• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PROFIL PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2

DI BAGIAN PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT UMUM DOK 2 JAYAPURA PERIODE 1 Januari 2013 – 31 Desember 2013

DISUSUN OLEH :

Nama : Hudson Gerson Worabai Nim : 0100840154

Pembimbing :

dr. Sofia Elisjabet Rumbino,Sp.PD

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH

(2)

BAB I

PENDAHULUHAN

1.1. Latar belakang

Menurut America Diabetes Assosiation (ADA), Diabetes Mellitus (DM) di definisikan sebagai suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh kondisi Hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin,kerja insulin atau kedua-duanya.1

` Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Hiperglikemik kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. World Health Organization (WHO) sebelumnya teleh merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat di tuangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat di katakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor di mana didapat difisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.2

Diabetes mellitus adalah salah satu diantara penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di masa yang akan datang. Diabetes mellitus merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad ke 21.organisasi kesehatan dunia (WHO) membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap diabetes di atas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025 itu membengkak menjadi 300 juta orang, selain itu DM Tipe 2 meliputi lebih 90% dari semua populasi diabetes.3

Indonesia menduduki posisi keempat dunia setelah India, Cina dan Amerika dalam prevalensi DM. Pada tahun 2000 masyarakat Indonesia yang menderita DM adalah sebesar 8,4 juta jiwa dan diprediksi akan meningkat pada tahun 2030 menjadi 21,3 juta jiwa. Data ini menunjukkan bahwa angka kejadian DM tidak hanya tinggi di negara maju tetapi juga di negara berkembang, seperti Indonesia. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar

(3)

berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan dan adanya gejala adalah sebesar 1,1%. Sedangkan prevalensi berdasarkan hasil pengukuran kadar gula darah pada penduduk umur lebih dari lima belas tahun di daerah perkotaan adalah sebesar 5,7%.4

Masalah Diabetes Melitus tipe 2 merupakan permasalahan yang besar, sebagian besar penyakit Diabetes Melitus di RSUD dok II Jayapura hampir menyangkut Diabetes Melitus Tipe 2 juga merupakan suatu penyakit yang harus cepat di tangani sebab penyakit ini walaupun penyakit tidak menular namun penyakit ini merupakan suatu penyakit turunan genetik, DM tipe 2 juga memiliki komplikasi yang dapat berakibat fatal bagi penderita DM tipe 2 khususnya di Jayapura-Papua.

Melalui penelitian ini penulis berusaha untuk mengetahui dan memberikan informasi mengenai Gambaran Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Bagian Penyakit Dalam RSUD Dok II jayapura. Data hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu data dasar dalam program pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Papua khususnya di Bagian Penyakit Dalam RSUD Dok II Jayapura.

1.2. Rumusan masalah

Bagaimanakah profil penderita Diabetes Mellitus tipe 2 di Bagian Penyakit Dalam RSUD Dok 2 Jayapura Periode 1 Januari 2013 – 31 Desember 2013 ?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui profil penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Bagian Penyakit Dalam RSUD Dok II Jayapura Periode 1 Januari 2013 – 31 Desember 2013.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui karakteristik demografi berdasarkan umur, jenis kelamin,berat badan, tinggi badan, pendidikan, pekerjaan dan ras/etnik pada penderita Diabetes mellitus tipe 2 di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam RSUD Dok II Jayapura.

(4)

3. Mengetahui gambaran komplikasi akut dan kronik pada penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam RSUD Dok II Jayapura.

4. Mengetahui gambaran penyakit penyerta pada penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam RSUD Dok II Jayapura.

1.4. ManfaatPenelitian 1.4.1. Manfaat teoritis

1. Memberikan tambahan data dan pengetahuan tentang profil penderita Diabetes Melitus Tipe 2.

2. Data yang didapatkan dapat menjadi sumber data untuk penelitian selanjutnya. 1.4.2. Manfaat Praktis

Mendapatkan data tambahan sebagai bahan pertimbangan untuk memberikan pelayanan kesehatan terhadap penderita Diabetes Melitus dengan lebih baik.

(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Diabetes Melitus

Diabetes merupakan salah satu penyakit tertua pada manusia nama lengkapnya adalah diabetes melitus, berasal dari kata Yunani: Siphon (pipa) gula yang menggambarkan gejala diabetes tak terkontrol.6

Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.5 Diabetes Melitus adalah penyakit kronis di mana pangkreas tidak dapat memproduksi insulin secara cukup.7

Diabetes Melitus adalah penyakit metabolisme yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah akibat kekurangan sekresi Insulin, kerusakan fungsi Insulin. Berdasarkan pada sekresi insulin,Diabetes melitus di bagi menjadi 2 kategori utama, yaitu Diabetes Melitus tipe 1 (DMT1) atau Insulin dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2) atau Non insulin dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). DMT1 ditandai dengan kekurangan produksi Insulin dan memerlukan tambahan insulin setiap hari sedangkan DMT2 merupakan kombinasi dari resistensi Insulin dan kelainan produksi Insulin pada sel Beta pankreas.8

2.2. Klasifikasi dan Etiologi Diabetes Melitus

Berdasarkan klasifikasinya Diabetes Melitus diabagi menjadi 4 yaitu Diabetes Mellitus Tipe 1, Diabetes Melitus Tipe 2,Diabetes Mellitus Tipe lain dan Diabetes Mellitus

Gestasional.3

2.2.1. Diabetes Melitus Tipe 1

(6)

ekskresi urin yang berlebihan (polyuria), kehausan (polydipsia), lapar yang terus menerus, berat badan berkurang, gangguan penglihatan, dan kelelahan. Gejala-gejala ini dapat muncul secara tiba-tiba.7

2.2.2. Diabetes Melitus Tipe II

Diabetes tipe 2 merupakan penyakit diabetes yang disebabkan karena sel-sel tubuh tidak merespon insulin yang dilepaskan oleh pankreas. Diabetes tipe 2 dialami hampir 90%

manusia di dunia, dan secara umum penyakit ini adalah hasil dari berat badan berlebih dan kurangnya aktifitas fisik. Gejala-gejala mirip dengan diabetes tipe 1, tetapi biasanya tidak terasa. Hasilnya, penyakit ini terdiagnosa bertahun tahun setelah awal mula terjadinya penyakit, ketika sudah timbul komplikasi.4

2.2.3. Diabetes Mellitus Tipe Lain

Diabetes melitus tipe khusus merupakan diabetes yang terjadi karena adanya kerusakan pada pankreas yang memproduksi insulin dan mutasi gen serta mengganggu sel beta pankreas sehingga mengakibatkan kegagalan dalam menghasilkan insulin secara teratur sesuai dengan kebutuhan tubuh. Sindrom hormonal yang dapat mengganggu sekresi dan menghambat kerja insulin yaitu sindrom chusing, akromegali dan sindrom genetik.10

Impaired Fasting Glucose (IFG), yaitu keadaan dimana kadar glukosa darah puasa seseorang sekitar 100-125 mg/dl (kadar glukosa darah puasa

normal: <100 mg/dl), atau Impaired Glucose Tolerance (IGT) atau Toleransi Glukosa Terganggu (TGT), yaitu keadaan dimana kadar glukosa darah seseorang pada uji toleransi glukosa berada di atas normal tetapi tidak cukup tinggi untuk dikatagorikan ke dalam kondisi diabetes. Diagnosa IGT ditetapkan apabila kadar glukosa darah seseorang 2 jam setelah mengkonsumsi 75 gram glukosa per-oral berada diantara 140-199 mg/dl.9

2.2.4. Diabetes Mellitus Gestasional

Diabetes gestational adalah diabetes yang disebabkan karena kondisi kehamilan. Gejala diabetes gestational mirip dengan gejala diabetes tipe 2. Diabetes gestational lebih sering terdiagnosa melalui prenatal screening dari pada gejala yang dilaporkan.4

(7)

Childhood Diabetics, Young Diabetics, Adult Diabetics dan Elderly Diabetics. Pada tahun 1980 WHO mengemukakan klasifikasi baru diabetes melitus memperkuat rekomendasi National Diabetes Data Group pada tahun 1979 yang mengajukan 2 tipe utama diabetes melitus, yaitu "Insulin-Dependent Diabetes Mellitus" (IDDM) disebut juga Diabetes Melitus Tipe 1 dan "Non-Insulin-Dependent Diabetes Mellitus" (NIDDM) yang disebut juga Diabetes Melitus Tipe 2. Pada tahun 1985 WHO mengajukan revisi klasifikasi dan tidak lagi

menggunakan terminologi DM Tipe 1 dan 2, namun tetap mempertahankan istilah "Insulin-Dependent Diabetes Mellitus" (IDDM) dan "Non-Insulin-"Insulin-Dependent Diabetes Mellitus" (NIDDM), walaupun ternyata dalam publikasi-publikasi WHO selanjutnya istilah DM Tipe 1 dan 2 tetap muncul. 11 Disamping dua tipe utama diabetes melitus tersebut, pada klasifikasi tahun 1980 dan 1985 ini WHO juga menyebutkan 3 kelompok diabetes lain yaituDiabetes Tipe Lain, Toleransi Glukosa Terganggu atau Impaired Glucose Tolerance (IGT) dan Diabetes Melitus Gestasional atau Gestational Diabetes Melitus (GDM). Pada revisi

klasifikasi tahun 1985 WHO juga mengintroduksikan satu tipe diabetes yang disebut Diabetes Melitus terkait Malnutrisi atau Malnutrition-related Diabetes Mellitus (MRDM. Klasifkasi ini akhirnya juga dianggap kurang tepat dan membingungkan sebab banyak kasus NIDDM (Non-Insulin-Dependent Diabetes Mellitus) yang ternyata juga memerlukan terapi insulin. Saat ini terdapat kecenderungan untuk melakukan pengklasifikasian lebih berdasarkan etiologi penyakitnya. Klasifikasi Diabetes Melitus berdasarkan etiologinya dapat dilihat pada tabel 1.9

Tabel 1. Klasifikasi Diabetes Mellitus berdasarkan Etiologinya (ADA 2005) I Diabetes Melitus Tipe I

(Destruksi sel beta,umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut) A. Melalui proses Imunilogik

B. Idopatik II Diabetes Tipe 2

(8)

III Diabetes Melitus Tipe lain

A. Defek genetik fungsi sel beta :

- Kromosom 12 HNF-a ( dahulu MODY 3) - Kromosom 7 , glukokinase ( dahulu MODY 2) - Kromosom 20, HNF-4a ( dahulu MODY 1)

- Kromosom 13, insulin promoter factor- I(IPF-1,dahulu MODY 4)

- Kromosom 17, HNF-1β(dahulu MODY 5) - Kromosom 2, Neoro D ( dahulu MODY 6 ) - DNA Mithocondria

- Lainya

B. Defek genetik kerja insulin: resitensi imsulin tipe A, leprechaunism, sindrom Rabson Mendhenhall, diabetes lipoatropik, lainnya.

C. Penyakit Eksokrin Pankreas: pankreatitis, trauma / pankreatektomi, neoplasma,fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus, lainnya.

D. Endokrinopati : akromegali, sindrom cushing, feokromositoma, hipertiroidisme, somastostatinoma, aldosteronoma, lainnya. E. Karena obat/ zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat,

glukokortikoid, hormon tiroid, diazoxid, agonis β adrenergic, tiazid, dilantin, interveron alfa, lainnya.

F. Infeksi : urubella kongenital, CMV, lainnya

G. Imunologi ( jarang ) : sindrom ”stiff-man”, antibodi anti reseptor insulin, lainnya

H. Sindroma Genetik lain : sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom Turner, sindrom Wolfram’s, ataksia friedreich’s, chorea Huntington, sindrom Laurence-moon-biedel, distrofi miotonik, porfiria,sindrom Prader Willi, lainnya

I V

Diabetes Gestasional

2.3. Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus

(9)

dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis DM,pemeriksaan glukosa darah seharusnya di lakukan di laboratorium atau klinik yang terpercaya ( yang melakukan program pemantaun kendali mutu secara teratur). Walaupun demikian sesuai dengan kondisi setempat dapat juga di pakai bahan darah utuh ( whole blood), vena ataupun kapiler dengan memperhatikan angka –angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembekuan oleh WHO.11

Penegakan Diagnosa DM dilakukan berdasarkan pada pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah secara enzimatik, dengan bahan darah plasma vena. Untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.1

Keterangan :

• Test A1C dilakukan di laboratorium dengan menggunakan metode NGSP yang tersertifikasi dan terstandarisasi DCCT assay.

(10)

• Glukosa Plasma 2 jam selama TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral) : pemeriksaan glukosa plasma setelah pasien diberi beban glukosa 75 g glukosa anhidrat yang dilarutkan dalam air.

Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada mereka yang mempunyai risiko DM, namun tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring ini bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM atau intoleransi glukosa merupakan tahapan menuju DM.1 Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu (GDS) atau kadar glukosa darah puasa (GDP), kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi Glukosa Oral (TTGO) standar.3

Tabel. Kriteria penegakan Diagnosis.9

Glukosa Plasma Puasa (GDP)

Glukosa Darah 2 jam setelah makan

Normal <100 mg/dl <140 mg/dl

Pra-Diabetes 100-125 mg/dl

----IFG atau IGT ___ 140-199 mg/dl

Diabetes > 126 mg/dl > 200 mg

Catatan :

Untuk kelompok resiko tinggi yang tidak menunjukan hasil dilakukan ulangan tiap tahun.bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor resiko lain, pemeriksaan penyaring dapat di lakukan setiap 3 tahun.

Diagnosis klinis DM umumnya akan diperkirakan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, poldipsia, polivagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan

(11)

mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakan diagnosis DM. hasil pemeriksaan kadar glukosa darah >126 mg/dl juga

digunakan untuk patokan diagnosis DM. untuk kelompok tanpa keluhan kas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal belum cukup kuat untuk

menegakan diagnosis DM. diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa >126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu > dari 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO)

didapatkan kadar glukosa darah paskah pembedahan >200 mg/dl.11 langkah-langkah diagnostik dapat dilhat pada bagan di bawah ini.

Gambar 1. Langkah-langkah diagnostik DM dan Gangguan Toleransi Glukosa Keluhan klinis Diabetes

Keluhan klinis diabetes

GD P

atau

Keluhan klasik (-)

<126

---<200

>126 100-125 <100

--->200 140-199 <140 >12

6

---GD P

(12)

Ulang GDS atau GDP

Sumber : Konsensus PERKENI 2006

Definisi keadaan Diabetes atau gangguan toleransi glukosa tergantung pada

pemeriksaan kadar glukosa darah. Beberapa tes tertentu yang non glikemik dapat berguna dalam menentukan subklas, penelitian epidemologi, dalam menentukan mekanisme dan perjalanan alamiah diabetes.3

2.3.1. Hemoglobin Terglikasi (HbA1c)

GD

 Belum perlu obat penurun

glukosa  Evaluasi status gizi

 Evaluasi penyulit DM

 Evaluasi perencanaan makan sesuai

kebutuhan

 GDP = Glukosa Darah Puasa

 GDS = Glukosa Darah Sewaktu

 GDPT = Glukosa Darah Puasa terganggu

(13)

Hemoglobin terglikasi atau HbA1c adalah salah satu fraksi hemoglobin didalam tubuh manusia yang berikatan dengan glukosa secara enzimatik. Kadar HbA1c yang terukur

mencerminkan kadar glukosa rata-rata pada waktu 3 bulan yang lalu sesuai dengan umur sel darah merah manusia yaitu 100-120 hari Kontrol glikemik pada pasien DM dapat dilihat dari dua hal yaitu glukosa darah sesaat dan glukosa darah jangka panjang. Pemantauan glukosa darah sesaat dilakukan antara lain dengan pemeriksaan glukosa darah sewaktu, puasa dan 2 jam postprandial. Kontrol glikemik jangka panjang dievaluasi dengan kadar hemoglobin terglikasi.17

2.4. Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan diabetes melitus adalah untuk mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi akut dan kronik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal dan terhindar dari

hyperglikemia dan hypoglikemia. Komponen dalam penatalaksanaan diabetes melitus, yaitu: diet, latihan (aktifitas fisik), pemantauan kadar gula darah, terapi (intervensi farmakologi dan insulin) dan pendidikan atau penyuluhan kesehatan.16 untuk menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler aterosklerosis dan resiko diabetes mellitus tipe 2 pada pasien yang belum diabetes. Apabila kondisi tersebut ada maka perlu dianjurkan pengobatan untuk sindrom metabolik.3

Penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai 2 target utama, yaitu: 9 1. Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal

2. Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes.

The American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan beberapa parameter yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan penatalaksanaan diabetes.9 Target penatalaksanaan dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

tabel. Target penatalaksanaan diabete.9

(14)

 kadar glukosa darah puasa

 kadar glukosa plasma puasa

 kadar glukosa saat tidur ( Bedtime Blood glucose)

 kadar glukosa plasma saat tidur ( Bedtime Plasma Glucose)

80-120 mg/dl

 tekanan darah 130/80 mmHg

Pada dasarnya ada dua pendekatan dalam penatalaksanaan diabetes, yang pertama pendekatan tanpa obat dan yang kedua adalah pendekatan dengan obat. Dalam

penatalaksanaan DM, langkah pertama yang harus dilakukan adalah : 9 Tujuan penatalaksanaan DM :

 Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa darah.

 Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati.

 Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.

(15)

Pilihan terapi untuk Dislipedemia adalah perubahan gaya hidup yang diikuti dengan medikasi. Namun demikian, perubahan diet dan latihan jasmani saja tidak cukup berhasil untuk mencapai target. Oleh karena itu disarankan untuk memberikan obat berbarengan dengan perubahan gaya hidup.3

2.5. Komplikasi Diabetes Melitus

Diabetes melitusmerupakan salah satu penyakit yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi. komplikasi pada pasien diabetes melitus dibagi menjadi dua yaitu komplikasi metabolik akut dan komplikasi metabolik kronik.9

2.5.1. Komplikasi Akut Diabetes Melitus

Akut, meliputi koma hipoglikemia, ketoasidosis, dan koma Hiperglikemik

Hiperosmolar Nonketotik (HHNK). Koma hipoglikemia terjadi akibat terapi insulin secara terus-menerus, ketoasidosis terjadi akibat proses pemecahan lemak secara terus-menerus yang menghasilkan produk sampingan berupa benda keton yang bersifat toksik bagi otak, sedangkan koma HHNK terjadi akibat hiperosmolaritas dan hiperglikemia yang

menyebabkan hilangnya cairan dan elektrolit sehingga terjadi perubahan tingkat kesadaran.13 Yang termasuk dalam kelompok ini adalah:

2.5.1.1. Ketoasidosis diabetic (KAD) (terlalu banyak asam dalam darah)

Minimnya glukosa di dalam sel akan mengakibatkan sel mencari alternatif untuk dapat memperoleh energi sel, jika tidak ada glukosa maka benda-benda keton akan dipakai sel yang mengakibatkan penumpukan residu pembongkaran benda-benda keton yang berlebihan yang dapat mengakibatkan asidosis.16

Ketoasidosis diabetic (KAD) merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu perjalanan penyakit diabetes mellitus. Keadaan komplikasi penyakit ini memerlukan pengelolaan tepat. Timbulnya KAD merupakan ancaman kematian bagi penyandang DM.11

(16)

keadaan hiperglikemia sangat bervariasi dan tidak menentukan berat ringannya KAD. Tanda klinis KAD dapat dikelompokan menjadi dua bagian yaitu akibat hiperglikemia dan akibat ketosis. Akumulasi produksi benda keton oleh sel hati dapat menyebabkan metabolic asidosis.3

2.5.1.2. Hipoglikemia (glukosa darah turun terlalu rendah)

Hipoglikemia adalah suatu keadaan di mana konsentrasi atau kadar gula di dalam darah terlalu rendah (<60mg/dl), terjadi karena pemakaian obat-obat diabetic yang melebihi dosis yang di anjurkan sehingga terjadi penurunan glukosa dalam darah. Glukosa sebagian besar difasilitasi untuk masuk kedalam sel.16

Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis penderita merasa pusing, lemas, gemetar, pandangan berkunang-kunang, pitam (pandangan menjadi gelap), keluar keringat dingin, detak jantung meningkat, sampai hilang kesadaran. Apabila tidak segera ditolong dapat terjadi kerusakan otak dan akhirnya kematian, Pada hipoglikemia, kadar glukosa plasma penderita kurang dari 50 mg/dl, walaupun ada orang-orang tertentu yang sudah menunjukkan gejala hipoglikemia pada kadar glukosa plasma di atas 50 mg/dl. Kadar glukosa darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energy sehingga tidak dapat berfungsi bahkan dapat rusak.9

2.5.1.3. Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (HHNK)

Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (HHNK) merupakam komplikasi akut Diabetes Mellitus. Sindrom HHNK di tandai hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis.3

Hiperosmolar Non-ketotik terjadi karena penurunan komposisi cairan intra sel dan ekstra sel karena banyak diekresi lewat urin. Secara anamnesis ditemukan adanya masukan kalori yang berlebihan, penghentianobat oral maupun oral insulin yang didahului stres akut. Glukosa dapat menarik air keluar sel dan selanjutnya keluar bersama urin, dan tubuh

mengalami dehidrasi. Penderita diabetes dalam keadaan ini menunjukkan gejala nafas cepat dan dalam, banyak kencing, sangat haus, lemah, kaki dan tulang kram, bingung, nadi cepat, kejang dan koma.16

(17)

komplikasi ini terjadi karena glukosa darah berada di atas normal berlangsung secara selama bertahun-tahun. Komplikasi timbul secara perlahan, kadang tidak diketahui, tetapi berangsur semakin berat dan membahayakan. Komplikasi kronik dapat berupa komplikasi makrovaskular seperti penyakit jantung koroner, pembuluh darah otak, dan mikrovaskular adalah retinopati, nefropati, neuropati.16

1. Makroangiopati

Komplikasi makroangiopati adalah penyakit vaskuler otak, penyakit arteri koronatia dan penyakit vaskuler perifer. Terjadi mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah tepi, pembuluh darah jantung, pembuluh darah otak. Perubahan pada pembuluh darah besar dapat mengalami atherosklerosis sering terjadi pada NIDDM.16

2. Mikroangiopati

Komplikasi mikroangiopati merupakan perubahan-perubahan mikrovaskuler yang ditandai dengan penebalan dan kerusakan membran di antara jaringan dan pembuluh darah kecil, retinopayi diabetika, nefropati diabetic. Terjadi pada penderita IDDM. Nefropati terjadi karena perubahan mikrovaskuler pada struktur dan fungsi ginjal yang menyebabkan

komplikasi pada pelvis ginjal. Retinopati terdapatnya.16 3. Retinophaty Diabetik

Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan pada usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes memiliki risiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibanding dengan pasien nondiabetes.18

4. Neurophaty Diabetik

Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi kronis paling sering ditemukan pada diabetes melitus. Risiko yang dihadapi pasien DM dengan neuropati diabetik antara lain ialah infeksi berulang, ulkus yang tidak sembuh-sembuh, dan amputasi jari/kaki. Kondisi inilah yang menyebabkan bertambahnya angka kesakitan dan kematian, yang berakibat pada meningkatnya biaya pengobatan pasien DM dengan neuropati diabetic.18

(18)

Kelainan yang terjadi pada ginjal penderita DM dimulai dengan adanya mikro albuminuria, dan kemudian bekembang menjadi proteinuria secara klinis, berlanjut dengan penurunan fungsi laju filtrasi glomerular yang memerlukan pengelolaan dengan pengobatan substitusi.18

1. Payah jantung koroner (PJK)

Komplikasi penyakit jantung koroner pada pasien diabetes melitus disebabkan karena adanya iskemia atau infark miokard yang terkadang tidak disetai dengan nyeri dada atau disebut dengan SMI (silent myocardial infarction). Risiko komplikasi penyakit jantung koroner pada pasien diabetes melitus dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti hipertensi, hiperglikemia, kadar kolesterol total, kadar kolestrol LDL (low density

lipoprotein), kadar kolesterol HDL (high density lipoprotein), kadar trigliserida, merokok, dan adanya riwayat keluarga.10

Penyebab kematian dan kesakitan utama pada pasien DM (baik DM tipe 1 maupun DM tipe 2) adalah Penyakit Jantung Koroner, yang merupakan salah satu penyulit

makrovaskular pada diabetes melitus. Penyulit ini bermanifestasi sebagai arterosklerosis dini yang dapat mengenai organ-organ vital (jantung dan otak). Penyebab aterosklerosis pada pasien DM tipe 2 bersifat multifaktorial, melibatkan interaksi kompleks dari berbagai keadaan seperti hiperglikemia, hiperlipidemia, stress oksidatif, penuaan dini,

hiperinsulinemia, dan/atau hiperproinsulinemia serta perubahan-perubahan dalam proses koagulasi dan fibrinolisis.18

2. Ulkus Diabetikum

Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi kronik dari penyakit diabetes melitus. Ulkus diabetikum merupakan luka terbuka pada lapisan kulit sampai ke dalam dermis.Ulkus diabetikum terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluh darah di tungkai dan neuropati perifer akibat kadar gula darah yang tinggi sehingga pasien tidak menyadari adanya luka.10

(19)

Diabetes Mellitus tipe 2 terjadi ketika tubuh tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk berfungsi dengan baik, atau ketika sel-sel dalam tubuh tidak bereaksi terhadap insulin (resistensi insulin). Sebagian besar makanan yang kita makan dipecah menjadi glukosa - sumber utama bahan bakar dalam tubuh.15

Diabetes Mellitus tipe2 yaitu diabetes yang tidak tergantung pada insulin, biasanya terjadi sekitar 90 sampai 95% dari penderita diabetes secara keseluruhan. Diabetes Mellitus tipe 2 terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin atau akibat penurunan jumlah produksi insulin. Keadaan normal insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel, sebagai akibatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes Mellitus tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Sehingga insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.14

2.6.1. Definisi Diabetes Melitus Tipe 2

DM tipe 2 atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) disebabkan oleh gangguan resistensi insulin dan sekresi insulin. Resistensi insulin terjadi karena reseptor yang berikatan dengan insulin tidak sensitif sehingga mengakibatkan menurunnya kemampuan insulin dalam merangsang pengambilan glukosa dan menghambat produksi glukosa oleh sel hati. Gangguan sekresi insulin terjadi karena sel beta pankreas tidak mampu mensekresikan insulin sesuai dengan kebutuhan.9

(20)

2.6.2. Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 2

Resistensi insulin yang terjadi pada DM tipe 2 disebabkan karena fungsi fisiologis insulin terganggu, yaitu menurunnya kemampuan insulin dalam berikatan dengan reseptor sehingga jumlah glukosa yang dimetabolisme di dalam sel berkurang. Gangguan sekresi insulin yang terjadi pada DM tipe 2 disebabkan oleh menurunnya kemampuan sel beta dalam mensekresikan insulin.5

Semua tipe diabetes terjadi akibat defisiensi relatif kerja insulin. Selain itu, pada diabetes tipe 1 dan 2, kadar glukagon tampak meningkat secara abnormal. Gangguan metabolik yang terjadi bergantung pada derajat penurunan kerja insulin. Jaringan adiposa paling peka terhadap kerja insulin. Karena itu, rendahnya aktivitas insulin dapat

menyebabkan penekanan lipolisis dan peningkatan penyimpangan lemak. Kadar insulin yang lebih tinggi diperlukan untuk melawan efek glukagon di hati dan menghambat pengeluaran glukosa oleh hati. Pada orang normal, kadar basal aktivitas insulin mampu memperantarai berbagai respon tersebut. Namun, kemampuan otot dan jaringan peka-insulin lainnya untuk berespon terhadap pemberian glukosa dengan menyerap glukosa (melalui perantara insulin) memerlukan sekresi insulin yang terstimulasi dari pankreas. Penurunan ringan kerja insulin mula-mula bermanifestasi sebagai ketidak-mampuan jaringan peka-insulin untuk mengurangi beban glukosa. Secara klinis, hal ini menimbulkan hiperglikemia pascamakan (postprandial hyperglycemia). Pengidap diabetes tipe 2 yang masih menghasilkan insulin tetapi mengalami peningkatan resistensi insulin, akan mengalami peningkatan gangguan uji toleransi glukosa. Namun, kadar glukosa puasa tetap normal karena aktivitas insulin masih cukup untuk mengimbangi pengeluaran glukosa (yang diperantarai oleh glukagon) oleh hati. Jika efek insulin semakin menurun, efek glukagon terhadap hati tidak mendapat perlawanan yang berarti sehingga terjadi hiperglikemia pascamakan dan hiperglikemia puasa.18

2.6.3. Etiologi Diabetes Melitus Tipe 2 (4)

Faktor resiko DM tipe 2 antara lain adalah (Powers, 2010):

1. Riwayat keluarga menderita diabetes (contoh: orang tua atau saudara kandung dengan DM tipe 2)

(21)

3. Aktivitas fisik 4. Ras/etnis

5. Gangguan Toleransi Glukosa

6. Riwayat Diabetes Gestational atau melahirkan bayi dengan berat lahir > 4 kg 7. Hipertensi (tekanan darah ≥140/90 mmHg)

8. Kadar kolesterol HDL ≤ 35 mg/dL (0,90 mmol/L) dan/atau kadar trigliserida ≥ 250 mg/dL (2,82 mmol/L)

9. Polycystic Ovary Syndrome atau Acantosis Nigricans 10. Riwayat kelainan darah

2.6.4. Manifestasi Klinis Diabetes Melitus tipe 2 (19)

Menurut Schteingart , gejala yang sering dikeluhkan pasien adalah poliuria, polidipsia dan polifagia. Untuk penderita DM tipe 2 tidak memperlihatkan gejala apapun. Hanya pada pemeriksaan kadar glukosa darah, glukosa darah relatif tinggi dan ketidaknormalan tes toleransi glukosa. Gejala lain yaitu kelemahan, kelelahan, perubahan penglihatan yang mendadak, perasaan gatal pada tangan atau kaki, kulit kering, adanya lesi luka yang penyembuhannya lambat.

2.6.5. Diagnosis Diabetes mellitus tipe 2

Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan konsentrasi glukosa darah. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.18

Kriteria diagnosis diabetes melitus menurut ADA (2012) adalah sebagai berikut: 1) HbA1C ≥ 6, 5 % atau 2) Gula Darah Puasa ≥ 126 mg/dl atau 3) 2 jam PP ≥ 200 mg/dl atau 4) Gula Darah Sewaktu ≥ 200 mg/dl pada pasien dengan gejala klasik hiperglikemia. Tes

(22)

pengobatan jangka pendek. Pemeriksaan HbA1C dianjurkan dilakukan setiap 3 bulan, minimal 2 kali dalam setahun.20

2.6.6. Penatalaksanaan dan terapi Diabetes Melitus tipe 2

Penatalaksanaan farmakologi dalam rangka untuk menurunkan kadar gula darah adalah perlu apabila perubahan gaya hidup dan diet gagal untuk mencapai atau

mempertahankan kontrol glikemik normal. Obatan antidiabetik dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu, oral dan suntikan.21

Tujuan penatalaksanaan DM

1. Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa darah.

2. Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati.

3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara menyeluruh dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku atau yang lebih dikenal dengan 4 pilar penatalaksanaan DM yaitu : Edukasi, Terapi gizi medis, Latihan jasmani dan Intervensi farmakologis.1

Terapi (21)

Obat antidiabetik oral.

Terdapat beberapa klasifikasi obatan antidiabetik oral dan yang paling sering

digunakan adalah dari golongan metformin, thiazolidinedio nes (TZD), sulfonilurea, analog meglitidin, alpha glucosidase inhib itors, insulin dan terapi GLP-1.

1. Metformin

Metformin adalah dari golongan insulin-sensitizing agents dimana ia tidak menstimulasi perlepasan insulin dari pankreas sebaliknya hanya meningkatkan sensitivitas hepar terhadap insulin. Metformin menurunkan kadar glukosa darah tanpa menyebabkan hipoglikemi dengan cara meransang pembentukan cadangan glikogen di otot rangka.

(23)

TZD juga adalah dari golongan insulin-sensitizing agents dan berfungsi sebagai Peroxisome Proliferator Activated Receptor -gamma (PPARγ) agonist. TZD meningkatkan sensivitas insulin dengan cara menstimulasi reseptor PPARγ pada jaringan lemak dimana TZD membantu dalam meningkatkan transkripsi gene sensitif insulin seperti GLUT 4, dan lipoprotein lipase.

3. Sulfonilurea

Obatan sulfonilurea menstimulasi sekresi insulin dari sel beta pancreas untuk memberikan kesan hipoglikemi langsung. Obatan golongan ini berikatan dengan reseptor sulfonilurea pada sel beta pankreas. Hal ini menyebabkan ATP-sensitive potassium channel menutup dan menyebabkan influks kalsium ke dalam sel dan menyebabkan pengaktifan protein yang mengontrol granul insulin melalui aktivasi dari protein kinase C.

4. Analog Meglitidine

Analog meglitidine menstimulasi fase pertama dari perlepasan insulin. Sama seperti golongan sulfonilurea, golongan analog megdlitidine ini berikatan dengan reseptor sulfonilurea pada sel beta pankreas. Obatan golongan ini dapat diberikan secara kombinasi dengan agen

hipoglikemi yang lain kecuali sulfonilurea karena cara keduanya akan berikatan pada reseptor yang sama.

Obat antidiabetik non-oral 1. Insulin

Karena fungsi sel beta pankreas cenderung memburuk pada penyakit diabetes melitus tipe 2, banyak pasien akhirnya akan memerlukan terapi insulin. Terdapat tiga jenis insulin yaitu short-acting, long-acting dan mixed insulin preparations.

2. Terapi GLP-1

GLP-1 dihasilkan dari gene proglukagon di L-cell pada usus halus dan disekresikan sebagai respons terhadap nutrisi. GLP-1 memberikan efek dengan cara menstimulasi perlepasan glucose-dependent insulin dari sel islet pankreas.

(24)

Penyakit gagal ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan suatu terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.24

Chronic kidney disease (CKD) adalah suatu keadaan terjadinya kerusakan ginjal atau laju filtrasi glomerulus (LFG) < 60 mL/menit dalam waktu 3 bulan atau lebih. Penurunan fungsi ginjal terjadi secara berangsur-angsur dan irreversible yang akan berkembang terus menjadi gagal ginjal terminal.22

2.7.2. Penyakit jantung koroner (PJK)

Penyakit jantung koroner merupakan etiologi gagal jantung didefinisikan sebagai serangan cepat (rapid onsed) dari gejala-gejala atau tanda-tanda (symtoims and signs) akibat fungsi jantung yang tidak normal.3 Dalam kaitannya dengan risiko peningkatan gagal jantung, yang sebenarnya sekitar sepertiga hingga separuh pasien diabetes mengalami penurunan ejeksi fraksi jantung, tetapi hingga saat ini masih sangat sedikit penelitian melihat pengaruh obat diabetes terhadap left ventricular function dan atau status gagal jantung, karena umumnya penelitian obat diabetes akan memasukkan pasien-pasien dengan gagal jantung dalam kriteria eksklusi.23

2.7.3. Hipertensi

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang melebihi tekanan darah normal, hipertensi diklasifikasikan sebagai hipertensi primer atau hipertensi essensial, yang merupakan 95% dari seluru pasien hipertensi, dan sekunder. Hipertensi sekunder antara lain adalah penyakit renovaskuler, penyakit ginjal kronik dan penyebab lain yang tidak diketahui.24 Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah penyebab kematian yang paling tinggi dengan berbagai komplikasi yang terjadi terhadap penyakit lain bahkan timbulnya penyakit gagal jantung, stroke, diabetes mellitus dan gagal ginjal.25

(25)

Tuberkulosis atau TB atau TBC adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis Penyakit ini paling sering menyerang paru-paru walaupun pada sepertiga kasus menyerang organ tubuh lain dan ditularkan orang ke orang. Ini juga salah satu penyakit tertua yang diketahui menyerang manusia. Jika diterapi dengan benar tuberkulosis yang disebabkan oleh kompleks Mycobacterium tuberculosis, yang peka terhadap obat, praktis dapat disembuhkan.

BAB III

METODE PENELITIAN

(26)

Penelitian ini menggunakan studi Deskriptif-Retrospektif dengan mengambil data dari rekam medis RSUD Dok 2 Jayapura.

3.2. Lokasi dan Waktu

3.2.1 Lokasi : Dilakukan di bagian penyakit dalam RSUD Dok 2 Jayapura 3.2.2 Waktu : 1 Januari 2013 sampai 31 Desember 2013

3.3. Populasi, Sampel, Besar Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel 3.3.1. Populasi

Semua penderita Diabetes Melitus Tipe 2 yang pernah dirawat di Ruang Inap Penyakit Dalam RSUD Dok II jayapura pada periode 1 januari 2013 – 31 Desember 2013.

3.3.2. Sampel

Sampel penelitian terpilih melalui kriteria insklusi dan eksklusi dari populasi penelitian 3.3.3. Besar sampel

Besar sampel adalah total sampel penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 yang pernah terdiagnosis dan tercatat di dalam Rekam Medik, di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam RSUD Dok II Jayapura, Periode 1 Januari 2013 – 31 Desember 2013.

3.3.4. Teknik pengambilan sampel

Sampel diambil dari total sampel yang pernah terdiagnosis sebagai penderita DM tipe 2 dan tercatat di dalam rekam medik, di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam RSUD Dok II Jayapura, Periode 1 Januari 2013 – 31 Desember 2013 sesuai kriteria insklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi :

1. Usia dewasa

2. Penderita dengan hasil pemeriksaan positif DM tipe 2 Kriteria eksklusi :

Setiap penderita yang memenuhi kriteria eksklusi dan inklusi yang pernah terdiagnosis DM tipe 2 dan dirawat di ruangan Penyakit Dalam RSUD Dok II jayapura, kemudian

(27)

3.4. Variabel Penelitian

Variabel Penelitian, meliputi 1. Umur

2. Jenis kelamin

3. Indeks Massa Tubuh 4. Pendidikan

5. Pekerjaan 6. Ras/etnik

7. Kadar Glukosa Darah, HbA1c 8. Komplikasi Akut dan Kronik

9. Penyakit-penyakit penyerta Diabetes Mellitus tipe 2 3.5. Definisi Operasional

1. Usia adalah umur penderita Diabetes Melitus Tipe 2 yang tercatat di dalam Rekam Medik saat penderita Dirawat di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam RSUD Dok II Jayapura dan dikelompokan menjadi penderita Diabetes Melitus Tipe 2 < 50 tahun, 50-55 tahun, 56-60 tahun dan > 60 tahun.

2. Jenis kelamin adalah identitas penderita Diabetes Melitus Tipe 2 sesuai dengan keadaan Biologis atau Fisik yang tercatat di dalam Rekam Medik dan dikelompokan menjadi penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Jenis kelamin Laki-Laki dan Perempuan. 3. Indeks Massa Tubuh adalah keterangan mengenai tinggi badan dan berat badan penderita

Diabetes Melitus Tipe 2 berdasarkan Rekam Medik saat di Rawat di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam RSUD Dok II jayapura dan kemudian dihitung menggunakan BB/TB. 4. Pendidikan adalah keterangan mengenai pendidikan penderita Diabetes Melitus Tipe 2

yang tercatat di dalam Rekam medik saat di Rawat di Ruang Inap Penyakit Dalam RSUD Dok II Jayapura.

(28)

6. Ras/Etnik adalah suku dari penderita Diabetes Melitus Tipe 2 yang berasal dari suku Papua maupun Non-Papua yang di rawat di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam RSUD Dok II Jayapura yang tercatat di dalam Rekam Medik.

7. Kadar Glukosa Darah adalah jumlah kadar Glukosa Darah penderita Diabetes Melitus yang dilihat dari Kadar Glukosa Darah HbA1c, Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Kadar Glukosa Darah Puasa saat di Rawat di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam RSUD Dok II Jayapura yang tercatat di dalam Rakam Medik.

8. Komplikasi Akut dan Kronik adalah komplikasi yang terjadi pada penderita Diabetes Melitus Tipe 2 yang tercatat di dalam Rekam Medik dari Komplikasi Akut maupun Kronik yang di Rawat di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam RSUD Dok II Jayapura 9. Gejala-gejala penyerta adalah gejala-gejala yang timbul pada saat penderita Diabetes

Mellitus tipe di Rawat di Ruang Inap Penyakit dalam RSUD Dok II Jayapura. 3.6 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data diambil dari data sekunder berupa rekam medik. Data

dikumpulkan kembali dengan melihat semua catatan rekam medik mengenai kasus diabetes melitus tipe 2 di RSUD dok II Jayapura Periode 1 Januari 2013 – 31 desember 2013

3.7 Pengolahan dan Analisis Data

Data diolah secara manual, kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Daftar Pustaka

(29)

http://www.inhealth.co.id/uploads/InHealth%20Gazette%20edisi%20ke3%2bbulan %20November%202013%20-%20Februari%202014.pdf

2. Wild Sarah,Roglic Gojka. Global Prevalence of Diabetes. Diabetes Care.2004; Volume 27: 1047-1053

3. Aru W.Sudoyo & Bambang Setyohadi. BUKU AJAR ILMU PENYAKIT DALAM JILID III EDISI IV. PT. Departement Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta, Juni 2006

4. ANONIM. BAB II Tinjuan Pustaka (2013). Diakses pada tanggal 25 juni 2014 dari :

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40473/4/Chapter%20II.pdf

5. Sylvia A.Price dan Lorraine M. Wilson. PATOFISIOLOGI KONSEP KLINIS & PROSES-PROSES PENYAKIT EDISI VI.Vol.2. PT.EGC, Jakarta, 2003

6. Bilous .W Rudy.DR. Buku Bimbingan Dokter pada Dabetes. Dian Rakyat jakarta,2003 7. Anonim. BAB II Tinjauan Pustaka (2014). Diakses pada tanggal 22 Juni 2014, dari :

http//173.194.69.64/search Diabetes Melitus tipe 2.

8. Yunita Purnamasari.Varian Genetik (2013). Diakses pada tanggal 22 juni 2014 dari :

http://repository.upy.edu/3976/4/S_KIM_0905781.CHAPTER.pdf

9. Drs. M. Nur Ginting, Mkes. Pharmaceutical Care untuk penyakit Diabetes Mellitus (2014). Diakses pada tanggal 22 Juni 2014 dari :

http://binfar.kemkes.go.id/v2/wp-content/uploads/2014/02/PC_DM.pdf

10. Ira Ferawati.Faktor-Faktor yang mempengaruhi Ulkus Diabetikum pada Pasien Diabete sMelitus Tipe 2 (2014). Diakses pada tanggal 22 Juni 2014 dari:

http://keperawatan.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI%20IRA%20FERAWATI %20G1D010015.pdf

11. DR.Dr.Sidartawan Soegondo,SpPD-KEMD,FACE & Dr. Pradana Soewondo,SpPD-KEMD. PENATALAKSANAAN DIABETES MELITUS TERPADU. PT. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1995

12. Oktaviana Wulandari & Santi Martini. Perebedaan kejadian komplikasi penderita

(30)

13.Alvinda yuanita. PENGARUH DIABETES SELF MANAGEMENT EDUCATION (DSME) TERHADAP RESIKO TERJADINYA ULKUS DIABETIK( 2013). Diakses tangga; 22 juni 2014 dari :

http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/3164/Alvinda%20Yuanita%20-%20092310101013.PDF?sequence=1

14. Anonim. BAB II Tinjauan Pustaka(2013). Diakses pada tanggal juni 2014 dari

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/132/jtptunimus-gdl-srihandaya-6556-3-babii.pdf 15. Joint RAISE/L&RS. Type 2 Diabetes Mellitus (2013). Diakses tanggal 22 juni 2014

dari:http://www.niassembly.gov.uk/Documents/RaISe/Publications/2013/north_south/106 13.pdf.

16. Anonym. BAB II Tinjauan Pustaka (2013). Diakses pada tanggal 22 juni 2014 Dari: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39134/4/Chapter%20ll.pdf

17. Ni Made Ayu Suraswati. HbA1c yang tinggi sebagai factor resiko rendahnya sekresi air mata pasien diabetes Mellitus pasca fakoemulfikasi.(2014). Diakses pada 22 juni 2014 dari:http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud977483531998tesis%20dr.%20ayu %20surasmiati-mata.pdf

18. Anonim. BAB II Tinjauan Pustaka.(2013). Diakses pada tanggal 22 juli 2014 Dari : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40423/4/Chapter%20II.pdf

19. Nova Nur Windasari. Pendidikan kesehatan dalam meningkatkan kepatuhan merawat kaki pada pasien Diabetes Mellitus tipe 2 (2014). Diakses pada tanggal 22 juli 2014 dari :

http://direktori.umy.ac.id/uploads/skripsi2/20121050027-Halaman-Judul.pdf

20. Suriya Suwanto. Durasi penderita diabetes mellitus tipe 2 meningkatkan resiko gangguan pendengaran sensorineural (2014). Diakses pada tanggal 22 juli 2014 dari :

http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-1039-1323962082-tesis%20wisuda.pdf

21. Anonim. BAB II Tinjauan pustaka (2013). Diakses pada 22 juni 2014 dari :

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40420/4/Chapter%20II.pdf

(31)

http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2013/12/Pustaka_Unpad_Chronic_Kidney_ -Disease.pdf.pdf

23. Anonim. Uji klinik pertama vidagliptin pada pasien tipe 2 dengan gagal jantung (2014). Diakses pada tanggal 22 juni 2014 dari :

http://www.kalbemed.com/Portals/6/15_214Berita%20TerkiniUji%20Klinik%20Pertama %20Vildagliptin%20pada%20Pasien%20DM%20Tipe%202%20dengan%20Gagal %20Jantung.pdf

24. Aru W.Sudoyo & Bambang Setyohadi. BUKU AJAR ILMU PENYAKIT DALAM JILID I EDISI IV. PT. Departement Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta, Juni 2006

25. Anonym. BAB I pendahuluan (2014). Diakses pada tanggal 22 juni 2014 dari :

http://repository.upi.edu/6266/4/D3_KEP_1008866_Chapter1.pdf

Gambar

Tabel. Kriteria penegakan Diagnosis.9
Gambar 1. Langkah-langkah diagnostik DM dan Gangguan Toleransi Glukosa

Referensi

Dokumen terkait

Judul : Mitigasi Bencana Alam Berbasis Pembelajaran Kebencanaan Alam Bervisi Science Environment Technoogy and Society Terintegrasi dalam Beberapa Mata Pelajaran. Program :

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa keterampilan berpikir kritis siswa Madrasah Aliyah di Kabupaten Magetan tergolong kurang. Hal

Berdasarkan observasi, penyelenggaraan makanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Siti Hajar Medan terdapat 3 orang pekerja, masih dijumpai tenaga instalasi gizi yang tidak memakai

Contoh 1.23 Tuliskan setiap proposisi berikut ke dalam bentuk “ p jika dan hanya jika q ”: (a) Jika udara di luar panas maka anda membeli es krim, dan jika anda membeli.. es

Pada aspek ketiga kemampuan berpikir kritis siswa yaitu Evaluasi, terdiri dari 7 soal tes dimana sebanyak 12 siswa dapat menjawab dengan benar pada soal nomor tiga belas atau

sebuah kehidupan, yang merupakan unsur penting dari sebuah bangsa Indonesia. Berbagi cara harus ditempuh untuk mempertahankan sebuah

Temuan Data Pelaksanaan Metode Mentoring Dalam Membimbing Akhlak Remaja Pada Lembaga Rumah Zakat Indonesia Di ICD Medan Tembung .... Identifikasi

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa semakin baik tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi anjuran maka semakin berminat melakukan imunisasi anjuran pada