Critical Review
PENENTUAN PUSAT PERTUMBUHAN BARU BERDASARKAN POTENSI DAN DAYA SAING WILAYAH
Analisis Potensi dan Daya Saing Kecamatan sebagai Pusat Pertumbuhan Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) Kabupaten Malang analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi di suatu negara. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada periode tertentu (Sukirno, 2006).
Adanya pembangunan nasional yang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi terlihat masih timpang antara daerah satu dengan daerah lainnya, terutama di Indonesia. Hal tersebut terlihat jelas apabila membandingkan pertumbuhan ekonomi antara kabupaten dan kota, dimana kondisi ekonomi kota lebih berkembang dibandingkan dengan kabupaten. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat perbedaan pertumbuhan ekonomi antar wilayah yaitu tingkat kemiskinan dan besar PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Apabila dikaji keduanya maka akan terlihat kesenjangan di wilayah tersebut. Namun apabila dikaji dari sisi kebijakan ternyata pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah dikarenakan oleh kebijakan pembangunan dari pemerintah yaitu adanya pembentukan daerah-daerah nodal.
Menurut Soepono (1999), daerah nodal adalah areal-areal yang strukturalnya terdiri atas areal inti dengan areal sekitarnya yang melengkapi. Daerah nodal akan menjadikan kota sebagai pusat pertumbuhan terutama pusat kegiatan ekonomi. Sedangkan kabupaten atau wilayah di sekitar kota hanya sebagai daerah pendukung, akibatnya kegiatan ekonomi hanya terkonsentrasi di kota. Contoh dari daerah nodal yaitu kawasan Gerbangkertosusila yang menjadikan Surabaya sebagai pusat kegiatan ekonominya.
▸ Baca selengkapnya: sebagai dasar untuk penempatan pusat-pusat pertumbuhan dilakukan adaptasi terhadap teori
(2)pusat kegiatan ekonomi terjadi di daerah kota. Daerah nodal terbentuk dengan harapan kota akan mendorong pertumbuhan di kabupaten atau wilayah di sekitarnya dan terciptanya pemerataan pertumbuhan ekonomi, namun yang terjadi justru sebaliknya sehingga yang terlihat adalah kesenjangan antara kedua wilayah tersebut.
Menurut teori John M. Keynes, melihat kondisi demikian perlunya peran pemerintah dalam perekonomian wilayah tidak sepenuhnya betul. Namun apabila tidak ada peran pemerintah seperti pada teori Klasik dan teori Neoklasik dimana kondisi perekonomian diatur oleh kekuatan pasar justru akan membuat ketimpangan pertumbuhan antar wilayah semakin besar. Oleh karena itu hal yang seharusnya dilakukan dalam mencapai keseimbangan pertumbuhan wilayah yaitu tetap melibatkan campur tangan dari pemerintah. Akan tetapi campur tangan ini harus menitikberatkan pada kebijakan-kebijakan yang dapat mengontrol pertumbuhan ekonomi antara wilayah satu dengan lainnya guna mencapai pertumbuhan ekonomi wilayah yang merata.
Salah satu kebijakan pemerintah untuk mewujudkan keseimbangan pertumbuhan ekonomi antar wilayah yaitu dengan pembentukan pusat pertumbuhan baru di daerah-daerah pendukung atau wilayah sekitar kota. Kebijakan ini mengupayakan adanya pusat pertumbuhan di setiap wilayah, dimana setiap wilayah memiliki karakteristik dan potensi yang berbeda, dan turut berperan dalam munculnya disparitas antar wilayah apabila tidak direncanakan dengan baik.
Tinjauan Teoritis
Penentuan Pusat Pertumbuhan
Menurut Perroux, pertumbuhan tidak terjadi secara serentak, pertumbuhan itu terjadi pada titik-titik atau kutub perkembangan dengan intensitas yang berubah-ubah, perkembangan itu menyebar sepanjang saluran-saluran dengan efek yang beraneka ragam terhadap keseluruhan perekonomian (Jayadinata, 1999). Pernyataan Perroux tersebut menyatakan bahwa terdapat suatu hubungan saling mempengaruhi secara timbal balik antara pusat-pusat pertumbuhan dengan daerah pengaruhnya.
Menurut Tarigan (2005), syarat-syarat yang harus dimiliki oleh sebuah konsentrasi kegiatan ekonomi agar dapat dikatakan sebagai sebuah pusat pertumbuhan, antara lain:
menjadi satu irama dengan berbagai komponen kehidupan kota dan bersinergi untuk saling mendukung terciptanya pertumbuhan.
2) Adanya efek pengganda (multiplier effect).
Keberadaan sektor-sektor yang saling terkait dan saling mendukung akan menciptakan efek pengganda. Apabila ada satu sektor atas permintaan dari luar wilayah yang produksinya meningkat, akan membuat produksi sektor lain juga meningkat. Hal ini terjadi karena adanya keterkaitan antar sektor dan akan terjadi beberapa kali putaran pertumbuhan sehingga total kenaikan produksi bisa beberapa kali lipat dibandingkan dengan kenaikan permintaan dari luar untuk sektor tersebut (sektor yang pertama kali meningkat permintaannya).
3) Adanya konsentrasi geografis.
Konsentrasi geografis dari berbagai sektor atau fasilitas, selain bisa menciptakan efisiensi diantara sektor-sektor yang saling membutuhkan, juga menimbulkan daya tarik (gravitasi) dari kota tersebut. Orang yang datang ke kota tersebut bisa mendapatkan berbagai kebutuhan pada lokasi yang berdekatan. Jadi kebutuhan dapat diperoleh dengan lebih hemat waktu, tenaga, dan biaya. Hal ini membuat kota itu menarik untuk dikunjungi dan karena volume transaksi yang makin meningkat akan menciptakan economic of scale sehingga tercipta efisiensi lanjutan.
4) Bersifat mendorong daerah belakangnya.
Hal ini berarti antara kota dan wilayah belakangnya terdapat hubungan yang harmonis. Kota membutuhkan bahan baku dari wilayah belakangnya dan menyediakan berbagai kebutuhan wilayah belakangnya untuk dapat mengembangkan diri. Apabila terdapat hubungan yang harmonis dengan wilayah belakangnya dan kota itu memiliki tiga karakteristik seperti yang disebutkan terdahulu, maka kota tersebut akan berfungsi mendorong ke belakang.
Gambaran Umum Kabupaten Malang
Kabupaten Malang terletak pada wilayah dataran tinggi dan memiliki luas wilayah sebesar 353.486 ha. Berikut adalah batas administratif dari Kabupaten Malang.
Sebelah utara : Kabupaten Jombang, Mojokerto, dan Pasuruan
Sebelah selatan : Samudera Indonesia
Sebelah barat : Kabupaten Blitar dan Kediri
Sebelah timur : Kabupaten Lumajang dan Probolinggo
2009 semua kecamatan diarahkan menjadi 8 SSWP, yaitu SSWP I Ngantang, SSWP II Lingkar Kota Malang, SSWP III Lawang, SSWP IV Tumpang, SSWP V Kepanjen, SSWP VI Donomulyo, SSWP VII Gondanglegi, dan SSWP VIII Dampit. Namun, berdasarkan Perda Kabupaten Malang Nomor 3 Tahun 2010 tentang RTRW Kabupaten Malang, SSWP diubah menjadi 6 Wilayah Pengembangan (WP) yaitu WP I Lingkar Kota Malang, WP II Kepanjen, WP III Ngantang, WP IV Tumpang, WP V Turen dan Dampit, dan WP VI Sumbermanjing Wetan.
Gambar 1. Wilayah Pengembangan (WP) Kabupaten Malang Sumber: RPJMD Kabupaten Malang Tahun 2010-2015
Issue Wilayah
tingkat produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah kabupaten, sehingga pelaksanaan pembangunan cakupannya lebih sedikit dan masyarakat kota dapat menjangkauanya, hal ini juga berlaku untuk kelengkapan infrastruktur. Hal tersebut tergambar pada kondisi eksisting antara Kabupaten Malang dengan Kota Malang.
Kabupaten Malang dan Kota Malang merupakan salah satu bentuk realisasi dari kebijakan daerah nodal yang diharapkan Kota Malang sebagai pusat kegiatan ekonomi bisa mendorong pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Malang. Namun kondisi eksisting yang terjadi justru sebaliknya, tidak ada keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi di Kota Malang dan Kabupaten Malang. Hal tersebut terlihat oleh adanya sumber daya pembangunan baik modal maupun tenaga ahli dari Kabupaten Malang yang semakin terserap ke Kota Malang. Selain itu adanya perbedaan besaran PDRB dan PAD dalam beberapa tahun terakhir semakin memperjelas adanya kesenjangan antara kedua wilayah tersebut.
Tabel 1.
PDRB Per Kapita Kabupaten Malang dan Kota Malang Tahun 1993-2000
Tahun Kabupaten Malang Kota Malang
PAD Kabupaten Malang dan Kota Malang Tahun 1998-2002
Pembentukan pusat pertumbuhan baru haruslah dengan memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan (Tarigan, 2005). Selanjutnya diupayakan agar pusat-pusat tersebut dapat melakukan investasi dan menciptakan ciri khas wilayahnya. Berdasarkan teori pertumbuhan tidak seimbang oleh Hirschman dinyatakan bahwa tidak ada wilayah yang memiliki modal dan sumber daya pembangunan dalam jumlah besar untuk melakukan investasi pada semua sektor. Oleh karena itu investasi seharusnya dilakukan pada beberapa sektor yang terpilih agar hasilnya cepat berkembang. Investasi pada sektor terpilih akan menghasilkan peluang-peluang investasi baru.
Didukung pula dengan teori basis ekonomi oleh JS. Mill yang menyatakan bahwa untuk memecahkan masalah pertumbuhan dan pemerataan wilayah dilakukan dengan adanya perdagangan antar wilayah dengan mewujudkan spesialisasi wilayah. Artinya lebih menitikberatkan pada sisi permintaan dari wilayah lain terhadap suatu komoditas yang dihasilkan oleh wilayah yang bersangkutan. Keterkaitan ekonomi antara dua wilayah yaitu pengekspor dan pengimpor ini dilakukan melalui sektor basis. Sektor basis yang dimaksud adalah sektor yang memproduksi komoditas ekspor atau komoditas unggulan yang dapat dihasilkan dengan biaya relatif lebih rendah.
Pembentukan pusat pertumbuhan baru pada kasus ini dilakukan dengan pengelompokkan semua kecamatan di Kabupaten Malang menjadi beberapa Wilayah Pengembangan (WP). Setiap WP diupayakan memiliki pusat kegiatan ekonominya masing-masing agar tidak terjadi aglomerasi kembali. Setiap WP juga akan dikembangkan berdasarkan potensi dan karakteristik daerahnya masing-masing.
Tinjauan Kritis
Berdasarkan jurnal yang menjadi bahan resensi, pembentukan pusat pertumbuhan masih dikaji berdasarkan pembagian 8 SSWP dari 33 kecamatan di Kabupaten Malang. Namun pada bahasan ini akan dicoba untuk mengkaji berdasarkan pembagian 6 WP di Kabupaten Malang yang telah ditetapkan pada Perda Kabupaten Malang Nomor 3 Tahun 2010. Penentuan pusat pertumbuhan dan sektor basis pada 6 WP di Kabupaten Malang dapat dilakukan melalui beberapa analisis, antara lain:
1) Analisis Tipologi Klassen
per kapita daerah (sumbu horizontal). Berikut analisis Tipologi Klassen setiap WP di Kabupaten Malang.
Tabel 3.
Analisis Tipologi Klassen Setiap WP di Kabupaten Malang WP Pertumbuhan Ekonomi(%) Pendapatanper Kapita
I
Sumber: Data Kabupaten Malang dan Jawa Timur Dalam Angka Tahun 2010
Tabel 4.
Klasifikasi Tipologi Klassen Setiap WP di Kabupaten Malang Perdapatan
per Kapita Pertumbuhan
ekonomi
Tinggi Rendah
Tinggi Daerah maju dan cepat tumbuh:WP I Daerah berkembang cepat:WP III
Rendah Daerah maju tapi tertekan:WP II
Daerah relatif lamban: WP IV
WP V WP VI Sumber: Data Kabupaten Malang dan Jawa Timur Dalam Angka Tahun 2010 Keterangan:
WP I
Adalah termasuk daerah maju dan berkembang cepat dan mampu tumbuh karena adanya aktivitas ekonomi yang cukup baik disebabkan oleh faktor internal (potensi daerah itu sendiri) maupun eksternal seperti Lingkar Kota Malang yang mendapat imbas pertumbuhan Kota Malang.
WP II
pertumbuhan ekonomi rendah. Namun demikian masih memiliki harapan dengan meningkatkan sektor sekunder dan tersier.
WP III
Adalah termasuk daerah cepat berkembang dengan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Wilayah ini cepat berkembang karena menjadi poros lalu lintas pertemuan ketiga kota yaitu Malang Raya, Jombang, dan Kediri. Namun demikian income per kapita wilayah ini masih rendah.
WP IV, WP V, dan WP VI
Adalah termasuk daerah tertinggal dengan pertumbuhan ekonomi dan income per kapita rendah yang secara geografi merupakan daerah di bagian timur dan selatan yang memiliki topografi pegunungan sehingga memerlukan biaya tinggi bagi pembangunan sarana prasarananya.
2) Analisis Location Quotient (LQ) dan Shift Share (SS)
Analisis ini digunakan untuk mengetahui sektor unggulan dan dilakukan dengan mengombinasikan hasil perhitungan dari kedua analisis sehingga didapatkan tipe-tipe sektor unggulan. Berikut potensi pengembangan sub sektor di masing-masing WP di Kabupaten Malang.
WP I Lingkar Kota Malang
Memiliki potensi sub sektor perdagangan jasa, pertanian, industri, pariwisata, dan transportasi udara.
Memiliki potensi sub sektor pertanian, perikanan laut, pertambangan, industri, pariwisata, dan kehutanan.
3) Analisis Scalogram
Tabel 5.
Analisis Scalogram Setiap WP di Kabupaten Malang
WP Kecamatan TK SD SMP SMA SMK PemerintahRS SwastaRS BersaliRS
WP Kecamatan
Jenis Fasilitas Jumlah
Tipe Fasilitas
Jumlah Unit Fasilitas TK SD SMP SMA SMK PemerintahRS SwastaRS
RS Bersali
n
Puskesma
s Toko Industri
V Turen 46 48 2 1 2 1 2 6 192 61 10 361
Dampit 48 48 2 1 1 3 8 168 29 9 302
Tirtoyudo 30 34 4 6 11 5 85
Ampelgading 30 30 5 4 18 17 6 104
VI Sumbermanjing Wetan 33 38 5 1 9 48 17 7 151
Bantur 28 50 5 1 9 28 19 7 140
Gedangan 29 35 2 1 5 6 6 78
Sumber: Data Kabupaten Malang Dalam Angka Tahun 2013 Keterangan:
WP I Lingkar Kota Malang yang berorientasi ke Kota Malang dengan pusat di perkotaan Lawang. WP II Kepanjen dengan pusat di perkotaan Kepanjen.
WP III Ngantang dengan pusat di perkotaan Ngantang. WP IV Tumpang dengan pusat di perkotaan Tumpang.
WP V Turen dan Dampit dengan pusat di Dampit, pada WP ini tidak memilih Kecamatan Turen sebagai pusat walaupun jumlah unit dan jumlah
tipe fasilitas lebih besar karena kecamatan ini sudah ditetapkan sebagai pusat sosial, sedangkan untuk pusat ekonomi dipilih Kecamatan Dampit (RTRW Kabupaten Malang).
4) Analisis Gravitasi
Analisis ini untuk melihat pola interaksi atau keterkaitan dan daya saing antar daerah atau antar bagian wilayah dengan wilayah lainnya misal satu pusat pertumbuhan dengan pusat pertumbuhan lainnya. Dalam hal ini daerah dianggap sebagai suatu massa, hubungan antar daerah dipersamakan dengan hubungan antar massa. Massa wilayah mempunyai daya tarik sehingga terjadi saling mempengaruhi antar daerah sebagi perwujudan kekuatan tarik menarik antar daerah (Suhardi, 2004).
Manfaat dari analisis ini yaitu dapat membuat perencanaan-perencanaan untuk mengantisipasi keadaan yang terjadi di masa datang meliputi penyediaan fasilitas umum, sarana transportasi, perumahan, pusat perbelanjaan, dan sebagainya. Analisis ini dilakukan dengan mengaitkan pusat-pusat pertumbuhan dengan jarak dan jumlah penduduk yang mempunyai pengaruh besar, karena adanya pergerakan orang untuk melakukan kegiatan di pusat-pusat tersebut dengan menempuh jarak yang harus dilalui.
Setiap pusat pertumbuhan di masing-masing WP yang ditentukan memiliki interaksi atau pengaruh yang kuat terhadap kecamatan-kecamatan yang ada di WPnya masing-masing. Sedangkan untuk mengetahui interaksi setiap pusat pertumbuhan dari semua WP dalam lingkup kabupaten yaitu dilakukan analisis gravitasi ini, dengan mengaitkan jarak antar pusat dan jumlah penduduk. Sehingga akan didapatkan pusat pertumbuhan yang tepat untuk menjadi ibukota dari Kabupaten Malang. Berikut analisis gravitasi setiap WP di Kabupaten Malang.
Tabel 6.
Jumlah Penduduk dan Fasilitas Setiap WP di Kabupaten Malang No WP/Pusat Jumlah Penduduk(jiwa)
Tabel 7.
Jarak Antar Pusat WP di Kabupaten Malang
WP/Pusat Lawang Kepanjen Ngantang Tumpang Dampit Sumbermanjing Wetan
Lawang 0 36 km 63 km 31 km 53 km 58 km
Sumber: Data Kabupaten Malang Dalam Angka Tahun 2013
a. Perhitungan Interaksi Pusat Berdasarkan Jumlah Penduduk Interaksi Lawang dan Kepanjen
Jumlah penduduk Lawang (i) = 829.285 Jumlah penduduk Kepanjen (j) = 595.952
Jarak (di.j) = 36 km
Maka interaksinya adalah: Tij =
829.285
x
595.952
(
36
)
2
= 381.338.004,9Dan seterusnya untuk semua interaksi.
Interaksi keseluruhan pusat WP berdasarkan jumlah penduduk dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 8.
Perhitungan Interaksi Keseluruhan Antar Pusat WP
WP/Pusat Lawang Kepanjen Ngantang Tumpang Dampit Sumbermanjing Wetan
Lawang 0 381.338.00
4 31.569.035 273.921.206 101.133.800 51.743.045
Kepanjen 0 24.362.27
9 124.373.340 326.644.628 102.112.604
Gambar 2. Interaksi Antar Pusat WP Berdasarkan Jumlah Penduduk Sumber: RPJMD Kabupaten Malang Tahun 2010-2015 dan Analisis, 2015
b. Perhitungan Interaksi Pusat Berdasarkan Jumlah Fasilitas Sosial dan Ekonomi Interaksi Lawang dan Kepanjen
Jumlah penduduk Lawang (i) = 2.001 Jumlah penduduk Kepanjen (j) = 1.500
Jarak (di.j) = 36 km
Maka interaksinya adalah: Tij =
2.001
x
1.500
(
36
)
2
= 2.315,972Dan seterusnya untuk semua interaksi.
Tabel 9.
Perhitungan Interaksi Keseluruhan Antar Pusat WP
WP/Pusat Lawang Kepanjen Ngantang Tumpang Dampit Sumbermanjing Wetan Lawang 0 2.315,972 180,992 1.384,667 606,92
4 219,491
Kepanjen 0 135,676 655,818 2.044,8 451,836
Ngantang 0 54,806 49,009 18,335
Tumpang 0 629,53
3 94,342
Dampit 0 256,643
Sumbermanjing
Wetan 0
Sumber: Analisis, 2015
Gambar 3. Interaksi Antar Pusat WP Berdasarkan Jumlah Fasilitas Sumber: RPJMD Kabupaten Malang Tahun 2010-2015 dan Analisis, 2015
Keterangan:
pesat, dan mampu bersaing. WP I ini dapat ditetapkan sebagai ibukota Kabupaten Malang melihat interaksinya yang kuat, namun WP ini berkembang karena berorientasi ke Kota Malang yang sebagian besar mendapat imbas pertumbuhan dari Kota Malang, meskipun juga ada pengaruh dari faktor internal. Apabila WP I tetap dijadikan sebagai ibukota, masalah kesenjangan wilayah tidak akan terselesaikan justru akan terjadi aglomerasi yang berkepanjangan.
Sedangkan WP II Kepanjen merupakan daerah maju dengan income per kapita yang tinggi. WP II ini tumbuh dikarenakan potensi ekonomi wilayah yang didominasi oleh sektor primer, sumber daya alam yang ada di wilayah ini telah dimanfaatkan dengan maksimal. Selain itu juga interaksi WP II dengan WP lainnya cukup kuat walaupun letak wilayahnya tidak berbatasan langsung dengan Kota Malang. Hal ini sangat mendukung apabila WP II direncanakan sebagai ibukota Kabupaten Malang karena peluang terjadinya aglomerasi akan semakin kecil dan kesenjangan wilayah juga akan semakin kecil.
Kesimpulan
Isu wilayah yang terjadi di Kabupaten Malang dan Kota Malang yaitu adanya ketimpangan pertumbuhan ekonomi antar daerah. Hal tersebut dikarenakan terdapatnya kebijakan mengenai pembentukan daerah nodal sehingga pusat kegiatan hanya terpusat pada kota saja, sedangkan aktivitas perekonomian di wilayah pendukungnya kurang berkembang. Dari permasalahan tersebut dapat direkomendasikan sebuah solusi untuk mengatasi ketimpangan antar wilayah tersebut yaitu dengan pembentukan pusat pertumbuhan baru. Dimana pusat pertumbuhan baru tersebut akan ditempatkan pada wilayah pendukung. Melihat dari studi kasus dalam jurnal, Kabupaten Malang dikelompokkan menjadi beberapa Wilayah Pengembangan (WP). Setiap WP dikaji untuk mendapatkan pusat kegiatan ekonominya masing-masing yang kemudian akan dikembangkan berdasarkan potensi dan karakteristik daerahnya masing-masing.
Lesson Learned
sekitarnya sehingga tidak akan terjadi ketimpangan atau kesenjangan pertumbuhan ekonomi wilayah antara daerah pusat dan pendukungnya, seperti pada studi kasus yaitu Kabupaten Malang dan Kota Malang.
Referensi
Adisasmita, Rahardjo. 2005. Dasar-dasar Ekonomi Wilayah. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Malang. 2013. Kabupaten Malang Dalam Angka. Provinsi Jawa Timur.
Pemerintah Kabupaten Malang. 2012. RPJMD Kabupaten Malang Tahun 2010-2015. Provinsi Jawa Timur.