• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINGKAT STRES SARJANA YANG MENGANGGUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "TINGKAT STRES SARJANA YANG MENGANGGUR"

Copied!
0
0
0

Teks penuh

(1)

i

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh:

Devita Ambar Koeswarawangi

NIM : 059114043

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

No mountain too high for you to climb

All you have to do is have some climbing faith

No rivers too wide for you to make it across

All you have to do is BELIEVE it when you pray

(Celine Dion and R. Kelly)

“Waktu Tuhan”

By. NN

Di dalam hidup ini, semua ada waktunya Ada waktunya kita menabur, ada waktu menuai Mungkin dalam hidupmu badai datang menyerbu

Mungkin doamu bagai tak terjawab, namun yakinlah tetap Bagaikan kuncup mawar pada waktunya mekar Percaya Tuhan jadikan semua indah pada waktunya Hendaklah kita selalu, hidup dalam firman-Nya

Percaya Tuhan nantikanlah dia bekerja dalam waktu-Nya Tuhan takkan terlambat, juga tak akan lebih cepat Semuanya Dia jadikan indah, tepat pada waktunya Tuhan dengar doamu, Tuhan tak pernah tinggalkanmu

(5)

v

(6)
(7)

vii

Studi Psikologi, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat tingkat stres yang dialami oleh sarjana yang menganggur dengan menggunakan satu skala yaitu skala tingkat stres sarjana yang menganggur yang terdiri dari 59 item. Pengujian validitas dilakukan dengan professional judgement dan uji reliabilitasnya dengan Alpha Cronbach.Skala tersebut memiliki koefisien reliabiltas sebesar 0,961.

Subjek penelitian ini adalah 100 orang sarjana yang belum mendapatkan pekerjaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menyatakan bahwa sarjana yang menganggur mengalami stres dalam tingkatan yang rendah. Hal ini disebabkan antara lain karena adanya dukungan instrumental dari keluarga berupa bantuan biaya hidup. Selain itu, tingkat pendidikan yang tinggi, dan adanya anonimitas dalam diri sarjana yang menganggur juga menjadi faktor yang berpengaruh. Subjek memiliki kekuatan pada aspek reaksi personal yang ditandai dengan skor mean terendah, yaitu sebesar 17.4100.

(8)

viii

The aim of this research was to find out the level stress that happened to unemployment bachelor degree graduates with using one scale that was called unemployment bachelor degree graduate’s level stress scale that contains of 59 items. Validity testing was done with professional judgment and testing’s reliability was done with alpha cronbach. The reliability coefficient scale’s was 0,961.

The subject of this research was one hundred unemployment bachelor degree graduates. The method that was used in this research is descriptive statistic. The result of this research explained that unemployment bachelor degree graduates got stress in the low level. This was caused by instrumental supports given by their family such as living costs. Beside that the education level and the existence of anonymity of them also became influence factors. The subject had strongest strength in personal reaction aspect which is showed by the lowest mean score. The score was 17.4100

(9)
(10)

x

di surga atas segala penyertaan-Nya dalam kehidupanku, terutama pada saat penggarapan skripsi ini. Rasa syukur selalu kuselipkan dalam tiap nada dan doa yang terucap. Disela-sela rasa lelah dan tetes air mata kerinduan, Engkau menyertaiku sehingga jiwaku kembali bersemangat dan dipenuhi rasa suka cita. Skripsi ini dapat kuselesaikan, tak lain dan tak bukan karena kuasa dan kasih-Mu yang begitu nyata dalam hidupku, Bapa. Terima kasih karena Engkau baik, dan selalu baik.

Skripsi ini dapat diselesaikan tentunya atas dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu ijinkan penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Heri Widodo, S.Psi., M.Psi, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberi pengarahan dengan sangat sabar; Terima kasih banyak karena telah membuat impian saya menjadi nyata.

3. Prof. Dr. A. Supratiknya dan YB Cahya Widiyanto, S.Psi., M.Si., selaku Dosen Penguji Skripsi.

(11)

xi

6. Kedua orangtuaku, Agoestinus Koesmin dan Yustina Ambar Endah Kristianingsih yang selalu memberi dukungan yang sangat cukup baik moral maupun material sejak penulis dilahirkan hingga saat ini. Dari semua orangtua yang ada di dunia ini, kalian yang TERHEBAT!!! Terima kasih

banyak atas doa-doanya…

7. Kakak-kakakku: Mas Adhy, Mas Bayu, dan Mas Chandra yang telah menjadi kakak-kakak yang sangat sabar menghadapi adiknya yang seperti ini.Thanks a lot, Bro.. Doaku untuk kalian..

8. Adit, Mas Charlie, Mbak Lia Alto, Brondang, Mbak Esti, Lili, Iche, Surya, Mbak Ellen, Ita, Bibik, Mas Har, Pippi, Mbak Ully, Hafid, Andang, Topix, Inug, Mbak Nuri, Dion, Mas Anto, Mas Ridwan, Alfa, Agus, Indra, Puput, Budi, Mbak Eva, Mas Njun, Pak Lukas, Daniel, Mbak Dani, Mas Adji. Terima kasih semuanya… Tanpa kalian entah sampai di mana skripsiku saat ini… 9. Mami dan Lilie, terima kasih atas dukungan-dukungan baik secara fisik

maupun moril. Terima kasih juga karena banyak membantuku ketika aku sakit.

(12)

xii

12. Saudara-saudara di PSM Cantus Firmus: Mas Mbonk, Mbak Nuri, Mbak Ike, I’ie, Maleo, Andang, Agus, Mbak Prima, Mas Danang, Bang Iyus, Oma dan semuanya yang telah menjadi saudaraku. Thanks to PSM karena telah memberikan pelajaran-pelajaran berharga dan sempat memberikanku seseorang yang amat berharga dalam perjalananku untuk menjadi dewasa. 13. Teman-teman Felicitas Choir, Jhi-lo Choir, dan Konco Kenthel: Terima kasih

banyak karena telah begitu banyak membawa tawa dan suka cita dalam hidupku. Begitu banyak pengalaman menyenangkan bersama kalian. Bersama kalian aku tumbuh dalam semangat pelayanan. Kebersamaan dengan kalian juga membuat skripsiku mundur dua bulan..

14. Kak Badai atas pertolongannya di saat yang genting.

15. Brondang, atas info tentang apa saja yang harus dilakukan sebelum ujian skripsi. Sampai-sampai merelakan waktunya untuk mengetik itu semua. Makasih banyak, Bang.

16. Raymond Runtukahu yang secara tidak langsung menjadi pemacu untuk mengawali skripsi ini dengan kobaran semangat dan Felix Elang Hutagaol yang ‘menemani’ dan senantiasa menjadi penyemangat untuk terus memperjuangkan skripsi ini.

(13)

xiii

HALAMAN JUDUL………... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING………... ii

HALAMAN PENGESAHAN……… iii

HALAMAN MOTTO………. iv

HALAMAN PERSEMBAHAN………. v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………. vi

ABSTRAK……….. vii

ABSTRACT……… viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH……….. ix

KATA PENGANTAR……… x

DAFTAR ISI………... xiii

DAFTAR TABEL………... xvi

BAB I. PENDAHULUAN………. 1

A. Latar Belakang Masalah……….. 1

B. Rumusan Masalah……… 5

C. Tujuan Penelitian………. 6

D. Manfaat Penelitian……… 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA……… 7

(14)

xiv

4. Faktor yang Mempengaruhi Stres……… 15

B. Sarjana yang Menganggur………... 17

C. Stres Sarjana yang Menganggur……….. 17

BAB III. METODE PENELITIAN……… 20

A. Jenis Penelitian……… 20

B. Identifikasi Variabel Penelitian……….. 20

C. Definisi Operasional……… 20

D. Subjek Penelitian………. 22

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data………. 23

F. Instrumen Pengukuran……… 24

1. Validitas……… 24

2. Seleksi Item…….……...……….. 25

3. Reliabilitas..……….. 26

G. Metode Analisis Data……… 26

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……….. 28

A. Pelaksanaan Penelitian……… 28

B. Hasil Penelitian………... 29

1. Seleksi Item……….. 30

2. Uji Reliabilitas………..……… 32

(15)

xv

BAB V. PENUTUP………. 44

A. Kesimpulan……….. 44

B. Saran……… 44

C. Kelemahan Penelitian………. 44

DAFTAR PUSTAKA………. 45

(16)

xv

Menganggur………. 24

2. Sebaran item Skala Tingkat Stres Lulusan Sarjana yang

Menganggur (sebelum analisis item)……… 30 3. Sebaran item Skala Tingkat Stres Lulusan Sarjana yang

Menganggur (setelah analisis item)……….. 31

4. Norma Kategorisasi Skor……….. 35

(17)

1

A. Latar Belakang

Setiap manusia dalam kehidupannya dapat mengalami masalah-masalah berupa tantangan, tuntutan, dan tekanan-tekanan dari lingkungan sekitar. Hal tersebut dapat memunculkan stres dalam diri individu. Stres merupakan hal yang melekat pada kehidupan manusia. Siapa saja dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam jangka waktu yang tidak sama, pernah atau akan mengalaminya. Tak seorang pun bisa terhindar dari stres (Hardjana, 1994).

Stres adalah sebuah keadaan yang kita alami ketika ada sebuah ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan yang diterima dan kemampuan untuk mengatasinya (Looker.T & Gregson.O, 2004). Stres merupakan suatu gejala yang muncul dalam diri individu ketika ia menghadapi suatu masalah. Banyak peristiwa yang dapat menyebabkan seseorang menjadi stres, salah satunya adalah karena menganggur.

(18)

sangat mengena karena iklan tersebut merupakan gambaran fenomena yang saat ini sedang terjadi di Indonesia.

Pada saat ini angka pengangguran terus-menerus membengkak. Hal ini menyebabkan setiap kali dibuka lowongan pekerjaan, ribuan calon pencari kerja berduyun-duyun datang dan rela antri berjam-jam hanya untuk memasukkan lamaran.

Selasa, 16 Agustus 2003 dan Rabu, 17 Juli 2003, digelarlah Bursa Kerja Career 2003, di Hotel Kartika Chandra, Jl Gatot Subroto. Selama dua hari pergelaran acara ini, lebih dari 15.000 pencari kerja mengunjungi pameran bursa kerja ini, sekaligus mendaftarkan diri untuk memperebutkan 3.000 lowongan yang ditawarkan 40 perusahaan besar dalam pameran tersebut (www.sinarharapan.co.id).

Pengangguran-pengangguran tersebut tidak hanya terbatas pada lulusan SMA atau yang sederajat, melainkan lulusan perguruan tinggi. Banyak sarjana yang menganggur atau dapat disebut dengan istilah pengangguran terdidik. Yang dimaksud dengan pengangguran terdidik adalah mereka yang mempunyai kualifikasi lulusan pendidikan yang cukup namun masih belum memiliki pekerjaan.

(19)

sarjana yang menganggur adalah sebanyak 409.890 orang pada tahun 2007 (www.bernas.co.id).

Dalam fase perkembangan, para sarjana termasuk dalam fase dewasa muda. Hurlock (1980) mengatakan bahwa secara umum, mereka yang tergolong dewasa muda (young adult) atau dewasa awal ialah mereka yang berusia 20-40 tahun. Individu yang sudah tergolong dewasa memiliki peran dan tanggung jawab yang tentunya makin bertambah besar. la seharusnya tak lagi harus bergantung secara ekonomis, sosiologis ataupun psikologis pada orang tuanya. Mereka justru merasa tertantang untuk membentuk dirinya menjadi seorang pribadi dewasa yang mandiri. Salah satu kriteria yang diajukan untuk menunjukkan akhir masa muda dan permulaan dari dewasa awal adalah kemandirian ekonomi (Santrock, 2005). Bekerja adalah salah satu cara yang dapat ditempuh agar individu dapat mencapai kemandirian ekonomi. Tapi pada kenyataanya tidak semua sarjana mudah mendapatkan pekerjaan setelah lulus kuliah walaupun mereka telah mengantongi gelar sarjana.

(20)

penambahan gaji, serta tanggung jawab yang lebih besar (Cary Cooper& Alison Straw, 1995).

Jika hal-hal tersebut tidak muncul, maka sangat mungkin akan menimbulkan berbagai kesulitan dan stres seperti yang dialami para sarjana yang belum mendapatkan pekerjaan atau menganggur. Berdasarkan wawancara singkat, peneliti mendapatkan informasi tentang seorang sarjana, sebut saja namanya Et (perempuan, 23 tahun). Et telah menyelesaikan kuliahnya di sebuah universitas swasta dengan tepat waktu dan bahkan lulus dengan pujian, tapi sampai sekarang belum juga mendapatkan pekerjaan. Ia mengatakan bahwa kondisinya yang masih menganggur itu membuatnya stres. Et juga mengaku bahwa tekanan dari keluarga semakin membuatnya stres.

Kasus lain terjadi di Bandung, 9 Oktober 2008. Seperti yang dimuat dalam Kompas.com:

Diduga stres karena tidak mendapatkan pekerjaan di Bandung, pemuda asal Cianjur, Jabar, Ikar Syarifudin (19), ditemukan tewas tergantung di rumah sahabatnya di Jalan Jati No 36 RT 03/07, Kelurahan Paledang, Kecamatan Lengkong, Bandung.

(21)

Tingkah laku jengkel, sedih, dan bingung juga dialami oleh sarjana yang menganggur karena pada dasarnya mereka telah menyelesaikan kuliah dan memiliki kemampuan serta pengetahuan dalam bidang tertentu, namun kemampuan tersebut tidak dapat digunakan karena belum juga mendapatkan pekerjaan. Mereka juga dapat mengalami salah paham dan sulit berpikir jernih pada saat ada orang yang berbicara padanya yang mungkin hanya sekedar memberikan semangat atau nasehat, namun malah dirasakannya sebagai ejekan atau sindiran. Hal tersebut membuat mereka tidak berminat bertemu orang lain karena mereka merasa malu atau malas menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sangat mungkin ditanyakan pada mereka yang berkaitan dengan pekerjaan dan hal itu akan semakin menambah rasa kecewa dan kegagalan yang mereka rasakan.

Berangkat dari pemaparan di atas, peneliti berniat untuk melakukan penelitian dengan mengangkat tema ini. Peneliti melihat tema ini terjadi di sekitar kita dan ini adalah permasalahan yang menarik. Penelitian ini akan mengungkap sejauh mana tingkat stres yang dialami oleh sarjana yang menganggur.

B. Rumusan Masalah

(22)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat stres yang dialami oleh sarjana yang menganggur.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Memperluas pengetahuan terutama di bidang psikologi, terutama psikologi klinis dan psikologi sosial.

2. Manfaat Praktis

(23)

7 A. Stres

1. Definisi stres

Altman mengatakan bahwa stres adalam arti umum adalah perasaan tertekan, cemas, dan tegang (dalam Rahayu, 1997). Stres merupakan keadaan tertekan baik secara fisik maupun psikis (Chaplin, 1991). Cranwell-Ward (dalam Iswinarti dan Haditono, 1999) mengemukakan bahwa stres adalah reaksi fisiologis dan psikologis yang terjadi jika seseorang merasakan ketidakseimbangan antara tuntutan yang dihadapi dengan kemampuannya untuk mengatasi tuntutan tersebut. Hal yang serupa juga disampaikan oleh Looker T dan Gregson O (2004) bahwa stres dapat didefinisikan sebagai sebuah keadaan yang kita alami ketika ada sebuah ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan yang diterima dan kemampuan untuk mengatasi.

(24)

Setianingsih, 2003) mengemukakan bahwa efektifitas suatu stimulus yang menekan (stressor) tergantung pada bagaimana individu tersebut meresponnya.

Stres terjadi ketika seseorang tidak dapat mengatasi masalah yang disebabkan oleh tekanan yang dialaminya (Douglas, 1991). Stres yang terjadi dalam tubuh individu tergantung pada kemampuan penyesuaian diri yang dimilikinya (Tryer, 1980). Hal ini sejalan dengan pendapat Bootzin (dalam Rahayu, 1997) yang mengatakan bahwa dalam sehari-hari stres dikenal sebagai stimulus atau respon yang menuntut individu untuk melakukan penyesuaian. Individu yang tidak dapat menyesuaikan diri akan merasa kesulitan, merasa terganggu, tertekan, dan pada gilirannya akan timbul berbagai macam masalah sebagai akibat dari ketidak mampuan individu tersebut dalam menyesuaikan diri (Setianingsih, 2003).

Menurut Sarafino (dalam Gusniarti, 2002), stres dikonseptualisasikan dalam tiga pendekatan, yaitu:

a. Stres sebagai stimulus

Pendekatan ini menekankan pada lingkungan. Dalam pendekatan ini sumber stres hadir dalam bentuk kejadian atau keadaan yang mengancam dan membahayakan sehingga menimbulkan ketegangan. Sumber stres ini disebutstressor.

b. Stres sebagai respon

(25)

psikologis dan fisiologis. Bentuk psikologis meliputi emosi, kognitif, dan konatif. Bentuk fisiologis meliputi rangsangan tubuh yang meningkat. Contoh dari pendekatan ini adalah ketika orang-orang menggunakan kata stres untuk menunjukkan keadaan tegang mereka. c. Stres sebagai proses

Pendekatan ini menggambarkan stres sebagai proses, termasuk di dalamnya stressor, strain (respon psikologis dan fisiologis seseorang terhadap stressor), ditambah dimensi yang penting yaitu hubungan individu dan lingkungan (Sarafino dalam Gusniarti, 2002). Dalam proses ini manusia dan lingkungan berinteraksi saling mempengaruhi. Proses ini disebut transaksi.

Terkait dengan pandangan ini, stres tidak hanya sebuah stimulus dan sebuah respon, tetapi lebih dari sebuah proses yaitu individu sebagai perantara yang aktif dapat mempengaruhi tekanan stressormelalui tingkah laku, pikiran, dan strategi emosional.

(26)

2. Penyebab stres

Resick (dalam Passer dan Smith, 2007) membedakan stressor berdasarkan kepelikan atau intensitasnya menjadi tiga kategori, yaitu: a. Microstressor

Microstressorberupa masalah sehari-hari dan masalah-masalah sepele yang dihadapi dalam keseharian, misalnya macet, ujian akhir, dan lain-lain.

b. Major negative eventsatau peristiwa-peristiwa negatif yang besar. Peristiwa-peristiwa negatif tersebut sangat membebani dan menuntut usaha yang besar untuk mengatasinya. Misalnya kematian orang yang dicintai, kegagalan studi, penyakit serius, korban kejahatan, dan lain-lain.

c. Catastrophic events

Catastrophic events muncul karena adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi secara tak terduga dan berpengaruh terhadap masyarakat luas, misalnya gempa Bantul, tsunami Aceh, dan lain-lain.

Powell (1993) mengemukakan bahwa ada tiga karakteristik penting dari suatu stimulus yang dapat menjadistressorbagi individu, yaitu: a) Frustasi

(27)

(Handoyo,2001), misalnya seorang sarjana mengalami frustasi karena tujuannya tidak tercapai yaitu mendapatkan pekerjaan sehingga ia menganggur.

b) Ancaman

Ancaman adalah kekhawatiran akan ketidakmampuan untuk menghadapi situasi yang akan datang. Pada keadaan ini, seseorang membayangkan kejadian atau bahaya yang mungkin tidak bisa ia atasi sehingga ia merasa terancam, misalnya seorang lulusan sarjana mengalami stres karena membayangkan bahwa kondisi di mana ia tidak bisa mendapatkan pekerjaan tidak dapat ia atasi.

c) Konflik

Konflik terjadi karena ada dua kepentingan yang sejajar yang saling bersinggungan atau bersaing untuk dipilih atau dilakukan (Santrock, 2005).

Neil Miller (dalam Santrock, 2005) menyatakan bahwa ada tiga tipe konflik, yaitu:

1) Approach/approach conflict

Konflik jenis ini terjadi ketika individu harus memilih antara dua stimulus yang sama-sama menarik atau diinginkan. 2) Avoidance/avoidance conflict

(28)

3) Approach/avoidance conflict

Konflik jenis ini terjadi ketika suatu stimulus memiliki sesuatu yang menarik sekaligus sesuatu yang tidak diinginkan. Jadi, penyebab stres dapat dibedakan berdasarkan beberapa hal sebagai berikut:

 kepelikan atau intensitasnya; yaitu microstressor, major negative

events,dancatastrophic events.

 karakter dari stimulusnya; yaitu frustasi, ancaman, dan konflik.

3. Reaksi stress

Munculnya stres akan memunculkan reaksi tertentu pada seseorang. Secara umum, Luthans (1985) membagi reaksi stres menjadi tiga bentuk penyimpangan, yaitu:

a. Reaksi psikologis

Biasanya lebih dikaitkan pada aspek emosi seperti mudah marah, sedih ataupun mudah tersinggung (Helmi, 2000). Secara garis besar, terganggunya fungsi psikologis dari individu yang mengalami stres dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu:

1) Reaksi emosional

(29)

stres biasanya menampakkan gejala-gejala seperti mudah marah, mudah tersinggung dan terlalu sensitif, gelisah dan cemas, suasana hati mudah berubah-ubah, sedih, mudah menangis dan depresi, gugup, agresif terhadap orang lain, bermusuhan serta mudah menyerang, dan kelesuan mental.

2) Reaksi kognitif

Braham (dalam Handoyo, 2001) menyebut kategori ini sebagai gejala intelektual seperti mudah lupa, pikiran kacau, daya ingat menurun, sulit berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja. Helmi (2000) juga mengatakan bahwa reaksi kognitif biasanya tampak dalam gejala sulit konsentrasi, mudah lupa, ataupun sulit mengambil keputusan. b. Reaksi fisiologis

(30)

c. Reaksi perilaku

Penyimpangan pada perilaku juga dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Perilaku secara Personal

Penyimpangan perilaku ini lebih mengarah pada diri individu secara pribadi. Cox (dalam Handoyo, 2001) mengatakan bahwa penyimpangan perilaku secara personal dapat muncul dalam bentuk peningkatan konsumsi alkohol dan rokok, perubahan nafsu makan, dan penyalahgunaan obat-obatan.

2) Perilaku secara Interpersonal

(31)

4. Faktor yang Mempengaruhi Stres

Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi apakah suatu stimulus akan menyebabkan stress atau tidak bagi seseorang (Handoyo, 2001). Faktor pertama adalah penilaian kognitif, yaitu proses yang memungkinkan individu untuk mengevaluasi apakah stimulus yang diterimanya relevan dengan kemampuannya (Folkman dalam Handoyo, 2001). Korshin (1976) menyatakan bahwa proses kognitif adalah proses mental dalam menilai stressor serta kemampuan diri untuk mengatasi stressor. Hal inilah yang menyebabkan adanya individual differences dimana suatu peristiwa yang dianggap sebagai sebuah stressor oleh seorang individu belum tentu menjadistressorbagi individu yang lain.

Faktor kedua adalah self control. Faktor ini berkaitan dengan bagaimana seseorang memberikan respon atas sebuah stimulus yang ia terima dari lingkungan. Lebih tepatnya, hal ini berkaitan dengan penyesuaian diri.

Masten dan Coatsworth (dalam Passer dan Smith, 2004) mengemukakan faktor-faktor personal dan lingkungan mempengaruhi perkembangan kemampuan seseorang untuk menghadapi situasi penyebab stress secara efektif:

(32)

b. Sumberdaya keluarga, meliputi hubungan yang dekat dengan figur orangtua yang mengasuh dengan baik dan hubungan yang baik dengan keluarga besar yang suportif.

c. Sumberdaya lingkungan di luar keluarga, yang mencakup hubungan dengan orang-orang yang prososial di luar keluarga, hubungan dengan organisasi prososial serta pendidikan di sekolah yang efektif.

Selain itu, dukungan sosial juga menjadi hal yang berperan dalam meningkatkan potensi diri dan kemampuan dalam mengatasi stres (Susilowati, 2007). Dukungan sosial yang tinggi dapat membuat seseorang merasa diterima, diperhatikan, dihargai, dan dicintai sehingga konsep diri, kepercayaan diri, dan efikasi diri mereka berkembang. Reaksi emosional yang positif ini akan membuat mereka terbebas dari perasaan yang penuh tekanan atau stres. Jadi, dukungan sosial yang tinggi akan membuat seseorang dapat mengatasi stressor dan terbebas dari stres (Susilowati, 2007).

(33)

A. Sarjana yang Menganggur

Orang yang sedang mencari pekerjaan dapat dikategorikan sebagai pengangguran. Definisi pengangguran menurut BPS (Badan Pusat Statistik) adalah mereka yang mencari kerja, mereka yang sedang mempersiapkan usaha, mereka yang tidak mencari kerja karena tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, dan mereka yang sudah punya pekerjaan tapi belum mulai bekerja (dalam Hatmadji dan Wiyono, 2004).

Sarjana yang belum mendapatkan pekerjaan atau menganggur dapat dikatakan sebagai pengangguran terdidik. Yang dimaksud dengan pengangguran terdidik adalah mereka yang mempunyai kualifikasi lulusan pendidikan yang cukup namun masih belum memiliki pekerjaan.

B. Stres Sarjana yang Menganggur

Kebanyakan sarjana termasuk dalam tahap perkembangan masa dewasa awal atau dewasa dini. Individu yang termasuk dalam masa dewasa awal memiliki tugas-tugas perkembangan, salah satu di antaranya adalah kemandirian ekonomi (Santrock, 1995).

(34)

pekerjaan adalah masalah yang menghadang sarjana segera setelah mereka berhasil lulus.

Berbeda dengan pengangguran lainnya yang memang tidak menyelesaikan sekolah mereka, lulusan perguruan tinggi memiliki tuntutan sosial tersendiri. Mereka diharapkan mempunyai peluang yang lebih besar dalam mendapatkan pekerjaan dengan status sarjananya, namun ternyata malah menjadi sumber stres itu sendiri. Hal ini terjadi karena ternyata dengan gelar sarjana pun tidak membuat mereka mudah mendapatkan pekerjaan. Terdapat kesenjangan antara tuntutan untuk mendapatkan pekerjaan dengan kemampuan individu dalam mendapatkan pekerjaan.

Hal lain yang juga dapat memunculkan stres adalah karena adanya perasaan sia-sia karena telah mempertaruhkan banyak uang dan waktu untuk menyelesaikan kuliah namun pada kenyataannya tetap saja susah mendapatkan pekerjaan.

(35)
(36)

20

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kuantitatif karena perhitungannya menggunakan data statistik. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menggambarkan sejauh mana tingkat stress yang dialami oleh sarjana yang menganggur. Penelitian ini tidak terbatas pada upaya menerima atau menolak dugaan-dugaan (hipotesis). Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat pencandraan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu (Suryabrata, 2002).

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah tingkat stres.

C. Definisi Operasional

(37)

Tingkat stres ini akan dilihat dengan skala tingkat stres yang disusun sendiri oleh peneliti. Item dalam skala tersebut dibuat dengan melihat aspek reaksi stres. Secara umum, Luthans (1985) membagi reaksi stres menjadi tiga bentuk penyimpangan, yaitu:

1. Reaksi psikologis, yang dibagi lagi menjadi dua kategori, yaitu: a. Reaksi emosional

Indikatornya berupa adanya perasaan sedih, mudah marah, ataupun mudah tersinggung, terlalu sensitif, gelisah dan cemas, suasana hati mudah berubah-ubah, mudah menangis dan depresi, gugup, agresif terhadap orang lain, bermusuhan serta mudah menyerang, dan kelesuan mental.

b. Reaksi kognitif

Indikatornya berupa mudah lupa, pikiran kacau, daya ingat menurun, sulit berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja, ataupun sulit mengambil keputusan.

2. Reaksi fisiologis

Indikatornya berupa pusing, nyeri tengkuk, tekanan darah naik, nyeri lambung, gatal-gatal di kulit, rambut rontok, sakit kepala, capai, lelah, sakit perut, mual-mual, berdebar-debar, dada sakit, dan keluar keringat dingin.

3. Reaksi perilaku

(38)

a. Perilaku secara Personal

Indikatornya dapat muncul dalam bentuk peningkatan konsumsi alkohol dan rokok, perubahan nafsu makan, dan penyalahgunaan obat-obatan.

b. Perilaku secara Interpersonal

Indikatornya berupa adanya sikap acuh dan mendiamkan orang lain, menurunnya kepercayaan terhadap orang lain, mudah mengingkari janji pada orang lain, sering mencari kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata-kata, menutup diri secara berlebihan, dan mudah menyalahkan orang lain.

Stres dikatakan tinggi apabila subjek mendapatkan total skor yang tinggi dan sebaliknya stres dikatakan rendah apabila subjek mendapatkan total skor yang rendah.

A. Subjek Penelitian

(39)

B. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan try out terpakai. Jadi, data-data yang didapatkan langsung digunakan untuk proses analisis data. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala tingkat stress pada sarjana yang menganggur. Skala tersebut didasarkan pada bentuk-bentuk respon atau reaksi individu terhadap stres. Skala ini terdiri dari 100 item yang dikembangkan dari tiga aspek yang menggambarkan reaksi stres.

Skala yang digunakan dalam penelitian ini disusun dengan memakai model penskalaan Likert dan menggunakan metode rating yang dijumlahkan (Method of Summated Rating). Terdapat empat pilihan jawaban yang dapat dipilih oleh responden, yaitu “Sangat Sesuai”, “Sesuai”, “Kurang Sesuai”, dan “Tidak Sesuai”. Peneliti menghilangkan jawaban netral dari pilihan jawaban yang ada. Hal ini disebabkan karena jawaban netral bagi orang Indonesia lebih mengarah pada tidak ada jawaban sehingga tidak perlu dinilai (Hadi, 2000). Skor untuk skala tingkat stres diukur dengan menggunakanmethod of summated rating.

Pada item favorabel untuk respon sangat sesuai bernilai 4, sesuai bernilai 3, kurang sesuai bernilai 2, tidak sesuai bernilai 1. Pada item unfavorabel, untuk respon tidak sesuai bernilai 4, kurang sesuai bernilai 3, sesuai bernilai 2, sangat sesuai bernilai 1.

(40)

Tabel 1

Blue printSkala Tingkat Stres Sarjana yang Menganggur

No Item

No. ASPEK

Favorabel Unfavorabel

Jumlah

Psikologis:

Emosional 10 10 20

1.

Kognitif 10 10 20

2. Fisiologis 10 10 20

Perilaku:

Personal 10 10 20

3.

Interpersonal 10 10 20

Total 100

C. Instrumen Pengukuran

Dalam suatu penelitian, validitas dan reliabilitas berperan penting. Tepat tidaknya suatu alat ukur dalam mengukur gejala yang sebenarnya tergantung dari dua faktor tersebut. Sebelum digunakan dalam penelitian, suatu alat ukur harus terlebih dahulu diuji validitas dan reliabilitasnya.

1. Validitas

Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 2008). Suatu alat ukur dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat ukur tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil pengukuran yang sesuai dengan maksud pengukuran tersebut.

(41)

keseluruhan kawasan isi subjek yang hendak diukur atau sejauh mana isi alat ukur tersebut mencerminkan ciri atribut yang hendak diukur yang akan diperoleh melalui analisis rasional danprofessional judgement(Azwar, 2008). Professional judgementdilakukan oleh dosen pembimbing skripsi peneliti.

Selain itu, validitas lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas muka, yaitu tipe validitas yang didasarkan pada format penampilan tes. Penampilan tes harus sudah meyakinkan dan memberi kesan mampu mengungkap apa yang hendak diukur.

2. Seleksi Item

Dalam penelitian ini uji kesahihan butir item atau seleksi item dilakukan dengan bantuan program SPSS versi 15.0 for windows evaluation. Proses seleksi item dilakukan dengan mengkorelasikan skor tiap item dengan skor total yang kemudian akan menghasilkan suatu indeks validitas item yang disebut daya diskriminasi item atau indeks konsistensi item total. Daya diskriminasi item adalah sejauhmana item mampu membedakan antara kelompok yang memiliki dan tidak memiliki atribut yang akan diukur. Indeks daya diskriminasi item memberikan informasi mengenai konsistensi antara apa yang akan diukur oleh item dengan apa yang diukur oleh skala/tes.

(42)

memiliki daya diskriminasi yang rendah dan dapat dikatakan bahwa fungsi item tersebut tidak cocok dengan fungsi ukur tes.

3. Reliabilitas

Reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2008). Pengukuran yang tidak reliabel akan menghasilkan skor yang tidak dapat dipercaya karena perbedaan skor yang terjadi di antara individu lebih ditentukan oleh faktor eror daripada faktor perbedaan yang sesungguhnya (Azwar, 2008).

Perhitungan reliabilitas pada penelitian ini akan menggunakan koefisien alpha Cronbach (α) sebab koefisien alpha hanya memerlukan satu kali pengenaan sebuah tes kepada sekelompok individu sebagai subjek (single trial administration). Oleh karena itu, pendekatan ini mempunyai nilai praktis dan efisiensi yang tinggi (Azwar, 2008). Reliabilitas dapat dikatakan memuaskan apabila koefisiennya mencapai 0,900 namun koefisien yang tidak setinggi itu biasanya sudah dianggap cukup baik (Azwar, 2008). Semakin koefisien mendekati 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya, sebaliknya semakin mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitasnya.

D. Metode Analisis Data

(43)

Penentuan kategori tingkat stress dilakukan dengan kategorisasi jenjang berdasarkan Standard Deviasi dan Mean Teoritik. Penggolongan akan dibagi menjadi lima kategori, yaitu “sangat tinggi’, “tinggi”, “sedang”, “rendah”, dan “sangat rendah”.

X ≤µ +1,5 = sangat rendah

µ +1,5 < X ≤µ +0,5 = rendah

µ +0,5 < X ≤µ - 0,5 = sedang

µ -0,5 < X ≤µ -1,5 = tinggi

(44)

28

A. Pelaksanan Penelitian

Penyebaran skala dilakukan dari tanggal 25 Februari 2009 sampai dengan 31 Maret 2009. Skala yang disebar kepada subjek adalah sebanyak 106 eksemplar dan skala tersebut diberikan kepada sarjana menganggur yang tinggal di Yogyakarta dan sekitarnya. Lima skala gugur karena tidak sesuai dengan kriteria yang dicari dalam penelitian dan satu skala gugur karena subjek tidak menjawab seluruh pernyataan yang ada. Jadi, skala yang memenuhi kriteria dan kemudian digunakan untuk pengolahan data adalah sebanyak 100 eksemplar, yang terdiri dari 51 skala yang diisi oleh sarjana menganggur yang belum pernah bekerja dan 49 skala yang diisi oleh sarjana menganggur yang sudah pernah bekerja. Sarjana tersebut terdiri dari sarjana ekonomi, sarjana pendidikan, sarjana hukum, sarjana ilmu politik dan sosial, dan sarjana teknik.

Sarjana menganggur yang dimaksud adalah sarjana yang belum pernah bekerja sejak lulus dan setidaknya telah lulus selama lima bulan atau lulusan sarjana yang sudah pernah bekerja namun saat penelitian ini berlangsung mereka sedang menganggur dan tidak memiliki penghasilan setidaknya selama lima bulan terakhir.

(45)

pernah bekerja atau belum pernah bekerja sama sekali setelah kelulusannya, dan apakah setelah lulus subjek berusaha mencari pekerjaan. Subjek yang memang dengan sengaja tidak berusaha mencari pekerjaan tidak termasuk dalam kategori subjek yang dicari dalam penelitian ini.

B. Hasil Penelitian

Semua skala yang telah terkumpul kemudian langsung digunakan untuk proses analisis item, estimasi validitas dan reliabilitas sehingga skala yang digunakan dalam penelitian ini dapat dikatakan valid dan reliabel. Setelah melewati proses analisis item dan estimasi validitas serta reliabilitas, data tersebut kemudian digunakan untuk membuat deskripsi dan analisis data penelitian.

(46)

Tabel 2

Sebaran item Skala Tingkat Stres Sarjana yang Menganggur

sebelum analisis item

b. Interpersonal 11, 28, 38, 46, 49, 67, 74, 80, 86, 87

(47)

karena memiliki daya diskriminasi < 0,30 adalah 10, 12, 19, 20, 21, 29, 30, 32, 35, 43, 44, 46, 48, 50, 60, 65, 73, 79, 81, 85, 87, dan 88.

Setelah itu, untuk menyeimbangkan proporsi tiap aspek reaksi stres, peneliti kembali menggugurkan item yang memiliki daya diskriminasi lebih rendah sebanyak 19 item sehingga item yang tersisa adalah sebanyak 59 item dari 100 item. Item-item yang sengaja digugurkan dalam rangka menyeimbangkan proporsi aspek reaksi stres walaupun daya diskriminasinya ≥ 0,30 adalah 1, 2, 4, 14, 16, 24, 26, 27, 42, 47, 51, 59, 54, 55, 56, 64, 78, 95, dan 100.

Tabel 3 di bawah ini menunjukkan sebaran item skala tingkat stres pada sarjana yang menganggur setelah peneliti melakukan analisis item sebanyak tiga kali.

Tabel 3

Sebaran item Skala Tingkat Stres Sarjana yang Menganggur setelah

(48)

2. Fisiologis 3 (1), 13 (8), 22

Personal 17 (10), 31 (16), 39 (22), 53 (28),

Interpersonal 11 (7), 28 (15), 38 (21), 49 (26), 67

Keterangan: nomor yang berada dalam tanda kurung adalah nomor item yang baru sedangkan nomor yang di luar tanda kurung adalah nomor lama sesuai denganblue printyang lama.

2. Uji Reliabilitas

Setelah proses seleksi item dilakukan, langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan reliabilitas. Uji reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan koefisien reliabilitas Alpha Cronbach dengan bantuan program SPSS versi 15,0 for windows evaluation.

(49)

tinggi sehingga alat ukur tersebut dapat dipercaya mampu mengungkap tingkat stres yang sesungguhnya melalui skala tersebut. Hasil perhitungan skala tingkat stres selengkapnya dapat dilihat pada lembar lampiran.

3. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran atau distribusi skor mengikuti distribusi normal atau tidak. Apabila p > 0,05, maka sebaran skor dinyatakan normal. Sebaliknya apabila p < 0,05, maka sebaran skor dinyatakan tidak normal.

Pengujian normalitas dilakukan dengan menggunakan one-sample Kolmogorov-Smirnov dalam SPSS versi 15,0 for windows evaluation. Hasil uji normalitas pada data penelitian ini menghasilkan probabilitas (p) sebesar 0,824 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa data tersebut memiliki distribusi skor yang normal.

4. Analisis Deskriptif

Hasil dari skala ini kemudian dihitung dengan menggunakan statistik deskriptif. Analisis deskriptif dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Nmenunjukkan jumlah subjek penelitian, yaitu 100.

Skor Minimun Teoritik adalah skor paling rendah yang mungkin

(50)

Skor Minimun Empirik adalah skor paling rendah yang diperoleh

subjek dalam penelitian, yaitu 65.

Skor Maksimun Teoritik adalah skor paling tinggi yang mungkin

diperoleh pada skala, yaitu 236 (59 x 4).

Skor Maksimum Empirik adalah skor paling tinggi yang diperoleh

subjek dalam penelitian, yaitu 167.

Mean Teoritik adalah rata-rata teoritik dari skor maksimum dan

minimum yang merupakan titik tengah darirange, yaitu 147,5.

Mean Empirikadalah rata-rata dari skor subjek penelitian, yaitu 108.

Medianadalah nilai tengah darirangeskor subjek, yaitu 107.

Modus adalah skor subjek yang paling banyak frekuensi

kemunculannya, yaitu 76.

Standar Deviasi atau Simpangan Baku menunjukkan variasi

jawaban, yaitu 23,84885.

Variansadalah kuadrat dari Standar Deviasi sebesar 568,768.

Dari data di atas dapat dilihat bahwa mean empirik sebesar 108 sedangkan mean teoritik sebesar 147,5. Tampak bahwa mean empirik lebih kecil jika dibandingkan dengan mean teoritik, dengan demikian dapat dikatakan bahwa secara umum subjek tidak mengalami stres atau mengalami stres pada tingkatan yang rendah.

Penentuan kategori tingkat stres dilakukan dengan kategori jenjang

(51)

terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan atribut yang diukur. Kontinum jenjang yang digunakan terdiri dari lima kategori, yaitu: sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Norma kategori skor dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4

Norma kategorisasi skor

Skor Kategori

X ≤µ +1,5 Sangat rendah

µ +1,5 < X ≤µ +0,5 Rendah

µ +0,5 < X ≤µ - 0,5 Sedang

µ -0,5 < X ≤µ -1,5 Tinggi

µ -1,5 < X Sangat tinggi

Keterangan: x = skor

µ = mean empirik

= standar deviasi

Rentang minimum-maksimum untuk skor stres sarjana yang menganggur adalah sebagai berikut; item sejumlah 59 dengan skor 1, 2, 3, dan 4 sehingga rentang minimum adalah 1 x 59 = 59, dan rentang maksimum 4 x 59 = 236, dengan diketahui rentang minimum dan maksimum maka dapat dihitung rangenya yaitu 236 - 59 = 177 dan satuan

(52)

[(236+59) : 2] = 147,5, sehingga setelah dimasukkan ke dalam norma diperoleh kategorisasi skor tingkat stres sebagai berikut:

Tabel 5

Kategori Tingkat Stres Sarjana yang Menganggur

Skor Kategorisasi Jumlah subjek Persentase

x≤103,25 Sangat rendah 45 45 %

103,25 < x≤132,75 Rendah 38 38 %

132,75 < x≤162,25 Sedang 15 15 %

162,25 < x ≤191,75 Tinggi 2 2 %

191,75 < x Sangat tinggi -

-Total 100 100%

Berdasarkan kategorisasi pada tabel 5 di atas, maka dapat kita lihat bahwa mayoritas subjek berada dalam kategori stres sangat rendah, yaitu sebesar 45%. Subjek yang berada dalam kategori stres rendah yaitu sebesar 38%, kategori stres sedang sebesar 15%, kategori stres tinggi sebesar 2%, dan tidak ada subjek yang berada dalam kategori tingkat stres sangat tinggi.

(53)

Tabel 6

Statistik Deskriptif Tiap Aspek Reaksi Stres

N Minimum Maximum Sum Mean

Std.

Deviation

Emosional 100 13.00 40.00 2391.00 23.9100 5.87598

Kognitif 100 12.00 42.00 2264.00 22.6400 6.17672

Fisiologis 100 13.00 38.00 2339.00 23.3900 5.76807

Personal 100 11.00 30.00 1741.00 17.4100 4.32072

Interpersonal 100 12.00 31.00 2065.00 20.6500 4.52016

C. Pembahasan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat stres sarjana yang menganggur. Dengan melihat tabel 5, kita dapat mengetahui bahwa mayoritas subjek berada dalam kategori stres yang sangat rendah, yaitu sebesar 45%. Subjek yang berada dalam kategori stres rendah yaitu sebesar 38%, kategori stres sedang sebesar 15%, kategori stres tinggi sebesar 2%, dan tidak ada subjek yang berada dalam kategori tingkat stres sangat tinggi.

(54)

yang sangat rendah. Hasil seperti ini menyatakan bahwa rata-rata subjek mengalami stres dalam tingkatan yang sangat rendah.

Dari pengolahan data yang telah dilakukan, peneliti mendapatkan hasil yang menyatakan bahwa ternyata subjek tidak mengalami stres yang tinggi walaupun mereka sedang dalam kondisi menganggur. Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor, salah satunya adalah faktor keluarga. Dukungan dari keluarga turut mengambil peran dalam menentukan apakah sarjana yang menganggur akan mengalami stres atau tidak.

Pada saat penelitian ini berlangsung, kebanyakan sarjana menganggur yang menjadi subjek tinggal dengan orangtuanya. Kalaupun pada saat kuliah mereka kost, setelah lulus kuliah mereka pulang ke daerah asalnya dan tinggal bersama orang tuanya sembari berusaha untuk mendapatkan pekerjaan.

Ketika tinggal bersama orang tua, biaya hidup mereka pun ditanggung oleh orangtuanya karena mereka sendiri belum memiliki penghasilan. Hal ini menyebabkan mereka cenderung terhindar dari masalah ekonomi. Jika sarjana yang menganggur tidak mendapatkan bantuan untuk membiayai kehidupan mereka, otomatis mereka harus memenuhi tuntutan biaya kehidupannya sendiri. Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa dewasa ini harga barang-barang dan kebutuhan hidup juga menjadi semakin mahal.

(55)

yang berkaitan dengan biaya hidup, seperti uang makan, sewa tempat tinggal, dan lain-lain. Hal ini didukung oleh pernyataan Taylor (1995) yang mengatakan bahwa salah satu faktor penyebab stres adalah faktor sosial, yang mana faktor tersebut berhubungan dengan hal di luar individu dan mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap stres, seperti tekanan ekonomi.

Bantuan berupa biaya hidup yang diberikan oleh orangtua ini dapat dikatakan sebagai dukungan sosial. Baron dan Byrne (1997) mengatakan bahwa dukungan sosial adalah pemberian rasa nyaman baik secara fisik maupun psikologis oleh teman atau keluarga kepada seseorang untuk menghadapi stres. Dukungan sosial dapat berupa dukungan emosional (emotional support), dukungan penghargaan (esteem support), dukungan alat (instrumental support), dan dukungan informasi (informational support) (Sarafino, 1997).

Dukungan instrumental adalah bantuan yang berupa bantuan fisik sehingga dapat mengurangi beban dan kesulitan yang dialami, misalnya uang, jasa, tenaga dan waktu (Sarafino, 1997). Bantuan berupa biaya hidup dapat dikategorikan sebagai dukungan instrumental. Dalam sebuah penelitian, hasilnya mengatakan bahwa dukungan sosial yang tinggi akan membuat seseorang dapat mengatasistressor dan terbebas dari stres (Susilowati, 2007). Maka dari itu, lulusan sarjana menganggur yang mendapatkan bantuan berupa biaya hidup cenderung terhindar dari stres.

(56)

Seseorang yang secara psikis memiliki hambatan atau ganguan misalnya pola pikir yang irasional akan cenderung lebih mudah mengalami stres dibandingkan yang memiliki pikiran yang rasional. Hal ini dikarenakan orang yang memiliki pola pikir yang irasional akan cenderung berpikir ke arah negatif pada saat mengalami atau menghadapi suatu masalah, sedangkan orang yang berpikiran rasional akan cenderung berpikir ke arah positif sehingga orang yang mempunyai pola pikir irasional akan cenderung lebih mudah mengalami stres dibandingkan dengan orang yang memiliki pola pikir rasional. Selain itu, jika individu menilai bahwa kondisi menganggur yang dialami dapat diatasinya, maka ia pun tidak mengalami stres.

Keseluruhan subjek dalam penelitian ini adalah lulusan sarjana yang tentunya mengenyam pendidikan taraf perguruan tinggi. Pendidikan yang tinggi membuat mereka lebih dapat berpikir logis dan rasional seperti misalnya ketika mereka mengalami kegagalan dalam mendapatkan pekerjaan, mereka dapat memikirkan cara-cara agar bisa mendapatkan pekerjaan. Misalnya dengan menambah pengalaman seperti mengikuti kursus, TOEFL, seminar, dan lain-lain.

(57)

Dengan modal pendidikan yang tinggi seperti yang telah disebutkan di atas, maka keyakinan untuk mendapatkan pekerjaan pun menjadi semakin besar. Keyakinan ini berupa keyakinan positif yang dapat menjadi sumberdaya dalam penanganan stres secara efektif (Lasarus dan Folkman, dalam Huffman, Vernoy dan Vernoy, 200). Keyakinan yang positif ini dapat berupaself-image dan sikap positif yang memungkinkan seseorang untuk memikirkan strategi terbaik yang akan ditempuhnya sehingga ia terhindar dari stres.

Fakta mengatakan bahwa dewasa ini menganggur adalah peristiwa yang banyak terjadi di Indonesia. Ditambah lagi dengan banyaknya pegawai dan pekerja yang diberhentikan dari tempatnya bekerja, sehingga semakin menambah jumlah pengangguran di Indonesia. Jumlah pengangguran yang tinggi membuat lulusan sarjana yang menganggur merasa tidak sendirian dan memiliki banyak teman yang senasib.

Para lulusan sarjana yang menganggur ini cenderung menganggap menganggur bukanlah disebabkan karena kesalahan atau kekurangan mereka, melainkan menganggur merupakan hal yang wajar karena dewasa ini sangat susah untuk mendapatkan pekerjaan, apalagi yang sesuai dengan bidang yang dikuasai.

(58)

dan tidak dikenal mampu melakukan hal-hal yang tidak bertanggung jawab. Semakin tinggi kadar anonimitas, semakin besar pula kemungkinannya untuk menimbulkan tindakan ekstrim karena anonimitas mengikis rasa individualitas.

Tanggung jawab para lulusan sarjana seharusnya adalah memenuhi tugas perkembangannya sebagai seorang yang termasuk dalam tahap perkembangan dewasa awal yaitu mencapai kemandirian ekonomi. Mereka tidak dapat memenuhi tanggung jawab dan tuntutan masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan. Rasa anonimitas membuat para lulusan sarjana ini merasa memiliki teman yang senasib sepenanggungan, walaupun sejatinya mereka tidak saling mengenal. Dengan alasan tersebut para lulusan sarjana yang menganggur ini terhindar dari stres yang tinggi walaupun tuntutan masyarakat cukup besar bagi para lulusan sarjana untuk bisa mendapatkan pekerjaan.

Tabel 6 menunjukkan bahwa aspek reaksi stres yang skor meannya paling rendah adalah aspek personal dengan skor mean sebesar 17.4100. Skor yang terendah menunjukkan bahwa subjek dalam penelitian ini memiliki ketahanan yang paling tinggi terhadap stres pada aspek tersebut. Jadi, dengan melihat tabel 6 kita dapat mengatakan bahwa subjek memiliki kekuatan pada aspek reaksi personal sehingga skor yang didapatkan dalam aspek tersebut paling kecil.

(59)
(60)

44

A. Kesimpulan

Perhitungan hasil skala menunjukkan bahwa mayoritas subjek termasuk dalam kategori stres sangat rendah, yaitu sebesar 45%. Selain itu, dari perhitungan modus yaitu 76 (kategori stres sangat rendah) dan perbandingan mean empirik (108) yang lebih kecil daripada mean teoritik (147,5), maka dapat dikatakan bahwa subjek tidak mengalami stres yang tinggi.

Beberapa hal yang dapat menyebabkan ini terjadi antara lain adalah adanya dukungan dari keluarga yang berupa biaya hidup. Mayoritas subjek dalam penelitian ini tinggal dengan orangtuanya sehingga mereka cenderung terhindar dari masalah ekonomi. Selain itu, pendidikan yang tinggi dan adanya anonimitas juga berpengaruh sehingga mereka tidak mengalami stres yang tinggi.

(61)

B. Saran

Saran-saran yang dapat peneliti berikan adalah sebagai berikut: 1. Bagi peneliti selanjutnya:

Jika di waktu mendatang ada yang berniat melakukan penelitian yang sejenis, peneliti menyarankan agar di dalam angket sebaiknya juga dicantumkan data tentang masalah yang paling banyak muncul saat menganggur sehingga pembahasan yang dilakukan dapat menjadi semakin mendalam. Selain itu juga bisa ditambahkan data-data tambahan lainnya yang sekiranya dapat membantu dalam pembahasan, misalnya jenis kelamin subjek dan karakteristik latar belakang pendidikan.

2. Bagi lulusan sarjana yang menganggur:

Para sarjana yang menganganggur sebaiknya mencari pekerjaan apapun walaupun hanya seadanya supaya mendapatkan penghasilan walaupun tidak banyak, setidaknya dapat membantu memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga mereka tidak sepenuhnya bergantung pada orangtuanya. Bekerja juga dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab mereka.

C. Kelemahan Penelitian

1. Distribusi karakteristik latar belakang pendidikan subjek kurang jelas, misalnya sarjana ekonomi, sarjana pendidikan, sarjana sosial, dan lain-lain.

(62)

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, N. M. (2009). “Stress Pada Fresh Graduate yang Belum Mendapatkan Pekerjaan.”http://www.all-about-stress.com.

Azwar, Saifuddin. (2008).Reliabilitas dan Validitas.Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset.

Azwar, Saifuddin. (2007).Penyusunan Skala Psikologi.Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset.

Baron & Donn Byrne. (1987). Social Psychology. Understanding Human Interaction. Fifth Edition.United Stated of America : Allyn and Bacon. Chaplin, J. P. (1991).Kamus Lengkap Psikologi.Surabaya : Rajawali.

Cooper, Cary & Alison Straw. (1995). Stress Management yang Sukses. Jakarta : Kesaint Blanc Indah Corp.

Djojonegoro, W., Muhamad, T., Koban, A, W. (2008). “Mengapa Pengangguran Terdidik Meningkat.”http://www.indonesianinstitute.com.

Douglas, J. D. A. (1991). Stress at Work as Cause of Illness, Ergonomic Health, and Safety. Perspective of The Nineties.Lauven : University Press.

Gintings, E. P. (1999). Mengatasi Stres dan Penanggulangannya. Yogyakarta : Yayasan Andi.

Gusniarti, Uly. (2002). “Hubungan Antara Persepsi Siswa Terhadap Tuntutan dan Harapan Sekolah dengan Derajat Stres Siswa Sekolah Plus.” Psikologika Nomor 13, Tahun VII, 2002, pp 53 – 68.

Hadi, S. (2000).Statistik.Jilid 2. Yogyakarta: Andi Offset.

Handoyo, S. (2001). “Stress Pada Masyarakat Surabaya”. Insan Media Psikologi volume 3, Nomor 2, Agustus 2001. Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya.

Hardjana, A.M. (1994). Stress Tanpa Distress: Seni Mengelola Stress. Yogyakarta : Kanisius.

(63)

Helmi, A. F. (2000). “Pengelolaan Stres Pra-Purna Bakti”. PsikologikaNomor 9, Tahun V, 2000.

http://www.kompas.com.“Stres tak Dapat Pekerjaan, Gantung Diri.”

Gunarto, I. (2003). “Pengangguran di Indonesia Semakin Mencemaskan.” http://www.sinarharapan.co.id.

Huffman, K., Vernoy, M. dan Vernoy, J (2000). Psychology In Action (5th edition).New York: John Wiley & Son, Inc.

Hurlock, E. B. (1980). Psikologi Perkembangan. Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.Penerbit Erlangga. Jakarta.

Iswinarti & Hadinoto, S. R. (1999). “Tingkat Stres dan Prestasi Belajar Anak Usia Sekolah yang Memperoleh Pengayaan”. Jurnal Psikodinamik Vol. 1 No. 3 September 1999Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada Yogyakarta Kompas. 11 Februari 2008.Jumlah Penganggur Terdidik Terus Meningkat.

Korshin, S. J. (1976). Modern Clinical Psychology : Principle of Intervetion in The Clinical and Community.New York: Basic Book, Inc. Publishers. Looker, T & Gregson, O. (2004). Managing Stress: Mengatasi Stres secara

Mandiri.Yogyakarta : Baca!

Luthans, F. (1985). Organizational Behavior. Singapore : McGraw-Hill Book Company.

Passer, M. W. & Smith, E. R. (2004). Psychology : The Science of Mind And Behavior. (second edition).New York : The McGraw Hill Companies, Inc. Rahayu, Rr. H. P. (1997). “Hubungan Tingkat Religiusitas dengan Perilaku

CopingStres”.PsikologikaNomor 4, Tahun II, 1997, pp 61 – 68.

Santrock, John W. (2005). Life-Span Development : Perkembangan Masa Hidup. Edisi kelima.Jakarta : Erlangga.

Sarafino, E. P. (1990). Health Psychology: Biopsychosocial Interaction Third Edition.Singapore: John Willey & Sons, Inc.

(64)

Susilowati, A. T. (2007). Hubungan Antara Dukungan Sosial Dan Tingkat Stres Orangtua Dari Anak Autis. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

Taylor, S. E (1999).Health Psycology Fourth Edition.New York : McGrawhill. Tryer, P. J. (1980). Bagaimana Mengatasi Stres.(Terjemahan: Iswanta). Jakarta :

(65)
(66)

Lampiran A

(67)

No:...

Mohon isi data di bawah ini terlebih dahulu.

 Lulus sejak :...

 Setelah lulus, apakah Anda sudah pernah bekerja?

(lingkari jawaban yang sesuai)

a. Ya b. Tidak

 Setelah lulus, apakah Anda mencoba melamar

pekerjaan?

(68)

Petunjuk Pengisian:

1. Anda dimohon untuk menjawab pernyataan-pernyataan berikut dengan

memilihsalah satu jawaban yang paling cocok dengan keadaan Anda.

2. Berilahtanda silang (X) pada kolom jawaban yang tersedia dengan pilihan

jawaban sebagai berikut:

SS : bila pernyataan tersebutSangat Sering Anda alami

S : bila pernyataan tersebutSering Anda alami

J : bila pernyataan tersebutJarang Anda alami

TP : bila pernyataan tersebutTidak Pernah Anda alami

3. Mohon semua pernyataan diisi, usahakan agar jangan sampai ada

pernyataan yang terlewatkan.

4. Tidak ada jawaban yangbenaratausalah.Jawaban yang diharapkan adalah

yang sesuai dengan keadaan Anda.

”Saya sangat menghargai kejujuran dan keterbukaan Anda

(69)

No Pernyataan Sangat

1 Saya tetap tenang meskipun orang membicarakan saya yang belum bekerja.

2 Saya dapat memikirkan beberapa hal sekaligus walaupun sedang memikirkan mencari pekerjaan.

3 Perasaan tertekan karena belum bekerja membuat saya pusing.

4 Orang tua yang terus mendesak agar mencari pekerjaan tidak membuat saya pusing.

5 Saya tidak cemas walaupun sulit mendapat kerja.

6 Saya jengkel karena orangtua terus mendesak untuk mencari pekerjaan.

7 Saya kurang aktif berpikir karena tak kunjung mendapatkan pekerjaan.

8 Sejak lulus kuliah dan menganggur, saya mengalami mimpi buruk.

9 Saya sulit memikirkan hal lain selain mendapatkan pekerjaan.

10 Saya berbelanja untuk mengalihkan pikiran tentang mencari pekerjaan.

11 Saya menutup diri dari orang-orang karena masih menganggur.

12 Nafsu makan tidak berubah walaupun sedih karena belum mendapat kerja.

13 Saat melihat iklan lowongan kerja, kepala saya pusing. 14 Saya dapat berkonsentrasi dengan baik walaupun sedih

karena belum kerja.

(70)

mencoba lagi.

16 Kemampuan ingatan saya tidak berkurang walaupun tertekan karena belum bekerja.

17 Saya makan untuk mengalihkan kesedihan karena

menganggur.

18 Karena menganggur, saya tidak bisa berpikir logis. 19 Perut saya tidak sakit ketika teringat kegagalan

mendapatkan pekerjaan.

20 Saya mencari tahu kabar teman-teman yang telah bekerja tanpa rasa minder karena menganggur.

21 Walaupun sedih karena belum bekerja, saya tidak meminum obat tertentu.

22 Saat memikirkan masa depan yang belum jelas, kepala saya menjadi sakit.

23 Saya menjadi sensitif saat orang membicarakan kesuksesan karier mereka.

24 Saya tidak merasa capai dan lelah mencari pekerjaan. 25 Sulit bagi saya untuk berpikir runtut dan logis sejak

menganggur.

26 Saya optimis akan mendapatkan pekerjaan.

27 Saya bisa mengingat dengan baik sama seperti saat kuliah.

28 Saya menjadi ketus ketika orang-orang menanyakan pekerjaan saya.

29 Saya terbuka menceritakan kesulitan saya dalam mencari pekerjaan.

(71)

31 Saya meminum obat-obatan supaya dapat tidur lelap. 32 Kesehatan saya tidak terganggu walaupun banyak

masalah karena menganggur.

33 Saya bisa berpikir jernih walaupun gagal mendapatkan pekerjaan.

34 Saya mudah tersinggung ketika orang menanyakan pekerjaan saya.

35 Saya tidak khawatir dengan krisis ekonomi global yang menyebabkan banyak pengangguran.

36 Saya bingung mengambil keputusan setelah gagal mendapat

kerja

37 Walaupun belum kerja, saat bangun tidur badan saya terasa segar.

38 Saya enggan bergabung dengan teman-teman yang telah bekerja karena malu.

39 Saat tertekan karena menganggur, saya mengalihkan pikiran dengan tidur.

40 Kepala saya sakit ketika memikirkan pekerjaan yang tak kunjung didapat.

41 Saya merasa tidak berguna karena masih menggantungkan hidup pada orangtua.

42 Saya tidak bingung saat mengambil keputusan walaupun orangtua terus mendesak untuk mencari kerja.

43 Saya tidak berbelanja berlebihan walaupun sedang banyak masalah karena menganggur.

44 Walaupun menganggur, saya tidak malu berkomunikasi

dengan teman yang telah bekerja.

(72)

tidur.

46 Saya tidak menceritakan kesulitan saya dalam mencari pekerjaan pada orang lain.

47 Saat memikirkan pekerjaan yang tak kunjung didapat, perut saya menjadi mual.

48 Saya tetap bergaul dengan teman-teman walaupun saya belum

bekerja.

49 Saya menyalahkan orang lain atas kegagalan saya mendapat kerja.

50 Nafsu makan saya tidak berubah walaupun orangtua

mendesak untuk mencari pekerjaan.

51 Saya tidak gelisah saat menanti panggilan kerja.

52 Pikiran saya ruwet saat memikirkan masa depan yang belum jelas.

53 Saya meminum bermacam-macam obat saat sedih karena menganggur.

54 Jantung saya tetap berdetak normal saat mengingat susahnya mendapat pekerjaan.

55 Saya tetap kreatif walaupun gagal mendapatkan kerja. 56 Saya tidak semangat mencari iklan lowongan pekerjaan. 57 Saya bahagia menjalani hidup walaupun belum bekerja. 58 Pikiran saya kacau karena sulit mencari pekerjaan. 59 Ketika akan melamar kerja, saya tidak gugup karena

takut gagal.

60 Saya tidak makan berlebihan untuk mengurangi rasa sedih

(73)

61 Saya berkomunikasi dengan teman-teman tanpa rasa minder karena menganggur.

62 Saya tidak mendiamkan orang lain walaupun sedih karena belum bekerja.

63 Susahnya mendapat kerja membuat saya merasa tidak berdaya.

64 Saya tetap aktif berpikir walaupun belum mendapatkan kerja.

65 Masalah yang berkaitan dengan menganggur tidak membuat rambut saya rontok lebih banyak.

66 Nafsu makan saya berubah ketika gagal mendapatkan pekerjaan.

67 Sejak lulus dan menganggur, saya menjadi acuh dan suka mendiamkan orang lain.

68 Susahnya mencari kerja membuat kesehatan saya terganggu.

69 Saya bingung menentukan prioritas sejak menganggur. 70 Saya mudah menangis saat mengingat status

pengangguran saya.

71 Kepala saya sakit ketika ingat status pengangguran saya. 72 Saya berusaha melupakan masalah yang muncul karena

menganggur dengan mengkonsumsi obat-obatan.

73 Walaupun tertekan karena menganggur, saya tidak tidur lebih banyak.

74 Rasa percaya diri saya berkurang sejak menganggur. 75 Saya makan lebih banyak dari biasanya ketika

memikirkan status pengangguran saya.

(74)

77 Menganggur membuat saya putus asa.

78 Masalah yang muncul karena menganggu tidak mengurangi daya ingat saya.

79 Walaupun menganggur, saya tidak menutup diri dari orang-orang.

80 Saya malu dengan teman-teman karena masih menggantungkan hidup pada orang tua.

81 Tekanan dari orangtua dalam mencari pekerjaan tidak membuat saya sakit kepala.

82 Kegagalan mendapat pekerjaan tidak merusak kemampuan konsentrasi saya.

83 Saya merasa tertekan karena masih menggantungkan hidup pada orangtua.

84 Saya berusaha melupakan masalah yang muncul karena menganggur dengan banyak tidur.

85 Walaupun sedang memikirkan cara untuk mendapatkan kerja, nafsu makan saya tidak berubah.

86 Karena malu, saya menghindari teman-teman yang telah bekerja.

87 Saya mengurung diri karena status pengangguran saya. 88 Saya tidak menyalahkan orang lain atas kegagalan saya

mendapatkan pekerjaan.

89 Saya tetap percaya diri bertemu dengan orang lain meskipun menganggur.

90 Saya tidak meminum obat-obatan untuk mengurangi beban pikiran.

91 Ketika sedih karena menganggur, nafsu makan saya berubah.

(75)

93 Sejak lulus dan menganggur, saya tidak dapat berpikir kreatif.

94 Saya sulit konsentrasi karena orangtua mendesak agar mendapatkan kerja.

95 Saya tidak mudah tersinggung saat orang menanyakan pekerjaan saya.

96 Saya merasa pusing saat tidak mempunyai uang untuk membiayai kehidupan.

97 Saya tidak mengalami gangguan fisik walaupun tertekan karena menganggur.

98 Saya tidak ketus saat orang menyinggung status pengangguran saya.

99 Saya tetap merasa fit walaupun gagal mendapatkan pekerjaan.

100 Saya tidak khawatir gagal mendapatkan kerja.

”Terima kasih atas kerja samanya...

(76)

Lampiran B

(77)

No:...

Mohon isi data di bawah ini terlebih dahulu.

 Lulus sejak :...

 Setelah lulus, apakah Anda sudah pernah

bekerja?

(lingkari jawaban yang sesuai)

a. Ya b. Tidak

 Setelah lulus, apakah Anda mencoba melamar

pekerjaan?

(lingkari jawaban yang sesuai)

(78)

Petunjuk Pengisian:

5. Anda dimohon untuk menjawab pernyataan-pernyataan berikut dengan

memilihsalah satu jawaban yang paling cocok dengan keadaan Anda.

6. Berilahtanda silang (X) pada kolom jawaban yang tersedia dengan pilihan

jawaban sebagai berikut:

SS : bila pernyataan tersebutSangat Sering Anda alami

S : bila pernyataan tersebutSering Anda alami

J : bila pernyataan tersebutJarang Anda alami

TP : bila pernyataan tersebutTidak Pernah Anda alami

7. Mohon semua pernyataan diisi, usahakan agar jangan sampai ada

pernyataan yang terlewatkan.

8. Tidak ada jawaban yangbenaratausalah.Jawaban yang diharapkan adalah

yang sesuai dengan keadaan Anda.

”Saya sangat menghargai kejujuran dan keterbukaan Anda

(79)

No Pernyataan Sangat

1 Perasaan tertekan karena belum bekerja membuat saya pusing.

2 Saya tidak cemas walaupun sulit mendapat kerja.

3 Saya jengkel karena orangtua terus mendesak untuk mencari pekerjaan.

4 Saya kurang aktif berpikir karena tak kunjung mendapatkan pekerjaan.

5 Sejak lulus kuliah dan menganggur, saya mengalami mimpi buruk.

6 Saya sulit memikirkan hal lain selain mendapatkan pekerjaan.

7 Saya menutup diri dari orang-orang karena masih menganggur.

8 Saat melihat iklan lowongan kerja, kepala saya pusing. 9 Kegagalan melamar kerja justru membuat saya semangat

mencoba lagi.

10 Saya makan untuk mengalihkan kesedihan karena

menganggur.

11 Karena menganggur, saya tidak bisa berpikir logis. 12 Saat memikirkan masa depan yang belum jelas, kepala

saya menjadi sakit.

13 Saya menjadi sensitif saat orang membicarakan kesuksesan karier mereka.

14 Sulit bagi saya untuk berpikir runtut dan logis sejak menganggur.

(80)

16 Saya meminum obat-obatan supaya dapat tidur lelap. 17 Saya bisa berpikir jernih walaupun gagal mendapatkan

pekerjaan.

18 Saya mudah tersinggung ketika orang menanyakan pekerjaan saya.

19 Saya bingung mengambil keputusan setelah gagal mendapat

kerja

20 Walaupun belum kerja, saat bangun tidur badan saya terasa segar.

21 Saya enggan bergabung dengan teman-teman yang telah bekerja karena malu.

22 Saat tertekan karena menganggur, saya mengalihkan pikiran dengan tidur.

23 Kepala saya sakit ketika memikirkan pekerjaan yang tak kunjung didapat.

24 Saya merasa tidak berguna karena masih menggantungkan hidup pada orangtua.

25 Saya tidak mengkonsumsi obat tidur walaupun sulit tidur.

26 Saya menyalahkan orang lain atas kegagalan saya mendapat kerja.

27 Pikiran saya ruwet saat memikirkan masa depan yang belum jelas.

28 Saya meminum bermacam-macam obat saat sedih karena menganggur.

(81)

31 Saya berkomunikasi dengan teman-teman tanpa rasa minder karena menganggur.

32 Saya tidak mendiamkan orang lain walaupun sedih karena belum bekerja.

33 Susahnya mendapat kerja membuat saya merasa tidak berdaya.

34 Nafsu makan saya berubah ketika gagal mendapatkan pekerjaan.

35 Sejak lulus dan menganggur, saya menjadi acuh dan suka mendiamkan orang lain.

36 Susahnya mencari kerja membuat kesehatan saya terganggu.

37 Saya bingung menentukan prioritas sejak menganggur. 38 Saya mudah menangis saat mengingat status

pengangguran saya.

39 Kepala saya sakit ketika ingat status pengangguran saya. 40 Saya berusaha melupakan masalah yang muncul karena

menganggur dengan mengkonsumsi obat-obatan. 41 Rasa percaya diri saya berkurang sejak menganggur. 42 Saya makan lebih banyak dari biasanya ketika

memikirkan status pengangguran saya.

43 Karena memikirkan status pengangguran saya, rambut saya rontok lebih banyak.

44 Menganggur membuat saya putus asa.

45 Saya malu dengan teman-teman karena masih menggantungkan hidup pada orang tua.

(82)

47 Saya merasa tertekan karena masih menggantungkan hidup pada orangtua.

48 Saya berusaha melupakan masalah yang muncul karena menganggur dengan banyak tidur.

49 Karena malu, saya menghindari teman-teman yang telah bekerja.

50 Saya tetap percaya diri bertemu dengan orang lain meskipun menganggur.

51 Saya tidak meminum obat-obatan untuk mengurangi beban pikiran.

52 Ketika sedih karena menganggur, nafsu makan saya berubah.

53 Saya merasa capai dan lelah mencari pekerjaan.

54 Sejak lulus dan menganggur, saya tidak dapat berpikir kreatif.

55 Saya sulit konsentrasi karena orangtua mendesak agar mendapatkan kerja.

56 Saya merasa pusing saat tidak mempunyai uang untuk membiayai kehidupan.

57 Saya tidak mengalami gangguan fisik walaupun tertekan karena menganggur.

58 Saya tidak ketus saat orang menyinggung status pengangguran saya.

59 Saya tetap merasa fit walaupun gagal mendapatkan pekerjaan.

”Terima kasih atas kerja samanya...

(83)

Lampiran C

(84)

Analisis Reliabilitas Skala Tingkat Stres Lulusan Sarjana yang Menganggur

item 1 188.7200 1030.486 .410 .960 Diterima

item 2 189.1200 1035.198 .426 .960 Diterima

item 3 188.7700 1028.300 .451 .960 Diterima

item 4 188.2900 1036.935 .340 .960 Diterima

item 5 188.3700 1029.872 .454 .960 Diterima

item 6 189.1900 1024.014 .496 .959 Diterima

item 7 189.3300 1029.880 .497 .959 Diterima

item 8 189.6000 1030.788 .517 .959 Diterima

item 9 189.3900 1026.382 .571 .959 Diterima

item 10 189.5700 1041.399 .225 .960 Gugur

item 11 189.7500 1040.290 .386 .960 Diterima

item 12 188.9900 1042.980 .195 .960 Gugur

item 13 189.5800 1027.983 .560 .959 Diterima

item 14 189.0600 1033.431 .462 .960 Diterima

item 15 189.2700 1030.118 .469 .960 Diterima

item 16 189.0200 1037.414 .369 .960 Diterima

item 17 189.4200 1036.973 .364 .960 Diterima

item 18 189.5800 1027.680 .578 .959 Diterima

item 19 189.0000 1040.828 .261 .960 Gugur

item 20 189.2200 1040.052 .283 .960 Gugur

item 21 189.5800 1043.276 .207 .960 Gugur

Gambar

Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
+3

Referensi

Dokumen terkait

yang mudah terpicu api, maka dinding harus dari bahan yang tahan api, cairan kimia dan benturan. g) Khusus untuk daerah tenang (misalkan daerah perawatan pasien),

[r]

yang membicarakan bagaimana guru mampu mengajarkan ilmu kepada siswa sehingga siswa dapat dengan mudah menyerap terhadap apa yang disampaikan guru tersebut, termasuk

Berhubung dengan itu, dianggap perlu untuk mengadakan peraturan seperti yang tertera dalam huruf-huruf c dan p sehingga tidak semua keuntungan seperti yang dimaksud itu

Penilaian terhadap PNS dan masyarakat umum berdasarkan latar belakang pendidikan terakhir ini merupakan salah satu dari beberapa indikator lainnya yang turut

Bagi meningkatkan ekonomi dalam rantaian nilai, usaha yang lebih bersinergi dan tertumpu akan dilaksana untuk meningkatkan produktiviti dan daya saing, menjana sumber

Hasil penelusuran wawancara terkait dimensi kesesuaian ini menunjukkan bahwa secara umum aparatur KPT Kabupaten Gorontalo mampu menjawab sejumlah pertanyaan yang diajukan