Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar Siswa di Madrasah Aliyah Negeri 1 Ambon
(MAN 1 AMBON)
PROPOSAL
Disusun Oleh:
KAMARIA WENDO 150301052
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA DI MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 AMBON
(MAN 1 AMBON)
Kamaria wendo
Jurusan pendidikan agama islam
Fakultas ilmu tarbiyah dan keguruan
Emai: kamaria.wendo12@gmail.com
A. Latar Belakang
Keluarga sebagai satuan unit sosial terkecil merupakan lingkungan
pendidikan yang paling utama dan pertama. Dalam arti, keluarga merupakan
lingkungan yang paling bertanggung jawab mendidik anak-anaknya. Pendidikan
yang diberikan orang tua seharusnya memberikan dasar bagi pendidikan, proses
sosialisasi, dan kehidupannya di masyarakat.
Dalam hal ini, orang tua memegang peran membentuk sistem interaksi yang
intim dan berlangsung lama ditandai oleh loyalitas pribadi, cinta kasih, dan
hubungan yang penuh kasih sayang. Peranan orang tua adalah dengan membenahi
mental anak. Terbentuknya kepribadian dan kreativitas anak merupakan modal
bagi penyesuaian diri anak dan lingkungannya, dan tentunya memberikan dampak
bagi kesejahteraan keluarga secara menyeluruh.1
Menurut W.J.S. Poewerdarminta 1985: 702, menjelaskan bahwa menurut
bahasa, pendidikan adalah kata benda yang berarti proses perubahan sikap dan
tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui pembelajaran dan latihan.
Omar Muhammad Toumy As-Syaibany, mengartikan pendidikan sebagai
perubahan yang diinginkan dan diusahakn oleh proses pendidikan, baik pada
tataran tingkahlaku individu maupun pada tataran kehidupan sosial serta pada
1 Noor M. Rohimah, Orang Tua Bijaksana Anak Bahagia, (Cet. I; Jogjakarta: Katahati 2009),
tataran relasi dengan alam sekitar ; atau pengajaran sebagai aktivitas asasi dan
proporsi diantara profesi dalam masyarakat.
Ahmad D. Marimba mendefinisikan pendidikan adalah bimbingan jasmani
dan rohani untuk membentuk kepribadian utama, membimbing keterampilan
jasmaniah dan rohaniah sebagai perilaku kongkret yang memberi manfaat kepada
kehidupan siswa di Masyarakat.
Pendidikan adalah proses pembinaan dan bimbingan yang dilakukan
seseorang secara terus-menerus kepada anak didik untuk mencapai tujuan
pendidikan. Proses pendidikan merupakan perjalanan yang tak pernah terhenti
sepanjang hidup manusia dan merupakan hal yang sangat signitifikasi dalam
kehidupan manusia.2
Masalah anak-anak dan pendidikan adalah suatu persoalan yang amat
menarik bagi seorang pendidik dan ibu-ibu yang setiap saat menghadapi
anak-anak mereka yang membutuhkan pendidikan. Mengasuh dan membesarkan anak-anak
berarti memelihara kehidupan dan kesehatannya serta mendidiknya dengan penuh
ketulusan dan cinta kasih. Secara umum tanggung jawab mengasuh dan mendidik
anak adalah tugas kedua orang tuanya. Firman Allah SWT yang menunjukkan
perintah tersebut adalah:
Terjemahan:
(Luqman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan)
seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya
Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus
lagi Maha Mengetahui.3
Pengertian mengasuh anak adalah mendidik, membimbing dan
memeliharanya, mengurus makanan, minuman, pakaian, kebersihannya, atau pada
2 Hasan Basri, Landasan Pendidikan, (Cet. 1; Bandung Pustaka Setia, 2013), hlm. 14-15.
3
Depertemen Agama, Al-Qur’an &terjemahan, (Jakarta: Yayasan Penyelenggaran Penerjemah/Pentafsir
segala perkara yang seharusnya diperlukannya, sampai si anak telah mampu
melaksanakan keperluannya yang vital, seperti makan, minum, mandi dan
berpakaian.4 Orang tua bertugas sebagai pengasuh, pembimbing, pemelihara, dan sebagai pendidik terhadap anak-anaknya. Setiap orang tua pasti menginginkan
anak-anaknya menjadi manusia yang pandai, cerdas dan berakhlakul karimah.
Akan tetapi banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa cara mereka mendidik
membuat anak merasa tidak diperhatikan, dibatasi kebebasannya, bahkan ada
yang merasa tidak disayang oleh orang tuanya. Perasaan-perasaan itulah yang
banyak mempengaruhi sikap, perasaan, cara berpikir, bahkan kecerdasan mereka.
Keluarga adalah koloni terkecil di dalam masyarakat dan dari keluargalah akan
tercipta pribadi-pribadi tertentu yang akan membaur dalam satu masyarakat.
Lingkungan keluarga sering disebut sebagai lingkungan pendidikan informal yang
mempengaruhi berbagai aspek perkembangan anak. Adakalanya ini berlangsung
melalui ucapan-ucapan, perintah-perintah yang diberikan secara langsung untuk
menunjukkan apa yang seharusnya diperlihatkan atau dilakukan anak, orang tua
bersikap atau bertindak sebagai patokan, sebagai contoh agar ditiru dan apa yang
ditiru akan meresap dalam dirinya. Dan menjadi bagian dari kebiasaan bersikap
dan bertingkah laku atau bagian dari kepribadiannya.
Orang tua menjadi faktor terpenting dalam menanamkan dasar kepribadian
tersebut yang turut menentukan corak dan gambaran kepribadian seseorang
setelah dewasa. Sebagaimana dalam buku Ilmu Pendidikan karangan Abu
Ahmadi, Imam Ghazali menyatakan dan anak itu sifatnya menerima semua yang
dilakukan, yang dilukiskan dan condong kepada semua yang tertuju kepadanya.
Jika anak itu dibiasakan dan diajari berbuat baik maka anak itu akan hidup
berbahagia di dunia dan akhirat. Dari kedua orang tua serta semua guru-gurunya
dan pendidik-pendidiknya akan mendapat kebahagiaan pula dari kebahagiaan itu.
Tetapi jika dibiasakan berbuat jahat dan dibiarkan begitu saja, maka anak itu akan
4
celaka dan binasa. Maka yang menjadi ukuran dari ketinggian anak itu ialah
terletak pada yang bertanggung jawab (pendidik) dan walinya.5
Prinsip serta harapan orang tua dalam bidang pendidikan anak beraneka
ragam coraknya, ada orang tua yang menginginkan anaknya menjalankan disiplin
keras, ada yang menginginkan anaknya lebih banyak kebebasan dalam berpikir
maupun bertindak, ada orang tua yang terlalu melindungi anaknya, ada yang
bersikap acuh terhadap anak, ada yang mengadakan suatu jarak dengan anak dan
ada pula yang menganggap anak sebagai teman. Suasana emosional di dalam
rumah, dapat sangat merangsang perkembangan otak anak yang sedang tumbuh
dan mengembangkan kemampuan mentalnya. Sebaliknya, suasana tersebut bisa
memperlambat perkembangan otak. Joan Beck dalam bukunya. Asih, Asah, Asuh,
Mengasuh dan Mendidik Anak Agar Cerdas, mengungkapkan banyak proyek riset
jangka lama menunjukkan bahwa intelegensi anak akan berkembang ke tingkat
yang lebih tinggi, bila sikap di rumah terhadap anak, hangat dan demokratis
daripada dingin dan otoritas.6
Mendidik anak dengan baik dan benar berati menumbuh kembangkan
totalitas potensi anak secara wajar. Potensi jasmaniah dan rohaniah anak
diupayakan tumbuh dan berkembang secara selaras. Potensi jasmaniah anak
diupayakan pertumbuhannya secara wajar melalui pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan jasmani, seperti pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sandang, pangan, dan papan.
Sedangkan potensi rohaniah anak diupayakan pengembangannya secara wajar
melalui usaha pembinaan intelektual, perasaan, dan budi pekerti. Perihal
memilihkan lembaga pendidikan yang paling tepat bagi anak, merupakan agenda
penting bagi para orang tua. Lembaga pendidikan tidak hanya berpengaruh pada
perkembangan kognitif atau intelektual semata, melainkan berpengaruh pula pada
perkembangan kepribadian anak, di mana ia akan bersosialisasi dengan sesama
teman, guru, dan lingkungan di dalam lembaga pendidikan yang bersangkutan.
5
Nuruhbiyati, Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan, (Cet. I; Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991), hlm. 117.
6
Sehubungan dengan itu, maka orang tua hendaklah pandai-pandai dalam
mengarahkan anaknya tatkala hendak memasuki sebuah lembaga pendidikan.7 Berdasarkan observasi awal Madrasah Aliyah 1 lombe merupakan salah satu
sekolah yang menjalankan fungsinya di harapkan dapat menghasilkan pada siswa
yang betul-betul berkualitas, tentunya tidak terlepas dari peran guru dalam
memotivasi para siswanya agar dapat belajar dengan baik selain persoalan pokok
adalah tanggung jawab profesionalisme para guru dalam melakukan tugasnya.
Namun demikian kebutuhan yang di peroleh dari para guru bahwa dalam kegiatan
belajar mengajar ditemui kesulitan terhadap siswa sebagai akibat kurangnya
perhatian orang tua terhadap siswa hal ini dapat di buktikan dari adanya siswa
yang tidak mengajarkan tugas rumah (PR) sering tidak masuk sekolah, datang di
sekolah terlambat, tidak memiliki fasilitas belajar mengajar di sekolah.
Menurut pengamat penulis dengan adanya dampak perkembangan ekonomi
pada daerah sekarang ini yang semakin cepat di sertai tuntutan kebutuhan harga
barang yang tinggi, sehingga orang tua makin disibukkan dengan aktivitas untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang berefek pada kurang adanya
perhatian terhadap pendidikan terhadap anak di rumah. Selain dari masalah
tersebut peneliti menemukan ada orang tua murid di MAN 1 Ambon yang
beranggapan bahwa anak mereka setelah diserahkan kepada guru di sekolah maka
lepaslah hak dan kewajibannya untuk memberikan pendidikan kepada mereka.
Semua tanggung jawabnya telah beralih kepada guru di sekolah, apakah menjadi
pandai atau bodoh, anak tersebut akan menjadi nakal atau berbudi pekerti yang
baik dan luhur, maka itu adalah urusan guru di sekolah. Dan prestasi belajar siswa
tidak maksimal bahkan masih ada siswa yang memperoleh nilai di bawah standar
kelulusan yang ditetapkan oleh guru bidang studi dilihat dari laporan pendidikan.
Atas dasar pemikiran di atas, penulis merasa tertarik untuk membahas
masalah tersebut khususnya yang berkenaan dengan pola asuh dalam lingkungan
keluarga untuk itu penulis mengajukan skripsi dengan judul “ Pola Asuh Orang
7
M. Nipan Abdul Halim, Anak Soleh Dambaan Keluarga, (Cet. I; Yogyakarta: Mira Pustaka, 2000),
Tua Terhadap Prestasi Belajar Siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Ambon (MAN 1 Ambon).
B. Rumusan Masalah
1. Apakakah ada pengaruh pola asuh orang tua terhadap prestasi belajar
siswa di Madrasah Aliyah Negeri 1 Ambon (MAN) ?
2. Berapa besar pengaruh pola asuh orang tua terhadap prestasi belajar
siswa di Madrasah Aliyah Negeri 1 Ambon (MAN) ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh pola asuh orang tua terhadap prestasi
belajar siswa di Madrasah Aliyah Negeri 1 Ambon (MAN)
2. Untuk mengetahui berapa besar pola asuh orang tua terhadap prestasi
belajar siswa di Madrasah Aliyah 1 Ambon.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Untuk menambah pengetahuan, khususnya bagi peneliti dan bagi
pembaca pada umumnya.
2. Untuk bahan masukkan bagi sekolah yang diteliti khususnya bagi wali
murid.
E. Defenisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran dalam penelitian ini,
1. Pola asuh orang tua adalah cara mendidik anak ditandai dengan adanya
perhatian, memberikan kebebasan yang bertanggung jawab, musyawarah,
dan saling menghormati antar anggota keluarga.
2. prestasi belajar adalah hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa yang
meliputi aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Pola Asuh Orang Tua
Ki Hajar Dewantara memeliki keyakinan bahwa pendidikan bagi bangsa
harus dilakukan melalui tiga lingkungan, yaitu keluarga, sekolah, dan organisasi.
Keluarga merupakan pusat pendidikan yang pertama dan terpenting karena sejak
kemunculan adab kemanusiaan sampai sekarang keluarga selalu berpengaruh
besar terhadap perkembangan anak manusia.8 Oleh karena itu setiap orang tua pasti menginginkan anaknya menjadi orang yang menjadi orang yang
berkepribadian baik, sikap mental yang sehat serta akhlak yang terpuji. Orang tua
sebagai pembentuk pribadi yang pertama dalam kehidupan anak, dan harus
menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya. Sebagaimana yang dinyatakan oleh
Zakiyah Daradjat, bahwa kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup merupakan
unsur-unsur pendidikan yang secara tidak langsung akan masuk ke dalam pribadi
anak yang sedang tumbuh.9
Keterkaitan pola asuh orang tua dengan anak berdisiplin diri dimaksudkan
sebagai upaya orang tua dalam “meletakkan” dasar-dasar disiplin diri kepada anak dan membantu mengembangkannya sehingga anak memiliki disiplin diri.10
8
Noor M Rohimah, Orang tua Bijaksana Anak Bahagia, (Cet. I; Jogjakarta: Katahati, 2009), hlm. 19. 9
Zakiyah Darajdat, Ilmu Jiwa Agama, ( Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang, 1996), hlm. 56. 10
Moh shochib, Pola Asuh Orang Tua Dalam Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri, (Cet. I;
Dalam mendidik anak, terdapat berbagai macam bentuk pola asuh yang bisa
dipilih dan digunakan oleh orang tua. Sebelum berlanjut kepada pembahasan
berikutnya, terlebih dahulu akan dikemukakan pengertian dari pola asuh itu
sendiri. Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu “pola” dan “asuh”. Menurut Kamus
Saku Ilmiah, pola berarti model; contoh,pedoman (rancangan); dasar kerja.11
Sedangkan kata “asuh” berarti menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil,
membimbing (membantu; melatih), dan memimpin (mengepalai dan
menyelenggarakan) satu bagan atau lembaga.12
B. Macam-Macam Pola Asuh Orang Tua
Dalam mengelompokkan pola asuh orang tua dalam mendidik anak, para ahli
mengemukakan pendapat yang berbeda-beda, yang antara satu sama lain hampir
mempunyai persamaan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Abu Ahmadi mengemukakan bahwa, berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Fels Research Institute, corak hubungan orang tua anak
dapat dibedakan menjadi tiga pola, yaitu :
a. Pola menerima-menolak, pola ini didasarkan atas taraf kemesraan
orang tuat erhadap anak.
b. Pola memiliki-melepaskan, pola ini didasarkan atas sikap protektif
orang tua terhadap anak. Pola ini bergerak dari sikap orang tua yang
overprotektif dan memiliki anak sampai kepada sikap mengabaikan
anak sama sekali.
c. Pola demokrasi-otokrasi, pola ini didasarkan atas taraf partisipasi anak
dalam menentukan kegiatan-kegiatan dalam keluarga. Pola otokrasi
berarti orang tua bertindak sebagai diktator terhadap anak, sedangkan
dalam pola demokrasi,sampai batas-batas tertentu, anak dapat
berpartisipasi dalam keputusan-keputusan keluarga.13
11
W Deni. Kamus Saku Ilmiah populer Edisi Lengkap, (Cet. I; Jakarta: Gama Press, 2010), hlm. 431. 12
Ibid, Ilmu Jiwa Agama, hlm. 73. 13
2) Menurut Elizabet B. Hurlock ada beberapa sikap orang tua yang khas
dalam mengasuh anaknya, antara lain :
a. Melindungi secara berlebihan, perlindungan orang tua yang berlebihan
mencakup pengasuhan dan pengendalian anak yang berlebihan.
b. Permisivitas, permisivitas terlihat pada orang tua yang membiarkan
anak berbuat sesukahati dengan sedikit pengendalian.
c. Memanjakan, permisivitas yang berlebih-memanjakan membuat anak
egois, menuntut dan sering tiranik.
d. Penolakan, penolakan dapat dinyatakan dengan mengabaikan
kesejahteraan anak atau dengan menuntut terlalu banyak dari anak dan
sikap bermusuhan yang terbuka.
e. Penerimaan, penerimaan orang tua ditandai oleh perhatian besar dan
kasih sayang pada anak, orang tua yang menerima, memperhatikan
perkembangan kemampuan anak dan memperhitungkan minat anak.
f. Dominasi, anak yang didominasi oleh salah satu atau kedua orang tua
bersifat jujur, sopan dan berhati-hati tetapi cenderung malu, patuh dan
mudah dipengaruhi orang lain, mengalah dan sensitif.
g. Dominasi, Tunduk pada anak, orang tua yang tunduk pada anaknya
membiarkan anak mendominasi mereka dan rumah mereka.
h. Favoritisme, meskipun mereka berkata bahwa mereka mencintai
semua anak dengan sama rata, kebanyakan orang tua mempunyai
favorit. Hal ini membuat mereka lebih menuruti dan mencintai anak
favoritnya dari pada anak lain dalam keluarga.
i. Ambisi orang tua, hampir semua orang tua mempunyai ambisi bagi
anak mereka sering kali sangat tinggi sehingga tidak realistis. Ambisi
ini sering dipengaruhi oleh ambisi orang tua yang tidak tercapai dan
hasrat orang tua supaya anak mereka naik di tangga status sosial.14 3) Danny I. Yatim-Irwanto mengemukakan beberapa pola asuh orang tua,
yaitu:
14
Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak/Child Development, Terjemahan. Meitasari Tjandrasa,
a. Pola asuh otoriter, pola ini ditandai dengan adanya aturan-aturan yang
kaku dari orang tua. Kebebasan anak sangat dibatasi.
b. Pola asuh demokratik, pola ini ditandai dengan adanya sikap terbuka
antara orang tua dengan anaknya.
c. Pola asuh permisif, pola asuhan ini ditandai dengan adanya kebebasan
tanpa batas pada anak untuk berprilaku sesuai dengan keinginannya.
d. Pola asuhan dengan ancaman, ancaman atau peringatan yang dengan
keras diberikan pada anak akan dirasa sebagai tantangan terhadap
otonomi dan pribadinya. Ia akan melanggarnya untuk menunjukkan
bahwa ia mempunyai harga diri.
e. Pola asuhan dengan hadiah, yang dimaksud disini adalah jika orang
tua mempergunakan hadiah yang bersifat material atau suatu janji
ketika menyuruh anak berprilaku seperti yang diinginkan.15
4) Marcolm Hardy dan Steve Heyes mengemukakan empat macam pola asuh
yang dilakukan orang tua dalam keluarga, yaitu :
a. Autokratis (otoriter), ditandai dengan adanya aturan-aturan yang kaku
dari orang tua dan kebebasan anak sangat dibatasi.
b. Demokratis, ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua
dan anak.
c. Permisif, ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak
untuk berprilakusesuai dengan keinginannya sendiri.
d. Laissez faire, ditandai dengan sikap acuh tak acuh orang tua terhadap
anaknya.16
Dari berbagai macam pola asuh yang dikemukakan di atas, penulis hanya
akan mengemukakan tiga macam saja, yaitu pola asuh otoriter, demokratis dan
laissez faire. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar pembahasan menjadi
lebih terfokus dan jelas. Jika dilihat dari berbagai macam bentuk pola asuh di atas
pada intinya hampir sama. Misalnya saja antara pola asuh autokratis,
15
Danny I. Yatim-Irwanto, Kepribadian Keluarga Narkotika, (Cet I; Jakarta: Arcan, 1991), hlm. 94. 16
overprotection, over discipline. Dominasi, favoritisme, ambisi orang tua dan
otoriter,semuanya menekankan pada sikap kekuasaan, kedisiplinan dan kepatuhan
yang berlebihan. Demikian pula halnya dengan pola asuh laissez faire,
rejection,submission, permisiveness, memanjakan. Secara implisit, kesemuanya
itu memperlihatkan suatu sikap yang kurang berwibawa, bebas, acuh tak acuh.
Adapun acceptance (penerimaan) bisa termasuk bagian dari pola asuh demokratis.
Oleh karena itulah, maka penulis hanya akan membahas tiga macam pola asuh,
yang secara teoritis lebih dikenal bila dibandingkan dengan yang lainnya. Yaitu
pola asuh otoriter, demokratis dan laissez faire.
1. Otoriter
Dalam Kamus Saku Ilmiah Populer Edisi Lengkap, otoriter berarti
pemerintahan (kekuasaan) pemerintahan diktator.17 Menurut Singgih D. Gunarsa dan Ny.Y. Singgih, pola asuh otoriter adalah suatu bentuk pola asuh yang
menuntut anak agar patuh dan tunduk terhadap semua perintah dan aturan yang
dibuat oleh orang tua tanpa ada kebebasan untuk bertanya atau mengemukakan
pendapatnya sendiri.18Jadi pola asuh otoriter adalah cara mengasuh anak yang dilakukan orang tua dengan menentukan sendiri aturan-aturan dan batasan-batasan
yang mutlak harus ditaati oleh anak tanpa kompromi dan memperhitungkan
keadaan anak. Serta orang tualah yang berkuasa menentukan segala sesuatu untuk
anak dan anak hanyalah sebagai objek pelaksana saja. Jika anak-anaknya
menentang atau membantah, maka ia tak segan-segan memberikan hukuman. Jadi,
dalam hal ini kebebasan anak sangatlah dibatasi. Apa saja yang dilakukan anak
harus sesuai dengan keinginan orang tua. Pada pola asuhan ini akan terjadi
komunikasi satu arah. Orang tualah yang memberikan tugas dan menentukan
berbagai aturan tanpa memperhitungkan keadaan dan keinginan anak. Perintah
yang diberikan berorientasi pada sikap keras orang tua. Karena menurutnya tanpa
sikap keras tersebut anak tidak akan melaksanakan tugas dan kewajibannya. Jadi
17
W Deni. Kamus Saku Ilmiah populer Edisi Lengkap, (Cet. I; Jakarta: Gama Press, 2010), hlm.410 18
anak melakukan perintah orang tua karena takut, bukan karena suatu kesadaran
bahwa apa yang dikerjakannya itu akan bermanfaat bagi kehidupannya kelak.19 2. Demokratis
Demkratisasi dan keterbukaan dalam suasana kehidupan keluarga adalah
syarat esensial terjadinya pengakuan dunia keorangtuaan orang tua oleh anak dan
dunia keanekaan anak oleh orang tua, dan situasi kehidupan yang dihayati
bersama. Secara filosofis, terbukanya peluang bagi mereka untuk menghadirkan
eksistensi dirinya akan memudahkan mereka untuk saling membaca.20
Menurut Utami Munandar, Pola asuh demokratis adalah cara mendidik
anak, di mana orang tua menentukan peraturan-peraturan tetapi dengan
memperhatikan keadaan dan kebutuhan anak. Pola asuh demokratis adalah suatu
bentuk pola asuh yang memperhatikan dan menghargai kebebasan anak, namun
kebebasan itu tidak mutlak dan dengan bimbingan yang penuh pengertian antara
orang tua dan anak. Dengan kata lain, pola asuh demokratis ini memberikan
kebebasan kepada anak untuk mengemukakan pendapat, melakukan apa yang
diinginkannya dengan tidak melewati batas-batas atau aturan-aturan yang telah
ditetapkan orang tua. Orang tua juga selalu memberikan bimbingan dan arahan
dengan penuh pengertian terhadap anak mana yang boleh dilakukan dan mana
yang tidak. Hal tersebut dilakukan orang tua dengan lemah lembut dan penuh
kasih sayang.
Pola asuh demokrasi ini ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang
tua dan anak. Mereka membuat aturan-aturan yang disetujui bersama. Anak diberi
kebebasan untuk mengemukakan pendapat, perasaan dan keinginanya. Jadi dalam
pola asuh ini terdapat komunikasi yang baik antara orang tua dan anak. Pola asuh
demokratis dapat dikatakan sebagai kombinasi dari dua pola asuh ekstrem yang
bertentangan, yaitu pola asuh otoriter dan laissez faire. Pola asuhan demokratik
ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dengan anaknya. Mereka
membuat aturan-aturan yang disetujui bersama. Anak diberi kebebasan untuk
19
Utami munandar, pemanduan anak bebakat, (Cet. I; Jakarta: CV. Rjawali, 1982), hlm. 98. 20
Moh shochib, pola Asuh Orang Tua Dalam Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri, (Cet.
mengemukakan pendapat, perasaan dan keinginanya dan belajar untuk dapat
menanggapi pendapat orang lain. Orang tua bersikap sebagai pemberi pendapat
dan pertimbangan terhadap aktivitas anak. Dengan pola asuhan ini, anak akan
mampu mengembangkan kontrol terhadap prilakunya sendiri dengan hal-hal yang
dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini mendorong anak untuk mampu berdiri
sendiri, bertanggung jawab dan yakin terhadap diri sendiri. Daya kreativitasnya
berkembang baik karena orang tua selalu merangsang anaknya untuk mampu
berinisiatif.21
Rumah tangga yang hangat dan demokratis, juga berarti bahwa orang tua
merencanakan kegiatan keluarga untuk mempertimbangkan kebutuhan anak agar
tumbuh dan berkembang sebagai individu dan bahwa orang tua memberinya
kesempatan berbicara atas suatu keputusan semampu yang diatasi oleh anak.
Sasaran orang tua ialah mengembangkan individu yang berpikir, yang dapat
menilai situasi dan bertindak dengan tepat, bukan seekor hewan terlatih yang
patuh tanpa pertanyaan.22
Adapun ciri-ciri pola asuh demokratis adalah sebagai berikut :
a. Menentukan peraturan dan disiplin dengan memperhatikan dan
mempertimbangkan alasan-alasan yang dapat diterima, dipahami dan
dimengerti oleh anak
b. Memberikan pengarahan tentang perbuatan baik yang perlu dipertahankan
dan yang tidak baik agar ditinggalkan
c. Memberikan bimbingan dengan penuh pengertian
d. Dapat menciptakan keharmonisan dalam keluarga
e. Dapat menciptakan suasana komunikatif antara orang tua dan anak serta
sesama keluarga.
Dari berbagai macam pola asuh yang banyak dikenal, pola asuh demokratis
mempunyai dampak positif yang lebih besar dibandingkan dengan pola asuh
otoriter maupun laissez faire. Dengan pola asuh demokratis anak akan menjadi
21
Danny I. Yatim-Irwanto, Kepribadia Keluarga Narkotika,(cet, I; Jakarta: Arcan,1991), hlm. 97. 22
Joan Beck, Asih, Asah, Mengasuh dan Mendidik Anak Agar Cerdas, (Cet. IV; Semarang: Dahara
orang yang mau menerima kritik dari orang lain, mampu menghargai orang lain,
mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dan mampu bertanggung jawab terhadap
kehidupan sosialnya. Tidak ada orang tua yang menerapkan salah satu macam
pola asuh dengan murni, dalam mendidik anak-anaknya. Orang tua menerapkan
berbagai macam pola asuh dengan memiliki kecenderungan kepada salah satu
macam pola.
3. Laissez Faire
Kata laissez Faire berasal dari Bahasa Prancis yang berarti membiarkan
(leave alone). Dalam istilah pendidikan, laissez faire adalah suatu sistem di mana
si pendidik menganut kebijaksanaan non intereference (tidak turut campur).23 Pola asuhan ini ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk
berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri. Orang tua tidak pernah memberi
aturan dan pengarahan kepada anak. Semua keputusan diserahkan kepada anak
tanpa pertimbangan orang tua. Anak tidak tahu apakah prilakunya benar atau
salah karena orang tua tidak pernah membenarkan ataupun menyalahkan anak.
Akibatnya anak akan berperilaku sesuai dengan keinginanya sendiri, tidak peduli
apakah hal itu sesuai dengan norma masyarakat atau tidak. Pada pola asuh ini
anak dipandang sebagai makhluk hidup yang berpribadi bebas. Anak adalah
subjek yang dapat bertindak dan berbuat menurut hati nuraninya. Orang tua
membiarkan anaknya mencari dan menentukan sendiri apa yang diinginkannya.
Kebebasan sepenuhnya diberikan kepada anak. Orang tua seperti ini cenderung
kurang perhatian dan acuh tak acuh terhadap anaknya. Metode pengelolaan anak
kini cenderung membuahkan anak-anak nakal yang manja, lemah, tergantung dan
bersifat kekanak-kanakan secara emosional. Seorang anak yang belum pernah
diajar untuk mentoleransi frustrasi, karena ia diperlakukan terlalu baik oleh orang
tuanya, akan menemukan banyak masalah ketika dewasa. Dalam perkawinan dan
pekerjaan, anak-anak yang manja tersebut mengharapkan orang lain untuk
membuat penyesuaian terhadap tingkah laku mereka. Ketika mereka kecewa
mereka menjadi gusar, penuh kebencian, dan bahkan marah-marah. Pandangan
23
orang lain jarang sekali dipertimbangkan. Hanya pandangan mereka yang
berguna. Kesukaran-kesukaran yang terpendam antara pandangan suami istri atau
kawan sekerja terlihat nyata.
Adapun yang termasuk pola asuh laissez faire adalah sebagai berikut :
1) Membiarkan anak bertindak sendiri tanpa memonitor dan
membimbingnya.
2) Mendidik anak acuh tak acuh, bersikap pasif dan masa bodoh.
3) Mengutamakan kebutuhan material saja.
4) Membiarkan saja apa yang dilakukan anak (terlalu memberikan
kebebasan untuk mengatur diri sendiri tanpa ada peraturan-peraturan
dan norma-norma yang digariskan orang tua).
C. Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar terdiri dari dua kata, yaitu prestasi dan belajar. Menurut
Kamus Saku Ilmiah, prestasi adalah hasil yang telah dicapai dari yang telah
dilakukan atau dilakukan atau dikerjakan.24 Dengan demikian prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dilakukan, diciptakan baik dilakukan secara pribadi
maupun kelompok. Menurut Gagne, prestasi adalah penguasaan siswa terhadap
materi pelajaran tertentu yang telah diperoleh dari hasil tes belajar yang
dinyatakan dalam bentuk skor. Keberhasilan siswa dalam proses belajarnya dapat
dilihat dari prestasi yang dicapai dalam kurun waktu tertentu dalam hal ini dapat
dilihat dari nilai yang dibukukan dalam bentuk buku laporan pendidikan atau
raport. Nilai-nilai yang tertera dalam buku tersebut merupakan penjumlahan nilai
dari seluruh mata pelajaran yang diperoleh siswa dalam satu semester. Dengan
demikian besar kecilnya nilai yang diperoleh menunjukkan besar kecilnya prestasi
yang dicapai. Belajar merupakan suatu keharusan kalau kita ingin maju, maka
dengan belajar akan terjadi perubahan tingkah laku seseorang. Perubahan ini
berlangsung secara proses sebagai akibat dari hasil latihan dan pengalaman.25
24
W Deni. Kamus Saku Ilmiah populer Edisi Lengkap, (Cet. I; Jakarta: Gama Press, 2010), hlm.700. 25
Belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu
yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan
yang melibatkan proses kognitif.26 Sedangkan menurut HM. Arifin, belajar adalah suatu kegiatan anak didik dalam menerima, menganggapi serta menganalisa
bahan-bahan pelajaran yang disajikan oleh guru yang berakhir pada kemampuan
anak. Widodo Supriyono mengemukakan bahwa belajar menurut pengertian
psikologi merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan di dalam tingkah
laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya.27 Dari definisi yang dikemukakan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa belajar adalah merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar dan
kontinu pada seseorang hingga akan mengalami perubahan tingkah laku secara
keseluruhan, artinya perubahan yang senantiasa bertambah baik, baik itu
keterampilannya, kemampuannya ataupun sikapnya sebagai hasil belajar.
Berdasarkan pengertian prestasi dan belajar yang telah dikemukakan di atas,
maka dapat diambil kesimpulan bahwa prestasi belajar adalah hasil suatu proses
aktivitas belajar yang membawa perubahan tingkah laku pada diri siswa tersebut
(seseorang). Perubahan tersebut meliputi aspek pengetahuan, keterampilan dan
sikap, kemudian aspek-aspek tersebut dievaluasikan dan diaktualisasikan dalam
angka atau skor yang dapat dilihat dalam buku raport.
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Tingkat intelegensi siswa memang merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar, namun hal itu bukanlah faktor utama, ada
faktor-faktor lain yang mendukung prestasi belajar yang diperoleh siswa. Seperti
dinyatakan oleh Slameto bahwa prestasi belajar siswa tidak semata-mata
dinyatakan oleh tingkat kemampuan intelektualnya, tetapi ada faktor-faktor lain
seperti motivasi, sikap, kesehatan fisik dan mental, kepribadian, ketekunan dan
lain-lain. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari dalam diri anak dan dapat pula
26
Samad Umarella, Desain Instruksional, (Cet. I; Ambon: Gusepa.2008), hlm. 8. 27
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Cet. II; Jakarta: PT Rieneka Cipta, 2008),
berasal dari luar diri anak. Di antara faktor-faktor tersebut adalah faktor orang tua
yang dalam banyak hal menempati peranan yang cukup penting. Hal ini
dikarenakan orang tua merupakan tokoh yang penting di dalam kehidupan seorang
anak. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang (siswa)
dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal siswa adalah sebagai
berikut:
a. Faktor internal siswa
1) Faktor fisiologis siswa, seperti kondisi kesehatan dan kebugaran fisik,
serta kondisi pancaindranya terutama penglihatan dan pendengaran.
2) Faktor psikologis siswa, seperti minat, bakat, intelegensi, motivasi, dan
kemampuan-kemampuan kognitif seperti kemampuan persepsi, ingatan,
berpikir dan kemampuan dasar pengetahuan (bahan apersepsi) yang
dimiliki siswa.
b. Faktor-Faktor eksternal
1) Faktor lingkungan siswa. Faktor ini terbagi dua, yaitu pertama faktor
lingkungan alam atau non sosial seperti keadaan suhu, kelembaban
udara, waktu (pagi, siang, malam), letak sekolah, dan sebagainya.
Kedua faktor lingkungan sosial seperti manusia dan budayanya.
2) Faktor instrumental, antara lain gedung atau sarana fisik kelas, sarana
atau alat pengajaran, media pengajaran, guru dan kurikulum atau materi
pelajaran serta strategi belajar mengajar.28
Sedangkan M. Dalyono berpendapat bahwa ada 2 faktor yang menentukan
pencapaian hasil belajar, yaitu:
1. Faktor internal yang berasal dari dalam diri siswa, yaitu kesehatan
jasmani dan rohani, intelegensi dan bakat, minat dan motivasi, serta cara
belajar
2. Faktor eksternal yang bersal dari luar diri siswa, yaitu keluarga, sekolah,
masyarakat dan lingkungan sekitar. Penjelasan dari masing-masing faktor
tersebut adalah sebagai berikut:
28
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Cet. V; Jakarta: Bina Aksara, 1988),
Faktor internal
a. Kesehatan jasmani dan rohani. Orang yang belajar membutuhkan
kondisi badan yang sehat. Orang yang badannya sakit akibat
penyakit-penyakit kelelahan tidak akan dapat belajar dengan efektif. Cacat fisik
juga mengganggu hal belajar. Demikian pula gangguan serta
cacat-cacat mental pada seseorang sangat mengganggu hal belajar yang
bersangkutan. Bagaimana orang dapat belajar dengan baik apabila ia
sakit ingatan, sedikit frustrasi atau putus asa.
b. Intelegensi pada umumnya diartikan dengan kecerdasan. Dalam
proses belajar tingkat intelegensi siswa sangat berpengaruh terhadap
prestasi siswa. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat kecerdasan siswa,
semakin besar peluang siswa berhasil dalam proses pelajaran.
c. Bakat adalah potensi atau kemampuan. Orang tua kadang-kadang
tidak memperhatikan faktor bakat ini. Sering anak diarahkan sesuai
dengan kemampuan orang tuanya. Seorang anak yang tidak berbakat
teknik tetapi karena keinginan orang tuanya, anak itu disekolahkan
pada jurusan teknik, akibatnya bagi anak sekolah dirasakan sebagai
suatu beban, tekanan, dan nilai-nilai yang didapat anak buruk serta
tidak ada kemauan lagi untuk belajar.
d. Minat adalah suatu gejala psikis yang berkaitan dengan objek atau
aktivitas yang menstimulus perasaan senang pada individu. Seorang
yang menaruh minat pada suatu bidang akan mudah mempelajari
bidang itu.
e. Motivasi yang berhubungan dengan kebutuhan, motif, dan tujuan,
sangat mempengaruhi kegiatan dan hasil belajar. Motivasi adalah
penting bagi proses belajar, karena motivasi menggerakkan
organisme, mengarahkan tindakan, serta memilih tujuan belajar yang
dirasa paling berguna bagi kehidupan individu.29
Dengan demikian untuk mengetahui dan mengatasi kesulitan belajar pada
siswa terlebih dahulu kita harus mengetahui faktor penyebabnya sebelum kita
29
menentukan solusinya. Faktor-faktor penyebab tersebut antara lain: faktor internal
(yang berasal dari dalam diri) dan eksternal (yang berasal dari luar diri) sehingga
memudahkan untuk mencari solusinya.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang di gunakan adalah tipe penelitian deskriptif kuantitatif.
Yaitu penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, atau
kejadian yang terjadi saat sekarang dan desain penelitian ini dilakukan
menggunakan angka-angka, pengelolaan statistik..30
B. Tempat Dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat atau lokasi penelitian dilakukan di Madrasah Aliyah Negeri 1
Ambon..
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama satu Bulan.
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Madrasah Aliyah Negeri 1 Ambon.
C. Subjek Penelitian
Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah siswa Madrasah Aliyah
Negeri 1 Ambon yang berjumlah 55 orang dan wali murid.
30 Jamal Ma’mur Asmani,
D. Populasi dan Sampel Penelitian
a. Populasi
Populasi adalah keseluruhan obyek dari suatu penelitian.31 Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan siswa yang berjumlah
55 orang. yang terdiri dari kelas X dengan jumlah 15 orang, XI IPA, dengan
jumlah 18 orang kelas XII dengan jumlah 22 orang.
b. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang memiliki sifat dan karakteristik
yang sama sehingga betul-betul mewakili populasi.32 Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian siswa yang berjumlah 18 orang. Cara pengambilan sampelnya
menggunakan sampling cluster. Yaitu bentuk sampling random di mana
populasinya dibagi menjadi beberapa cluster dengan menggunakan aturan-aturan
tertentu.33
Proses pengambilannya adalah sebagai berikut:
a. Bagilah populasi (elemen populasi) ke dalam beberapa sub populasi/
cluster.
b. Dari kelompok-kelompok tersebut, kemudian dipilih salah satu
sejumlah kelompok pemilihan dilakukan secara random.
Dari sejumlah yang dipilih ini, kemudian di tentukan sampel dan penulis
menentukan sampel utama kelas XI IPA dengan jumlah 18 siswa yang terdiri dari
10 orang perempuan dan 8 orang laki-laki.
E. Variabel Penelitian
Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
31
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Cet. III; Jakarta: Rineka
Cipta, 1996), hlm.115. 32
Nana Sujana, Penelitian dan Penelitian Pendidikan, (Cet. I; bandung: Sinar Baru Algensindo, 1998), hlm. 84.
33
Variabel bebas (X) pola asuh orang tua dengan indikator:
1. Adanya musyawarah dalam keluarga
2. Adanya kebebasan yang terkendali
3. Adanya pengarahan dari orang tua
Variabel terikat (Y) prestasi belajar siswa dalam bentuk nilai rapot pada mata
pelajaran Akidah Ahklak selama satu semester.
F. Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
Observasi ini dilakukan untuk memperoleh data tentang kondisi
umum Madrasah Aliyah 1 Lombe
2. Angket
Angket merupakan metode pengumpulan data secara tidak langsung
(peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan responden) angket
disusun dalam bentuk kuesioner yang berisikan sejumlah pertanyaan
mengenai indikator-indikator yang akan di teliti. Kemudian
diberikan kepada siswa untuk mengerjakan selama waktu yang suda
ditentukan.
3. Dokumentasi
Dokumentasi ini di lakukan untuk memperoleh data tentang struktur
organisasi, kurikulum, visi dan misi didirikan Madrasah Aliyah
Nurul Iklas Ambon.34
G. Teknik Analisis data
1. Analisis statistik deskriptif
Untuk menganalisis data yang diperoleh melalui angket, kemudian
dianalisis dengan menggunakan uji persentase dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
F
34Jamal Ma’mur Asmani,
P = X 100%
N
Keterangan : P = Presentase
F = Jumlah jawaban sementara
N = Jumlah responden
100% = Bilangan tetap35
Selanjutnya untuk melihat prestasi belajar siswa pada Madrasah Aliyah N
1 Lombe. Sebaran nilai yang di peroleh kemudian disajikan dalam tabel distribusi
frekuensi sehingga dapat menggambarkan kedudukan suatu nilai dari keseluruhan
siswa sesuai dengan pedoman penelitian yang di gunakan. Pedoman penelitian
yang di gunakan dalam penelitian ini adalah pedoman Penilaian Acuan Patokan
(PAP). Tujuan PAP adalah untuk mengetahui kemampuan sesorang menurut
patokan tertentu,36 pedoman PAP adalah sebagai berikut :
Tebel 1.1 Pedoman Acuan Patokan (PAP)
Interval Nilai
Kualifikasi
Angka Huruf
80 – 100 A Baik sekali
66 – 79 B Baik
56 – 65 C Cukup
40 – 55 D Kurang
0 – 39 E Gagal
2. Mencari angka korelasi dengan rumus product moment
35
Untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan prestasi belajar siswa
di madrasah aliyah 1 Lombe, maka penulis menggunakan rumus product moment
dengan rumus sebagi berikut:
Selanjutnya untuk dapat menentukan besar kecilnya variabel X terhadap Y dapat di
tentukan dengan rumus sebagai berikut:
x 100%
Keterangan:
KD = nilai koefisien determinan
= nilai koefisien korelasi.38
Daftar Pustaka
Rohimah .M Noor , Orang Tua Bijaksana anak Bahagia, Cet. I; Jogjakarta:
Katahati, 2009.
Hasan Basri, Landasan Pendidikan, (Cet. 1; Bandung Pustaka Setia, 2013),
hlm. 14-15.
Agama Depertemen, Al-Qur’an &terjemahan, (Jakarta: Yayasan
Penyelenggaran Penerjemah/Pentafsir Al Qur’an, 197
Hasyim Umar, Anak Soleh Cara Mendidik Anak Dalam Islam, Cet. II;
Surabaya: PT Bina Ilmu, 1993.
Ahmad Abu Nurbiyati, Ilmu Pendidikan, Cet. I; Jakarta: PT. Rineka Cipta,
1991.
Beck Joan, Asih Asah, Mengasuh dan Mendidik Anak Agar Cerdas, Cet. IV;
Semarang: PT. Dahara Prize, 1992.
Halim Abdul Nipan M, Anak Soleha Dambaan Keluarga, Cet. I; Yogyakarta:
Mira Pustaka, 2000
Darajat Zakiyah, Ilmu Jiwa Agama, Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang, 1996.
Shochib Moh, Pola Asuh Orang Tua Dalam Membantu Anak mengembangkan
Disiplin diri, Cet. I; Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000.
Deni W, Kamus Suku Ilmiah Populer Edisi Lengkap, Cet. I; Jakarta: Gama
Press, 2010.
Ahmadi Abu, Sosiologi Pendidikan,Cet. II; Jakarta: PT. Rienaka Cipta, 1990.
Horlock B Elizabeth, P erkembangan Anak Chilb Development, Terjemahan
Meitasari Tjandrasa, Cet. II; Jakarta: Erlangga, 1990.