyembuhan luka sayat yang terjadi dibawah 7 hari pada 3 sampel penelitian yakni

Sehingga berdasarkan analisis kebutuhan ini maka diperlukan suatu bahan untuk peserta didik belajar berupa modul pembelajaran elektronik yang disusun menggunakan aplikasi

Maraknya pembicaraan tentang Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Anti Pornografi dan Pornoaksi menunjukan bahwa masalah tersebut adalah masalah yang