• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP KESELAMATAN KESEHATAN KERJA (K3) DAN SISTEM MANAJEMEN K3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP KESELAMATAN KESEHATAN KERJA (K3) DAN SISTEM MANAJEMEN K3"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP KESELAMATAN KESEHATAN KERJA (K3) DAN SISTEM MANAJEMEN K3

A. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Menurut Undang-undang 1. Sejarah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Di Indonesia

Dengan memperhatikan keadaan hukum kerja di zaman prakemerdekaan,

tentunya dapat diperkirakan bagaimana riwayat kesehatan kerja ini. Perbudakan,

perhambaan, rodi, dan poenale sanksi yang mewarnai hubungan kerja di zaman itu

menunjukkan pula kurangnya perhatian pemerintah Hindia Belanda akan

kesehatan kerja. Hal yang dicari pada saat itu adalah pengeksplotasian tenaga

kerja secara penuh demi kepentingan pihak penjajah, sedangkan kepentingan

tenaga kerja tidak diperhatikan sama sekali.43

Zaman Perbudakan

Zaman perbudakan ini secara legistis yaitu menurut peraturan

perundangan dinyatakan berakhir pada tanggal 31 Desember 1921. Jika

dibandingkan dengan Negara lain, berkat aturan adat yang dijiwai oleh

kepribadian bangsa, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab para budak agak

lumayan kedudukannya.44

Regerings Reglement (RR) tahun 1818 (semacam Undang-undang Dasar

Hindia Belanda) pada pasal 115 memerintahkan supaya diadakan

peraturan-43

Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja,

(Jakarta : Raja Grafindo), 2007 hlm. 80

44

(2)

perturan mengenai perlakuan terhadap keluarga budak. Peraturan pelaksananya

dimuat dalam Staatsblad 1825 No.44 ditetapkan bahwa :45

1. Harus dijaga agar anggota-anggota keluarga budak bertempat tinggal

bersama-sama, maksudnya seorang budak yang telah berkeluarga tidak

boleh dipisahkan dari istri dan anaknya.

2. Para pemilik diwajibkan bertindak baik terhadap para budak mereka.

3. Penganiayaan seorang budak diancam dengan pidana berupa denda antara

Rp.10,00 dan Rp.500,00 dan pidana lain yang dijatuhkan oleh pengadilan

untuk penganiayaan biasa.

Usaha dari pihak tidak resmi seperti dari “Javaans Menschlievend

Genootschaap” yaitu nama baru bagi “Java Benevolent Institution” dari zaman

pemerintahan Thomas Stamford Raffles antara tahun 1818 dan 1824 mencoba

untuk menghapuskan perbudakan tetapi tidak membawa hasil. Terjadi

pertentangan pendapat yang menyatakan bahwa penghapusan budak merupakan

pelanggaran besar terhadap hak para pemilik budak dan disisi lain berpendapat

bahwa kezaliman lebih besar apabila merendahkan manusia menjadi barang

milik.46

Baru pada tahun 1854 dalam Regeringsreglement 1854 pasal 115 sampai

117 kemudian menjadi pasal-pasal 169 sampai 171 Indische Staatsregeling 1926,

dengan tegas ditetapkan penghapusan perbudakan. Pasal 115 menetapkan paling

lambat 1 Januari 1860 perbudakan di seluruh Indonesia dihapuskan dan selnjutnya

45

Ibid

46

(3)

memerintahkan supaya diadakan peraturan-peraturan persiapan dan pelaksanaan

tentang penghapusan dan ganti rugi sebagai akibat penghapusan.47

Zaman Rodi

Zaman rodi atau kerja paksa ini berlaku bersamaan dengan zaman

perbudakan dan berakhir resminya di Jawa dan Madura pada tanggal 1 Februari

1938, kecuali di tanah partikelir yang baru dihapuskan pada tahun 1946 oleh

Coamacab (Commando Officer Allied Military Administration, Civil Affairs

Branch) dalam Noodverordening Particuliere Landrijen 1946 Java en Madura.48

Kesehatan kerja bagi pekerja rodi lebih diperuntukkan pada kekhawatiran

kehabisan jumlah pekerja paksa, bukan karena prikemanusiaan. Kesehatan kerja

pada bidang rodi ini lebih terletak pada pembatasan jam kerja. Misalnya hanya

boleh sehari seminggu dan paling banyak 52 hari dalam setahun dan seharinya

tidak boleh lebih dari 12 jam kerja rodi. Jarak antara rumah dan tempat kerja juga

diperhatikan. Tetapi hal ini pun dilanggar oleh pihak yang berkepentingan karena

kurangnya pengawasan. Penghapusan rodi dilakukan dengan membayar uang

pembebasan atau tebusan kepada Pemerintah dan bersamaan dengan itu gaji

pegawai dinaikkan dengan uang pembebasan itu.49

Poenale Sanksi

Zaman poenale sanksi meliputi antara tahun 1872 dan 1879 serta antara

masa 1880 dan 1941, berakhir pada tanggal 1 Januari 1942. Kedudukan

buruh/pekerja dalam hubungannya dengan majikan ditetapkan sebagai berikut :50

47

Ibid

48

Prof. Iman Supomo, “Hukum Perburuhan Bidang……..”,Op.Cit, hlm 11

49

Ibid

50Ibid

(4)

1. buruh tidak boleh meninggalkan perusahaan, tanpa izin tertulis dari

pengusaha, administrasi atau pegawai yang diberi wewenang untuk itu.

Apabila hal itu tetap dilakukan maka buruh dikenai tindak pidana yang

disebut melarikan diri. Hukuman untuk itu adalah denda atau kerja dengan

makan tanpa upah, biasanya disebut “krakal” selama-lamanya 1 bulan.

2. buruh wajib secara teratur melakukan pekerjaannya.

3. jika buruh meninggalkan perusahaan, ia wajib selalu membwa dan atas

permintaan yang berwajib memperhatikan kartu keterangan yang memuat

identitas buruh dan lamanya hubungan kerja.

4. jika buruh dalam masa hubungan kerja diadili atau menjalani pidana, maka

sesudahnya atas biaya perusahaan ia dapat di bawa kembali ke perusahaan.

Demikian pula jika buruh setelah menjalani istirahat, sakit dan sebagainya

jika tidak kembali lagi ke perusahaan maka dapat dipanggil kembali.

5. dilarang memberi pemondokan kepada seorang buruh yang tidak dapat

membuktikan kebebasannya dari kewajiban bekerja.

6. dalam keadaan bagaimanapun, buruh tidak dapat memutuskan hubungan

kerjanya secara sepihak.

Dalam lembaga poenale sanksi yang menyerahkan pribadi buruh

sepenuhnya kepada wewenang perusahaan / majikan tidak dapat diharapkan

adanya perlindungan buruh. Satu-satunya jalan untuk memberikan perlindungan

bagi buruh itu pda kedudukan manusia social adalah penghapusan poenale sanksi

yang terjadi pada tangga 1 Januari 1942.

(5)

Kesehatan kerja di Indonesia dimulai pada dasawarsa ketiga abad XX.

Kesehatan kerja pertama kali diatur dalam :51

1. Maatregelen ter Beperking van de Kindearrbied en de Nachtarbeid van de

Vroewen, yang biasanya disingkat Maatregelen, yaitu peraturan tentang

pembatsan pekerjaan anak dan wanita pada malam hari, yang dikeluarkan

dengan Ordonantie No. 647 Tahun 1925, mulai berlaku tanggal 1 Maret

1926.

2. Bepalingen Betreffende de Arbeit van Kinderen en Jeugdige Persoonen

ann Boord van Scepen, biasanya disingkat ‘Bepalingen Betreffende’, yaitu

peraturan tentang pekerjaan anak dan orang muda di kapal, yang

diberlakukan dengan Ordonantie No. 87 tahun 1926, mulai berlaku 1 Mei

1926.

Selain Maatregelen dan Bepalingen Betreffende, peraturan lain yang

dikwalifikasi sebagai peraturan kesehatan kerja, yang dikeluarkan oleh pemerintah

Hindia Belanda adalah :52

1. Mijn Politie Reglement, Stb No. 341 tahun 1931 (peraturan tentang

pengawasan di tambang).

2. Voorschriften omtrent de dienst en rushtijden van bestuur der an

motorrijtuigen (tentang waktu kerja dan waktu mengaso bagi pengemudi

kendaraan bermotor).

3. Riauw Panglongregeling (tentang panglong di Riau)

4. Panglongkeur Soematra Oostkust (tentang panglong di Sumatera Timur).

51

Zaeni Asyhadie,SH.,M.Hum, Op.Cit, hlm.81

52Ibid

(6)

5. Aanvullende Plantersregeling (peraturan perburuhan di perusahaan

perkebunan).

6. Arbeidsregeling nijverheidsberijvn (peraturan perburuhan di perusahaan

perindustrian).

Di Indonesia secara historis peraturan keselamatan dan kesehatan kerja

telah ada sejak pemerintahan Hindia Belanda. Setelah kemerdekaan dan

diberlakukannya Undang-undang Dasar 1945, maka beberapa peraturan termasuk

peraturan keselamatan kerja yang pada saat itu berlaku yaitu Veiligheids

Reglement telah dicabut dan diganti dengan Undag-undang Keselamatan Kerja

No.1 Tahun 1970.53

Setelah kemerdekaan pula yang pertama-tama menjadi perhatian

pemerintah adalah masalah kesehatan kerja. Sewaktu Imdonesia masih berbentuk

serikat beribukota di Yogyakarta pada tannga 20 April 1948 mengundangkan

Undang-undang No.12 Tahun 1948 tentang kerja. Setelah Indonesia berbentuk

Negara kesatuan UU No.12 tahun 1948 ini di berlakukan ke seluruh wilayah

Indonesia dengan UU No.2 Tahun 1951. Undang-undang pokok kerja ini mamuat

aturan dasar mengenai :54 1. Pekerjaan anak

2. Pekerjaan orang muda

3. Pekerjaan wanita

4. Waktu kerja, istirahat, dan mengaso

53

Departemen Tenaga Kerja, Op.Cit, BAB II, hlm.42

54

(7)

5. Tempat kerja dan perumahan buruh, untuk semua pekerjaan tidak

membeda-bedakan tempatnya, misalnya di bengkel, di pabrik, di rumah

sakit, di perusahaan pertanian, perhubungan, pertambangan, dan lain-lain.

Undang-undang No.12 Tahun 1948 merupakan undang-undang pokok

sehingga memerlukan peraturan pelaksana yang lebih rinci. Mengingat keadaaan

Indonesia yang masih di awal kemerdekaan, maka peraturan pelaksana dibuat

secara bertahap. Peraturan pelaksana yang sempat dikeluarkan pada masa itu

adalah :55

1. Peraturan pemerintah No.3 Tahun 1950 yang memberlakukan aturan

waktu kerja, istirahat, dan mengaso serta mengatur tata cara pengusaha

untuk dapat mengadakan penyimpangan dari waktu kerja.

2. Peraturan Pemerintah No.21 Tahun 1954 yang mengatur tentang

berlakunya ketentuan cuti tahunan bagi pekerja/buruh.

Berbeda dengan undang-undang pokok lainnya, undang-undang kerja

mempunyai ketentuan bahwa semua ketentuan yang ada hanya akan berlaku jika

ada peraturan pelaksananya. Sampai saat undang-undang kerja dicabut dan

digantikan dengan Undng-undang No.13 Tahun 2003, peraturan pelaksana yang

baru keluar hanya kedua peraturan tersebut. Maka hanya kedua aturan

undang-undang kerja itu yang sempat berlaku.56

2. Ruang LingkupKeselamatan Kerja

Keselamatan kerja termasuk dalam perlindungan teknis, yaitu

perlindungan terhadap pekerja/buruh agar selamat dari bahaya yang dapat

ditimbulkan oleh alat kerja atau bahan yang dikerjakan. Keselamatan kerja tidak

55

Ibid

56Ibid

(8)

hanya memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh, tetapi juga kepada

pengusaha dan pemerintah :57

a. Bagi pekerja/buruh, adanya jaminan perlindungan keselamatan kerja akan

menimbulkan suasana kerja yang tenteram sehingga pekerja/buruh akan

dapat memusatkan perhatiannya pada pekerjaannya semaksimal mungkin

tanpa khawatir sewaktu-waktu akan tertimpa kecelakaan kerja.

b. Bagi pengusaha, adanya pengaturan keselamatan kerja di perusahaannya

akan dpat mengurangi terjadinya kecelakaan yang dapat mengakibatkan

pengusaha harus memberikan jaminan social.

c. Bagi pemerintah (dan masyarakat), dengan adanya dan ditaatinya

peraturan keselamatan kerja, maka apa yang direncanakan pemerintah

untuk menyejahterakan masyarakat akan tercapai dengan meningkatnya

produksi perusahaan baik kualitas maupun kuantitasnya.

Untuk mewujudkan perlindungan keselamatan kerja, maka pemerintah

telah melakukan upaya pembinaan norma di bidang ketenagakerjaan. Dalam

pengertian pembinaan norma ini sudah mencakup pengertian pembentukan,

penerapan dan pengawasan norma itu sendiri.58

Ditinjau dari segi keilmuan, keselamatan dan kesehatan kerja diartikan

sebagai ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah

kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Keselamatan dan

kesehatan kerja harus diterapkan dan dilaksanakan di setiap tempat kerja

57

Zaeni Asyhadie,SH.,M.Hum, Op.Cit, hlm.94-95

58

(9)

(perusahaan). Tempat kerja adalah setiap tempat yang di dalamnya terdapat 3

(tiga) unsur, yaitu :59

a. Adanya suatu usaha, baik itu usaha yang bersifat ekonomis maupun social.

b. Adanya sumber bahaya.

c. Adanya tenaga kerja yang bekerja di dalamnya, baik secara terus menerus

maupun hanya sewaktu-waktu.

Undang-undang No.1 Tahun 1970 menetukan bahwa tempat-tempat yang

dimaksud dengan tempat kerja adalah tempat-tempat di darat, di dalam tanah, di

permukaan air, di dalam air maupun di udara yang berada di wilayah kekuasaan

hukum Indonesia, dimana :

a. dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas,

peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan

kecelakaan atau peledakan;

b. dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut, atau

disimpan atau bahan yang dapat meledak, mudah terbakar, menggigit,

beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi;

c. dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau

pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan

perairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau

dimana dilakukan pekerjaan persiapan.

d. dilakukan usaha: pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan

hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan

dan lapangan kesehatan;

59Ibid

(10)

e. dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan : emas, perak, logam atau

bijih logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau minieral lainnya, baik

di permukaan atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan;

f. dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di darat,

melalui terowongan, dipermukaan air, dalam air maupun di udara;

g. dikerjakan bongkar muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok

stasiun atau gudang;

h. dilakukan penyelamatan, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam

air;

i. dilakukan pekerjaan dalam ketinggian diatas permukaan tanah atau

perairan;

j. dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau

rendah;

k. dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan,

terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau

terpelanting;

l. dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;

m. terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, suhu, kotoran, api, asap, uap,

gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran;

n. dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah;

o. dilakukan pemancaran, penyinaran atau penerimaan radio, radar, televisi,

atau telepon;

p. dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset

(11)

q. dibangkitkan, dirobah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau

disalurkan listrik, gas, minyak atau air;

r. diputar film, pertunjukan sandiwara atau diselenggarakan reaksi lainnya

yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.

Pasal 3 Undang-undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

menentukan bahwa syarat-syarat keselamatan kerja yang harus diperhatikan oleh

pengusaha akan diatur lebih lanjut. Namun, peraturan perundangan yang

dimaksudkan sampai sekarang belum ada. Peraturan perundangan warisan Hindia

Belanda masih dapat dijadikan pedoman syarat-syarat keselamatan kerja, yaitu :60 a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan

Untuk mencegah atau mengurangi kecelakaan ini banyak sekali upaya

yang dapat dilakukan oleh pengusaha. Dalam Veiligheidregelement (Peraturan

Keamanan Kerja), antara lain dinyatakan bahwa agar peralatan pabrik tidak atau

kurang menimbulkan bahaya, maka :

1) Ban penggerak, rantai, dan tali yang berat harus diberikan alat

penadah, jika putus tidak akan menimbulkan bahaya.

2) Mesin-mesin harus terpelihara dengan baik, mesin yang berputar harus

diberikan penutup agar jangan saampai beterbangan jika kurang tahan

dalam putaran yang keras.

3) Ban penggerak, rantai, atau tali yang dilepaskan harus tergantung,

maka gantungan itu harus dibuat sedemikian rupa agar tidak

menyentuh ban penggerak.

4) Harus tersedia alat pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K).

60

(12)

b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran, yang dapat

dilakukan dengan menyediakan alat-alat pemadam kebakaran,

memberikan kesempatan atau jalan menyelamatkan diri bagi pekerja/buruh

jika terjadi kebakaran, dan memberikan alat perlindungan lainnya untuk

mengantisipasi kemungkinan terjadinya kebakaran.

c. Mencegah atau mengurangi bahaya peledakan. Peledakan biasanya sering

terjadi pada perusahaan-perusahaan yang mengerjakan bahan-bahan yang

mudah meledak. Perusahaan-perusahaan yang demikian pada setiap

ruangan kerja haruslah disediakan sekurang-kurangnya satu pintu yang

cepat terbuka untuk keluar. Bahan-bahan yang akan dikerjakan di ruang

kerja tidak boleh melebihi jumlah yang seharusnya dikerjakan. Harus pula

dipasang alat-alat kerja yang menjamin pemakaiannya akan aman dari

bahaya peledakan.

d. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai, menyelenggarakan suhu

udara yang baik, memelihara ketertiban dan kebersihan, mengamankan

dan memelihara bangunan.

e. Mencegah agar jangan sampai terkena aliran listrik yang berbahaya. Hal

ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1) bagian alat listrik yang mempunyai tegangan minimal 250 volt

haruslah tertutup.

2) Sambungan-sambungan kabel listrik harus diberikan pengaman.

3) Bangunan-bangunan yang diatasnya terbentang kawat listrik harus

diperiksa sewaktu-waktu dan jika perlu diberikan pembungkus

(13)

Peraturan Menteri Perburuhan pada pasal 2 menetapkan bahwa setiap

bangunan perusahaan harus memenuhi syarat-syarat untuk :61

a. Menghindarkan kemungkinan bahaya kebakaran dan kecelakaan.

b. Menghindarkan kemungkinan bahaya keracunan, penularan penyakit atau

timbulnya penyakit kerja.

c. Memajukan kebersihan dan ketertiban.

d. Terdapat penerangan yang cukup dan memenuhi syarat untuk melakukan

pekerjaan.

e. Mendapat suhu yang layak dan peredaran udara yang cukup.

f. Menghindarkan gangguan debu, gas, uap dan bauan yang tidak

menyenangkan.

Keselamatan kerja bertalian dengan kecelakaan kerja yaitu kecelakaan

yang terjadi di tempat kerja atau dikenal dengan kecelakaan industri. Kecelakaan

industri ini dapat diartikan : suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak

dikendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur aktivitasnya. Suatu

kejadian atau peristiwa tertentu adalah sebab musababnya demikian pula

kecelakaan industri/kecelakaan kerja ini.62 Rangkaian kejadian dan factor penyebab kecelakaan dikeal dengan “teori domino”, yaitu :63

a. Kelemahan pengawasan oleh manajemen (lack of control management).

Pengawasan ini diartikan sebagai fungsi manajemen yaitu perencanaan,

pengorganisasian kepemimpinan (pelaksana) dan pengawasan. Partisipasi

aktif manajemen sangat menetukan keberhasilan usaha pencegahan

61

Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) RI No.7 Tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan, dan Penerangan dalam Tempat Kerja. Pasal 2

62

Lalu Husni,SH.,M.Hum, Op.Cit, hlm.142

63

(14)

kecelakaan seorang pimpinan unit disamping memahami tugas

operasional tapi juga harus mampu :

- memahami program pencegahan kecelakaan

- memahami standard, mencapai standard

- membina, mengukur, dan mengevaluasi performance bawahannya.

Inilah yang dimaksud dengan control

b. Sebab dasar. Penyebab dasar terjadinya kecelakaan adalah unsafe

condition dan unsafe action. Pendapat berbagai ahli K3 yang cukup

radikal, 2 ( dua ) factor diatas merupakan gejala akibat buruknya

penerapan dan kurangnya komitmen manajemen terhadap K3 itu sendiri.

Beberapa contoh unsafe condition :64

- Peralatan kerja yang sudah usang ( tidak layak pakai ).

- Tempat kerja yang acak-acakan

- Peralatan kerja yang tidak ergonomis.

- Roda berputar mesin yang tidak dipasang pelindung ( penutup ).

- Tempat kerja yang terdapat Bahan Kimia Berbahaya yang tidak

dilengkapi sarana pengamanan ( labeling, rambu) dll.

Beberapa contoh unsafe action :

- Karyawan bekerja tanpa memakai Alat Pelindung Diri Pekerja yang

mengabaikan Peraturan K3.

- Merokok di daerah Larangan merokok.

- Bersendau gurau pada saat bekerja. Dan lain-lain.

64

(15)

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang bertindak Kurang

aman dalam melakukan pekerjaan, antara lain :

- Tenaga kerja tidak tahu tentang :

1. Bahaya – bahaya di tempat kerjanya

2. Prosedur Kerja Aman

3. Peraturan K3

4. Instruksi Kerja dll.

- Kurang terampil ( unskill ) dalam :

1. Mengoperasikan Mesin Bubut.

2. Mengemudikan Kenderaan.

3. Mengoperasikan Fire Truck.

4. Memakai alat – alat kerja ( Tool ) dll.

- Kekacauan sistem manajemen K3

1. Menempatkan tenaga kerja tidak sesuai dengan keahliannya.

2. Penegakan Peraturan yang lemah.

3. Paradigma dan Komitmen K3 yang tidak mendukung.

4. Tanggungjawab K3 tidak jelas.

5. Anggaran Tdk Mendukung.

6. Tidak Ada audit K3 dll.

c. Sebab yang merupakan gejala (sympton). Disebabkan masih adanya

(16)

keselahan. Dalam hal ini kita kenal dengan tindakan tak man dan kondisi

tak aman. Factor-faktor ini sebenarnya adalah symptom (gejala) atau

pertanda bahwa ada sesuatu yang tidak beres apakah pada system ataukah

pada manajemen.

d. Kecelakaan. Jika ketiga urutan diatas tercipta, maka besar atau kecil akan

timbul peristiwa atau kejadian yang tidak diinginkan dan tidak

direncanakan yang dapat mengakibatkan kerugian dalam bentuk cidera

dan kerusakan akibat kontak dengan sumber energi melebihi nilai ambang

batas badan atau struktur.

Disamping ada sebabnya maka suatu kejadian juga akan membawa akibat.

Akibat dari kecelakaan industri ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

pertama kerugian yang bersifat ekonomis, antara lain kerusakan / kehancuran

mesin, peralatan, bahan dan bangunan. Biaya pengobatan dan perawatan korban.

Tunjangan kecelakaan. Hilangnya waktu kerja. Menurunnya jumlah maupun mutu

produksi. Kedua kerugian yang bersifat non ekonomis. Pada umumnya berupa

penderitaan manusia yaitu tenaga kerja yang bersangkutan, baik itu merupakan

kematian, luka/cedara berat maupun ringan.65

Menurut International LabourOrganization (ILO) ada beberapa cara atau

langkah yang perlu diambil untuk menanggulangi kecelakaan yang terjadi di

tempat kerja, yaitu melalui :66

a. Peraturan perundang-undangan.

• Adanya ketentuan dan syarat-syarat K3 yang selalu mengikuti

perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi (up to date).

65

Lalu Husni,SH.,M.Hum, Op.Cit, hlm. 143

66

(17)

• Penerapan semua ketentuan dan persyaratan keselamatan dan

kesehatan kerja sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku

sejak tahap rekayasa.

• Penyelenggaraan pengawasan dan pemantauan pelaksanaan K3

melalui pemeriksaan-pemeriksaan langsung di tempat kerja.

b. Standarisasi. Merupakan suatu ukuran terhadap besaran-besaran nilai.

Dengan adanya standard K3 yang maju akan menentukan tingkat

kemajuan K3, karena pada dasarnya baik buruknya K3 di tempat kerja

diketahui melalui pemenuhan standard K3.

c. Inspeksi. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam rangka pemeriksaan

dan pengujian terhadap tempat kerja, mesin, pesawat, alat dan instalasi,

sejauh mana masalah-masalah ini masih memenuhi ketentuan dan

persyaratan K3.

d. Riset, meliputi :

• Riset teknik, penelitian terhadap benda dan karakteristik bahan-bahan

berbahaya. Mempelajari pengaman mesin, pengujian alat pelindung

diri, penyelidikan tentang desain yang cocok untuk instalasi industri.

• Riset medis, meliputi hal-hal khusus yang berkaitan dengan penyakit

akibat kerja dan akibat medis terhadap manusia dari berbagai

kecelakaan kerja.

• Riset psikologis, penelitian terhadap pola-pola pdikologis yang dapat

menjurus kearah kecelakaan kerja.

e. Pendidikan. Pemberian pengajaran dan pendidikan cara pencegahan

(18)

orangnya (korban), jenis kecelakaan, factor penyebab, sehingga dapat

ditentukan pola pencegahan kecelakaan yang serupa.

f. Training (latihan). Pemberian instruksi atau petunjuk-petunjuk melalui

praktek kepada para pekerja mengenai cara kerja yang aman.

g. Persuasi. Menanamkan kesadaran akan pentingnya keselamatan dan

kesehatan kerja dalam upaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan,

sehingga semua ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja dapat diikuti

oleh semua tenaga kerja.

h. Asuransi. Upaya pemberian insentif dalam bentuk reduksi terhadap premi

asuransi kepada perusahaan yang melakukan usaha-usaha keselamatan dan

kesehatan kerja atau yang berhasil menurunkan tingkat kecelakaan di

perusahaannya.

i. Penerapan K3 di tempat kerja. Langkah-langkah tersebut haris dapat

diaplikasikan di tempat kerja dalam upaya memenuhi syarat-syarat K3 di

tempat kerja.

3. Ruang Lingkup Kesehatan Kerja

Kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar

tenaga kerja memperoleh keadaan kesehatan yang sempurna baik fisik, mental

maupun social sehingga memungkinkan dapat bekerja secara optimal. Tujuan

kesehatan kerja adalah :67

67

(19)

1. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan tenaga kerja yang

setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun social.

2. Mencegah dan melindungi tenaga kerja dari gangguan kesehatan yang

disebabkan oleh konisi lingkungan kerja.

3. Menyesuaikan tenaga kerja dengan pekerjaan atau pekerjaan dengan

tenaga kerja.

4. Meningkatkan produktivitas pekerja.

a. Ketentuan Umum

Peraturan kesehatan kerja yang terdapat dalam Undang-undang No.13

Tahun 2003 meliputi tentang pekerjaan anak, wanita, waktu kerja, waktu istirahat.

Berikut uraian materi peraturan kesehatan kerja.

Pekerjaan Anak

Anak adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 (delapan belas)

tahun.68 Undang-undang No.13 tahun 2003 mengatur tentang norma kerja mulai pasal 68, yang mana pasal ini melarang keras pengusaha mempekerjakan anak.

Anak dianggap bekerja apabila berada di tempat kerja, kecuali dapat dibuktikan

sebaliknya.69

Secara umum larangan mutlak bagi anak untuk melakukan pekerjaan ini

adalah tepat, sebab akan terdapat beberapa kerugian atau dampak negative jika

anak melakukan pekerjaan, diantaranya adalah :70

1. Menghambat atau memperburuk perkembangan jasmani maupun rohani

anak.

2. Menghambat kesempatan belajar bagi anak.

68

Undang-undang No.13 Tahun 2003, Op.Cit, pasal 1 ayat (26)

69

Zaeni Asyhadie,SH.,M.Hum, Op.Cit, hlm. 84

70

(20)

3. Dalam jangka panjang perusahaan akan menderita beberapa kerugian

apabila mempekerjakan anak, misalnya kwalitas produksi rendah,

pemborosan dan lain sebagainya.

Undang-undang No.13 Tahun 2003 lebih lanjut mengatur tentang

pekerjaan anak ini sebagai berikut :

a. Bagi anak yang berumur antara 13 sampai dengan 15 tahun diperbolehkan

untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu

perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan social.71 Pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan dimaksud harus memenuhi

persyaratan :72

1) izin tertulis dari orang tua atau wali;

2) perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali;

3) waktu kerja maksimal maksimal 3 jam;

4) dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;

5) keselamatan dan kesehatan kerja

6) adanya hubungan kerja yang jelas;

7) menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku (pasal 69

ayat (2) UU No. 13 Tahun 2003.

b. Anak dapat melakukan pekerjaan di tempat kerja yang merupakan bagian

dari kurikulum pendidikan atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang

berwenang.73 Pekerjaan tersebut juga dapat dilakukan dengan syarat :74

71

Undang-undang No.13 Tahun 2003, Op.Cit, pasal 69 ayat (1)

72

Ibid, pasal 69 ayat (2)

73

Ibid, pasal 70 ayat (1)

74Ibid,

(21)

1) diberi petunjuk yang jelas tentang cara pelaksanaan pekerjaan serta

bimbingan dan pengawasan dalam melakukan pekerjaan;

2) diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.

c. Anak dapat juga melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan

minatnya.75 Hal ini dimaksudkan untuk melindungi anak agar pengembangan bakat dan minat anak yang pada umumnya muncul pada

usianya tersebut tidak terhambat. Untuk itu, pengusaha yang

mempekerjakan anak dalam pekerjaan yang berkaitan dengan

perkembangan minat dan bakat ini, diwajibkan untuk memenuhi

persyaratan :76

1) di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali;

2) waktu kerja paling lama tiga jam sehari ;

3) kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan

fisik, mental, social, dan waktu sekolah.

Berkaitan dengan larangan untuk mempekerjakan anak, UU No.13 Tahun

2003 lebih menekankan lagi, “siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan

anak pada pekerjaan-pekerjaan terburuk”.77 Pekerjaan terburuk yang dimaksud adalah :78

a. segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan dan sejenisnya;

b. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan

anak untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, atau

perjudian;

75

Ibid, pasal 71 ayat (1)

76

Ibid, pasal 71 ayat (2)

77

Ibid, pasal 74 ayat (1)

78Ibid,

(22)

c. segala pekerjaan yang memafaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak

untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotik, psikotropika,

dan zat adiktif lainnya; dan / atau

d. semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral

anak.

Dalam pasal 75 UU No.13 Tahun 2003 dijelaskan tentang pekerjaan anak

yaitu :

“Pemerintah berkewajiban melakukan upaya penanggulangan anak yang

bekerja di luar hubungan kerja. Anak yang bekerja di luar hubungan kerja

misalnya anak penyemir sepatu atau anak penjual koran dan sebagainya”.

Penanggulangan ini dimaksudkan untuk menghapuskan atau mengurangi

anak yang bekerja di luar hubungan kerja tersebut. Upaya itu harus dilakukan

secara terencana, terpadu, dan terkoordinasi dengan instansi terkait.79

Pekerja Perempuan

Mempekerjakan perempuan di perusahaan tidaklah semudah yang

dibayangkan. Ada hal-hal yang harus dijadikan bahan pertimbangan, yaitu :80 a. para wanita umumnya bertenaga lemah, halus tetapi tekun;

b. norma-norma susila harus diutamakan, agar tenaga-tenaga kerja wanita

tersebut tidak terpengaruh oleh perbuatan-perbuatan negative dari tenaga

kerja lawan jenisnya, terutama kalau dikerjakan pada malam hari;

c. para tenaga kerja wanita itu umumnya mengerjakan pekerjaan-pekerjaan

halus yang sesuai dengan kahalusan sifat dan tenaganya;

79

Zaeni Asyhadie,SH.,M.Hum, Op.Cit, hlm.87

80

G. Kartasapoetra, dkk, Hukum Perburuhan Di Indonesia Berlandaskan Pancasila,

(23)

d. para tenaga kerja wanita itu ada yang masih gadis dan ada pula yang telah

bersuami atau berkeluarga yang dengan sendirinya mempunyai

beban-beban rumah tangga yang harus dilaksanakannya pula.

Semua itu harus menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan norma

kerja bagi perempuan. Ketentuan dalam peraturan perundangan tentang norma

kerja perempuan yaitu :81

1. Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas)

tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul

07.00.

2. Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang

menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan

kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai

dengan pukul 07.00.

3. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul

23.00 sampai dengan 07.00 wajib :

a. memberikan makanan dan minuman bergizi; dan

b. menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.

4. Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh

perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai

dengan 05.00.

Waktu Kerja, Mengaso, dan Istirahat (Cuti)

Undang-undang No.13 Tahun 2003 hanya mengenal 2 istilah yaitu ‘waktu

kerja’ dan ‘waktu istirahat’. Menurut Iman Supomo dalam hal ini digunakan 3

81

(24)

istilah yaitu ‘waktu kerja’, ‘waktu mengaso’ dan ‘waktu istirahat. Pengertian

ketiga istilah itu adalah pertama waktu kerja adalah waktu efektif dimana

pekerja/buruh hanya melaksanakan pekerjaannya. Kedua waktu mengaso adalah

waktu antara, yaitu waktu istirahat bagi pekerja/buruh setelah melakukan

pekerjaan empat jam beturut-turut yang tidak termasuk waktu kerja. Ketiga waktu

istirahat adalah waktu cuti, yaitu waktu dimana pekerja/buruh diperbolehkan

untuk tidak masuk bekerja karena alasan-alasan tertentu yang diperbolehkan oleh

undang-undang.82

Yang meliputi waktu kerja adalah :83

1. 7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam seminggu untuk 6 (enam)

hari kerja dalam 1 (satu) minggu;

2. 8 (delapan) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam seminggu untuk 5 (lima)

hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

Waktu kerja tersebut harus diselingi waktu mengaso paling sedikit 30 (tiga

puluh) menit setelah pekerja/buruh bekerja selama 4 (empat) jam berturut-turut.84 Ketentuan waktu kerja tersebut tidak berlaku bagi sector usaha atau

pekerjaan tertentu.85 Mempekerjakan pekerja lebih dari waktu kerja sedapat mungkin dihindari, karena pekerja membutuhkan waktu untuk memulihkan

tenaganya dan tentu untuk tetap menjaga kesehatannya. Dalam hal-hal tertentu

terdapat kebutuhan yang mendesak, yang harus segera diselesaikan dan tidak

dapat dihindari pekerja harus bekerja melebihi waktu kerja. Pengusaha yang

82

Zaeni Asyhadie,SH.,M.Hum, Op.Cit, hlm. 89-90

83

Undang-undang No.13 Tahun 2003, Op.Cit, pasal 77 ayat (2)

84

Zaeni Asyhadie,SH.,M.Hum, Op.Cit, hlm. 90

85

(25)

mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja harus memenuhi beberapa syarat,

yaitu :86

1. ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan;

2. waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak tiga jam dalam

satu hari dan empat belas jam dalam satu minggu.

Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh untuk kerja lembur wajib

membayar upah kerja lembur sesuai dengan ketentuan yang berlaku.87

Secara yuridis, waktu istirahat (cuti) bagi pekerja ada empat macam, yaitu

istirahat (cuti) mingguan, istirahat (cuti) tahunan, istirahat (cuti) panjang, serta

istirahat (cuti) hamil / bersalin dan haid bagi pekerja perempuan, yaitu :88

a. Istirahat (cuti) mingguan. Istirahat mingguan ditetapkan satu hari untuk

enam hari kerja dalam satu minggu, atau dua hari untuk lima hari kerja

dalam satu minggu.

b. Istirahat (cuti) tahunan. Sekurang-kurangnya dua belas hari kerja setelah

pekerja yang bersangkutan bekerja selama dua belas bulan secara terus

menerus.

Istirahat (cuti) tahunan ini harus dimohonkan kepada pengusaha, artinya

harus ada persetujuan pengusaha. Meskipun cuti tahunan ini adalah hak pekerja,

ketentuan permohonan ini dilakukan untuk melihat apakah pekerjaan sedang

menumpuk atau tidak. Apabila sedang menumpuk maka pengusaha berhak

menangguhkan permohonan cuti pekerja.89

86

Ibid, pasal 78 ayat (1)

87

Ibid, pasal 78 ayat (2)

88

Ibid, pasal 79 ayat (2) huruf b, c, d

89

(26)

c. Istirahat (cuti) panjang. Cuti panjang ini dilakukan sekurang-kurangnya

dua bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan

masing-masing satu bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama enam tahun

berturut-turut pada perusahaan yang sama, dengan ketentuan pekerja

tersebut tidak berhak lagi untuk istirahat (cuti) tahunan dalam dua tahun

berjalan.90

Selama pekerja cuti tahunan, pekerja diberikan uang kompensasi hak

istirahat tahunan kedelapan ½ (setengah) bulan gaji. Bagi perusahaan yang

membuat ketentuan tentang cuti tahunan sendiri yang dianggap lebih baik,

perusahaan tersebut tidak diperkenankan merubah ketentuan UU No. 13 Tahun

2003.91

Pengusaha juga diwajibkan untuk memberikan kesempatan secukupnya

kepada pekerja untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan agama.92

d. Istirahat (Cuti) haid, hamil/bersalin. Bagi pekerja wanita yang merasa sakit

sewaktu mengalami ‘haid’ haru membertitahukan kepada pengusaha, dan

tidak wajib bekerja untuk hari pertama dan kedua di masa haidnya

tersebut.93

Pekerja wanita berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan

sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan setelah

melahirkan menurut perhitungan dokter atau bidan.94

90

Undang-Undang No.13 Tahun 2003, Op.Cit, pasal 79 ayat (1) huruf d

91

Zaeni Asyhadie, Ibid

92

Undang-Undang No.13 Tahun 2003, Op.Cit, pasal 80

93

Ibid, pasal 81 ayat (1)

94Ibid,

(27)

Bagi pekerja wanita yang mengalami keguguran kandungan berhak untuk

istirahat 1,5 (satu setengah) bulan sesuai dengan surat keterangan dokter

kandungan atau bidan.95

Selama menjalankan istirahat/cuti pekerja tetap berhak menerima upah

atau gaji penuh.96

Pasal 85 Undang-undang No.13 tahun 2003 menentukan beberapa hal lain

yang berkaitan dengan cuti/libur :

1. pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi

2. pengusaha dapat mempekerjakan pekerja/buruh untuk bekerja pada

hari-hari libur resmi apabila jenis dan sifat pekerjaan harus dilaksanakan tau

dijalankan secara terus menerus atau pada keadaan lain berdasarkan

kesepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha.

3. pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan

pada hari libur resmi sebagaimana dimaksud wajib membayar upah kerja

lembur.

4. ketentuan mengenai jenis dan sifat pekerjaan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.

b. Pengenalan Bahaya Di Lingkungan Kerja

Bahaya di lingkungan kerja dapat didefinisikan sebagai segala kondisi

yang dapat memberi pengaruh yang merugikan terhadap kesehatan atau

95

Ibid, pasal 82 ayat (2)

96Ibid,

(28)

kesejahteraan orang yang bekerja. Faktor bahaya di lingkungan kerja meliputi

faktor Kimia, Biologi, Fisika, Fisiologi dan Psikologi.97

Bahaya Kimia. Jalan masuk bahan kimia ke dalam tubuh: Pernapasan ( inhalation ), Kulit (skin absorption ), Tertelan ( ingestion ). Racun dapat menyebabkan efek

yang bersifat akut,kronis atau kedua-duanya.

Korosi. Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada permukaan tempat dimana terjadi kontak. Kulit, mata dan sistem pencernaan

adalah bagain tubuh yang paling umum terkena. Contoh : konsentrat asam dan

basa , fosfor.

Iritasi. Iritasi menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat kontak. Iritasi kulit bisa menyebabkan reaksi seperti eksim atau dermatitis. Iritasi pada alat-alat

pernapasan yang hebat dapat menyebabkan sesak napas, peradangan dan oedema (

bengkak ). Contoh :

o Kulit : asam, basa,pelarut, minyak .

o Pernapasan : aldehydes, alkaline dusts, amonia, nitrogen dioxide,

phosgene, chlorine ,bromine, ozone.

Reaksi Alergi. Bahan kimia alergen atau sensitizers dapat menyebabkan reaksi alergi pada kulit atau organ pernapasan. Contoh :

97

(29)

o Kulit : colophony ( rosin), formaldehyde, logam seperti chromium atau

nickel, epoxy hardeners, turpentine.

o Pernapasan : isocyanates, fibre-reactive dyes, formaldehyde, nickel.

Asfiksiasi. Asfiksian yang sederhana adalah inert gas yang mengencerkan atmosfer yang ada, misalnya pada kapal, silo, atau tambang bawah tanah.

Konsentrasi oksigen pada udara normal tidak boleh kurang dari 19,5% volume

udara. Asfiksian kimia mencegah transport oksigen dan oksigenasi normal pada

darah atau mencegah oksigenasi normal pada kulit. Contoh :

o Asfiksian sederhana : methane, ethane, hydrogen, helium

o Asfiksian kimia : carbon monoxide, nitrobenzene, hydrogen cyanide,

hidrogen sulphide

Kanker. Karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas telah terbukti pada manusia. Kemungkinan karsinogen pada manusia adalah bahan

kimia yang secara jelas sudah terbukti menyebabkan kanker pada hewan . Contoh:

o Terbukti karsinogen pada manusia : benzene ( leukaemia); vinylchloride

( liver angiosarcoma); 2-naphthylamine, benzidine (kanker kandung

kemih ); asbestos (kanker paru-paru , mesothelioma);

o Kemungkinan karsinogen pada manusia : formaldehyde, carbon

tetrachloride, dichromates, beryllium

(30)

yang dapat memberikan pengaruh negatif pada keturunan orang yang terpapar,

sebagai contoh aborsi spontan. Contoh :

o Manganese, carbondisulphide, monomethyl dan ethyl ethers dari

ethylene glycol, mercury. Organic mercury compounds,

carbonmonoxide, lead, thalidomide, pelarut.

Racun Sistemik. Racun sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan luka pada organ atau sistem tubuh. Contoh :

o Otak : pelarut, lead,mercury, manganese

o Sistem syaraf peripheral : n-hexane,lead,arsenic,carbon disulphide

o Sistem pembentukan darah : benzene,ethylene glycol ethers

o Ginjal : cadmium,lead,mercury,chlorinated hydrocarbons

o Paru-paru : silica,asbestos, debu batubara ( pneumoconiosis )

Bahaya Biologi

Bahaya biologi dapat didefinisikan sebagai debu organik yang berasal dari

sumber-sumber biologi yang berbeda seperti virus, bakteri, jamur, protein dari

binatang atau bahan-bahan dari tumbuhan seperti produk serat alam yang

terdegradasi. Bahaya biologi dapat dibagi menjadi dua yaitu yang menyebabkan

infeksi dan non-infeksi. Bahaya dari yang bersifat non infeksi dapat dibagi lagi

menjadi organisme viable, racun biogenik dan alergi biogenik.

(31)

Penyakit akibat kerja karena infeksi relatif tidak umum dijumpai. Pekerja

yang potensial mengalaminya a.l.: pekerja di rumah sakit, laboratorium,

jurumasak, penjaga binatang, dokter hewan dll. Contoh : Hepatitis B, tuberculosis,

anthrax, brucella, tetanus, salmonella, chlamydia, psittaci

Organisme viable dan racun biogenic.

Organisme viable termasukdi dalamnya jamur, spora dan mycotoxins;

Racun biogenik termasuk endotoxins, aflatoxin dan bakteri. Perkembangan

produk bakterial dan jamur dipengaruhi oleh suhu, kelembapan dan media dimana

mereka tumbuh. Pekerja yang beresiko: pekerja pada silo bahan pangan, pekerja

pada sewage & sludge treatment, dll. Contoh : Byssinosis, “grain

fever”,Legionnaire’s disease

Alergi Biogenik

Termasuk didalamnya adalah: jamur, animal-derived protein, enzim.

Bahan alergen dari pertanian berasal dari protein pada kulit binatang, rambut dari

bulu dan protein dari urine dan feaces binatang. Bahan-bahan alergen pada

industri berasal dari proses fermentasi, pembuatan obat, bakery, kertas, proses

pengolahan kayu , juga dijumpai di bioteknologi ( enzim, vaksin dan kultur

jaringan). Pada orang yang sensitif, pemajanan alergen dapat menimbulkan gejala

alergi seperti rinitis, conjunctivitis atau asma. Contoh : Occupational asthma :

wool, bulu, butir gandum, tepung bawang dsb.

(32)

Kebisingan

Kebisingan dapat diartikan sebagai segala bunyi yang tidak dikehendaki

yang dapat memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan

seseorang maupun suatu populasi. Aspek yang berkaitan dengan kebisingan antara

lain : jumlah energi bunyi, distribusi frekuensi, dan lama pajanan. Kebisingan

dapat menghasilkan efek akut seperti masalah komunikasi, turunnya konsentrasi,

yang pada akhirnya mengganggu job performance tenaga kerja. Pajanan

kebisingan yang tinggi (biasanya >85 dBA) pada jangka waktu tertentu dapat

menyebabkan tuli yang bersifat sementara maupun kronis. Tuli permanen adalah

penyakit akibat kerja yang paling banyak di klaim . Contoh : Pengolahan kayu,

tekstil, metal, dll.

Getaran

Getaran mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising seperti:

frekuensi, amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran terus menerus atau

intermitten. Metode kerja dan ketrampilan memegang peranan penting dalam

memberikan efek yang berbahaya. Pekerjaan manual menggunakan “powered

tool” berasosiasi dengan gejala gangguan peredaran darah yang dikenal sebagai ”

Raynaud’s phenomenon ” atau ” vibration-induced white fingers”(VWF).

Peralatan yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif pada sistem

saraf dan sistem musculo-skeletal dengan mengurangi kekuatan cengkram dan

sakit tulang belakang. Contoh : Loaders, forklift truck, pneumatic tools, chain

(33)

Radiasi Non Mengion

• Radiasi non mengion antara lain : radiasi ultraviolet, visible radiation,

inframerah, laser, medan elektromagnetik (microwave dan frekuensi radio)

.

• Radiasi infra merah dapat menyebabkan katarak.

• Laser berkekuatan besar dapat merusak mata dan kulit.

• Medan elektromagnetik tingkat rendah dapat menyebabkan kanker.

• Contoh :

o Radiasi ultraviolet : pengelasan.

o Radiasi Inframerah : furnacesn/ tungku pembakaran

o Laser : komunikasi, pembedahan .

Pencahayaan ( Illuminasi )

• Tujuan pencahayaan :

o Memberi kenyamanan dan efisiensi dalam melaksanakan pekerjaan

o Memberi lingkungan kerja yang aman

• Efek pencahayaan yang buruk: mata tidak nyaman, mata lelah, sakit

kepala, berkurangnya kemampuan melihat, dan menyebabkan kecelakaan.

• Keuntungan pencahayaan yang baik : meningkatkan semangat kerja,

produktivitas, mengurangi kesalahan, meningkatkan housekeeping,

kenyamanan lingkungan kerja, mengurangi kecelakaan kerja.

Bahaya Psikologi

(34)

• Stress adalah tanggapan tubuh (respon) yang sifatnya non-spesifik

terhadap setiap tuntutan atasnya. Manakala tuntutan terhadap tubuh itu

berlebihan, maka hal ini dinamakan stress.

• Gangguan emosional yang di timbulkan : cemas, gelisah, gangguan

kepribadian, penyimpangan seksual, ketagihan alkohol dan psikotropika.

• Penyakit-penyakit psikosomatis antara lain : jantung koroner, tekanan

darah tinggi, gangguan pencernaan, luka usus besar, gangguan pernapasan,

asma bronkial, penyakit kulit seperti eksim,dll.

Bahaya Fisiologi

Pembebanan Kerja Fisik. Beban kerja fisik bagi pekerja kasar perlu memperhatikan kondisi iklim, sosial ekonomi dan derajat kesehatan. Pembebanan

tidak melebihi 30 – 40% dari kemampuan kerja maksimum tenaga kerja dalam

jangka waktu 8 jam sehari. Berdasarkan hasil beberapa observasi, beban untuk

tenaga Indonesia adalah 40 kg. Bila mengangkat dan mengangkut dikerjakan lebih

dari sekali maka beban maksimum tersebut harus disesuaikan. Oleh karena

penetapan kemampuan kerja maksimum sangat sulit, parameter praktis yang

digunakan adalah pengukuran denyut nadi yang diusahakan tidak melebihi 30-40

permenit di atas denyut nadi sebelum bekerja.

Daftar penyakit akibat kerja dapat dilihat pada Lampiran I

c. Evaluasi Lingkungan Kerja Dengan Pengukuran

Evaluasi lingkungan dilakukan kepada factor-faktor fisik, kimia, dan

(35)

factor-faktor penyebab sakit yang bersifat bahan-bahan kimia dapat dilakukan dengan

berbagai cara, yaitu :98

1. subyektif oleh indera manusia, indera manusia kadang-kadang dapat

dipakai untuk evaluasi kadar bahan-bahan di lingkungan kerja. Pada jenis

zat-zat tertentu manusia dapat mencium, melihat dan merasa kadar zat

menurut pengalaman. Dalam beberapa hal, apabila indera manusia telah

dapat mengenal adanya suatu zat diudara yang masih ajuh dari nilai

ambang batas maka indera manusia digunakan untuk pencegahan agar

manusia terhindar dari factor-faktor kimia dalam lingkungan kerja.

2. dengan menggunakan hewan-hewan, hewan-hewan yang sering digunakan

untik menilai bahan-bahan kimia di udara adalah burung kenari, tikus,

kelinci, kera dan lain-lain.

3. dengan memakai alat-alat detector, indicator dan detector yang biasanya

khusus untuk gas dan uap. Indicator-indikator yang sederhana didasarkan

atas perubahan warna sebagai akibat reaksi kimia. Detector adalah alat

khusus yang dibuat untuk menentukan bahan-bahan di udara secara

kwalitatif maupun kwantitatif.

4. pengambilan sample dan pemeriksaan laboratorium, dilakukan dengan 4

cara. Pertama absorbsi kepada bahan padat. Kedua dengan melalui udara

pada cairan yang mampu mengikat bahan-bahan itu di udara. Ketiga

kondensasi yaitu dengan menurunkan suhu udara yang mengandung uap,

sehingga uapnya mengebun. Keempat dengan membakar bahan-bahan di

98

(36)

udara pada kawat pijar dengan katalisator tertentu, yang hasilnya

ditampung oleh air atau larutan.

d. Pencegahan Gangguan Kesehatan dan Daya Kerja

Perlindungan kesehatan kerja meliputi pengaturan tentang pencegahan

gangguan-gangguan kesehatan dan daya kerja. Cara-cara mencegah gangguan

tersebut adalah :99

1. Substitusi, yaitu mengganti bahan yang lebih bahaya dengan bahan yang

krang bahaya atau tidak berbahaya sama sekali.

2. Ventilasi umum, yaitu mengalirkan udara sebanyak menurut perhitungan

kedalam ruang kerja, agar kadar dari bahan-bahan yang berbahaya oleh

pemasukan udara ini lebih rendah dari pada kadar yang membahayakan,

yaitu kadar Nilai Ambang Batas (NAB).

3. Ventilasi keluar setempat (local exhausters), ialah alat menghisap udara di

suatu tempat kerja tertentu, agar bahan-bahan yang membahayakan dapat

dihisap dan dialirkan keluar.

4. Isolasi, mengisolasi operasi atau proses dalam perusahaan yang

membahayakan.

5. Pakaian pelindung, misalnya masker, kacamata, sarung tangan, sepatu,

topi, dan lain-lain.

6. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan kesehatan pada calon

pekerja untuk mengetahui keserasian antara pekerja dengan pekerjaan

yang akan dijalaninya.

99

(37)

7. Pemeriksaan kesehatan berkala, untuk evaluasi apakah penyebab dari

gangguan kesehatan yang dialami pekerja.

8. Penerangan sebelum kerja, agar pekerja mengetahui dan mentaati

peraturan-peraturan, dan pekerja menjadi lebih berhati-hati.

9. Pendidikan tentang kesehatan dan keselamatan kepada pekerja secara

kontiniu, maksudnya pekerja tetap waspada dalam menjalankan pekerjaan.

4. Tanggung Jawab Perusahaan Berdasarkan Peraturan Perundangan

Materi Undang-undang No.1 Tahun 1970 lebih dominan berisi mengenai

hak dan atau kewajiban tenaga kerja dan pengusaha/pengurus dalam pelaksanaan

K3, dan kewajiban pengusaha/pengurus adalah :

Pasal 3 ayat 1 : Melaksanakan syarat-syarat keselamatan untuk :

a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan

b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran. Peraturan

pelaksananya Kepmenaker RI No. Kep.186/Men/1999 tentang Unit

Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja

c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan

d. Memberikan kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu

kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya

e. Memberikan pertolongan pada kecelakaan

f. Memberikan alat-alat perlindungan diri pada para pekerja. Peraturan

pelaksananya Instruksi Menteri Tenaga Kerja No.Ins.2/M/BW/BK/1984

tentang Pengesahan Alat Pelindung Diri. Instruksi Menteri Tenaga Kerja

RI No.Ins.05/M/BW/97 tentang Pengawasan Alat Pelindung Diri. Surat

(38)

Pelindung Diri. Dan Surat Edaran Menteri Dirjen Binawas

No.SE.06/BW/1997 tentang Pendaftaran Alat Pelindung Diri.

g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu,

kelembaban, debu, kotoran, asap, gas, dan hembusan

h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik

maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan

i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai. Peraturan pelaksananya

diatur dalam Peraturan Menteri Perburuhan No.7 Tahun 1964 tentang

Syarat Kebersihan Serta Penerangan Dalam Tempat Kerja.

j. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang cukup

k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup

l. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban

m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, lingkungan, cara dan proses

kerjanya

n. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan

penyimpanan barang

o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan

p. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya

q. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang

bahaya kecelakaan menjadi bertambah tinggi

Pasal 8

Ayat 1 : Pengurus diwajibkan memeriksa kesehatan badan, kondisi mental, dan

kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan

(39)

Peraturan pelaksananya Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi

Nomor Per-02/Men/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam

Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.

Ayat 2 : Pengurus diwajibkan memeriksa semua tenaga kerja yang berada di

bawah pimpinannya, secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha

dan dibenarkan oleh direktur. Peraturan pelaksananya Peraturan Menteri Tenaga

Kerja dan Transmigrasi Nomor Per-03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan

Kerja. Selain itu ada juga Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor

Per-01/Men/1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Tenaga

Kerja Dengan Manfaat Lebih Baik Dari Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

Dasar Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Pasal 9

Ayat 1 : Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga

kerja baru tentang :

a. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat

kerja

b. Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam

tempat kerja

c. Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan

d. Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya

Ayat 2 : Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan

setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat

(40)

Ayat 3 : Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga

kerja yang berada di bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan

pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja,

pula dalam pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan.

Ayat 4 : Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat dan

ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankan.

Pasal 10 ayat 1 : Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia Pembina

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) guna mengembangkan kerjasama,

saling pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga

kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas kewajiban bersama di

bidang K3, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi. Peraturan pelaksananya

adalah Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-125/MEN/82 tentang Dewan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Wilayah dan Panitia Pembina Keselamatan dan

Kesehatan Kerja, yang disempurnakan dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja

No. KEP-155/MEN/84. Dan juga Keputusan Menteri Tenaga Kerja

No.KEP-04/MEN/87 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Tata

Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja.

Pasal 11 ayat 1 : Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi

dalam tempat kerja yang dipimpinnya pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri

Tenaga Kerja. Peraturan pelaksananya Permenaker RI No. Per.03/Men/1998

tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan. Permenaker RI No.

Per.04/Men/1993 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja.

(41)

a. Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua

syarat-syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai undang-undang

ini dan semua peraturan pelaksananya yang berlaku bagi tempat kerja yang

bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca dan

menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli kselamatan kerja.

b. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya semua gambar

keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya,

pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk

pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.

c. Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang

diwajibkan pada tenaga kerja berada di bawah pimpinannya dan

menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut,

disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk

pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja.

Peraturan pelaksana dari ketentuan pasal-pasal UU RI No.1 Tahun 1970

(pasal 15 ayat 1 UU RI No.1 Tahun 1970). UU RI No.1 Tahun 1970 masih

bersifat umum (lex generalist), peraturan pelaksananya dijabarkan secara teknis

dan rinci dalam bentuk PP, Keppres, Permenaker, Kepmenaker, SE Menaker dan

Kepdirjen Binwasnaker Depnakertrans RI.

Pelanggaran terhadap peraturan pelaksana UU No.1 Tahun 1970

(peraturan perundangan K3) dapat memberikan ancaman pidana dengan hukuman

kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya

Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah) sebagaimana ditetapkan pada pasal 15 ayat 2

(42)

pengusaha yang melanggar UU No.1 Tahun 1970 (termasuk peraturan

pelaksananya) dilihat dari masa hukuman kurungan begitu singkat dan denda uang

yang dikenakan terlalu sedikit mengingat dimungkinkan banyak tenaga kerja pada

satu tempat kerja (perusahaan) yang mengalami cidera berat bahkan kematian

serta menderita penyakit akibat kerja.

Tidak adil apabila masalah K3 ini hanya dilimpahkan kepada perusahaan /

pengusaha saja. Karena masalah K3 juga merupakan tanggung jawab pekerja

sebagai objek dari K3 ini. Untuk itu pekerja juga memiliki hak dan kewajiban

terkait dengan K3 ini yaitu :

a. Memberikan keterangan apabila diminta oleh Pegawai Pengawas / Ahli K3

b. Memakai alat-alat pelindung diri

c. Mentaati syarat-syarat K3 yang diwajibkan

d. Meminta pengurus untuk melaksanakan syarat-syarat K3 yang diwajibkan

e. Menyatakan keberatan terhadap pekerjaan dimana syarat-syarat K3 dan

alat-alat pelindung diri tidak menjamin keselamatannya

5. Sistem Pengawasan Ketenagakerjaan Terhadap Pelaksanaan K3

Adapun yang menjadi latar belakang pengawasan pelaksanaan K3 :100

100

(43)

• Setiap tenaga kerja selalu berhadapan dengan potensi bahaya terjadinya

kecelakaan dan penyakit akibat kerja sesuai dengan jenis atau karakteristik

perusahaan tempatnya bekerja.

• Kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja akan memberikan dampak

yang sangat merugikan bagi tenaga kerja, perusahaan dan masyarakat pada

umumnya.

• Kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dicegah melalui

pengawasan ketenagakerjaan di bidang K3 umumnya dan kesehatan kerja

khususnya.

Pengawasan ketenagakerjaan merupa kan unsur penting dalam

perlindungan tenaga kerja, sekaligus sebagai uapaya penegakan hukum

ketenagakerjaan secara menyeluruh. Penegakan hukum ditempuh dalam 2 (dua)

cara, yaitu preventif dan represif. Pada dasarnya kedua cara itu ditempuh sangat

bergantung dari tingkat kepatuhan masyarakat (pengusaha , pekerja, serikat

pekerja) terhadap ketentuan hukum ketenagakerjaan. Tindakan preventif

dilakukan jika memungkinkan dan masih adanya kesadaran masyarakat untuk

mematuhi hukum. Namun, bila tindakan preventif tidak efektif lagi, maka

ditempuh tindakan represif dengan maksud agar masyarakat mau melaksankan

hukum walaupun dengan keterpaksaan.101

Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan untuk menjamin pelaksanaan

peraturan ketenagakerjaan (pasal 176 Undang-undang No.13 Tahun 2003).

Dengan demikian, sasaran pengawasan ketenagakerjaan ialah meniadakan atau

101

(44)

memperkecil adanya pelanggaran Undang-undang Ketenagakerjaan, sehingga

proses hubungan industrial dapat berjalan dengan baik dan harmonis.102

Yang bertugas mengawasi atas ditaatinya atau tidak peraturan

perundangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja ini adalah :103

1. Pegawai pengawas keselamatan dan kesehatan kerja yaitu pegawai teknis

berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh

Menteri Tenaga Kerja.

2. Ahli keselamatan dan kesehatan kerja yaitu tenaga teknis berkeahlian

khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri

Tenaga Kerja.

Direktorat Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah

unit organisasi pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan

ketentuan pasal 10 Undang-undang No.14 Tahun 1969 dan pasal 5 ayat (a)

Undang-undang No.1 Tahun 1970. Secara operasional dilakukan oleh Pegawai

Pengawas Ketenagakerjaan yang berfungsi untuk :104

1. Mengawasi dan memberi penerangan pelaksanaan ketentuan hukum

mengenai keselamatan dan kesehatan kerja.

2. Memberikan penerangan teknis serta nasehat kepada pengusaha dan

tenaga kerja tentang hal-hl yang dapat menjamin pelaksanaan secara

efektif dari peraturan-peraturan yang ada.

Dalam melaksanakan tugasnya pegawai pengawas berhak dan wajib

melakukan :105

102

Ibid

103

Lalu Husni,SH.,M.Hum, Op.Cit, hlm. 139

104

Departemen Tenaga Kerja, Op.Cit, BAB III hlm.33

105

(45)

1. Memasuki semua tempat dimana dijalankan atau biasa dijalankan

pekerjaan atau dapat disangka bahwa disitu dijalankan pekerjaan dan juga

segala rumah yang disewakan atau dipergunakan oleh pengusaha atau

wakilnya untuk perumahan atau perawatan pekerja.

2. Jika terjadi penolakan untuk memasuki tempat-tempat tersebut, petugas

pengawas berhak meminta bantuan Polri.

3. Mendapatkan keterangan sejelas-jelasnya dari pengusaha atau wakilnya

dan pekerja mengenai kondisi hubungan kerja pada perusahaan yang

bersangkutan.

4. Menanyai pekerja tanpa dihadiri pihak ketiga.

5. Harus melakukan koordinasi dengan serikat pekerja.

6. Wajib merahasiakan segala keterangan yang di dapat dari pemeriksaan

tersebut.

7. wajib mengusut pelanggaran.

Pasal 181 Undang-undang No.13 Tahun 2003 mengaskan bahwa

pengawas wajib : pertama merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya

patut dirahasiakan. Kedua tidak menyalahgunakan kewenangannya.106

Yang berhak melakukan pemeriksaan kesehatan pekerja adalah dokter

yang ditunjuk oleh pimpinan tempat perusahaan / kerja dan yang disetujui oleh

Departemen Tenaga Kerja. Pelaksanaan pengawasan kesehatan kerja ditujukan

kepada :107

1. Tempat Kerja, yaitu :

a. Kebersihan dan perawatannya

106

Ibid

107

(46)

b. Kondisi lingkungan kerja

2. Proses kerja yaitu perlu diteliti bagaimana proses kerjanya dimulai dari

gudang bahan baku, persiapan pengolahan pengepakan sampai

pendistribusian.

3. Tenaga Kerja / Pekerja, yaitu yang perlu diperhatikan :

b. Alat pelindung diri

c. Sikap kerjanya

d. Jenis kelamin

e. Usia

f. Baban kerja

g. Gizi tenaga kerja

4. Pelayanan kesehatan kerja

5. Fasilitas kesehatan

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, aturan-aturan kesehatan ini

bersifat memaksa. Dan pihak perusahaanlah yang pada umumnya diwajibkan

melaksanakan aturan kesehatan kerja dan bertanggung jawab atas pelaksanaannya.

Walaupun demikian, pihak perusahaan masih diberi kesempatan untuk

mengadakan penyimpangan dalam aturan kesehatan kerja ini, misalnya :108

1. Perusahaan dapat melakukan penyimpangan dalam hal waktu kerja.

Larangan melakukan pekerjaan lebih dari 7 jam sehari dan lebih dari 40

jam seminggu, dapat dikesampingkan apabila berkaitan dengan

pembangunan Negara.

108

(47)

2. Perusahaan dapat mengenyampingkan aturan waktu istirahat dan ketentuan

hari libur serta larangan bekerja lebih dari 7 jam sehari, 40 jam seminggu

apabila dalam waktu tersebut terdapat pekerjaan yang harus segera

diselesaikan.

Untuk mengadakan penyimpangan ini pihak perusahaan harus mendapat

ijin terlebih dahulu dari Pengawasan Perburuhan. Pemberian ijin ini disebut

pengawasan preventif. Pengawasan represif dilakukan oleh pegawai pengawasan

perburuhan dengan cara mengunjungi tempat kerja pada pada waktu tertentu.

Dengan mengunjungi tempat kerja, pegawai pengawas mepunyai tugas :109

1. Melihat dengan jalan memeriksa dan menyelidiki sendiri ketentuan

peraturan perundangan dijalankan oleh perusahaan dan jika tidak, pegawai

pengawas dapat mengambil tindakan yang wajar demi menjamin

pelaksanaannya.

2. Membantu baik pihak pekerja maupun pengusaha atau pimpinan

perusahaan dengan jalan memberi penjelasan teknis dan nasehat yang

mereka perlukan agar mereka memahami apa dan bagaimana pelaksanaan

peraturan perundangannya.

3. Menyelidiki keadaan perburuhan dan mengumpulkan data yang

diperlukan untuk menyusun perundang-undangan perburuhan dan

penetapan kebijakan pemerintah.

Pengawasan ketenagakerjaan terhadap pelakasanaan K3 tidak akan efektif

apabila tidak dibarengi dengan sanksi-sanksi bagi pelanggarnya. Sayangnya

Undang-undang Ketenagakerjaan tidak ada mengatur tentang ketentuan pidana

109Ibid

(48)

terhadap pelanggaran pelaksanaan K3. Tetapi terdapat ketentuan sanksi

administratif : 110 a. Teguran

b. Peringatan tertulis

c. Pembatasan kegiatan usaha

d. Pembekuan kegiatan usaha

e. Pembatalan persetujuan

f. Pembatalan pendaftaran

g. Penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi

h. Pencabutan izin

Ketentuan sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran pelaksanaan K3

tidak hanya diatur dalam undng-undang Ketenagakerjaan tetapi juga diatur dalam

undang-undang Keselamatan Kerja pasal 15 ayat (2) :

“peraturan perundangan tersebut pada ayat (1) dapat memberikan ancaman

pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan

selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.100.000,- (seratur

ribu rupiah).”

B. Sistem Menajemen K3 Berdasarkan Permenaker No.5 Tahun 1996

Sistem Manajemen K3 di lingkungan kerja adalah bagian dari sistem

manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan,

tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan

bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan

kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko

110

(49)

yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman,

efisien dan produktif.111

Pendekatan manajemen secara professional tidak akan efektif apabila tidak

memperhatikan beberapa hal sebagai berikut :112

1. Manajer harus memperhatikan adanya alat pelindung (safety) dan

kesehatan (health). Beberapa problem seperti ini 85% dapat dikontrol oleh

pihak manajemen.

2. Manajer berpengaruh terhadap peluang perusahaan untuk mendapatkan

keuntungan. Menekan kerugian dapat meningkatkan keuntungan.

3. Manajemen control kerugian akan menguntungkan seluruh strategi

operasional manajemen.

Tujuan dan sasaran Sistem Manajemen K3 adalah menciptakan suatu

sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur

manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam

rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta

terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. 113 Tujuan lainnya yaitu :114

8. Menempatkan tenaga kerja sesuai dengan harkat dan martabatnya

sebagai manusia (pasal 27 ayat 2 ) UUD 1945.

111

Permenaker No.PER-05/MEN/1996, tentang Sistem Manajemen Kselamatan dan Kesehatan Kerja, pasal 1 ayat (1)

112

Dr.Gempur Santoso,Drs.,M.Kes, Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja,

(Jakarta : Prestasi Pustaka), 2004, hlm.16

113

Permenaker No.PER-05/MEN1996, Op.Cit, pasal 2

114

Gambar

Tabel II124

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian dengan judul “Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Peserta Didik Semester 1 Kelas VIIA MTs Uswatun

Sehubungan dengan itu, sebagai orang yang bertugas menjelaskan sesuatu, guru harus berusaha membuat sesuatu menjadi jelas bagi peserta didik, dan berusaha lebih

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah (1) Penggunaan kredit KUD Karya Mina berpengaruh positif terhadap pendapatan usaha perikanan tangkap nelayan tradisional, (2)

Hasil dari promosi akan berbentuk feedback (tanggapan balik) dalam bentuk pembelian, pemesanan dan kunjungan.. Tujuan utama promosi adalah untuk membujuk, mempengaruhi dan

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kepatuhan wajib pajak badan merupakan suatu tindakan patuh dan sadar terhadap ketertiban pembayaran dan pelaporan

Achmad Baihaqi: Teknik Aplikasi Trichoderma Sp... b) Jumlah daun, penghitungan jumlah daun dilakukan pada daun yang telah membuka sempurna di tiap tanaman

Relationship between low birth weight neonate and maternal serum zinc concentration.. Iran Red Crescent Medical

14 Evaluasi RKA SKPD oleh Tim Anggaran Eksekutif Daerah Minggu I September 15 Penyusunan Raperda APBD & Raper KDH tentang