• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pr

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pr"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar Siswa di Madrasah Aliyah Negeri 1 Ambon

(MAN 1 AMBON)

PROPOSAL

Disusun Oleh:

KAMARIA WENDO 150301052

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

(2)

PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA DI MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 AMBON

(MAN 1 AMBON)

Kamaria wendo

Jurusan pendidikan agama islam

Fakultas ilmu tarbiyah dan keguruan

Emai: kamaria.wendo12@gmail.com

A. Latar Belakang

Keluarga sebagai satuan unit sosial terkecil merupakan lingkungan

pendidikan yang paling utama dan pertama. Dalam arti, keluarga merupakan

lingkungan yang paling bertanggung jawab mendidik anak-anaknya. Pendidikan

yang diberikan orang tua seharusnya memberikan dasar bagi pendidikan, proses

sosialisasi, dan kehidupannya di masyarakat.

Dalam hal ini, orang tua memegang peran membentuk sistem interaksi yang

intim dan berlangsung lama ditandai oleh loyalitas pribadi, cinta kasih, dan

hubungan yang penuh kasih sayang. Peranan orang tua adalah dengan membenahi

mental anak. Terbentuknya kepribadian dan kreativitas anak merupakan modal

bagi penyesuaian diri anak dan lingkungannya, dan tentunya memberikan dampak

bagi kesejahteraan keluarga secara menyeluruh.1

Menurut W.J.S. Poewerdarminta 1985: 702, menjelaskan bahwa menurut

bahasa, pendidikan adalah kata benda yang berarti proses perubahan sikap dan

tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia

melalui pembelajaran dan latihan.

Omar Muhammad Toumy As-Syaibany, mengartikan pendidikan sebagai

perubahan yang diinginkan dan diusahakn oleh proses pendidikan, baik pada

tataran tingkahlaku individu maupun pada tataran kehidupan sosial serta pada

1 Noor M. Rohimah, Orang Tua Bijaksana Anak Bahagia, (Cet. I; Jogjakarta: Katahati 2009),

(3)

tataran relasi dengan alam sekitar ; atau pengajaran sebagai aktivitas asasi dan

proporsi diantara profesi dalam masyarakat.

Ahmad D. Marimba mendefinisikan pendidikan adalah bimbingan jasmani

dan rohani untuk membentuk kepribadian utama, membimbing keterampilan

jasmaniah dan rohaniah sebagai perilaku kongkret yang memberi manfaat kepada

kehidupan siswa di Masyarakat.

Pendidikan adalah proses pembinaan dan bimbingan yang dilakukan

seseorang secara terus-menerus kepada anak didik untuk mencapai tujuan

pendidikan. Proses pendidikan merupakan perjalanan yang tak pernah terhenti

sepanjang hidup manusia dan merupakan hal yang sangat signitifikasi dalam

kehidupan manusia.2

Masalah anak-anak dan pendidikan adalah suatu persoalan yang amat

menarik bagi seorang pendidik dan ibu-ibu yang setiap saat menghadapi

anak-anak mereka yang membutuhkan pendidikan. Mengasuh dan membesarkan anak-anak

berarti memelihara kehidupan dan kesehatannya serta mendidiknya dengan penuh

ketulusan dan cinta kasih. Secara umum tanggung jawab mengasuh dan mendidik

anak adalah tugas kedua orang tuanya. Firman Allah SWT yang menunjukkan

perintah tersebut adalah:

Terjemahan:

(Luqman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan)

seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya

Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus

lagi Maha Mengetahui.3

Pengertian mengasuh anak adalah mendidik, membimbing dan

memeliharanya, mengurus makanan, minuman, pakaian, kebersihannya, atau pada

2 Hasan Basri, Landasan Pendidikan, (Cet. 1; Bandung Pustaka Setia, 2013), hlm. 14-15.

3

Depertemen Agama, Al-Qur’an &terjemahan, (Jakarta: Yayasan Penyelenggaran Penerjemah/Pentafsir

(4)

segala perkara yang seharusnya diperlukannya, sampai si anak telah mampu

melaksanakan keperluannya yang vital, seperti makan, minum, mandi dan

berpakaian.4 Orang tua bertugas sebagai pengasuh, pembimbing, pemelihara, dan sebagai pendidik terhadap anak-anaknya. Setiap orang tua pasti menginginkan

anak-anaknya menjadi manusia yang pandai, cerdas dan berakhlakul karimah.

Akan tetapi banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa cara mereka mendidik

membuat anak merasa tidak diperhatikan, dibatasi kebebasannya, bahkan ada

yang merasa tidak disayang oleh orang tuanya. Perasaan-perasaan itulah yang

banyak mempengaruhi sikap, perasaan, cara berpikir, bahkan kecerdasan mereka.

Keluarga adalah koloni terkecil di dalam masyarakat dan dari keluargalah akan

tercipta pribadi-pribadi tertentu yang akan membaur dalam satu masyarakat.

Lingkungan keluarga sering disebut sebagai lingkungan pendidikan informal yang

mempengaruhi berbagai aspek perkembangan anak. Adakalanya ini berlangsung

melalui ucapan-ucapan, perintah-perintah yang diberikan secara langsung untuk

menunjukkan apa yang seharusnya diperlihatkan atau dilakukan anak, orang tua

bersikap atau bertindak sebagai patokan, sebagai contoh agar ditiru dan apa yang

ditiru akan meresap dalam dirinya. Dan menjadi bagian dari kebiasaan bersikap

dan bertingkah laku atau bagian dari kepribadiannya.

Orang tua menjadi faktor terpenting dalam menanamkan dasar kepribadian

tersebut yang turut menentukan corak dan gambaran kepribadian seseorang

setelah dewasa. Sebagaimana dalam buku Ilmu Pendidikan karangan Abu

Ahmadi, Imam Ghazali menyatakan dan anak itu sifatnya menerima semua yang

dilakukan, yang dilukiskan dan condong kepada semua yang tertuju kepadanya.

Jika anak itu dibiasakan dan diajari berbuat baik maka anak itu akan hidup

berbahagia di dunia dan akhirat. Dari kedua orang tua serta semua guru-gurunya

dan pendidik-pendidiknya akan mendapat kebahagiaan pula dari kebahagiaan itu.

Tetapi jika dibiasakan berbuat jahat dan dibiarkan begitu saja, maka anak itu akan

4

(5)

celaka dan binasa. Maka yang menjadi ukuran dari ketinggian anak itu ialah

terletak pada yang bertanggung jawab (pendidik) dan walinya.5

Prinsip serta harapan orang tua dalam bidang pendidikan anak beraneka

ragam coraknya, ada orang tua yang menginginkan anaknya menjalankan disiplin

keras, ada yang menginginkan anaknya lebih banyak kebebasan dalam berpikir

maupun bertindak, ada orang tua yang terlalu melindungi anaknya, ada yang

bersikap acuh terhadap anak, ada yang mengadakan suatu jarak dengan anak dan

ada pula yang menganggap anak sebagai teman. Suasana emosional di dalam

rumah, dapat sangat merangsang perkembangan otak anak yang sedang tumbuh

dan mengembangkan kemampuan mentalnya. Sebaliknya, suasana tersebut bisa

memperlambat perkembangan otak. Joan Beck dalam bukunya. Asih, Asah, Asuh,

Mengasuh dan Mendidik Anak Agar Cerdas, mengungkapkan banyak proyek riset

jangka lama menunjukkan bahwa intelegensi anak akan berkembang ke tingkat

yang lebih tinggi, bila sikap di rumah terhadap anak, hangat dan demokratis

daripada dingin dan otoritas.6

Mendidik anak dengan baik dan benar berati menumbuh kembangkan

totalitas potensi anak secara wajar. Potensi jasmaniah dan rohaniah anak

diupayakan tumbuh dan berkembang secara selaras. Potensi jasmaniah anak

diupayakan pertumbuhannya secara wajar melalui pemenuhan

kebutuhan-kebutuhan jasmani, seperti pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sandang, pangan, dan papan.

Sedangkan potensi rohaniah anak diupayakan pengembangannya secara wajar

melalui usaha pembinaan intelektual, perasaan, dan budi pekerti. Perihal

memilihkan lembaga pendidikan yang paling tepat bagi anak, merupakan agenda

penting bagi para orang tua. Lembaga pendidikan tidak hanya berpengaruh pada

perkembangan kognitif atau intelektual semata, melainkan berpengaruh pula pada

perkembangan kepribadian anak, di mana ia akan bersosialisasi dengan sesama

teman, guru, dan lingkungan di dalam lembaga pendidikan yang bersangkutan.

5

Nuruhbiyati, Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan, (Cet. I; Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991), hlm. 117.

6

(6)

Sehubungan dengan itu, maka orang tua hendaklah pandai-pandai dalam

mengarahkan anaknya tatkala hendak memasuki sebuah lembaga pendidikan.7 Berdasarkan observasi awal Madrasah Aliyah 1 lombe merupakan salah satu

sekolah yang menjalankan fungsinya di harapkan dapat menghasilkan pada siswa

yang betul-betul berkualitas, tentunya tidak terlepas dari peran guru dalam

memotivasi para siswanya agar dapat belajar dengan baik selain persoalan pokok

adalah tanggung jawab profesionalisme para guru dalam melakukan tugasnya.

Namun demikian kebutuhan yang di peroleh dari para guru bahwa dalam kegiatan

belajar mengajar ditemui kesulitan terhadap siswa sebagai akibat kurangnya

perhatian orang tua terhadap siswa hal ini dapat di buktikan dari adanya siswa

yang tidak mengajarkan tugas rumah (PR) sering tidak masuk sekolah, datang di

sekolah terlambat, tidak memiliki fasilitas belajar mengajar di sekolah.

Menurut pengamat penulis dengan adanya dampak perkembangan ekonomi

pada daerah sekarang ini yang semakin cepat di sertai tuntutan kebutuhan harga

barang yang tinggi, sehingga orang tua makin disibukkan dengan aktivitas untuk

memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang berefek pada kurang adanya

perhatian terhadap pendidikan terhadap anak di rumah. Selain dari masalah

tersebut peneliti menemukan ada orang tua murid di MAN 1 Ambon yang

beranggapan bahwa anak mereka setelah diserahkan kepada guru di sekolah maka

lepaslah hak dan kewajibannya untuk memberikan pendidikan kepada mereka.

Semua tanggung jawabnya telah beralih kepada guru di sekolah, apakah menjadi

pandai atau bodoh, anak tersebut akan menjadi nakal atau berbudi pekerti yang

baik dan luhur, maka itu adalah urusan guru di sekolah. Dan prestasi belajar siswa

tidak maksimal bahkan masih ada siswa yang memperoleh nilai di bawah standar

kelulusan yang ditetapkan oleh guru bidang studi dilihat dari laporan pendidikan.

Atas dasar pemikiran di atas, penulis merasa tertarik untuk membahas

masalah tersebut khususnya yang berkenaan dengan pola asuh dalam lingkungan

keluarga untuk itu penulis mengajukan skripsi dengan judul “ Pola Asuh Orang

7

M. Nipan Abdul Halim, Anak Soleh Dambaan Keluarga, (Cet. I; Yogyakarta: Mira Pustaka, 2000),

(7)

Tua Terhadap Prestasi Belajar Siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Ambon (MAN 1 Ambon).

B. Rumusan Masalah

1. Apakakah ada pengaruh pola asuh orang tua terhadap prestasi belajar

siswa di Madrasah Aliyah Negeri 1 Ambon (MAN) ?

2. Berapa besar pengaruh pola asuh orang tua terhadap prestasi belajar

siswa di Madrasah Aliyah Negeri 1 Ambon (MAN) ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh pola asuh orang tua terhadap prestasi

belajar siswa di Madrasah Aliyah Negeri 1 Ambon (MAN)

2. Untuk mengetahui berapa besar pola asuh orang tua terhadap prestasi

belajar siswa di Madrasah Aliyah 1 Ambon.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Untuk menambah pengetahuan, khususnya bagi peneliti dan bagi

pembaca pada umumnya.

2. Untuk bahan masukkan bagi sekolah yang diteliti khususnya bagi wali

murid.

E. Defenisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran dalam penelitian ini,

(8)

1. Pola asuh orang tua adalah cara mendidik anak ditandai dengan adanya

perhatian, memberikan kebebasan yang bertanggung jawab, musyawarah,

dan saling menghormati antar anggota keluarga.

2. prestasi belajar adalah hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa yang

meliputi aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pola Asuh Orang Tua

Ki Hajar Dewantara memeliki keyakinan bahwa pendidikan bagi bangsa

harus dilakukan melalui tiga lingkungan, yaitu keluarga, sekolah, dan organisasi.

Keluarga merupakan pusat pendidikan yang pertama dan terpenting karena sejak

kemunculan adab kemanusiaan sampai sekarang keluarga selalu berpengaruh

besar terhadap perkembangan anak manusia.8 Oleh karena itu setiap orang tua pasti menginginkan anaknya menjadi orang yang menjadi orang yang

berkepribadian baik, sikap mental yang sehat serta akhlak yang terpuji. Orang tua

sebagai pembentuk pribadi yang pertama dalam kehidupan anak, dan harus

menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya. Sebagaimana yang dinyatakan oleh

Zakiyah Daradjat, bahwa kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup merupakan

unsur-unsur pendidikan yang secara tidak langsung akan masuk ke dalam pribadi

anak yang sedang tumbuh.9

Keterkaitan pola asuh orang tua dengan anak berdisiplin diri dimaksudkan

sebagai upaya orang tua dalam “meletakkan” dasar-dasar disiplin diri kepada anak dan membantu mengembangkannya sehingga anak memiliki disiplin diri.10

8

Noor M Rohimah, Orang tua Bijaksana Anak Bahagia, (Cet. I; Jogjakarta: Katahati, 2009), hlm. 19. 9

Zakiyah Darajdat, Ilmu Jiwa Agama, ( Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang, 1996), hlm. 56. 10

Moh shochib, Pola Asuh Orang Tua Dalam Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri, (Cet. I;

(9)

Dalam mendidik anak, terdapat berbagai macam bentuk pola asuh yang bisa

dipilih dan digunakan oleh orang tua. Sebelum berlanjut kepada pembahasan

berikutnya, terlebih dahulu akan dikemukakan pengertian dari pola asuh itu

sendiri. Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu “pola” dan “asuh”. Menurut Kamus

Saku Ilmiah, pola berarti model; contoh,pedoman (rancangan); dasar kerja.11

Sedangkan kata “asuh” berarti menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil,

membimbing (membantu; melatih), dan memimpin (mengepalai dan

menyelenggarakan) satu bagan atau lembaga.12

B. Macam-Macam Pola Asuh Orang Tua

Dalam mengelompokkan pola asuh orang tua dalam mendidik anak, para ahli

mengemukakan pendapat yang berbeda-beda, yang antara satu sama lain hampir

mempunyai persamaan, diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Abu Ahmadi mengemukakan bahwa, berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Fels Research Institute, corak hubungan orang tua anak

dapat dibedakan menjadi tiga pola, yaitu :

a. Pola menerima-menolak, pola ini didasarkan atas taraf kemesraan

orang tuat erhadap anak.

b. Pola memiliki-melepaskan, pola ini didasarkan atas sikap protektif

orang tua terhadap anak. Pola ini bergerak dari sikap orang tua yang

overprotektif dan memiliki anak sampai kepada sikap mengabaikan

anak sama sekali.

c. Pola demokrasi-otokrasi, pola ini didasarkan atas taraf partisipasi anak

dalam menentukan kegiatan-kegiatan dalam keluarga. Pola otokrasi

berarti orang tua bertindak sebagai diktator terhadap anak, sedangkan

dalam pola demokrasi,sampai batas-batas tertentu, anak dapat

berpartisipasi dalam keputusan-keputusan keluarga.13

11

W Deni. Kamus Saku Ilmiah populer Edisi Lengkap, (Cet. I; Jakarta: Gama Press, 2010), hlm. 431. 12

Ibid, Ilmu Jiwa Agama, hlm. 73. 13

(10)

2) Menurut Elizabet B. Hurlock ada beberapa sikap orang tua yang khas

dalam mengasuh anaknya, antara lain :

a. Melindungi secara berlebihan, perlindungan orang tua yang berlebihan

mencakup pengasuhan dan pengendalian anak yang berlebihan.

b. Permisivitas, permisivitas terlihat pada orang tua yang membiarkan

anak berbuat sesukahati dengan sedikit pengendalian.

c. Memanjakan, permisivitas yang berlebih-memanjakan membuat anak

egois, menuntut dan sering tiranik.

d. Penolakan, penolakan dapat dinyatakan dengan mengabaikan

kesejahteraan anak atau dengan menuntut terlalu banyak dari anak dan

sikap bermusuhan yang terbuka.

e. Penerimaan, penerimaan orang tua ditandai oleh perhatian besar dan

kasih sayang pada anak, orang tua yang menerima, memperhatikan

perkembangan kemampuan anak dan memperhitungkan minat anak.

f. Dominasi, anak yang didominasi oleh salah satu atau kedua orang tua

bersifat jujur, sopan dan berhati-hati tetapi cenderung malu, patuh dan

mudah dipengaruhi orang lain, mengalah dan sensitif.

g. Dominasi, Tunduk pada anak, orang tua yang tunduk pada anaknya

membiarkan anak mendominasi mereka dan rumah mereka.

h. Favoritisme, meskipun mereka berkata bahwa mereka mencintai

semua anak dengan sama rata, kebanyakan orang tua mempunyai

favorit. Hal ini membuat mereka lebih menuruti dan mencintai anak

favoritnya dari pada anak lain dalam keluarga.

i. Ambisi orang tua, hampir semua orang tua mempunyai ambisi bagi

anak mereka sering kali sangat tinggi sehingga tidak realistis. Ambisi

ini sering dipengaruhi oleh ambisi orang tua yang tidak tercapai dan

hasrat orang tua supaya anak mereka naik di tangga status sosial.14 3) Danny I. Yatim-Irwanto mengemukakan beberapa pola asuh orang tua,

yaitu:

14

Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak/Child Development, Terjemahan. Meitasari Tjandrasa,

(11)

a. Pola asuh otoriter, pola ini ditandai dengan adanya aturan-aturan yang

kaku dari orang tua. Kebebasan anak sangat dibatasi.

b. Pola asuh demokratik, pola ini ditandai dengan adanya sikap terbuka

antara orang tua dengan anaknya.

c. Pola asuh permisif, pola asuhan ini ditandai dengan adanya kebebasan

tanpa batas pada anak untuk berprilaku sesuai dengan keinginannya.

d. Pola asuhan dengan ancaman, ancaman atau peringatan yang dengan

keras diberikan pada anak akan dirasa sebagai tantangan terhadap

otonomi dan pribadinya. Ia akan melanggarnya untuk menunjukkan

bahwa ia mempunyai harga diri.

e. Pola asuhan dengan hadiah, yang dimaksud disini adalah jika orang

tua mempergunakan hadiah yang bersifat material atau suatu janji

ketika menyuruh anak berprilaku seperti yang diinginkan.15

4) Marcolm Hardy dan Steve Heyes mengemukakan empat macam pola asuh

yang dilakukan orang tua dalam keluarga, yaitu :

a. Autokratis (otoriter), ditandai dengan adanya aturan-aturan yang kaku

dari orang tua dan kebebasan anak sangat dibatasi.

b. Demokratis, ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua

dan anak.

c. Permisif, ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak

untuk berprilakusesuai dengan keinginannya sendiri.

d. Laissez faire, ditandai dengan sikap acuh tak acuh orang tua terhadap

anaknya.16

Dari berbagai macam pola asuh yang dikemukakan di atas, penulis hanya

akan mengemukakan tiga macam saja, yaitu pola asuh otoriter, demokratis dan

laissez faire. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar pembahasan menjadi

lebih terfokus dan jelas. Jika dilihat dari berbagai macam bentuk pola asuh di atas

pada intinya hampir sama. Misalnya saja antara pola asuh autokratis,

15

Danny I. Yatim-Irwanto, Kepribadian Keluarga Narkotika, (Cet I; Jakarta: Arcan, 1991), hlm. 94. 16

(12)

overprotection, over discipline. Dominasi, favoritisme, ambisi orang tua dan

otoriter,semuanya menekankan pada sikap kekuasaan, kedisiplinan dan kepatuhan

yang berlebihan. Demikian pula halnya dengan pola asuh laissez faire,

rejection,submission, permisiveness, memanjakan. Secara implisit, kesemuanya

itu memperlihatkan suatu sikap yang kurang berwibawa, bebas, acuh tak acuh.

Adapun acceptance (penerimaan) bisa termasuk bagian dari pola asuh demokratis.

Oleh karena itulah, maka penulis hanya akan membahas tiga macam pola asuh,

yang secara teoritis lebih dikenal bila dibandingkan dengan yang lainnya. Yaitu

pola asuh otoriter, demokratis dan laissez faire.

1. Otoriter

Dalam Kamus Saku Ilmiah Populer Edisi Lengkap, otoriter berarti

pemerintahan (kekuasaan) pemerintahan diktator.17 Menurut Singgih D. Gunarsa dan Ny.Y. Singgih, pola asuh otoriter adalah suatu bentuk pola asuh yang

menuntut anak agar patuh dan tunduk terhadap semua perintah dan aturan yang

dibuat oleh orang tua tanpa ada kebebasan untuk bertanya atau mengemukakan

pendapatnya sendiri.18Jadi pola asuh otoriter adalah cara mengasuh anak yang dilakukan orang tua dengan menentukan sendiri aturan-aturan dan batasan-batasan

yang mutlak harus ditaati oleh anak tanpa kompromi dan memperhitungkan

keadaan anak. Serta orang tualah yang berkuasa menentukan segala sesuatu untuk

anak dan anak hanyalah sebagai objek pelaksana saja. Jika anak-anaknya

menentang atau membantah, maka ia tak segan-segan memberikan hukuman. Jadi,

dalam hal ini kebebasan anak sangatlah dibatasi. Apa saja yang dilakukan anak

harus sesuai dengan keinginan orang tua. Pada pola asuhan ini akan terjadi

komunikasi satu arah. Orang tualah yang memberikan tugas dan menentukan

berbagai aturan tanpa memperhitungkan keadaan dan keinginan anak. Perintah

yang diberikan berorientasi pada sikap keras orang tua. Karena menurutnya tanpa

sikap keras tersebut anak tidak akan melaksanakan tugas dan kewajibannya. Jadi

17

W Deni. Kamus Saku Ilmiah populer Edisi Lengkap, (Cet. I; Jakarta: Gama Press, 2010), hlm.410 18

(13)

anak melakukan perintah orang tua karena takut, bukan karena suatu kesadaran

bahwa apa yang dikerjakannya itu akan bermanfaat bagi kehidupannya kelak.19 2. Demokratis

Demkratisasi dan keterbukaan dalam suasana kehidupan keluarga adalah

syarat esensial terjadinya pengakuan dunia keorangtuaan orang tua oleh anak dan

dunia keanekaan anak oleh orang tua, dan situasi kehidupan yang dihayati

bersama. Secara filosofis, terbukanya peluang bagi mereka untuk menghadirkan

eksistensi dirinya akan memudahkan mereka untuk saling membaca.20

Menurut Utami Munandar, Pola asuh demokratis adalah cara mendidik

anak, di mana orang tua menentukan peraturan-peraturan tetapi dengan

memperhatikan keadaan dan kebutuhan anak. Pola asuh demokratis adalah suatu

bentuk pola asuh yang memperhatikan dan menghargai kebebasan anak, namun

kebebasan itu tidak mutlak dan dengan bimbingan yang penuh pengertian antara

orang tua dan anak. Dengan kata lain, pola asuh demokratis ini memberikan

kebebasan kepada anak untuk mengemukakan pendapat, melakukan apa yang

diinginkannya dengan tidak melewati batas-batas atau aturan-aturan yang telah

ditetapkan orang tua. Orang tua juga selalu memberikan bimbingan dan arahan

dengan penuh pengertian terhadap anak mana yang boleh dilakukan dan mana

yang tidak. Hal tersebut dilakukan orang tua dengan lemah lembut dan penuh

kasih sayang.

Pola asuh demokrasi ini ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang

tua dan anak. Mereka membuat aturan-aturan yang disetujui bersama. Anak diberi

kebebasan untuk mengemukakan pendapat, perasaan dan keinginanya. Jadi dalam

pola asuh ini terdapat komunikasi yang baik antara orang tua dan anak. Pola asuh

demokratis dapat dikatakan sebagai kombinasi dari dua pola asuh ekstrem yang

bertentangan, yaitu pola asuh otoriter dan laissez faire. Pola asuhan demokratik

ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dengan anaknya. Mereka

membuat aturan-aturan yang disetujui bersama. Anak diberi kebebasan untuk

19

Utami munandar, pemanduan anak bebakat, (Cet. I; Jakarta: CV. Rjawali, 1982), hlm. 98. 20

Moh shochib, pola Asuh Orang Tua Dalam Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri, (Cet.

(14)

mengemukakan pendapat, perasaan dan keinginanya dan belajar untuk dapat

menanggapi pendapat orang lain. Orang tua bersikap sebagai pemberi pendapat

dan pertimbangan terhadap aktivitas anak. Dengan pola asuhan ini, anak akan

mampu mengembangkan kontrol terhadap prilakunya sendiri dengan hal-hal yang

dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini mendorong anak untuk mampu berdiri

sendiri, bertanggung jawab dan yakin terhadap diri sendiri. Daya kreativitasnya

berkembang baik karena orang tua selalu merangsang anaknya untuk mampu

berinisiatif.21

Rumah tangga yang hangat dan demokratis, juga berarti bahwa orang tua

merencanakan kegiatan keluarga untuk mempertimbangkan kebutuhan anak agar

tumbuh dan berkembang sebagai individu dan bahwa orang tua memberinya

kesempatan berbicara atas suatu keputusan semampu yang diatasi oleh anak.

Sasaran orang tua ialah mengembangkan individu yang berpikir, yang dapat

menilai situasi dan bertindak dengan tepat, bukan seekor hewan terlatih yang

patuh tanpa pertanyaan.22

Adapun ciri-ciri pola asuh demokratis adalah sebagai berikut :

a. Menentukan peraturan dan disiplin dengan memperhatikan dan

mempertimbangkan alasan-alasan yang dapat diterima, dipahami dan

dimengerti oleh anak

b. Memberikan pengarahan tentang perbuatan baik yang perlu dipertahankan

dan yang tidak baik agar ditinggalkan

c. Memberikan bimbingan dengan penuh pengertian

d. Dapat menciptakan keharmonisan dalam keluarga

e. Dapat menciptakan suasana komunikatif antara orang tua dan anak serta

sesama keluarga.

Dari berbagai macam pola asuh yang banyak dikenal, pola asuh demokratis

mempunyai dampak positif yang lebih besar dibandingkan dengan pola asuh

otoriter maupun laissez faire. Dengan pola asuh demokratis anak akan menjadi

21

Danny I. Yatim-Irwanto, Kepribadia Keluarga Narkotika,(cet, I; Jakarta: Arcan,1991), hlm. 97. 22

Joan Beck, Asih, Asah, Mengasuh dan Mendidik Anak Agar Cerdas, (Cet. IV; Semarang: Dahara

(15)

orang yang mau menerima kritik dari orang lain, mampu menghargai orang lain,

mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dan mampu bertanggung jawab terhadap

kehidupan sosialnya. Tidak ada orang tua yang menerapkan salah satu macam

pola asuh dengan murni, dalam mendidik anak-anaknya. Orang tua menerapkan

berbagai macam pola asuh dengan memiliki kecenderungan kepada salah satu

macam pola.

3. Laissez Faire

Kata laissez Faire berasal dari Bahasa Prancis yang berarti membiarkan

(leave alone). Dalam istilah pendidikan, laissez faire adalah suatu sistem di mana

si pendidik menganut kebijaksanaan non intereference (tidak turut campur).23 Pola asuhan ini ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk

berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri. Orang tua tidak pernah memberi

aturan dan pengarahan kepada anak. Semua keputusan diserahkan kepada anak

tanpa pertimbangan orang tua. Anak tidak tahu apakah prilakunya benar atau

salah karena orang tua tidak pernah membenarkan ataupun menyalahkan anak.

Akibatnya anak akan berperilaku sesuai dengan keinginanya sendiri, tidak peduli

apakah hal itu sesuai dengan norma masyarakat atau tidak. Pada pola asuh ini

anak dipandang sebagai makhluk hidup yang berpribadi bebas. Anak adalah

subjek yang dapat bertindak dan berbuat menurut hati nuraninya. Orang tua

membiarkan anaknya mencari dan menentukan sendiri apa yang diinginkannya.

Kebebasan sepenuhnya diberikan kepada anak. Orang tua seperti ini cenderung

kurang perhatian dan acuh tak acuh terhadap anaknya. Metode pengelolaan anak

kini cenderung membuahkan anak-anak nakal yang manja, lemah, tergantung dan

bersifat kekanak-kanakan secara emosional. Seorang anak yang belum pernah

diajar untuk mentoleransi frustrasi, karena ia diperlakukan terlalu baik oleh orang

tuanya, akan menemukan banyak masalah ketika dewasa. Dalam perkawinan dan

pekerjaan, anak-anak yang manja tersebut mengharapkan orang lain untuk

membuat penyesuaian terhadap tingkah laku mereka. Ketika mereka kecewa

mereka menjadi gusar, penuh kebencian, dan bahkan marah-marah. Pandangan

23

(16)

orang lain jarang sekali dipertimbangkan. Hanya pandangan mereka yang

berguna. Kesukaran-kesukaran yang terpendam antara pandangan suami istri atau

kawan sekerja terlihat nyata.

Adapun yang termasuk pola asuh laissez faire adalah sebagai berikut :

1) Membiarkan anak bertindak sendiri tanpa memonitor dan

membimbingnya.

2) Mendidik anak acuh tak acuh, bersikap pasif dan masa bodoh.

3) Mengutamakan kebutuhan material saja.

4) Membiarkan saja apa yang dilakukan anak (terlalu memberikan

kebebasan untuk mengatur diri sendiri tanpa ada peraturan-peraturan

dan norma-norma yang digariskan orang tua).

C. Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi belajar terdiri dari dua kata, yaitu prestasi dan belajar. Menurut

Kamus Saku Ilmiah, prestasi adalah hasil yang telah dicapai dari yang telah

dilakukan atau dilakukan atau dikerjakan.24 Dengan demikian prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dilakukan, diciptakan baik dilakukan secara pribadi

maupun kelompok. Menurut Gagne, prestasi adalah penguasaan siswa terhadap

materi pelajaran tertentu yang telah diperoleh dari hasil tes belajar yang

dinyatakan dalam bentuk skor. Keberhasilan siswa dalam proses belajarnya dapat

dilihat dari prestasi yang dicapai dalam kurun waktu tertentu dalam hal ini dapat

dilihat dari nilai yang dibukukan dalam bentuk buku laporan pendidikan atau

raport. Nilai-nilai yang tertera dalam buku tersebut merupakan penjumlahan nilai

dari seluruh mata pelajaran yang diperoleh siswa dalam satu semester. Dengan

demikian besar kecilnya nilai yang diperoleh menunjukkan besar kecilnya prestasi

yang dicapai. Belajar merupakan suatu keharusan kalau kita ingin maju, maka

dengan belajar akan terjadi perubahan tingkah laku seseorang. Perubahan ini

berlangsung secara proses sebagai akibat dari hasil latihan dan pengalaman.25

24

W Deni. Kamus Saku Ilmiah populer Edisi Lengkap, (Cet. I; Jakarta: Gama Press, 2010), hlm.700. 25

(17)

Belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu

yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan

yang melibatkan proses kognitif.26 Sedangkan menurut HM. Arifin, belajar adalah suatu kegiatan anak didik dalam menerima, menganggapi serta menganalisa

bahan-bahan pelajaran yang disajikan oleh guru yang berakhir pada kemampuan

anak. Widodo Supriyono mengemukakan bahwa belajar menurut pengertian

psikologi merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan di dalam tingkah

laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya.27 Dari definisi yang dikemukakan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa belajar adalah merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar dan

kontinu pada seseorang hingga akan mengalami perubahan tingkah laku secara

keseluruhan, artinya perubahan yang senantiasa bertambah baik, baik itu

keterampilannya, kemampuannya ataupun sikapnya sebagai hasil belajar.

Berdasarkan pengertian prestasi dan belajar yang telah dikemukakan di atas,

maka dapat diambil kesimpulan bahwa prestasi belajar adalah hasil suatu proses

aktivitas belajar yang membawa perubahan tingkah laku pada diri siswa tersebut

(seseorang). Perubahan tersebut meliputi aspek pengetahuan, keterampilan dan

sikap, kemudian aspek-aspek tersebut dievaluasikan dan diaktualisasikan dalam

angka atau skor yang dapat dilihat dalam buku raport.

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Tingkat intelegensi siswa memang merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi prestasi belajar, namun hal itu bukanlah faktor utama, ada

faktor-faktor lain yang mendukung prestasi belajar yang diperoleh siswa. Seperti

dinyatakan oleh Slameto bahwa prestasi belajar siswa tidak semata-mata

dinyatakan oleh tingkat kemampuan intelektualnya, tetapi ada faktor-faktor lain

seperti motivasi, sikap, kesehatan fisik dan mental, kepribadian, ketekunan dan

lain-lain. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari dalam diri anak dan dapat pula

26

Samad Umarella, Desain Instruksional, (Cet. I; Ambon: Gusepa.2008), hlm. 8. 27

Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Cet. II; Jakarta: PT Rieneka Cipta, 2008),

(18)

berasal dari luar diri anak. Di antara faktor-faktor tersebut adalah faktor orang tua

yang dalam banyak hal menempati peranan yang cukup penting. Hal ini

dikarenakan orang tua merupakan tokoh yang penting di dalam kehidupan seorang

anak. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang (siswa)

dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal siswa adalah sebagai

berikut:

a. Faktor internal siswa

1) Faktor fisiologis siswa, seperti kondisi kesehatan dan kebugaran fisik,

serta kondisi pancaindranya terutama penglihatan dan pendengaran.

2) Faktor psikologis siswa, seperti minat, bakat, intelegensi, motivasi, dan

kemampuan-kemampuan kognitif seperti kemampuan persepsi, ingatan,

berpikir dan kemampuan dasar pengetahuan (bahan apersepsi) yang

dimiliki siswa.

b. Faktor-Faktor eksternal

1) Faktor lingkungan siswa. Faktor ini terbagi dua, yaitu pertama faktor

lingkungan alam atau non sosial seperti keadaan suhu, kelembaban

udara, waktu (pagi, siang, malam), letak sekolah, dan sebagainya.

Kedua faktor lingkungan sosial seperti manusia dan budayanya.

2) Faktor instrumental, antara lain gedung atau sarana fisik kelas, sarana

atau alat pengajaran, media pengajaran, guru dan kurikulum atau materi

pelajaran serta strategi belajar mengajar.28

Sedangkan M. Dalyono berpendapat bahwa ada 2 faktor yang menentukan

pencapaian hasil belajar, yaitu:

1. Faktor internal yang berasal dari dalam diri siswa, yaitu kesehatan

jasmani dan rohani, intelegensi dan bakat, minat dan motivasi, serta cara

belajar

2. Faktor eksternal yang bersal dari luar diri siswa, yaitu keluarga, sekolah,

masyarakat dan lingkungan sekitar. Penjelasan dari masing-masing faktor

tersebut adalah sebagai berikut:

28

Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Cet. V; Jakarta: Bina Aksara, 1988),

(19)

Faktor internal

a. Kesehatan jasmani dan rohani. Orang yang belajar membutuhkan

kondisi badan yang sehat. Orang yang badannya sakit akibat

penyakit-penyakit kelelahan tidak akan dapat belajar dengan efektif. Cacat fisik

juga mengganggu hal belajar. Demikian pula gangguan serta

cacat-cacat mental pada seseorang sangat mengganggu hal belajar yang

bersangkutan. Bagaimana orang dapat belajar dengan baik apabila ia

sakit ingatan, sedikit frustrasi atau putus asa.

b. Intelegensi pada umumnya diartikan dengan kecerdasan. Dalam

proses belajar tingkat intelegensi siswa sangat berpengaruh terhadap

prestasi siswa. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat kecerdasan siswa,

semakin besar peluang siswa berhasil dalam proses pelajaran.

c. Bakat adalah potensi atau kemampuan. Orang tua kadang-kadang

tidak memperhatikan faktor bakat ini. Sering anak diarahkan sesuai

dengan kemampuan orang tuanya. Seorang anak yang tidak berbakat

teknik tetapi karena keinginan orang tuanya, anak itu disekolahkan

pada jurusan teknik, akibatnya bagi anak sekolah dirasakan sebagai

suatu beban, tekanan, dan nilai-nilai yang didapat anak buruk serta

tidak ada kemauan lagi untuk belajar.

d. Minat adalah suatu gejala psikis yang berkaitan dengan objek atau

aktivitas yang menstimulus perasaan senang pada individu. Seorang

yang menaruh minat pada suatu bidang akan mudah mempelajari

bidang itu.

e. Motivasi yang berhubungan dengan kebutuhan, motif, dan tujuan,

sangat mempengaruhi kegiatan dan hasil belajar. Motivasi adalah

penting bagi proses belajar, karena motivasi menggerakkan

organisme, mengarahkan tindakan, serta memilih tujuan belajar yang

dirasa paling berguna bagi kehidupan individu.29

Dengan demikian untuk mengetahui dan mengatasi kesulitan belajar pada

siswa terlebih dahulu kita harus mengetahui faktor penyebabnya sebelum kita

29

(20)

menentukan solusinya. Faktor-faktor penyebab tersebut antara lain: faktor internal

(yang berasal dari dalam diri) dan eksternal (yang berasal dari luar diri) sehingga

memudahkan untuk mencari solusinya.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang di gunakan adalah tipe penelitian deskriptif kuantitatif.

Yaitu penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, atau

kejadian yang terjadi saat sekarang dan desain penelitian ini dilakukan

menggunakan angka-angka, pengelolaan statistik..30

B. Tempat Dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tempat atau lokasi penelitian dilakukan di Madrasah Aliyah Negeri 1

Ambon..

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama satu Bulan.

3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Madrasah Aliyah Negeri 1 Ambon.

C. Subjek Penelitian

Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah siswa Madrasah Aliyah

Negeri 1 Ambon yang berjumlah 55 orang dan wali murid.

30 Jamal Ma’mur Asmani,

(21)

D. Populasi dan Sampel Penelitian

a. Populasi

Populasi adalah keseluruhan obyek dari suatu penelitian.31 Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan siswa yang berjumlah

55 orang. yang terdiri dari kelas X dengan jumlah 15 orang, XI IPA, dengan

jumlah 18 orang kelas XII dengan jumlah 22 orang.

b. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang memiliki sifat dan karakteristik

yang sama sehingga betul-betul mewakili populasi.32 Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian siswa yang berjumlah 18 orang. Cara pengambilan sampelnya

menggunakan sampling cluster. Yaitu bentuk sampling random di mana

populasinya dibagi menjadi beberapa cluster dengan menggunakan aturan-aturan

tertentu.33

Proses pengambilannya adalah sebagai berikut:

a. Bagilah populasi (elemen populasi) ke dalam beberapa sub populasi/

cluster.

b. Dari kelompok-kelompok tersebut, kemudian dipilih salah satu

sejumlah kelompok pemilihan dilakukan secara random.

Dari sejumlah yang dipilih ini, kemudian di tentukan sampel dan penulis

menentukan sampel utama kelas XI IPA dengan jumlah 18 siswa yang terdiri dari

10 orang perempuan dan 8 orang laki-laki.

E. Variabel Penelitian

Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

31

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Cet. III; Jakarta: Rineka

Cipta, 1996), hlm.115. 32

Nana Sujana, Penelitian dan Penelitian Pendidikan, (Cet. I; bandung: Sinar Baru Algensindo, 1998), hlm. 84.

33

(22)

Variabel bebas (X) pola asuh orang tua dengan indikator:

1. Adanya musyawarah dalam keluarga

2. Adanya kebebasan yang terkendali

3. Adanya pengarahan dari orang tua

Variabel terikat (Y) prestasi belajar siswa dalam bentuk nilai rapot pada mata

pelajaran Akidah Ahklak selama satu semester.

F. Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi

Observasi ini dilakukan untuk memperoleh data tentang kondisi

umum Madrasah Aliyah 1 Lombe

2. Angket

Angket merupakan metode pengumpulan data secara tidak langsung

(peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan responden) angket

disusun dalam bentuk kuesioner yang berisikan sejumlah pertanyaan

mengenai indikator-indikator yang akan di teliti. Kemudian

diberikan kepada siswa untuk mengerjakan selama waktu yang suda

ditentukan.

3. Dokumentasi

Dokumentasi ini di lakukan untuk memperoleh data tentang struktur

organisasi, kurikulum, visi dan misi didirikan Madrasah Aliyah

Nurul Iklas Ambon.34

G. Teknik Analisis data

1. Analisis statistik deskriptif

Untuk menganalisis data yang diperoleh melalui angket, kemudian

dianalisis dengan menggunakan uji persentase dengan menggunakan rumus

sebagai berikut:

F

34Jamal Ma’mur Asmani,

(23)

P = X 100%

N

Keterangan : P = Presentase

F = Jumlah jawaban sementara

N = Jumlah responden

100% = Bilangan tetap35

Selanjutnya untuk melihat prestasi belajar siswa pada Madrasah Aliyah N

1 Lombe. Sebaran nilai yang di peroleh kemudian disajikan dalam tabel distribusi

frekuensi sehingga dapat menggambarkan kedudukan suatu nilai dari keseluruhan

siswa sesuai dengan pedoman penelitian yang di gunakan. Pedoman penelitian

yang di gunakan dalam penelitian ini adalah pedoman Penilaian Acuan Patokan

(PAP). Tujuan PAP adalah untuk mengetahui kemampuan sesorang menurut

patokan tertentu,36 pedoman PAP adalah sebagai berikut :

Tebel 1.1 Pedoman Acuan Patokan (PAP)

Interval Nilai

Kualifikasi

Angka Huruf

80 – 100 A Baik sekali

66 – 79 B Baik

56 – 65 C Cukup

40 – 55 D Kurang

0 – 39 E Gagal

2. Mencari angka korelasi dengan rumus product moment

35

(24)

Untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan prestasi belajar siswa

di madrasah aliyah 1 Lombe, maka penulis menggunakan rumus product moment

dengan rumus sebagi berikut:

Selanjutnya untuk dapat menentukan besar kecilnya variabel X terhadap Y dapat di

tentukan dengan rumus sebagai berikut:

x 100%

Keterangan:

KD = nilai koefisien determinan

= nilai koefisien korelasi.38

(25)

Daftar Pustaka

Rohimah .M Noor , Orang Tua Bijaksana anak Bahagia, Cet. I; Jogjakarta:

Katahati, 2009.

Hasan Basri, Landasan Pendidikan, (Cet. 1; Bandung Pustaka Setia, 2013),

hlm. 14-15.

Agama Depertemen, Al-Qur’an &terjemahan, (Jakarta: Yayasan

Penyelenggaran Penerjemah/Pentafsir Al Qur’an, 197

Hasyim Umar, Anak Soleh Cara Mendidik Anak Dalam Islam, Cet. II;

Surabaya: PT Bina Ilmu, 1993.

Ahmad Abu Nurbiyati, Ilmu Pendidikan, Cet. I; Jakarta: PT. Rineka Cipta,

1991.

Beck Joan, Asih Asah, Mengasuh dan Mendidik Anak Agar Cerdas, Cet. IV;

Semarang: PT. Dahara Prize, 1992.

Halim Abdul Nipan M, Anak Soleha Dambaan Keluarga, Cet. I; Yogyakarta:

Mira Pustaka, 2000

Darajat Zakiyah, Ilmu Jiwa Agama, Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang, 1996.

Shochib Moh, Pola Asuh Orang Tua Dalam Membantu Anak mengembangkan

Disiplin diri, Cet. I; Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000.

Deni W, Kamus Suku Ilmiah Populer Edisi Lengkap, Cet. I; Jakarta: Gama

Press, 2010.

Ahmadi Abu, Sosiologi Pendidikan,Cet. II; Jakarta: PT. Rienaka Cipta, 1990.

Horlock B Elizabeth, P erkembangan Anak Chilb Development, Terjemahan

Meitasari Tjandrasa, Cet. II; Jakarta: Erlangga, 1990.

Referensi

Dokumen terkait

Parameter yang diuji pada penelitian ini adalah masukan suara dari individu yang berbeda beda, pengujian efektivitas sistem dan uji waktu yang dibutuhkan aplikasi

Penelitian ini bertujuan mengetahui strategi-strategi yang dihasilkan dalam Perencanaan Strategis Dinas Perdagangan Kota Surakarta dalam Mengembangkan Pasar Pucang

Pada perusahaan yang tingkat konsevatisma akuntansinya tinggi, akan membatasi tingkat diskresi manajemen, sehingga apabila diaudit oleh auditor yang berkualitas maka

Hal ini dapat dilihat dari banyaknya ketidaksesuaian antara teori dan praktek yang dijalankan, diantaranya: pemisahan tanggung jawab fungsional dalam struktur organisasi masih

hipotesis bahwa interaksi radiasi gamma dengan materi selalu diikuti oleh perubahan energi menjadi panas, dan interaksi tersebut sangat dipengaruhi oleh jenis bahan, maka bahan

Metode yang digunakan pada studi simulasi ini adalah melakukan survey pada penjual bubur ayam street food dengan cara wawancara, pembuatan bubur ayam, perlakuan sebelum bubur

Data yang diperoleh dari hasil pelaksanakan PTK pada kelas 4 SD Negeri Dukuh 01 adalah data yang berupa angka (data kuantitatif) yang menunjukkan nilai tes kondisi

activity of ceria-promoted Ni catalyst supported on powder alumina (96%) was quite close to the equilibrium CO conversion (99.6%) at the same temperature (250 ° C) and CO/S molar