• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MODIFICATION. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MODIFICATION. docx"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN

MODIFICATION-ACTION,

PROCESS, OBJECT, AND SCHEMA

(M-APOS) TERHADAP

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS VIII DI

SMPN 174 JAKARTA

1Ayu Anggraini, 2Ishaq Nuriadin, & 3Meyta Dwi Kurniasih

1UHAMKA, ayuaggr@gmail.com 2UHAMKA, ishaq_nuriadin@uhamka.id 3UHAMKA, meyta.dkurniasih@uhamka.ac.id

ABSTRACT

The purpose of this research is to know the effect of M-APOS learning model on mathematical communication ability of grade VIII students at SMPN 174 Jakarta. The research method used is Quasi Experimental Design with Post test Only research design, Non-Equivalent Control Group Design and using Purposive Sampling. The population in this study is all students of class VIII SMPN 174 Jakarta. The research instrument is a test of mathematical communication skill that has been tested. The data are normally distributed and have homogeneous variances. The results of students' mathematical communication ability tests meet the prerequisite test of analysis and hypothesis testing. This can be seen from the average mathematical communication ability of students taught with M-APOS learning model is higher than the average mathematical communication ability of students who are not taught with M-APOS learning model, so there is influence of M-APOS learning model to students' mathematical communication skills.

Keywords: Modification-Action, Process, Object, Schema (M-APOS) learning model, Students’ Mathematical Communication Ability.

A. Pendahuluan

Matematika adalah ilmu pengetahuan yang mendasari berbagai ilmu pengetahuan lain, karena itu matematika sangat perlu diajarkan pada semua jenjang pendidikan. Tanpa disadari, segala bentuk aktivitas membutuhkan ilmu matematika. Namun, pelajaran matematika masih dianggap sebagai pelajaran yang sulit bagi siswa. (Wijaya, 2012: 5). Hal itu bisa terjadi karena dalam matematika banyak simbol dan istilah, yang terkadang membuat siswa bingung dalam mengartikannya. Siswa hanya mengikuti pelajaran matematika di kelas tanpa mengetahui apa yang mereka pelajari, karena dalam pembelajaran matematika di sekolah jarang sekali siswa diminta untuk mengkomunikasikan yang telah dipelajari, sehingga sangat asing bagi siswa untuk berbicara matematika.

Pengajaran matematika tugas dan perannya dalam mengajarkan matematika tidak lagi hanya sebagai pemberi informasi melainkan sebagai pendorong belajar, mengarahkan dan memberikan kesempatan

kepada siswa agar dapat mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan pemahaman matematikanya seperti mengkomunikasikan matematika. Banyak siswa dapat menyelesaikan soal matematika yang kurang mampu menjelaskan jawaban dari soal yang dikerjakan. Sebagian siswa hanya terfokus pada hasilnya bukan pada proses atau langkah-langkah yang ditulis dengan menggunakan bahasanya sendiri sehingga menyebabkan rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa.

(2)

Teacher of Mathematics (NTCM) yang dikutip oleh Ariyadi Wijaya menekankan bahwa pentingnya penggunaan masalah matematika yang menantang untuk mengembangkan kemampuan komunikasi siswa. Pada kenyataannya, berdasarkan hasil TIMSS tahun 2011 yang menunjukkan bahwa kemampuan matematika siswa Indonesia berada di peringkat 38 dari 42 negara. Hal ini menunjukkan bahwa literasi matematika di Indonesia berada di posisi yang kurang baik. Literasi matematika yang dimaksud salah satunya yaitu kemampuan komunikasi matematis siswa. (Fatimah, 2015: 431-432). Hal ini dapat disimpulkan secara garis besar bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa di Indonesia masih tergolong rendah.

Pentingnya komunikasi matematis yang telah dijabarkan, maka perlu adanya model pembelajaran yang dapat meningkatkan komunikasi matematis siswa. Dalam hal ini perlu dirancang suatu pembelajaran yang membiasakan siswa untuk mengkontruksi pemikirannya baik dengan guru, teman maupun terhadap matematika itu sendiri, yaitu dengan menerapkan model pembelajaran yang tepat dan dapat digunakan untuk mendukung proses pembelajaran. Model pembelajaran yang dapat dijadikan sebagai alternatif untuk proses pembelajaran matematika, salah satunya adalah model pembelajaran Modification – Action, Proccess, Object, and Schema (M-APOS). M-APOS merupakan model pembelajaran yang memanfaatkan lembar kerja tugas sebagai panduan aktivitas siswa dalam kerangka model pembelajaran APOS. Teori APOS itu sendiri merupakan suatu model pembelajaran matematika yang memiliki karakteristik menganalisa pengkonstruksian mental dalam memahami suatu konsep, penggunaan komputer dalam pembelajaran dengan menggunakan siklus Aktivitas, Diskusi, dan Latihan Soal (ADL). (Nurlaelah & Soemarmo, 2003: 1-2). Model ini sangat tepat digunakan karena dalam

pembelajaran matematika dapat membantu siswa dalam memahami matematika berdasarkan kehidupan nyata.

Kemampuan komunikasi siswa dapat dilakukan dengan mengadakan perubahan-perubahan dalam pembelajaran. Penelitian yang telah dilakukan Muchtar menemukan bahwa pembelajaran menggunakan model pembelajaran M-APOS lebih efektif dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran konvesional baik ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep maupun prestasi belajar matematika SMP kelas XI. Adapun menurut Nurlaelah dalam penelitiannya menemukan bahwa model pembelajaran M-APOS dapat memberikan fasilitas dan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengembangkan kemampuan mahasiswa dalam menumbuhkan kemampuan belajar mandiri, kemampuan berkomunikasi, menumbuhkan percaya diri dan memiliki tanggung jawab dalam menggali konsep yang harus dikuasainya.

Penggunaan model M-APOS aplikasinya dalam kegiatan pembelajaran menghubungkan konsep-konsep matematika terhadap konteks dalam kehidupan sehari-hari membawa pengaruh menuju nilai yang nyata. Penelitian ini menggunakan materi kubus dan balok, karena materi ini memiliki permasalahan-permasalahan yang memungkinkan untuk digunakan sebagai bahan diskusi bagi siswa.

B. Metode Penelitian

(3)

yang melibatkan paling tidak dua kelompok kelas yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok kelas eksperimen diberikan perlakuan dengan model pembelajaran M-APOS dan kelompok kelas kontrol yang tidak diberi perlakuan dengan model M-APOS. Secara sederhana desain penelitian dapat ditunjukkan pada Gambar 1 dibawah ini: (Sugiyono, 2014: 79)

Gambar 1. Desain Penelitian Keterangan:

E : Kelompok eksperimen K : Kelompok kontrol

X : Perlakuan pada kelas eksperimen dengan menerapkan model pembelajaran M-APOS

Y1 : Kemampuan komunikasi matematis siswa yang diberikan model pembelajaran M-APOS

Y2 :

Kemampuan komunikasi matematis siswa yang tidak diberikan model pembelajaran M-APOS

Terdapat 4 indikator kemampuan komunikasi matematis yang digunakan: (1) Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika, (2) Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematik secara lisan dan tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik, dan aljabar, (3) Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika, (4) Menyusun konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi.

Instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis pada pokok bahasan kubus dan balok adalah tes uraian sebanyak 15 soal. Penyusunan tes diawali dengan pembuatan kisi-kisi soal, kemudian dilanjutkan dengan pembuatan soal. Berdasarkan hasil perhitungan analisis uji validitas soal uji coba instrumen diperoleh 15 butir soal yang valid. Instrumen yang digunakan

reliabel.

Sebelum melakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas juga dilakukan sebagai uji persyaratan untuk melakukan analisis selanjutnya yaitu uji homogenitas. Untuk melakukan uji normalitas ini menggunakan uji Lilliefors dengan taraf signifikansi. Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data sampel berasal dari populasi yang variansnya sama (homogen). Setelah itu dilakukan hipotesis dengan uji-t. Berdasarkan pengujian hipotesis dengan uji-t dan menghasilkan ditolaknya yang berarti terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran M-APOS terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa.

C. Hasil dan Pembahasan

Data instrumen tes digunakan untuk mengetahui adanya pengaruh kemampuan komunikasi matematis siswa. Adapaun analisis deskriptif data hasil instrumen tes kelas eksperimen dan kelas kontrol sebagai berikut:

Tabel 1. Statistik Deskriptif Kemampuan Komunikasi Matematis

Keterangan Nilai

Eksperimen Kontrol

Jumlah Siswa 35 35 Mean 48,83 43,31 Median 50,17 52,36 Modus 53,86 49,5 Varians 43,91 90,75 Simpangan Baku 6,63 9,53

(4)

kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Namun demikian untuk meyakinkan apakah hipotesis benar atau tidak, akan diuji secara matematis dengan pemaparan sebagai berikut:

Berdasarkan data hasil penelitian siswa kelas eksperimen diperoleh rentang skor yang kemudian dibuat dalam bentuk daftar tabel distribusi frekuensi yang dinyatakan dalam tabel berikut:

Tabel 2. Daftar Distribusi Frekuensi Skor Kemampuan Komunikasi Matematis

(fi) Kumulatif Relatif

34−37 35,5 33,5−37,5 2 2 5,71%

38−41 39,5 37,5−41,5 3 5 8,57%

42−45 43,5 41,5−45,5 8 13 22,86%

46−49 47,5 45,5−49,5 3 16 8,57%

50−53 51,5 49,5−53,5 9 25 25,71%

54−57 55,5 53,5−57,5 10 35 28,57%

Jumlah 35 100%

Berdasarkan Tabel 2 tersebut dapat dibuat grafik histogram dan poligon seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Histogram dan Poligon Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas

Eksperimen

Dari Gambar 2 dan tabel distribusi frekuensi hasil kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran M-APOS, terlihat sebagian besar siswa memperoleh skor 53,5–57,5 sebanyak 10 siswa atau sebesar 28,57%, skor tertinggi 53,5–57,5 sebanyak 10 siswa atau 28,57%, sedangkan skor terendah 33,5–37,5 sebanyak 2 siswa atau sebesar 5,71 %.

Berdasarkan data hasil penelitian siswa kelas kontrol diperoleh rentang skor yang kemudian dibuat dalam bentuk

daftar tabel distribusi frekuensi yang dinyatakan dalam tabel berikut:

Tabel 3. Daftar Distribusi Frekuensi Skor Kemampuan Komunikasi Matematis

Berdasarkan Tabel 3 tersebut dapat dibuat grafik histogram dan poligon seperti pada Gambar 3.

Gambar 3. Histogram dan Poligon Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas

Kontrol

Dari Gambar 3 dan tabel distribusi frekuensi hasil kemampuan komunikasi matematis siswa yang tidak diajarkan dengan model peembelajaran M-APOS, terlihat sebagian besar siswa memperoleh skor 42,5–49,5 dan 49,5–56,5 sebanyak 11 siswa atau sebesar 31,43 %, dan merupakan skor tertinggi, sedangkan skor terendah 14,5–21,5 sebanyak 1 siswa atau sebesar 2,86 %.

Berdasarkan hasil persentase keseluruhan indikator kemampuan komunikasi matematis dapat disimpulkan dalam Tabel 4.

(5)

Kontrol 43,31

Berdasarkan Tabel. 4 dapat diketahui bahwa rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran M-APOS lebih tinggi dibandingkan dengan kelas yang tidak diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran M-APOS. Berikut ini adalah 1 contoh indikator butir soal kemampuan komunikasi matematis siswa pada materi kubus dan balok antara kelas eksperimen dan kelas kontrol yang peneliti pilih: 1. Jundi akan membuat meja dari kayu.

Kayu tersebut memiliki luas per-mukaan 198 cm2 . Jika lebar dan

tinggi kayu masing-masing 6 cm dan 3 cm, tentukan panjang kayu tersebut.

Gambar 4. Hasil Jawaban Siswa Pada Nomor 1 Kelas

Eksperimen

Gambar 5. Hasil Jawaban Siswa Pada Nomor 1 Kelas Kontrol

Dari jawaban soal nomor 1 dapat disimpulkan bahwa siswa kelas eksperimen mampu menentukan panjang serta luas permukaan dari persoalan atau situasi yang muncul dengan baik dari penjelasan yang diberikan sudah sangat lengkap dan benar. Sementara siswa kelas kontrol jawaban yang diberikan sudah lengkap tetapi jawabannya masih kurang logis terlihat dari penjelasan yang diberikan.

D. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa skor kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran M-APOS pada materi kubus dan balok memiliki rata 48,83, sedangkan rata-rata skor kemampuan komunikasi matematis siswa yang tidak diajarkan dengan model pembelajaran M-APOS adalah 43,31. Rata-rata kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki selisih nilai sebesar 5,51. Hasil perhitungan uji hipotesis yang menggunakan uji-t dengan

α=0,05 dan diperoleh nilai

thitun g=2,81>1,67¿ttabel maka hipotesis

nol ditolak. Artinya, terdapat pengaruh model pembelajaran M-APOS terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa pada materi kubus dan balok. Besarnya pengaruh berdasarkan perhitungan effect size adalah 0,58 tergolong sedang.

E. Referensi

Fatimah, S. 2015. Pengaruh Model Tipe

Think Talk Write (TTW) Berbantu Dianes Algebraic Experience Models (AEM) terhadap Kemampuan komunikasi Matematis Siswa. Seminar Nasional Pendidikan Matematika. UHAMKA.

Kemendiknas. 2010. Perkembangan Matematika dengan Pendekatan Realistik di SMP. Yogyakarta: Depdiknas.

Nurlaelah, E., & Sumarmo, U. 2003. Implementasi Model Pembelajaran APOS dan Modifikasi-APOS (M-APOS) Pada Mata Kuliah Struktur Aljabar. Pendidikan Matematika FPMIPA.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Wijaya, A. 2012. Pendidikan Matematika

(6)

Gambar

Gambar 1. Desain Penelitian
Tabel 3. Daftar Distribusi Frekuensi Skor
Gambar 4. Hasil Jawaban Siswa

Referensi

Dokumen terkait

Penulisan Laporan Tugas Akhir ini dengan judul “ ANALISIS TINGKAT PELAYANAN FASILITAS BANDAR UDARA PATTIMURA, AMBON” disusun guna melengkapi syarat untuk

Hasil uji anova menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antar kombinasi perlakuan sari buah belimbing manis dan karagenan terhadap kadar serat kasar

digunakan oleh Imam Hanafi disifatkan sebagai umum karena tidak menetapkan jumlah susuan yang menyebabkan mahram manakala dalil dari Imam Syafi’i menyebut lima

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan terhadap tanggapan/penilaian dari ahli/pelatih, hasilnya adalah 86,11 %, dari kriteria yang ditentukan dan

Contoh mekanisme yang bisa mengijinkan sebuah parent process untuk mengontrol kebijaksanaan penjadwalan children yaitu : Ketika sebuah proses dibuat maka proses tersebut

Tidak selalu mekanisme pasar itu merupakan suatu sistem pasar persaingan sempurna dimana harga dan jumlah barang yang diperjual belikan ditentukan oleh3. permintaan pembeli

Dengan bekal kemampuan yang saya miliki di antaranya mampu mengoperasikan komputer, komunikasi, Microsoft Word, Excel dan lain-lain.. Saya dapat bekerja keras, rajin dan jujur,

A ct iv it y -base d co st in g (A BC) system s first accu m u late overh ead costs for each of th e activities of an organ ization , an d th en assign th e costs of activities