• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sosiologi stratifikasi sosial politik media

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sosiologi stratifikasi sosial politik media"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

STRATIFIKASI SOSIAL DALAM POLITIK MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas

Pengantar Sosiologi

Yang dibina oleh Dr. I Nyoman Ruja, S.U

Oleh:

Bimo Fergi Wahyudi (160741615252)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS ILMU SOSIAL

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

(2)

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Stratifikasi Sosial Dalam Politik ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak Dr. I Nyoman Ruja, S.U selaku Dosen mata kuliah Sosiologi Univerrsitas Negeri Malang yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai bentuk stratifikasi sosial politik. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Malang, 8 Desember 2016

(3)

1 Daftar Isi

Kata Penganatar...i

Daftar Isi...ii

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar belakang...1

1.2 Tujuan Penulisan...1

BAB II RUMUSAN MASALAH...2

2.1 Rumusan masalah...2

BAB III PEMBAHASAN...3

3.1 Pengertian dan asal mula terbentuknya stratifikasi sosial...3

3.2 Alasan dibentuknya stratifikasi sosial politik...4

3.3 Bentuk-bentuk (model) strtifikasi dalam politik dan karakteristiknya...4

BAB IV PENUTUP...9

4.1 Kesimpulan...10

4.2 Saran...10

(4)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Banyak yang berpendapat bahwa stratifikasi sosial dan kelas sosial itu adalah sama, namun pengertian antara stratifikasi sosial dan kelas sosial itu sejatinya berbeda. Stratifikasi sosial lebih merujuk pada pengelompokan orang kedalam tingkatan atau strata dalam hierarki secara vertikal, sedangkan kelas sosial lebih merujuk pada suatu lapisan atau strata tertentu dalam sebuah stratifikasi sosial.

Oleh karena itu agar pandangan kita tidak salah mengenai stratifikasi sosial, disini ingin membahas sedikit tentang stratifikasi sosial, dan karena stratifikasi sosial juga membahas tentang siapa yang diatas dan siapa yang dibawah, pasti stratifikasi sosial memiliki hubungan dengan dunia politik. Jadi disini akan membahas juga mengenai stratifikasi sosial dalam politik, mengapa stratifikasi sosial dalam politik diperlukan dan bagaima bentuk-bentuk atau model stratifikasi sosial politik.

1.2 Tujuan Penulisan

(5)

BAB II RUMUSAN MASALAH

2.1 Rumusan masalah

2.1 Mengetahui asal usul terbentuknya stratifikasi sosial

(6)

2 BAB III PEMBAHASAN

3.1 Pengertian dan asal mula terbentuknya stratifikasi sosial

Pelapisan sosial atau stratifikasi atau socialstratification berasal dari kata stratification dan social, stratification berasal dari kata stratum (jamaknya strata) yang berarti lapisan. Bisa disimpulkan stratifikasi sosial adalah pembedaan atau pengelompokan para anggota masyarakat secara vertikal (bertingkat). Adapun pengertian stratifikasi sosial menurut para ahli sebagai berikut:

 Stratifikasi sosial menurut Pitirim A. Sorokin adalah perbedaan penduduk /

masyarakat ke dalam lapisan-lapisan kelas secara bertingkat (hirarkis).  Pitirim A. Sorokin dalam karangannya yang berjudul “Social

Stratification” mengatakan bahwa sistem lapisan dalam masyarakat itu merupakan ciri yang tetap dan umum dalam masyarakat yang hidup teratur.

 Stratifikasi sosial menurut Drs. Robert M.Z. Lawang adalah penggolongan

orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hirarkis menurut dimensi kekuasaan, privilese dan prestise.  statifikasi sosial menurut Max Weber adalah stratifikasi sosial sebagai

penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hirarkis menurut dimensi kekuasaan, privilese dan prestise.

(7)

organisasi, agar anggota-anggota dalam organisasi teratur, maka kejelasan kekuasaan dan wewenang yang harus ada dibagi-bagi dengan teratur dalam suatu organisasi vertikal maupun horizontal. Bila tidak, kemungkinan besar terjadi pertentangan yang dapat membahayakan keutuhan anggotanya.

3.2 Alasan dibentuknya Stratifikasi sosial dalam politik

Salah satu hasil dari dibentuknya stratifikasi sosial secara disengaja adalah stratifikasi sosial politik. Politik merupakan kegiatan interaksi manusia berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat untuk masyarakat umum atau anggota organisasi, dan disebut sebagai keputusan politik. Jadi stratifikasi sosial dalam politik ini dibentuk secara segaja agar ada kejelasan siapa yang memerintah (orang membuat keputusan politik) dan siapa yang diperintah (orang yang melaksanakan keputusan politik) agar tidak terjadi konflik dan tujuan organisasi dapat tercapai.

Keputusan politik ini bisa berjalan apa bila orang yang memengaruhi mempunyai kekuasaan. Kekuasaan adalah kemampuan mempengaruhi pihak lain agar bersikap dan/atau sesuai dengan kehendak yang memengaruhi. Adapun yang dimaksud dengan kekuasaan politik adalah kemampuan menggunakan sumber-sumber pengaruh untuk memengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik sehingga menguntungkan atau paling tidak tak merugikan pihak yang memengaruhi tersebut.

3.3 Bentuk-bentuk (model) stratifikasi sosial dalam politik

Menurut Andrian ada 3 bentuk atau model politik dalam masyarakat yang biasanya digunakan oleh para ilmuan politik, yaitu sebagai berikut :

1. Model Elitis

(8)

melaksanakan semua fungsi politik, memonopoli kekuasaan, dan menikmati keuntungan-keuntungan yang dibawa oleh kekuasaan tersebut. Sedangkan yang kedua jumlahnya lebih banyak, diarahkan dan dikendalikan oleh penguasa dengan cara yang kurang lebih legal, semaunya. Oleh karena itu model politik ini dalam mengambil keputusan politik bukanlah cerminan dari tuntunan dan aspirasi khalayak tetapi lebih mencerminkan nilai-nilai yang dipegang oleh kalangan elite tersebut. Perubahan dalam kebijaksanaan akan berjalan secara tambal sulam (incremental) dan bertahap, dan tidak akan pernah dilakukan secara radikal. Dan akhirnya, khalayak yang tidak mempunyai kekuasaan akan suit sekali mempengaruhi golongan elite.

Apabila kita kaji sifat dan karakter golongan elite politik, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga tipe elite politik. Pertama , elite politik tipe liberal, yaitu elite politik yang segala prilaku politiknya berorientasi kepada kepentingan masyarakat umum. Oleh karena itu, elite seperti ini cenderung bersifat terbuka kepada golongan yang bukan elite yang menjadi bagian dari golongan lingkungan elite tersebut. Mereka cenderung membiarkan adanya kompetisi untuk menjadi elite politik, sehingga lapisan politik akan cenderung bersifat pluralistik. Dan akhirnya sebagai konsekuensi dari orientasi kepada masyarakat umum dan keterbukaan itu, maka golongan elite seperti ini akan bersifat tanggap terhadap aspirasi dan tuntunan masyarakat. Elite politik tipe ini sering sekali disebut sebagai elite politik yang demokratis.

(9)

Ketiga, golongan counter elite, yaitu pimpinan yang berorientasi kepada khalayak dengan menentang segala bentuk kemampuan (estabilished order) atau menentang segala bentuk perubahan. Ciri-ciri kelompok ini adalah bersifat ekstrim, tidak toleran, elite tipe ini terdiri dari dua sayap yaitu sayap kiri (leftwing) yakni aliran yang menuntut perubahan secara radikal dan revolisioner, dan sayap kanan (rightwing) yakni aliran yang menentang segala macam perubahan sosial,budaya, ekonomi, dan politik. Akan tetapi, keduanya menuntut menunjukkan diri sebagai pembawa suara rakyat, dan menuntut agar rakyat menguasai hukum, lembaga-lembaga, dan prosedur dan hak-hak individual.

2. Model Pluralis atau kelompok kepentingan

Ada beberapa asumsi dalam model politik ini, asumsi yang pertama menyatakan bahwa kekuasaan terdistribusi secara luas dan merata ke seluruh masyarakatyang cenderung terpusat pada kelompok kepentingan, jadi setiap anggota masyarakat tergabung dalam satu atau menjadi anggota suatu organisasi atau kelompok tertentu sesuai dengan aspirasi dan kepentingannya baik sesuai ideologis,ekonomis, maupun kultural.Dengan kata lain, suatu kelompok politik akan terbentuk apabila terdapat sekelompokorang yang mempunyai kepentingan yang sama mengorganisasi, berinteraksi, dan memperjuangkan tujuannya melalui proses politik.

(10)

Akses di sini berarti kesempatan suatu kelompok untuk mengadakan kontrak untuk memengaruhi pembuatan sebuah keputusan politik. Jadi semakin besar suatu kelompok memiliki akses, maka semakin besar kesempatan kelompok tersebut untuk memengaruhi keputusan kelompok. Oleh karena itu, kita bisa mengetahui alasan mengapa kelompok X mempunyai pengaruh yang lebih besar di dalam politik daripada kelompok Y misalnya. Faktor yang mempengaruhi besar kecilnya sebuah akses yang dibandingkan pula secara tidak langsung pengaruh dan efektivitas kelompok politik. Inilah yang sebenarnya menjadi tujuan pendekatan kelompok.

(11)

Berdasarkan uraian diatas, teori pluralis ini sangat membantah adanya teori elitis. Bagi teori elitis, yang berkuasa atau yang mempunyai pengaruh besar dalam prosespembuatan pelaksanaan keputusan politik terdiri atas lebih dari satu kekuatan politik, dan bahwa kekuatan-kekuatan politik (kelompok-kelompok) itu tidak semuanya mempunyai kekuasaan yang bersifat ekonomi sebagaimana dituduhkan oleh teori elitis.

3. Model populis kerakyatan

Asumsi dasar model ini adalah demokrasi, jadi partisipasi individu menjadi keharusan dalamproses pembuatan keputusan politik yang memengaruhi kehidupan mereka. Asumsi tersebut sesuai dengan pendapat dari Dewey bahwa kunci utama demokrasi sebagai pandangan hidup adalah partisipasi setiap manusia yang telah dewasa dalam pembentukan nilai-nilai yang mengatur hidu mereka.

Ada beberapa perbedaan pendapat menurut beberapaahli tentang menentukan siapa yang dimaksud dengan rakyat. Pendapat yang pertama mengatakan rakyat sebagai individu negara, paham ini biasanya dianut oleh kalangan demokrasi liberal yang menekankan individualisme. Pendapat yang kedua memandang rakyat secara keseluruhan (kolektif), biasanya diikutioleh kalangan negara-negara berkembang di Asia dan Afrika.

Berdasarkan pengertian diatas, maka dirumuskanlah beberapa asumsi lainnya yang mendasari model politik ini. Pertama, setiap warga negara yang telah dewasa secara potensial mempunyai kekuasaan politik,seperti hak memilih dalam pemilihan umum. Kedua, setiap warga negara mempunyai perhatian dan minat yang besar terhadap proses politik,karena itu setiap warga negara mempunyai potensi untuk aktif politik. Ketiga, setiap warga negara mempunyai kemampuan untuk mengadakan penilaian terhadap proses politik karena mereka mempunyai informasi politik yang akurat dan dalam jumlah yang memadai.

(12)

kitaterlebih dahulu harus mengetahui kelemahan masing-masing model politik dalam stratifikasi sosial. Seperti penjelasan berikut.

Kelemahan model elitis terletak pada ekstrimnya. Yang memerintah selalu dalam jumlah yang kecil, karena itu dalam mengambil keputusan selalu mengabaikan aspirasi-aspirasi khalayak umum. Kelemahan model pluralis adalah mengabaikan peranan pemimpin kelompok-kelompok politik. Dalam kenyataannya yang memegang peranan menentukan dalamperjuangan kelompokacapkali justru pemimpin-pemimpin kelompok tadi. Oleh karena itu, yang menentukan atau yang memengaruhi pembuatan dan pelaksana keputusan politik ialah sekelompok kecil pemimpin kelompok kepentingan tersebut. Kelemahan model populis adalah menganggap semua warga negara memiliki kapasitas yang sama. Dalam kenyataan tidak semua warga negara yang telah dewasa mempunyai hak pilih. Disamping itu, tidak semua warga negara mempunyai kemampuan mengajukan penilaian terhadap proses politik, karena ketajaman pikiran dan informasi politik juga berbeda, dan tidak semua warga negara mempunyai sumber kekuasaan.

BAB IV PENUTUP

Kesimpulan

(13)

organisasi atau negara diperlukan kejelasan mana yang memerintah dan mana yang diperintah.

Saran

Dari sekian model politik kita tidak bisa mengatakan mana model politik yang baik dan mana yang buruk, karena itu tergantung model politik tersebut apakah sesuai dan disetujui atau tidak dengan anggotanya sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Kolip M.Usman.2013.pengantar sosiologi.jakarta.study etly

Referensi

Dokumen terkait

Pemeriksaan fisik : Status Oftalmologis OD: Benjolan di palperbra inferior bagian medial, benjolannya keras, melekat pada tarsus akan tetapi lepas dari kulit, tidak

Potensi lain yang mendukung terselenggaranya wirausaha jurusan adalah kurikulum bidang boga dengan mata kuliah pendukung adalah : catering, bakery and pastry

68 Azimut Kiblat adalah arah atau garis yang menunjuk ke kiblat (Ka’bah), yaitu besarnya sudut yang dihitung sepanjang horizon dari titik utara ke arah titik timur

Berdasarkan dari analisis data terhadap data-data hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar responden memilki kebiasaan merokok yaitu sebanyak 23 responden

Sedangkan pada proses pelaksanaan kurikulum pendidikan agama Islam terlihat ada kesenjangan antara konsep kurikulum dengan pelaksanaan kurikulum pendidikan agama Islam1994,

berbeda dari toko-toko yang lain dan menurut pemilik Toko RANDU gaji. atau upah yang diberikan kepada karyawannya terbilang lumayan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran PROBEX lebih efektif daripada strategi pembelajaran eksperimen bila diterapkan pada materi Tekanan di