• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah K3 Keamanan Kesehatan dan Kesala (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah K3 Keamanan Kesehatan dan Kesala (1)"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah K3 (Keamanan Kesehatan dan

Kesalamatan Kerja)

Nama :Rosihan Umar

NIM :2015-11-146

Kelas :B

SEKOLAH TINGGI TEKNIK – PLN

JAKARTA BARAT

(2)

I.Pendahuluan

Keselamatan dan kesehatan kerja ialah suatu pemikiran dan usaha untuk menanggung keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani ataupun rohani. Dengan keselamatan dan kesehatan kerja maka beberapa pihak diinginkan dapat melakukan pekerjaan dengan aman dan nyaman. Pekerjaan disebutkan aman bila apa pun yang dilakukan oleh pekerja itu, kemungkinan yang mungkin nampak dapat dijauhi. Pekerjaan disebutkan nyaman bila beberapa pekerja yang berkaitan dapat melakukan pekerjaan dengan merasa nyaman dan kerasan, hingga tidak mudah lelah.

Keselamatan dan kesehatan kerja adalah salah satu segi perlindungan tenaga kerja yang ditata dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Dengan mengaplikasikan tehnologi ingindalian keselamatan dan kesehatan kerja, diinginkan tenaga kerja akan meraih ketahanan fisik, daya kerja, dan tingkat kesehatan yang tinggi. Selain itu keselamatan dan kesehatan kerja dapat diinginkan untuk membuat kenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang tinggi. Jadi, unsur yang ada pada kesehatan dan keselamatan kerja tidak terpaku pada aspek fisik, namun juga mental, emosional dan psikologi.

(3)
(4)

II.K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)

K3 adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapan guna mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja. Menurut America Society of safety and Engineering (ASSE), K3 diartikan sebagai bidang kegiatan yang ditujukan untuk mencegah semua jenis kecelakaan yang ada kaitannya dengan lingkungan dan situasi kerja. Secara umum keselamatan kerja dapat dikatakan sebagai ilmu dan penerapannya yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungan kerja serta cara melakukan pekerjaan guna menjamin keselamatan tenaga kerja dan aset perusahaan agar terhindar dari kecelakaan dan kerugian lainnya. Keselamatan kerja juga meliputi penyediaan APD, perawatan mesin dan pengaturan jam kerja yang manusiawi.

Dalam K3 juga dikenal istilah Kesehatan Kerja, yaitu : suatu ilmu yang penerapannya untuk meningkatkan kulitas hidup tenaga kerja melalui peningkatan kesehatan, pencegahan Penyakit Akibat Kerja meliputi pemeriksaan kesehatan, pengobatan dan pemberian makan dan minum bergizi. Istilah lainnya adalah Ergonomy yang merupakan keilmuan dan aplikasinya dalam hal sistem dan desain kerja, keserasian manusia dan pekerjaannya, pencegahan kelelahan guna tercapainya pelakasanaan pekerjaan secara baik. Dalam pelaksanaannya K3 adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat dan bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan dan PAK yang pada akhirnya dapat meningkatkan sistem dan produktifitas kerja.

Dan juga terdapat penjalasan K3 dari beberapa ahli yaitu:

(5)

kesempurnaan baik jasmaniah ataupun rohaniah tenaga kerja pada terutama, dan manusia biasanya, hasil karya dan budaya untuk menuju orang-orang adil dan makmur.

2. Menurut Suma’mur (1981 : 2), keselamatan kerja adalah rangkaian usaha untuk membuat suasana kerja yang aman dan tentram untuk beberapa karyawan yang bekerja di perusahaan yang berkaitan. 3. Menurut Simanjuntak (1994), keselamatan kerja yaitu keadaan

keselamatan yang bebas dari kemungkinan kecelakaan dan rusaknya di mana kita bekerja yang meliputi mengenai keadaan bangunan, keadaan mesin, perlengkapan keselamatan, dan keadaan pekerja.

4. Mathis dan Jackson, menyebutkan kalau keselamatan yaitu mengacu pada perlindungan pada kesejahteraan fisik seorang pada cidera yang berkaitan dengan pekerjaan. Kesehatan yaitu mengacu pada keadaan umum fisik, mental dan kestabilan emosi pada umumnya.

5. Menurut Ridley, John (1983), mengartikan kesehatan dan keselamatan kerja yaitu suatu keadaan dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik itu untuk pekerjaannya, perusahaan ataupun untuk orang-orang dan sekitar lingkungan pabrik atau tempat kerja itu. 6. Jackson, menerangkan kalau kesehatan dan keselamatan kerja

tunjukkan pada beberapa keadaan fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang disebabkan oleh lingkungan kerja yang disiapkan oleh perusahaan.

(6)

8. Dilihat dari pojok keilmuan, kesehatan dan keselamatan kerja yaitu ilmu dan pengetahuan dan aplikasinya dalam usaha menghindar peluang terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja ditempat kerja. (Lalu Husni, 2003 : 138).

Setelah lihat beragam pengertian diatas, pada dasarnya dapat ditarik kesimpulan kalau kesehatan dan keselamatan kerja yaitu suatu usaha dan usaha untuk membuat perindungan dan keamanan dari kemungkinan kecelakaan dan bahaya baik fisik, mental ataupun emosional pada pekerja, perusahaan, orang-orang dan lingkungan. Jadi bicara tentang kesehatan dan keselamatan kerja tidak terus-terusan mengulas permasalahan keamanan fisik dari beberapa pekerja, namun menyangkut beragam unsur dan pihak.

Secara teoritis istilah-istilah bahaya yang sering ditemui dalam lingkungan kerja meliputi beberapa hal sebagai berikut :

HAZARD (Sumber Bahaya), Suatu keadaan yang memungkinkan / dapat menimbulkan kecelakaan, penyakit, kerusakan atau menghambat kemampuan pekerja yang ada

DANGER (Tingkat Bahaya), Peluang bahaya sudah tampak (kondisi bahaya sudah ada tetapi dapat dicegah dengan berbagai tindakan prventif.

RISK, prediksi tingkat keparahan bila terjadi bahaya dalam siklus tertentu

INCIDENT, Munculnya kejadian yang bahaya (kejadian yang tidak diinginkan, yang dapat/telah mengadakan kontak dengan sumber energi yang melebihi ambang batas badan/struktur

ACCIDENT, Kejadian bahaya yang disertai adanya korban dan atau kerugian (manusia/benda)

(7)

Aturan berkaitan dengan keselamatan dan kesehtan kerja

Di terapkan untuk melindungi tenaga kerja

Resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja

Sasaran dari K3 adalah :

Menjamin keselamatan operator dan orang lain

Menjamin penggunaan peralatan aman dioperasikan

menjamin proses produksi aman dan lancar

Tapi dalam pelaksaannya banyak ditemui habatan dalam penerapan K3 dalam dunia pekerja, hal ini terjadi karena beberapa faktor yaitu :

Dari sisi masyarakat pekerja

Tuntutan pekerja masih pada kebutuhan dasar (upah dan tunjangan kesehatan/kesejahtraan)

K3 belum menjadi tuntutan pekerja

Dari sisi pengusaha

Pengusaha lebih menekankan penghematan biaya produksi dan meningkatkan efisiensi untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. dan K3 dipandang sebagai beban dalam hal biaya operasional tambahan

(8)

penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang.

Menurut Sumakmur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/gangguan –gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum.Keselamatan kerja sama dengan Hygiene Perusahaan.

Secara garis besar, Kecelakaan Kerja disebabkan oleh dua faktor. Faktor tersebut dikelompokan berdasarkan cara perlakuannya. Kedua faktor tersebut yaitu:

1. Unsafe Condition (Kondisi Tidak Aman)

Dengan kondisi kerja yang tidak aman dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Biasanya penyebab kondisi tidak aman ini dapat berasal dari keadaan mesin, perlatan, dan/atau bahan baku yang tidak sesuai semestinya, lingkungan kerja yang tidak diperhatikan oleh pekerja, proses kerja yang tidak sesuai dengan aturan, dan/atau sifat kerja yang tidak bertanggung jawab dan disiplin.

2. Unsafe Action (Perlakuan yang Tidak Aman)

(9)

Banyak sekali teori-teori yang membicarakan tentang penyebab kecelakaan kerja ini. Diambil beberapa teori penyebab kecelakaan kerja yang tertulis dibawah ini:

1. Teori Heinrich

Teori Heinrich ini lebih sering dikenal dengan teori Domino karena menurut Heinrich kecelakaan dapat terjadi dari suatu rangkaian kejadian yang saling terikat atau saling berhubungan. Menurut Ridley (1986) ada lima faktor yang terkait dan ada dalam rangkaian kejadian tersebut, faktor-faktor tersebut yaitu: lingkungan, kesalahan manusia, perbuatan atau kondisi yang tidak aman, kecelakaan, dan cedera atau kerugian.

2. Teori Multiple Causation

Teori Multiple Causation ini berdasarkan kenyataan yang berupa penyebab dari kecelakaan tidak hanya satu sebab, melainkan beberapa sebab. Penyebab-penyebab tersebut bisa dikatakan mewakili perbuatan yang tidak aman dari para pekerja, kondisi dan/atau situasi yang tidak aman. Dalam teori ini penyebab-penyebab kecelakaan kerja yang mungkin tersebut masih bisa dan layak untuk diteliti lebih lanjut lagi.

3. Teori Gordon

(10)

4. Teori Domino Baru

Teori Domino terdahulu, Teori Henrich, kemudian dikembangkan ulang oleh Widnerdan Bird dan Loftus agar teori Domino dapat memperlihatkkan pengaruh dari manajemen dalam mengakibatkan masalah atau kecelakaan kerja. Mulai dari tahun 1969, berkembanglah teori baru yang mengatakan bahwa penyebab kecelakaan kerja disebabkan oleh kesetimpangan atai kekurang sesuainya manajemen yang berlaku. Teori tersebutlah yang merupakan pengembangan oleh Widnerdan dan Loftus hingga dikenal dengan teori Domino Baru.

5. Teori Reason

Menurut Reason (1995, 1997), kecelakaan kerja terjadi karena adanya “lubang” dalam sistem pertahanan. Sistem pertahanan yang dimaksdukan disini dapat berupa pelatihan-pelatihan, prosedur, atau peraturan yang membicarakan keselamatan kerja. “Lubang” tersebut bisa dikarenakan oleh para pekerja yang tidak memperhatikan atau bahkan tidak mengikuti pelatihan, prosedur, atau peraturan tersebut.

6. Teori Frank E. Bird Petersen

Teori ini menelusuri lebih dalam tentang penyebab kecelakaan. Frank E. Bird Petersen memodifikasi teori Domino Henrich dengan menggunakan teori manajemen. M Sulaksmono (1997) menerangkan inti dari teori Frank E. Bird Petersen ini menjadi beberapa poin, yaitu:

1. Kurangnya kontrol manajemen dalam melaksanakan pekerjaan

2. Sumber penyebab utama kecelakaan

3. Gejala penyebab kecelakaan secara langsung (praktik dibawah standar)

(11)

5. Kerugian gangguan (tubuh maupun harta benda)

Dengan penjabaran pengertian kecelakaan kerja diatas, dapat disimpulkan ulang bahwa kecelakaan akibat kerja yaitu kejadian yang tidak terduga dan tidak dikehendaki, yang disebabkan oleh berbagai hal, dan menimbulkan berbagai kerusakan atau kerugian yang dapat berupa luka, cacat, korban jiwa, kerusakan alat, dan/atau bahkan pencemaran lingkungan. Penyebab dari kecelakaan itu sendiri pun dapat bersumber dari diri para pekerja sendiri atau kondisi lingkungan tempat para pekerja melakukan kegiatan bekerjanya.

Kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :

Sasarannya adalah manusia

Bersifat medis.

Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya. Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dan bukan sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian utama dibidang kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin.

(12)

Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan) kimia (organik / anorganik, logam berat, debu), biologik (virus, bakteri, microorganisme) dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan, pekerjaan).

Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.

pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan kecacatan, rehabilitasi, dan

genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.

Demikian pula status kesehatan pekerja sangat mempengaruhi produktivitas kerjanya. Pekerja yang sehat memungkinkan tercapainya hasil kerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan pekerja yang terganggu kesehatannya”. Menurut Suma’mur (1976) Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/ masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit/ gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum. Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan sekedar “kesehatan pada sektor industri” saja melainkan juga mengarah kepada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya.

Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Sumakmur, 1993).

Faktor Penyebab Kecelakaan Akibat Kerja

(13)

Kedua faktor tersebut ada dalam masalah pokok dari kecelakaan kerja itu sendiri. Permasalahan pokok tersebut yaitu:

1. Kecelakaan kerja yang merupakan akibat langsung dari pekerjaan (PAK)

2. Kecelakaan kerja yang terjadi pada saat pekerjaan tersebut berlangsung (PAHK)

Kedua ruang lingkup permasalahan pokok diatas dapat diperluas lagi, perluasan tersebut berupa cakupan kecelakaan-kecelakaan yang terjadi ketika perjalanan dari atau ke tempat kerja. Jadi, ketika dalam perjalanan tersebut pekerja mengalami kecelakaan lalu lintas misalnya, kecelakaan tersebut juga digolongkan sebagai kecelakaan kerja.

Secara detail, faktor-faktor penyebab kecelakaan akibat kerja dijelaskan dibawah ini. Faktor tersebut berupa sistem manajemen, faktor manusia, faktor lingkungan, faktor pemerintah, faktor teknologi, faktor sosial, dan faktor ekonomi.

1. Sistem Manajemen

(14)

Ketika penyimpangan-penyimpangan diatas dilakukan salah satunya (atau bahkan semuanya), hal ini dapat memancing potensi bahaya yang pada akhirnya akan menyebabkan kecelakaan akibat kerja. Sehingga sistem manajemen harus sangat diperhatikan.

2. Faktor Manusia

Faktor kedua yang menyebabkan kecelakaan kerja bisa terjadi yaitu faktor manusia. Manusia dianggap sering sekali melakukan hal-hal tertentu atau memiliki tingkah laku yang dapat menyebabkan bahaya bagi dirinya sendiri atau lingkungan sekitar. Tingkah laku yang dimaksud dapat berupa tingkah laku yang ceroboh, tidak teliti, lengah, acuh terhadap lingkungan, melakukan penyimpangan tindakan, dan lain sebagainya. Tindakan-tindakan tersebut biasanya disebabkan oleh hal-hal berikut:

1. Ketidakserasian atau ketidakcocokan manusia dengan lingkungan kerja, biasanya dengan mesin yang ia hadapi.

2. Kurangnya pengetahuan atau keterampilan, biasanya tidak memperhatikan ketika penyuluhan berlangsung.

3. Fisik dan mental yang kurang sesuai dengan keadaan pekerjaan.

4. Kurangnya motivasi dan/atau kesadaran dalam bekerja.

Pelaku dibalik faktor manusia tidak hanya dari sisi pekerjanya saja, pelaku faktor manusia ini juga bisa dari sisi perencana atau arsitektur, sisi pelaksana atau kontraktor, sisi pengadaan atau supplier, sisi teknisi atau ahli mesin, dan sisi dokter atau medikal.

3. Faktor Lingkungan

(15)

makro, keduanya dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Sebagai contoh, kondisi yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja adalah seperti berikut:

1. Tata ruang yang tidak ergonomi

2. Keadaan bising yang ada dan/atau timbul di lingkungan kerja

3. Alur kerja yang tidak sesuai dengan SOP

4. Penempatan bahan yang tidak sesuai tempatnya, berlaku juga untuk penempatan limbah sisa pekerjaan

5. Alat kerja yang tidak dalam kondisi siap pakai atau prima

6. Instalasi listrik yang terkadang terabaikan

7. Tidak diperhatikannya tekanan dari alat

8. Menggunakan bahan kimia yang tidak seharusnya

9. Penyulutan api yang tidak pada tempat dan waktu yang sesuai; dan lain-lain.

4. Pemerintah

Kenapa pemerintah juga dimasukkan ke dalam faktor penyebab kecelakaan akibat kerja? Yang dimaksud pemerintah disini bukan tindak langsung dari para personil pemerintah melainkan kebijakan atau peraturan yang dibuat oleh pemerintah yang meliputi berbagai bidang. Contohnya:

(16)

• Di bidang politik, bagaimana peran organisasi perburuhan? Sejauh mana tindakan mereka dalam memperjuangkan perlindungan bagi para pekerja dan pegawai.

• Di bidang hukum, bagaimana peraturan perundang-undangan mengenai K3? Sudahkah dilakukan dan diterapkan dengan baik dan benar.

Sebagaimana ketiga contoh diatas, peran pemerintah juga mempengaruhi terjadi tidaknya kecelakaan akibat kerja. Misalkan ketiga contoh diatas sangat diperhatikan oleh pemerintah, maka kecelakaan akibat kerja bisa diminimalisir atau bahkan bisa saja menghilang dan tentu akan menjadi sebuah prestasi tersendiri bagi perusahaan dan pemerintah jika sebuah pekerjaan memiliki nilai nol kecelakaan akibat kerja.

5. Teknologi

Teknologi juga bisa menjadi penyebab dari kecelakaan akibat kerja. Ketika muncul inovasi teknologi baru dimana hal tersebut masih terlalu awam bagi para pekerja, sosialisasi tentang teknologi baru itu harus diperhatikan sekali atau kecelakaan kerja bisa terjadi. Sehingga dalam menyikapi faktor teknologi, harus ada pengkajian dan penelitian lanjut tentang perkembangan tekonologi yang makin pesat belakangan ini guna menekan angka kecelakaan kerja.

6. Sosial

Lembaga-lembaga sosial dalam sektor ketenagakerjaan, seperti misalnya agen asuransi harus sembari memberikan penjelasan pentingnya K3 dalam bekerja. Mereka berperan menjaga atau melindungi konsumen mereka beserta bahan baku dan/atau barang hasil produksi mereka.

(17)

Kondisi ekonomi yang terkadang terasa berat di berbagai sisi memaksa para pekerja bekerja di lingkungan yang serba tertekan sehingga perasaan tertekan tersebut menyebabkan lingkungan kerja yang tidak kondusif dan aman.

Dari berbagai faktor penyebab kecelakaan akibat kerja yang ada, tidak boleh hanya satu atau dua faktor saja yang diperhatikan. Untuk menghindari kecelakaan akibat kerja, semua faktor harus seraya diperhatikan dan dilaksanakan demi tercapainya tujuan dari K3.

III.SNI DAN KETENTUANNYA

Ketika kita menjalankan sebuah bisnis ataupun usaha produksi, maka sudah tentu kita akan dihadapkan pada sejumlah peraturan dan juga undang-undang yang berlaku. Terkait dengan sejumlah ketentuan pemerintah tersebut, hal ini dilakukan untuk menjaga dan juga menerapkan sejumlah kewajiban dan juga hak-hak kita sebagai seorang pelaku bisnis. Bukan tanpa alasan pemerintah menerapkan sejumlah peraturan yang tidak jelas, semua itu tentu telah melalui berbagai pertimbangan dan juga perhitungan yang tepat demi kemajuan perekonomian di Indonesia.

Beberapa waktu lalu publik mungkin begitu terkejut dengan adanya penggerebekan di kediaman Pak Kusrin, seorang perakit televisi yang menjalankan bisnisnya tanpa adanya sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI). Ada kekecewaan dan juga kemarahan yang disampaikan oleh khalayak ramai akibat adanya tindakan tersebut, tentu ini sangat wajar, mengingat Pak Kusrin jelas menjalankan usahanya tanpa mengganggu dan merugikan siapapun juga, bukan?

(18)

produksi tersebut memang telah tercantum dan masuk dalam kategori yang diwajibkan mengikuti SNI. Jika SNI telah diurus dan dimiliki oleh si pelaku bisnis tersebut, tentu semua kegiatan dan juga pemasaran bisnisnya bisa dijalankan dengan baik dan sesuai aturan yang berlaku.

SNI merupakan standar yang ditetapkan oleh pemerintah untuk berbagai hasil produksi yang dibuat oleh masyarakat Indonesia, baik itu yang diproduksi secara perseorangan maupun yang diproduksi oleh sebuah badan atau perusahaan. Hal ini ini telah diatur di dalam Peraturan Menteri Perdagangan No.72/M-DAG/PER/9/2015 yang mewajibkan barang-barang dalam kategori tertentu harus diproduksi sesuai dengan SNI. Terkait dengan daftar barang yang masuk dalam kategori tersebut, bisa dilihat di situs Kementerian Perdagangan.

SNI diberikan dalam bentuk stempel pada setiap barang yang telah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah. Stempel inilah yang kemudian menjamin standar kualitas dan juga kelayakan barang tersebut memang telah lulus dan sesuai dengan standar yang diberlakukan oleh pemerintah. Hal ini akan menjamin hak dan juga keamanan para konsumen yang menggunakan barang-barang tersebut. Bukan hanya konsumen saja, SNI juga akan melindungi hak-hak dan juga kewajiban seorang pelaku bisnis yang telah melakukan proses produksi atau pemasaran suatu barang.

Penerapan SNI pada produk, akan membuat konsumen menjadi lebih mudah dan nyaman dalam menemukan produk-produk yang mereka butuhkan. Hal ini menjadi sebuah nilai lebih juga bagi para produsen, sebab mereka akan memiliki jaminan kualitas pada barang-barang yang mereka produksi dan pasarkan, sehingga kemungkinan mereka untuk menembus pasar menjadi lebih mudah. Untuk itu, sangat dianjurkan bagi para pelaku bisnis agar menggunakan SNI pada setiap produk yang mereka hasilkan.

(19)

Kebanyakan dari kita mungkin merasa malas ketika akan mengurus sejumlah administrasi ataupun pendaftaran lainnya, ribet dan berbagai persyaratan yang sulit seringkali menjadi alasan hal tersebut. Namun sebagai seorang pebisnis, kita tentu tidak ingin mengalami sejumlah kendala dan juga gangguan dalam menjalan bisnis kita di masa yang akan datang, bukan?

Mendaftarkan SNI menjadi sebuah hal yang sangat penting, dan ini akan menjadi salah satu jalan mudah bagi kita untuk bisa menembus pasar dan mendapatkan angka penjualan dengan cepat. Pendaftaran SNI bisa dilakukan di Kementerian Perindustrian melalui Lembaga Sertifikasi Produk Pusat Standarisasi (LSPro-Pustan). Lakukan beberapa tahap di bawah ini untuk mendaftarkan SNI:

1. Isi Formulir Permohonan SPPT SNI

Biasanya proses ini akan membutuhkan waktu 1 hari. Formulir Sertifikat Produk Penggunaan Tanda (SPPT) SNI ini akan membutuhkan beberapa dokumen sebagai lampiran, antara lain:

• Fotokopi sertifikat Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000 yang dilegalisasi. Sertifikat ini bisa didapatkan di Lembaga Sertifikasi Sistem Mutu (LSSM) yang diakreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN).

• Sertifikat dari LSSM negeri asal produk yang sudah punya perjanjian saling pengakuan dengan KAN, ini jika produk tersebut adalah produk impor yang berasal dari luar negeri.

2. Verifikasi Permohonan

(20)

biasanya akan memakan waktu 1 hari, dan setelah verifikasi selesai kita akan diberi invoice berisi rincian biaya yang harus kita bayarkan.

3. Audit Sistem Manajemen Mutu Produsen

Dalam Audit sistem ini, akan dilakukan pengecekan kesesuaian penerapan sistem manajemen mutu yang kita lakukan di dalam bisnis yang kita jalankan tersebut. Hal ini biasanya membutuhkan waktu sekitar 5 hari, di mana akan meliputi dua hal, yakni: kesesuaian dan kecukupan.

Dalam audit kecukupan, tim akan melakukan peninjauan terhadap dokumen Sistem Manajemen Mutu yang kita miliki. Jika ditemukan ketidaksesuaian dalam hal ini, maka koreksi harus dilakukan dalam waktu maksimal 2 bulan.

4. Pengujian dan Penilaian Sampel Produk

Untuk melakukan proses ini, Tim LSPro-Pustan akan datang ke tempat produksi dan mengambil sampel produk untuk diuji. Proses ini pada umumnya akan membutuhkan waktu sekitar 20 hari. Setelah proses dilakukan, maka akan dilihat apakah hasil uji telah sesuai dengan SNI. Jika ternyata belum sesuai, maka kita akan diminta untuk menguji sendiri produk tersebut sampai sesuai dan kemudian layak untuk dicek kembali oleh tim LSPro-Pustan.

5. Keputusan Sertifikasi

Setelah semua proses di atas, maka tim akan merapatkan hasil audit dan pengujian yang telah dilakukan. Penyiapan bahan rapat biasanya makan waktu 7 hari, sedangkan rapat panel itu sendiri akan berlangsung selama 1 hari.

(21)

Tim LSPro-Pustan akan mengklarifikasi usaha kita setelah rapat panel selesai, maka produk bisa mendapat sertifikat SNI. Semua proses pengurusan ini biasanya akan memakan waktu sekitar sebulan dan sertifikat yang diberikan tersebut akan berlaku selama 3 tahun ke depan.

Terkait dengan masalah biaya pengurusan SNI, memang terbilang cukup tinggi. Hal ini telah diatur di dalam Peraturan Pemerintah RI No. 63 tahun 2007 dengan perkiraan biaya sekitar Rp10-40 juta.

IV.Sejarah Singkat PUIL

Peraturan instalasi listrik yang pertama kali digunakan sebagai pedoman beberapa instansi yang berkaitan dengan instalasi listrik adalah AVE (Algemene Voorschriften voor Electrische Sterkstroom Instalaties) yang diterbitkan sebagai Norma N 2004 oleh Dewan Normalisasi Pemerintah Hindia Belanda. Kemudian AVE N 2004 ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan pada tahun 1964 sebagai Norma Indonesia NI6 yang kemudian dikenal sebagai Peraturan Umum Instalasi Listrik disingkat PUIL 1964, yang merupakan penerbitan pertama dan PUIL 1977 dan PUIL 1987 adalah penerbitan PUIL yang kedua dan ketiga yang merupakan hasil penyempurnaan atau revisi dari PUIL sebelumnya, maka PUIL 2000 ini merupakan terbitan ke 4.

Jika dalam penerbitan PUIL 1964, 1977 dan 1987 nama buku ini adalah Peraturan Umum Instalasi Listrik, maka pada penerbitan sekarang tahun 2000, namanya menjadi Persyaratan Umum Instalasi Listrik dengan tetap mempertahankan singkatannya yang sama yaitu PUIL.

(22)

sangsinya tidak diberlakukan sebab isinya selain mengandung hal-hal yang dapat dijadikan peraturan juga mengandung rekomendasi ataupun ketentuan atau persyaratan teknis yang dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan pekerjaan-instalasi-listrik.

Sejak dilakukannya penyempurnaan PUIL 1964, publikasi atau terbitan standar IEC (International Electrotechnical Commission) khususnya IEC 60364 menjadi salah satu acuan utama disamping standar internasional lainnya. Juga dalam terbitan PUIL 2000, usaha untuk lebih mengacu IEC ke dalam PUIL terus dilakukan, walaupun demikian dari segi kemanfaatan atau kesesuaian dengan keadaan di Indonesia beberapa ketentuan mengacu pada standar dari NEC (National Electric Code), VDE (Verband Deutscher Elektrotechniker) dan SAA (Standards Association Australia).

PUIL 2000 merupakan hasil revisi dari PUIL 1987, yang dilaksanakan oleh Panitia Revisi PUIL 1987 yang ditetapkan oleh Menteri Pertambangan dan Energi dalam Surat Keputusan Menteri No:24-12/40/600.3/1999, tertanggal 30 April 1999 dan No:51-12/40/600.3/1999, tertanggal 20 Agustus 1999. Anggota Panitia Revisi PUIL tersebut terdiri dari wakil dari berbagai Departemen seperti DEPTAMBEN, DEPKES, DEPNAKER, DEPERINDAG, BSN, PT PLN, PT Pertamina, YUPTL, APPI, AKLI, INKINDO, APKABEL, APITINDO, MKI, HAEI, Perguruan Tinggi ITB, ITI, ISTN, UNTAG, STTY-PLN, PT Schneider Indonesia dan pihak pihak lain yang terkait.

Bagian 1 dan Bagian 2 tentang Pendahuluan dan Persyaratan dasar merupakan padanan dari IEC 364-1 Part 1 dan Part 2 tentang Scope, Object Fundamental Principles.

(23)

dengan tindakan proteksi seperti SELV yang bahasa Indonesianya adalah tegangan extra rendah pengaman digunakan sebagai istilah baku, demikian pula istilah PELV dan FELV. PELV adalah istilah SELV yang dibumikan sedangkan FELV adalah sama dengan tegangan extra rendah fungsional. Sistem kode untuk menunjukan tingkat proteksi yang diberikan oleh selungkup dari sentuh langsung ke bagian yang berbahaya, seluruhnya diambil dari IEC dengan kode IP (International Protection). Demikian pula halnya dengan pengkodean jenis sistem pembumian. Kode TN mengganti kode PNP dalam PUIL 1987, demikian juga kode TT untuk kode PP dan kode IT untuk kode HP.

Bagian 4 tentang Perancangan instalasi listrik, dalam IEC 60364 Part 3 yaitu Assessment of General Characteristics, tetapi isinya banyak mengutip dari SAA Wiring Rules dalam section General Arrangement tentang perhitungan kebutuhan maksimum dan penentuan jumlah titik sambung pada sirkit akhir.

Bagian 5 tentang Perlengkapan Listrik mengacu pada IEC 60364 Part 5: Selection and erection of electrical equipment dan standar NEC.

Bagian 6 tentang Perlengkapan hubung bagi dan kendali (PHB) serta komponennya merupakan pengembangan Bab 6 PUIL 1987 dengan ditambah unsure-unsurPUIL.

Bagian 7 tentang Penghantar dan pemasangannya tidak banyak berubah dari Bab 7 PUIL 1987. Perubahan yang ada mengacu pada IEC misalnya cara penulisan kelas tegangan dari penghantar. Ketentuan dalam Bagian 7 ini banyak mengutip dari standar VDE. Dan hal hal yang berkaitan dengan tegangan tinggi dihapus.

(24)

ruang khusus. Ketentuan dalam Bagian 8 ini merupakan bagian dari IEC 60364 Part 7, Requirements for special installations or locations.

Bagian 9 meliputi Pengusahaan instalasi listrik. Pengusahaan dimaksudkan sebagai perancangan, pembangunan, pemasangan, pelayanan, pemeliharaan, pemeriksaan dan pengujian instalasi listrik serta proteksinya. Di IEC 60364, pemeriksaan dan pengujian awal instalasi listrik dibahas dalam Part 6: Verification. PUIL 2000 berlaku untuk instalasi listrik dalam bangunan dan sekitarnya untuk tegangan rendah sampai 1000 V a.b dan 1500 V a.s, dan gardu transformator distribusi tegangan menengah sampai dengan 35 kV. Ketentuan tentang transformator distribusi tegangan menengah mengacu dari NEC 1999.

Pembagian dalam sembilan bagian dengan judulnya pada dasarnya sama dengan bagian yang sama pada PUIL 1987. PUIL 2000 tidak menyebut pembagiannya dalam Pasal, Subpasal, Ayat atau Subayat. Pembedaan tingkatnya dapat dilihat dari sistim penomorannya dengan digit. Contohnya Bagian 4, dibagi dalam 4.1; 4.2; dan seterusnya, sedangkan 4.2 dibagi dalam 4.2.1 sampai dengan 4.2.9 dibagi lagi dalam 4.2.9.1 sampai dengan 4.2.9.4. Jadi untuk menunjuk kepada suatu ketentuan, cukup dengan menuliskan nomor dengan jumlah digitnya.

Seperti halnya pada PUIL 1987, PUIL 2000 dilengkapi pula dengan indeks dan lampiran lampiran lainnya pada akhir buku. Lampiran mengenai pertolongan pertama pada korban kejut listrik yang dilakukan dengan pemberian pernapasan bantuan, diambilkan dari standar SAA, berbeda dengan PUIL 1987.

(25)

menerbitkan amandemen pada PUIL 2000. Untuk menangani hal hal tersebut telah dibentuk Panitia Tetap PUIL. Panitia Tetap PUIL dapat diminta pendapatnya jika terdapat ketidakjelasan dalam memahami dan menerapkan ketentuan PUIL 2000. Untuk itu permintaan penjelasan dapat ditujukan kepada PanitiaPUIL.

PUIL 2000 ini diharapkan dapat memenuhi keperluan pada ahli dan teknisi dalam melaksanakan tugasnya sebagai perancang, pelaksana, pemilik instalasi listrik dan para inspektor instalasi listrik. Meskipun telah diusahakan sebaik-baiknya, panitia revisi merasa bahwa dalam persyaratan ini mungkin masih terdapat kekurangannya. Tanggapan dan saran untuk perbaikan persyaratan ini.

PUIL 2000 ini tidak mungkin terwujud tanpa kerja keras dari seluruh anggota Panitia Revisi PUIL 1987, dan pihak pihak terkait lainnya yang telah memberikan berbagai macam bantuan baik dalam bentuk tenaga, pikiran, sarana maupaun dana sehingga PUIL 2000 dapat diterbitkan dalam bentuknya yang sekarang. Atas segala bantuan tersebut Panitia Revisi PUIL mengucapkan terima kasih sebesar besarnya.

Ada banyak standar tentang instalasi listrik yang bisa diterapkan dalam dunia industri baik yang berskala internasional, regional, maupun nasional. Tentunya yang terbaik adalah yang mampu menerapkan standar yang paling ketat dari standar-standar yang ada.

(26)

full member. IEC 60364 mengatur tentang system kelistrikan gedung yang terdiri dari 7 pasal, yang masing-masing pasal terdapat beberapa section.

Sedangkan di benua Eropa, inggris telah mengeluarkan standar yang berjudul BS 7671 dengan versi terbarunya tahun 2015. Standar ini selain dipakai didalam negeri Inggris sendiri, juga diterapkan oleh beberapa Negara yang merupakan persemakmuran dari Inggris. Sementara itu di Negara kita tercinta ini, Badan Standar Nasional (BSN) bekerjasama dengan beberapa instansi pemerintah, seperti Deptamben, Depnaker, Depkes, kemudian juga dengan PLN, serta beberapa perguruan tinggi nasional, mengeluarkan sebuah standar yang berjudul PUIL versi tahun 2000. PUIL merupakan kepanjangan dari Persyaratan Umum Instalasi Listrik, yang banyak mengacu kepada standar IEC 60634.Kemudian pemerintah, melalui Kementerian Tenaga Kerja, pada tanggal 25 April 2002 mengeluarkan Kepmenaker no. 75 tahun 2002 tentang pemberlakuan standar nasional indonesia (sni) nomor : sni-04-0225-2000 mengenai persyaratan umum instalasi listrik 2000 (puil 2000) di tempat kerja.

Sehingga dengan diberlakukannya Kepmenaker ini, semua tempat kerja yang ada di wilayah NKRI, dalam Perencanaan, pemasangan, penggunaan, pemeriksaan dan pengujian instalasi listrik di tempat kerja harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) No. SNI 04-0225-2000 mengenai Persyaratan Umum Instalasi listrik 2000 (PUIL 2000) di Tempat Kerja, sebagaimana disebutkan dalam pasal 2 ayat 1, Permenaker tersebut.

(27)

Pemerintah melalui Kementerian Energi Sumber Daya Manusia (ESDM), telah mengeluarkan Permen ESDM no. 36 tahun 2014 tentang pemberlakuan Standar Nasional Indonesia 0225:2011 mengenai persyatan umum instalasi listrik 2011 (PUIL 2011) dan standar nasional Indonesia 0225:2011/Amd:2013 mengenai persyaratan umum instalasi listrik 2011 (PUIL 2011) amandemen 1 sebagai standar wajib. Peraturan ini ditandatangani oleh menteri Sudirman Said, pada tanggal 24 Desember 2014. Kemudian melalui siaran persnya no. 02/SJI/2015 pada tanggal 23 Januari 2015 yang ditandatangani oleh Bpk. Saleh Abdurrahman, selaku kepala pusat komunikasi publik, menyiarkan bahwa SNI PUIL 2011 telah diberlakukan secara wajib, berikut bunyi lengkap siaran pers tersebut :

Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada hari Jumat (23/1) meluncurkan secara resmi Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 36 Tahun 2014 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia 0225:2011 Mengenai Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2011 (PUIL 2011) dan Standar Nasional Indonesia 0225:2011/Amd1:2013 Mengenai Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2011 (PUIL 2011) Amandemen 1 sebagai standar wajib.

Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL) adalah dokumen SNI yang digunakan sebagai standar acuan dalam pemasangan instalasi tenaga listrik tegangan rendah untuk rumah tangga, gedung perkantoran, gedung publik dan bangunan lainnya. PUIL 2011 merupakan revisi dari PUIL 2000 yang selama ini digunakan oleh instalatur sebagai standar wajib dalam pemasangan instalasi listrik, serta digunakan oleh lembaga inspeksi teknik tegangan rendah dalam pemeriksaan dan pengujian instalasi listrik sebelum diterbitkan Sertifikat Laik Operasi (SLO).

(28)

Dalam PUIL 2011 juga diperkenalkan penggunaan peralatan dan perlengkapan instalasi dengan teknologi yang lebih maju yang bertujuan meningkatkan keamanan instalasi.

Dengan pemberlakuan PUIL 2011, diharapkan keamanan instalasi listrik dapat ditingkatkan guna mengurangi atau mencegah resiko kecelakaan listrik bagi manusia dan lingkungan atau resiko kebakaran yang diakibatkan oleh listrik. Selain itu, dengan pemasangan instalasi yang mengikuti ketentuan PUIL, diharapkan instalasi listrik akan lebih handal serta efisiensinya meningkat dengan berkurangnya kerugian (losses) arus bocor, sehingga energi listrik dapat optimal pemanfaatannya.

V.BAHAYA LISTRIK

A.TEGANGAN SENTUH LANGSUNG

Tegangan sentuh langsung adalah tegangan sentuh langsung pada bagian aktif perlengkapan atau instalasi.

Bahaya sentuh langsung dapat diatasi/ditanggulangi dengan cara:

1.Semua bagian perlengkapan yang aktif dan instalasi diberi isolasi.

2.Bagian aktif instalasi yang tidak dapat diberi isolasi, diberi selungkup, sekat atau yang sejenisnya.

Menghindari bahaya sentuh langsung yaitu dapat dilakukan :

1.Lantai ruang kerja dilapisi isolasi pengaman.

2.Operator menggunakan sepatu berisolasi.

(29)

B.TEGANGAN SENTUH TAK LANGSUNG

Sentuh tak langsung adalah tegangan sentuh pada bagian (BKT) perlengkapan/instalasi listrik yang menjadi bertegangan akibat adanya kegagalan isolasi.

Kegagalan instalasi tersebut dapat diatasi dengan cara :

1.perlengkapan listrik harus dirancang dan dibuat dengan baik.

2.Bagian aktif harus diisolasi dengan bahan yang tepat.

3.Instalasi harus dipasang dengan baik.

Seringkali kita mendengar adanya kebakaran yang dipicu oleh listrik. Banyak orang kehilangan nyawa akibat kena sengatan listrik. Masalah utama dalam mempelajari kelistrikan adalah tidak terlihat dan tidak bisa diraba, bahkan kita tidak mau merabanya. Kita tahu ada listrik setelah melihat akibatnya, misal lampu menyala, kipas berputar, dan radio bersuara.Ada tiga bahaya yang diakibatkan oleh listrik, yaitu kesetrum (sengatan listrik), panas atau kebakaran, dan ledakan. Kesetrum atau sengatan listrik akan dirasakan jika arus listrik melalui tubuh kita. Biasanya arus akan mulai dirasakan jika arus yang mengalir lebih dari 5 mA. Pada arus yang kecil, aliran arus hanya akan mengakibatkan kesemutan atau kehilangan kemampuan untuk mengendalikan tangan. Pada arus yang besar, arus listrik bisa membakar kulit dan daging kita. Yang paling bahaya adalah jika arus tersebut mengalir melalui jantung atau otak. Perlu dicatat bahwa yang membahayakan adalah aliran arus listrik, bukan tegangan listrik. Walaupun tegangannya tinggi, bisa saja tidak membahayakan asalkan arusnya sangat kecil.

(30)

kecil maka resistansinya besar sehingga kawat bisa mengalami pemanasan. Kawat yang panas bisa menyebabkan terbakarnya isolasi kabel sehingga mengakibatkan terjadinya hubungsingkat. Kontak atau sambungan tak sempurna juga bisa menyebabkan timbulnya panas yang membakar isolasi kabel. Menutup lampu, menutup kipas angin, menutup layar komputer dengan bahan yang mudah terbakar juga membahayakan.

Bahaya ketiga adalah ledakan. Saat terjadi hubungsingkat, arus listrik yang mengalir akan sangat besar. Arus yang sangat besar bisa menyebabkan kenaikan temperatur yang sangat cepat sehingga menyebabkan naiknya tekanan udara secara cepat. Untuk instalasi perumahan, bahaya ini mungkin tidak terlalu besar karena arus hubungsingkat yang mungkin terjadi tidak terlalu besar.

Instalasi dan Barang Standar

Untuk mengurangi bahaya akibat penggunaan listrik, di Indonesia telah ada Peraturan Umum Instalasi Listrik (PUIL). Di dalam PUIL, telah diatur bagaimana mengurangi risiko muculnya tegangan sentuh yang membahayakan orang. Menurut peraturan, seharusnya semua instalasi listrik harus mendapatkan sertifikat laik operasi (SLO) yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang. Sayangnya, banyak sekali instalasi listrik tidak memiliki SLO. Kalaupun memiliki SLO, seringkali kita melakukan perubahan instalasi tanpa melapor kepada pihak yang berwenang. Tak jarang malah instalasi listrik diubah oleh orang yang bukan ahlinya.

(31)

tersedia, batang pentanahan ini harus disambung dengan batang pentanahan penangkal petir. Setelah itu, kawat netral yang datang dari PLN harus disambung ke batang atau elektroda pentanahan yang telah dibuat. Setelah itu, semua bagian logam dari peralatan (yang pada keadaan normal tidak dialiri arus) harus disambung ke elektroda pentanahan tersebut.

Tujuan utama dari pentanahan ini ada tiga. Pertama, menjamin bahwa tegangan titik netral relatif terhadap tanah sama dengan atau mendekati nol. Kedua, menjamin bahwa semua bagian logam peralatan tegangannya selalu mendekati nol sehingga aman jika tersentuh oleh tubuh kita. Ketiga, jika terjadi hubung singkat antara kawat dengan bagian logam peralatan, arus listrik bisa mengalir cukup besar sehingga bisa terdeteksi oleh pengaman sehingga bisa segera diputus. Dengan pemutusan yang segera, pemanasan bisa dihindari sehingga mencegah terjadinya kebakaran.

Selain harus dipasang oleh ahlinya, demi keamanan kita harus menggunakan peralatan listrik yang sesuai standar. Ukuran kabel harus sesuai dengan kebutuhannya. Bahan isolasi yang dipakai harus sesuai dengan peruntukannya. Kabel yang terlalu kecil bisa menyebabkan kabel mengalami pemanasan lebih yang bisa menimbulkan kebakaran. Isolasi yang tidak sesuai akan mudah sobek dan mudah terbakar jika kawat di dalam kabel mengalami pemanasan.

(32)

sekali beredar peralatan yang tidak sesuai standar. Banyak konsumen memilih peralatan hanya berdasarkan harga.

1. Potensi Bahaya dan Risiko Terhadap Keselamatan dan

Kesehatan Kerja

Motivasi utama dalam melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja adalah untuk mencegah kecelakaan kerja dan penyakit yang ditimbulkan oleh pekerjaan. Oleh karena itu perlu melihat penyebab dan dampak yang ditimbulkannya.

Potensi Bahaya adalah sesuatu yang berpotensi untuk terjadinya insiden yang berakibat pada kerugian.

Risiko adalah kombinasi dan konsekuensi suatu kejadian yang berbahaya dan peluang terjadinya kejadian tersebut.

Mustahil untuk mengetahui semua bahaya yang ada. Beberapa hal yang tampak jelas berbahaya, seperti bekerja dengan menggunakan tangga yang tidak stabil atau penanganan bahan kimia bersifat asam. Namun demikian, banyak kecelakaan terjadi akibat dari situasi sehari-hari misalnya tersandung tikar di lantai kantor. Ini tidak berarti bahwa tikar pada umumnya berbahaya! Namun demikian, hal ini bisa terjadi, tikar tersebut dalam posisi terlipat atau tidak seharusnya dan menjadi potensi bahaya dalam kasus ini.

Seperti diketahui, potensi bahaya keselamatan dan kesehatan kerja dapat berupa berbagai bentuk. Terlebih lagi, masing-masing risiko bisa menjadi tinggi atau rendah, tergantung pada tingkat peluang bahaya yang ada.

2. Potensi bahaya yang mengakibatkan dampak risiko jangka panjang pada kesehatan

(33)

pajanan (“exposure”) yang berlebihan. Bahaya kesehatan dapat menyebabkan penyakit yang disebabkan oleh pajanan suatu sumber bahaya di tempat kerja.

Potensi bahaya kesehatan yang biasa di tempat kerja berasal dari lingkungan kerja antara lain faktor kimia, faktor fisik, faktor biologi, faktor ergonomis dan faktor psikologi. Bahaya faktor-faktor tersebut akan dibahas secara rinci lebih lanjut di bawah ini antara lain kimia, fisik, biologi dan ergonomis.

2.1 Bahaya Faktor Kimia

Risiko kesehatan timbul dari pajanan berbagai bahan kimia. Banyak bahan kimia yang memiliki sifat beracun dapat memasuki aliran darah dan menyebabkan kerusakan pada sistem tubuh dan organ lainnya. Bahan kimia berbahaya dapat berbentuk padat, cairan, uap, gas, debu, asap atau kabut dan dapat masuk ke dalam tubuh melalui tiga cara utama antara lain:

• Inhalasi (menghirup): Dengan bernapas melalui mulut atau hidung, zat beracun dapat masuk ke dalam paru-paru. Seorang dewasa saat istirahat menghirup sekitar lima liter udara per menit yang mengandung debu, asap, gas atau uap. Beberapa zat, seperti fiber/serat, dapat langsung melukai paru- paru. Lainnya diserap ke dalam aliran darah dan mengalir ke bagian lain dari tubuh.

(34)

• Penyerapan ke dalam kulit atau kontak invasif: Beberapa di antaranya adalah zat melewati kulit dan masuk ke pembuluh darah, biasanya melalui tangan dan waja Kadang-kadang, zat-zat juga masuk melalui luka dan lecet atau suntikan (misalnya kecelakaan medis).

Guna mengantisipasi dampak negatif yang mungkin terjadi di lingkungan kerja akibat bahaya faktor kimia maka perlu dilakukan pengendalian lingkungan kerja secara teknis sehingga kadar bahan-bahan kimia di udara lingkungan kerja tidak melampaui nilai ambang batas (NAB).

Bahan kimia di tempat kerja

Bahan-bahan kimia digunakan untuk berbagai keperluan di tempat kerja. Bahan- bahan kimia tersebut dapat berupa suatu produk akhir atau bagian bentuk bahan baku yang digunakan untuk membuat suatu produk. Juga dapat digunakan sebagai pelumas, untuk pembersih, bahan bakar untuk energi proses atau produk samping.

Banyak bahan kimia yang digunakan di tempat kerja mempengaruhi kesehatan kita dengan cara-cara yang tidak diketahui. Dampak kesehatan dari beberapa bahan kimia bisa secara perlahan atau mungkin membutuhkan waktu bertahun- tahun untuk berkembang.

Apa yang perlu diketahui untuk mencegah atau mengurangi bahaya?

• kemampuan bahan kimia untuk menghasilkan dampak kesehatan negatif (sifat beracun). Semua bahan kimia harus dianggap sebagai sumber potensi bahaya sampai dampak bahan kimia tersebut sepenuhnya diketahui;

(35)

• bagaimana mengenali, menilai dan mengendalikan risiko kimia misalnya dengan memasang peralatan pembuangan (exhaust) pada sumber polutan, menggunakan rotasi pekerjaan untuk mempersingkat pajanan pekerja terhadap bahaya;

• jenis alat pelindung diri (APD) yang diperlukan untuk melindungi pekerja, seperti respirator dan sarung tangan ;

• bagaimana mengikuti sistem komunikasi bahaya bahan kimia yang

sesuai melalui lembar data keselamatan (LDK) dan label dan bagaimana menginterpretasikan LDK dan label tersebut.

Lembar Data Keselamatan dan Pelabelan Bahan Kimia

Pelabelan merupakan pemberian tanda berupa gambar/simbol, huruf/tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk pernyataan lain yang disertakan pada bahan berbahaya, dimasukkan ke dalam, ditempelkan, atau merupakan bagian kemasan bahan berbahaya, sebagai keterangan atau penjelasan yang berisi nama sediaan atau nama dagang, nama bahan aktif, isi/berat netto, kalimat peringatan dan tanda atau simbol bahaya, petunjuk pertolongan pertama pada kecelakaan. Pelabelan bahan kimia merupakan salah satu cara penting untuk mencegah penyalahgunaan atau penanganan yang dapat menyebabkan cedera atau sakit. Dalam transportasi, bila kemungkinan terjadi kecelakaan, maka sangat penting dalam keadaan darurat untuk mengetahui risiko dari zat-zat tersebut.

(36)

Di Indonesia, selain lembar data keselamatan, penyediaan pelabelan bahan kimia merupakan salah satu kewajiban pengusaha/pengurus dalam mengendalikan bahan kimia di tempat kerja. Adapun lembar data keselamatan bahan dan pelabelan beserta klasifikasi bahaya bahan kimia yang berdasarkan sistim global harmonisasi telah juga diadopsi oleh Pemerintah Indonesia.

2.2 Bahaya Faktor Fisik

Faktor fisik adalah faktor di dalam tempat kerja yang bersifat fisika antara lain kebisingan, penerangan, getaran, iklim kerja, gelombang mikro dan sinar ultra ungu. Faktor-faktor ini mungkin bagian tertentu yang dihasilkan dari proses produksi atau produk samping yang tidak diinginkan.

Kebisingan

Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat- alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat me- nimbulkan gangguan pendengaran. Suara keras, berlebihan atau berkepanjangan dapat merusak jaringan saraf sensitif di telinga, menyebabkan kehilangan pendengaran sementara atau permanen. Hal ini sering diabaikan sebagai masalah kesehatan, tapi itu adalah salah satu bahaya fisik utama. Batasan pajanan terhadap kebisingan ditetapkan nilai ambang batas sebesar 85 dB selama 8 jam sehari.

Penerangan

(37)

Studi menunjukkan bahwa perbaikan penerangan, hasilnya terlihat langsung dalam peningkatan produktivitas dan pengurangan kesalahan. Bila penerangan kurang sesuai, para pekerja terpaksa membungkuk dan mencoba untuk memfokuskan penglihatan mereka, sehingga tidak nyaman dan dapat menyebabkan masalah pada punggung dan mata pada jangka panjang dan dapat memperlambat pekerjaan mereka.

Getaran

Getaran adalah gerakan bolak-balik cepat (reciprocating), memantul ke atas dan ke bawah atau ke belakang dan ke depan. Gerakan tersebut terjadi secara teratur dari benda atau media dengan arah bolak balik dari kedudukannya. Hal tersebut dapat berpengaruh negatif terhadap semua atau sebagian dari tubuh.

Misalnya, memegang peralatan yang bergetar sering mempengaruhi tangan dan lengan pengguna, menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah dan sirkulasi di tangan. Sebaliknya, mengemudi traktor di jalan bergelombang dengan kursi yang dirancang kurang sesuai sehingga menimbulkan getaran ke seluruh tubuh, dapat mengakibatkan nyeri punggung bagian bawah.

Getaran dapat dirasakan melalui lantai dan dinding oleh orang-orang disekitarnya. Misalnya, mesin besar di tempat kerja dapat menimbulkan getaran yang mempengaruhi pekerja yang tidak memiliki kontak langsung dengan mesin tersebut dan menyebabkan nyeri dan kram otot.

Batasan getaran alat kerja yang kontak langsung maupun tidak langsung pada lengan dan tangan tenaga kerja ditetapkan sebesar 4 m/detik2.

Iklim kerja

(38)

salah satu alasan mengapa sangat penting untuk mempertahankan tingkat kenyamanan suhu dan kelembaban ditempat kerja. Faktor- faktor ini secara signifikan dapat berpengaruh pada efisiensi dan produktivitas individu pada pekerja. Sirkulasi udara bersih di ruangan tempat kerja membantu untuk memastikan lingkungan kerja yang sehat dan mengurangi pajanan bahan kimia. Sebaliknya, ventilasi yang kurang sesuai dapat:

• mengakibatkan pekerja kekeringan atau kelembaban yang berlebihan;

• menciptakan ketidaknyamanan bagi para pekerja;

• mengurangi konsentrasi pekerja, akurasi dan perhatian mereka untuk praktek kerja yang aman.

Agar tubuh manusia berfungsi secara efisien, perlu untuk tetap berada dalam kisaran suhu normal. Untuk itu diperlukan iklim kerja yang sesuai bagi tenaga kerja saat melakukan pekerjaan.

Iklim kerja merupakan hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat dari pekerjaannya.iklim kerja berdasarkan suhu dan kelembaban ditetapkan dalam Kepmenaker No 51 tahun 1999 diatur dengan memperhatikan perbandingan waktu kerja dan waktu istirahat setiap hari dan berdasarkan beban kerja yang dimiliki tenaga kerja saat bekerja (ringan, sedang dan berat).

Radiasi Tidak Mengion

Radiasi gelombang elektromagnetik yang berasal dari radiasi tidak mengion antara lain gelombang mikro dan sinar ultra ungu (ultra violet).

(39)

giga hertz dan panjang gelombang 1 mm – 300 cm. Radiasi gelombang mikro yang pendek < 1 cm yang diserap oleh permukaan kulit dapat menyebabkan kulit seperti terbakar. Sedangkan gelombang mikro yang lebih panjang (> 1 cm) dapat menembus jaringan yang lebih dalam.

Radiasi sinar ultra ungu berasal dari sinar matahari, las listrik, laboratorium yang menggunakan lampu penghasil sinar ultra violet. Panjang felombang sinar ultra violet berkisar 1 – 40 nm. Radiasi ini dapat berdampak pada kulit dan mata.

2.3 Bahaya Faktor Biologi

(40)

terhadap TBC dengan BCG yang diberikan kepada pekerja-pekerja dan keluarganya yang reaksinya terhadap uji Mantaoux negatif, imunisasi terhadap difteri, tetanus, batuk rejan dari keluarga-keluarga pekerja sesuai dengan usaha kesehatan anak-anak dan keluarganya, sedangkan di Negara yang maju diberikan pula imunisasi dengan virus influenza.

2.4 Bahaya Faktor Ergonomi dan Pengaturan Kerja

Industri barang dan jasa telah mengembangkan kualitas dan produktivitas. Restrukturisasi proses produksi barang dan jasa terbukti meningkatkan produktivitas dan kualitas produk secara langsung berhubungan dgn disain kondisi kerja Pengaturan cara kerja dapat memiliki dampak besar pada seberapa baik pekerjaan dilakukan dan kesehatan mereka yang melakukannya. Semuanya dari posisi mesin pengolahan sampai penyimpanan alat-alat dapat menciptakan hambatan dan risiko.

Penyusunan tempat kerja dan tempat duduk yang sesuai harus diatur sedemikian sehingga tidak ada pengaruh yang berbahaya bagi kesehatan. Tempat – tempat duduk yang cukup dan sesuai harus disediakan untuk pekerja-pekerja dan pekerja-pekerja- pekerja-pekerja harus diberi kesempatan yang cukup untuk menggunakannya.

Prinsip ergonomi adalah mencocokan pekerjaan untuk pekerja.

(41)

menimbulkan ketegangan otot, kelelahan yang berlebihan atau gangguan kesehatan yang lain.

Risiko potensi bahaya ergonomi akan meningkat:

• dengan tugas monoton, berulang atau kecepatan tinggi;

• dengan postur tidak netral atau canggung;

• bila terdapat pendukung yang kurang sesuai;

• bila kurang istirahat yang cukup.

VI.Solusi Mengatasi Kecelakaan Kerja

Ada beberapa solusi yang dapat digunakan untuk mencegah atau mengurangi resiko dari adanya kecelakaan kerja. Salah satunya adalah pengusaha membentuk Panitia Pembina Kesehatan dan Keselamatan Kerja untuk menyusun program keselamatan kerja. Beberapa hal yang menjadi ruang lingkup tugas panitia tersebut adalah masalah kendali tata ruang kerja, pakaian kerja, alat pelindung diri dan lingkungan kerja.

(42)

Kaleng-kaleng yang mudah bocor atau terbakar harus ditempatkan di tempat yang tidak beresiko kebocoran. Jika perusahaan yang bersangkutan mengeluarkan sisa produksi berupa uap, maka faktor penglihatan dan sirkulasi udara di ruang kerja juga harus diperhatikan

b. Pakaian kerja sebaiknya tidak terlalu ketat dan tidak pula terlalu longgar. Pakaian yang terlalu longgar dapat mengganggu pekerja melakukan penyesuaian diri dengan mesin atau lingkungan yang dihadapi. Pakaian yang terlalu sempit juga akan sangat membatasi aktivitas kerjanya. Sepatu dan hak yang terlalu tinggi juga akan beresiko menimbulkan kecelakaan. Memakai cincin di dekat mesin yang bermagnet juga sebaiknya dihindari.

c. Alat pelindung diri dapat berupa kaca mata, masker, sepatu atau sarung tangan. Alat pelindung diri ini sangat penting untuk menghindari atau mengurangi resiko kecelakaan kerja. Tapi sayangnya, para pekerja terkadang enggan memakai alat pelindung diri karena terkesan merepotkan atau justru mengganggu aktivitas kerja. Dapat juga karena perusahaan memang tidak menyediakan alat pelindung diri tersebut.

(43)

Untuk kasus seperti yang terjadi pada pabrik gula di atas, ada beberapa alternatif pencegahan selain yang tadi telah disebutkan. Tindakan tersebut dapat berupa:

a. Dibuatnya peraturan yang mewajibkan bagi setiap perusahaan untuk memilki standarisasi yang berkaitan dengan keselamatan karyawan, perencanaan, konstruksi, alat-alat pelindung diri, monitoring perlatan dan sebagainya.

b. Adanya pengawas yang dapat melakukan pengawasan agar peraturan perusahaan yang berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan kerja dapat dipatuhi.

c. Dilakukan penelitian yang bersifat teknis meliputi sifat dan ciri-ciri bahan yang berbahaya, pencegahan peledakan gas atau bahan beracun lainnya. Berilah tanda-tanda peringatan beracun atau berbahaya pada alat-alat tersebut dan letakkan di tempat yang aman.

d. Dilakukan penelitian psikologis tentang pola-pola kejiwaan yang menyebabkan terjadinya kecelakaan serta pemberian diklat tentang kesehatan dan keselamatan kerja pada karyawan.

e. Mengikutsertakan semua pihak yang berada dalam perusahaaan ke dalam asuransi. (Sutrisno dan Kusmawan Ruswandi. 2007: 14).

D. Implementasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja.

(44)

memberi perlindungan dalam bidang kesehatan dan keselamatan kerja kepada setiap pihak di dalamnya agar tercapai peningkatan produktivitas perusahaan.

Pemerintah sendiri sebenarnya cukup menaruh perhatian terhadap permasalahan kesehatan dan keselamatan kerja ini. Berbagai macam produk perundang-undangan dan peraturan-peraturan pendukung lainnya dikeluarkan untuk melindungi hak-hak pekerja terhadap kesehatan dan keselamatan kerja mereka. Beberapa perusahaan yang ada sebagian juga telah memiliki standar keamanan dan kesehatan kerja.

UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menjelaskan tentang pentingnya perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja. Undang-Undang tersebut berawal dari UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja. UU Nomor 1 Tahun 1970 tersebut menjelaskan pentingnya keselamatan kerja baik itu di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, dan di udara di wilayah Republik Indonesia. Implementasinya diberlakukan di tempat kerja yang menggunakan peralatan berbahaya, bahan B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya), pekerjaan konstruksi, perawatan bangunan, pertamanan dan berbagai sektor pekerjaan lainnya yang diidentifikasi memiliki sumber bahaya. Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.

(45)

kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. SMK3 merupakan upaya integratif yang harus dilakukan tidak hanya dilakukan oleh pihak manajemen tetapi juga para pekerja yang terlibat langsung dengan pekerjaan.

(46)

VII.Kebijakan, Hukum, dan Peraturan

a. Undang-undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Indonesia mempunyai kerangka hukum K3 yang ekstensif, sebagaimana terlihat pada daftar peraturan perundang-undangan K3 yang terdapat dalam Lampiran II. undang K3 yang terutama di Indonesia adalah Undang-Undang No. 1/ 1970 tentang Keselamatan Kerja. Undang-Undang-undang ini meliputi semua tempat kerja dan menekankan pentingnya upaya atau tindakan pencegahan primer.

Undang-Undang No. 23/ 1992 tentang Kesehatan memberikan ketentuan mengenai kesehatan kerja dalam Pasal 23 yang menyebutkan bahwa kesehatan kerja dilaksanakan supaya semua pekerja dapat bekerja dalam kondisi kesehatan yang baik tanpa membahayakan diri mereka sendiri atau masyarakat, dan supaya mereka dapat mengoptimalkan produktivitas kerja mereka sesuai dengan program perlindungan tenaga kerja.

b. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Di antara negara-negara Asia, Indonesia termasuk negara yang telah memberlakukan undang-undang yang paling komprehensif (lengkap) tentang sistem manajemen K3 khususnya bagi perusahaan-perusahaan yang berisiko tinggi. Peraturan tersebut (Pasal 87 UU no 13 Tahun 2003) menyebutkan bahwa “setiap perusahaan yang mempekerjakan 100 karyawan atau lebih atau yang sifat proses atau bahan produksinya mengandung bahaya karena dapat menyebabkan kecelakaan kerja berupa ledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja diwajibkan menerapkan dan melaksanakan sistem manajemen K3.

(47)

sertifikat sistem manajemen K3 adalah perusahaan yang telah mematuhi sekurang-kurangnya 60 persen dari 12 elemen utama, atau 166 kriteria.

c. Panitia Pembina K3 (P2K3)

Menurut Topobroto (Markkanen, 2004 : 15), Pembentukan Panitia Pembina K3 dimaksudkan untuk memperbaiki upaya penegakan ketentuan-ketentuan K3 dan pelaksanaannya di perusahaan-perusahaan. Semua perusahaan yang mempekerjakan lebih dari 50 karyawan diwajibkan mempunyai komite K3 dan mendaftarkannya pada kantor dinas tenaga kerja setempat. Namun, pada kenyataannya masih ada banyak perusahaan dengan lebih dari 50 karyawan yang belum membentuk komite K3, dan kalau pun sudah, komite tersebut sering kali tidak berfungsi sebagaimana seharusnya.

d. Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK)

Berdasarkan Undang-Undang No 3/ 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Pemerintah mendirikan perseroan terbatas PT JAMSOSTEK. Undang-undang tersebut mengatur jaminan yang berkaitan dengan :

(i) kecelakaan kerja [JKK],

(ii) hari tua [JHT],

(iii) kematian [JK], dan

(iv) perawatan kesehatan [JPK].

(48)

e. Konvensi-konvensi ILO yang berkaitan dengan K3

Pada tahun 2003, Indonesia masih belum meratifikasi Konvensi-konvensi ILO yang berkaitan dengan K3 kecuali Konvensi ILO No 120/ 1964 tentang Higiene (Komersial dan Perkantoran). Tetapi hingga tahun 2000, Indonesia sudah meratifikasi seluruh Konvensi Dasar ILO tentang Hak Asasi Manusia yang semuanya berjumlah delapan.

Karena Indonesia mayoritas masih merupakan negara agraris dengan sekitar 70% wilayahnya terdiri dari daerah pedesaan dan pertanian, Konvensi ILO yang terbaru, yaitu Konvensi No. 184/ 2001 tentang Pertanian dan Rekomendasinya, dianggap merupakan perangkat kebijakan yang bermanfaat. Tetapi secara luas Indonesia dipandang tidak siap untuk meratifikasi Konvensi ini karena rendahnya tingkat kesadaran K3 di antara pekerja pertanian. Tingkat pendidikan umum pekerja pertanian di Indonesia juga rendah, rata-rata hanya 3 sampai 4 tahun di sekolah dasar (Markkanen, 2004 : 16)

2. Penegakan Hukum

Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan peraturan hukum terkait K3 kemudian membentuk lembaga-lembaga penunjang diantaranya :

a. Direktorat Pengawasan Norma K3 di DEPNAKERTRANS

(49)

melakukan pengawasan K3 di bawah yurisdiksi Direktorat Pengawasan Norma K3 (PNKK).

b. Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan

Pelayanan kesehatan kerja adalah tanggung jawab Pusat Kesehatan Kerja di bawah Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Pusat ini dibagi menjadi (i) Seksi Pelayanan Kesehatan Kerja, (ii) Seksi Kesehatan dan Lingkungan Kerja, dan (iii) Unit Administrasi.

Pusat ini sudah menyusun Rencana Strategis Program Kesehatan Kerja untuk melaksanakan upaya nasional. K3 merupakan salah satu program dalam mencapai Visi Indonesia Sehat 2010, yang merupakan kebijakan Departemen Kesehatan saat ini. Visi Indonesia Sehat 2010 dibentuk untuk mendorong pembangunan kesehatan nasional, meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata dan terjangkau untuk perorangan, keluarga, dan masyarakat .

c. Dewan Tripartit National Keselamatan dan Kesehatan Kerja (DK3N)

(50)

Pada hakikatnya kita memang tidak akan menemukan konsep dan realita yang berjalan bersamaan, begitu pula dengan implementasi dari K3 yang belum bisa berjalan maksimal apabila belum ada komitmen yang tegas dari berbagai pihak baik pmerintah, pengusaha dan lembaga terkait lainnya dalam melaksanakan K3.

Akibat Kecelakaan Kerja

Kecelakaan dapat menimbulkan 5 jenis kerugian, yaitu: Kerusakan, kekacauan organisasi, keluhan dan kesedihan, kelalaian dan cacat, dan kematian. Heinrich (1959) dalam ILO (1989:11) menyusun daftar kerugian terselubung akibat kecelakaan sebagai berikut:

1. Kerugian akibat hilangnya waktu karyawan yang luka,

2. Kerugian akibat hilangnya waktu karyawan lain yang terhenti bekerja karena rasa ingin tahu, rasa simpati, membantu menolong karyawan yang terluka,

3. Kerugian akibat hilangnya waktu bagi para mandor, penyelia atau para pimpinan lainnya karena membantu karyawan yang terluka, menyelidiki penyebab kecelakaan, mengatur agar proses produksi ditempat karyawan yang terluka tetap dapat dilanjutkan oleh karyawan lainnya dengan memilih dan melatih ataupun menerima karyawan baru.

4. Kerugian akibat penggunaan waktu dari petugas pemberi pertolongan pertama dan staf departemen rumah sakit,

5. Kerugian akibat rusaknya mesin, perkakas, atau peralatan lainnya atau oleh karena tercemarnya bahan-bahan baku,

(51)

7. Kerugian akibat pelaksanaan sistem kesejahteraan dan maslahat bagi karyawan,

8. Kerugian akibat keharusan untuk meneruskan pembayaran upah penuh bagi karyawan yang dulu terluka setelah mereka kembali bekerja, walaupun mereka (mungkin belum penuh sepenuhnya) hanya menghasilkan separuh dari kemampuan normal

9. Kerugian akibat hilangnya kesempatan memperoleh laba dari produktivitas karyawan yang luka dan akibat dari mesin yang menganggur.

10. Kerugian yang timbul akibat ketegangan ataupun menurunnya moral kerja karena kecelakaan tersebut,

11. Kerugian biaya umum (overhead) per-karyawan yang luka.

Pencegahan Kecelakaan

Suatu pencegahan kecelakaan kerja yang efektif memerlukan pelaksanaan pekerjaan dengan baik oleh setiap orang ditempat kerja. Semua pekerja harus mengetahui bahaya dari bahan dan peralatan yang mereka tangani, semua bahaya dari operasi perusahaan serta cara pengendaliannya. Untuk itu diperlukan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan pekerja mengenai keselamatan dan kesehatan kerja atau dijadikan satu paket dengan pelatihan lain (Depnaker RI, 1996:48).

Pencegahan kecelakaan berdasarkan pengetahuan tentang sebab kecelakaan. Sebab disuatu perusahaan diketahui dengan mengadakan analisa kecelakaan. Pencegahan ditujukan kepada lingkungan, mesin, alat kerja, perkakas kerja, dan manusia (Suma’mur PK., 1996:215).

(52)

(peralatan, perlengkapan, mesin, letak dan sebagainya) dan perangkat lunak (manusia dan segala unsur yang berkaitan).

Menurut Julian B. Olishifski (1985) dalam Gempur Santoso (2004:8) bahwa aktivitas pencegahan kecelakaan dalam keselamatan kerja professional dapat dilakukan dengan memperkecil (menekan) kejadian yang membahayakan, memberikan alat pengaman, memberikan pendidikan (training), dan Memberikan alat pelindung diri.

Menurut ILO dalam ILO (1989:20) berbagai cara yang umum digunakan untuk meningkatkan keselamatan kerja bidang industri dewasa ini diklasifikasikan sebagai berikut:

Peraturan

Peraturan merupakan ketentuan yang harus dipatuhi mengenai hal-hal yang seperti kondisi kerja umum, perancangan, kontruksi, pemeliharaan, pengawasan, pengujian dan pengoperasian peralatan industri, kewajiban para pengusaha dan pekerja, pelatihan, pengawasan kesehatan, pertolongan pertama, dan pemeriksaan kesehatan.

Standarisasi

Yaitu menetapkan standar resmi, setengah resmi, ataupun tidak resmi, misalnya mengenai konstruksi yang aman dari jenis peralatan industri tertentu seperti penggunaan alat keselamatan kerja, kebiasaan yang aman dan sehat, ataupun tentang alat pengaman perorangan.

Pengawasan

(53)

tercapai. Bagi yang melanggar peraturan tersebut sebaiknya diberikan sanksi atau punishment.

Riset Teknis

Hal yang termasuk dalam riset teknis berupa penyelidikan peralatan dan ciri-ciri dari bahan berbahaya, penelitian tentang perlindungan mesin, pengujian masker pernafasan, dan sebagainya. Riset ini merupakan cara paling efektif yang dapat menekan angka kejadian kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja.

Riset medis

Termasuk penyelidikan dampak fisiologis dan patologis dari faktor lingkungan dan teknologi, serta kondisi fisik yang amat merangsang terjadinya kecelakaan. Setelah diketahui faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan, maka seseorang dapat menghindari dan lebih berhati-hati dengan potensi bahaya yang ada.

Riset Psikologis

Sebagai contoh adalah penyelidikan pola psikologis yang dapat menyebabkan kecelakaan. Psikologis seseorang sangat membawa pengaruh besar dengan kecelakaan. Karena apa yang dirasakan/sedang dialami cenderung terus menerus berada dalam pikiran, hal inilah yang dapat mempengaruhi konsentrasi saat bekerja sehingga adanya bahaya kadang terabaikan.

Riset Statistik

(54)

Pendidikan

Hal ini meliputi pengajaran subyek keselamatan sebagai mata ajaran dalam akademi teknik, sekolah dagang ataupun kursus magang. Pemberian pendidikan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja pada usia sekolah diharapkan sebelum siswa terjun ke dunia kerja sudah memiliki bekal terlebih dahulu tentang bagaimana cara dan sikap kerja yang yang aman dan selamat, sehingga ketika terjun ke dunia kerja mereka mampu menghindari potensi bahaya yang dapat menyebabkan celaka.

Pelatihan

Salah satu contoh pelatihan yaitu berupa pemberian instruksi praktis bagi para pekerja, khususnya bagi pekerja baru dalam hal keselamatan kerja. Perlunya pemberian pelatihan karena pekerja baru cenderung belum mengetahui hal-hal yang ada di perusahaan yang baru ditempatinya. Karena setiap tempat kerja mempunyai kebijakan dan peraturan yang tidak sama dengan tempat kerja lain. Bahaya kerja yang ada juga sangat berbeda.

Persuasi

Penerapan berbagai metode publikasi dan imbauan untuk mengembangkan ”kesadaran akan keselamatan” dapat dijadikan sebagai contoh dari persuasi. Persuasi dapat dilakukan anatar individu maupun melalui media seperti poster, spanduk, dan media lainnya.

Asuransi

Dapat dilakukan dengan cara penyediaan dana untuk untuk meningkatkan upaya pencegahan kecelakaan. Selain itu asuransi juga dapat digunakan untuk membantu meringankan beban korban kecelakaan karena sebagian dari biaya di tanggung asuransi.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini telah sesuai dengan Undang-undang nomor 13 tahun 2003 pasal 87 ayat 2 bahwa setiap perusahaan wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menurut Pasal 61 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Perjanjian kerja berakhir apabila: pekerja meninggal dunia; berakhirnya jangka waktu

13 tahun 2003 pasal 87 ayat 1 tentang ketenagakerjaan yang berisi bahwa “Setiap perusahaan wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Undang-undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) nomor 20 tahun 2003 mengenai tujuan pendidikan nasional pasal 3 dan pasal 15 menyebutkan bahwa Sekolah

Merujuk pada fakta-fakta di atas, jika dihubungkan dengan konsep perlindungan hukum sebagaimana yang diamanatkan di dalam pasal Pasal 86 dan pasal 87 UU

Menurut Pasal 61 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Perjanjian kerja berakhir apabila: pekerja meninggal dunia; berakhirnya jangka

13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 87 ay at (1), yang dimaksud dengan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan

Nilai koefisien determinasi R Square sebesar 0.204 atau 20.4% menunjukkan bahwa peningkatan produktivitas kerja karyawan dipengaruhi oleh program K3, sedangkan sisanya 79.6% 100%-20.4%