• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah k3 fk unlam pspd 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "makalah k3 fk unlam pspd 2015"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

SYAMSUDIN NOOR

Disusun Oleh

1. Apidha Kartinasari NIM. I1A015006 13. Fransiskus A NIM. I1A015087 2. Ghyna Fakhriyah NIM. I1A015023 14. M. Rofi’e NIM I1A015097 3. Muanam NIM. I1A015036 15. Nur Ainun NIM. I1A015103 4. Nur Mila NIM. I1A015047 16. Yulike R. NIM. I1A015112 5. Pauline Surya K NIM. I1A015051 17. Zakia NIM. I1A015113 6. Wulan Syafitri NIM. I1A015068 18. Chulud NIM. I1A015206 7. Yuna Rezkya K.Y NIM. I1A015069 19. Degritha RRLNIM. I1A015208 8. A. Zaky Hafizi NIM. I1A015071 20. Johanes DBC NIM. I1A015219 9. Aldiya Jamilah NIM. I1A015073 21. M. Iqbal H. NIM. I1A015220 10. Ayu Nastiti W. NIM. I1A015079 22. Marsya R.NANIM. I1A015222 11. Dina Dian A. NIM. I1A015083 23. Putri Dayana NIM. I1A015232 12. Farizan Hasyim HP NIM. I1A015086 24. Windi Yani P.NIM. I1A015237

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

BANJARMASIN

(2)

DAFTAR ISI ii

KATA PENGANTAR iii

BAB I. PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang…...………. 1

1.2 Tujuan Penulisan….……… 2

BAB II. LANDASAN TEORI 4 2,1 Alat Pelindung Diri…….……..………. 4

2.2 Penyakit Akibat Kerja..………..…… 7

2.3 Kecelakaan Kerja………..…. 11

2.4 Menejemen K3………..… 18

BAB III. GAMBARAN KONDISI K3 DI BANDARA SYAMSUDIN NOOR 22 3.1 APDiri Yang Digunakan Pekerja yang Bekerja di PT Angkasa Pura I …..………... 22

3.2 Penyakit Akibat Kerja Yang Pernah Terjadi………….… 24

3.3 Kecelakaan Kerja Yang Pernah Terjadi .……….. 25

3.4 Menejemen K3 di Bandara Syamsudin Noor..…………. 27

BAB IV. PERMASALAHAN K3 DI BANDARA SYAMSUDIN NOOR 29 4.1 Masalah Yang Dihadapi ...……..……….. 29

4.2Usulan Pemecahan masalah...……… 29

BAB V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan ...……..………... 30

5.2 Saran...……… 30

(3)

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya

sehingga kami kelompok belajar blok K3 dapat menyelesaikan laporan kunjungan

lapangan di Bandara Syamsudin Noor tepat pada waktunya.

Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas akhir pada blok kesehatan dan

keselamatan kerja di Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat

Banjarmasin. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada para

pembimbing saat kunjungan lapangan dr. Widya Nusantari, kemudian teman

teman satu kelompok yang telah ikut serta membantu pengerjaan laporan ini, dan

seluruh pihak yang telah membantu selama kunjungan hingga selesainya laporan

ini.

Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, akan

tetapi kami berharap laporan ini bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan.

Banjarmasin, 5 November 2018

(4)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan hal yang tidak terpisahkan dalam sistem ketenagakerjaan dan sumber daya manusia. K3 tidak saja sangat penting dalam meningkatkan jaminan sosial dan kesejahteraan para pekerjanya akan tetapi jauh dari itu K3 mempunyai dampak positif atas keberlanjutan produktivitas kerja. Oleh sebab itu, isu K3 pada saat ini bukan sekedar kewajiban yang harus diperhatikan oleh para pekerja, akan tetapi juga harus dipenuhi oleh sebuah sistem pekerjaan. Dengan kata lain, pada saat ini K3 bukan semata sebagai kewajiban, akan tetapi sudah menjadi kebutuhan bagi setiap pekerja dan bagi setiap bentuk kegiatan pekerjaan.

(5)

Keselamatan dan kesehatan kerja adalah salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja karyawan. Produktivitas sumber daya manusia ditentukan oleh sejauh mana sistem yang ada ddi perusahaan mampu menunjang dan memuaskan keinginan seluruh pihak. Apabila suatu perusahaan peduli dengan keberadaan dan kesejahteraan karyawan, maka karyawan akan meningkatkan produktivitas kerjanya terhadap perusahaan. Apabila tingkat keselamatan kerja tinggi, maka kecelakaan yang menyebabkan sakit, cacat, dan kematian dapat ditekan sekecil mungkin. Apabila keselamatan kerja rendah, maka hal tersebut akan berpengaruh buruk terhadap kesehatan pekerja sehingga berakibat pada produktivitas yang menurun.

Bandara (bandara) merupakan tempat bertemunya banyak orang dari segala penjuru dunia yang datang dan pergi dengan pesawat udara, dan juga tempat berkumpulnya banyak orang yang melakukan kegiatannya masing-masing untuk menunjang operasi penerbangan yang lancar, aman dan nyaman. Dengan perkembangan dunia penerbangan dan mobilitas manusia serta barang yang makin tinggi, maka fungsi bandara (bandara) makin bertambah penting. Maka dari itu timbul masalah hygiene dan sanitasi di bandara yang harus ditangani sungguh-sungguh. Masalah hygiene dan sanitasi di bandara berhubungan erat dengan penyebaran penyakit menular dan juga dengan keselamatan penerbangan. Di samping masalah-masalah tersebut di atas, sering melalui bandara seorang pasien ingin berobat ke rumah sakit yang,besar di kota lain, bahkan ke luar negeri. Ini menimbulkan masalah, karena tidak semua . orang sakit boleh diangkut dengan pesawat udara (pesawat dari airline). Maka dari itu penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) pun sangat penting untuk mencegah hal-hal yang dapat menimbulkan kecelakaan.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

(6)

tercapainya tujuan dari K3 sesuai dengan Undang-Undang No 1 Tahun 1970 yaitu: (1) Melindungi dan menanggung keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain ditempat kerja; (2) Menanggung setiap sumber produksi dapat dipakai dengan cara aman dan efektif; (3) Meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas Nasional.

1.2.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui alat pelingdung diri yang digunakan di bandara b. Untuk mengetahui penyakit akibat kerja yang pernah terjadi di bandara c. Untuk mengetahui kecelakaan kerja yang pernah terjadi di bandara d. Untuk mengetahui manajemen K3 di bandara

(7)

LANDASAN TEORI

2.1 Alat Pelindung Diri 2.1.1 Definisi

Alat Pelindung Diri (APD) adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja. APD ini terdiri dari kelengkapan wajib yang digunakan oleh pekerja sesuai dengan bahaya dan risiko kerja yang digunakan untuk menjaga keselamatan pekerja sekaligus orang di sekelilingnya. Kewajiban ini tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.08/Men/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri. Dan pengusaha wajib untuk menyediakan APD sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) bagi pekerjanya.

Sedangkan menurut peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi nomor PER.08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri, Alat Pelindung Diri selanjutnya disingkat APD adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja. Pengusaha wajib menyediakan APD bagi pekerja/buruh di tempat kerja.22 Dalam pasal 4 ayat satu pada PER.08/MEN/VII/ 2010 disebutkan APD wajib digunakan di tempat kerja di mana:

1) Dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan;

2) Dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau disimpan bahan atau barang yang dapat meledak, mudah terbakar, korosif, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi atau bersuhu rendah;

(8)

perairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau dimana dilakukan pekerjaan persiapan;

4) Dilakukan usaha pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan;

5) Dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan batu-batuan, gas, minyak, panas bumi, atau mineral lainnya, baik di permukaan, di dalam bumi maupun di dasar perairan

6) Dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di daratan, melalui terowongan, di permukaan air, dalam air maupun di udara;

7) Dikerjakan bongkar muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun, bandara dan gudang;

8) Dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air; 9) Dilakukan pekerjaan pada ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan; 10) Dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau

rendah;

11) Dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting; 12) Dilakukan pekerjaan dalam ruang terbatas tangki, sumur atau lubang;

13) Terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran

14) Dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah;

15) Dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan telekomunikasi radio, radar, televisi, atau telepon

16) Dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset yang menggunakan alat teknis;

17) Dibangkitkan, dirubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air; dan

(9)

2.1.2 Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam pemakaian APD

Dalam penggunaan APD ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pemakainya yaitu:

1) Pengujian mutu

Alat pelindung diri harus memenuhi standar yang telah ditentukan untuk menjamin bahwa alat pelindung diri akan memberikan perlindungan sesuai yang diharapkan. Semua alat pelindung diri sebelum dipasarkan harus diuji lebih dahulu mutunya.

2) Cara pemakaian yang benar

Sekalipun APD disediakan oleh perusahaan, alat-alat ini tidak akan memberikan manfaat yang maksimal bila cara memakainya tidak benar. Masker baik untuk dikenalan tapi kurang baik apabila terlalu lama. Bukalah masker anda setiap 2 jam sekali untuk memberikan relaksasi pada otot bagian muka atau apabila memungkinkan keluar dari ruangan tempat bekerja selama kurang lebih 5 menit untuk melepas masker tersebut.

3) Pemilihan masker yang tepat

Alat pelindung diri yang akan digunakan harus benar-benar sesuai dengan kondisi tempat kerja, bahaya kerja dan pekerja sendiri agar benar-benar dapat memberikan perlindungan semaksimal mungkin pada tenaga kerja. Idealnya masker digunakan pada tempat yang tepat dengan jenis yang tepat. Tidak ada gunanya apabila kita menyarankan pekerja mengenakan masker penahan debu di area finishing, begitu pula sebaliknya.

2.1.3 Syarat-syarat APD

Adapun syarat-syarat APD agar dapat dipakai dan efektif dalam penggunaan dan pemeliharaan APD sebagai berikut :

1) Alat pelindung diri harus mampu memberikan perlindungan efektif pada pekerja atas potensi bahaya yang dihadapi di tempat kerja.

2) Alat pelindung diri mempunyai berat yang seringan mungkin, nyaman dipakai dan tidak merupakan beban tambahan bagi pemakainya.

(10)

4) Tidak menimbulkan gangguan kepada pemakainya, baik karena jenis bahayanya maupun kenyamanan dalam pemakaian.

5) Mudah untuk dipakai dan dilepas kembali.

6) Tidak mengganggu penglihatan, pendengaran dan pernapasan serta gangguan kesehatan lainnya pada waktu dipakai dalam waktu yang cukup lama.

7) Tidak mengurangi persepsi sensori dalam menerima tanda-tanda peringatan. 8) Suku cadang alat pelindung diri yang bersangkutan cukup tersedia di pasaran. 9) Mudah disimpan dan dipelihara pada saat tidak digunakan

10) Alat pelindung diri yang dipilih harus sesuai standar yang ditetapkan.

2.1.4 Pemeliharaan dan penyimpanan APD

Secara prinsip pemeliharaan APD dapat dilakukan dengan cara:

1) Penjemuran di panas matahari untuk menghilangkan bau dan mencegah tumbuhnya jamur dan bakteri.

2) Pencucian dengan air sabun untuk plindung diri seperti helm, kacamata, earplug yang terbuat dari karet, sarung tangan kain/kulit/karet dan lain-lain. 3) Penggantian cartirgde atau canister pada respirator setelah dipakai beberapa

kali.

Untuk penyimpanan APD diperlukan adanya beberapa syarat yaitu : 1) Tempat penyimpanan yang bebas dari debu, kotoran, dan tidak terlalu

lembab, serta terhindar dari gigitan binatang.

2) Penyimpanan harus diatur sedemikian rupa sehingga mudah diambil dan dijangkau oleh pekerja dan diupayakan disimpan di lemari khusus APD.

2.2 Penyakit Akibat Kerja 2.2.1 Definisi

(11)

1. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya Pneumoconiosis. 2. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya Karsinoma

Bronkhogenik.

3. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-faktor penyebab lainnya, misalnya bronkhitis kronis.

4. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya, misalnya Asma1.

2.2.2 Faktor-Faktor Penyebab

Faktor-faktor penyebab Penyakit Akibat Kerja (PAK) tergantung pada bahan yang digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja. Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan :

1. Golongan fisik : suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik.

2. Golongan kimiawi : bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan, awan atau kabut.

3. Golongan biologis : bakteri, virus atau jamur.

4. Golongan fisiologis : biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara kerja.

5. Golongan psikososial : lingkungan kerja yang mengakibatkan stress2.

2.2.3 Diagnosis

Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu dilakukan suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan menginterpretasinya secara tepat. Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah yang dapat digunakan sebagai pedoman:

1. Tentukan diagnosis klinisnya

(12)

dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan atau tidak1.

2. Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini

Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup:

a. Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara kronologis

b. Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan c. Bahan yang diproduksi

d. Materi (bahan baku) yang digunakan e. Jumlah pajanannya

f. Pemakaian alat perlindungan diri (masker) g. Pola waktu terjadinya gejala

h. Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala serupa)

i. Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS, label, dan sebagainya)3

3. Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit tersebut

Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung, perlu dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan penyakit yang diderita (konsentrasi, jumlah, lama, dan sebagainya)4.

(13)

Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan diagnosis penyakit akibat kerja4.

5. Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang dapat mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD, riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang dialami5.

6. Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah penderita mengalami pajanan lain yang diketahui dapat menjadi penyebab penyakit. Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja4.

(14)

2.3 Kecelakaan Kerja 2.3.1 Definisi

Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Tidak terduga oleh karena latar belakang peristiwa itu tidak terdapat adanya unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan. Oleh karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian material ataupun penderitaan dari yang paling ringan sampai pada yang paling berat.

Silalahi (1995) mendefinisikan secara umum kecelakaan diartikan sebagai kejadian yang tidak dapat diduga. Kecelakaan kerja dapat terjadi karena kondisi yang tidak membawa keselamatan kerja, atau perbuatan yang tidak selamat. Kecelakaan kerja dapat didefinisikan sebagai setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat yang mengakibatkan kecelakaan.

Berdasarkan definisi kecelakaan kerja maka lahirlah keselamatan dan kesehatan kerja yang mengatakan bahwa cara menanggulangi kecelakaan kerja adalah dengan meniadakan unsur penyebab kecelakaan dan atau mengadakan pengawasan yang ketat. Keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mencari dan mengungkapkan kelemahan yang memungkinkan terjadinya kecelakaan. Fungsi ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu mengungkapkan sebab akibat suatu kecelakaan dan meneliti apakah pengendalian secara cermat dilakukan atau tidak oleh pelaksana di tempat kerja.

2.3.2

Kerugian Yang Terjadi Akibat Kecelakaan Kerja

Peristiwa kecelakaan kerja dapat menimbulkan dampak negatif di berbagai aspek, yang dikelompokkan sebagai berikut:

1. Dampak kecelakaan kerja terhadap manusia.

Dampak yang ditimbulkan dari kecelakaan kerja pada aspek manusia meliputi:

a. Meninggal dunia adalah dampak dari kecelakaan kerja fatal yang mengakibatkan penderita meninggal dunia.

(15)

sepenuhnya melakukan pekerjaan produktif karena kehilangan atau tidak berfungsinya lagi bagian-bagian tubuh.

c. Cacat permanen sebagian adalah dampak dari kecelakaan kerja yang mengakibatkan cacat satu bagian tubuh hilang atau terpaksa dipotong atau sama sekali tidak berfungsi lagi.

d. Tidak mampu bekerja sementara adalah dampak kecelakaan kerja yang mengakibatkan pekerja tidak bekerja karena pengobatan atau beristirahat menunggu kesembuhan.

2. Dampak kecelakaan kerja terhadap proyek.

Selain berdampak pada manusia, maka kecelakaan kerja juga menimbulkan efek negative pada pembiayaan proyek, yaitu:

a. Biaya langsung

Kompensasi berupa biaya yang langsung dikeluarkan pada saat terjadi kecelakaan, meliputi biaya pengobatan dan rumah sakit bagi pekerja yang cidera, santunan yang harus dibayar ke pekerja yang mengalami cacat atau meninggal, biaya perbaikan untuk kerusakan alat dan bangunan akibat adanya kecelakaan kerja.

b. Biaya tidak langsung.

Biaya yang muncul akibat efek tidak langsung dari sebuah kecelakaan kerja, meliputi berupa biaya lembur yang terpaksa diadakan karena kekurangan tenaga kerja, biaya penambahan tenaga kerja, biaya keterlambatan proyek akibat jam kerja hilang.

Selain berdampak pada biaya, kecelakaan kerja di proyek konstruksi juga menimbulkan dampak terhadap kinerja proyek serta reputasi dari perusahaan tersebut yang diakibatkan keterlambatan proyek serta menurunnya produksi akibat jam kerja hilang

3. Dampak kecelakaan kerja terhadap negara.

(16)

saing, yang mana jika tingkat kecelakaan kerja suatu negara tinggi maka kecenderungannya adalah indeks daya saing negara tersebut akan rendah.

Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa dampak kecelakaan kerja memberikan efek negative yang sangat signifikan di berbagai level dari skala nasional (makro), skala industri (meso) sampai dengan skala proyek (mikro).

2.3.3

Pencegahaan Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja pada prinsipnya dapat dicegah dan pencegahaan ini menurut Bennet NBS (1995) merupakan tanggung jawab para manager, supervisor, mandor kepala dan juga kepala urusan. Tetapi menurut M. Sulaksmono (1997) dan yang tertulis dalam UU No.1 tahun 1970 pasal 10, bahwa tanggung jawab pencegahan kecelakaan kerja selain pihak perusahaan juga karyawan (tenaga kerja) dan pemerintah.

Pencegahan kecelakaan kerja menurut Julian B. Oslishifki (1985) bahwa aktivitas pencegahan yang profesional adalah:

1. Memperkecil atau menekan kejadian yang mebahayakan dari mesin, cara kerja material dan struktur perencanaan.

2. Memberikan alat pengaman agar tidak membahayakan sumber daya yang ada dalam perusahaan tersebut

3. Memberikan pendidikan atau training kepada karyawan tentang kecelakaan dan keselamatan kerja

4. Memberikan alat pelindung diri tertentu terhadap tenaga kerja yang berada pada area yang membahayakan.

Dari uraian pakar diatas bahwa kecelakaan kerja dapat dicegah, pada intinya perlu memperhatikan 4 faktor yaitu:

1. Lingkungan 2. Manusia 3. Peralatan

(17)

Untuk mencegah gangguan kesehatan dan daya kerja, ada beberapa usaha yang dapat dilakukan agar para buruh tetap produktif dan mendapatkan jaminan perlindungan keselamatan kerja, yaitu:

1. Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja. Kemudian pemeriksaan kesehatan calon pekerja untuk mengetahui, apakah calon tersebut serasi dengan pekerjaan yang akan diberikan kepadanya, baik fisik, maupun mentalnya. 2. Pemeriksaan kesehatan berkala, yaitu untuk evaluasi. Apakah faktor- faktor

penyebab itu telah menimbulkan gangguan-gangguan atau kelainan-kelainan kepada tubuh pekerja atau tidak

3. Pendidikan tentang keselamatan dan kesehatan kepada para buruh secara berkelanjutan. Itu penting agar mereka tetap waspada dalam menjalankan pekerjaanya

4. Penerangan sebelum kerja, agar mereka mengetahui dan menaati peraturan-peraturan dan lebih berhati-hati.

5. Pakaian pelindung, misalnya: masker, kacamata, sarung tangan, safety shoes, topi pakaian dan sebagainya

6. Isolasi, yaitu mengisolasi operasi atau proses dalam perusahaan yang membahayakan, misalnya isolasi mesin yang sangat hiruk agar tidak menjadi gangguan. Contoh lain, ialah isolasi pencampuran bensin dengan tetra-etil-timah hitam.

2.3.4

Faktor Kecelakaan di bandara

Aspek kesehatan di bandara juga perlu mendapat perhatian. Karena banyak sekali faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja maupun orang lain yang berada atau di sekitar bandara. Faktor-faktor tersebut adalah: 1. bising;

2. bahan kimia;

3. debu atau bahan radioaktif; 4. gelombang mikro dan sinar X; 5. polusi udara.

(18)

Menurut Kepmenaker No. Kep 51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja bahwa untuk NAB kebisingan adalah 85 dBA untuk pemajanan 8 jam sehari. Artinya tenaga kerja dapat bekerja dengan intensitas kebisingan sebesar 85 dBA maksimal hanya 8 jam. Sedangkan kebisingan di bandara yang mencapai 90-100 dBA hanya boleh di alami tenaga kerja maksimal selama 2 jam. Untuk itu tenaga kerja harus memakai alat pelindung diri, karena intensitas pekerjaan hampir selama 24 jam.

Akibat bising yang paling penting adalah menurunnya pendengaran dan dapat terjadi tuli permanen (sensoric deafness). Hampir 15% dari awak darat airline mengalami gangguan ini secara tak langsung. Dalam hubungannya dengan pesawat tersebut karyawan dibagi dalam golongan, yaitu:

1. Golongan I : Mereka yang bekerja dekat sekali dengan pesawat (kurang dari 8 meter) selama runs up.

2. Golongan II : Mereka yang relatif dekat (8 – 50 m) pesawat, misalnya maintenance personnel, starting crew, dan trouble line personnel.

3. Golongan lII : Mereka yang kadang-kadang harus bekerja tidak jauh dari pesawat (50 – 120 m), misalnya pramugari darat, personel kargo, dsb.

Menurut tingkatan bising (noise level) daerah sekitar pesawat dibagi menjadi 4 (empat) zona yaitu:

1. Zona A

Daerah dengan tingkatan bising antara 150 dB. Zona ini jangan dimasuki sama sekali.

2. Zona B

Daerah dengan tingkatan bising antara 135 – 150 dB. Di daerah ini orang harus berusaha sesingkat mungkin dan harus memakai ear muff.

3. Zona C

Daerah dengan tingkatan bising antara 115 – 135 dB. Semua orang yang bekerja di sini harus memakai ear muff. Bila hanya sebentar boleh memakai ear plug.

(19)

Daerah dengan tingkatan bising antara 100 – 115 dB. Mereka yang bekerja di sini harus mekakai ear plug terus menerus.

Untuk mencegah/mengurangi akibat gangguan bising perlu dilakukan Hearing Conservation Program, dengan cara:

1. Pemeriksaan audiometris secara berkala pada karyawan tersebut di atas. 2. Dilakukan usaha-usaha pencegahannya, di antaranya ialah memakai:

a. Helmet. Dipakai bila bekerja dekat sekali dengan pesawat yang run-up. Diperkirakan sebagian bising diserap oleh tulang-tulang kepala, jadi perlu helmet.

b. Ear muff. Dibuat dari plastik atau karet dengan ukuran small, medium dan large.

c. Golongan I memakai helmet dan ear plug. d. Golongan II memakai ear muff.

e. Golongan III cukup memakai ear plug.

Dalam pemeriksaan audiometri, dibuat Base Line Audiogram untuk frekuensi 250, 500, 1000, 2000, 4000, dan 8000 c/s, yang terpenting adalah frekuensi 500, 1000, dan 2000 c/s. Bila ada seorang dengan hearing loss 15 dB atau lebih, perlu dibuat audiogram ulangan setelah 48 jam bebas dari bising. Pemeriksaan audiometris secara berkala pada karyawan yang terpapar bising, dilakukan tiap 2 – 4 tahun sekali.

Para tenaga kerja atau karyawan di darat juga dihadapkan pada bahan kimia, seperti bahan bakar (bensin, bensol, avtur) minyak hidrolik, larutan desinfektans, insektisida dsb. Bahan-bahan tersebut dapat menyebabkan dermatitis kontak, dan bila tertelan atau terhirup dapat terjadi intoksikasi yang membahayakan. Oleh karena itu perlu dicegah dengan cara :

1. Memakai sarung tangan dan pakaian kerja, bila perlu masker.

2. Disediakan tempat cuci tangan, kamar mandi dan kamar ganti pakaian. 3. Ventilasi kerja harus baik.

4. Penyuluhan tentang kesehatan kerja.

(20)

Selain itu perlu juga diketahui nilai ambang batas bahan kimia yang diperbolehkan sebagai upaya pengendalian. Peraturan yang mengatur tentang bahan kimia adalah SE Menaker No. SE 01/MEN/1997 tentang NAB faktor kimia di udara lingkungan kerja dan juga Kepmenaker No. KEP 187/MEN/1999 tentang pengendalian bahan kima berbahaya di tempat kerja. Di dalamnya diatur tentang Nilai Ambang Batas bahan kimia dan juga mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja, akibat penggunaan bahan kimia berbahaya di tempat kerja maka perlu diatur pengendaliannya.

Dalam pengoperasian radar digunakan gelombang mikro dan sinar X. Gangguan yang ditimbulkan gelombang ini akan dirasakan terutama oleh teknisi radar, jarang pada operator radar. Gelombang mikro dapat merusak lensa mata dan terjadilah katarak, atau dapat juga merusak kelenjar testis, akibatnya adalah kemandulan. Oleh karena hal-hal tersebut perlu dilakukan usaha pencegahannya. Dalam Kepmenaker No. Kep 51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja menyatakan bahwa NAB untuk gelombang mikro.

Sinar X juga dapat menimbulkan gangguan kesehatan, yaitu dapat menyebabkan mutasi gen, munculnya kanker dan lain sebagainya. Dalam penanganannya, ada beberapa cara yaitu:

1. Mengatur waktu pemajanan dengan memberikan jam istirahat. 2. Isolasi sumber sinar X.

3. Bekerja dengan menggunakan remote control. 4. Tenaga kerja harus menggunakan APD.

(21)

1. Pemakaian masker; 2. Sarung tangan; 3. Baju pelindung;

4. Penyuluhan kesehatan bagi tenaga kerja.

Masalah hygiene dan sanitasi di bandara juga perlu di perhatikan sesuai dengan Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pemeliharaan dan peningkatan hygiene dan sanitasi di bandara akan menyangkut empat masalah, yaitu:

1. penyediaan air (water supply); 2. kebersihan makanan (food hygiene);

3. pembuangan sampah dan kotoran (waste disposal);

4. pemberantasan serangga/binatang yang dapat menularkan penyakit (vector control);

5. hygiene dan sanitasi di bandara harus ditangani dengan sungguh-sungguh, karena bila tidak, dapat membahayakan keselamatan penerbangan dan orang lain di lingkungan bandara.

2.4 Manajemen K3 2.4.1 Definisi

(22)

berkaitan dengan kegiatan kerja agar dapat menciptakan suasana tempat kerja yang aman. Sistem manajemen K3 dalam pelaksanaannya juga memiliki pola tahapan dalam kosep dasarnya. Pola tahapan pada konsep dasar tersebut disebut “Plan-Do-Check-Action”, yang meliputi:

a. Penetapan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dan menjami komitmen terhadap penerapan SMK3.

b. Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan SMK3. c. Menerapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif dengan

mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran.

d. Mengukur dan memantau dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan kerja serta melakukan tindakan pencegahan dan perbaikan.

e. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan SMK3 secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.

Dengan demikian sektor industri dapat memiliki dua dimensi yang sesuai dengan kemampuan dan Policy Managementnya dalam penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yaitu:

a. Innovative Management dengan melakukan inovasi manajemen melalui “Unsafe Condition Minimalizers” yang artinya adalah bagaimana kita dituntut untuk memperkecil atau mengurangi insiden yang diakibatkan oleh kondisi tempat kerja seperti, organisasi, peralatan kerja (mesin-mesin), lingkungan kerja dan sistem kerja.

b. Raditional System dalam penyelamatan pekerjaan melalui “Unsafe Act Minimalizers” yang artinya adalah bagaimana kita dituntut untuk memperkecil atau mengurangi tingkah laku orang yang tidak nyaman.

2.4.2 Manfaat

(23)

a. Pihak manajemen dapat mengetahui kelemahan-kelemahan unsur sistem operasional sebelum timbul gangguan operasional, kecelakaan, insiden dan kerugian-kerugian lainnya.

b. Dapat diketahui gambaran secara jelas dan lengkap tentang kinerja K3 di perusahaan.

c. Dapat meningkatkan pemenuhan terhadap peraturan perundangan bidang K3. d. Dapat meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan kesadaran tentang K3,

khususnya bagi karyawan yang terlibat dalam pelaksanaan audit. e. Dapat meningkatkan produktivitas kerja.

2.4.3 Penerapan SMK3 di perusahaan

(24)

1. Menerapkan kebijakan K3 dan menjamin komitmen terhadap penerapan Sistem Manajemen K3.

2. Adanya kebijakan K3 yang dinyatakan secara tertulis dan ditanda tangani oleh pengurus yang memuat keseluruhan visi dan tujuan perusahaan, komitmen dan tekat melaksanakan K3, kerangka dan program Kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara menyeluruh. Didalam membuat kebijakan K3 harus dikonsultasikan dengan perwakilan pekerja dan disebar luaskan kepada semua tenaga kerja, pemasok, pelanggan dan kontraktor. Kebijakan perusahaan harus selalui ditinjau ulang atau di review untuk peningkatan kinerja K3.

3. Adanya komitmen dari pucuk pimpinan (top management) terhadap K3 dengan menyediakan sumber daya yang memadai yang diwujudkan dalam bentuk (a) penempatan organisasi K3 pada posisi strategis; (b) penyediaan anggaran biaya, tenaga kerja dan sarana pendukung lainnya dalam bidang K3; (c) menempatkan personil dengan tanggung jawab, wewenang dan kewajiban secara jelas dalam menangani K3; (d) perencanaan K3 yang terkoordinasi ; dan (e) penilaian kinerja dan tindak lanjut K3.

4. Adanya tinjauan awal (Initial Review) kondisi K3 di perusahaan, yang dilakukan dengan cara: (a) identifikasi kondisi yang ada, selanjutkan dibandingkan dengan ketentuan yang berlaku ( pedoman Sistem Manajemen K3 ) sebagai bentuk pemenuhan terhadap peraturan perundangan (Law Enforcement); (b) identifikasi sumber bahaya di tempat kerja; (c) penilaian terhadap pemenuhan peraturan perundangan dan standar K3; (d) meninjau sebab akibat kejadian yang membahayakan, kompensasi kecelakaan, dan gangguan yang terjadi; (e) Meninjau hasil penilaian K3 sebelumnya; dan (f) menilai efisiensi dan efektifitas sumber daya yang disediakan.

5. Merencanakan pemantauan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan sistem manajemen K3.

(25)

7. Adanya pemahaman terhadap peraturan perundangan dan persyaratan lainnya yang berkaitan dengan K3.

8. Adanya penetapan tujuan dan sasaran kebijakan perusahaan dalam bidang K3 yang mencakup criteria kebijakan sebagai berikut dapat diukur, satuan / indikator pengukuran, sasaran pencapaian, dan jangka waktu pencapaian. 9. Adanya indikator kinerja K3 yang dapat diukur.

(26)

GAMBARAN KONDISI K3 DI BANDARA SYAMSUDIN NOOR

3.1 APD yang Digunakan Pekerja yang Bekerja di PT Angkasa Pura I

Lapangan udara Syamsudin Noor Banjarmasin yang terletak di Landasan Ulin Banjarbaru yang dikelola oleh PT Angkasa Pura 1 selalu mengutamakan keselamatan bagi para pekerjanya karena melihat dari berbagai aspek yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja oleh karena itu aspek kesehatan di bandara perlu mendapat perhatian lebih karena adanya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan bagi para tenaga kerja maupun orang lain yang berada atau disekitar bandara. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah bahan radio aktif, bising suara yang di hasilkan oleh mesin pesawat, bahan kimia seperti bahan bakar yang digunakan pesawat serta gelombang mikro dan polusi udara yang di hasilkan mengingat posisi lapangan udara yang berada di sekitar pemukiman. Dalam standar keselamatan kerja para karyawan wajib menggunakan alat pelindung diri (APD). APD yang dapat digunakan sebagai pelindung antara lain seperti pelindung mata, sarung tangan, alat penutup hidung, alas kaki berupa sepatu, pelindung kepala dan pelindung telinga.10

Secara umum hal yang harus diperhatikan saat bekerja di PT Angkasa Pura ialah kebisingan yang dihasilkan karena bising yang dihasilkan dapat berakibat fatal yang dapat mengakibatkan menurunnya pendengaran dan dapat terjadi tuli permanen (sensoric deaffness). Menurut tingkatan bising (noise level) daerah sekitar pesawat dibagi menjadi 4 zona yaitu:10

1. Zona A : Daerah ini memiliki tingkatan bising diantara 150 dB . Zona ini merupakan zona yang sangat rawan untuk dimasuki atau biasa disebut dengan zona berbahaya.

(27)

3. Zona C : Daerah ini memiliki tingkatan bising antara 115 - 135 dB. Semua orang yang bekerja disini harus memakai ear muff. Bila hanya sebentar boleh memakai ear plug.

4. Zona D : Daerah ini memiliki tingkatan bising antara 100 - 115 dB. Mereka yang bekerja disini harus memakai ear plug secara terus menerus.

Untuk mencegah atau mengurangi gangguan akibat bising perlu dilakukan Hearing Conservation Program antara lain:10

1. Pemeriksaan audiometri secara berkala pada karyawan yang bekerja di PT Angkasa Pura 1.

2. Dilakukan usaha-usaha pencegahannya diantaranya ialah memakai:10

a. Helmet : Harus digunakan apabila pekerja bekerja dekat sekali dengan pesawat yang sedang run up, karena diperkirakan sebagian bising yang dihasilkan pesawat dapat diserap oleh tulang-tulang kepala jadi sangat perlu penggunaan helmet.

b. Mereka yang bekerja sangat dekat dengan pesawat dalam jarak kurang dari 8 meter selama run-up harus menggunakan helmet dan ear muff.

c. Pekerja yang bekerja relatif dekat dengan jarak 8-50 meter dari pesawat misalnya maintenance personel, starting crew, dan trouble line personel harus menggunakan ear muff.

d. Pekerja yang terkadang harus bekerja dengan jarak tidak jauh dari pesawat pada jarak 50 – 120 meter misalnya seperti pramugari, personel kargo dapat menggunakan ear plug.

Para tenaga kerja atau karyawan yang ada di darat biasanya juga dihadapkan pada beberapa faktor penyebab kecelakaan kerja seperti bahan kimia yang digunakan sebagai bahan bakar seperti (bensin, bensol dan avtur), dan ada pula minyak hidrolik dan larutan desinfektan, bahan-bahan tersebut dapat tertelan atau terhirup para pekerja yang dapat menyebabkan intoksikasi yang membahayakan yang dapat mengakibatkan kematian bagi para pekerja tersebut. Oleh karena itu perlu dicegah dengan cara:10

(28)

2. Disediakan tempat cuci tangan, kamar mandi dan tempat penggantian pakaian. 3. Ventilasi udara yang ada di setiap ruangan.

4. Penyuluhan tentang kesehatan kerja.

5. Pemeriksaan kesehatan yang dapat dilangsungkan berkala.

Petugas ground handling terkadang juga harus menangani muatan muatan yang berisi bahan radioaktif. Apabila terjadi kebocoran dalam pengepakan dan dalam proses pengiriman dapat membahayakan sekitarnya. Selain itu, polusi udara yang terjadi karena asap yang keluar dari mesin pesawat dapat membuat orang yang menghirupnya keracunan, hembusan kuat dari jet blast yang keluar dari exhaust pesawat juga dapat menyebabkan debu berterbangan yang artinya dapat membahayakan kesehatan bagi para pekerja yang berada di sekitarnya. Untuk itu perlu usaha pencegahan yaitu:10

1. pemakaian masker 2. Sarung tangan 3. Baju pelindung 4. Kacamata

5. Penyuluhan kesehatan bagi teqnaga kerja.

3.2 Penyakit Akibat kerja di PT Angkasa Pura I

Beberapa kondisi yang dapat mempengaruhi kesehatan di Bandara adalah: 3.2.1 Kebisingan

(29)

dapat menjadi tuli permanen (sensoric deafness). Dalam penyelidikan diperkiraan hampir 15 % dari awak darat maskapai penerbangan mengalami gangguan ini secara tidak langsung. Kebisingan yang dialami awak pesawat, dapat dibagi menjadi 3 (tiga) golongan:11

Golongan I : Bekerja dekat pesawat 7 s.d 8 m selama runs up

Golongan II : Relatif dekat (8 s.d 50 m), maintenancepesawat, starting crewdan trouble line personal

Golongan III : Kadang-kadang bekerja, jauh dari pesawat (antara 50 s.d 120 m) diantaranya pramugari darat, personel kargo dan sebagainya

3.2.2 Bahan Kimia

Yang termasuk bahan kimia adalah bahan bakar, bensol,aftur, minyak hydrolik, larutan desinfektan dan sebagainya.11

3.2.3 Polusi Udara

3.2.4 Pengoperasian Radar

Dalam pengoperasian radar di bandara mengakibatkan terjadinya gelombang mikro dan sinar X. Paparan gelombang mikro dan sinar X menimbulkan gangguan pada teknisi radar karena dapat merusak kesehatan yaitu dapat merusak mata, terjadi katarak pada mata dan merusak kelenjar testis (untuk pria). Demikian juga dapat menimbulkan mutasi gen, kanker dan sebagainya.11

Walaupun demikian, berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan pihak K3 Angkasa Pura I didapatkan data penyakit akibat kerja yang terjadi di Angkasa Pura I berjumlah nihil.

3.3 Kecelakaan Akibat kerja di PT Angkasa Pura I

(30)

Dari hasil kunjungan lapangan ke Bandara Syamsuddin Noor didapatkan informasi tentang kecelakaan kerja yakni pada tahun 2017, di PT Angkasa Pura I tidak pernah terjadi kecelakaan kerja atau accident. Sejak 2014 PT Angkasa Pura I mendapatkan zero accident. Pada tahun 2013, terdapat accident dari Kalstar airlines, mesin dari pesawatnya meledak Namun, pada accident tersebut tidak terdapat korban, hanya terdapat kerusakan properti. Beberapa hal yang bisa terjadi ketika melakukan latihan manajemen k3 yang dilakukan oleh ARFF (Airport Rescue and Fire Fighting) cedera ringan berupa terkilir atau luka lecet namun tidak sampai terjadi accident.

a. Jumlah kecelakaan kerja di Bandara Periode Juni- Agustus

No Hari dan Tanggal

Kecelakaan Lokasi Kejadian Kronologis Singkat

b. Jumlah Kejadian P3K (first aid) di Bandara

(31)

Heryanto

 Tindak lanjut yang dilakukan pada korban, langsung dibawa ke klinik PT. Angkasa Pura I

untuk mendapat

pertolongan pertama

3.4 Manajemen K3 di PT Angkasa Pura I

Bandar Udara Syamsudin Noor memiliki kebijakan terkait dengan Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) yang mengacu pada KEP. 143 Tahun 2012. Kebijakan terkait K3 serta kebijakan perihal Manajemen Resiko yang berlaku di seluruh area bandara. Wilayah Bandar udara yang tidak langsung berhubungan dengan kegiatan operasi penerbangan berdasar pada KM No. 47 tahun 2002. Bagian dari Bandar udara dan segala fasilitas penunjangnya yang merupakan daerah bukan public tempat setiap orang, barang, dan kendaraan yang akan memasukinya wajib melalui pemeriksaan keamanan dan atau memiliki izin khusus.

Terdapat 4 prinsip utama bandar udara, yakni, safety, services, security, dan compliance. Manajemen K3 yang terdapat di PT Angkasa Pura I sebelumnya belum pernah disertifikasi melalui audit eksternal. Pada tahun 2013 sistem manajemen K3 yang dibentuk di PT Angkasa Pura I adalah SMS & OSH (Safety Management System & Occupational Safety Health Section) sebagaimana Keputusan Menteri KM. 20/2009. Komite ini mengawasi segala operasional di Bandar udara khususnya di bidang keselamatan terutama di sisi udara. Semua pekerja di Bandar udara memiliki kewajiban untuk melaporkan apabila ditemukan sumber bahaya/hazard dan kejadian kecelakaan kerja atau near miss kepada SMS & OSH.

Beberapa hal yang diperhatikan dalam manajemen K3 di bandar udara, rambu-rambu keselamatan, yang ditempatkan di

(32)

2) west apron

3) pos VIP room/building 4) East Apron

5) gerbang kargo

Rambu-rambu keselamatannya antara lain: 1) Dilarang merokok

2) Dilarang mengambil gambar tanpa persetujuan 3) Dilarang membawa senjata tajam

4) Safety vest wajib dikenakan 5) Wajib memakan pelindung telinga 6) Wajib memakai pas bandara 7) Jagalah kebersihan.

Terdapat 3 titik kumpul evakuasi di Bandar Udara Syamsudin Noor yaitu, 1) Parkir VIP terminal kedatangan, 2) Parkir VIP terminal keberangkatan, dan 3) Depan gedung briefing office.

Penggunaan APD diwajibkan ketika bertugas di air side yang terdiri dari safety helm, goggle, safety vest, maupun land slide berupa safety vest dan sepatu. Bentuk alat pelindung diri akan disesuaikan dengan resiko dari tenaga kerja yang bersangkutan. Perilaku saat bekerja juga harus selalu mematuhi SOP dan prosedur lain yang berlaku, masing-masing pekerja bertanggung jawab terhadap dirinya dan orang lain disekitarnya baik pekerja maupun penumpang.

(33)

PERMASALAHAN YANG ADA DI BANDARA SYAMSUDIN NOOR

4.1 Masalah yang dihadapi

1. Petugas ARFF di Bandara Syamsudin Noor kurang memahami dan menguasai mengenai alat yang ada dalam ambulance beserta cara penggunaannya

2. Masih terdapat petugas ARFF yang merokok di pos ARFF

4.2 Usulan pemecahan masalah

1. Perlu diadakan pelatihan pada petugas ARFF mengenai alat apa saja yang terdapat di ambulance dan cara penggunaannya sehingga dapat digunakan dengan baik disaat yang di perlukan

(34)

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

5.2 Saran

Saran dari laporan ini adalah:

1. Perlu dilakukan kunjungan lapangan kembali untuk mengontrol pelaksanaan K3 pada Bandara Syamsudin Noor apakah terjadi peningkatan kinerja atau justru terjadi kemunduran dalam penerapan K3, sebagai suatu bentuk kontrol dan pengamatan berjalannya sistem K3 di tempat tersebut.

2. Dalam kunjungan lapangan selanjutnya diharapkan setiap mahasiswa lebih aktif dalam bertanya, tidak hanya kepada para pekerja yang telah ditunjuk untuk membina saat kunjungan lapangan, namun juga kepada pekerja yang lain, agar mendapatkan informasi lain yang lebih obyektif berkaitan dengan penerapan K3 di tempat tersebut.

(35)

1. Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional. Pedoman Diagnosis dan Penilaian Cacat Karena Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja. Jakarta. 2003 2. Direktorat Kesehatan kerja dan olah raga Kementerian Kesehatan RI dan

PERDOKI. Buku Pelatihan Diagnosis PAK. Jakarta, April 2011.

3. Kolegium Kedokteran Okupasi Indonesia dan Perhimpunan Spesialis Kedokteran Okupasi Indonesia. Konsensus Diagnosis Okupasi sebagai penentuan Penyakit akibat Kerja. Jakarta, Juli 2010

4. Levy Barry S and Wegman David H. Occupational Health : Recognizing and Preventing Work Related Diseases and Injury. Lippincott Williamas and Wilkins. Phi. USA. 2000

5. Pusat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kemeterian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. Laporan survey tahun 2007-2009. Jakarta, Desember 2010. 6. WHO. International Classification of Diseases in Occupational Health.

Geneva, 2008

7. Syam AA. Studi Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) pada Proyek Bandara Rendani Manokwari. Gowa: Universitas Hasanuddin. 2017. 8. Rizki YS, Damanik JS. Analisis Kesehatan Kerja Personel di Lingkungan

Bandara Tjilik Riwut-Palangkaraya. Jurnal Perhubungan Udara. Jakarta. 2015. Hal 233-246.

9. Arifin M, Oktaviastuti B. Sistem Manajemen K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja). Malang: Universitas Negeri Malang. 2014.

10. Azhar S, Chintya C, Acanta A, Batara M, Erwin. Perhitungan Frekuensi Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Bandar Udara Syamsudin Noor. Banjarmasin: Fakultas Teknik UNLAM; 2015.

(36)

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa pada saat proses belajar mengajar diperoleh temuan sebagai berikut: Siswa terkesan bingung dengan penerapan model pembelajaran

Hasil yang dicapai dari kegiatan pembersihan bak aerasi adalah pengurasan bak aerasi dari adanya penumpukan lumpur yang terbawa limbah cair akibat dari tidak

Program aplikasi untuk perolehan data pada basisdata perundangan Pemerintah Kota Semarang adalah memanfaatkan akses node pada sebuah XPath dokumen XML dalam

Sedangkan untuk Mobile augmented reality sendiri adalah sebuah antar muka berbasis AR yang memiliki potensi menjadi zero-click interface dari Internet of Things ini

Sedangkan indeks Eropa ditutup mixed pada Kamis kemarin, di mana indeks FTSE100 Inggris mencatat kenaikan 0,35% ke level 6.833 serta DAX Jerman melemah ke level 11.967

6aka dari itu kemasan dibagian dalam dari minuman diberi alumunium oil yang terksturnya leksibel dapat disesuaikan dengan kerangka luar  kemasan kertas yang nantinya

Agenda Clustering Requirement untuk clustering Tipe data dalam cluster analysis Interval-scale variable Binary variable Nominal variable Ordinal variable Ratio-scaled

Indikator Kinerja Utama (IKU) tentang prosentase siswa menengah, mahasiswa, dan pekerja yang telah mengikuti penyuluhan memiliki sikap menolak penyalahgunaan