• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP tata FISIOLOGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP tata FISIOLOGI "

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP FISIOLOGI TERNAK

ASMA BIO KIMESTRI

14/373531/PPT/00865

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS GADJAH MADA

(2)

PENDAHULUAN

Faktor lingkungan yang berpengaruh langsung pada kehidupan ternak

adalah iklim. Iklim merupakan faktor yang menentukan ciri khas dari seekor

ternak. Ternak yang hidup di daerah yang beriklim tropis berbeda dengan ternak

yang hidup di daerah subtropis. Namun hal tersebut dapat diatasi misalnya di

beberapa negara tropis, Air Condition (AC) digunakan dalam beternak

untuk mengendalikan atau menyesuaikan suhu di lingkungan sekitar ternak yang

berasal dari daerah subtropis, sehingga ternak tersebut dapat berproduksi

dengan normal.

Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk membahas lebih lanjut

tentang iklim yang merupakan hal terpenting dalam penentuan kerja status

fisiologi dari ternak terutama pada produktivitasnya. Manfaat dari penyusunan

makalah ini adalah pembaca dapat memahami pengaruh iklim dan unsur-unsur

(3)

PEMBAHASAN Iklim

Iklim merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh langsung

terhadap ternak juga berpengaruh tidak langsung melalui pengaruhnya terhadap

faktor lingkungan yang lain. Selain itu berbeda dengan faktor lingkungan yang

lain seperti pakan dan kesehatan, iklim tidak dapat diatur atau dikuasai

sepenuhnya oleh manusia. Untuk memperoleh produktivitas ternak yang efisien,

manusia harus “menyesuaikan“ dengan iklim setempat. Iklim yang cocok untuk

daerah peternakan adalah pada klimat semi-arid. Daerah dengan klimat ini

ditandai dengan kondisi musim yang ekstrim, dengan curah hujan rendah secara

relatif dan musim kering yang panjang. Fluktuasi temperatur diavual dan musim

sangat besar, lengas udara sepanjang tahun kebanyakan sangat rendah dan

terdapat intensitas radiasi solar yang tinggi karena atmosfir yang kering dan langit

yang cerah. Meskipun curah hujan keseluruhan berkisar antara 254 sampai 508

mm, hujan dapat turun lebih lebatt meskipun kejadian itu sangat jarang. Iklim

yang ada diberbagai daerah tidaklah sama, melainkan bervariasi tergantung dari

faktor-faktor yang tak dapat dikendalikan (tetap) seperti altitude (letak daerah dari

ekuator, distribusi daratan dan air, tanah dan topografinya) dan latitude

(ketinggian tempat) dan faktor-faktor tidak tetap (variabel) seperti aliran air laut,

angin, curah hujan, drainase dan vegetasi.

Temperatur Lingkungan

Lingkungan dapat diklasifikasikan dalam dua komponen, yaitu :

(4)

(2) Biotik : semua interaksi di antara (perwujudan) makanan, air, predasi,

penyakit serta interaksi sosial dan seksual.

Faktor lingkungan abiotik adalah faktor yang paling berperan dalam

menyebabkan stres fisiologis (Yousefdalam Sientje, 2003).. Komponen

lingkungan abiotik utama yang pengaruhnya nyata terhadap ternak adalah

temperatur, kelembaban (Yousef ; Chantalakhana dan Skunmun dalam Sientje,

2003), curah hujan, angin dan radiasi matahari (Yousef ; Cole and Brander dalam

Sientje, 2003).

Temperatur lingkungan adalah ukuran dari intensitas panas dalam unit standar dan

biasanya diekspresikan dalam skala derajat celsius (Yousef dalam Sientje,

2003). Secara umum, temperatur udara adalah faktor bioklimat tunggal yang

penting dalam lingkungan fisik ternak. Supaya ternak dapat hidup nyaman dan

proses fisiologi dapat berfungsi normal, dibutuhkan temperatur lingkungan yang

sesuai. Banyak species ternak membutuhkan temperatur nyaman 13 – 18 oC

(Chantalakhana dan Skunmun, dalam Sientje, 2003) atau Temperature Humidity

Index (THI) < 72 (Davidson, et al. dalam Sientje, 2003).

Setiap hewan mempunyai kisaran temperatur lingkungan yang paling sesuai yang

disebut Comfort Zone. Temperatur lingkungan yang paling sesuai bagi kehidupan

ternak di daerah tropik adalah 10°C-27°C (50°F-80°F). Sedangkan keadaan

lingkungan yang ideal untuk ternak di daerah sub tropis (sapi perah) adalah pada

temperatur antara 30°F-60°F dan dengan kelembaban rendah. Selain itu, sapi FH

maupun PFH memerlukan persyaratan iklim dengan ketinggian tempat ± 1000 m

(5)

diatas 55 persen. Kenaikan temperatur udara di atas 60°F relatif mempunyai

sedikit efek terhadap produksi.

KelembabanLingkungan

Kelembaban adalah jumlah uap air dalam udara. Kelembaban udara penting,

karena mempengaruhi kecepatan kehilangan panas dari ternak. Kelembaban dapat

menjadi kontrol dari evaporasi kehilangan panas melalui kulit dan saluran

pernafasan (Chantalakhana dan Skunmun dalam Sientje, 2003).

Kelembaban biasanya diekspresikan sebagai kelembaban relatif (Relative

Humidity = RH) dalam persentase yaitu ratio dari mol persen fraksi uap air dalam

volume udara terhadap mol persen fraksi kejenuhan udara pada temperatur dan

tekanan yang sama (Yousef dalam Sientje, 2003). Pada saat kelembaban tinggi,

evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan panas terbatas dan dengan demikian

mempengaruhi keseimbangan termal ternak(Chantalakhana dan Skunmun dalam

Sientje, 2003)..

Iklim di indonesia adalah Super Humid atau panas basah yaitu klimat yang

ditandai dengan panas yang konstan, hujan dan kelembaban yang terus menerus.

Temperatur udara berkisar antara 21.11°C-37.77°C dengan kelembaban relatir

55-100 persen. Suhu dan kelembaban udara yang tinggi akan menyebabkan stress

pada ternak sehingga suhu tubuh, respirasi dan denyut jantung meningkat, serta

konsumsi pakan menurun, akhirnya menyebabkan produktivitas ternak rendah.

Selain itu berbeda dengan factor lingkungan yang lain seperti pakan dan

kesehatan, maka iklim tidak dapat diatur atau dikuasai sepenuhnya oleh manusia.

(6)

Selama musim hujan, rata-rata temperatur udara lebih rendah, sedangkan

kelembaban tinggi dibanding pada musim panas. Jumlah dan pola curah hujan

adalah faktor penting untuk produksi tanaman dan dapat dimanfaatkan untuk

suplai makanan bagi ternak.

Curah hujan bersama temperatur dan kelembaban berhubungan dengan masalah

penyakit ternak serta parasit internal dan eksternal. Curah hujan dan angin juga

dapat menjadi petunjuk orientasi perkandangan ternak(Chantalakhana dan

Skunmun dalam Sientje, 2003)..

Angin

Menurut Yousef dalam Sientje (2003) angin diturunkan oleh pola tekanan yang

luas dalam atmosfir yang berhubungan dengan sumber panas atau daerah panas

dan dingin pada atmosfir. Kecepatan angin selalu diukur pada ketinggian tempat

ternak berada. Hal ini penting karena transfer panas melalui konveksi dan

evaporasi di antara ternak dan lingkungannya dipengaruhi oleh kecepatan angin.

Radiasi Matahari

Menurut Yousef dalam Sientje (2003), Radiasi matahari dalam suatu lingkungan

berasal dari dua sumber utama :

(1) Temperatur matahari yang tinggi

(2) Radiasi termal dari tanah, pohon, awan dan atmosfir

Petunjuk variasi dan kecepatan radiasi matahari, penting untuk mendesain

perkandangan ternak, karena dapat mempengaruhi proses fisiologi ternak (Cole

(7)

Lingkungan termal adalah ruang empat dimensi yang sesuai ditempati ternak..

Mamalia dapat bertahan hidup dan berkembang pada suatu lingkungan termal

yang tidak disukai, tergantung pada kemampuan ternak itu sendiri dalam

menggunakan mekanisme fisiologis dan tingkah laku secara efisien untuk

mempertahankan keseimbangan panas di antara tubuhnya dan lingkungan

(Yousef, dalam Sientje, 2003).

Produksi panas, Kehilangan Panas, dan Daya Tahan Panas

Mamalia termasuk di dalamnya sapi perah, temperatur tubuhnya dikontrol pada

level konstan. Hal itu dilakukan dengan termoregulasi. Kondisi khusus ini disebut

homoitermis, untuk memelihara proses fisiologis tubuh agar tetap optimum

(Sturkie, dalam Sientje, 2003). Homoitermis dapat terjaga dikarenakan

keseimbangan sensitif di antara produksi panas (Heat Production = HP) dan

kehilangan panas (Heat Loss = HL).

Produksi panas tubuh ternak diukur dengan kalorimetri langsung dan tidak

langsung. Sedangkan kehilangan panas diketahui melalui kehilangan non

evaporasi dan evaporasi (Yousef dalam Sientje, 2003).

Penerapan ternak di daerah yang iklimnya sesuai akan menunjang dihasilkannya

produksi secara optimal. Salah satu unsur penentu iklim adalah suhu lingkungan.

Bagi sapi potong yang mempunyai suhu tubuh optimum 38.33°C, suhu

lingkungan 25°C dapat menyebabkan peningkatan rata pernafasan, suhu rektal

dan pengeluaran keringat, yang semuanya merupakan manifestasi tubuh untuk

mempertahankan diri dari cekaman panas. Semakin banyak jumlah keringat yang

dikeluarkan, hewan makin tidak tahan terhadap cekaman panas.

(8)

Kelembaban udara ditentukan oleh jumlah uap air yang terkandung di dalam

udara. Total massa uap air per satuan volume udara disebut sebagai kelembaban

absolut (absolute humidity, umumnya dinyatakan dalam satuan kg/m3).

Perbandingan antara massa uap air dengan massa udara lembab dalam satuan

volume udara tertentu disebut sebagai kelembaban spesifik (spesifik humidity,

umumnya dinyatakan dalam satuan g/kg). Massa udara lembab adalah tital massa

dari seluruh gas-gas atmosfer yang terkandung, termasuk uap air, jika massa uap

air tidak diikutkan, maka disebut sebagai massa udara kering (dry air). Data

klimatologi untuk kelembaban udara yang umum dilaporkan adalah kelembaban

relatif (relative humidity, disingkat RH). Kelembaban relatif adalah perbandingan

antara tekanan uap air aktual (yang terukur) dengan tekanan uap air pada kondisi

jenuh. Umumnya dinyatakan dalam persen. RH = [PA/Pg] x 100%

Di mana: PA = tekanan uap air actual Pg = tekanan uap air pada kondisi jenuh

Fisiologis Ternak

Fisiologis ternak meliputi suhu tubuh, respirasi dan denyut jantung. Suhu tubuh

hewan homeotermi merupakan hasil keseimbangan dari panas yang diterima dan

dikeluarkan oleh tubuh. Dalam keadaan normal suhu tubuh ternak sejenis dapat

bervariasi karena adanya perbedaan umur, jenis kelamin, iklim, panjang hari, suhu

lingkungan, aktivitas, pakan, aktivitas pencernaan dan jumlah air yang

diminum. Suhu normal adalah panas tubuh dalam zone thermoneutral pada

aktivitas tubuh terendah. Variasi normal suhu tubuh akan berkurang bila

mekanisme thermoregulasi telah bekerja sempurna dan hewan telah dewasa. Salah

satu cara untuk memperoleh gambaran suhu tubuh adalah dengan melihat suhu

(9)

dan dapat mewakili suhu tubuh secara keseluruhan sehingga dapat disebut sebagai

suhu tubuh. Respirasi adalah proses pertukaran gas sebagai suatu rangkaian

kegiatan fisik dan kimis dalam tubuh organisme dalam lingkungan sekitarnya.

Oksigen diambil dari udara sebagai bahan yang dibutuhkan jaringan tubuh dalam

proses metabolisme. Frekuensi respirasi bervariasi tergantung antara lain dari

besar badan, umur, aktivitas tubuh, kelelahan dan penuh tidaknya rumen.

Kecepatan respirasi meningkat sebanding dengan meningkatnya suhu lingkungan.

Meningkatnya frekuensi respirasi menunjukkan meningkatnya mekanisme tubuh

untuk mempertahankan keseimbangan fisiologik dalam tubuh hewan.

Kelembaban udara yang tinggi disertai suhu udara yang tinggi

menyebabkan meningkatnya frekuensi respirasi. Frekuensi denyut nadi dapat

dideteksi melalui denyut jantung yang dirambatakan pada dinding rongga dada

atau pada pembuluh nadinya. Frekuensi denyut nadi bervariasi tergantung dari

jenis hewan, umur, kesehatan dan suhu lingkungan. Disebutkan pula bahwa

hewan muda mempunyai denyut nadi yang lebih frekuen daripada hewan tua.

Pada suhu lingkungan tinggi, denyut nadi meningkat. Peningkatan ini

berhubungan dengan peningkatan respirasi yang menyebabkan meningkatnya

aktivitas otot-otot respirasi, sehingga dibutuhkan darah lebih banyak untuk

mensuplai O2 dan nutrient melalui peningkatan aliran darah dengan jalan

peningkatan denyut nadi. Bila terjadi cekaman panas akibat temperatur

lingkungan yang tinggi maka frekuensi pulsus ternak akan meningkat, hal ini

berhubungan dengan peningkatan frekuensi respirasi yang menyebabkan

meningkatnya aktivitas otot-otot respirasi, sehingga memepercepat pemompaan

(10)

Frekuensi Pulsus sapi dalam keadaan normal adalah 54-84 kali per menit atau

40-60 kali per menit dan sapi muda 80-90 kali per menit.

Zona Temperatur Netral

Zona temperatur netral atau zona termonetral (ZTN) adalah zona yang relatif

terbatas dari temperatur lingkungan yang efektif dalam memproduksi panas

minimal dari ternak (Curtis dalam Sientje, 2003). ZTN disebut juga profil

termonetral atau zona nyaman atau zona termopreferendum (Yousef dalam

Sientje, 2003). Pada zona ini, tidak ada perubahan dalam produksi panas dan

temperatur tubuh dapat dikontrol oleh adanya perubahan kecil dalam konduksi

ternak melalui variasi tubuh, aliran darah dari pusat ke periferi atau peningkatan

keringat (Sturkiedalam Sientje, 2003).

Stres adalah respon fisiologi, biokimia dan tingkah laku ternak terhadap variasi

faktor fisik, kimia dan biologis lingkungan (Yousef dalam Sientje, 2003). Dengan

kata lain, stres terjadi apabila terjadi perubahan lingkungan yang ekstrim, seperti

peningkatan temperatur lingkungan atau ketika toleransi ternak terhadap

lingkungan menjadi rendah (Curtis dalam Sientje, 2003). Stres panas terjadi

apabila temperatur lingkungan berubah menjadi lebih tinggi di atas ZTN (upper

critical temperature). Pada kondisi ini, toleransi ternak terhadap lingkungan

(11)

(Yousef dalam Sientje, 2003). Stres panas ini akan berpengaruh terhadap

pertumbuhan, reproduksi dan laktasi sapi perah termasuk di dalamnya pengaruh

terhadap hormonal, produksi susu dan komposisi susu (Mc Dowell dalam Sientje,

2003).

Efek Terhadap Hormonal

Temperatur berhubungan dengan fungsi kelenjar endokrin. Stres panas

memberikan pengaruh yang besar terhadap sistem endokrin ternak disebabkan

perubahan dalam metabolisme (Anderson dalam Sientje, 2003).

Ternak yang mengalami stres panas akibat meningkatnya temperatur lingkungan,

fungsi kelenjar tiroidnya akan terganggu. Hal ini akan mempengaruhi selera

makan dan penampilan (MC Dowell dalam Sientje, 2003). Stres panas kronik juga

menyebabkan penurunan konsentrasi growth hormone dan

glukokortikoid. Pengurangan konsentrasi hormon ini, berhubungan dengan

pengurangan laju metabolik selama stres panas. Selain itu, selama stres panas

konsentrasi prolaktin meningkat dan diduga meningkatkan metabolisme air dan

elektrolit. Hal ini akan mempengaruhi hormon aldosteron yang berhubungan

dengan metabolisme elektrolit tersebut. Pada ternak yang menderita stres panas,

kalium yang disekresikan melalui keringat tinggi menyebabkan pengurangan

konsentrasi aldosteron (Anderson dalam Sientje, 2003).

STRATEGI PENGURANGAN STRES PANAS

Stres panas harus ditangani dengan serius, agar tidak memberikan pengaruh

negatif yang lebih besar. Beberapa strategi yang digunakan untuk mengurangi

(12)

1. Perbaikan sumber pakan/ransum, dalam hal ini keseimbangan energi,

protein, mineral dan vitamin

2. Perbaikan genetik untuk mendapatkan breed yang tahan panas

3. Perbaikan konstruksi kandang, pemberian naungan pohon dan

mengkontinyu kan suplai air

4. Penggunaan naungan, penyemprotan air dan penggunaan kipas angin

serta kombinasinya

KESIMPULAN

Kesimpulan dari materi yang dibahas diatas adalah: (1)Lingkungan berpengaruh

besar terhadap sifat genetik ternak; (2) Penerapan ternak di daerah yang iklimnya

sesuai akan menunjang dihasilkannya produksi secara optimal; (3) Suhu dan

kelembaban lingkungan yang tinggi dapat menyebabkan stress terhadap ternak

sehingga fisiologis ternak tersebut meningkat dan konsumsi pakan menurun,

sehingga produktivitasnya menurun; (4) Suhu tubuh dengan suhu rektal dan suhu

kulit saling berpengaruh karena suhu tubuh di dapat dari kedua suhu tersebut; (5)

Frekuensi pernapasan berpengaruh kepada lingkungan, apabila suhu dan

kelembaban naik maka frekuensi respirasi dan denyut jantung akan meningkat; (6)

Daya tahan terhadap panas dapat dihitung dengan melihat jumlah keringat yang

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Reksohadiprojo, S. 1984. Pengantar Ilmu Peternakan Tropik. BPFE, Yogyakarta.

Sientje. 2003. Stres Panas Pada Sapi Perah Laktasi. IPB, Bogor

Soedomo Reksohadiprojo. 1984. Pengantar Ilmu Peternakan Tropik. BPFE,

Yogyakarta.

Umar Ar., dkk. 1991. Pengaruh Frekuensi Penyiraman/memandikan terhadap

status faali Sapi Perah yang dipelihara di Bertais Kabupaten Lombok

Barat. UNRAM University Press, Mataram.

Widoretno, Dyah Kusumo Utari., 1983. Cara Pengukuran Ekskresi Keringan

untuk Mengetahui Daya Tahan Panas Sapi Potong. UNPAD University Press,

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 15 Perbandingan pengaruh variasi jarak terhadap nilai BCIs Dari tabel dan gambar diatas terlihat bahwa pada penurunan yang sama semakin semakin dekat jarak

Dari enam faktor yang diteliti (sistem manajemen lingkungan, kinerja.. lingkungan, ukuran perusahaan, tipe industri, return on asset, dan leverage ), terbukti sistem

Hubungan Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Dengan Tingkat Kecemasan Akibat Hospitalisasi Pada Anak Usia pra Sekolah Yang Sedang Dirawat di Ruang anak Rumah Sakit Islam

Untuk menganalisisa apakah perencanaan strategis, pengelolaan sumber daya manusia dan pengendalian kualitas produk berpengaruh signifikan secara simultan terhadap kegagalan

pada org yg byk bicara ( guru TK, penyanyi )  Suara parau membaik pada pagi hari  Nodul pada 1/3 anterior Chorda Vokalis  Bilateral  Voice therapy  Tidak berteriak

I Made Giri Gunadi (1993) dalam artikel yang berjudul “Variasi Ragam Hias Pada Lapik Beberapa Arca di Desa Pejeng Kabupaten Gianyar”, memberi penjelasan bahwa peninggalan patung

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terdapat beberapa kendala yang dapat dibuat sebagai saran untuk penelitian selanjutnya yaitu perlu dilakukan penambahan

Penyusunan Laporan Kinerja (LKj) merupakan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah,