• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH TEMPERATUR CANAI HANGAT MULTI PASS DAN WAKTU TAHAN TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO, DAN BESAR BUTIR BAJA KARBON RENDAH SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH TEMPERATUR CANAI HANGAT MULTI PASS DAN WAKTU TAHAN TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO, DAN BESAR BUTIR BAJA KARBON RENDAH SKRIPSI"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH TEMPERATUR CANAI HANGAT

MULTI

PASS

DAN WAKTU TAHAN TERHADAP KEKERASAN,

STRUKTUR MIKRO, DAN BESAR BUTIR BAJA

KARBON RENDAH

SKRIPSI

LENDI TRIGONDO 0706268676

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL DEPOK

(2)

UNIVERSITAS INDONESIA

PENGARUH TEMPERATUR CANAI HANGAT

MULTI

PASS

DAN WAKTU TAHAN TERHADAP KEKERASAN,

STRUKTUR MIKRO, DAN BESAR BUTIR BAJA

KARBON RENDAH

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

LENDI TRIGONDO 0706268676

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL DEPOK

(3)

Skripsi ini adalah hasil karya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Lendi Trigondo

NPM : 0706268676

Tanda Tangan :

Tanggal : 23 Juni 2011

(4)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Lendi Trigondo

NPM : 0706268676

Program Studi : Teknik Metalurgi dan Material

Judul Skripsi : Pengaruh Temperatur Canai Hangat Multi Pass dan

Waktu Tahan Terhadap Kekerasan, Struktur Mikro, dan Besar Butir Baja Karbon Rendah

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Metalurgi dan Material Fakultas Teknik, Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Ir. Rini Riastuti, M.Sc ( )

Penguji : Dr. Ir. Dedi Priadi DEA ( )

Penguji : Dr. Ir. Myrna Ariati Mochtar M.Si ( )

Ditetapkan di : Depok

Tanggal : 23 Juni 2011

(5)

Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya,saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Metalurgi dan Material Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

(1)Ir. Rini Riastuti, M.Sc, selaku pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini. (2)Seluruh dosen dan staf pengajar Departemen Teknik Metalurgi dan Material

FTUI yang telah memberikan pengetahuan dan ilmu yang bermanfaat.

(3)Bapak Budi dari toko sumber makmur mandiri yang telah mensuplai bahan-bahan keperluan untuk skripsi ini.

(4)Orang tua dan keluarga saya yang senantiasa mendoakan saya, memberikan bantuan baik moril maupun materil.

(5)Astrini Wulandari dan R Bastian selaku rekan kerja yang telah banyak membantu saya dalam penelitian ini.

(6)Seluruh karyawan, staf, serta teknisi Departemen Teknik Metalurgi dan Material FTUI.

(7)Rekan-rekan asisten laboratorium metalurgi mekanik dan metalografi yang telah membantu pengujian yang dibutuhkan dalam skripsi ini.

(8)Seluruh rekan-rekan metalurgi dan material 2007 yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

(6)

Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi semua pihak dalam pengembangan ilmu.

Depok, 23 Juni 2011

Penulis

(7)

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Lendi Trigondo

NPM : 0706268676

Program Studi : Teknik Metalurgi dan Material Departemen : Metalurgi dan Material

Fakultas : Teknik Jenis Karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Pengaruh Temperatur Canai Hangat Multi Pass dan Waktu Tahan Terhadap Kekerasan, Struktur Mikro, dan Besar Butir Baja Karbon Rendah.

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengaihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok

Pada tanggal : 23 Juni 2011 Yang menyatakan

(8)

ABSTRAK

Nama : Lendi Trigondo

Program Studi : Teknik Metalurgi dan Material

Judul : Pengaruh Temperatur Canai Hangat Multi Pass dan Waktu Tahan Terhadap Kekerasan, Struktur Mikro, dan Besar Butir Baja Karbon Rendah.

Penelitian terhadap proses penghalusan butir harus dilakukan pada saat ini untuk mendapatkan material dengan sifat mekanis yang baik yang diharapkan dapat bermanfaat untuk masa depan industri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi temperatur canai hangat multi pass dan waktu tahan terhadap kekerasan, struktur mikro, dan besar butir baja karbon rendah. Sampel dideformasi pada temperatur 500˚C dan 550˚C dengan waktu tahan 5 dan 10 menit dan derajat deformasi 20%-20%-20%-20%. Kemudian di-quench dengan media air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin rendah temperatur canai hangat maka butir yang dihasilkan semakin halus dan kekuatan material yang dihasilkan juga lebih tinggi. Selain itu semakin singkat waktu tahan maka butir yang dihasilkan semakin halus dan kekuatan material yang dihasilkan juga lebih tinggi. Hasil yang didapatkan dari temperatur canai yang lebih rendah dan waktu tahan lebih singkat adalah ukuran butir 17,19 µm dengan nilai kekuatan 621 MPa.

Kata kunci: Pencanaian hangat, temperatur, waktu tahan, penghalusan butir, kekuatan

(9)

Name : Lendi trigondo

Study Program : Metallurgy and Materials Engineering

Title : Effect of Multi Pass Warm Rolling Temperature and Delay Time on Hardness, Microstructure, and Grain Size of Low Carbon Steel

Nowadays, the research of grain refinement process must be done, to get a material with good mechanical properties that expected will be a benefit for industry in the future. The object of the present work is to investigate the effect of temperature and delay time warm rolling multi pass on hardness, microstructure, and grain size of Low Carbon Steel. The samples deformed at a temperature of 500 ˚ C and 550 ˚ C with a holding time of 5 and 10 minutes and the degree of deformation of 20% -20% -20% -20%. Then, the samples were quenched by water. Experimental results have shown that the lower the temperature of warm roll produced finer grain and higher strength. Shorter holding time produce finer grain and higher strength. The results obtained from the rolled lower temperatures and shorter holding time is the grain size of 17.19 µm with 621 MPa.

Keywords: Warm rolling, temperature, holding time, grain refinement, strength

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR RUMUS ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3 1.3 Tujuan Penelitian ... 3 1.4 Ruang Lingkup ... 3 1.4.1 Material ... 3 1.4.2 Parameter Penelitian ... 3 1.4.3 Tempat Penelitian ... 4 1.5 Sistematika Penulisan ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Baja Karbon ... 6

2.1.1 Baja Karbon Rendah……….. 6

2.1.2 Morfologi Struktur Mikro Baja Karbon Rendah………..8

2.1.3 . Fasa Baja Karbon Rendah………...8

2.1.4 Bentuk Butir Baja Karbon Rendah………..8

2.2 Pengaruh Deformasi Plastis Terhadap Struktur Mikro ... 9

2.2.1 Severe Plastic deformation……….10

(11)

2.2.4Thermo-Mechanical Control Precess………12

2.2.5Canai Hangat………..14

2.2.5.1Pengaruh Waktu Tahan………15

2.2.5.2Perbandinga Antara ARB Degan Konvensional Rolling...15

2.2.5.3Strain Rate………...15

2.3 Pengaruh Besar Butir Terhadap Sifat Struktural Baja………...17

2.4 Mekanisme Penguatan Dengan Penghalusan Butir………17

2.4.1Penghalusan Butir Ferrit………...20

2.5 Rekoveri, Rekristalisasi, dan Pertumbuhan Butir………..21

2.5.1 Rekoveri………21

2.5.2 Rekristalisasi………22

2.5.2.1 Rekristalisasi Dinamis………...24

2.5.2.2 Rekristalisasi Statis………24

2.5.3 Subbutir………25

2.5.3.1 Mekanisme Pembentukan Subbutir………25

2.5.3.2 Hubungan Antara Subbutir Dengan Dislokasi………....25

2.5.4 Pertumbuhan Butir………25

2.6 Evaluasi Mikrostruktur Pada Baja yang Mengalami Canai Hangat……...26

2.6.1Hall-Petch………...26

2.6.1.1 Hubungan Antara Ukuran Butir Dengan Sifat Mekanik…...26

2.6.2High Angle and Low Angle Grain Boundary………26

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN……….28

3.1 Diagram Alir Penelitian……….28

3.2 Alat dan Bahan………...29

3.2.1 Alat………29

3.2.2 Bahan……….29

3.3 Prosedur Penelitian………30

3.3.1 Pemilihan Material………30

3.3.2 Preparasi Benda Uji………...31

(12)

3.3.4 Preparasi, Pengujian Metalografi dan Pengamatan

Mikrostruktur ... 36

3.3.5 Perhitungan Besar Butir Equiaxed ... 37

3.3.6 .. Perhitungan Besar Butir Non-Equiaxed………...38

3.3.7 Pengujian Nilai Kekerasan ... 39

3.3.8 Pengukuran Grain Aspect Ratio ... 40

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

4.1 Hasil Pengukuran Ketebalan Benda Uji ... 41

4.2 Hasil Perhitungan Butir ... 42

4.3 Hasil Pengukuran GAR(Grain Aspect Ratio) ... 47

4.4 Hasil Pengamatan Metalografi ... 51

4.5 Hasil Pengujian Kekerasan ... 58

4.5.1 ... Pengaruh Delay Time Terhadap Kekerasan……….58

4.5.2 .... Pengaruh Temperatur Pemanasan Terhadap Kekerasan…….59

4.5.3 .... Pengaruh Temperatur Canai Hangat Terhadap Kekerasan….60 4.5.4 ... Pengaruh Ukuran Butir Terhadap kekuatan………...62

BAB 5 KESIMPULAN ... 64

REFERENSI ... 65

(13)

Tabel 3.1 Komposisi Sampel Baja Karbon Rendah ... 31 Tabel 3.2 Simbol dan Penandaan yang Berhubungan dengan Pengujian

Rocwell B ... ………...….40 Tabel 4.1 Pengukuran Dimensi Awal dan Akhir Benda Uji Baja Karbon Rendah dengan Pencanaian 550˚C dengan waktu tahan 5 menit dan 500˚C dengan waktu tahan 5 dan 10 menit, deformasi 20% + 20% + 20% + 20%, dan dilakukan quench dengan media air. ... 41 Tabel 4.2 Pengukuran Strain Rate Benda Uji Baja Karbon Rendah dengan Pencanaian 550˚C dengan waktu tahan 5 menit dan 500˚C dengan waktu tahan 5 dan 10 menit, deformasi 20% + 20% + 20% + 20%, dan dilakukan quench dengan media air ... 42 Tabel 4.3 Pengukuran Ukuran Butir Awal dan Akhir Benda Uji Baja Karbon Rendah dengan Pencanaian 550˚C dengan waktu tahan 5 menit dan 500˚C dengan waktu tahan 5 dan 10 menit, deformasi 20% + 20% + 20% + 20%, dan dilakukan quench dengan media air ... 43 Tabel 4.4 Hasil pengukuran GAR sampel sebelum dan setelah proses TMCP dan warm rolling ... 48

Tabel 4.5 Hasil Pengujian Kekerasan……….58

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Transformasi Fasa Pada Baja Karbon ... 7

Gambar2.2 Struktur Mikro Ferit dan Pearlit (Gelap) Berbentuk Equiaxed (Polygonal) Pada Baja Karbon Rendah. Perbesaran 500x ... 8

Gambar 2.3 Tipikal kurva aliran yang terbentuk selama proses deformasi dingin dan panas ... 10

Gambar 2.4 skema dari jenis dasar dari deformasi plastis ... 11

Gambar 2.5 Mekanisme Roll Flattening ... 12

Gambar 2.6 Perbandingan Besar Butir antara pengerolan konvensional (kiri) dan TMCP (kanan) ... 13

Gambar 2.7 Perbandingan Antara Jalur Proses Konvensional dan TMCP. Bagian garis 'Zig-zag' mengindikasikan proses canai ... 14

Gambar 2.8 kurva stress-strain dengan berbagai strain rate pada pengerolan suhu 7500C ... 16

Gambar 2.9 Ilustrasi Batas Butir dan Pergerakan Dislokasi... 18

Gambar 2.10 Pengaruh besar butir terhadap nilai kekuatan ... 19

Gambar 2.11 Skema efek dari variasi penguatan material ... 20

Gambar 2.12 Pengaruh ukuran butir ferit terhadap kekuatan dan ketahanan impak………..21

Gambar 2.13 Pembentukan Sub-butir………..22

Gambar 2.14 Perbandingan Antara Rekristalisasi Dinamik dan Statik………...24

Gamabar 3.1 Diagram Alir Penelitian……….28

Gambar 3.2 Skematik Optical Emission Spectroscopy ... 30

Gambar 3.3 Ilustrasi Benda Uji dan Pemasangan Termokopel ... 31

Gambar 3.4 Ilustrasi Benda Uji Sebelum Dipreparasi ... 32

Gambar 3.5 Skematik Pengujian Benda Uji A ... 33

Gambar 3.5 Skematik Pengujian Benda Uji B ... 34

Gambar 3.7 Skematik Pengujian Benda Uji C ... 34

Gambar 3.8 Skematik pengujian benda D ... 35

Gambar 3.9 Skematik pengujian benda E ... 35

(15)

Gambar 3.12 Lingkaran yang Digunakan Untuk Penghitungan Besar Butir Dengan Metode Intercept Heyn……….37 Gambar 3.13 Prinsip pengujian kekerasan dengan metode Rockwell B menggunakan indentor 1/6 bola baja……….39 Gambar 3.14 Bidang pada produk rolling, arah rolling ditunjukkan oleh

panah………..40 Gambar 4.1 Grafik hubungan antara suhu pemanasan dengan diameter butir

ferrit (µm). ... 44 Gambar 4.2 Grafik hubungan antara temperatur canai dengan besar butir ferrit(µm). ... 46 Gambar 4.3 Grafik hubungan antara delay time dengan besar butir ferrit (µm)………47 Gambar 4.4 Grafik GAR vs Temperatur Canai(0C)………...50

Gambar 4.5 Grafik GAR vs Delay Time(min)………...50

Gambar 4.6 Sampel Bulk, Baja karbon rendah, dengan etsa 2% nital, perbesaran 100X………...52 Gambar 4.7 Sampel Bulk, Baja karbon rendah, dengan etsa picral, perbesaran

100X………...52 Gambar 4.8 Sampel D, Baja karbon rendah yang mengalami pemanasan 5000C

selama 15 menit dan ditahan selama 10 menit kemudian di-quench air, dengan etsa 2% nital, perbesaran 100X………...53 Gambar 4.9 Sampel E, Baja karbon rendah yang mengalami pemanasan 5500C

selama 15 menit dan ditahan selama 10 menit kemudian di-quench air, dengan etsa 2% nital, perbesaran 100X………...53 Gambar 4.10 Sampel B, Baja karbon rendah yang mengalami pemanasan 5000C selama 15 menit dan ditahan selama 10 menit kemudian di deformasi searah 20%-20%-20%-20% dengan delay time 5 menit kemudian di-quench air, dengan etsa 2% nital, perbesaran 100X.54 Gambar 4.11 Sampel C, Baja karbon rendah yang mengalami pemanasan 5000C

(16)

deformasi searah 20%-20%-20%-20% dengan delay time 10 menit kemudian di-quench air, dengan etsa 2% nital, perbesaran 100X.54 Gambar 4.12 Sampel A, Baja karbon rendah yang mengalami pemanasan 5500C

selama 15 menit dan ditahan selama 10 menit kemudian di deformasi searah 20%-20%-20%-20% dengan delay time 5 menit kemudian di-quench air, dengan etsa 2% natal, perbesaran 100X.55

Gambar 4.13 Grafik BHN vs delay Time……….59

Gambar 4.14 Grafik BHN vs suhu reheating………...60

Gambar 4.15 Grafik BHN vs Temperatur canai(0C)………61

Gambar 4.16 Grafik Hubungan Antara Ukuran Butir (µm) dengan Kekuatan (MPa)………..62

(17)

Persamaan 1.1 hubugan antara ukuran subbutir dengan kerapatan dislokasi…….2

Persamaan 2.1 Persamaan Zoner-Hollomon ………...16

Persamaan 2.2 Persamaan strain rate………...16

Persamaan 2.3 Persamaan Hall-Petch………..26

Persamaan 3.1 Rumus Jumlah Titik Potok Persatuan Panjang………37

Persamaan 3.2 Rumus Panjang Garis Terpotong………...37

Persamaan 3.3 Rumus G Number……….38

Persamaan 3.4 Perhitungan besar Butir Non-Equiaxed………38

Persamaan 3.5 Persamaan GAR………...40

Persamaan 4.1Perhitungan % deformasi pada benda uji………..41

Persamaan 4.2Konversi BHN-UTS………..62

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto sampel awal dan sampel yang telah mengalami proses warm rolling

Lampiran 2. Pehitungan Ukuran Butir Equiaxed

Lampiran 3. Perhitungan Ukuran Butir Non-Equiaxed

Lampiran 4. Perhitungan Kekerasan

Lampiran 5. Tabel Diameter Butir ASTM E112

Lampiran 6. Tabel Konversi Nilai Kekerasan ASTM E140

(19)

1.1 Latar Belakang Penelitian

Penggunaan Baja Karbon Rendah (%wtC < 0,3 %) masih mendominasi pada dunia industri terutama industri pipa. Karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi dibanding baja lainnya. Biasanya penggunaan baja ini dalam bentuk hasil pengerolan, teranilisasi atau kondisi normalisasi. Kandungan karbonnya yang rendah dan mikrostrukturnya yang terdiri dari fasa ferrit dan pearlite menjadikan baja karbon rendah bersifat lunak dan kekuatannya lemah namun keuletan dan ketangguhannya sangat baik. Berdasarkan hal tersebut dapat dilakukan pengembangan terhadap baja karbon rendah yang pada aplikasi fabrikasi industri akan relatif lebih mudah dan murah.Sifat mekanik dari baja ini bergantung pada mikrostrukturnya. Struktur ferrite-pearlite merupakan struktur yang sering dijumpai pada baja karbon rendah. Kekuatan atau sifat mekanik dari struktur ferrite-pearlite ini dipengaruhi besar butir ferit dan adanya subbutir ferrite. Penelitian terhadap proses penghalusan butir halus dan pembentukan subbutir dilakukan pada saat ini untuk mendapatkan material dengan sifat mekanis yang baik yang diharapkan dapat bermanfaat untuk masa depan industri.

Proses penguatan substruktur dimanfaatkan oleh dunia industry untuk mendapatkan material dengan sifat mekanik yang baik, ulet, dan tahan terhadap creep.[1] Ada beberapa metode untuk menghasilkan dan menstabilkan struktur subbutir kecil. Metodanya antara lain, pengecoran dan pengerolan dimana pada proses tersebut sangat berpengaruh pada mikrostruktr material yang mana mikrostruktur ini sangat berperan dalam sifat mekanik suatu material. Proses tersebut memiliki beberapa parameter yang harus dikontrol agar terbentuk subbutir. Pada proses pengerolan hangat memungkinkan terbentuknya subbutir karena pada proses pengerolan hangat dengan rentang temperatur antara 500-8000C[2] terjadi proses rekoveri. Saat proses rekoveri terjadi penghilangan dan pengaturan ulang dislokasi, serta pembentukan subbutir. Hilangnya beberapa dislokasi mengakibatkan berkurangnya kekuatan dari material, tetapi hilangnya

(20)

2

dislokasi akan membentuk subbutir. Subbutir tidak hanya mempengaruhi sifat mekanik pada temperature rendah dan tinggi saja tapi juga mempengaruhi sifat fisik, sifat permukaan, transformasi fasa, dan perlakuan anil suatu material.

Terdapat hubugan antara ukuran subbutir dengan kerapatan dislokasi[3].

d=15/ඥߩ………(1.1)

Berdasarkan rumus tersebut bisa dikatakan bahwa semakin kecil ukuran subbutir (d) maka kepadatan dislokasi (ρ) akan meningkat. Artinya bahwa semakin kecil ukuran subbutir yang berarti semakin banyak ukuran subbutir maka kepadatan dislokasi akan meningkat yang artinya material akan semakin keras. Karena pergerakan dislokasi semakin terhambat dengan tingginya kepadatan dislokasi.

Kemampuan untuk mengontrol mikrostruktur baik ukuran dan bentuk butir selama proses memungkinkan peningkatan yang signifikan terhadap sifat akhir baja dan efisien dari segi biaya karena mikrostruktur juga memberikan kontribusi terhadap sifat baja termasuk sifat mekanisnya.

Pada penelitian ini dilakukan suatu proses yang dikenal dengan Thermomechanical Control Process (TMCP). Teknologi industri yang paling efisien dalam memaksimalkan penghalusan butir dengan biaya yang masuk akal yaitu dengan menggunakan proses ini. Proses TMCP ini telah berkembang dengan adanya proses menggunakan pengerjaan hangat (warm working) dengan rentang temperatur antara 500-800 °C [2]. Proses Warm working memiliki potensi untuk mengurangi biaya produksi dari baja karena pengerjaannya dilakukan pada suhu yang lebih rendah sehingga energi yang dibutuhkan pun akan lebih kecil. Proses warm working yang dilakukan adalah dengan warm rolling atau ferritic rolling. Seperti yang telah dijelaskan, proses ini memberi keuntungan yaitu lebih hemat energi, menghasilkan butir ferit yang lebih halus.

Harus diperhatikan bahwa penghalusan butir (grain size reduction) dan pembentukan subbutir akan meningkatkan tidak hanya kekuatan namun juga ketangguhan dan ketahanan terhadap difusi hidrogen pada hampir kebanyakan paduan.

Pada proses canai hangat hasil kekerasan yang didapat diengaruhi oleh suhu canai, waktu tahan, dan laju pendinginan. Semakin rendah suhu canai,

(21)

semakin singkat waktu tahan, dan semakin cepat laju pendinginan maka akan didapat kekerasan yang lebih tinggi.

Subbutir bisa terlihat dengan menggunakan TEM[1], akan tetapi dengan keterbatasan alat yang ada diharapkan bisa mengamati subbutir dengan peralatan yang tersedia yaitu dengan menggunakan SEM dan OM. Akan tetapi, keberadaan subbutir sulit diteliti dengan menggunakan OM karena boundary dari subbutir low angle sehingga sulit untuk dietsa[4].

1.2 Perumusan Masalah

Penelitian ini akan membahas studi mengenai pengaruh temperatur canai hangat terhadap morfologi dan ukuran butir ferrite, juga kekerasan akhir baja karbon rendah. Selain itu juga membahas mengenai pengaruh waktu jeda pada canai hangat multi pass terhadap morfologi dan bentuk butir ferrit juga kekerasan akhir baja karbon rendah.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui hubungan temperatur canai hangat multi pass dengan sifat mekanis dan morfologi butir akhir.

2. Mengetahui pengaruh delay time pada canai hangat multi pass dengan sifat mekanis dan morfologi akhir.

3. Mengamati pengaruh pemanasan ulang 5000 dan 5500C (reheating) terhadap morfologi dan ukuran butir ferit.

4. Mengamati ukuran dan morfologi butir ferit baja karbon rendah setelah proses warm rolling multi pass dengan pendinginan air.

1.4 Ruang Lingkup

1.4.1 Material

Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah baja karbon rendah dengan komposisi 0.114%C, 0.005%Si, dan 0.0236 % Mn.

1.4.2 Parameter Penelitian a. Pemanasan Ulang.

Pemanasan ulang dilakukan pada temperatur 5000C dan 5500C selama 15 menit.

b. Waktu Tahan.

(22)

4

c. % Deformasi.

Deformasi dilakukan dengan multi-pass searah dengan derajat deformasi 20%+20%+20%+20%.

d. Delay Time.

Setiap selesai satu pass dan menuju pass berikutnya sampel ditahan pada suhu 5000C selama 5 dan 10 menit, 5500C selama 5 menit.

e. Temperature Finish.

Temperatur akhir canai 5000C, dan 5500C. f. Media Pendinginan.

Media pendinginan yaitu menggunakan pendinginan air. 1.4.3 Tempat Penelitian

Proses penelitian dilakukan di beberapa tempat, yaitu

1. Penelitian terhadap proses pengerjaan hangat dilakukan di Laboratorium Metalurgi Mekanik Departemen Metalurgi dan Material FTUI.

2. Pengujian komposisi dilakukan di Central Material Processing and Failure Analysis, Departemen Metalurgi dan Material FTUI.

3. Preparasi sampel dan pengamatan struktur mikro dilakukan di Laboratorium Metalografi dan HST Departemen Metalurgi dan Material FTUI.

4. Pengujian kekerasan dilakukan di Central Material Processing and Failure Analysis Departemen Metalurgi dan Material FTUI.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika ini dibuat agar konsep penulisan tersusun secara berurutan sehingga didapatkan kerangka alur pemikiran yang mudah dan praktis. Sistematika tersebut digambarkan dalam bentuk bab-bab yang saling berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan laporan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab 1 : Pendahuluan

Pada bab ini dibahas mengenai latar belakang dari penelitian yang dilakukan, perumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penulisan laporan.

(23)

Bab 2 : Dasar Teori

Dalam bab ini dijelaskan tentang studi literature yang berkaitan dengan penelitian tugas akhir ini.

Bab 3 : Metodologi Penelitian

Bab ini berisi mengenai langkah kerja, prosedur penelitian, prinsip pengujian, serta daftar alat dan bahan yang digunakana dalam penelitian.

Bab 4 : Hasil dan Pembahasan

Bab ini berisi data-data hasil penelitian dan analisa dari hasil penelitian tersebut dibandingkan dengan hasil studi literatur. Bab 5 :Kesimpulan

Membahas mengenai kesimpulan akhir berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan.

(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Baja Karbon

Baja merupakan material yang dipakai banyak pada penggunaan sehari hari dan biasanya mengandung karbon tidak lebih dari 2%. Baja Karbon dilihat dari komposisinya merupakan perpaduan antara karbon besi dan kadungankandungan lainnya dimana karbon merupakan kandungan terpenting.

Karbon merupakan unsur ‘pengeras utama’ pada baja. Jika kadar karbon ditingkatkan maka akan meningkatkan kekuatannya akan tetapi nilai impact baja tersebut akan menurun. Baja karbon dapat diklasifikasikan menurut kandungan karbonnya menjadi tiga jenis yaitu:

1. Baja Karbon Rendah

Baja karbon rendah memiliki kandungan karbon < 0.25%C, relatif lunak, ulet dan tangguh. Selain itu baja ini memiliki mampu mesin dan mampu las yang baik, serta harganya yang murah.

2. Baja Karbon Medium

Baja karbon medium memiliki kandungan karbon antara 0.25%C – 0.6%C, banyak dipakai dalam kondisi hasil tempering sehingga struktur mikronya berupa martensit. Baja ini lebih kuat dari baja karbon rendah.

3. Baja Karbon Tinggi

Baja karbon tinggi memiliki kandungan karbon antara 0.6 < % C ≤ 1.7. Baja ini memiliki sifat paling keras, paling getas di antara baja karbon lainnya, dan tahan aus.

2.1.1 Baja Karbon Rendah

Baja jenis ini mengandung kadar karbon (C) hingga 0.30%. Pada umumnya baja karbon rendah diproduksi dengan metode rolling, annealling ataupun normalizing. Pada baja karbon rendah sifat mekanik bergantung pada mikrostrukturnya. Mikrostruktur baja karbon rendah terdiri dari fasa ferrit dan pearlite sehingga baja karbon rendah bersifat lunak dan kekuatannya lemah namun

(25)

keuletan dan ketangguhannya sangat baik. Baja karbon rendah masih terbatas penggunaannya dikaitkan dengan keterbatasan kekuatan mekanis dan ketahanan korosinya terutama jika dibandingkan dengan stainless steel. Oleh karena itu, dilakukan pengembangan terhadap baja karbon rendah yang pada aplikasi fabrikasi industri akan relatif lebih mudah dan murah. Penggunaan baja karbon rendah dapat menjadi suatu solusi yang memungkinkan untuk digunakan pada berbagai macam aplikasi terutama industri pipa karena nilai ekonomisnya yang tinggi bila dibandingkan material lain, oleh karena itu dilakukan penelitian terhadap baja karbon rendah untuk mendapat sifat-sifat yang lebih baik. Pada baja karbon rendah, sifat mekaniknya dipengaruhi oleh besar butir ferit. Penghalusan butir ferrite pada baja karbon rendah dapat dicapai dengan deformasi hanya pada daerah fasa ferrite dengan nilai Z yang sesuai[6]. Untuk baja karbon rendah, proses deformasi pada temperatur 650oC dengan deformasi (20%+20%) secara reversible akan menghasilkan ukuran butir 7.697 µm[5].

Gambar 2.1 Transformasi Fasa Pada Baja Karbon

William D Callister, Jr., Material Science and Engineering an Introduction 7th Ed., p.295, New York, John Wiley & Son, 2007

(26)

8

2.1.2 MorfologiStruktru Mikro Baja Karbon Rendah

Struktur ferit dengan segala pengecualiannya merupakan konstituen utama pada baja karbon rendah. Ferit merupakan baja murni dan memiliki kandungan karbon yang kurang dari 0.005 % C pada temperatur ruang. Ferit juga bisa mengandung unsure paduan seperti mangan dan silikon.

Gambar 2.2 Struktur Mikro Ferit dan Pearlit (Gelap) Berbentuk Equiaxed (Polygonal) Pada Baja Karbon Rendah. Perbesaran 500x[8]

2.1.2.1 Fasa Baja Karbon Rendah

Berdasarkan pada gambar diagram fasa Fe-Fe3C (Gambar 2.1) fasa baja karbon rendah yaitu ferrite dan pearlite. Fasa-fasa inilah yang membuat baja karbon rendah lunak dan kekuatannya lemah, tetapi memiliki keuletan dan ketangguhan yang sangat baik sehingga sifat mampu mesin dan mampu lasnya menjadi baik. Penambahan jumlah karbon pada baja karbon rendah akan menghasilkan perubahan penting terhadap fasa. Struktur Kristal dari ferrite mempunyai struktur Kristal BCC (Body Centered Cubic).

2.1.2.2 Bentuk Butir Baja Karbon Rendah

Sebuah contoh pada Gambar 2.2 Pada baja karbon rendah pada umumnya, ferit memiliki morfologi equiaxed (memiliki dimensi yang sama ke semua arah), bentuk ini juga disebut ferit polygonal. Ferit juga bisa memiliki morfologi elongated pada baja yang telah dilakukan pengerjaan dingin[8].

(27)

2.2 Pengaruh Deformasi Plastis Terhadap Struktur Mikro

Deformasi plastis sering diklasifikasikan sebagai perlakuan yang selalu dilakukan pada pengerjaan panas atau pengerjaan dingin terhadap logam.

Karakter pengerjaan dingin :

a. Memiliki kekerasan dan kekuatan yang tinggi b. Memiliki ketangguhan dan keuletan yang rendah

c. Struktur butir yang terdiri dari butir yang berdeformasi meregang d. Untuk baja karbon rendah, memperlihatkan titik regang yang kontinyu Karakter pengerjaan panas :

a. Secara umum lebih halus dan memiliki kekuatan yang rendah b. Ketangguhan yang rendah dan keuletan yang tinggi

c. Struktur butirnya equaixed

d. Untuk baja karbon rendah, memperlihatkan titik regang yang kontinyu Deformasi plastis merupakan hasil dari pergerakan dari salah satu Kristal yang disebut dislokasi. Pada logam yang dideformasi plastis terdapat sejumlah dislokasi yang terjadi pada kristal-kristalnya. Kepadatan dislokasi dapat seragam atau memiliki nilai yang jauh berbeda dari satu titik ke titik yang lain. Kevariasian dislokasi memberikan peningkatan terhadap kevariasian large-scale deformations, termasuk slip dan twinning. Bidang kristalografi dimana garis dislokasi melintang dikenal dengan bidang slip.

Gambar 2.3 menggambarkan kurva aliran yang terbentuk selama proses deformasi dingin dan panas. Selama deformasi panas, bentuk kurva aliran “dibatasi”, atau laju work hardening diimbangi oleh dynamic recovery atau dynamic recrystallization yaitu discontinuous recrystallization.

(28)

10

Gambar 2.3 Tipikal kurva aliran yang terbentuk selama proses deformasi dingin dan panas[21] 2.2.1 Severe Plastic Deformation

Severe plastic deformation (SPD) merupakan teknik pengerjaan logam yang melibatkan strain (regangan) yang amat besar, dan dilakukan tanpa mempengaruhi perubahan dimensi material secara signifikan.

Deformasi plastis memiliki peranan penting dalam grain sub-divison dan proses dynamic recovery serta rekristalisasi yang bertujuan menghaluskan butir.. Material yang dideformasi melalui metode deformasi serta nilai strain yang berbeda, akan menghasilkan mikrostruktur yang berbeda pula.

(29)

Gambar 2.4 skema dari jenis dasar dari deformasi plastis[26] 2.2.2 Canai Dingin

Canai dingin (cold rolling) yaitu proses canai yang dilakukan dengan menggunakan temperatur ruang atau temperatur di bawah temperatur rekristalisasi material.

Untuk meningkatkan sifat material maka perlu dilakukan pengurangan atau penghilangan tegangan sisa yang dihasilkan pada proses pengerjaan dingin. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara perlakuan panas dan perlakuan mekanis. Perlakuan mekanis yaitu dengan memberikan tegangan yang berlawanan atau melakukan deformasi plastis lanjut yang bertujuan memberikan kesempatan lepasnya tegangan yang tidak seragam. Pada saat canai dapat terjadi mekanisme roll flattening[27]. Pada saat material masuk kedalam roller terjadi interaksi antara roller dengan material, roll melakukan tekanan dan material mengalami reaksi. Jika material yang cukup keras masuk ke dalam roll, maka reaksi yang terjadi cukup besar yang mengakibatkan roll terdeformasi secara elastis dan jari-jari lengkungan busur roll akan meningkat sehingga menyebabkan roll mengalami sedikit mengempis (roll flattening)[27].

(30)

12

Gambar. 2.5 Mekanisme Roll Flattening[27]

2.2.3 Canai Panas

Proses canai panas adalah suatu proses deformasi yang diikuti dengan proses perlakuan panas sehingga tegangan sisa tidak terjadi. Pada proses ini yang terjadi ialah proses pergerakan dislokasi, recovery, rekristalisasi, dan pertumbuhan butir (grain growth) sehingga material akan memiliki sifat dan kinerja yang lebih baik.

Pada proses canai, temperatur akhir proses merupakan hal yang penting karena proses ini harus berakhir pada temperatur tepat diatas temperatur rekristalisasi untuk memperoleh ukuran butir yang kecil dan halus. Jika temperatur akhir jauh diatas temperatur rekristalisasi, pertumbuhan butir akan terjadi. Apabila temperatur akhir dibawah temperatur rekristalisasi, maka akan terjadi pengerasan regangan (strain hardening). Pada temperatur diatas temperatur rekristalisasi, material akan menjadi lebih lunak dan lebih ulet dibandingkan pada tempeatur ruang, sehingga tidak dibutuhkan tenaga yang besar untuk deformasi. Karena tidak ada pengerasan regangan, maka reduksi ukuran material yang tebal bisa dilakukan.

2.2.4 Thermo-Mechanical Control Process (TMCP)

Thermomechanical Controlled Process (TMCP) dapat dikarakteristikkan sebagai proses yang melibatkan panas / heat dan deformasi. TMCP adalah sebuah teknik perlakuan logam yang didesain untuk meningkatkan kekuatan sekaligus ketangguhan. Peningkatan kekuatan dan ketangguhan dalam TMCP didapat dari adanya mekanisme pengecilan butir dengan proses deformasi panas yang terkontrol (controlled rolling).

(31)

TMCP merupakan istilah kolektif pada beberapa proses yang berbeda untuk menghasilkan baja dengan butir halus yang memiliki nilai kekuatan tinggi, ketangguhan yang baik dan kemampulasan yang baik[12]. Pada baja TMCP, sifat mekanis terutama ditentukan melalui kombinasi dari perlakuan mekanis, proses recovery, rekristalisasi, dan pertumbuhan butir (grain growth)[13].

Gambar 2.6 Perbandingan Besar Butir antara pengerolan konvensional (kiri) dan TMCP (kanan) Yokota, Tomoyuki. Ferrite grain size refinement through transformation . NKK Corp. (JFE group)

Mekanisme penghalusan butir dalam pengerolan terkendali (controlled rolling) adalah rekristalisasi pada austenit selama deformasi panas. Proses ini dipengaruhi oleh komposisi paduan, temperatur pengerolan, dan derajat deformasi yang berlangsung selama pengerolan. Bila austenit tidak memiliki partikel fasakedua maka dihasilkan pertumbuhan butir yang nyata sehingga mekanisme penghalusan butir menjadi terbatas.

Untuk lebih lengkapnya mengetahui perbandingan antara jalur proses konvensional dan TMCP, dapat dilihat pada gambar Gambar 2.5.

(32)

14

Gambar 2. 7 Perbandingan Antara Jalur Proses Konvensional dan TMCP. Bagian garis 'Zig-zag' mengindikasikan proses canai.

Yajima et al.,'Extensive Application of TMCP-manufactured High Tensile Steel Plates to Ship Hulls and Offshore Structures' Mitsubishi Heavy Industries Technical Review Vol 24 No. 1,

February 1987 2.2.5 Warm Working (Canai Hangat)

Warm Working merupakan salah satu metode perlakuan terhadap material logam yang menghasilkan struktur mikro yang sangat halus, pada material logam dan paduannya dengan temperatur kerja di antara pengerjaan panas (hot working) dan pengerjaan dingin (cold working). Pada warm working akan terbentuk sub-butir sebagai hasil pembentukan sub-butir ini, sifat mekanis dari material akan meningkat. Deformasi plastis yang terjadi memberikan kontribusi pada pembentukan grain sub-division dan local dinamic recovery dan pengerjaan hangat akan terjadi proses rekristalisasi berkontribusi pada proses penghalusan butir.

Warm Working, proses pengerjaannya berada pada range temperature 550˚C - 850˚C sehingga dapat dijelaskan bahwa metode ini sangatlah menghemat energi. Selain efisiensi energi, metode ini banyak diminati karena memiliki beberapa keuntungan lainnya. Sebagai contoh, jika dibandingkan dengan pengerjaan dingin / cold working, metode ini membutuhkan deformation forces yang lebih rendah, dapat diaplikasikan pada baja dengan range yang luas, memberikan rasio deformasi yang lebih besar, menghasilkan deformasi yang lebih seragam terhadap daerah transversal

(33)

dan menghasilkan mikrostruktur dengan tegangan sisa yang lebih rendah[9]. Kemudian jika dibandingkan dengan pengerjaan panas / hot working, metode ini menghasilkan miksrostruktur yang lebih halus dengan sifat mekanis yang tinggi, kualitas permukaan dan pengendalian dimensional yang lebih baik, material yang dibuang akibat proses dekarburisasi atau oksidasi yang lebih rendah[14]. Juga terdapat studi yang menyatakan bahwa proses warm working berhubungan dengan range temperature berada diantara hot working dan cold working, setelah terjadi deformasi plastis, material sebagian mengalami pengerasan tegangan / strain hardened dan sebagian mengalami rekristalisasi[15].

2.2.5.1 Pengaruh Waktu Tahan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Najafi-Sadeh[17], waktu tahan yang singkat (1s) pada suhu < 8000C kurang cukup untuk terjadinya proses rekristalisasi statis, akibatnya terjadi akumulasi dari strain dan setelah melewati beberapa pass strain mencapai critical strain untuk memulai terjadinya rekristalisasi dinamis.

Pada waktu tahan yang lama (10s) meningkatkan kekuatan dari baja. Waktu tahan yang lama ini cukup untuk terjadinya proses rekristalisasi statis.

2.2.5.2 Perbandingan Antara ARB Dengan Konvensional Rolling.

Pada penelitian yang dilakukan oleh kodjaspirov[18], baja yang mengalami ARB pada suhu 6000C memiliki peningkatan pada nilai UTS yaitu dari 156 MPa menjadi 267 MPa.

Sedangkan penelitain yang dilakukan oleh Deny Firmansyah[19], Baja yang mengalami konvensional rolling pada suhu 6500C memiliki peningkatan pada nilai UTS yaitu dari 490 MPa menjadi 896 MPa.

Dari perbandingan tersebut bisa disimpulkan bahwa ARB tidak begitu memiliki perbedaan yang signifikan dengan konvensional rolling apabila parameternya adalah kekerasan akhir dari sampel.

2.2.5.3 Strain Rate

Parameter Zener-Hollomon, Z, menyatakan bahwa temperatur dan laju

(34)

16

………….(2.1) Dimana :

: Laju regangan (s-1)

Q : Energi aktivasi deformasi (J/mol) R : Konstanta gas (8.31 J.K /mol) T : Temperatur Absolut (K)

Gambar 2.8 kurva stress-strain dengan berbagai strain rate pada pengerolan suhu 7500C[17] Pada gambar diatan bisa dijelaskan, bahwa semakin tinggi laju regangan pada pengerolan hangat (7500C) maka kekuatan dari material yang didapat akan lebih baik.

Berdasarkan pada persamaan:

F ln……….(2.2)

Maka semakin besar deformasi (dengan menigkatnya ∆h) maka laju regangan semakin meningkat, yang artinya semakin tinggi deformasi berarti semakin banyak penumpukan dislokasi (semakin meningkatnya strain hardening) maka kekerasan akan semakin meningkat.

(35)

2.3 Pengaruh Besar Butir Terhadap Sifat Struktural Baja

Pengaruh ukuran butiran struktur mikro terhadap sifat adalah sebagai berikut: 1. Secara umum, pada baja ukuran butir kasar (besar) tidak diinginkan seperti

ukuran butir halus (kecil) karena mempengaruhi terhadap nilai kekuatan yang lebih rendah dan dapat menurunkan nilai elastisitasnya. Kecenderungan untuk terjadi perpatahan juga cenderung terjadi peningkatan pada ukuran struktur butir yang kasar (Smith 1993).

2. Baja dengan butir halus memiliki lebih banyak batas-batas butiran yang berfungsi sebagai hambatan untuk dislokasi. Karena itu, kepadatan yang lebih tinggi dari batas butir akan menghasilkan yield dan tensile stresses yang lebih tinggi (Smith 1993). Bidang regangan fracture toughness biasanya meningkat dengan pengurangan ukuran butiran ketika komposisi dan variabel mikrostruktur lainnya dijaga konstan (Callister 1997). Pengurangan ukuran butiran menurunkan temperatur transisi secara signifikan, yang merupakan temperatur yang mengubah dari elastis menjadi getas (Totten Howes dan 1997). Oleh karena itu, penurunan ukuran butiran biasanya akan meningkatkan kekuatan dan ketangguhan baja.

2.4 Mekanisme Penguatan Dengan Penghalusan Butir

Sifat mekanis dari suatu material sangat dipengaruhi oleh ukuran dari butir atau diameter butir rata rata dalam logam polikristal. Pada umumnya butir yang bersebelahan biasanya memiliki orientasi (kisi dan lattice) yang berbeda. Hal ini berarti oleh karena perbedaan orientasi tersebut maka akan timbul adanya batas butir. Saat deformasi plastis, slip atau pergerakan dislokasi berada dalam butir, misalnya dari butir A ke butir B dalam Gambar 2.9.

(36)

18

Gambar 2.9 Ilustrasi Batas Butir dan Pergerakan Dislokasi

William D Callister, Jr., Material Science and Engineering an Introduction 7th Ed., p.188, New York, John Wiley & Son, 2007

Batas butir bertindak sebagai penghalang pergerakan dislokasi karena dua alasan:

1. Ketidaksamaan arrangement atom dalam area batas butir akan menghasilkan berubahnya slip plane dari butir satu ke butir lainnya. 2. Karena dua butir tersebut memiliki orientasi yang berbeda, dislokasi yang

menuju butir B harus merubah arah pergerakannya (karena perbedaan orientasi tersebut mengakibatkan tingkat energi yang berbeda pula). Hal ini semakin sulit ketika misorientasi kristalografinya meningkat

Material dengan butir yang halus (yang memiliki butir kecil) lebih keras dan kuat dibandingkan material dengan butir kasar, karena butir halus memiliki area batas butir total yang lebih luas untuk menghalangi pergerakan dislokasi. Untuk sebagian besar material, kekuatan tarik σybervariasi dengan ukuran butir.

(37)

Gambar 2. 10 Pengaruh besar butir terhadap nilai kekuatan

Pickering, F. B., Physical Metallurgy and the design of the steels , Applied Science Publishers, London, 1978, pp. 1-88.

Ukuran butir dapat diatur oleh laju solidifikasi dari fasa cair, dan juga oleh deformasi plastis yang diikuti dengan perlakuan panas yang sesuai. Juga harus diperhatikan bahwa penghalusan butir (grain size reduction) meningkatkan tidak hanya kekuatan namun juga ketangguhan pada hampir kebanyakan paduan.

Pada gambar 2.9 dapat dilihat bahwa kekuatan baja meningkat lebih baik dengan melakukan penghalusan butir. Semakin meningkatnya kekuatan maka kekerasan pun akan meningkat. Proses penghalusan butir sangat berbeda bila dibandingkan dengan metode penguatan lainnya dimana pada proses penguatan dengan metode tersebut tidak hanya meningkatkan kekuatan tetapi juga tetap mempertahankan agar ketangguhan tidak menurun[23].

(38)

20

Gambar 2.11 Skema efek dari variasi penguatan material[23] 2.4.1 Penghalusan Butir Ferrite

Pada proses pemanasan ulang, fasa ferit terbentuk pada selama proses pendinginan lanjut (continous cooling) dengan menggunakan pendinginan udara. Selain itu pembentukan fasa ferit tergantung pada kandungan karbon, kandungan paduan, laju pendinginan. Pada proses pengerjaan panas biasanya baja dalam keadaan fasa austenit dan ditransformasi menjadi struktur ferit dan perlit. Pengaturan terhadap mikrostruktur dan sifat selama pengerjaan panas disebut sebagai canai terkendali. Pada proses ini biasanya butir austenit diubah menjadi butir ferit yang halus melalui pendinginan terkendali. Deformasi pada proses ini biasanya terjadi diatas temperatur rekristalisasi.

(39)

Gambar 2.12 Pengaruh ukuran butir ferit terhadap kekuatan dan ketahanan impak[24] 2.5 Recovery, Rekristalisasi, dan Pertumbuhan Butir

Material polikristalin yang mengalami deformasi plastis menunjukan terjadinya perubahan pada bentuk butir, pengerasan regangan (strain hardening) dan peningkatan pada kepadatan dislokasi[7]. Beberapa sisa energi internal disimpan dalam material sebagai energi regangan (strain energy), yang mana berhubungan dengan area tegangan (tensile), tekan (compressive), dan geser (shear) disekeliling dislokasi yang baru terbentuk. Kecenderungan sifat penyimpanan energi internal tersebut dapat dihilangkan setelah tahap pengerjaan dingin dengan perlakuan panas seperti proses anil (annealing). Penghilangan energi tersebut dilakukan dengan dua proses berbeda yang terjadi pada temperatur yang dinaikkan yang kemudian diidentifikasikan sebagai proses recovery dan rekristalisasi, yang juga dimungkinkan untuk pertumbuhan butir.

2.5.1 Recovery

Recovery adalah proses penghilangan energi internal (internal strain energy) yang tersimpan yang diperoleh selama proses pengerjaan dingin melalui perlakuan panas (heat treatment). Selama proses ini, sifat fisik dan mekanik dari baja pengerjaan dingin akan kembali seperti sebelum dilakukan pengerjaan dingin[8].

Proses recovery adalah proses pertama yang terjadi setelah deformasi. Pada tahapan ini tidak ada perubahan yang cukup berarti pada sifat mekanis dari material.

(40)

22

Perubahan mikrostruktur dari material selama tahapan recovery ini tidak melibatkan pergerakan batas butir dengan sudut yang besar. Untuk benda kerja yang butirnya memipih setelah canai dingin, tidak terlihat perubahan pada butir tersebut. Namun pada tingkatan submikroskopis, terjadi perubahan pada titik cacat dan klusternya, penghilangan dan pengaturan ulang dislokasi, serta pembentukan sub-butir dan pertumbuhannya. Perubahan mikrostruktural ini akan melepas sebagian besar tegangan dalam dan tahapan recovery ini dipergunakan untuk proses stress-relieving. Hilangnya beberapa dislokasi mengakibatkan berkurangnya kekuatan dari material, tetapi hilangnya dislokasi ini diimbangi dengan pembentukan sub-butir, yaitu butir dengan batas butir bersudut kecil. Dari kedua efek yang dijelaskan tersebut didapat kekuatan material yang sama setelah dilakukan pengerjaan dingin. Laju recovery adalah proses yang dipengaruhi yang teraktifasi melalui panas yang mana akan menurun dengan penambahan waktu dan penurunan temperatur[9].

Gambar 2.13 Pembentukan Sub-butir[10] 2.5.2 Rekristalisasi

Ketika tahap recovery akan berakhir, pembentukan inti dari butir baru akan mulai terjadi. Rekristalisasi adalah proses transformasi nukleasi. Inti dari butir baru terjadi dari bergabungnya sub-butir. Butir yang baru tumbuh merupakan butir yang bebas regangan (strain-free) dan terikat dengan batas butir bersudut besar yang memiliki mobilitas sangat tinggi yang akan menyapu semua jejak dari butir yang terdahulu. Sehingga proses rekristalisasi mengarah kepada pembentukan formasi butir yang bebas energi internal dalam material yang telah mengalami proses pengerjaan dingin[8]. Ketika semua butir terdahulu yang telah digantikan oleh butir baru yang bebas regangan, maka dapat dikatakan material tersebut telah

(41)

terekristalisasi dengan sempurna (fully recrystallized). Seperti telah dijelaskan bahwa gaya penggerak untuk proses rekristalisasi adalah energi yang tersimpan saat pengerjaan dingin, maka jika pengerjaan dinginnya tinggi, semakin kecil energi termal yang digunakan, berarti semakin rendah temperatur dari rekristalisasi.

Pada rekristalisasi primer, pembentukan dan pertumbuhan nuklei terjadi pada matrik terdeformasi pada butir baru, yang mana bebas distorsi dan secara cukup lebih sempurna dibandingkan matriks setelah terpoligonisasi (Gorelik 1981). Proses perlakuan panas seperti proses anil diperlukan agar rekristalisasi dapat terjadi. Selama rekristalisasi, proses perbaikan sifat mekanik dan fisik telah selesai. Pada rekristalisasi terjadi penurunan yang signifikan pada kekuatan tarik dan kekerasan dan peningkatan keuletan yang tinggi pada baja.

Faktor yang paling penting yang mempengaruhi proses rekristalisasi pada logam dan paduannya adalah; (1) besaran deformasi / amount of priordeformation, (2) temperatur, (3) waktu, (4) besar butir awalan / initial grain size, dan (5) komposisi logam atau alloy (Smith 2004). Volume terekristalisasi pada material meningkat selama proses anil (annealing) oleh karena dua proses: laju nukleasi dan pertumbuhan nuclei dimana laju tersebut diuraikan menjadi dua parameter yang dikenal: laju nukleasi (rate of nucleation), N, dan laju pertumbuhan (rate of growth), G. Keduanya bergantung pada sejumlah deformasi pada deformasi dingin (cold deformation). Pada deformasi panas (hot deformation), keduanya bergantung pada jumlah dan laju deformasi (Gorelik 1981).

Proses rekristalisasi ini memungkinkan untuk mengontrol ukuran besar butir dan sifat mekanis dari material. Ukuran besar butir dari material yang terekristalisasi akan tergantung pada besarnya pengerjaan dingin, temperatur annealing, waktu tahan dan komposisi dari material. Ini didasarkan pada hukum rekrsitalisasi[11]:

1. Pengerjaan dingin kritis yang minimum diperlukan sebelum terjadi rekristalisasi

2. Semakin kecil persentase pengerjaan dingin, semakin tinggi temperatur yang digunakan untuk menghasilkan rekristalisasi

(42)

24

Dalam pengerjaan panas, proses rekristalisasi yang terjadi dapat dibagi menjadi dua, yaitu rekristalisasi dinamis dan rekristalisasi statis. Seperti telah dijelaskan bahwa canai panas adalah proses deformasi dan rekristalisasi pada saat yang hampir bersamaan.

2.5.2.1Rekristalisasi Dinamis

Proses rekristalisasi yang terjadi saat material sedang dideformasi disebut rekristalisasi dinamis. Pada rekristalisasi dinamis, saat material mengalami deformasi, terjadi regangan di dalam material, dan apabila regangan tersebut adalah regangan kritis (ε0) maka akan tersedia cukup energi untuk terbentuk nuklei pada batas butir yang terdeformasi. Proses ini dipengaruhi faktor faktor antara lain regangan, kecepatan regangan dan temperatur, seperti yang telah diteliti oleh Zener-Hollomon 2.5.2.2 Rekristalisasi Statis

Rekristalisasi statis terjadi sesaat setelah material mengalami deformasi. Ilustrasi dari penjelasan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.14.

Gambar 2. 14 . Perbandingan Antara Rekristalisasi Dinamik dan Statik

B K Panigrahi, Processing Of Low Carbon Steel Plate And Hot Strip An Overview R&D Centre For Iron And Steel, Steel Authority Of India Ltd., Ranchi 834 002, India

Sama seperti proses rekristalisasi dinamis, pada proses rekristalisasi statis juga terbentuk nuklei, hanya saja pembentukan tersebut terjadi setelah deformasi. Dengan adanya temperatur yang tinggi (diatas temperatur rekristalisasi dari material), maka proses munculnya nuklei pada batas butir dapat terjadi dan proses rekristalisasi dapat berlangsung.

(43)

2.5.3 Sub butir

Pembahasan mengenai sub grain erat kaitannya dengan proses laku panas. Salah satu proses laku panas tersebut adalah proses rekristalisasi yaitu proses aktivasi termal dimana terjadi perubahan mikrostruktur dengan cara pembentukan butir baru yang bebas regangan. Terbentuknya butir baru tersebut berasal dari penggabungan sub butir. Sub butir merupakan inti dari butir baru pada proses rekristalisasi ini, dimana sub butir ini akan bergabung untuk nantinya membentuk butir baru.

2.5.3.1 Mekanisme Pembentukan Sub Butir

Untuk benda kerja yang butirnya memipih setelah canai dingin setelah proses recovery tidak terlihat perubahan pada butir tersebut. Namun pada tingkatan submikroskopis, terjadi perubahan pada titik cacat dan klusternya, penghilangan dan pengaturan ulang dislokasi, serta pembentukan sub-butir dan pertumbuhannya. Perubahan mikrostruktural ini akan melepas sebagian besar tegangan dalam dan tahapan recovery ini dipergunakan untuk proses stressrelieving.

2.5.3.2 Hubungan Antara Sub Butir Dengan Dislokasi

Hilangnya beberapa dislokasi mengakibatkan berkurangnya kekuatan dari material, tetapi hilangnya dislokasi ini diimbangi dengan pembentukan subbutir, yaitu butir dengan batas butir bersudut kecil. (2-30 misorientasi).

Selama proses recovery, dislokasi yang terkena deformasi dapat bergerak, berinteraksi, dan saling menghalangi satu sama lain. Dislokasi yang tersisa kembali berkumpul (menyusun diri) untuk membentuk subgrain yanga terdapat dalam butir ferit.

Proses recovery yang disertai dengan pembentukan subgrain ini juga dikenal dengan poligonisasi[20]. Proses utama yang terjadi saat poligonisasi adalah distribusi ulang dislokasi yang disertai dengan terbentuknya dinding dislokasi (dislocation walls). Dinding dislokasi ini memisahkan batas subgrain yang satu dan yang lainnya. 2.5.4 Pertumbuhan Butir

Setelah proses rekristalisasi selesai, butir dengan bebas regangan selanjutnya akan tumbuh jika spesimen baja dibiarkan pada temperatur yang tinggi. Pertumbuhan

(44)

26

Pertumbuhan butir biasanya merupakan lanjutan setelah proses recovery dan proses rekristalisasi. Hal ini terjadi disebabkan adanya migrasi pada batas butir. Tidak semua butir dapat membesar. Oleh karena itu, butir yang lebih besar akan tumbuh yang kemudia menghabiskan butir yang lebih kecil (Callister 1997). Penambahan proses anil (extended annealing) pada temperature tinggi dapat menyebabkan beberapa butir tumbuh menjadi butir dengan ukuran yang sangat besar, yang mana dikenal sebagai rekristsalisasi sekunder (secondary recrystallization) atau pertumbuhan butir yang abnormal[8].

2.6 Evaluasi Mikrostruktur Pada Baja Yang Mengalami Canai hangat 2.6.1Hall-Petch

Untuk mengetahui pengaruh ukuran butir dari teori diatas kita buktikan dengan Hall petch Equation. dengan d adalah diameter butir rata rata, dan σ0 dan ky adalah konstanta untuk material tertentu. Persamaan 2.3. ini tidak berlaku untuk material polikristal dengan butir yang sangat besar dan dengan butir yang amat sangat halus.

………(2.3)

2.6.1.1Hubungan Ukuran Butir Dengan Sifat Mekanik

Berdasarkan persamaan Hall-Petch diatas bisa disimpulkan bahwa semakin kecil ukuran butir maka kekuatan ( yield strength ) akan meningkat. Hal ini terjadi akibat semakin banyaknya batas butir, yang mana batas butir ini berperan sebagai penghalang pergerakan dislokasi. Semakin sulit dislokasi bergerak maka material aka semakin keras.

2.6.2 High and Low Angle Grain Boundary

Selama proses recovery terjadi perubahan struktur mikro dari material dimana tidak melibatkan pergerakan batas butir dengan sudut yang besar.

Pada proses recovery juga terjadi penghilangan dislokasi, hilangnya dislokasi ini diikuti dengan pembentukan sub butir, yaitu butir dengan batas butir bersudut kecil (2-30 misorientasi ).

(45)

Pada proses rekristalisasi sub butir akan tumbuh, namun harus memenuhi syarat yaitu sudut antara sub butir kecil dan kurang dari satu derajat, maka sub butir akan terbentuk dan tumbuh dengan cepat. Apabila sudutnya beberapa derajat maka laju pertumbuhannya akan lambat[19].

(46)

Preparasi benda uji (70x30x10)mm

Pemanasan 550 °C selama 15 menit, tahan 10menit

Pendinginan air

Pembahasan dan kesimpulan Studi Literatur

Analisa

Uji komposisi, metalografi, besar butir, & kekerasan

Deformasi 20% (T=550°C), tahan 5menit. Deformasi

20% (T=550oC), tahan 5menit. Deformasi 20% (T=550°C), tahan 5menit. Deformasi 20% (T=550°C) secara searah Pengamatan OM Etsa Nital Pengujian Kekerasan

Pengukuran besar butir dan GAR

Deformasi 20% (T=500°C), tahan 10menit. Deformasi

20% (T=550oC), tahan 10menit. Deformasi 20% (T=550°C), tahan 10menit. Deformasi 20% (T=550°C) secara searah Pemanasan 500 °C selama 15

menit, tahan 10menit

Deformasi 20% (T=500°C), tahan 5menit. Deformasi

20% (T=550oC), tahan 5menit. Deformasi 20% (T=550°C), tahan 5menit. Deformasi 20% (T=550°C) secara searah BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

(47)

3.2.1 Alat

1. Mesin Roll dengan kapasitas 20 ton, roll speed 8000 mm/s, dan diameter roll 104 mm.

2. Dapur Pemanas / Oven Carbolite 3. Furnace Portable

4. Pengatur temperatur dapur (controller) 5. Termokopel

6. Dapur portable 7. Termowire

8. Mesin Komputer Pengukur Temperatur 9. Jangka Sorong 10.Mesin Amplas 11.Mesin Poles 12.Mikroskop Optik 13.Beaker glass 14.Pipet 15.Kabel Listrik 3.2.2 Bahan

1. Slab Baja Karbon Rendah 2. Resin dan hardener

3. Kertas Ampelas Grid #80, #120, #240, #400, #600, #800, #1000, #1200, dan #1500

4. Titanium Dioksida (TiO2) 5. Kain Beludru

6. Zat Etsa Kimia : Larutan Alkohol 96% dan larutan HNO3

(48)

30

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pemilihan Material

Penelitian diawali dengan pemilihan material sampel uji berdasarkan relevansi antara studi literatur. Material baja yang menjadi sampel uji adalah slab jenis baja karbon rendah. Pada tahap awal dilakukan uji komposisi material dengan menggunakan Optical Emission Spectroscopy (OES).

OES merupakan suatu metode karakterisasi material dengan cara mengeksitasi atom dengan menggunakan perbedaan potensial antara sampel dan elektroda. Akibat dari energi tersebut, elektron pada sampel akan memancarkan sinar yang akan ditangkap oleh detektor. Perbedaan intensitas yang terjadi kemudian dikarakterisasi oleh analyzer sehingga didapatkan komposisi penyusun dari material yang dikarakterisasi. Secara umum pengujian OES terhadap sampel yang digunakan adalah sebagai berikut:

Gambar 3.2 Skematik Optical Emission Spectroscopy

(49)

Tabel 3.1 Komposisi Kimia Spesimen Uji Komposisi Fe C Si Mn P S Cr Mo Ni Zr % Berat 99.6 0.114 0.005 0.0236 0.005 0.005 0.005 0.0133 0.0497 0.003 (lanjutan) Komposisi Al Co Cu Nb Ti V W Pb Sn B % Berat 0.002 0.009 0.061 0.003 0.004 0.002 0.025 0.01 0.017 0.003

3.3.2 Preparasi Benda Uji

Benda uji yang digunakan pada penelitian ini dipotong sehingga berbentuk balok dengan dimensi 70x30x10(mm). Spesimen diberi lubang untuk meletakkan kawat termokopel sebagai alat pengukur temperatur benda uji. Pengukuran temperatur menggunakan data acquisition system yang dihubungkan dengan komputer. Kedalaman lubang adalah ± 5 mm dengan diameter 2,5 mm yang disesuaikan diameter kawat termokopel.

(50)

32

Gambar 3.4. Ilustrasi Benda Uji Sebelum Dipreparasi .

3.3.3 Proses TMCP dan Warm Rolling

Seluruh spesimen yang telah diukur disiapkan untuk berbagi tes, kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam furnace atau dapur perapian untuk dipanaskan hingga suhu 5500C selama 15menit, kemudian ditahan selama 10 menit. Dilanjutkan dengan melakukan canai multipass searah dengan besaran deformasi 20%, 20 %, 20%, 20% pada temperatur pengerjaan hangat dilanjutkan dengan pendinginan cepat menggunakan media air. Proses canai dilakukan dengan menggunakan mesin OnoRoll berkapasitas 20 ton.

Penelitian ini terbagi atas beberapa variasi proses. Tiap variasi memiliki parameter tersendiri pada hasil akhir. Variasi-variasi proses yang dilakukan yaitu : 1. Bulk adalah benda uji awal yang tidak mengalami perlakuan panas, yang

diidentifikasi mikrostruktur, dan kekerasannya sebagai pembanding untuk benda uji berikutnya

2. Benda Uji A dipanaskan pada suhu 550oC selama 15 menit, kemudian ditahan selama 10 menit lalu di canai dengan deformasi 20 % dilanjutkan dengan deformasi 20 %, 20 %, dan 20 % secara searah, kemudian didinginkan dengan media air

(51)

Gambar 3.5 Skematik Pengujian Benda Uji A

3. Benda Uji B dipanaskan pada suhu 500oC selama 15 menit, kemudian ditahan selama 5 menit lalu di canai dengan deformasi 20 % dilanjutkan dengan deformasi 20 %, 20 %, dan 20 % secara searah dan dengan waktu tahan 5 menit, kemudian didinginkan dengan media air.

(52)

34

Gambar 3.6 Skematik Pengujian Benda Uji B

4. Benda Uji C dipanaskan pada suhu 500oC selama 15 menit, kemudian ditahan selama 10 menit lalu di canai dengan deformasi 20 % dilanjutkan dengan deformasi 20 %, 20 %, dan 20 % secara searah dan dengan waktu tahan 10 menit, kemudian didinginkan dengan media air.

Gambar 3.7 Skematik Pengujian Benda Uji C

5. Benda Uji D, dipanaskan pada suhu 500oC selama 15 menit, kemudian ditahan selama 10 menit, kemudian didinginkan dengan media air.

(53)

Gambar 3.8 Skematik pengujian benda D

6. Benda Uji E, dipanaskan pada suhu 550oC selama 15 menit, kemudian ditahan selama 10 menit, kemudian didinginkan dengan media air.

Gambar 3.9 Skematik pengujian benda E

Gambar 3.10 Furnace Carbolite

(54)

36

Gambar 3.11 Mesin Onoroll dan Rangkaian Alat

3.3.4 Preparasi, Pengujian Metalografi dan Pengamatan Mikrostruktur

Pengujian metalografi bertujuan untuk mengamati mikrostruktur dari benda uji. Preparasi benda uji berdasarkan ASTM E 3 – 01 “Standard Guide for Preparation for Metallographic Specimens” [22].

Untuk benda uji yang berukuran kecil dilakukan proses mounting terlebih dahulu untuk mempermudah penanganan benda uji metalografi. Setelah itu dilakukan proses pengamplasan untuk meratakan bagian benda uji yang akan di amati mikrostrukturnya. Pengamplasan dilakukan dengan menggunakan kertas amplas yang dimulai dari amplas kasar hingga amplas halus agar didapat permukaan benda uji yang halus dan rata di seluruh permukaan. Ukuran kekasaran dari kertas amplas yang digunakan yaitu: #80, #120, #240, #400, #600, #800, #1000, #1200, #1500 (dalam mesh). Dalam melakukan pengamplasan, arah pengamplasan diubah setiap mengganti tingkat kekasaran kertas amplas, hal ini bertujuan untuk menghilangkan sisa pengamplasan sebelumnya sehingga didapat permukaan yang halus pada benda uji.

Setelah selesai melakukan pengamplasan, maka benda uji dipoles agar mendapatkan permukaan yang lebih halus dan mengkilap serta menghilangkan bekas goresan akibat pengamplasan. Benda uji dipoles dengan menggunakan kain beludru dan zat poles yang digunakan adalah alumina. Setelah dilakukan proses poles, benda uji dietsa dengan Nital 2% untuk untuk memunculkan jejak batas butir struktur akhir dari benda uji sehingga dapat diamati morfologi butir ferrit. Setelah itu dilakukan pengamatan dengan mikroskop optik.

(55)

Pengujian dan perhitungan besar butir dilakukan dengan menggunakan standar ASTM E112 “Standard Test Method for Determining Average Grain Size”[26]. Terdapat berbagai metode perhitungan besar butir yang ada dalam ASTM E112, namun yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Intercept Heyn. Prinsip perhitungan besar butir Metode Heyn yaitu dengan membuat 3 lingkaran masing-masing memiliki diameter sebesar 79.58 mm, 53.05 mm, 26,53 mm dimana ketiga lingkaran tersebut digabung menjadi satu dengan panjang total ketiga garis lingkaran tersebut 500 mm. Kemudian perpotongan garis ketiga lingkaran dengan batas butir antara satu butir dijumlahkan dengan mengabaikan butir twins.

Gambar 3.12. Lingkaran yang Digunakan Untuk Penghitungan Besar Butir Dengan Metode

Intercept Heyn[26].

Setelah metode etsa dapat menampilkan batas butir , maka besar butir dihitung dengan menggunakan Metode Intercept, sesuai dengan standar perhitungan metalografi kuantitatif ASTM E112. Jumlah titik potong persatuan panjang (PL) dihitung dengan :

PL = P/ LT/M ………..(3.1) dan panjang garis perpotongan (L3) adalah:

L = 1/P ………(3.2)

(56)

38

dimana :

L3 = Panjang garis perpotongan (mm) PL = Jumlah titik potong persatuan panjang

P = Jumlah titik potong batas butir dengan total panjang garis yang dalam hal ini berbentuk lingkaran.

LT = Panjang garis total (sesuai standar ASTM =500mm) M = Perbesaran

Dari PL atau L3 , dapat dilihat di tabel besar butir ASTM E 112, atau dimasukkan ke dalam persamaan:

G = [-6,6439 log (L3) – 3,2877]………(3.3)

3.3.6 Perhitungan Besar Butir Non-Equiaxed

Pengukuran besar butir dilakukan dengan metode garis intersept (Intercept Method). Metoda ini sangat cocok digunakan untuk menghitung besar butir non-equiaxial. Dengan membuat suatu garis lurus (LT) pada gambar struktur mikro dan menggunakan besaran tertentu sedemikian sehingga jumlah butir terpotong oleh suatu garis dapat dihitung dengan akurat. Panjang garis yang digunakan harus menghasilkan jumlah butir terpotong antara 50-150 butir oleh garis pada perbesaran yang dipilih.

Ketentuan perhitungan jumlah butir yang terpotong adalah: jika garis memotong penuh satu butir maka dihitung satu. Jika ujung garis tepat berakhir pada pertengahan butir, maka dihitung setengah. Pertemuan antara 3 butir dihitung satu setengah dan jika garis menyinggung batas butir, maka dihitung setengah. Kemudian hasil perhitungan jumlah butir terpotong digunakan dalam perhitungan dengan persamaan sebagai berikut:

L= L

………(3.4)

Dimana , L : Besar butir rata-rata (µm) Vv : Fraksi volume fasa tertentu Lt : Panjang garis total (µm) Nα : Jumlah butir terpotong garis

M : Perbesaran

(57)

dikonversikan menjadi ukuran butir menurut standard ASTM E 112 mengenai Grain Size Measurement.

3.3.7 Pengujian Nilai Kekerasan

Metode pengujian kekerasan yang dipakai yaitu metode kekerasan Rockwell (ASTM E 18) “Standard Test Methods for Rockwell Hardness and Rockwell Superficial Hardness of Metallic Materials”[25]. Indentor yang digunakan kerucut intan dengan sudut yang dibentuk muka intan 120o. Pembebanan dilakukan dengan dua tahap; tahap pertama adalah pembebanan minor kemudian pembebanan mayor. Nilai kekerasan ditentukan dengan perbandingan kedalaman kedua tahap pembebanan. Berbeda dengan metode Brinell dan Vickers dimana kekerasan suatu bahan dinilai dari diameter atau diagonal jejak yang dihasilkan, maka metode Rockwell merupakan uji kekerasan dengan pembacaan langsung (direct reading). Metode ini banyak dipakai dalam industri karena pertimbangan praktis. Variasi dalam beban dan indentor yang digunakan membuat metode ini memiliki banyak macamnya. Metode Rockwell yang digunakan pada penelitian ini adalah Rockwell B (dengan indentor bola baja berdiameter 1/6 inci dan beban 100 kg). Waktu yang digunakan untuk indentasi yaitu 5 detik.

(58)

40

Tabel 3.2 Simbol dan Penandan yang berhubungan dengan pengujian Rockwell

B [25].

3.3.8 Pengukuran Grain Aspect Ratio

Untuk butir yang sangat memanjang (highly elongated) metode perhitungan besar butir dengan Metode Intercept Heyne tidak dapat memberikan gambaran secara valid. Sehingga digunakan metode GAR ( Grain Aspect Ratio) mengamati morfologi butir yang dihasilkan oleh proses canai hangat dan TMCP karena butir yang dihasilkan memanjang. Nilai GAR dapat dihitung melalui persamaan berikut :

GAR = L/ l…………..………..……(3.5) Dimana :

GAR = Grain Aspect Ratio

L = panjang rata-rata batas butir yang sejajar dengan sumbu tegangan (mm) l = panjang rata-rata batas butir yang tegak lurus terhadap sumbu tegangan (mm)

Gambar 3.14 Tiga bidang pada produk rolling, arah rolling ditunjukkan oleh panah[27].

Gambar

Tabel 3.1     Komposisi Sampel Baja Karbon Rendah  ......................................
Gambar 3.12  Lingkaran  yang  Digunakan  Untuk  Penghitungan  Besar  Butir  Dengan Metode Intercept Heyn………………………………….37  Gambar 3.13  Prinsip  pengujian  kekerasan  dengan  metode  Rockwell  B
Gambar 2.2 Struktur Mikro Ferit dan Pearlit (Gelap) Berbentuk Equiaxed  (Polygonal) Pada Baja Karbon Rendah
Gambar 2.3 Tipikal kurva aliran yang terbentuk selama proses deformasi dingin dan panas [21]
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini, akan dilihat bagaimana pengaruh temperatur dan lamanya waktu pelapisan terhadap laju pelapisan yang terjadi pada baja karbon rendah dan efek pelapisan terhadap

Penelitian ini membahas pengaruh waktu elektroplating nikel pada baja karbon rendah terhadap ketebalan lapisan dan kekerasan permukaan dengan mengamati pula jarak antar

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah baja karbon rendah dengan kadar karbon 0-0,3% C, yang akan dilapisi material kromium menggunakan metode thermal spray

PENGARUH VARIASI KUAT ARUS TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN PADA PROSES PENGELASAN BAJA KARBON RENDAH DENGAN METODE SMAW WET UNDERWATER WELDING.. Skripsi, Fakultas

Dari hasil pengujian diperoleh kekerasan material awal 210 VHN untuk AISI 304 dan 143 VHN untuk baja karbon rendah, sedangkan kekerasan optimum diperoleh untuk nitridasi plasma pada

Peningkatan kekerasan lapisan karburasi terjadi akibat penambahan karbon pada bagian permukaan baja dan perubahan struktur dari austenit menjadi martensit pada proses

Baja tahan karat austenitik mempunyai ketangguhan yang tinggi pada suhu tinggi dan rendah, ketahanan korosi yang baik, mampu bentuk dan mampu las, sedangkan baja karbon

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses chromizing dengan implantasi ion krom mengubah kekerasan, kekasaran permukaan dan ketahanan lelah baja karbon rendah menjadi lebih