• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi formula gel antiacne ekstrak daun belimbing wuluh (averrhoa bilimbi, l) dengan carbopol 940 sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humectant - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Optimasi formula gel antiacne ekstrak daun belimbing wuluh (averrhoa bilimbi, l) dengan carbopol 940 sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humectant - USD Repository"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI FORMULA GEL ANTIACNE

EKSTRAK DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi, L) DENGAN CARBOPOL 940 SEBAGAI GELLING AGENT DAN PROPILEN GLIKOL

SEBAGAI HUMECTANT

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Ong, Hengky Setiawan Saputra NIM : 058114082

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

ii

OPTIMASI FORMULA GEL ANTIACNE

EKSTRAK DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi, L) DENGAN CARBOPOL 940 SEBAGAI GELLING AGENT DAN PROPILEN GLIKOL

SEBAGAI HUMECTANT

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Ong, Hengky Setiawan Saputra NIM : 058114082

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)

iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

(4)

iv

(5)

v

(6)

vi

Karya ini kupersembahkan untuk :

Jesus Christ

Keluargaku

Teman-temanku

(7)
(8)

viii PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, kasih karunia, dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Optimasi formula gel antiacne ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi, L) dengan carbopol 940 sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humectant” dengan baik sebagai salah satu

syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Program Studi Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini, penulis secara khusus mengucapkan terima kasih kepada :

1. Jesus Christ untuk semua berkat, anugerah, dan rencana-Nya yang selalu indah pada waktunya.

2. Ibu Rita Suhadi, M.Si, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Ibu Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan mendampingi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Agatha Budi Susiana Lestari, M.Si., Apt. selaku dosen penguji atas kritik dan saran yang telah diberikan sehingga skripsi ini jadi lebih baik.

(9)

ix

6. Papa, Mama, serta ciciku Siu Lien atas segala doa dan dukungannya selama ini.

7. Teman-teman skripsiku Omega, Vanny, Ade, Made, Agung, Bayu, Siska, dan Feri atas kerja sama dan kebersamaan selama menyelesaikan skripsi ini. 8. Teman-teman Kos Ze, Franky, Victor, Dar atas kebersamaannya selama ini. 9. Ko Felix, Septrias, Angky, Arie, Astomi, Andi, Hendi, teman-teman

kelompok sel, teman-teman sepelayanan GBI Keluarga Allah yang selalu memberi semangat dan dukungan kepada penulis serta bersedia menjadi tempat untuk berbagi cerita.

10.Jerry, Jovan, Rio, Eva, Nia, Rias, Lina, Diana dan teman-teman angkatan 2005 atas kebersamaan, suka dan duka selama kuliah.

11.Mas Wagiran, Mas Sigit, Pak Mus, Mas Bimo, Mas Agung, Mas Ottok, dan Pak Parlan selaku laboran yang telah banyak membantu selama penelitian. 12.Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak

dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan ilmu pengetahuan.

(10)
(11)

xi INTISARI

Salah satu tanaman yang digunakan masyarakat sebagai obat tradisional adalah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi, L). Daun belimbing wuluh mengandung flavonoid yang diketahui mempunyai efek sebagai antibakteri. Oleh karena itu, daun belimbing wuluh mempunyai aktivitas sebagai antibakteri terhadap bakeri-bakteri penyebab jerawat seperti Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek carbopol 940, propilen glikol atau interaksi keduanya yang dominan dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas gel antiacne serta mendapatkan area komposisi optimum carbopol 940 dan propilen glikol yang menghasilkan sifat fisik dan stabilitas gel yang dikehendaki. Sifat fisik meliputi daya sebar dan viskositas. Stabilitas meliputi pergeseran viskositas.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental menggunakan metode desain faktorial dengan dua faktor yaitu carbopol 940 dan propilen glikol. Tingkat signifikansi pengaruh setiap faktor dianalisis secara statistik menggunakan Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95 %.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa faktor carbopol 940 yang paling dominan dalam menentukan daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas. Pada contour plot superimposed dapat ditemukan area optimum dari daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas. Area ini sebagai komposisi formula yang optimum dari gel antiacne ekstrak daun belimbing wuluh yang dipelajari.

(12)

xii ABSTRACT

One of the plants, which the society uses as a traditional medicine, is belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi, L). Leaves of belimbing wuluh contain flavonoid that had been known has an antibacterial effect. Therefore leaves of belimbing wuluh had an antibacterial activity on microorganism who causes acne such as Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis.

The aims of this research were to investigate the dominant effect among carbopol 940, propylene glycol, or their interaction in determining physical properties and stability of antiacne gel and to find out the optimum composition area of carbopol 940 and propylene glycol that resulted desired physical properties and stability of antiacne gel. That physical properties such as spreadability and viscosity. The stability such as altered viscosity.

This research was an experimental study using factorial design with two factors, carbopol 940 and propylene glycol. Significance level of each influence factor was analyzed statistically using Yate’s treatment with 95% level of confidence.

(13)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

PRAKATA ... viii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... x

INTISARI ... xi

ABSTRACT ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1.Permasalahan ... 3

2.Keaslian penelitian ... 3

3.Manfaat penelitian ... 3

B. Tujuan Penelitian ... 4

1.Tujuan umum ... 4

2.Tujuan khusus ... 4

(14)

xiv

A. Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi, L) ... 5

1.Sistematika ... 5

2.Morfologi ... 5

3.Nama daerah ... 6

4.Kandungan kimia ... 6

B. Ekstrak ... 6

C. Maserasi ... 7

D. Flavonoid ... 8

E. Deklorofilasi ... 9

F. Gel ... 10

G. Carbopol 940 ... 11

H. Propilen Glikol ... 12

I. Jerawat ... 13

J. Mikroorganisme ... 14

K. Uji Potensi Antibakteri ... 16

L. Desain Faktorial ... 17

M.Landasan Teori ... 18

N. Hipotesis ... 20

BAB III. METODE PENELITIAN ... 21

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 21

B. Variabel Penelitian ... 21

C. Definisi Operasional ... 22

(15)

xv

E. Alat Penelitian ... 23

F. Tata Cara Penelitian ... 24

1.Pengumpulan bahan ... 24

2.Pembuatan ekstrak daun belimbing wuluh ... 24

3.Deklorofilasi ... 24

4.Uji potensi antibakteri ekstrak daun belimbing wuluh ... 25

5.Optimasi proses pembuatan gel ... 25

6.Uji sifat fisik dan stabilitas gel antiacne ... 27

7.Uji potensi antibakteri gel antiacne ... 28

G. Analisis Data ... 28

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

A. Pembuatan serbuk daun belimbing wuluh ... 30

B. Pembuatan ekstrak daun belimbing wuluh ... 30

C. Deklorofilasi ... 31

D. Pengujian potensi antibakteri ekstrak dengan metode difusi ... 32

E. Uji sifat fisik dan stabilitas gel antiacne ... 34

1.Daya sebar ... 35

2.Viskositas ... 38

3.Pergeseran viskositas ... 40

F. Potensi antibakteri gel antiacne ekstrak daun belimbing wuluh ... 43

G. Optimasi formula ... 44

1.Daya sebar ... 45

(16)

xvi

3.Pergeseran viskositas ... 47

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

A. Kesimpulan ... 50

B. Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51

LAMPIRAN ... 55

(17)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Notasi formula desain faktorial ... 17

Tabel II. Formula desain faktorial antiacne ... 26

Tabel III. Hasil uji organoleptis ... 32

Tabel IV. Hasil proses sebelum dan sesudah deklorofilasi ... 32

Tabel V. Diameter zona hambat ekstrak daun belimbing wuluh terhadap Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis ... 33

Tabel VI. Hasil uji sifat fisik dan stabilitas gel antiacne ... 34

Tabel VII. Efek carbopol 940, efek propilen glikol, dan efek interaksi dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas gel antiacne ... 34

Tabel VIII. Hasil perhitungan Yate’s treatment pada respon daya sebar ... 37

Tabel IX. Hasil perhitungan Yate’s treatment pada respon viskositas ... 40

Tabel X. Hasil perhitungan Yate’s treatment pada respon pergeseran viskositas ... 42

Tabel XI. Diameter zona hambat gel antiacne terhadap Staphylococcus aureus ... 43

(18)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka dasar flavonoid berserta penomorannya ... 8

Gambar 2. Struktur umum carbopol 940 ... 12

Gambar 3. Struktur propilen glikol ... 13

Gambar 4. Grafik hubungan pengaruh carbopol 940 (a) dan propilen glikol (b) terhadap daya sebar ... 36

Gambar 5. Grafik hubungan pengaruh carbopol 940 (a) dan propilen glikol (b) terhadap viskositas ... 39

Gambar 6. Grafik hubungan pengaruh carbopol 940 (a) dan propilen glikol (b) terhadap pergeseran viskositas ... 41

Gambar 7. Contour plot daya sebar gel antiacne ... 45

Gambar 8. Contour plot viskositas gel antiacne ... 46

Gambar 9. Contour plot pergeseran viskositas gel antiacne ... 47

Gambar 10. Contour Plot Superimposed gel antiacne ekstrak daun belimbing wuluh ... 49

(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan rendemen dan data pengujian ekstrak ... 55

Lampiran 2. Data penimbangan formula, notasi, dan formula desain faktorial .... 55

Lampiran 3. Data uji sifat fisik dan uji stabilitas gel antiacne ekstrak daun belimbing wuluh ... 57

Lampiran 4. Perhitungan persamaan desain faktorial ... 59

Lampiran 5. Perhitungan Yate’s treatment... 66

(20)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Jerawat merupakan suatu proses peradangan kronik kelenjar-kelenjar pilosebasea. Usia remaja dan dewasa akan sering mengalami keadaan ini. Jerawat akan menghilang secara spontan pada usia sekitar 20-30 tahun meskipun banyak orang yang mencapai usia baya masih timbul jerawat (Price dan Wilson, 1985).

Jerawat akan timbul pada wajah, leher terutama bagian belakang, punggung bagian atas, dada bagian depan, bahu, dan telinga. Jerawat disebabkan beberapa faktor seperti peningkatan produksi sebum, hiperkornifikasi duktus, hubungan simbiosis yang tidak lazim antara mikroorganisme komensal dan inflamasi kulit (Brown dan Burns, 2005).

Tanda yang paling dini tampak pada kulit adalah terbentuknya komedo. Komedo ini akan menghalangi aliran sebum ke permukaan sehingga bakteri akan berkembangbiak dengan cepat (Price dan Wilson, 1985). Bakteri-bakteri tersebut di antaranya Propionibacterium acne, Staphylococcus aureus, dan Staphylococcus epidermidis (Kumar, Jayveera, Kumar, Sanjay, Swamy, Kumar, 2007).

Propionibacterium acne bersifat anaerobik fakultatif sedangkan Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis dapat tumbuh dalam lingkungan anaerobik dan aerobik (Holt, Krieg, Sneath, Staley, Williams, 1994).

(21)

Bahan-bahan alam dapat digunakan untuk mengatasi antibakteri. Feralusiana, (2001) dan Triwulan, (2004) telah membuktikan bahwa daun belimbing wuluh pada konsentrasi 15 mg/ml dapat berfungsi sebagai antibakteri dengan senyawa aktif yaitu senyawa flavonoid.

Daun belimbing wuluh akan diformulasikan menjadi bentuk sediaan sehingga mempermudah penggunaannya dan membuatnya lebih menarik bila dibandingkan langsung menggunakan ekstrak daun belimbing wuluh. Sediaan gel dipilih karena gel memberikan sensasi dingin selama pemakaian, tidak lengket, dan tidak menimbulkan bekas ketika diaplikasikan pada kulit sehingga pemakai merasa nyaman. Menurut Voigt (1994) hidrogel cocok untuk kulit dengan fungsi kelenjar sebasea yang berlebihan. Produksi yang berlebihan oleh kelenjar sebasea menyebabkan penyumbatan folikel sehingga terjadi jerawat. Selain itu, gel memiliki kompatibilitas yang relatif baik dengan jaringan biologis (Zatz dan Kushla, 1996).

(22)

3

1. Permasalahan

a. Manakah di antara faktor carbopol 940, propilen glikol, atau interaksi keduanya yang bersifat dominan dalam mempengaruhi respon daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas?

b. Apakah ditemukan area optimum komposisi carbopol 940 dan propilen glikol dalam contour plot superimposed yang menghasilkan sifat fisik dan stabilitas gel antiacne ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi, L) yang dikehendaki?

2. Keaslian penelitian

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian tentang optimasi formula gel antiacne ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi, L) dengan carbopol 940 sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humectant belum pernah dilakukan. Adapun penelitian yang berhubungan yang

pernah dilakukan adalah Daya Antibakteri Ekstrak Etanol dan Infus Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi, L) Terhadap Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi (Feralusiana, 2001) dan Pengembangan Formulasi Sediaan Gel

Antiacne serta Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak Daun Pepaya

(Carica papaya Linn.) (Ardina, 2007). 3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

(23)

b. Manfaat praktis

Melalui penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan sediaan gel dari bahan alam sebagai alternatif pengobatan untuk jerawat.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Menghasilkan formula dengan zat aktif yang berasal dari bahan-bahan alam yaitu ekstrak daun belimbing wuluh dalam bentuk sediaan gel yang memenuhi karakter tertentu dan mempunyai aktivitas sebagai antiacne.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui manakah di antara carbopol 940, propilen glikol, atau interaksi keduanya yang bersifat dominan dalam mempengaruhi respon daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas pada sediaan gel antiacne ekstrak daun belimbing wuluh.

(24)

5 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi, L) 1. Sistematika

Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Classis : Dicotyledonae

Ordo : Geraniles

Famili : Oxalidaceae

Genus : Averrhoa

Spesies : Averrhoa bilimbi, L (Anonim, 2000). 2. Morfologi

(25)

setiap ruang, tanpa selaput biji dan ukurannya 6-7 mm. Tanaman ini dapat tumbuh alami di daratan Asia beriklim tropis, lembab dan biasanya ditanam pada ketinggian kurang dari 500 meter dpl (Sudarsono, 2000).

3. Nama daerah

Aceh: limeng, selimeng, thlimeng; Gayo: selemeng; Batak: asom, belimbing, balimbingan; Nias: malimbi; Minangkabau: balimbieng; Melayu: belimbing asam; Lampung: balimbing; Sunda: calincing, balingbing; Jawa: balimbing wuluh; Madura: bhalingbhing bulu; Bali: blingbing buloh; Bima: limbi; Flores: balimbeng; Sawu: libi; Sangi: belerang (Arisandi dan Andriani, 2006).

4. Kandungan kimia

Daun, buah, batang mengandung saponin, flavonoid. Daunnya juga mengandung tanin, batang mengandung alkaloid dan polifenol (Perry, 1985).

B. Ekstrak

Ekstrak merupakan sediaan sari pekat tumbuh-tumbuhan atau hewan yang diperoleh dengan cara melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan obat, menggunakan penyari yang cocok, kemudian semua atau hampir semua dari penyarinya diuapkan dan sisa endapan atau serbuk diatur untuk ditetapkan standarnya (Ansel, 1989).

Berdasarkan sifat-sifatnya, ekstrak dapat dikelompokkan menjadi:

(26)

7

2. Ekstrak kental (extractum spissum): Sediaan ini liat dalam keadaan dingin, tidak dapat dituang dan kandungan airnya berjumlah sampai 30%.

3. Ekstrak kering (extractum siccum): Sediaan ini memiliki konsistensi kering, mudah digosokkan, dan melalui penguapan cairan pengekstraksi serta pengeringan sisanya terbentuk suatu produk yang sebaiknya menunjukkan kandungan lembab tidak lebih dari 5%.

4. Ekstrak cair (extractum fluidum): Sediaan ini dibuat sedemikian sehingga 1 bagian jamu sesuai dengan 2 bagian (kadang-kadang juga satu bagian) ekstrak cair (Voigt, 1994).

C. Maserasi

Istilah maceration berasal dari bahasa latin macerare, yang artinya ”merendam”. Merupakan proses paling tepat dimana obat yang sudah halus memungkinkan untuk direndam dalam penyari sampai meresap dan melunakkan susunan sel, sehingga zat-zat yang mudah larut akan melarut (Ansel, 1989).

(27)

melalui ayakan atau saringan ke dalam seluruh ekstrak dalam wadahnya (Ansel, 1989).

D. Flavonoid

Flavonoid adalah suatu golongan senyawa alam yang strukturnya terdiri dari dua cincin aromatic yang dihubungkan oleh tiga atom karbon membentuk rangkaian dengan sistem C6-C3-C6 dan masing-masing C6 merupakan cincin benzen (Robinson,1995). Cincin tersebut diberi tanda dengan huruf A, B, dan C. Atom karbon dinomori menurut sistem penomoran yang menggunakan angka biasa untuk cincin A dan C, serta angka beraksen untuk cincin B (Markham, 1988).

O

A

B

C

5 6 7

8

4 3

1' 6'

5' 4' 3'

2' 1

2

Flavonoid dapat digunakan untuk menghambat pendarahan, inhibitor pernafasan, antimikrobia, antivirus, pengatur tumbuh, pengatur fotosintesis, dan kerja terhadap serangga (Robinson, 1995).

(28)

9

isoflavon, flavanon, dan flavon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform (Markham, 1988).

E. Deklorofilasi

Pada produk alam dari tanaman, terutama dari bagian daun, juga akan mengandung klorofil yang merupakan pigmen tanaman. Secara umum, klorofil ini harus dihilangkan dari ekstrak agar metabolit sekunder yang diperoleh dalam bentuk murni. Proses penghilangan klorofil disebut dengan deklorofilasi (Jumpatong, Phutdhawong, Budhasukh, 2006).

Proses deklorofilasi dapat dilakukan dengan cara ekstraksi pelarut, kromatografi kolom dan elektrokoagulasi (Jumpatong et al., 2006). Elektrokoagulasi adalah teknik elektrokimia yang akan meningkatkan koagulasi, dengan pembentukan ion metal secara in-situ oleh reaktor kimia untuk menghilangkan impurities (Ghosh, Medhi, Solanki, Purkait, 2008).

Bila dalam suatu elektrolit ditempatkan dua elektroda dan dialiri arus listrik searah, maka akan terjadi reaksi elektrokimia. Reaksi ini merupakan gejala dekomposisi elektrolit, yaitu ion positif (kation) bergerak ke katoda dan menerima elektron yang direduksi dan ion negatif (anion) bergerak ke anoda dan menyerahkan elektron yang dioksidasi (Sunardi, 2007).

(29)

yang di dalamnya terdapat dua penghantar arus listrik searah yang disebut elektroda, yang tercelup dalam larutan sebagai elektrolit (Sunardi, 2007).

F. Gel

Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh cairan (Anonim, 1995).

Suatu sediaan gel biasanya mengandung bahan pengembang, air, penahan lembab, dan pengawet. Penahan lembab (humectant) seperti gliserin, sorbitol atau propilen glikol adalah substansi higroskopis yang secara umum larut air dan biasanya digunakan untuk mencegah proses pelepasan senyawa yang mudah menguap dari formula itu sendiri (Barel, Paye, Maibach, 2001).

Hidrogel adalah sediaan semisolid yang mengandung material polimer yang mempunyai kemampuan untuk mengembang dalam air tanpa larut dan bisa menyimpan air dalam strukturnya. Hidrogel merupakan sistem yang menyebabkan air tidak bisa bergerak karena adanya polimer tidak larut. Salah satu alasan disukainya hidrogel sebagai komponen dari sistem penghantaran dan pelepasan obat adalah kompatibilitasnya yang relatif baik dengan jaringan biologis (Zatz dan Kushla, 1996).

(30)

11

tidak meninggalkan rasa lengket setelah aplikasi dan efikasi klinis yang terkait pelepasan obat dan absorpsi. Hal ini terkait dengan daya sebar dan viskositas sediaan sehingga perlu diperhatikan dalam formulasinya (Garg, Aggarwal, Garg, Singla, 2002).

G. Carbopol 940

Carbopol® (carbomer) adalah polimer sintetik asam akrilat yang memiliki berat molekul besar, berupa serbuk putih dan halus, memiliki bau yang khas, mudah terion, sedikit asam, higroskopis, terdispersi dalam air menghasilkan pH 2,8 – 3,2 tetapi tidak larut dalam air dan sebagian besar pelarut (Zatz dan Kushla, 1996). Carbomer 1% mempunyai pH 3. Carbomer larut dalam air, alkohol, dan gliserin. Senyawa-senyawa yang dapat menetralkan carbomer antara lain: NaOH, KOH, Na2CO3, borax, asam amino, dan triethanolamin (Rowe, Shesky, dan Owen, 2006).

(31)

Gel carbopol yang tidak dinetralkan dapat menurunkan viskositas lebih banyak dibandingkan yang dinetralkan karena ikatan hidrogen pada struktur gel yang tidak dinetralkan mudah putus (Barry, 1983).

H2 C

H C

COOH

n

Carbomer yang digunakan dalam penelitian ini adalah carbomer 940 NF, memiliki kekentalan 40.000-60.000 cP, memiliki efisiensi membentuk gel dengan viskositas tinggi dan memiliki kejernihan sangat baik (Allen, 2002).

Carbopol merupakan gelling agent yang sering digunakan yang menghasilkan gel dengan karakteristik yang diinginkan. Viskositas gel sangat tergantung pada pH dan elektrolit. Gel carbomer memiliki sifat stabil terhadap panas sehingga viskositas dan yield value tidak terpengaruh oleh temperatur (Osborne dan Amann, 1990).

Iritasi primer, sensitisitas atau reaksi alergi tidak ditemukan pada penggunaan carbomer secara topikal (Rowe et al., 2006).

H. Propilen Glikol

(32)

13

CH

H2C OH

H3C

OH

Pada konsentrasi 15% sampai 30% propilen glikol berfungsi sebagai pengawet (Rowe et al., 2006. Propilen glikol digunakan sebagai humectant pada konsentrasi 10% sampai 20% (Voigt, 1994).

Propilen glikol merupakan bahan yang tidak berbahaya dan aman digunakan pada produk kosmetik dengan konsentrasi lebih dari 50%. Propilen glikol tidak menyebabkan iritasi lokal bila diaplikasikan pada membran mukosa, subkutan atau injeksi intramuskular, dan telah dilaporkan tidak terjadi reaksi hipersensitivitas pada 38% pemakai propilen glikol secara topikal (Loden, 2001).

I. Jerawat

Jerawat adalah kondisi yang disebabkan oleh penyumbatan folikel karena produksi sebum yang berlebihan oleh kelenjar sebasea dalam folikel bergabung dengan sejumlah sel epitel yang mengelupas dari dinding folikel. Penyumbatan disebabkan pembentukan mikrokomedo yang berkembang menjadi komedo atau luka inflamasi (Leyden, 1997). Mikroorganisme seperti Propionibacterium acne, Staphylococcus aureus, dan Staphylococcus epidermidis

(33)

Tujuan utama dari pengobatan jerawat adalah mengurangi proses peradangan kelenjar pilosebasea sampai terjadinya penghentian spontan gejala-gejala (Price dan Wilson, 1985). Tetrasiklin merupakan salah satu antibiotik yang digunakan untuk pengobatan jerawat jangka panjang (Jawetz, Melnick, Adelberg, Brooks, Butel, dan Ornston, 1996).

J. Mikroorganisme

Propionibacterium acne adalah bakteri gram-positif dan bersifat anaerobik fakutatif (Holt et al., 1994). Propionibacterium acne berasal dari genus Propionibacterium. Propionibacterium acne merupakan flora normal pada kulit (Willey, Sherwood, Woolverton, 2008).

Staphylococcus adalah sel gram-positif berbentuk bola dengan garis tengah sekitar 1 µm, biasanya tersusun dalam rangkaian tak beraturan seperti anggur. Staphylococcus cepat menjadi resisten terhadap banyak zat antimikrobia sehingga menimbulkan masalah pengobatan yang sulit. Genus Staphylococcus terdiri dari sekurangnya 30 spesies (Jawetz et al., 1996).

1. Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bentuk gram positif. Staphylococcus

aureus merupakan patogen utama bagi manusia. Hampir setiap orang akan

(34)

15

semua jaringan tubuh. Staphylococcus aureus merupakan flora normal pada rongga hidung bagian depan, saluran pencernaan, atau kulit (Jawetz et al., 1996).

Staphylococcus aureus tumbuh paling cepat pada suhu 37oC, tetapi membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25oC). Metabolisme dapat dilakukan secara aerob dan anaerob. S. aureus relatif tahan terhadap panas (50oC selama 30 menit) dan tahan terhadap 9% natrium klorida, tetapi dapat dihambat oleh zat kimia tertentu seperti 3% heksaklorofen (Jawetz et al., 1996). Staphylococcus aureus dapat tumbuh dalam lingkungan aerobik dan anaerobik

(Holt et al., 1994)

Pada jerawat, lipase staphylococcus melepaskan asam-asam lemak dari lipid dan menyebabkan iritasi jaringan. S. aureus yang bersifat patogen dan invasif (Jawetz et al., 1996).

2. Staphylococcus epidermidis

Staphylococcus epidermidis adalah organisme anaerobik yang menyebabkan infeksi superfisial pada sebasea dan menyebabkan timbulnya nanah sehingga menimbulkan inflamasi pada jerawat (Kumar et al., 2007). Staphylococcus epidermidis dapat tumbuh dalam lingkungan aerobik dan

anaerobik (Holt et al., 1994).

(35)

K. Uji Potensi Antibakteri

Antibakteri adalah obat pembasmi bakteri, khususnya bakteri yang merugikan manusia. Obat yang digunakan untuk membasmi bakteri penyebab infeksi pada manusia harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya obat tersebut harus bersifat sangat toksik untuk bakteri, tetapi relatif tidak toksik untuk hospes (Anonim, 1995).

Berdasarkan sifat toksisitas selektif, antibakteri bersifat menghambat pertumbuhan bakteri (bacteriostatic) dan membunuh bakteri (bacteriocide). Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri atau membunuhnya, masing-masing dikenal sebagai Kadar Hambat Minimal (KHM) dan Kadar Bunuh Minimal (KBM). Antibakteri tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bacteriostatic menjadi bacteriocide bila kadar antibakterinya ditingkatkan (Anonim, 1995).

(36)

17

L. Desain Faktorial

Desain faktorial digunakan untuk mencari efek dari berbagai faktor atau kondisi terhadap hasil penelitian. Desain faktorial adalah desain pilihan untuk menentukan secara serentak efek dari beberapa faktor sekaligus interaksinya. Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi yaitu yaitu teknik untuk memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel bebas (Bolton, 1990).

Desain faktorial mengandung beberapa pengertian, yaitu faktorial, level, efek, dan respon. Faktor dimaksudkan sebagai setiap besaran yang mempengaruhi harga kebutuhan produk pada prinsipnya dapat dibedakan antara faktor kuantitatif dan kualitatif (Voigt, 1994). Level merupakan nilai atau tetapan untuk faktor. Pada percobaan dengan desain faktorial perlu ditetapkan level yang diteliti yang meliputi level rendah dan level tinggi. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan variasi tingkat faktor. Efek faktor atau interaksi merupakan rata-rata respon pada level tinggi dikurangi rata-rata respon pada level rendah. Respon merupakan sifat atau hasil percobaan yang diamati. Respon yang diukur harus dapat dikuantitatifkan (Bolton, 1990).

Kombinasi faktor A B Interaksi

1 - - +

a + - -

b - + -

ab + + +

Persamaan umum untuk desain faktorial adalah :

(37)

Y = respon hasil atau sifat yang diamati XA, XB = level A dan B

b0, b1, b2, b12 = koefisien, dapat dihitung dari hasil percobaan Besarnya efek dapat dihitung dengan mengurangkan rata-rata respon pada level tinggi dengan rata-rata respon pada level rendah (Bolton, 1990)

Efek faktor A =

{

} {

}

2 ) 1 ( + − +a b ab

(2)

Efek faktor B =

{

} {

}

2 ) 1 ( + − +b a ab

(3)

Efek faktor interaksi =

{

} {

}

2

) 1

( +aba+b

(4)

M. Landasan Teori

Jerawat terjadi karena penyumbatan pada pilosebaseus dan peradangan yang umumnya dipicu oleh bakteri Propionibacterium acnes, Staphylococcus epidermidis, dan Staphylococcus aureus (Kumar et al., 2007). Bakteri-bakteri ini

akan menjadi target pengobatan jerawat.

Menurut Feralusiana (2001) dan Triwulan (2004) membuktikan bahwa belimbing wuluh dapat berfungsi sebagai antibakteri. Belimbing wuluh mengandung flavonoid yang diduga dapat berfungsi sebagai antibakteri.

(38)

19

kelenjar sebasea yang berlebihan sehingga cocok untuk kulit berjerawat (voigt, 1994).

Dalam penelitian ini dilakukan optimasi formula gel dengan bahan ekstrak daun belimbing wuluh. Carbopol sebagai gelling agent digunakan dan propilen glikol sebagai humectant. Gelling agent dan humectant merupakan bahan yang memegang peranan penting dalam sediaan gel. Carbopol sebagai gelling agent bekerja dengan menahan air dan menjeratnya dalam struktur 3 dimensi.

Propilen glikol sebagai humectant bersifat higroskopis sehingga dapat mencegah penguapan berlebih dari sediaan. Dengan adanya carbopol sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humectant diharapkan dapat diperoleh gel dengan sifat fisik dan stabilitas yang baik.

Carbopol bersifat higroskopis dan tidak ditemukan adanya iritasi pada penggunaan carbopol (Rowe et al., 2006). Propilen glikol tidak menyebabkan iritasi lokal bila diaplikasikan pada membran mukosa, subkutan atau injeksi intra muskular, dan telah dilaporkan tidak terjadi reaksi hipersensitivitas pada 38% pemakaian propilen glikol secara topikal (Rowe et al., 2006).

(39)

N. Hipotesis

(40)

21 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni menggunakan metode desain faktorial dengan dua faktor dan dua level.

B. Variabel Penelitian Variabel-variabel dalam penelitian ini yaitu: 1. Variabel bebas

Carbopol 940 (level rendah: 2,1g dan level tinggi: 3g); propilen glikol (level rendah: 30g dan level tinggi: 60 g).

2. Variabel tergantung

Sifat fisik dan stabilitas gel yang meliputi: daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas.

3. Variabel pengacau terkendali

Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah kecepatan percampuran skala 1 mixer (SAYOTA SM2828), lama percampuran 15 menit, kondisi penyimpanan, suhu inkubasi 37°C, dan waktu inkubasi 24 jam.

4. Variabel pengacau tak terkendali

(41)

C. Definisi Operasional

1. Ekstrak daun belimbing wuluh merupakan ekstrak yang diperoleh dari proses maserasi simplisia daun belimbing wuluh menggunakan pelarut etanol 70% yang kemudian dideklorofilasi.

2. Gel antiacne ekstrak daun belimbing wuluh adalah sediaan semisolid yang terdiri dari ekstrak daun belimbing wuluh, gelling agent, humectant, dan bahan-bahan lain sesuai dengan formula yang telah ditentukan dan dibuat sesuai prosedur pembuatan gel pada penelitian ini.

3. Respon adalah besaran yang dapat dikuantifikasikan dan diamati. Dalam penelitian ini meliputi daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas. 4. Daya sebar optimum adalah diameter penyebaran 1 gram gel yang diberi

beban 125 gram dan diukur selama 1 menit sebesar 5-7 cm. 5. Viskositas optimum adalah viskositas gel sebesar 200-300 d Pa-s.

6. Pergeseran viskositas optimum adalah selisih viskositas yang dialami gel setelah disimpan 1 bulan pada suhu kamar dibandingkan dengan viskositas awal. Rumus yang digunakan untuk pergeseran viskositas adalah:

Pergeseran viskositas=

awal viskositas

bulan 1 setelah viskositas

-awal viskositas

x 100%

Pergeseran viskositas optimum dalam penelitian ini adalah kurang dari 10%.

(42)

23

8. Contour plot superimposed adalah grafik pertemuan yang memuat semua level carbopol 940 dan propilen glikol dalam contour plot respon sifat fisik dan stabilitas gel yang dapat digunakan untuk mengetahui komposisi optimum carbopol 940 dan propilen glikol dalam formula gel antiacne.

D. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi, L), metil paraben, carbopol 940 (kualitas farmasetis), propilen glikol (kualitas farmasetis), NaOH 10%, aquadest, etanol 70 %, nutrient agar (Oxoid), nutrient broth (Oxoid), Staphylococcus aureus, dan Staphylococcus

epidermidis.

E. Alat Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah seperangkat alat gelas (PYREX-GERMANY), pipet mikro 5-100 µl, peper disk, mixer (SAYOTA SM2828), viscotester seri VT 04 (RION-JAPAN), inkubator, oven, autoklaf, hotplate, seperangkat alat maserasi, seperangkat alat elektrokoagulasi (modifikasi,

(43)

F. Tata Cara Penelitian 1. Pengumpulan bahan

Daun belimbing wuluh dibersihkan dari kotoran dengan cara mencucinya pada air mengalir lalu diangin-anginkan dan dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 40°C sampai kering. Tujuannya adalah untuk mempermudah proses penyerbukan. Proses dilanjutkan dengan menyerbuk daun menggunakan grinder (mesin penyerbuk).

2. Pembuatan ekstrak daun belimbing wuluh

Serbuk daun sebanyak 12 g dimasukan ke dalam erlenmeyer bertutup, kemudian dimaserasi menggunakan 100 ml etanol 70%. Proses maserasi dilakukan dengan merendam serbuk daun belimbing wuluh dalam etanol 70% lalu digojog dengan kecepatan 160 rpm selama 48 jam. Metode maserasi ini sederhana dan dilakukan dengan merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan terlarut dalam cairan penyari dan dengan adanya perbedaan konsentrasi di dalam dan di luar sel, maka zat aktif dapat tersari keluar.

3. Deklorofilasi

(44)

25

ke dalam ekstrak cair sebagai elektrolit pendukung. Tegangan listrik dialirkan secara langsung dari power supply DC ke dua buah elektroda (Pribadi, 2008).

Ekstrak hasil deklorofilasi kemudian disaring hingga diperoleh ekstrak cair yang lebih jernih. Ekstrak cair ini kemudian diuapkan dengan bantuan vaccum rotary evaporator selama 30 menit dan dimasukkan ke dalam oven pada suhu 40 oC selama 2 hari sehingga diperoleh ekstrak.

4. Uji potensi antibakteri ekstrak daun belimbing wuluh

Bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis diambil 2-4 ose lalu masukkan ke dalam 2 buah tabung reaksi yang berisi 5 ml nutrient broth. Nutrient broth yang berisi bakteri-bakteri tadi diukur Optical Density (OD)

menggunakan spektrofotometer visibel pada panjang gelombang 600 nm hingga mencapai kisaran 0,4-0,6. Nutrient broth hasil pengukuran spektrofotometer visibel tadi diambil sebanyak 50 µl lalu pour plate ke dalam cawan petri yang berisi nutrient agar dan biarkan sampai memadat. Pada media NA yang telah memadat buatlah lubang-lubang dengan diameter 6 mm sebanyak 6 lubang. Lima lubang sebagai tempat ekstrak dengan 5 seri konsentrasi yaitu 15, 20, 25, 30, 35 mg/ml dan 1 lubang untuk aquadest steril sebagai kontrol negatif. Setiap seri konsentrasi diambil 25 µl lalu masukkan ke dalam setiap lubang pada media NA. Setelah itu media diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 oC (Feralusiana, 2001).

(45)

Eksipien yang dipilih sebagai basis sediaan gel mengacu pada buku Handboook of Pharmaceutical Manufacturing Formulations: Semisolid Products (Niazi, 2004) dengan penyusunan formula sebagai berikut:

Clindamycin USE clindamycin phosphate 11,9 g

Methylparaben 1,5 g

Carbopol 941 2 g

Propylene glycol 50 g

Polyethylene glycol 50 g

Sodium hydroxide 10% solution for pH adjustment q.s.

Water purified q.s. to 1 kg

Komposisi formula baru setelah modifikasi sebagai berikut:

Formula

Bahan 1 a b ab

Ekstrak daun belimbing wuluh

5,45 g 5,45 g 5,45 g 5,45 g

Carbopol 940 2,1 g 3 g 2,1 g 3 g

Propilen glikol 30 g 30 g 60 g 60 g

Metil paraben 0,45 g 0,45 g 0,45 g 0,45 g

Etanol 96% 30 g 30 g 30 g 30 g

Aquadest 216,55 g 216,55 g 216,55 g 216,55 g NaOH 10% sampai pH

5,3-5,6 q.s. q.s. q.s. q.s.

(46)

27

Ekstrak daun belimbing wuluh dilarutkan dalam etanol 96% dan 30 ml aquadest (tahap 1). Aquadest, propilen glikol, dan metil paraben dicampur dan

diaduk kuat dengan mixer hingga terdispersi (tahap 2). Ekstrak belimbing wuluh pada tahap 1 dimasukkan ke dalam tahap 2 lalu diaduk sampai homogen. Carbopol 940 yang telah dikembangkan sebelumnya ditambahkan kedalamnya lalu aduk kuat pada suhu kamar sampai homogen dan dispersi bebas gumpalan tercapai. Selama pengadukan, natrium hidroksida 10% ditambahkan secukupnya hingga mencapai pH 5,3-5,7 lalu aduk hingga homogen.

6. Uji sifat fisik dan stabilitas gel antiacne a. Uji daya sebar

Sediaan sebanyak 1 gram diletakkan di tengah dua lempengan kaca bulat. Beban 125 g ditambahkan di atasnya dan diamkan selama 1 menit. Catat berapa diameter yang menyebar (Grag et al., 2002). Pengujian dan pengukuran dilakukan pada keempat formula sebanyak 4 kali.

b. Uji viskositas

(47)

7. Uji potensi antibakteri gel antiacne

Pengujian daya antibakteri gel menggunakan metode yang sama seperti pengujian daya antibakteri ekstrak daun belimbing wuluh. Sampel yang diuji adalah gel antiacne ekstrak daun belimbing wuluh yang telah dibuat. Sebanyak 100 mg gel untuk masing-masing formula dimasukkan ke dalam lubang sumuran, kontrol negatif yang digunakan adalah blanko gel dari formula yang diuji. Zona hambat gel diukur dan dibandingkan dengan zona hambat ektrak. Pengujian dan pengukuran dilakukan pada keempat formula sebanyak 4 kali.

G. Analisis Data

Respon untuk semua kombinasi formula yang diperoleh dari pengujian sifat fisik dan stabilitas gel digunakan untuk menghitung persamaan desain faktorial:

Y = b0 + b1(XA) + b2(XB) + b12 (XA)(XB) Keterangan:

Y = respon hasil percobaan/ sifat yang diamati. XA = level faktor A yaitu carbopol 940.

XB = level faktor B yaitu propilen glikol. XAXB = level faktor A dikalikan level faktor B. b0 = rata-rata hasil semua percobaan.

b1, b2, b12 = koefisien yang dapat dihitung dari hasil percobaan.

(48)

29

optimum. Desain faktorial juga dapat digunakan untuk menghitung besarnya efek carbopol 940, propilen glikol, atau interaksi keduanya sehingga dapat diketahui faktor mana yang dominan dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas gel.

(49)

30 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pembuatan serbuk daun belimbing wuluh

Daun belimbing wuluh diperoleh dari daerah Karangmojo, Gunung Kidul. Determinasi dilakukan dengan mencocokkan morfologi tanaman belimbing wuluh dengan buku kunci determinasi dan juga berdasarkan keterangan dari penduduk setempat.

Proses ini mengubah simplisia daun belimbing wuluh menjadi serbuk. Proses ini bertujuan untuk memperkecil ukuran partikel. Semakin kecil ukuran partikel sampai batas tertentu maka luas kontak permukaannya akan menjadi semakin besar sehingga zat aktif yang dapat terekstraksi maksimal.

B. Pembuatan ekstrak daun belimbing wuluh

Ekstrak daun belimbing wuluh dibuat dengan metode maserasi mengunakan pelarut etanol 70%. Senyawa aktif yang disari adalah flavonoid yang bersifat polar sehingga mudah larut dalam pelarut semi polar seperti etanol 70% (Robinson, 1995). Pelarut etanol 70% yang digunakan juga disesuaikan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai aktivitas antibakteri isolat flavonoid daun belimbing wuluh (Triwulan, 2004).

(50)

31

dilakukan proses deklorofilasi untuk menghilangkan klorofil yang menyebabkan ekstrak berwarna hijau gelap.

C. Deklorofilasi

Ekstrak daun belimbing wuluh dari hasil proses maserasi kemudian dihilangkan klorofilnya melalui proses elektrokoagulasi. Deklorofilasi secara elektrokoagulasi ini merupakan salah satu proses penghilangan kandungan klorofil dari suatu ekstrak. Tujuan deklorofilasi secara elektrokoagulasi agar diperoleh sediaan gel antiacne daun belimbing wuluh yang acceptable. Klorofil pada ekstrak dalam jumlah yang cukup besar akan membuat ekstrak berwarna hijau gelap. Apabila ekstrak tersebut digunakan untuk formulasi sediaan maka gel yang dihasilkan berwarna gelap sehingga kurang menarik.

Proses deklorofilasi ini dilakukan secara elektrokoagulasi. Proses elektrokoagulasi merupakan suatu teknik elektrokimia. Menurut Sunardi, (2007) pada proses elektrokimia terjadi pelepasan Al3+ dari plat elektroda sehingga terbentuk flok Al(OH)3 yang mampu mengikat senyawa yang mengandung logam. Proses elektrokoagulasi akan mengikat logam Mg pada cincin inti klorofil sedangkan struktur kimia flavonoid tidak mengandung logam sehingga flavonoid tidak terikat atau hanya sebagian kecil yang terikat pada flok Al(OH)3. Proses elektrokoagulasi akan menghilangkan klorofil yang ada pada ektrak daun belimbing wuluh.

(51)

yang terbentuk. Pada proses ekstraksi yang dilakukan diperoleh randemen sebesar 11,86%.

Hasil organoleptis ekstrak serta perbedaan hasil sebelum dan sesudah proses elektrokoagulasi dapat digambarkan sebagai berikut:

! "

Bentuk padatan

Rasa pahit

Bau berbau khas

# ! $

Sebelum Sesudah

Hijau gelap Coklat kehitaman

Tidak terdapat endapan dan busa Terdapat endapan dan busa

D. Pengujian potensi antibakteri ekstrak dengan metode difusi Potensi antibakteri ekstrak daun belimbing wuluh yang diuji terhadap Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis dilakukan dengan metode

difusi menggunakan lubang sumuran. Seri konsentrasi yang digunakan untuk ekstrak etanol daun belimbing wuluh yaitu 15 mg/ml, 20 mg/ml,25 mg/ml, 25 mg/ml, dan 30 mg/ml. Air steril digunakan sebagai kontrol negatif karena air steril digunakan untuk pelarut ekstrak. Kekurangan penelitian ini adalah tidak dilakukannya uji kontrol media dan kontrol pertumbuhan bakteri uji.

(52)

33

Bakteri uji ditanam pada media NA dengan teknik pour plate tujuannya agar bakteri dapat tersebar merata ke seluruh media. Semua seri konsentrasi pada kedua bakteri uji dilakukan pengujian sebanyak 2x.

Hasil pengukuran diameter zona hambat ekstrak daun belimbing wuluh dapat dilihat sebagai berikut:

# % & $ ' $ $

$ $

Kadar (mg/ml)

Staphylococcus aureus Staphylococcus epidermidis Replikasi 1

(mm)

Replikasi 2 (mm)

Replikasi 1 (mm)

Replikasi 2 (mm)

15 9 7 9 10

20 12 12 13 14

25 11 10 13 13

30 11 12 13 12

35 12 11 12 13

Pada tabel V menunjukkan bahwa konsentrasi 20 mg/ml pada penelitian ini menghasilkan zona hambat yang lebih baik dari seri konsentrasi lainnya. Pada peningkatan konsentrasi ekstrak lebih dari 20 mg/ml didapatkan diameter zona hambat yang sama atau lebih kecil dari zona hambat pada konsentrasi 20 mg/ml. Pada konsentrasi 20 mg/ml dihasilkan zona hambat yang paling baik untuk Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis. Pada konsentrasi 25, 30.

35 mg/ml diperoleh diameter zona hambat lebih kecil atau sama dengan konsentrasi 20 mg/ml. Pada kontrol negatif tidak ditemukan zona hambat.

(53)

E. Uji sifat fisik dan stabilitas gel antiacne

Kualitas dari suatu sediaan dapat dilihat dari sifat fisik dan stabilitas sediaan tersebut. Pengujian sifat fisik gel dilakukan segera setelah pembuatan gel antiacne. Uji sifat fisik gel meliputi daya sebar dan viskositas. Uji stabilitas

sediaan gel dilakukan dengan melihat pergeseran viskositas yang terjadi setelah penyimpanan selama 1 bulan.

Pengukuran viskositas segera setelah pembuatan menunjukkan tingkat kekentalan gel, sedangkan pengukuran viskositas setelah penyimpanan selama satu bulan menunjukkan kestabilan gel. Apabila tidak terjadi pergeseran viskositas setelah penyimpanan, dapat dikatakan gel memiliki stabilitas yang baik. Hasil pengukuran sifat fisik dan stabilitas gel antiacne sebagai berikut:

# ! "

Formula Daya sebar (cm) Viskositas d Pa-s)

Pergeseran viskositas (%)

1 5,48 ± 0,13 225 ± 4,08 8,34 ± 1,12

a 4,20 ± 0,07 400 ± 8,17 1,88 ± 1,25

b 5,80 ± 0,20 203,75 ± 2,50 14,71±1,87

ab 4,31 ± 0,09 327,50 ± 5,00 2,30 ± 1,53

Pada penelitian ini dapat diketahui faktor mana yang paling dominan antara carbopol 940, propilen glikol, atau interaksi keduanya yang menentukan daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas dari sediaan gel dengan menggunakan metode desain faktorial.

# ( )*+, ,

Efek Daya sebar Viskositas Pergeseran viskositas

Carbopol 940 -1,37 149,38 -9,44

Propilen glikol 0,21 - 46,88 3,40

(54)

35

Semakin besar nilai efek yang diperoleh maka semakin dominan dalam meningkatkan atau menurunkan sifat fisik dan stabilitas gel. Bila yang diperoleh nilai mutlak negatif maka efek ini berpengaruh terhadap penurunan sifat fisik dan stabilitas gel antiacne yang meliputi respon viskositas, daya sebar, dan pergeseran viskositas. Tetapi bila yang diperoleh nilai positif maka efek ini berpengaruh terhadap peningkatan sifat fisik dan stabilitas gel antiacne.

1. Daya sebar

Uji daya sebar dilakukan untuk mengetahui sejauh mana gel dapat menyebar dan merata ketika diaplikasikan pada kulit. Daya sebar merupakan karakteristik penting dalam formulasi dan bertanggung jawab terhadap kemudahan saat diaplikasikan pada kulit, pengeluaran dari wadah, dan yang paling penting mempengaruhi penerimaan konsumen (Garg et al., 2002).

Respon daya sebar diukur dengan menggunakan kaca bulat berskala yang diatasnya diletakkan sediaan gel sebanyak 1 gram dan diberi beban berupa kaca bulat dan pemberat dengan total 125 gram selama satu menit. Setelah satu menit, beban diangkat dan diukur diameter penyebaran gel. Berdasarkan diameter penyebarannya, sediaan gel dapat diklasifikasikan menjadi semistiff bila diameter penyebaran kurang dari 5 cm dan semifluid bila diameter penyebaran lebih dari 5 cm tetapi kurang dari 7 cm (Garg et al., 2002).

(55)

menyebabkan penurunan respon daya sebar gel. Efek faktor propilen glikol menyebabkan kenaikkan respon daya sebar gel.

Profil daya sebar dapat menggambarkan viskositas masing-masing formula. Daya sebar berkorelasi negatif dengan viskositas sediaan semisolid. Dengan meningkatkan viskositas, biasanya akan menurunkan daya sebar (Grag et al., 2002).

Hubungan pengaruh peningkatan level carbopol 940 sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humectant tehadap respon daya sebar gel dapat dibuat grafik sebagai berikut:

- . - .

* $ $ )*+ - . - .

$

(56)

37

penggunaan propilen glikol level tinggi dibandingkan dengan penggunaan propilen glikol level rendah. Semakin besar jumlah propilen glikol yang digunakan dalam formula pada penggunaan carbopol 940 pada level rendah dan level tinggi akan meningkatkan respon daya sebar gel (Gambar 4b). Peningkatan jumlah propilen glikol pada penggunaan carbopol 940 level rendah menyebabkan peningkatan respon daya sebar lebih besar daripada penggunaan carbopol 940 level tinggi.

Garis yang tidak sejajar pada grafik hubungan pengaruh carbopol 940 dan propilen glikol terhadap respon daya sebar menunjukkan adanya interaksi antara 2 faktor yang digunakan yaitu carbopol 940 dan propilen glikol.

Carbopol 940 merupakan faktor yang paling dominan dalam menentukan daya sebar gel karena carbopol 940 termasuk senyawa polimer, dimana kohesivitasnya sangat dipengaruhi oleh konsentrasinya (Garg et al., 2002). Carbopol 940 yang dinetralkan dengan NaOH dapat meningkatkan viskositas dan menurunkan daya sebar. Penambahan basa akan membuat gel menjadi lebih rigid (kaku) dan mengembang (Barry, 1983). Propilen glikol merupakan fase cair yang dapat meningkatkan daya sebar.

# ! $ / 0

Source of Variation

Degrees of freedom

Sum of

Squares Mean Squares F

Replicates 3 0,0567 0,0189

Treatment 3 7,6992 2,5664

a 1 7,4939 7,4939 579,5891

b 1 0,1702 0,1702 13,1601

ab 1 0,0352 0,0352 2,7190

Experimental error

12 0,1552 0,0129

(57)

Analisis statistik menggunakan Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95% untuk respon daya sebar ditampilkan pada tabel VIII. Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor carbopol 940 dan propilen glikol memiliki pengaruh bermakna secara statistik terhadap respon daya sebar. Hal ini dikarenakan nilai F hitung dari carbopol 940 dan propilen glikol lebih besar daripada nilai F tabel (yaitu: 4,75). Faktor yang paling dominan adalah carbopol 940. Propilen glikol merupakan fase cair yang dapat meningkatkan daya sebar dengan mengikat air melalui ikatan hidrogen. Interaksi antara carbopol 940 dan propilen glikol tidak memberikan pengaruh yang bermakna secara statistik. Hal ini dikarenakan nilai F hitung dari interaksi faktor-faktornya lebih kecil daripada nilai F tabel.

2. Viskositas

Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan untuk mengalir (Martin, Swarbrick, Cammarata, 1993). Semakin besar viskositas sediaan maka semakin kental sediaan tersebut. Viskositas sediaan gel diukur menggunakan viscotester Rion seri VT 04 dengan membaca skala yang tertera pada alat. Pengukuran viskositas dilakukan dua kali yaitu segera setelah gel dibuat dan setelah penyimpanan gel selama 1 bulan.

(58)

39

Carbopol 940 termasuk dalam senyawa polimer yang akan meningkatkan viskositas sediaan (Garg et al., 2002). Carbopol 940 menyebabkan peningkatan viskositas ketika dinetralkan sedangkan propilen glikol dan interaksi antara carbopol 940 dan propilen glikol menyebabkan penurunan viskositas.

- . - .

1 $ $ )*+ - . - .

$

(59)

Garis yang tidak sejajar pada grafik hubungan pengaruh carbopol 940 dan propilen glikol terhadap respon viskositas menunjukkan adanya interaksi antara 2 faktor yang digunakan yaitu carbopol 940 dan propilen glikol.

2 ! $ / 0

Source of Variation

Degrees of freedom

Sum of

Squares Mean Squares F

Replicates 3 117,1875 39,0625

Treatment 3 100667,1875 33555,7292

a 1 89251,5625 89251,5625 4727,2552

b 1 8789,0625 8789,0625 465,5172

ab 1 2626,5625 2626,5625 139,1172

Experimental error

12 226,5625 18,8802

Total 15 101010,9375

Analisis statistik menggunakan Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95% untuk respon viskositas ditunjukkan pada tabel IX. Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor yang dioptimasi (carbopol 940 dan propilen glikol) dan interaksi faktor-faktor tersebut memiliki pengaruh bermakna secara statistik terhadap respon viskositas. Hal tersebut dikarenakan nilai F hitung faktor carbopol 940, propilen glikol, dan interaksinya lebih besar daripada nilai F tabel (yaitu: 4,75). Di antara faktor yang dioptimasi, carbopol 940 bersifat paling dominan dalam mempengaruhi respon viskositas.

3. Pergeseran viskositas

(60)

41

stabilitasnya masih baik jika persen pergeseran viskositasnya kurang dari 15% (Zatz dan Kushla, 1996).

Hasil perhitungan efek menunjukkan bahwa carbopol 940 dominan dalam menentukan respon pergeseran viskositas. Hal ini menguntungkan karena carbopol 940 menyebabkan penurunan respon pergeseran viskositas. Faktor propilen glikol menyebabkan peningkatan respon pergeseran viskositas sedangkan dan interaksi antara carbopol 940 dan propilen glikol menyebabkan penurunan respon pergeseran viskositas.

Grafik pengaruh peningkatan level carbopol 940 dan propilen glikol terhadap pergeseran viskositas gel dapat dilihat pada gambar 6.

- . - .

3 $ $ )*+ - . - .

$

(61)

tinggi lebih besar daripada carbopol 940 level rendah. Gambar 6(b) menunjukkan bahwa semakin besar propilen glikol yang digunakan akan menaikkan pergeseran viskositas gel pada penggunaan carbopol 940 level rendah dan level tinggi. Pada peningkatan propilen glikol menyebabkan kenaikkan pergeseran viskositas lebih besar terjadi pada penggunaan carbopol 940 level rendah dibandingkan penggunaan carbopol 940 level tinggi. Peningkatan propilen glikol sangat sedikit pengaruhnya terhadap kenaikkan pergeseran viskositas pada carbopol 940 level tinggi.

2 ! $ / 0

Source of Variation

Degrees of freedom

Sum of

Squares Mean Squares F

Replicates 3 7,8442 2,6147

Treatment 3 437,8475 145,9492

A 1 356,2175 356,2175 235,3323

B 1 46,1778 46,1778 30,5070

ab 1 35,4522 35,4522 23,4212

Experimental error

12 18,1641 1,5137

Total 15 463,8558

(62)

43

Menurut Barry, (1983) menyatakan bahwa gel carbopol yang tidak dinetralkan dapat menurunkan viskositas lebih besar dibandingkan yang dinetralkan. Pada Penelitian ini digunakan NaOH untuk menetralkan carbopol sehingga dapat menurunkan pergeseran viskositas.

F. Potensi antibakteri gel antiacne ekstrak daun belimbing wuluh

Pengujian potensi antibakteri ini bertujuan untuk mengetahui potensi antibakteri dari sediaan gel. Pada uji ini dalam suatu cawan petri terdapat satu blangko gel berupa gel yang berisi basis gel tanpa ekstrak dan keempat replikasi. Pada blangko gel tidak ditemukan zona hambat. Gel diambil sebanyak 100 mg untuk dapat menutupi seluruh permukaan lubang sumuran.

Etanol pada sediaan gel tidak memberikan aktivitas sebagai antibakteri. Hal ini dapat dilihat dari tidak ditemukannya zona yang lebih jernih di sekitar blanko gel yang berisi etanol tanpa ekstrak.

Diameter zona hambat gel antiacne terhadap Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

2 % & $ $ $

Formula 1 (mm)

Formula a (mm)

Formula b (mm)

Formula ab (mm)

8,7 8,3 9,2 9,1

SD 0,4 0,2 0,2 0,1

(63)

2 % & $ $ $ Formula 1

(mm)

Formula a (mm)

Formula b (mm)

Formula ab (mm)

9,3 9,2 9,8 9,6

SD 0,3 0,5 0,3 0,3

Hal yang serupa terjadi pada Staphylococcus epidermidis. Diameter zona hambat pada formula b lebih besar dibandingkan zona hambat formula yang lain yaitu sebesar 9,8 mm kemudian diikuti formula ab sebesar 9,6 mm, formula 1 sebesar 9,3 mm, dan formula a sebesar 9,2 mm.

Formula b memiliki zona hambat yang lebih besar karena formula b memiliki propilen glikol level tinggi dan carbopol 940 level rendah. Menurut Malipeddi et al., propilen glikol dapat meningkatkan laju difusi dari zat aktif sehingga zat aktif yang keluar dari sediaan lebih besar.

Kekurangan penelitian ini adalah tidak dilakukannya uji kontrol media dan kontrol pertumbuhan bakteri uji.

G. Optimasi formula

Optimasi formula gel antiacne bertujuan untuk mencari komposisi optimum dari carbopol 940 dan propilen glikol yang menghasilkan gel antiacne ekstrak daun belimbing wuluh dengan sifat fisik dan stabilitas yang dikehendaki. Berdasarkan hasil pengujian masing-masing sifat fisik dan stabilitas gel dibuat contour plot kemudian dipilih area yang memenuhi persyaratan sifat fisik dan

(64)

45

Optimasi terhadap formula gel antiacne meliputi respon daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas. Daya sebar yang terlalu rendah dan viskositas yang terlalu tinggi pada sediaan gel dapat mempersulit pemerataan sediaan saat diaplikasikan pada kulit maupun pengeluaran sediaan dari kemasan. Pergeseran viskositas yang semakin tinggi menyatakan bahwa sediaan tidak stabil. Optimasi formula gel antiacne terhadap stabilitas dilihat dari pergeseran viskositas yang terjadi setelah gel disimpan selama satu bulan.

1. Daya sebar

Persamaan desain faktorial untuk daya sebar gel antiacne adalah Y = 7,7151 – 1,2097 XA + 0,0245 XB – 0,0069 XAXB. Y merupakan respon daya sebar, XA merupakan level carbopol 940, dan XB merupakan level propilen glikol. Dari persamaan tersebut dapat dibuat contour plot seperti tertera pada gambar 7.

4 5

(65)

saat diaplikasikan pada kulit. Hasil respon yang digunakan dalam optimasi adalah respon dengan diameter daya sebar 5-7 cm, sesuai dengan konsistensi semifluid menurut Grag et al., (2002). Konsistensi semifluid merupakan konsistensi yang cukup nyaman saat diaplikasikan pada kulit. Dari gambar terlihat bahwa diameter daya sebar gel yang diharapkan dapat memberikan kenyamanan saat pemakaian yaitu pada diameter lebih dari 5 cm.

2. Viskositas

Persamaan desain faktorial untuk viskositas gel adalah Y = -281,6642 + 251,3874 XA + 3,2777 XB - 1,8981 XAXB. Y merupakan respon viskositas gel, XA merupakan level carbopol 940, dan XB merupakan level propilen glikol. Dari persamaan tersebut dapat dibuat contour plot seperti tertera pada gambar 8.

6 5

Area komposisi optimum gel untuk memperoleh respon vikositas seperti yang dikehendaki, terbatas pada jumlah bahan yang diteliti, dapat ditentukan dari contour plot viskositas gel (Gambar 10). Viskositas gel yang optimum diharapkan

(66)

47

Standar baku yang dipakai dalam menentukan daerah optimal viskositas sebenarnya tidak ada. Hal ini dikarenakan viskositas untuk berbagai sediaan nilainya bermacam-macam dan tidak ada standar tertentu yang ditetapkan. Oleh karena itu, pada penelitian ini standar viskositas yang dipilih adalah 200 d Pa-s – 300 d Pa-s.

3. Pergeseran viskositas

Persamaan desain faktorial untuk pergeseran viskositas gel antiacne adalah Y = 3,1436 – 0,5626 XA + 0,6755 XB – 0,2205 XAXB. Y merupakan pergeseran viskositas gel, XA merupakan level carbopol 940, dan XB merupakan level propilen glikol. Dari persamaan tersebut dapat dibuat contour plot seperti tertera pada gambar 9.

) 5

(67)

pergeseran viskositas yang merupakan pergeseran profil kekentalan setelah satu bulan memperlihatkan adanya ketidakstabilan sediaan selama penyimpanan (Zatz dan Kushla, 1996).

Penelitian tentang metilhidroksietilselulosa dengan menggunakan pengukuran satu titik untuk melacak stabilitas dari beberapa tingkat polimer pada berbagai temperatur memberikan hasil bahwa ada sedikit pergeseran dalam viskositas dalam penyimpanan selama 2 bulan pada temperatur ruangan maupun pada temperatur pendingin. Penyimpanan pada temperatur 40 oC menyebabkan penurunan viskositas 15% atau lebih (Zatz dan Kushla, 1996).

Metilhidroksietilselulosa adalah polimer semi sintetik dan carbopol adalah polimer sintetik yang tentunya lebih stabil daripada polimer semi sintetik. Oleh karena itu, standar pergeseran viskositas yang digunakan adalah kurang dari 10%. Pada respon tersebut diharapkan pergeseran viskositas yang terjadi minimal sehingga dihasilkan formula yang optimum.

Semua contour plot tersebut kemudian digabungkan menjadi satu dalam contour plot superimposed. Formula optimum terdapat pada perpotongan semua

contour plot tersebut di atas. Setelah menggabungkan grafik area optimum dari

(68)

49

+ 5 7 ' $

(69)

50 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Carbopol 940 dominan dalam mempengaruhi daya sebar, viskositas, dan perubahan viskositas.

2. Area komposisi optimum antara carbopol 940 dan propilen glikol ditemukan dalam contour plot superimposed yang menghasilkan sifat fisik dan stabilitas gel antiacne ekstrak daun belimbing wuluh yang diharapkan.

B. Saran

1. Perlu dilakukan optimasi proses deklorofilasi secara elektrokoagulasi pada ektsrak daun belimbing wuluh untuk sehingga potensi antibakteri sediaan gel antiacne optimal.

2. Perlu penambahan jumlah ekstrak untuk meningkatkan potensi antibakteri sesuai yang diharapkan.

(70)

51

DAFTAR PUSTAKA

Allen Jr., L.V., 2002, The Art, Science, and Technology of Pharmaceutical Compounding, 2th ed., 301–315, American Pharmaceutical Association, USA

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, 7, 712, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Anonim, 2000, Belimbing,

http://www.warintek.ristek.go.id/pangan_kesehatan/tanaman_obat/depk es/1-037.pdf, diakses tanggal 15 Januari 2009

Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi IV, 605-619, Universitas Indonesia Press, Jakarta

Ardina, Y., 2007, Pengembangan Formulasi Sediaan Gel Antijerawat Serta Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya A Linn.), Tesis, ITB, Bandung

Arisandi, Y. dan Andriani, Y., 2006, Khasiat Berbagai Tanaman Untuk Pengobatan, 37-41, Penerbit Eska Media, Jakarta

Barel, O.A., Paye, M., dan Maibach, H.I., 2001, Handbook of Cosmetic Science and Technology, 2nd ed., 403-413, Marcel Dekker inc., United Stated of America.

Barry, B.W., 1983, Dermatological Formulation, 300-304, Mercel Dekker, Inc.,New York.

Bolton, S., 1990, Pharmaceutical Statistic Practical and Clinical Application, 3rd ed., 308-309, 326, Marcel Dekker inc., New York

Bronaugh, R.L., Maibach, H.I., 1999, Percutaneous Absorption: Drug-Cosmetics-Mechanism-Methodology, 3rd ed., 5-12, Marcel Dekker inc., New York Brown, R.G. dan Burns, T., 2005, Lecture Notes Dermatology, 8th ed., 55-56,

Penerbit Erlangga, Jakarta

(71)

Feralusiana, Anita, 2001, Daya Antibakteri Ekstrak Etanol Dan Infus Daun Belimbing Wuluh (Averhoa bilimbi, L) Terhadap Staphylococcus Aureus dan Salmonella typhi, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Garg, A., Aggarwal, D., Garg, S., dan Singla, A.K., 2002, Spreading of Semisolid Formulation : An Update, Pharmaceutical Technology, 84-105,

http://www.pharmtech.com, diakses tanggal 20 Mei 2009

Ghosh, D., Medhi, C.R., Solanki, H., Purkait, M.K., 2008, Decolorization of Crystal Violet Solution by Electrocoagulation, Journal of Environmental Protection Science, vol. II, 25-35

Holt, J.G., Krieg, N.R., Sneath, P.H., Staley, J.T., Williams, S.T., 1994, Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology, 9th ed., 532, 544, 547, 548, 580, Lippincott Williams dan Walkins, USA

Jawetz, E., Melnick, J.L., dan Adelberg, E.A., Brooks, G.F, Butel, J.S., Ornston, L.N., 1996, Medical Microbiology, edisi XX, 153-154, 160-161, 168, 171-173, 211-217 diterjemahkan oleh Edi Nugroho dan R F Maulany, EGC, Jakarta

Jumpatong, K, Phutdhawong ,W., dan Budhasukh, 2006, Dechlorophyllation by Electrocoagulation, Molecules., 11, 156-162

Kumar, GS, Jayveera, KN, Kumar, Ashok CK, Sanjay, Umachigi P, Swamy, Vrushabendra BM, dan Kumar, Kishore DV, 2007, Antibacterial Screening of Selected Indian Medicinal Plants Against Acne inducing Bacteria, Tropical Journal of Pharmaceutical Research, 6 (2), 156-162

Leyden,J.J., 1997, Therapy For Acne Vulgaris,

https://content.nejm.org/cgi/reprint/336/16/1156.pdf, diakses tanggal 15 November 2008

Loden, Marie, 2001, Hydrating Substance, in Barel, A., O., Paye, M., Maibach, H.I., Handbook of Cosmetics Science and Technology, 355-356, Marcel Dekker Inc., New York

Malipeddi, V.R., Dua, K., Sara, U.S., Malipeddi, H., Agrawal, A., 2006, Comparative Evaluation of Transdermal Formulations of NorfloxacinWith Silver Sulfadiazine Cream, USP, for Burn Wound Healing Property, Journal of Burns and Wounds, 7(1), 26-29

(72)

53

Martin, A., Swarbrick, J.,Cammarata, A., 1993, Farmasi Fisik: Dasar-Dasar Farmasi Fisik Dalam Ilmu Farmasetik, edisi III, 1077-1096, Universitas Indonesia Press, Jakarta

Niazi, S.K., 2004, Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulations: Semisolid Products, Vol.V, 135, CRC Press, Florida

Osborne, D.W., Amann, A.H., 1990, Topical Drug Delivery Formulations, Volume 92, 381 – 388, Marcel Dekker Inc., New York

Perry,Z.M., 1985, Medical Plant of East and SouthEast Asia, 19th ed., 99-102, The MIT Press, Cambriged, Massachusetts and London England

Petrucci, R. H., 1999, Kimia Dasar, alih Bahasa Achmadi, 31-35, Erlangga, Jakarta

Pribadi, F.A.Y., 2009, Optimasi Jarak Elektroda dan Voltase pada Deklorofilasi secara Elektrokoagulasi pada Ekstrak Daun Stevia (Stevia Rebaudiana Bertonii M.) dengan Metode Desain Faktorial, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Price, S.A. dan Wilson, L.M., 1985, Patofisiologi: Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit, bagian II, 456-460, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta

Robinson, T., 1995, Organic Biochemistry, 6th ed., diterjemahkan oleh Kosasih, 71-79, Penerbit ITB, Bandung

Rowe, R.C., Shesky, P.J., dan Owen S.C.,2006, Handbook of Pharmaceutical Excipients, 5th ed., 111-114, 624-625, Pharmaceutical Press, London Sudarsono, 2002, Tumbuhan Obat II, Hasil Penelitian, Sifat-sifat dan

Penggunaan, 42-45, Pusat Studi Tanaman Obat UGM Tradisional, Yogyakarta

Sunardi, 2007, Pengaruh Tegangan Listrik dan Kecepatan Alir Terhadap Hasil Pengolahan Limbah Cair yang Mengandung Logam Pb,Cd dan TSS Menggunakan Alat Elektrokoagulasi, BATAN,

http:/www.jurnal.sttnbatan. ac.id/wp-content/uploads

Gambar

grafik sebagai berikut:
Gambar 5(a) menunjukkan bahwa penambahan jumlah carbopol 940
tabel (yaitu: 4,75). Di antara faktor yang dioptimasi, carbopol 940 bersifat paling
Grafik pengaruh peningkatan level carbopol 940 dan propilen glikol

Referensi

Dokumen terkait

Ekstrak etanol buah belimbing wuluh dosis 1.75 g/kg bb memiliki aktivitas antipiretik yang efektif menurunkan suhu tubuh tikus yang telah didemamkan.. Buah belimbing wuluh

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang dominan dalam mempengaruhi sifat fisik emulgel minyak daun cengkeh serta mengetahui area optimum komposisi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang dominan dalam mempengaruhi sifat fisik emulgel minyak daun cengkeh serta mengetahui area optimum komposisi

Kelompok III : Aplikasi dengan kombinasi gel CPP-ACP dan gel ekstrak buah belimbing wuluh.. Kelompok I

Penelitian ini bertujuan memanfaatkan daun belimbing wuluh sebagai penurun berat badan dengan dosis yang bervariasi dalam dua bentuk sediaan yaitu infus dan teh

Untuk mempermudah penggunaan obat dari bahan alam, ekstrak etanol buah belimbing wuluh dibuat dalam bentuk sediaan sabun transparan yang digunakan untuk pengobatan

cara pemanfaatan belimbing wuluh sebagai larutan elektrolit dalam sel Galvani untuk menghasilkan energi listrik dilakukan melalui eksperimen sistem sel Galvani yang

Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun belimbing wuluh yang dilarutkan dengan pelarut metanol, etil asetat dan n-hexan dapat berfungsi sebagai