• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KINERJA BIROKRASI DALAM PRESPEK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS KINERJA BIROKRASI DALAM PRESPEK"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

PROPOSAL PENELITIAN

ANALISIS KINERJA BIROKRASI DALAM PREPEKTIF GOOD GOVERNANCE (Studi Kasus pada Pemerintahan Daerah Kabupaten Sumenep)

Oleh: RIA ISDIANA NIM. 135030100111008

UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK

(2)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perkembangan paradigma studi ilmu administrasi Negara sangat cepat dan mengikuti perubahan lingkungan yang mempengaruhinya. Seperti studi yang dilakukan oleh Nicholas Henry (1995) dalam paradigm OPA yang menyebutkan telah terjadi lima pergesaran paradigma administrasi Negara. Dalam paradigm OPA, menurut max weber ketika masyarakat berkembang semakin kompleks ,maka akan diperlukan suatu birokrasi yang

didalamnya ini diatur perilaku yang tidak saja produktif tetapi juga royal terhadap pimpinan dan organisasi. Dari paradigma OPA ini dapat dipelajari bahwa untuk membangun aparatur Negara atau mereformasi birokrasi diperlukan profesionalitas ,penggunaan prinsip keilmuwan, hubungan yang impersonal, penerapan aturan dan standardisasi yang tegas,sikap yang netral dan mendorong terwujudnya efisiensi,efektivitas dan produktifitas.

Ilmu administrasi Negara mengalami pergeseran paradigma, dari OPA ke NPM. Paradigma NPM menawarkan teori, konsep, dan pendekatan tertentu yang berguna bagi pemahaman dan pengembangan alternative pemecahan masalah yang dihadapi system administrasi publik yang bersangkutan. Paradigma NPM mencapai puncaknya dengan diterapkan prinsip-prinsip good government. Menurut paradigma NPM, pembagunan birokrasi harus memperhatikan mekanisme pasar, mendorong kompetisi dan kontrak untuk mencapai hasil, harus lebih reponsif terhadap kebutuhan pelanggan, bersifat mengarahkan, harus melakukan deregulasi, memberdayakan para pelaksana agar lebih kreatif,dan menekankan budaya organisasi yang lebih fleksibel, inovatif, berjiwa wirausaha,dan pencapaian hasil dari pada budaya taat asa,orientasi pada proses dan input(Rosenbloom & Kravchuck, 2005).

Denhart dan R.R Denhart (2003) menyarankan meninggalkan prinsip paradigma OPA dan paradigma NPM,untuk beralih ke prinsip paradigma NPS dalam administrasi publik, yaitu para birokrat /administrasi Dalam paradigma NPS ini adalah birokrasi yang harus dibangun adalah birokrasi yang dapat memberikan perhatian pada pelayanan masyarakat

(3)

Studi yang dilakukan oleh David Osborne dan Gaebler (1992) bahwa pemerintah tidaklah mampu untuk melakukan sendiri kegiatan sektor publik, pemerintah tidak memiliki cukup biaya untuk kegiatan sektor publik. Untuk karena itu dalam kepemimpinan yang baik atau Good Governance dalam menyelenggarakan kegiatan sektor publik membutuhkan keterlibatan unsur swasta, Negara dan masyarakat untuk dapat menciptakan efisiensi, efektifitas dan pemberdayaan masyarakat itu sendiri. Dari sinilah peran pemerintah dalam menyelenggarakan kegiatan sektor publik berubah, dimana tidak hanya pemerintah tetapi swasta dan kelembagaan masyarakat merupakan tiga pilar yang harus berperan aktif dalam

melakukan proses pembangunan aparatur Negara.

Adapun fungsi birokrasi adalah menyelenggarakan pelayanan umum,mengatur seluruh sektor dengan kebijakan agar stabilitas Negara terjaga, pembangunan , dan pemberdayaan masyarakat yang tidak mempunyai skil atau kemampuan. Birokrasi merupakan instrument untuk mewujudkan pelayanan publik, pengaturan sektor, pembangunan dan pemberdayaan yang efisien, efektif, berkeadilan transparan dan akuntabel. Dalam penerapan prinsip-prinsip good governance dalam pengelolaan pemerintahan menjadi suatu tuntutan utama yang ditandai dengan semakin terbentuknya masyarakat dalam memonitor dan mengevaluasi manfaat serta nilai yang diperoleh atas pelayanan dari instansi pemerintah. Hal ini berarti untuk mampu melaksanakan fungsi pemerintah dengan baik maka organisasi birokrasi harus professional ,tanggap, aspiratif terhadap sebagai tuntutan masyarakat yang dilayani. Seiring dengan hal tersebut pembinaan aparatur Negara dilakukan secara terus menerus, agar dapat menjadi alat yang efisien dan efektif, bersih dan berwibawa, sehingga mampu menjalankan tugas-tugas umum pemerintah maupun untuk menggerakkan pembangunan secara lancar dilandasi semangat dan sikap pengabdian terhadap masyarakat.

Abdullah(1984) mengatakan bahwa determinan yang penting untuk meningkatkan kinerja birokrasi pemerintah adalh dibutuhkan “infrastruktur Administrasi” yang memiliki kesiapan dan ketangguhan pada semua tingkatan dan tahapan yang meliput : (a) organisasi pelaksana yang berintikan birokrasi yang mantap dan tangguh ;(b) system administrasi atau tata pelaksana yang efektif dan efisien dan (c) susunan aparatur atau personalia yang

(4)

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk membentuk sosok aparat pemerintah yang ideal sesuai dengan tuntutan saat ini. Namun kenyataannya keluhan masyarakat terhadap kinerja aparat pemerintahan dalam melayani kerap kali mewarnai proses hubungan antara yang dilayani dan yang melayani.Fenomena yang hampir dapat dijumpai pada berbagai instansi pemerintah,tidak terkecuali juga dijumpai dilingkungan kerja pemerintah Kabupaten Sumenep yang menjadi objek penelitian dalam tulisan ini.

Menurut FAM’S (Front Aksi Mahaiswa Sumenep) kinerja dalam proses penyelenggaraan pemerintahan di kabupaten sumenep saat ini masih tergolong rendah seperti

pelayanan publik masih jauh dari harapan masyarakat, banyaknya buta aksara ,banyaknya infrastruktur yang rusak, dan masih banyaknya proyek yang belum selesai (Jawa Pos Radar Madura: 2014). Sehingga penelitian akan dilakukan guna menganalisis apakah kinerja Birokrasi pemerintah di sumenep sudah sesuai apa belum dengan good governance yang sampai saat ini seringkali mendapat kritikan dan keluhan dari masyarakat karena masih rendahnya kinerja birokrasi.

Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran,tujuan,misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam strategi planning suatu organisasi (Mahsun,2009:25)Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu maupun kelompok individu.Kinerja bisa diketahui hanya jika individu atau kelompok tersebut memiliki kriteria keberhasilan yang ditetapkan.Kriteria keberhasilan itu berupa tujuan-tujuan atau target tertentu yang hendak dicapai.(Selviana,2011)

Terkait dengan permasalahan tersebut,maka peneliti tertarik untuk melakukan kajian penelitian tentang ANALISIS KINERJA BIROKRASI DALAM PREPEKTIF GOOD

GOVERNANCE

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, pokok masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimana kinerja birokrasi pemerintahan di Kabupaten Sumenep Madura?

b. Apakah kinerja birokrasi pemerintah Daerah dikabupaten Sumenep Madura sesuai dengan Good Governance?

(5)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian berdasarkan perumusan masalah yang telah disebutkan adalah untuk: a. Mendeskripsikan, menganalisis dan mengetahui penyelenggaraan kinerja birokrasi

pemerintah di Kabupaten Sumenep Madura.

b. Mendeskripsikan dan mengetahui apakah penyelenggaraan kinerja birokrasi pemerintah Daerah dikabupaten Sumenep Madura sessuai dengan Good Gavernance.

c. Mendeskripsikan, menganalisis dan mengetahui faktor-faktor pendukung dan

kendala terhadap kinerja birokrasi dalam prespektif Good Governance di Kabupaten Sumenep Madura.

D. Manfaat Penelitian 1. Secara praktis

a. Penelitian ini dapat dijadikan masukan terhadap kinerja birokrasi pemerintahan daerah di Kabupaten Sumenep Madura.

b. Sebagai masukan untuk dijadikan pertimbangan dalam kinerja birokrasi di Kabupaten Sumenep Madura.

2. Secara Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran pengembangan kajian ilmu administrasi pada umumnya dan ilmu administrasi Publik pada khususnya

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Pemerintahan Daerah

Pemerintahan daerah sebagaimana tercantum dalam ketentuan Umum UU No.31 tahun 2004 adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPR menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam system dan prinsip NKRI sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia.

Dalam UU No.32 Tahun 2004, pemberian kewenangan otonomi kepada kabupaten dan kota didasarkan pada asas desentralisasi dalam wujud otonomi yang seluas-luasnya, nyata, dan bertanggung jawab. Kewenangan otonomi daerah yang luas adalah keleluasan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencangkup semua bidang pemerintahan kecuali kewenangan di bidang politik di bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, peradilan , fiskal nasional dan moneter serta agama serta ditambahkan beberapa hal yang mencangkup kebijakan Negara yang menyangkut keselamatan masyarakat secara umum.

Disamping itu, keleluasan otonomi mencangkup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai dengan pengendalian dan evaluasi.Otonomi nyata sebagaimana telah disebutkan adalah keleluasan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan. Sedangkan yang dimaksud sebagai otonomi yang bertanggung jawab adalah perwujudan pertanggung jawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah.

Sedangkan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintah daerah sebagaimana dinyatakan dalam penjelasan UU No. 32 Tahun 2004 adalah:

1. Digunakan asas Desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan:

a. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom dalam kerangka NKRI

b. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada gubenur sebagai wakil pemerintah pusat atau perangkat pusat yang ada didaerah. c. Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah pusat kepada Daerah dan

(7)

2. Penyelenggaraan asas desentralisasi secara utuh dan bulat yang dilaksanakan di Kabupaten dan Kota.

3. Penyelenggaraan tugas pembantuan dapat dilaksanakan pada Provinsi, Kabupaten, Kota dan Desa.

Bentuk Negara Indonesia adalah kesatuan,sehingga pembentukan, penggabungan, dan penghapusanpemerintah daerah dilakukan oleh pemerintah pusat. Proses penyelenggaraan Negara kita menggunakan dua nilai. Pertama, Negara unitaris, sehingga Indonesia tidak akn memiliki daerah di dalam lingkungannya yang bersifat seperti Negara. Kedua adalah adanya desentalisasi territorial yang diwujudkan dalam otonomi daerah. Menurut nilai ini,

pemerintah memberikan otonomi kepada masyarakat yang berada dalam wilayah tertentu agar masyarakat yang bersangkutan berkemampuan. Dengan ini masyarakat setempat dapat menyalurkan suara dan menentukan pilihannya dalam pelayanan dan pembangunan daerah.

Dengan kedua nilai tersebut maka asan sentralisasi daan desentralisasi bukan bersifat dikotomis namun bersifat kontinum. Dua nilai dasar inilah yang tercermin dalam UUD 1945. Dengan demikian keberadaan daerah otonom dan pemerintahan daerah di Indonesia sangat kuat. Otonomi di Indonesia merupakan bagian dari system hukum Negara yang berarti hak dan kekuasaan hukum untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri merupakan produk desentralisasi pemerintah.

Dari uraian diatas tersebut jelas bahwa pemerintahan daerah di Indonesia diakui dan dijamin keberadaanya dalam UUD 1945.Penyelenggaraan pemerintahan daerah bersifat kontinum antara asas sentralis dan desentralis.Daerah tetap bagian Negara kesatuan dan tidak bersifat seperti Negara dalam Negara.

Sesuai dengan amanat UUD Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.Pemberian otonom yang lua kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahtraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat.

(8)

membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, praksara, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahtraan.(Fenti, 2009:9)

Sejaln dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi yang nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi dimana tugas wewenang dan kewajiban tersebut dilaksanakan dengan prinsip tanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam rangka mencapai kesejaahtraan masyarakat.

B. Kinerja

1. Pengertian Kinerja

Kinerja berasal dari kata performance .Adapula yang memberikan performance sebagai hasil kerja atu prestasi kerja. Namun,sebenarnya kinerja mempunyai arti yang begitu luas,bukan hanya hasil kerja,tetapi termasuk bagaimana pekerjaan berlangsung (Wibowo,2007:7).Adapun pengertian kinerja menurut Bernardin (2003: 143) yaitu: “Performance is defined as the record of outcomes produced on specified job function or activities during a specified time period”. Dalam hal ini kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh pegawai atau sekelompok pegawai dalam organisasi,sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam upaya pencapaian tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika.(Sinambela , 2006:37) dan (Mangkunegar, 2000:67) menyatakan bahwa peranan kinerja pegawai sangat penting dalam suatu organisasi,hal ini sangat berpengaruh terhadap kinerja organisasi secara keseluruhan.Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Menurut Sudarto (1993:3) terdapat beberapa jenis kinerja,antara lain:

a. Kinerja organisasi: yaitu hasil kerja konkrit yang dapat diukur dari organisasi dan dapat dipengaruhi oleh kinerja proses dan kinerja individu,yang membutuhkan standar kinerja sebagai alat ukur,sehingga ukuran kerja dapat bersifat kuantitatif atau kualitatif dan

selalu mencerminkan potensi organisasi.

(9)

sebagai alat ukur,sehingga ukuran kinerja lebih bersifat kualitatif dan tidak selalu mencerminkan potensi organisasi.

c. Kinerja individu: yaitu hasil kerja konkrit yang dapat diukur dari hasil kerja individu yang membutuhkan standar kerja sebagai alat ukur,sehingga alat ukur bersifat kualitatif dan tidak selalu mencerminkan potensi individu.

Kinerja organisasi pada dasarnya merupakan tanggungjawab setiap individu yang bekerja dalam organisasi.Apabila dalam organisasi setiap individu bekerja dengan baik, berprestasi, bersemangat, dan memberikan konstribusi terbaik mereka terhadap organisasi,

maka kinerja organisasi secara keseluruhan akan baik.Dengan demikian, Kinerja organisasi merupakan cermin dari kinerja individu.Kinerja individu dipengaruhi oleh beberapa faktor,antara lain: pengetahuan, ketrampilan, kemampuan, motivasi dan peran.

Berdasarkan uraian diatas pengukuran kkinerja merupakan faktor yang sangat penting dalam proses peningkatan prestasi kerja pegawai, dan sangat berguna bagi pimpinan maupun stasfpegawai.Disamping itu ,pengukuran kinerja merupakan suatu perwujudan kewajiban suatu instansi/organisasi untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misi sebuah instansi/organisasi dalam mencapai sasaran dan tujuan. Dengan demikian,akan terbentuk suatu alat pengukur yang efektif dan efisien dalam mengukur kualitas dan kuantitas kinerja pegawai.

2. Ukuran Kinerja

Dalam melakukan kegiatan pengukuran kinerja terhadap petugas administrasi tidak selalu pimpinan saja,akan tetapi faktor lain ikut mengukur petugas tersebut, seperti halnya petugas administrasi itu sendiri,rekan kerja dan masyarakat. Untuk mengukur kinerja petugas administrasi dibutuhkan juga tingkat pemahaman yang baik dari tiap-tiap unsur tersebut.Dengan demikian akan tercipta tingkat pengukuran kinerja petugas administrasi yang efektif dan efisien. Sementara itu,klasifikasi ukuran kinerja menurut Wibowo (2007:325) adalah sebagai berikut:

a. Produktivitas, Produktivitas biasanya dinyatakan sebagai hubungan antara input dan output fisik suatu proses.

(10)

c. Ketepatan Waktu, Ketepatan waktu menyangkut presentase pengiriman tepat waktu atau presentase pesanan dikapalkan sesuai dijanjikan.Pada dasarnya,ukuran ketepatan waktu mengukur apakah orang melakukan apa yang dikatakan akan dilakukan

d. Cycle Time, Cycle Time menunjukkan jumlah waktu yang diperlukan untuk maju dari satu titik ketitik lain dalam proses.Pengukuran Cycle Time mengukur berapa lama sesuatu dilakukan.

e. Pemanfaatan Sumber Daya merupakan pengukuran sumber daya yang dipergunakan lawan sumber daya tersebut untuk dipergunakan. Pemanfaatan Sumber Daya dapat

diterapkan untuk mesin,computer,kendaraan dan orang.

f. Biaya,Ukuran biaya terutama berguna apabila dikalkulasi dalam pasar per unit.Namun, banyak perusahaan hanya mempunyai sedikit informasi tentang biaya per unit.Pada umumnya dilakukan kalkulasi biaya secara menyeluruh.

Dari pernyataan diatas,dapat dikatakan bahwa ukuran kinerja seseorang didasarkan atas produktivitas, kualitas, ketepatan waktu, cycle time, pemanfaatan sumber daya, dan biaya.Hasil pekerjaan tersebut sangat berpengaruh terhadap rencana kerja masa datang terutama dalam hal mendapatkan sasaran yang diinginkan oleh individu maupun organisasi/instansi.Oleh sebab itu kinerja akan naik atau turun tergantung dari system penerapan visi dan misinya oleh seorang pimpinan terhadap pegawainya.

Wibowo(2007:320),pengukuran kinerja yang tepat dapat dilakukan dengan cara : memastikan bahwa persyaratan yang diinginkan pelanggan telah terpenuhi; mengusahakan standar kerja untuk menciptakan perbandingan; mengusahakan jarak bagi orang untuk memonitor tingkat kinerja; Menetapkan arti penting masalah kualitas dan menentukan apa yang memerlukan prioritas perhatian; menghindari konsekuensi dari rendahnya kualitas; mempertimbangkan penggunaan sumber daya; dan mengusahakan umpan balik untuk mendapatkan perhatian.

Sedangkan menurut Mahmudi (2005:165) indicator kerja dapat dikategorikan dalam dua jenis,yaitu indicator kinerja makro dan indicator kinerja mikro.Indikator kinerja makro adalah indikator kinerja level tinggi yang bersifat strategic,sedangkan indicator kinerja mikro

merupakan indicator kinerja level unit kerja bersifat operasional.Pihak eksternal lebih berkepentingan dengan indicator kinerja makro untuk menilai kinerja organisasi.Sementara itu, kinerja mikro lebih banyak digunakan oleh internal manajemen untuk pengendalian dan monitoring kinerja.

(11)

kinerjanya.Selain itu juga harus dipersiapkan standar-standar khusus untuk mengsingkronkan tujuan pengukuran kinerja.Dengan demikian akan dihasilkan indicator yang tepat dan terukur dalam mengukur kinerja.Serta, dapat membantuorganisasi dalam mengetui kinerja pegawai yang sedang terjaddi saat ini.Penyebab kinerja itu rendah sebagai akibat dari keterbatasan dana,peralatan dan teknologi,manajemen kurang efektif, kepemimpinan kurang efektif, supervise dan pengawasan tidak efektif ,lingkungan kerja, kebijakan-kebijakan, kompetensi kerja,disiplin dan etos kerja( Simanjutak,2005:173)

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja menurut amhmudi sebagai berikut:

a. Faktor personal/individu, meliputi : pengetahuan, keterampilan, kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh setiap individu.

b. Faktor Kepemimpinan,meliputu : kualitas dalam memberikan dorongan, semangat, arahan, dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader.

c. Faktor Tim, meliputi :kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesame anggota tim, kekompakkan dan keeratan anggota tim.

d. Faktor kontekstual, meliputi : tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal. Berdasarkan uraian diatas, faktor penyebab kinerja rendah sebagai akibat dari kurangnya jiwa kepedulian dari pimpinan terhadap stafnya. Oleh sebab itu, untuk menciptakan kinerja yang lebih baik harus memperhatikan faktor-faktor yang empengaruhi kinerja.Hal ini penting dilakukan oleh pemimpin terhadap stafnya. Faktor tersebut terdiri dari personal, kepemimpinan,tim dan kontekstual .Keempat faktor tersebut memiliki hubungan yang saling mempengaruhi, baik itu pimpinan maupun stafnya.Dari keepat faktor yang paling fundamental yaitu faktor personal, dimana faktor tersebut mengacu pada perbedaan sikap yang dimiliki oelh masing-masing individu.Kondisi ini juga dapat dilihat dari kemampuan, pengetahuan, ketrampilan, kepercayaan diri, motivasi dan komitmen yang dimiliki oleh setiap individu.Jika hal tersebut terealisasi dengan baik, maka fakitor yang lainnya seperti faktor

(12)

dan hal tersebut menyangkut orang dalam berbagai bentuk.Masalahnya kebanyakan adalah pada kesenjangan fundamental pada kinerja orang.

Kesenjangan kinerja sering kali terjadi pada setiap pekerjaan.Hal ini dapat terjadi apabila system pekerjaan yang satu dengan pekerjaan yang lainnya saling tumpang tindih.Kondisi ini dapat terjadi seiring dengan keterbatasan sumber daya manusia. Selain itu juga terkait dengan masalah tugas pokok dan fungsi yang masih tumpang tindih.Dari pernyataan tersebut,dapat diasumsikan bahwa untuk memperbaiki kualitas kinerja yang baik dan terencana,tidak hanya faktor eksternal saja,tetapi faktor internal juga mempunyai

pengaruh yang besar dalam rangka perbaikan kinerja individu atau kelompok.Oleh sebab itu, setiap organisasi dalam melakukan pengukuran kinerja sangat mengacu pada tipe kriteria kinerja yang ada.

Adapun tipe kinerja menurut timple (1992:392-398) terdiri atas lima kriteria:

a. Buruk : Kinerja dibawah harapan dan sasaran minimum, seperti yang diperlihatkan dengan membandingkan hasil-hasil yang dicapai selama masa penilaian dengan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan terlebih dahulu.Upaya serta perbaikan lebiih jauh dalam hasil-hasil kerja karyawan hingga ketingkat yang cukup.

b. Sedang : Karyawan memenuhi sebagian besar harapan kerja minimum yang ditentuakan bagi individu tersebut.Mengambil beberapa tindakan mandiri, tetapi biasanya bergantung pada pengawas bagi pengarahan sehari-hari.

c. Baik : Kinerja memuaskan telah memenuhi persyaratan-persyaratan esensial serta mencapai hasil yang dianggap beralasan dan dapat dicapai oleh seseorang karyawan dengan masa kerja ini, pengalaman serta pelatihan masa lalu kinerja yang dicapai dengan sasaran-sasaran yang telah ditentukan terlebih dahulu umumnya dapat mengantisipasi masalah dan mencari bantuan yang diperlukan untuk mengambil tindakan korektif.

d. Sangat baik : Kinerja diatas normal.Pencapaian serta hasil telah berada diatas harapan untuk seorang karyawan yang cakap dengan masa kerja yang sama, pengalaman serta

pelatihan masa lalu.

4. Tujuan Penilaian Kinerja Sektor Publik

(13)

kinerjanya pun terdapat perbedaan.Menurut mahmudi(2007:14) tujuan dilakukannya penilaian kinerja adalah :

a. Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi b. Menyediakan sarana pembelajaran pegawai

c. Memperbaiki kinerja periode berikutnya

d. Memperbaiki pertimbangan yang sistimatik dalam pembuatan keputusan pemberian reward dan punishment.

e. Memotivasi pegawai

f. Menciptakan akuntabilitas publik

5. Manajemen Kinerja

Menurut Amstrong (2001:162) mengungkapkan bahwa manjemen kinerja dikatakan sebagai:

“a process or set of processes for establishing shared understanding about what is to be achieved, and of managing and developing people in a way which increases the probability that it will be achieved in the short and longer term”

Dari pertanyaan diatas,dapat dikatakan bahwa manajemen kinerja sebagai kegiatan yang menyangkut dengan pola pekerjaan terutama dalam hal mencapai kinerja pegawai yang maksimal.Oleh sebab itu,manajemen kinerja sangat penting dilakukan terutama jika didukung oleh komunikasi dua arah antara individu dalam organisasi.Akan tetapi, dibutuhkan suatu proses untuk mensinergikan antara visi dan misi dalam suatu organisasi maka akan tercapai sasaran kinerja yang baiki dan terencana.

Oleh sebab itu,dengan adanya manajemen kiner ja sangat membantu organisasi/instansi, terutama dalam hal membangun dan mengatur jiwa pemahaman individu/kelompok dengan berprinsip pada prestasi kerja maksimal.Tetapi,hal terssebut tidaklah cukup jika hanya mengandalkan pemahaman saja, dikarenakan setiap individu/kelompok mempunyai tingkat karakteristik yang berbeda-beda, seperti halnya

tingkatan pendidikan, tingkat ketrampilan, tingkat pekerjaan dan imbalan yang diberikan oleh organisasi atu instansi.

(14)

kerja.Hal ini dikarenakan budaya kerja menjadi faktor yang harus diperhatikan oleh organisasi dalam mencapai pemenuhan kerjanya.Akan tetapi, faktor budaya kerja tidak selalau menjadi faktor yang baik untuk mencapai tujuan, sebaliknya menjadi faktor penghambat dalamangka perbaikan kinerja individu dalam organisasi.Dengan demikian, perlu dilakukan perbaikan kinerja secara bertahap dengan cara membandingkan kinerja yang sebelumnya dengan kinerja yang sedang dilakukan saat ini.Jika melihat falsafahnya, manajemen kinerja dikatakan sebagai suatu analisis yang berhubungan dengan aspek-aspek dasar dalam merencanakan tugas-tugas yang diberikan oleh pimpinan kepada

pegawai/stafnya.Oleh sebab itu, akan dihasilkan suatu proses bagaimana mengelola pekerjaan dengan baik dan efisien.Pada akhirnya akan tercapai prestasi kerja yang maksimal bagi individu maupun organisasi/instansi.

Dengan demikian ,keberhasilan suatu organisasi dalam menciptakan kinerja yang baik sangat didukung oleh adanya kontribusi yang positif dari individu.Pada intinya, akan tercipta manajemen kinerja yang baik dalam organisasi/instansi.Namun hal tersebut memerlukan waktu yang cukup panjang dalam merealisasikannya.Selain itu, untuk menciptakan manajemen kinerja yang tepat sasaran, dibutuhkan dukungan sumber daya manusia yang handal dan budaya kerja yang baik.

C. BIROKRASI

1. Pengertian Birokrasi

Selama ini, organisasi birokrasi di kalangan masyarakat dipahami sebagai sebuah organisasi yang melayani masyarakat dengan stereotipe yang negatif antara lain, yaitu proses pengurusan surat atau dokumen lain yang berbelit-belit, tidak ramah, tidak adil, tidak transparan, mempersulit dan memperlama pelayanan, dan sebagainya. Tidak salah masyarakat menggambarkan birokrasi dengan hal-hal seperti itu karena memang pengalaman-pengalaman yang tidak mengenakkan yang dialami secara langsung oleh masyarakat seperti itu, misalnya saat pembuatan KTP, akte kelahiran, mengurus sertifikat tanah, membuat paspor, memungut retribusi, dan sebagainya. Untuk mengeliminasi

pemikiran yang demikian, marilah kita sejenak mencerna pendapat para ahli mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan birokrasi.

(15)

riil dirasakan semua orang (Nasir dalam Hariandja, 1999,) namun tidak selamanya pakar sependapat.Larson dalam Harianja (1999) misalkan, Misalnya Larson dalam Harianja (1999) menganggap negara merupakan sebuah konsep eksklusif yang meliputi semua aspek pembuatan kebijakan negara dan pelaksanaan sanksi hukum , sementara birokrasi (pemerintahan) hanya sekedar agen yang menjalankan kebijakan negara dalam sebuah masyarakat politik.

Sejauh ini, birokrasi menunjuk pada empat pengertian. Pertama, menunjuk pada kelompok pranata atau lembaga tertentu . Pengertian ini menyamakan birokrasi dengan biro. Kedua, menunjuk pada metode khusus untuk pengalokasian sumber daya dalam suatu organisasi yang besar. Ketiga menunjuk “kebiroan” atau mutu yang membedakan antara biro-biro dengan jenis-jenis organisasi yang lain. Keempat, sebagai kelompok orang, yakni orang-orang digaji yang berfungsi dalam pemerintahan (Downs dalam Harianja, 1999). Sementara Evers dalam Zauhar (1996) mengklasifikasikan birokrasi ke dalam tiga kategori, yaitu :

1. Birokrasi diupandang sebagai rasionalisme prosedur pemerintahan dan aparat administrasi publik.

2. Birokrasi dipandang sebagai bentuk organisasi yang membengkak dan jumlah pegawai yang besar.

3. Birokrasi dipandang sebagai perluasan kekuasaan pemerintah dalam maksud mengontrol masyarakat. Oleh Evers disebut Orwelisasi.

Adapun definisi menurut Hegel, birokrasi adalah sebagai mediating agent, penjembatanan antara kepentingan-kepentingan masyarakat dengan kepentingan pemerintah. Dan melihat fungsi birokrasi sebagai penghubung antara Negara dengan civil society.Negara mengejewantahkan kepentingan umum, sedangkan civil society mempresentasikan kepentingan khusus yang ada didalam masyarakat.Karena tugasnya sebagai alat pemerintah ini maka birokrasi justru harus mempunyai kemandirian. Dalam kehidupan bermasyarakat, menurut Hegel, setiap individu ataupun kelompok memiliki kepentingan subjektif

sendiri-sendiri yang berusaha untuk diperjuangkan. Agar tidak terjadi benturan dalam memperjuangkan kepentingan-kepentingan tersebut maka diperlukan institusi yang mampu

mengatasi kepentingan-kepentingan subyektif tersebut.Institusi inilah yang dikenal sebagai Negara.

(16)

dominan dan berfungsi sebagai instrument politik melakukan eksploitasi dan penindasan terhadap kelas lemah (kaum proletar).(Suryadi,2012) Weber sendiri memposisikan birokrasi sebagai lembaga lembaga yang netral yang berfungsi sebagai pelaksana kekuasaan politik Negara.Pemikiran weber ini sekaligus penegasan terhadap dikotomi politik dengan administrasi publik. Tugas birokrasi adalah melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan oleh politisi, karena itu pejabat birokrasi dipandang sebagai pejabat karir dan professional.

Sejalan dengan pandangan weber, Wilson menempatkan pula birokrasi sebagai lembaga yang netral. Bahkan model Wilson memiliki banyak kesamaan dengan model birokrasi Weber. Diantara kesamaan-kesamaan tersebut yaitu: 1. Mempercayai rasionalitas

manusia, 2. Fokus pada sisi internal organisasi, 3. Kewenangan administratif harus berdasarkan kewenangan legal, 4. Perilaku birokrat dapat diperhitungkan, 5. Administrasi merupakan bidang karir dan tidak bertanggung jawab terhadap konsekuensi dari kebijakan yang dilaksanakan, 6. Penekanan pada efisiensi, 7. Pemisahan antara politik dan administrasi, 8. Administrasi tidak memihak (Simmons dan Dvorin, 1977).Meski demikian terdapat perbedaan yang cukup mendasar dari kedua model tersebut.Seperti model birokrasi Weber tidak perduli dengan nilai demokrasi,sedangkan model Wilson mengunggulkan nilai-nilai demokrasi untuk mengarahkan atau mewarnai birokrasi. Hal tersebut telah menempatkan model birokrasi Wilson tetap relevan dan bahkan semakin mendapat tempat, apalagi dengan semakin derasnya arus tuntutan untuk menerapkan pendekatan good governance dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang sangat menekankan nilai-nili demokrasi. Dalam konteks pelayanan publik, keseluruhan nilai yang diusung oleh masing-masing pendekatan tersebut harus mampu diupayakan secara bersama-sama (Islamy, 2006).Untuk menjamin terakomodasinya nilai-nilai demokrasi, menurut Jefferson, administrasi yang baik adalah system administrasi yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Administrasi yang sederhana 2. Administrasi yang selaras

3. Administrasi yang memberikan fasilitas untuk terjadinya perubahan

4. Administrasi yang bercorak desentralis

5. Administrasi yang bertanggung jawab (Darwin, 1993)

(17)

terhadap tekanan politik, reponsif terhadap berbagai perubahan, menjunjung tinggi etika dan berpihak kepada masyarakat.

Kaitannya dengan hal tersebut diatas yang samat penting dilakukan dalam membangun system birokrasi, tetapi sulit dilakukan adalah pembaharuan pada sisi nilai-nilai yang membentuk manusia birokrat. Internalisasi nilai-nilai yang disebut sebagai introjection, merupakan kunci terhadap peningkatan kinerja birokrasi. Terutama yang perlu menjadi perhatian adalah memperbaiki sikap birokrasi dalam hubungan dengan masyarakatnya. Di dalamnya terkandung berbagai unsur, antara lain sebagai berikut :

1. Birokrasi harus membangun partisipasi masyarakat.

2. Birokrasi hendaknya tidak berorientasi kepada yang kuat, tetapi harus lebih kepada yang lemah dan kurang berdaya.

3. Peran birokrasi harus bergeser dari mengendalikan menjadi mengarahkan dan dari memberi menjadi memberdayakan.

4. Mengembangkan keterbukaan dan bertanggungjawab.

D. Good Governance

1. Pengertian Good Governance

Istilah Good Governace menurut versi awal Bank Dunia tahun 1989 yaitu manajemen pembangunan yang good/sound (sempurna) atau “sound development managemen”.Kemudian dalam laporan Bank Dunia tahun 1992 disebutkan : “good governance is less Government and better Government”.Less Government bahwa cakupan kewenangan pemerintah (Negara) perlu dikurangi. Sedangkan better Government artinya, pemerintah yang sudah ramping perlu lebih efektif dalam manajemen pembangunan.Dalam versi ini,good governance icon bagi liberalisasi yang fokus pada pembangunan ekonomi,tidak percaya pada Negara, pro globalisasi, dan pada pembangunan ekonomi,tidak percaya pada Negara,pro globalisasi dan pro pasar (peter,2002)

Secara umum,good governance atau kepemerintahan yang baik dapat

diartikan,yaitu: dijalankan dengan baik (good)ketiga domain yang ada dalam good governance atau kepemerintahan.Ketiga domain domain governance itu adalah Negara,sektor swasta dan masyarakat (Indradi,2006:10)

(18)

kamampuan rakyat dalam pencapaian tujuan (nasional) kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan ssosial.Kedua, aspek-aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

Oleh karena itu,berdasarkan pengertian ini,kepemerintahan yang baik berorientasi pada dua hal,yaitu: Pertama, orientasi ideal Negara,yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional.Hal ini mengacu pada pada demontrasi dalam kehidupan bernegara dengan elemen-elemen konstituen atau pemilihnya, seperti: legitimasi, akuntabilitas, adanya otonomi dan devolusi kekuasaan kepada daerah,serta adanya jaminan

berjalannya mekanisme control oleh masyarakat. Kedua, pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif dan efisien melakukan upaya pencapaian tujuan nasional.Hal ini sangat tergantung pada sejauh mana pemerintah mempunyai kompetensi, dan sejauh mana struktur serta mekanisme politik dan administrasi berfungsi secara efektif dan efisien.

Dalam publikasi yang diterbitkan oleh secretariat partnership for Governance Reform, disebutkan bahwa kepemerintahan yang baikitu adalah suatu kesepakatan menyangkut pengaturan Negara yang diciptakan bersama oleh pemerintah, masyarakat madani, dan sektor swasta.Karena itu untuk terwujudnya kepemerintahan yang baik, diperlukan dialog antara pelaku-pelaku penting dalam Negara, agar semua pihak merasa memiliki tata pengaturan tersebut. Tanpa kesepakatan yang dilahirkan dari dialog ini ,kesejahtraan tidak akn tercapai karena aspirasi politik maupun ekonomi rakyat tersumbat.(Indradi,2006:11)

Sedangkan definisi Good Governance menurut UNDP dalam dokumen kebijakan yang berjudul Governance for Sustainable Human Development, governace sebagai kepemerintahan adalah pelaksanaan kewenangan atau kekuasaan dibidang ekonomi, politik, dan administrative untuk mengelola berbagai urusan Negara pada setiap tingkatannya dan merupakan instrument kebijakan Negara untuk mendorong terciptanya kondisi kesejahtraan integritas dan kohesivitas social dalam masyarakat.”( Sedarmayanti,2003:34)

UNDP dalam sinambela (2006:48), para stakeholder yang berperan sebagai pelaku Good

Governance yaitu:

b. Negara atau pemerintahan (government)

1) Menciptakan kondisi politik, ekonomi, social yang stabil. 2) Membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan

(19)

4) Menegakkan HAM

5) Melindungi lingkungan hidup

6) Mengurus standar kesehatan dan standar keselamatan publik c. Sektor Swasta

1) Menjalankan industri 2) Menciptakan lapangan kerja

3) Menyediakan insentif bagi pegawai 4) Meningkatkan standar hidup masyarakat

5) Memelihara lingkungan hidup 6) Menaati peraturan

7) Transfer ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat 8) Menyediakan kredit bagi pengembangan UKM

d. Masyarakat Madani

1) Menjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi. 2) Mempengaruhi kebijakan publik

3) Sebagi sarana check dan balance pemerintah

4) Mengawasi penyalahgunaan kewenangan social pemerintah 5) Mengembangkan SDM

6) Sarana berkomunikasi antar anggota masyarakat.

Salah satu ukuran tata kepemerintahan yang baik adalah tercapainya suatu pengaturan yang dapat diterima sektor publik, sektor swasta dan masyarakat madani adalah:

a. Pengaturan didalam sektor publik,antara lain menyangkut keseimbangan kekuasaan antara badan eksekutif serta yudikatif.Pembagian kekuasaan ini juga berlaku antara pemerintah pusat dan daerah.

b. Sektor swasta mengelola pasar berdasarkan kesepakatan bersama, termasuk mengatur perusahaan dalam negeri besar maupun kecil, perusahaan multi nasional koperasi,dsb. c. Mayarakat madani mencapai kesepakatan bersama guna mengatur kelompok-kelompok

yang berbeda seperti kelompok agama,dll. 2. Karakteristik Good Governance

(20)

a. Praktek Good Governance harus memberi ruang kepada actor lembaga non pemerintah untuk berperan serta secara optimal dalam kegiatan pemerintahan sehingga memungkinkan adanya sinergi diantara actor dan lembaga pemerintah seperti masyarakat sipil dan mekanisme.pat lebih efektif bekerja untuk mewujudkan kesejahtraan bersama.

b. Dalam praktek Good Governance terkandung nilai-nilai yang membuat pemerintah dapat lebih efektif bekerja untuk mewujudkan kesejahtraan bersama. Nilai-nilai seperti efisiensi, keadilan, dan daya tanggap menjadi nilai yang penting.

c. Praktek Good Governance adalah praktek pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktek KKN serta berorientasi pada kepentingan publik.Karena itu praktek pemerintahan dinilai baik jika mampu mewujudkan tranparansi, penegak hukum, dan akuntabilitas publik.(Dwiyanto,2008:18)

Menurut UNDP dari sisi proses good governace memiliki beberapa karakteristik, yaitu : a. Partisipatif ; b.Berorientasi pada konsesus; c.Transparan; d.Akuntabel; e.Bersih; f.Efektif dan Efisien; g.Reponsif dan; h.Mengembangkan kepastian hukum.

Berkaitan dengan hal tersebut UNDP mengajukan Sembilan unsur Good Governance,yaitu:

a. Participation, keterlibatan masyarakat dalam pembuatan kebijakan, baik secara

langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya.

b. Rule of law, kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu.

c. Transparency, adanya keterbukaan yang dibangun diatas dasar kebebasan memperoleh

informasi.Informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik secara langsung dapat diperoleh oleh mereka yang membutuhkan secara tepat waktu.

d. Reponsiveness, lembaga-lembaga publik harus cepat dan tanggap dalam melayani

stakeholder

e. Consesus orientation, berorientasi pada kepentingan masyarakat yang lebih luas.

f. Equity, setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh

kesejahtraan dan keadilan.

g. Efficency and effectiveness, pengelolaan sumber daya publik dilakukan secara berdaya

guna dan berhasil guna.

(21)

i. Strategi Vision, penyelenggaraan pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi yang jauh kedepan.

3. Unsur Utama Good Governance

Ganie Rochman (2000) mengemukakan bahwa Good Governance memiliki empat unsur utama, yaitu:

a. Akuntabilitas, Dalam kamus Oxford (1995) menyelenggarakan perhitungan terhadap sumber daya atau kewenagan yang digunakan.

b. Transparansi, adanya keterbukaan yang dibangun diatas dasar kebebasan memperoleh

informasi.Informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik secara langsung dapat diperoleh oleh mereka yang membutuhkan secara tepat waktu.

c. Keterbukaan, terbukanya kesempatan bagi rakyat untuk mengajukan tanggapan dan kritik terhadap pemerintah yang dinilai tidak transparan.

d. Kerangka Hukum, adanya jaminan kepastian hukum dan rasa keadilanmasyarakat terhadap kebijakan publik yang dibuat dan dilaksanakan.

4. Prinsip-prinsip Good Governance

Ada 13 prinsip atau asas umum pemerintahan yang baik yang dikemukakan oleh “Komisi De Monchy”.Prinsip atau asas tersebut, menurut Paul Scholten merupakan norma dan sebagai pedoman bagi para pejabatdalam membentuk hukum. Sedangkan konijnenbelt menyatakan bahwa prinsip-prinsip tersebut mempunyai arti penting bagi penentuan arah pada waktu, melaksanakan pemerintahan dan dalam menerbitkan keputusan pemerintah.Adapun ke-13 prinsip tersebut :

a. Prinsip Kepastian Hukum, menghendaki dihormatinya hak yang telah diperoleh seseorang berdasarkan suatu keputusan badan atau pejabat administrasi Negara.

b. Prinsip Keseimbangan, menghendaki adanya keseimbangan antara hukuman jabatan dengan kelalaian atau kealpaan seseorang pegawai.

c. Prinsip Kesamaan, menghendaki agar badan pemerintah atau administrasi dalam menghadapi kasus atau fakta yang sama, alat administrasi Negara dapat mengambil tindakan yang sama,tidak bertentangan.

d. Prinsip bertindak Cermat, agar administrasi Negara senantiasa berindak secara hati-hati agar tidak menimbulkan kerugian bagi warga masyarakat.

(22)

f. Prinsip tidak mencampuradukkan kewenangan, menghendaki agar badan-badan pemerintahan yang mempunyai kewenangan untuk mengambil suatu keputusan menurut hukum,tidak dapat menggunakan kewenangan itu untuk tujuan lain, selain dari tujuan yang telah ditetapkan untuk wewenang tersebut.

g. Prinsip permainan yang layak, menghendaki agar badan dan pejabat administrasi dapat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada warganegara untuk mencari kebenaran dan keadilan.

h. Prinsip keadilan atu kewajaran, suatu tindakan yang sewenang-wenang atau tidak

menggunakan akal sehat adalah terlarang.

i. Prinsip menanggapi pengharapan yang wajar, menghendaki agar pemerintah dapat menimbulkan harapan yang wajar bagi yang berkepentingan.

j. Prinsip meniadakan akibat suatu keputusan batal, jika terjadi pembatalan atas suatu keputusan akibat dari keputusan harus dihilangkan.

k. Prinsip perlindungan atas pandangan hidup pribadi, agar setiap pegawai negeri diberikan kebebasan atau hak untuk mengatur kehidupan pribadinya sesuai dengan pandangan hidup yang dianut.

l. Prinsip kebijaksanaan, agar dalam melaksanakan tugasnya, pemerintah diberikan kebebasan untuk melaksanakan kebijaksanaan tanpa menunggu instruksi.

m. Prinsip penyelenggaraan kepentingan umum, agar dalam penyelenggaraan tugas kepemerintahan, pemerintah selalu mengutamakan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi.

5. Penerapan Prinsip-prinsip Good Governance

Sebagai perwujudan konkrit dari implementasi ciri utama good governance adalah sebagai berikut :

a. Pemerintah administrasi publik diharapkan dapat berfungsi dengan baik dan tidak memboroskan uang rakyat yang terkumpul melalui sistem perpajakan.

b. Pemerintahan dapat menjalankan fungsinya berdasarkan norma-norma standar etika

dan moralitas pemerintahan yang berkeadilan.

c. Aparatur Negara mampu menghormati legitimasi konvensi konstitusional yang mencerminkan kedaulatan rakyat.

(23)

Dari uraian diatas, maka dalam dalam penerapan prinsip-prinsip good governance,pemerintah harus memiliki perilaku bertanggungjawab, sekaligus menciptakan mekanisme akuntabilitas maupun struktur kelembagaan bagi berkembangnya partisipasi masyarakat(Nisjar, 1997). Melaui penerapan prinsip-prinsip good governance, pemberdayaan kapasitas local dapat diwujudkan.

5. Mengukur Good Governance

Sejumlah institusi berusaha mengukur kepemerintahan,khususnya kepemerintahan yang baik.Diantara karakteristik penyelenggaraan yang baik adalah sebagai berikut (UNDP,1997)

a. Good Governance tahan lama.Hasil yang dicapai akan mampu bertahan dari perubahan

politik dan administrasi.

b. Good Governance sah dan dapat diterima masyarakat.

c. Good Governance itu transparan.Apapun yang terjadi dimesin penyelenggaraan, yang mencangkup proses pembuatan-keputusan diketahui semua pihak.

d. Good Governance bertanggungjawab atas keputusan yang diambil.

e. Good Governance mendukung persamaan dan keadilan.

f. Good Governance menghargai penggunaansumberdaya yang efektif dan efisien.

g. Good Governance mendukung keseimbangan gender

h. Good Governance mentolerir dan menerima berbagai prespektif.

i. Good Governance memperkuat mekanisme internal

j. Good Governance sangat membantu dan mendukung

(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian tentunya mengharapkan tercapainya tujuan yang tepat dan akurat.Oleh karena itu ,maka diperlukan suatu metode yang sitematis dengan prosedur yang harus dilalui agar mencapai tujuan yang diinginkan.”Penelitian yang baik adalah suatu penelitian yang menghasilkan kesimpulan melalui procedure yang sistematis dengan menggunakan pembuktian yang meyakinkan”.(Suparmoko,1984:1)

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif.Narbuko dan Achmadi mengungkapkan, penelitian ini bertujuan untuk membuat pencandraan secara sistematis, factual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.Menurut Arikunto (2002:309) yang dimaksud dengan penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada yaitu keadaan gejala yang menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan.Menurut Sumadi Suryabrata (2008:106) penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap obyek yang diteliti.Ruang lingkup studi kasus dapat mencangkup segmen bagian tertentu atau keseluruhan siklus kehidupan dari individu, kelompok baik dengan penekanan terhadap faktor-faktor tertentu ataupun seluruh faktor dan fenomena.

E. Fokus Penelitian

Fokus penelitian pada dasarnya merupakan penetapan masalah yang menjadi pusat perhatian penelitiaan.Dengan adanya penetapan fokus penelitian, maka dapat dilakukan pembatasan terhadap fenomena atau permasalahan yang sedang terjadi agar penelitian yang dilakukan dapat terarah, tidak meluas dan lebih terkonsentrasi serta untuk mendaptkan informasi yang relevan dengan permasalahan atau relevan dengan obyek yang sedang diteliti.

Penentuan fokus suatu penelitian kualitatif memiliki dua tujuan, yaitu: penetapan fokus

pertama, batas menentukan kenyataan jamak yang kemudian mempertajamfokus.Kedua, penetapan fokus dapat lebih dekat dihubungkan oleh instansi antara peneliti dan focus

(Meleong, 2006:13)

(25)

1. Kinerja birokrasi pemerintah Kabupaten Sumenep

2. Sesuai tidaknya Kinerja birokrasi pemerintah Kabupaten Sumenep dengan prespektif good governace

3. Faktor pendukung dan kendala Kinerja Birokrasi pemerintah dalam prespektif Good Governance

F. Lokasi dan Situs Penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat dimana peneliti akan melakukan sebuah penelitian untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan berkaitan dengan permasalahan yang

telah ditetapkan.Dalam penelitian ini, peneliti mengambil lokasi di Kabupaten Sumenep sebagai salah satu unit birokrasi pemerintah Kabupaten secara fungsional bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pemerintahan.

Situs Penelitian adalah tempat dimana peneliti menangkap keadaan yang sebenarnya dari objek yang diteliti untuk dapat memperoleh data yang valid daan akurat.Disini yang menjadi situs penelitiaan adalah:

1. Kantor Pemerintahan Kabupaten Sumenep 2. Masyarakat umum

G. Jenis Sumber Data

Sumber data merupakan tempat dimana ditemukan data dan informasi-informasi penting yang dapat menunjang penelitian(Khoiri,dkk:2012) .Menurut Loflant dan Loflant (Meleong, 2002:112). Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.

Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dengan melakukan pengamatan atau data yang diperoleh langsung dari informan ataupun wawancara dengan narasumber yang digunakan dalam melakukan analisis penelitian.

Dalam data ini,data primer diperoleh:

(26)

2. Data Sekunder

Data Sekunder adalah fakta yang secara tidak langsung diperoleh melalui dokumen, laporan, arsip, literature, internet dan hasil penelitian lain yang terkait dengan masalah yang diteliti.

H. Teknik pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah teknik atau cara yang digunakan peneliti dalam menccari dan memperoleh data.Dalam Pengumpulan data penelitian,peneliti menggunakan

teknik-teknik sebagai berikut :

1. Wawancara

Teknik ini digunakan peneliti dalam menggali data adalah wawancara yang sifatnya terstuktur dan dilakukan secara terarah dengan berpedoman pada pedoman interview yang telah dipersiapkan.

2. Observasi

Dalam teknikpengumpulan data ini peneliti juga melakukan observasi,yaitu pengamatan dan pencatatan secara langsung terhadap obyek peneliti guna memperoleh data yang actual.

3. Dokumentasi

Merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti dengan cara mencatat dan memanfaatkan data yang ada pada instansi yang terkait dengan penelitian berupa dokumen-dokumen resmi mengenai penyelenggaraan kinerja birokrasi oleh pemerintah daerah di Kabupaten Sumenep.(Amara,2013:67)

I. Instrumen Penelitian

Yang dimaksud dengan instrument penelitian adalah alat yang digunakan untuk memperoleh atau mengumpulkan data dalam rangka memecahkan masalah dan mencapai tujuan penelitian. Dalam penelitian ini instrument atau alat yang digunakan adalah:

(27)

Meleong (2006:9)menjelaskan bahwa peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama.Hal ini sesuai dengan metode penelitian yang digunakan, yaitu penelitian kualitatif,dan dimana pengumpulan data lebih tergantung pada peneliti sendiri. Peneliti sebagai instrument utama dengan menggunakan panca indera untuk menyaksikan dan mengamati obyek atau fenomena dalam penelitian ini.

2. Pedoman wawancara

Dalam melakukan wawancara,peneliti harus menggunakan pedoman wawancara untuk mengarahkan penelitian dalam rangka mencari data yang diinginkan. Pedoman wawancara

yaitu serangkaian pertanyaan yang akan ditanyakan pada responden yang aman hal ini digunakan sebagai petunjuk saat melakukan wawancara.

3. Catatan Lapangan

Catatan ini merupakan hasil dari penelitian yang didengar, dilihat dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan refleksi data dalam penelitian kualitatif.

J. Analisis Data

Menurut Bogdan dan Biklen (Meleong, 2006:248) analisis data dalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada oranng lain..Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kualitatif.Metode analisis kualitatif yang digunakan dalam suatu penelitian untuk memperoleh gambaran secara kualitatif dan akan menghasilkan data secara deskriptif melalui uraian.Dalam penelitian ini digunakan analisis data model interaktif (Miles dan Huberman)

1. Reduksi data

Data lapangan dituangkan dalam uraian atau laporan yang lengkap dan terinci.Laporan lapangan akan direduksi ,dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok ,difokuskan pada hal-hal yang penting kemudian dicari tema atau polanya. Reduksi data berlangsung secara terus

(28)

2. Penyajian Data

Dimaksudkan untuk memudahkan bagi peneliti guna melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari peneliti. Oleh karena itu , dalam peneliti menyajikan data dalam bentuk uraian yang naratif.

3. Penarikan kesimpulan atau verivikasi

Peneliti berusaha untuk menggambarkan dari data yang dikumpulkan yang dituangkan

(29)

Daftar Pustaka

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineke Cipta

Meleong,J. Lexy.2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bndung : PT Remaja Rosdakary

Sedarmayanti. 2003.Good Governance “Upaya Membangun Organisasi Efektif dan Efisisen Melalui Restrukturasi dan Pemberdayan”. Bandung : CV Mandar Maju

Indradi,Sjamsiar,Sjamsuddin.2006.Kepemerintahan daan Kemitraan. Malang : Yayasan Pembangunan Nasional.

Bernardin, H. John, & Miles, M.B.2009. Analisis Data Kualitatif (terjemahan). Jakarta : UI-PRES

Mahmudi.2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta : Unit Penerbit dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN.

Suryadi. 2012. Respon Birokrasi dalam Menanggapi Keluhan Publik.

Amara,A. 2013.”Penerapan Konsep Triple Bottom Line dalam Program Kemitraan dan Bina Lingkungan sebagai bentuk Corporate Social Responsibility. Malang : Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya

Wibowo.2007.Manajemen Kinerja.(Ed.1).Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Mahsun,M.2009.Pengukuran Kinerja Sektor Publik.Yogyakarta : BPFE

Selviana,N.2011.Kinerja Pelayanan Jamkesmas di RSU DR SAIFUL ANWAR MALANG. Skripsi tidak dipublikasikan. Malang: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya

Simmons, Robert H & Dvorin, Eugene P. 1997. Public Administrasion: Value, Policy and Change, Washington D.C.: Alferd Publishing Co. Inc.

Abdullah,Syukur. 1991. Budaya Birokrasi di Indonesia, Editor: Alfian dan Nazaruddin Syamsuddin, Jakarta : Pustaka Utama Grafiti.

(30)

Zauhar,Soesilo. 1996. Administrasi Publik, Cetakan Pertama. Malng : Penerbit IKIP

Denhardt, J.V.& Denhardt, R.B. 2003. The New Public Service : Serving, not Steering, New York : M.E. Sharpe

Fenti, R, H. 2009. “Kinerja SAMSAT dalam Pelayanan Publik”. Skripsi Tidak dipublikasikan. Malang : Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya

Referensi

Dokumen terkait

Pelaksanaan praktek Quality Control dilakukan untuk mengetahui proses pembuatan dan mengevaluasi proses pembuatan Manisan Rambutan “CERAKUR” dari bahan baku, proses

pengamatan sensorik dengan menggunakan uji hedonik. Pengamatan sensori adalah penilaian terhadap warna, aroma, rasa, tekstur dan kesukaan keseluruhan yang dilakukan

Dalam hal CV Santap Siang memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 (satu) tahun pajak yang dikenai PPh Final

[r]

[r]

Proses otonomi daerah telah berjalan cukup lama di Indonesia, namun masih terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaannya, diantaranya adalah sumber pendapatan daerah

4) Partisipan mengungkapkan proses berpikir mereka. Sementara kegiatan diskusi berlangsung, pendidik dapat mengukur tingkat pemahaman peserta didik. Dengan demikian, pendidik

Setelah proses pembelajaran siklus I dan siklus II dengan menerapkan model pembelajaran PjBL pada materi kingdom Animalia untuk meningkatkan hasil belajar peserta