BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Budaya Kerja
2.1.1. Pengertian Budaya Kerja
Secara harfiah, pengertian budaya (culture) berasal dari kata Latin Colere,
yang berarti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang (Soerjanto Poespowardojo, 1993). Namun, pengertian yang semula agraris ini lebih lanjut diterapkan pada hal-hal yang bersifat rohani (Langeveld, 1993). Sedangkan
Ashley Montagu dan Cristoper Dawson (1993), mengartikan kebudayaan sebagai way of life, yaitu cara hidup tertentu yang memancarkan identitas tertentu pula
dari suatu bangsa.
Sedangkan menurut Koentjaraningrat, budaya adalah keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat
yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar. Selanjutnya dinyatakan, bahwa kebudayaan memiliki tiga wujud yaitu:
1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleksitas dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleksitas aktivitas kelakuan berpola
dari manusia dalam masyarakat
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia
erat. Kemudian pada bagian lain, menurut Koentjaraningrat kebudayaan
dirumuskan sebagai keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu (Supriyadi & Guno, 2006:6)
Dalam literatur budaya organisasi dapat juga disebut basicassumption tentang sesuatu, dalam hal ini kerja. Kata kerja itu apa? Apakah hakekat kerja?
Kata kerja dapat diidentifikasi berbagai pernyataan sebagai berikut:
1. Kerja adalah hukuman. Manusia sebenarnya hidup bahagia tanpa kerja di Taman Firdaus, tetapi karena ia jatuh ke dalam dosa, maka ia dihukum untuk
bisa hidup manusia harus bekerja banting tulang cari makan. Salah satu bentuk hukuman adalah kerja paksa
2. Kerja adalah beban. Bagi orang malas, kerja adalah beban. Juga bagi kaum budak atau pekerja yang berada dalam posisi lemah.
3. Kerja adalah kewajiban. Dalam sistem birokrasi atau sistem kontraktual,
kerja adalah kewajiban, guna memenuhi perintah atau membayar hutang 4. Kerja adalah sumber penghasilan. Hal ini jelas. Kerja sebagai sumber nafkah
merupakan anggapan dasar masyarakat umumnya.
5. Kerja adalah kesenangan. Kerja sebagai kesenangan seakan hobi atau sport. Hal ini ada kaitannya dengan leisure, sampai pada SDM yang workaholic
6. Kerja adalah gengsi, prestise. Kerja sebagai gengsi berkaitan sengan status sosial dan jabatan. Jabatan seseorang struktual misalnya, jauh lebih
7. Kerja adalah aktualisasi diri. Kerja di sini dikaitkan dengan peran, cita-cita
atau ambisi. Bagi seseorang yang menganut anggapan dasar ini, lebih baik jadi kepala ayam ketimbang ekor sapi.
8. Kerja adalah panggilan jiwa. Kerja di sini berkaitan dengan bakat. Dan sini
tumbuh profesionalisme dan pengabdian kepada kerja.
9. Kerja adalah pengabdian kepada sesama. Kerja dengan tulus, tanpa pamrih.
10. Kerja adalah hidup. Hidup diabdikan dan diisi untuk dan dengan kerja. 11. Kerja adalah ibadah. Kerja merupakan pernyataan syukur atas kehidupan di
dunia ini. Kerja dilakukan seakan-akan kepada dan bagi kemuliaan nama
Tuhan dan bukan kepada manusia. Oleh karena itu orang bekerja penuh antusias
12. Kerja adalah suci. Kerja harus dihormati dan jangan dicemarkan dengan perbuatan dosa, kesalahan, pelanggaran dan kejahatan.
Berpijak dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa atau masyarakat
Indonesia diolah sedemikian rupa, sehingga menjadi nilai-nilai baru yang menjadi sikap dan perilaku manajemen dalam menghadapi tantangan baru. Budaya kerja
itu tidak akan muncul begitu saja, akan tetapi harus diupayakan dengan sungguh-sungguh melalui suatu proses yang terkendali dengan melibatkan semua sumber daya manusia dalam seperangkat sistem, alat-alat dan teknik-teknik pendukung.
Budaya kerja merupakan kawah Candradimuka untuk merubah cara kerja lama menjadi cara kerja baru yang akan berorientasi untuk memuaskan pelanggan atau
Budaya kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup
sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat kebiasaan dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi, kemudian tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat
dan tindakan yang terwujud sebagai kerja atau bekerja. Budaya kerja organisasi adalah manajemen yang meliputi pengembangan, perencanaan, produksi dan
pelayanan suatu produk yang berkualitas dalam arti optimal, ekonomi dan memuaskan.
2.1.2. Tujuan dan Manfaat Budaya Kerja
Melaksanakan budaya kerja mempunyai arti yang sangat dalam, karena akan merubah sikap dan perilaku sumber daya manusia untuk mencapai
produktivitas kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan masa depan. Manfaat yang didapat antara lain sebagai berikut: Menjamin hasil kerja dengan kualitas yang lebih baik, membuka seluruh jaringan komunikasi, keterbukaan,
kebersamaan, kegotong-royongan, kekeluargaan, menemukan kesalahan dan cepat memperbaiki, cepat menyesuaikan diri dengan perkembangan dari luar (faktor
eksternal seperti pelanggan, teknologi, sosial, ekonomi, dan lain-lain), mengurangi laporan berupa data-data dan informasi yang salah dan palsu.
Tujuan fundamental budaya kerja untuk membangun sumber daya
manusia seutuhnya agar setiap orang sadar bahwa mereka berada dalam suatu hubungan sifat peran sebagai pelanggan pemasok dan komunikasi dengan orang
2.1.3. Fungsi Budaya Organisasi
Menurut Ndraha (1997 : 21) ada beberapa fungsi budaya, yaitu : 1) Sebagai identitas dan citra suatu masyarakat
2) Sebagai pengikat suatu masyarakat
3) Sebagai sumber
4) Sebagai kekuatan penggerak
5) Sebagai kemampuan untuk membentuk nilai tambah 6) Sebagai pola perilaku
7) Sebagai warisan
8) Sebagai pengganti formalisasi
9) Sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan
10) Sebagai proses yang menjadikan bangsa kongruen dengan negara sehingga terbentuk nation – state
Sedangkan menurut Mangkunegara (2005:123) fungsi budaya organisasi
dapat membantu mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi koperasi. Hal ini sesuai dengan pendapat John R. Schermerhorn dan James G. Hunt
(1991:344) bahwa: “The culture of an organization can help it deal with problems of both esternal adaption and internal integration”.
2.1.4. Tingkatan Budaya Organisasi
Menurut Edgar H. Schein (dalam Mangkunegara, 2005:117-118) tingkat pertama dari analisis budaya organisasi adalah fakta-fakta seni, ciptaan-ciptaan,
dan tingkat analisis ketiganya adalah asumsi-asumsi dasar, hubungan dengan
lingkungan, kenyataan dan kebenaran, aktivitas manusia serta hubungan manusia. Selanjutnya dikemukakan bahwa tingkat pertama analisis budaya organisasi tersebut tampak dan sering diuraikan, sedangkan pada tingkat analisis keduanya
merupakan tingkat kesadaran yang mendalam dan pada tingkat ketiga analisis diperkirakan kebenarannya, tidak tampak dan berkembang cepat.
Berdasarkan pendapat John R. Schermerhorn, James G.Hunt, Richard N. Osborn dan Edgar H. Schein tersebut dapat dikemukakan bahwa tingkat analisis budaya organisasi adalah:
1. Pada tingkat pertama analisis budaya organisasi yang tampak sebagai hasil sejarah yang khas, upacara-upacara yang dilakukan ataupun ritual atas
keberhasilan organisasi.
2. Pada tingkat kedua analisis nilai-nilai yang dikontribusikan atau nilai-nilai yang dianut antara lain prioritas layanan kepada konsumen
3. Pada tingkat ketiga analisis asumsi-asumsi umum antara lain keberhasilan pengelolaan koperasi terukur pada tingkat efisiensi dan peningkatan
kesejahteraan (peningkatan pendapatan dan kepuasan pelayanan yang dirasakan oleh individu dalam organisasi).
2.1.5.Membangun dan Membina Budaya Organisasi
Kebiasaan pada saat ini, tradisi, dan cara-cara umum untuk melaksanakan pekerjaan kebanyakan berasal dari apa yang telah dilaksanakan sebelumnya dan
Para pendiri organisasi secara tradisional mempunyai dampak yang
penting dalam pembentukan budaya awal organisasi, karena para pendiri tersebut adalah orang-orang yang mempunyai ide awal, mereka juga biasanya mempunyai bias tentang bagaimana ide-ide tersebut harus dipenuhi. Menurut Robbins (1999:
296) Budaya organisasi merupakan hasil dari interaksi antara : 1. Bias dan asumsi pendirinya
2. Apa yang telah dipelajari oleh para anggota pertama organisasi, yang dipekerjakan oleh pendiri
Berdasarkan pendapat Fred Luthans tersebut dapat diuraikan proses
sosialisasi budaya organisasi kepada karyawan sebagai berikut: 1. Seleksi terhadap calon karyawan
2. Penempatan karyawan
3. Pendalaman bidang pekerjaan
4. Pengukuran kinerja dan pemberian penghargaan
5. Penanaman kesetiaan kepada nilai-nilai utama organisasi 6. Memperluas informasi/cerita/berita tentang budaya organisasi
7. Pengakuan dan promosi karyawan 8. Pelaksanaan budaya organisasi
2.2. Budaya Kaizen
2.2.1. Pengertian Budaya Kaizen
Cane (1998:23) Pada pokoknya, kaizen adalah konsep yang sangat
berarti “perbaikan”. Kaizen telah menjadi bagian dari teori manajemen Jepang di
pertengahan tahun 1980-an dan para konsultan manajemen di Barat dengan cepat mengambil dan menggunakan insilah Kaizen untuk diterapkan dalam praktek manajemen secara luas, yang pada pokoknya Kaizen dianggap milik jepang dan
cenderung membuat perusahaan Jepang menjadi kuat di bidang peningkatan yang terus-menerus dibandingkan dengan inovasi.
Wellington (1998:32) Kata kaizen diterjemahkan sebagai perbaikan (berasal dari kata kai yang berarti ‘perubahan’ dan zen yang berarti ‘baik’). Kalau dipergunakan untuk menguraikan suatu proses manajemen dan budaya bisnis kata
itu mempunyai arti perbaikan terus-menerus dan perlahan-lahan, diimplementasikan dengan keikutsertaan aktif dan komitmen dari semua
karyawan dalam apa pun yang dilakukan oleh perusahaan dan lebih tepat lagi dalam cara pelaksanaannya.
Dalam perusahaan Kaizen di Jepang seorang karyawan direkrut dan
dikembangkan sebagai seorang pribadi yang utuh, bukan hanya sekedar sebagai sumber daya yang bermanfaat. Pentingnya karyawan dan tim, pengetahuan
mereka mengenai dan partisipasi dalam setiap aspek keluarga perusahaan, serta kontribusi yang dapat, bahkan seharusnya dilakukan oleh setiap karyawan untuk memperbaiki tempat kerjanya dan apa yang dihasilkannya adalah seperti obsesi
untuk mencapai mutu dan fokus pada perusahaan. Keadaan ini memberi inspirasi, motivasi, dan membuat kompak tenaga kerja yang konsekuensinya mengejar
2.2.2. Prinsip-Prinsip Kaizen
Menurut Wellington (1998:56) prinsip-prinsip Kaizen terdiri dari 1. Fokus pada pelanggan
2. Melakukan perbaikan secara terus-menerus
3. Mengakui adanya masalah secara terbuka 4. Mendorong keterbukaan
5. Menciptakan tim kerja
6. Mengelola proyek lewat tim lintas fungsional
7. Mengembangkan proses hubungan yang mendukung
8. Mengembangkan disiplin pribadi
9. Memberi informasi kepada setiap karyawan
10. Membuat setiap karyawan menjadi mampu
Menciptakan suasana kerjasama dan kebudayaan perusahaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari program kaizen (Imai, 2001 : 205). Semua
program kaizen yang diimplementasikan di Jepang memiliki satu syarat yang sama yaitu : mendapatkan kesediaan karyawan dan mengatasi perlawanannya
terhadap perusahaan. Untuk mencapai ini diperlukan :
1. Usaha terus menerus untuk meningkatkan hubungan industrial. Hubungan industrial adalah tingkat sejauhmana perusahaan membina hubungan dengan
karyawan melalui hubungan atau penghargaan serta melibatkan organisasi karyawan seperti serikat pekerja dan koperasi karyawan, untuk bersama-sama
2. Mengutamakan latihan dan pendidikan karyawan, yaitu perusahaan
memberikan pelatihan dan pendidikan bagi karyawan serta membangun pola pikir karyawan untuk meningkatkan kualitas kerjanya
3. Mengembangkan pemimpin tidak formal diantara karyawan, yaitu
menciptakan hubungan yang hangat antara atasan dan bawahannya, adanya rasa saling percaya, kekeluargaan dan lain sebagainya
4. Membentuk aktivitas kelompok kecil seperti gugus kendali mutu, yaitu dorongan dari organisasi kepada karyawan untuk membentuk aktifitas dalam kelompok-kelompok kecil yang secara sukarela melaksanakan kegiatan
pengendalian mutu ditempat kerja
5. Membawa kehidupan sosial kedalam tempat kerja, yaitu perusahaan harus
mampu membina karyawan agar saling menghargai dan menciptakan hubungan yang harmonis dengan karyawan
6. Melatih penyelia sehingga mereka dapat berkomunikasi lebih baik dengan
karyawan, dan dapat menciptakan keterlibatan pribadi yang lebih positif dengan karyawan
7. Membawa disiplin ke tempat kerja yaitu perusahaan harus mendorong karyawan untuk selalu menerapkan kedisiplinan diri ditempat kerja sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan
8. Usaha terus-menerus untuk meningkatkan hubungan dengan karyawan melalui hubungan atau penghargaan, serta melibatkan organisasi karyawan
9. Berusaha bersungguh-sungguh untuk membuat tempat kerja sebagai tempat
dimana karyawan dapat mengejar tujuan hidup. Tempat kerja, adalah sejauhmana perusahaan menciptakan suasana dimana karyawan akan merasa bahwa lingkungan kerja menjadi tempat yang nyaman dan kondusif yang
akan mendorong produktifitas dan kreatifitas karyawan, serta karyawan merasa memiliki komitmen kepada perusahaan
2.3. Kinerja Karyawan 2.3.1. Pengertian Kinerja
. Istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance yang berarti prestasi kerja atau prestasi sesunggunya yang dicapai seseorang. Menurut Mangkunegara (2000: 67) “kinerja adalah hasil kerja yang dihasilkan
oleh seorang karyawan untuk mencapai tujuan yang diharapkan ”.
Kinerja pada dasarnya adalah aktivitas yang dilakukan atau tidak
dilakukan karyawan. Kinerja karyawan mempengaruhi seberapa banyak mereka memberikan kontribusi kepada organisasi. Perbaikan kinerja baik untuk individu maupun kelompok menjadi pusat perhatian dalam upaya meningkatkan kinerja
organisasi (Mathis, 2002:78).
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
2.3.2. Indikator Kinerja
Ukuran secara kualitatif dan kuantitatif yang menunjukkan tingkatan pencapaiaan suatu sasaran atau tujuan yang telah di tetapkan adalah merupakan indikator dari suatu kinerja. Indikator kinerja haruslah merupakan sesuatu yang
dapat dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat bahwa kinerja setiap hari dalam perusahaan dan perorangan terus
mengalami peningkatan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Menurut Sutrisno (2009:152) ada enam indikator dari kinerja yakni: 1. Hasil kerja
meliputi tingkat kuantitas maupun kualitas yang telah dihasilkan dan sejauh mana pengawasan dilakukan
2. Pengetahuan pekerjaan
Tingkat pengetahuan yang terkait dengan tugas pekerjaan yang akan berpengaruh langsung terhadap kuantitas dan kualitas dari hasil kerja
3. Inisiatif
Tingkat inisiatif selama melaksanakan tugas pekerjaan khususnya dalam hal
penanganan masalah-masalah yang timbul 4. Kecekatan Mental
Tingkat kemampuan dan kecepatan dalam menerima instruksi kerja dan
menyesuaikan dengan cara kerja serta situasi kerja yang ada 5. Sikap
6. Disiplin Waktu dan Absensi
Tingkat ketepatan waktu dan tingkat kehadiran 2.3.3. Penilaian Kinerja
Menurut Handoko (2001:122) penilaian kinerja adalah usaha untuk
merencanakan dan mengontrol proses pengelolaan pekerjaan sehingga dapat dilaksanakan sesuai tujuan yang telah ditetapkan, penilaian prestasi kerja juga
merupakan proses mengevaluasi dan menilai prestasi kerja karyawan diwaktu yang lalu atau untuk memprediksi prestasi kerja di waktu yang akan datang dalam suatu organisasi. Sutrisno (2009:164) menyatakan bahwa kinerja merupakan hasil
upaya seseorang yang ditentukan oleh kemampuan karakteristik pribadinya serta persepsi terhadap perannya dalam pekerjaan itu.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Menurut (Hasibuan, 2000: 59) unsur-unsur penilaian kinerja adalah sebagai berikut:
1. Prestasi
Penilaian hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dapat di hasilkan karyawan.
2. Kedisiplinan
3. Penilaian disiplin dalam mematuhi peraturan-peraturan yang ada dan
Penilaian kemampuan karywan dalam mengembangkan kreatifitas untuk
menyelesaikan pekerjaannya sehingga dapat bekerja lebih berdaya guna dan berhasil guna.
5. Bekerja sama
Penilaian kesediaan karyawan berpartipasi dan bekerja sama dengan karyawan lain secara vertikal atau horizontal didalam maupun diluar sehingga hasil
pekerjaannya lebih baik. 6. Kecakapan
Penilaian dalam menyatukan dan melaraskan bermacam-macam elemen yang
terlibat dalam menyusun kebijaksanaan dan dalam situasi manajemen. 7. Tanggung jawab
Penilaian kesediaan karyawan dalam mempertanggungjawabkan kebijaksanaannya, pekerjaan dan hasil kerjanya, sarana dan prasarana yang digunakan, serta perilaku pekerjaannya.
2.3.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan
Menurut Mathis (2002:80) dalam pembahasan mengenai permasalahan
kinerja karyawan maka tidak terlepas dari berbagai macam faktor yang menyertai diantaranya.
1. Faktor kemampuan (ability)
Secara psikologis kemampuan (ability) karyawan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge dan skill) artinya karyawan
akan lebih mudah mencapai kinerja diharapkan. Oleh karena itu, karyawan
perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya. 2. Faktor motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap (atitude) seorang karyawan dalam menghadapi si
menjadi perusahaan kelas dunia. Ketujuh kriterituasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah
untuk mencapai tujuan kerja.
2.4. Penelitian Terdahulu
Tris Amalia (2008) Judul penelitian “Pengaruh Budaya Kerja dan Komitmen Karyawan Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT Bank Sumut Cabang
Utama Medan.” Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh budaya kerja dan komitmen karyawan terhadap kinerja karyawan pada PT Bank Sumut Cabang Utama Medan. Pengujian data menggunakan kuesioner
yang dianalisis dengan menggunakan analisis statistik seperti : uji validitas dan reliabilitas, uji asumsi klasik dan analisis regresi linear berganda pada α=5%
dengan bantuan SPSS 15.0 for Windows. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh secara positif dan signifikan antara variabel budaya kerja dan komitmen karyawan terhadap kinerja karyawan pada PT Bank Sumut Cabang
Utama Medan Medan. Pada uji F diketahui bahwa variabel budaya kerja dan komitmen karyawan secara bersama-sama mempengaruhi variabel kinerja
terhadap kinerja karyawan pada PT Bank Sumut Cabang Utama Medan. Pada
pengujian koefisien determinasi yang disesuaikan (Adjusted R Square) diperoleh nilai sebesar 0.389, yang memiliki arti bahwa variabel kinerja karyawan pada PT Bank Sumut Cabang Utama Medan dipengaruhi oleh variabel budaya kerja dan
komitmen karyawan sebesar 38.9% dan sisanya 61.1% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Illa Uma’Rifah (2002) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Budaya Kaizen Terhadap Kinerja Karyawan Pada Koperasi Sae Pujon Kabupaten Malang”. Variabel-variabel Budaya kaizen yang terdiri dari Pendidikan dan
latihan (X1), Hubungan Kerja (X2), Tempat Kerja, (X3)Penyelia (X4) dan kedisiplinan kerja (X5) secara simultan atau bersama-sama mempunyai pengaruh
bermakna terhadap kinerja (Y) karyawan pada koperasi “SAE” Pujon pada taraf nyata α = 0.05. sehingga menolak Ho dan menerima Ha. Dari hasil uji t dapat
diketahui bahwa nilai thitung untuk variabel Penyelia (X4) sebesar 6.676 dengan
taraf signifikan 0.003 dapat dikatakan memiliki nilai t hitung
Dari analisis diperoleh nilai R adjust square (R
tertinggi dengan taraf signifikan terkecil, sehingga hipotesis ketiga dapat dibuktikan pada taraf nyata α =
0.05 Dari uji t juga dapat diketahui bahwa variabel penyelia mempunyai pengaruh dominan karena mempunyai t hitung yang paling besar dengan tingkat signifikan terendah.
2
) sebesar 0.767 hal ini menunjukkan bahwa variabel bebas secara bersama-sama memberikan konstribusi
misalnya : kepemimpinan, karakteristik individu maupun pekerjaan, motivasi,
kepuasan kerja, dan lain sebagainya, yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini
2.5.Hubungan Budaya Kaizen Dengan Kinerja Karyawan
Telah dijelaskan bahwa budaya kaizen pada perusahaan sangat berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Apabila budaya kaizen diterapkan dan
dilaksanakan dengan baik di perusahaan maka karyawan akan dapat mencapai standar target yang ditetapkan oleh perusahaan dan kinerja karyawan akan semakin meningkat untuk setiap tahunnya. Hal ini karena tujuan budaya kaizen
adalah untuk memperbaiki kinerja karyawan yang dilakukan secara terus menerus sampai menjadi lebih baik. Jika budaya kaizen yang dilaksanakan di perusahaan
semakin meningkat maka akan mempengaruhi kinerja karyawan semakin meningkat. Berdasarkan uraian di atas, patut diduga ada hubungan antara budaya kaizen dengan kinerja karyawan. Dengan demikian terdapat pengaruh yang
positif antara budaya kaizen dengan kinerja karyawan.
2.6.Kerangka Konseptual
Wellington (1998:57) Kaizen memerlukan karyawan yang terdorong untuk
berpikir dan terlatih untuk berpikir secara kritis dan konstruktif. Ini memerlukan
budaya dan nilai-nilai perusahaan yang tepat..
Budaya Kaizen sangat berpengaruh terhadap kinerka karyawan, yang terdiri
dari pendidikan dan pelatihan karyawan, hubungan kerja, tempat kerja, penyelia, dan
dalam dan luas kumpulan keterampilan dan semakin besar wewenang yang diberikan
kepada tenaga kerja, semakin baik mutu dari perbaikan dan pelayanan terhadap
kinerja karyawan. Dimana karyawan tidak akan mungkin dapat melakukan pekerjaan
sebagaimana yang diharapkan tanpa ditunjang oleh budaya kaizen yang mendukung
dan kenyamanan karyawan didalam menjalankan pekerjaan sehari-hari sangat
tergantung pada budaya kaizen dan budaya organisasi yang ada dalam perusahaan.
Gambar di bawah ini merupakan landasan berpikir penulis dalam melakukan
penelitian.
Sumber: Hasibuan (2000), diolah
Gambar 2.1: Kerangka Konseptual
Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa antara variabel bebas dan variabel terikat saling memiliki keterkaitan yaitu:
Pelatihan dan pengembangan tenaga kerja dilakukan dengan
mengikutsertakan tenaga kerja dalam program pelatihan dan pengembangan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan tenaga kerja,
sehingga mampu menyesuaikan atau mengikuti perkembangan kebutuhan organisasi. Penyelia sejauhmana perusahaan dapat menciptakan hubungan yang hangat antara penyelia dengan karyawan, komunikasi yang baik dan adanya
Kinerja Karyawan (Y) Budaya Kaizen (X)
Pelatihan dan Pendidikan (X1) Hubungan Kerja (X2)
keterlibatan personal yang lebih positif dengan karyawan dan berpengaruh
terhadap kinerja karyawan.
Hubungan kerja yang baik akan meminimalkan terjadinya permasalahan yang dapat mengakibatkan kinerja semakin menurun. Tempat kerja atau
lingkungan kerja merupakan suatu alat ukur yang akan berpengaruh terhadap kinerja karyawan jika lingkungan kerja yang ada di perusahaan itu baik dan
menyenangkan bagi karyawan akan meningkatkan kinerja karyawan.
Kedisiplinan kerja sebagai sikap mental yang tercermin dalam perbuatan atau tingkah laku perorangan, kelompok atau masyarakat berupa ketaatan
terhadap peraturan-peraturan atau ketentuan yang ditetapkan oleh perusahaan sehingga karyawan dapat mematuhi peraturan yang ditetapkan oleh perusahaan.
2.7. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian adalah jawaban yang sifatnya sementara terhadap rumusan masalah penelitian yang harus diuji kebenarannya. Oleh karena itu
rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2006:306).