• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Kombinasi Fraksi Diterpen Lakton dari Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dan Doksorubisin Terhadap Gambaran Histopatologi Hati, Ginjal dan Jantung Serta Enzim SGOT dan SGPT Mencit (Mus musculus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Efek Kombinasi Fraksi Diterpen Lakton dari Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dan Doksorubisin Terhadap Gambaran Histopatologi Hati, Ginjal dan Jantung Serta Enzim SGOT dan SGPT Mencit (Mus musculus)"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Efek Kombinasi Fraksi Diterpen Lakton dari

Sambiloto (

Andrographis paniculata

Nees) dan

Doksorubisin Terhadap Gambaran Histopatologi

Hati, Ginjal dan Jantung Serta Enzim SGOT dan

SGPT Mencit (

Mus musculus

)

Anis Aulia Fiqriah

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA

DEPARTEMEN FAMAKOGNOSI DAN FITOKIMIA

(2)

SKRIPSI

Efek Kombinasi Fraksi Diterpen Lakton dari

Sambiloto (

Andrographis paniculata

Nees) dan

Doksorubisin Terhadap Gambaran Histopatologi

Hati, Ginjal dan Jantung Serta Enzim SGOT dan

SGPT Mencit (

Mus musculus

)

ANIS AULIA FIQRIAH

NIM. 051011264

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA

DEPARTEMEN FAMAKOGNOSI DAN FITOKIMIA

(3)

ii

LEMBAR PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul:

Efek Kombinasi Fraksi Diterpen Lakton dari Sambiloto (Andrographis

paniculata Nees) dan Doksorubisin Terhadap Gambaran Histopatologi

Hati, Ginjal dan Jantung Serta Enzim SGOT dan SGPT Mencit (Mus

musculus)

untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Airlangga untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi skripsi/ karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Surabaya, Agustus 2014

(4)

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Nama : Anis Aulia Fiqriah NIM : 051011264 Fakultas : Farmasi

dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa hasil skripsi/ tugas akhir yang saya tulis dengan judul:

Efek Kombinasi Fraksi Diterpen Lakton dari Sambiloto (Andrographis

paniculata Nees) dan Doksorubisin Terhadap Gambaran Histopatologi

Hati, Ginjal dan Jantung Serta Enzim SGOT dan SGPT Mencit (Mus

musculus)

adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Apabila di kemudian hari diketahui bahwa skripsi ini menggunakan data fiktif atau merupakan hasil dari plagiarisme, maka saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan kelulusan dan atau pencabutan gelar yang saya peroleh.

Demikian surat pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Surabaya, Agustus 2014

(5)
(6)

v

Lembar Pengesahan

Efek Kombinasi Fraksi Diterpen Lakton dari Sambiloto (Andrographis

paniculata Nees) dan Doksorubisin Terhadap Gambaran Histopatologi

Hati, Ginjal dan Jantung Serta Enzim SGOT dan SGPT Mencit (Mus

musculus)

SKRIPSI

Dibuat untuk memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

2014

Oleh :

ANIS AULIA FIQRIAH NIM. 051011264

Disetujui Oleh :

Pembimbing Utama Pembimbing Serta

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Efek Kombinasi Fraksi Diterpen Lakton dari Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dan Doksorubisin Terhadap Gambaran Histopatologi Hati, Ginjal dan Jantung Serta Enzim SGOT dan SGPT Mencit (Mus musculus). Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan atas semua keikhlasan bantuan yang diberikan, yaitu kepada:

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Airlangga ibu Dr. Hj. Umi Athijah, M.S, Apt. yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menggunakan sarana dan prasarana yang diperlukan selama penelitian yang saya lakukan.

2. Bapak Prof. Dr. Sukardiman, M.S, Apt. selaku Dosen Pembimbing Utama, Ketua Proyek Penelitian dan Ketua Departemen Farmakognosi dan Fitokimia yang dengan tulus ikhlas dan penuh kesabaran membimbing dan memberikan masukan kepada saya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

3. Ibu Dra. Rakhmawati, M.S, Apt. selaku dosen pembimbing serta yang dengan tulus ikhlas dan penuh kesabaran membimbing dan memberikan masukan kepada saya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

(8)

vii

5. Bapak Drs. Marcellino Rudiyanto, M.Si, Apt. Ph.D. selaku dosen wali yang telah memberikan bimbingan dan motivasi selama menyelesaikan program pendidikan sarjana di Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.

6. Orang tua saya H. Abdul Qodir Shobirin dan Hj. Toeting Heri Ariana yang saya hormati dan yang saya sayangi Anggrina Amalia dan Sheila yang selalu memberikan dukungan, do’a, kesabaran dan rasa sayangnya selama ini hingga saya dapat menyelesaikan pendidikan hingga perguruan tinggi.

7. Para dosen pengajar di Fakultas Farmasi Universitas Airlangga yang telah membantu saya untuk melaksanakan pendidikan di Fakultas Farmasi ini.

8. Para Laboran Departemen Farmakognosi dan Fitokimia (Pak Parto, Pak Lismo, Pak Iwan, Mbak Aini, Mas Eko) terima kasih atas bantuannya selama ini.

9. Muhammad Fuad Yasin yang selalu memberikan perhatian serta dukungannya selama ini.

10.Teman-teman anti kanker (mbak Triana, Cacak, Lona dan Alfin), teman-teman skripsi departemen farmakognosi (mbak nina, adi, dinar, putri ary, rhida), teman-teman lab hewan (cupril, angga, burhan, stevanie, katrin, halib, linggar, dita) terimakasih atas kerjasamanya selama ini.

(9)

viii

Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam tulisan ini. Kritik dan Saran yang bersifat membangun akan sangat membantu. Akhir kata saya ucapkan terima kasih.

Surabaya, Agustus 2014

(10)

ix

RINGKASAN

Efek Kombinasi Fraksi Diterpen Lakton dari Sambiloto (Andrographis

paniculata Nees) dan Doksorubisin Terhadap Gambaran

Histopatologi Hati, Ginjal dan Jantung Serta Enzim SGOT dan SGPT Mencit (Mus musculus)

Anis Aulia Fiqriah

Sambiloto dan doksorubisin memiliki aktivitas yang sama sebagai antikanker dengan mekanisme kerja yang sama yaitu sebagai inhibitor topoisomerase II (Sukardiman dan Poerwono, 2001; Airley, 2009). Berdasarkan aktivitas dan mekanisme yang sama, maka dapat dimanfaatkan untuk terapi kombinasi yang bertujuan untuk mendapatkan sinergisme dan dapat menurunkan efek samping yang ditimbulkan oleh penggunaan terapi secara tunggal.

(11)

x

dan fraksi diterpen lakton diberikan secara oral menggunakan sonde lambung. Pada hari ke 15 mencit dibedah dan diambil darahnya secara intracardial dan organ hati, ginjal dan jantung di ambil untuk dibuat preparat histopatologinya. Pengaruh dari pemberian terapi didasarkan pada perubahan keadaan histopatologi masing-masing irisan histopatologi yaitu keadaan inti sel, keadaan sitoplasma dan jumlah sel yang mengalami degenerasi dan nekrosis pada masing-masing kelompok perlakuan.

(12)

xi

bermakna pada kelompok perlakuan kontrol negatif CMC-Na-DOX dan kelompok DOX dengan DOX+FDL dapat disimpulkan bahwa pemberian kombinasi antara FDL dengan Doksorubisin dapat memberikan efek protektif terhadap organ jantung.

Parameter selanjutnya adalah SGOT dan SGPT darah mencit. Hasil yang didapat untuk SGOT setelah diuji analisis varian satu arah (ANAVA) pada tingkat kepercayaan 95%. didapatkan harga sig = 0,249 untuk SGPT setelah dianalisis didapatkan harga sig = 0,118, Sig < α. Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna diantara kontrol dengan semua kelompok perlakuan. Dapat disimpulkan bahwa kombinasi antara FDL dengan Dokrorubisin tidak dapat menurunkan toksisitas doksorubisin terhadap aktivitas enzim.

(13)

xii

ABSTRACT

The Combination Effects of Diterpene Lactone Fraction of Sambiloto

(Andrographis paniculata Nees) and Doxorubicin Based on

Organ Histopathology (Liver, Kidney & Heart) and SGOT &

SGPT Enzymes in Mice (Mus musculus)

Anis Aulia Fiqriah

Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) and doxorubicin have same activity and mechanism, it can be used for combination therapy to get synergism effect and reduce the side effects caused by the use a single therapy. Were induced mice with benzo(a)pyrene 0.3% (w/v) in oleum olivarum subcutaneously. The results for SGOT after one-way analysis of variance test (ANOVA) with 95% confidence level. At 95% Sig is greater than 0.05. The result of Kruskal-Wallis histopathology liver and kidney histhopathology of the degeneration and necrosis showed significant difference between groups. There is significant difference in normal and group induced benzo(a)pirene. At the heart histopathology of degeneration Asymp. Sig = 0,025; necrosis Asymp. Sig 0,040 showed significant difference, continued by Z test 5%, there was significant difference for degeneration and necrosis in combination doxorubisin compare to single doxo. The combination of sambiloto and doxorubicin can’t reduce the side effects caused by using single therapy of doxorubicin based on Ezim SGOT & SGPT but can reduce the side effects based on organ histopathology ( kidney and heart) in mice.

(14)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH…………..ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN PROYEK ... iv

LEMBAR PENGESAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

RINGKASAN ... ix

ABSTRACT ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR LAMPRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...1

1.2 Rumusan Masalah...5

1.3 Tujuan Penelitian...5

1.4 Manfaat Penelitian...6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan tentang Andrographis paniculata Nees 2.1.1 Klasifikasi ... 7

2.1.2 Sinonim ... 7

2.1.3 Nama Daerah ... 8

(15)

xiv

2.2 Kandungan dan Kegunaan Andrographis paniculata Nees

2.2.1 Kandungan Andrographis paniculata Nees ... 9

2.2.2 Kegunaan Tanaman ... 11

2.3 Tinjauan tentang Doksorubisin... 11

2.4 Tinjauan tentang Benzo(a)pirena ... 12

2.5 Tinjauan tentang Simplisisa dan Ekstrak 2.5.1 Definisi simplisia ... 14

2.5.2 Def inisi ekstrak ... 15

2.5.3 Proses pembuatan ekstrak ... 15

2.6 Tinjauan tentang sifat fisika kimia dan farmakokinetika ekstrak Sambiloto ... 15

2.7 Tinjauan tentang Hati 2.7.1 Anatomi dan fisiologi hati ... 16

2.7.2 Tes Gangguan Fungsi Hati ... 17

2.7.3 Tinjauan Parameter Kerusakan Hati ... 19

2.8 Tinjauan tentang Ginjal 2.8.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal ... 20

2.8.2 Fungsi Ginjal ... 22

2.8.3 Deteksi Kerusakan Ginjal ... 24

2.9 Tinjauan tentang Jantung ... 25

2.10 Tinjauan tentang SGOT dan SGPT ... 29

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Uraian Mengenai Kerangka Konseptual ... 31

3.2 Skema Kerangka Konsep ... 34

(16)

xv BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Bahan Penelitian ... 36

4.1.1 Bahan Uji ... 36

4.1.2 Bahan Kimia dan Bahan Lain... 36

4.1.3 Hewan Coba ... 36

4.1.4 Alat Penelitian ... 36

4.2 Prosedur Penelitian 4.2.1 Penyiapan Hewan Coba... 37

4.2.2 Induksi Benzo(a)pirena ... 37

4.2.3 Perhitungan Jumlah Benzo(a)pirena ... 38

4.2.4 Cara Pembuatan Larutan Benzo(a)pirena ... 38

4.2.5 Penyiapan Bahan Uji ... 39

4.2.5.1 Perhitungan Dosis Doksorubisin ... 39

4.2.5.2 Perhitungan Dosis Fraksi Diterpen Lakton ... 40

4.2.6 Perlakuan terhadap Hewan Coba... 41

4.2.7 Pengambilan Darah Hewan coba... 43

4.2.8 Pengambilan Organ Hati, Ginjal dan Jantung ... 43

4.2.9 Pemeriksaan Serum Hewan Coba ... 43

4.2.9.1 Pemeriksaan SGOT ... 44

4.2.9.2 Pemeriksaan SGPT ... 44

4.2.9.3 Pembuatan Preparat Histopatologi Hati, Ginjal dan Jantung ... 45

4.3 Analisis Data 4.3.1 Analisis Data Enzim SGOT dan SGPT ... 47

(17)

xvi 4.4 Skema Penelitian

4.4.1 Pemberian Bahan Uji ... 50

BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Penimbangan Organ Mencit ... 51

5.1.1 Penimbangan Organ Hati Mencit ... 51

5.1.2 Penimbangan Organ Ginal Mencit ... 53

5.1.3 Penimbangan Organ Jantung Mencit ... 55

5.2 Pemeriksaan Histopatologi Mencit ... 57

5.2.1 Pemeriksaan Histopatologi Hati Mencit ... 57

5.2.2 Pemeriksaan Histopatologi Ginjal Mencit ... 64

5.2.3 Pemeriksaan Histopatologi Jantung Mencit ... 71

5.3 Pemeriksaan Kimia Klinik Hewan Coba ... 80

BAB VI PEMBAHASAN Pembahasan ... 84

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ... 94

7.2 Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 96

(18)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Andrographis paniculata Nees ... 7

2.2 Struktur kimia senyawa andrografolida ... 9

2.3 Reaksi aktivasi Benzo(a)pirena ... 14

2.4 Anatomi Jantung ... 27

3.1 Kerangka Konseptual ... 34

4.1 Pemberian Bahan Uji ... 50

5.1 Histogram Rata-rata Persentase Berat Hati terhadap Berart badan Mencit ... 52

5.2 Histogram Rata-rata Persentase Berat Ginjal terhadap Berat Badan Mencit ... 54

5.3 Histogram Rata-rata Persentase Berat Jantung terhadap Berat Badan Mencit... 56

5.4 Histopatologi Hati Mencit ... 63

5.5 Histopatologi Ginjal Mencit ... 79

5.6 Histopatologi Jantung Mencit ... 79

5.7 Histogram Rata-rata Kadar SGOT Mencit Setiap Perlakuan ... 81

(19)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Kategori dan Penilaian Kerusakan Organ ... 49

5.1 Berat Organ Hati Mencit ... 51

5.2 Berat Organ Ginjal Mencit ... 54

5.3 Berat Organ Jantung Mencit ... 56

5.4 Data Penilaian Persen dan Skor Pengamatan Degenerasi pada Preparat Histopatologi Hati Mencit ... 58

5.5 Data Penilaian Persen dan Skor Pengamatan Nekrosis pada Preparat Histopatologi Hati Mencit ... 59

5.6 Harga Rangking Rata-rata Nekrosis Hati Mencit Tiap Kelompok Perlakuan ... 61

5.7 Perhitungan Zhitung Selisih Rangking Rata-rata untuk Pengamatan Neksrosis Hati Mencit ... 62

5.8 Data Penilaian Persen dan Skor Pengamatan Degenerasi pada Preparat Histopatologi Ginjal Mencit ... 55

5.9 Data Penilaian Persen dan Skor Pengamatan Nekrosis pada Preparat Histopatologi Ginjal Mencit ... 66

5.10 Harga Rangking Rata-rata Nekrosis Ginjal Mencit Tiap Kelompok Perlakuan ... 68

5.11 Perhitungan Zhitung Selisih Rangking Rata-rata untuk Pengamatan Neksrosis Ginjal Mencit ... 69

5.12 Data Penilaian Persen dan Skor Pengamatan Degenerasi pada Preparat Histopatologi Jantung Mencit ... 72

(20)

xix

5.14 Harga Rata-rata Degenerasi Jantung Mencit Tiap Kelompok Perlakuan ... 75 5.15 Perhitungan Zhitung dengan Selisih Rangking Rata-rata untuk

Pengamatan Degenerasi Jantung Mencit ... 76 5.16 Harga Rangking Rata-rata Nekrosis Jantung Mencit Tiap

Kelompok Perlakuan ... 77 5.17 Perhitungan Zhitung dengan Selisih Rangking Rata-rata untuk

Pengamatan Nekrosis Jantung Mencit ... 78 5.18 Hasil Pemeriksaan SGOT pada Serum Darah Mencit

Coba ... 80 5.19 Hasil Pemeriksaan SGOT pada Serum Darah Mencit

Coba ... 81 5.20 Nilai Signifikansi Data SGOT dan SGPT Berdasarkan

(21)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1- Pembuatan Fraksi Diterpen Lakton ... 103 Lampiran 2- Penetapan Kadar Andrografolida dalam Sediaan Serbuk

Fraksi Diterpen Lakton Sambiloto ... 105 Lampiran 3- Hasil Penetapan Kadar Andrografolida dalam Fraksi

Diterpen Lakton Sambiloto ... 107 Lampiran 4- Volume Maksimum yang Dapat Diberikan pada Hewan

Coba ... 107 Lampiran 5- Konversi Perhitungan Dosis untuk Beberapa Jenis Hewan

dan Manusia ... 110 Lampiran 6- Pembuatan Larutan CMC-Na 0,5% (B/V) ... 111 Lampiran 7- Analisis One-Way Anova Data SGOT dan SGPT ... 112 Lampiran 8- Analisis One-Way Anova Data Persen Berat Hati terhadap

Berat Badan Mencit ... 114 Lampiran 9- Analisis One-Way Anova Data Persen Berat Ginjal

terhadap Berat Badan Mencit ... 115 Lampiran 10- Analisis One-Way Anova Data Persen Berat Jantung

(22)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker merupakan salah satu penyebab penyakii utama kematian di seluruh dunia. Di dunia, kanker merupakan penyebab kematian nomor dua setelah penyakit kardiovaskular. Menurut laporan WHO tahun 2003, setiap tahun timbul lebih dari 10 juta kasus penderita baru kanker dengan prediksi peningkatan setiap tahunnya kurang lebih 20%. Diperkirakan pada tahun 2020 jumlah penderita baru penyakit kanker meningkat hampir 20 juta kedepan bila tidak dilakukan interverensi yang memadai (Depkes RI, 2009). WHO mengestimasikan bahwa 84 juta orang meninggal akibat kanker dalam rentang waktu 2005-2015. Sedangkan hasil Riset Kesehatan Dasar 2007 menyebutkan bahwa prevalensi penyakit tumor di Indonesia adalah 4,3. Pada tahun 2003 jumlah penderita kanker di dunia mencapai 10 juta orang, dan pada tahun 2020 diperkirakan naik menjadi 20 juta (Depkes RI, 2009).

Kanker merupakan penyakit yang belum diketahui penyebabnya secara pasti, tetapi dipengaruhi oleh banyak faktor resiko, seperti merokok, diet yang tidak sehat, faktor lingkungan, obesitas, kurangnya aktivitas fisik, pola makan dan stress. Data statistik Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2006, mnunjukkan bahwa kanker payudara menempati urutan pertama (19,46%), disusul kanker leher rahim (11,07%), kanker hati dan saluran empedu intrahepatik (8,12%), Limfoma non Hodgkin (6,77%) dan leukimia (5,93%) (Depkes RI, 2009).

(23)

dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan dapat digunakan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, saat ini badan POM bekerjasama dengan beberapa perguruan tinggi sedang meniliti 9 tanaman obat unggulan nasional sampai ke tahap uji klinis, salah satu diantaranya adalah sambiloto (Andrographis paniculata Nees) (Sukandar, 2004).

Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) dikenal sebagai tumbuhan obat yang mempunyai banyak khasiat di berbagai negara, antara lain untuk mengobati penyakit kanker, influenza, anti inflamasi, anti malaria, anti virus, anti hepatotoksik, anti HIV, dan lain sebagainya (Behr, 2002).

(24)

Pada uji in vitro, andrografolida mampu menekan fosforilasi IL-6-induced STAT3 (Signal Transducer and Activator of Transcription 3) dan translokasi inti subsequent dalam sel kanker secara signifikan. Penghambatan tersebut ditemukan melalui supresi Janus-activated kinase (JAK) 1/2 dan interaksi antara STAT3 dan gp130. Untuk memahami mekanisme biologis efek penghambatan andrografolida pada STAT3, dilakukan penelitian tentang efek andrografolida pada doxorubicin-induced apoptosis pada sel kanker manusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa andrografolida meningkatkan sensitivitas sel kanker terhadap doksorubisin terutama melalui supresi STAT3. Dengan demikian fungsi antikanker baru dari andrografolida bisa menjadi strategi terapi yang potensial dalam kombinasi dengan agen kemoterapi (doksorubisin) untuk pengobatan kanker (Zhou et al., 2010).

(25)

Doksorubisin menghambat faktor transkripsi HIF-1 melalui ikatannya dengan DNA sel yang mengalami hipoksia, sehingga dapat menurunkan ekspresi VEGF, SDF1 dan SCF dikarenakan mobilisasi CAC yang kemudian dapat menghambat vaskularisasi tumor. Selain itu, doksorubisin juga menghambat pertumbuhan sel melalui mekanisme pengaktifan faktor antiangiogenesis pada sel tumor EF43.fgf-4 dan menekan faktor proangiogenik pada sel tumor MCF-7 (Devy et al., 2004).

Doksorubisin memberikan efek toksisitas pada kardiovaskular dengan mengubah tingkat protein mitokondria dalam otot jantung. Dengan mengubah tingkat protein mitokondria siklus redoks doksorubisin dan NADH dehidrogenase diintensifkan. Jika diberikan doksorubisin, tingkat ROS disesuaikan dengan reseptor 4(TLR4) yang meningkatkan tingkat dari faktor tumor nekrosis. Jika akumulasi doksorubisin seumur hidup mendekati 500 mg/m2, dapat meningkatkan resiko cardiomyopathy dan sering mengakibatkan gagal jantung kongestif pada 20% pasien. Toksisitas pada ginjal terjadi ketika diketahui doksorubisin menyebabkan nefropati dan proteinuria dengan melukai gromerular (Oktay Tacar et al. 2012).

(26)

kandidat yang memiliki efek sinergis dalam kombinasi dengan obat antikanker.

Untuk mengetahui efek toksik yang akan terjadi pada hati, ginjal, jantung bila kombinasi antara doksorubisin dengan senyawa andrografolida digunakan secara in vivo, perlu dilakukan penelitian tentang aktivitas antikanker dari senyawa andrografolida herba sambiloto (Andrographis paniculata Nees) secara in vivo. Penelitian secara in vivo dapat dilakukan dengan menggunakan hewan coba mencit yang diinduksi dengan larutan benzo(a)pirena dalam oleum ovarium secara subkutann untuk menghasilkan jaringan kanker. Mencit yang menderita kanker diterapi dengan suspensi senyawa andrografolida dari isolat herba sambiloto yang diberikan dalam dosis tertentu. Kemudian dilihat dari irisan histopatologi jantung, hati, dan ginjal pada mencit yang mengalami perubahan setelah di terapi menggunakan kombinasi dari doksorubisin dengan fraksi diterpen lakton pada sambiloto.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah campuran fraksi diterpen lakton dari herba sambiloto (Andrographis paniculata Nees) danDoksorubisin dapat menimbulkan efek terhadap gambaran histopatologi ginjal, hati dan jantung serta enzim SGOT dan SGPT mencit (Mus musculus) yang telah di induksi kanker dengan benzo(a)pirene?

1.3 Tujuan Penelitian

(27)

histopatologi hati, ginjal, dan jantung serta enzim SGOT dan SGPT mencit (Mus musculus) yang telah di induksi kanker dengan benzo(a)pirene?

1.4 Manfaat Penelitian

(28)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan tentang Andrographis paniculata Nees

2.1.1. Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Solanales Famili (suku) : Acanthaceae Genus (marga) : Andrographis

Spesies (jenis) : Andrographispaniculat (Burm.f) Nees (Backer and Bakhuizen, 1965)

Gambar 2.1. Andrographis paniculata Ness (Jarukamjorn dan Nemoto, 2008)

2.1.2. Sinonim

(29)

2.1.3. Nama Daerah

Jawa : Sambiloto, bidara, sadilata, takila (Jawa) Ki oray, ki peurat, takilo (Sunda)

Sumatera : Pepaitan (Melayu) Ampadu tanah (Minang) (Badan POM, 2002)

2.1.4. Deskripsi Tanaman

Habitus terna semusin yang masuk jeruju-jerujuan ini dapat tumbuh liar ditempat-tempat terbuka seperti pinggir jalan, di ladang, tanah kosong yang tanahnya agak lembab, atau ditanam dipekarangan sebagai tanaman obat. Tanaman ini mudah menjadi banyak dan terdapat di dataran rendah sampai 700 meter di atas permukaan laut. Tinggi sekitar 40-90 cm.

Batangnya berbentuk persegi empat dengan nodus yang membesar dan banyak bercabang (anonim, 1979)

Daunnya berbentuk lanset, ujung daun dan pangkal daunnya tajam, tepi daun rata, panjang daun 3 cm sampai 12 cm dan lebar 1 cm sampai 3 cm, panjang tangkai daun 5 mm sampai 25 mm, daun bagian atas bentuknya seperti daun pelindung (Anonim, 1979)

Bunganya majemuk, berbentuk tandan di ketiak daun dan ujung batang, kelopak lanset, berbagi lima, pangkal berkelatan, hijau, benang sari dua, bulat panjang, kepala sari bulat, ungu, putik pendek, kepala putik ungu kecoklatan, mahkota lonjong, pangkal berlekatan ujung pecah menjadi empat, bagian dalam putih bernoda ungu, bagian luar berambut, merah (Wijayakusuma, dkk. 1996).

(30)

Bijinya gepeng kecil, berwarna coklat muda, mudah diperbanyak denga biji (Wijayakusuma, dkk. 1996).

2.2. Kandungan dan kegunaan Androraphis paniculata Nees

2.2.1. Kandungan Andrographis paniculata Nees

Sambiloto mengandung andrographolide, andropraphiside, 14-deoxyandrographolide, deoxyandrographiside, 140deoxy-11, 12-didehydroandrographolide, neoandrographolide, epi-14deoxy-12-methoxyandrographolide, deoxy-12-hydroxyandrographolide, 14-deoxy-11-hydroxyandrographolide, 14-deoxy-11, 12-hydroxyandrographolide, 6’-acetylneonandrographolide, bisandrographolide A, B, C dan D (Matsuda et al., 1994). Diamping itu, daun sambiloto mengandung saponin, flavonoid, alkaloid dan tanin. Kandungan kimia lain yang terdapat pada daun dan batang adalah lakton, panikulum, kalmegin dan hablur kuning yang memiliki rasa pahit (Yusron et al., 2005)

Gambar 2.2 Struktur kimia senyawa andrografolida (Harjotaruno et al.,2007).

(31)

memiliki efek sitotoksik terhadap berbagai sel kanker yang sifatnya tergantung dosis dan waktu. Andrografolida menghambat faktor-faktor, seperti siklin A, D, Cdk2, Cdk4, NF- Κb, VEGF, E-selectin, VCAM, Akt, TNF, dan Bcl2 yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, nutrisi, dan metastasis tumor. Sementara itu, anndrografolida dapat meningkatkan tumor suppressor elements seperti p53, caspases, protein penghambat p21, p16, p27 seperti yang diamati pada berbagai penelitian potensi anti kanker andrografolida. Peningkatan death reseptor 4 (DR-4) memfasilitasi Tumor Necrosis Factor-Related Apoptosis-Inducing Ligand (TRAIL) dalam induksi apoptosis secara signifikan. Efek kumulatif dari semua kejadian faktorial ini menyebabkan inhibisi pertumbuhan sel kanker (Varma et al., 2009).

Efek protektif andrografolida telah dikaji terhadap toksisitas yang diinduksi oleh nikotin yang menyebabkan stres oksidatif pada berbagai organ seperti hati, ginjal, jantung, paru, dan limpa. Pemberian andrografolida secara signifikan dapat menurunkan peroksidasi lipid, oksidasi protein, dan menaikkan status enzim anti oksidan pada berbagai organ (Neogy et al., 2007). Andrografolida juga memiliki efek protektif terhadap organ hati dan ginjal yang mengalami toksisitas hasil induksi etanol. Pemberian andrografolida sebelum induksi etanol dapat menurunkan peroksidasi lemak pada hati dan ginjal (Singha et al., 2006). Efek protektif andrografolida terhadap sel otot jantung juga dibuktikan pada penelitian Woo et al., 2008.

(32)

2.2.2. Kegunaan Tanaman

Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mengobati tifus, demam, gatal-gatal, gigitan serangga dan ular berbisa dan kencing manis (Heyne, 1987). pengobatan hepatitis, infeksi saluran empedu, disentri basiler, tifoid, diare, influenza, radang amandel (tonsilitis), abses paru, malaria, radang paru (pneumonia), radang saluran nafas (bronkhitis), radang ginjal akut, radang telinga tengah, radang usus buntu, sakit gigi, demam, gonorrhea, diabetes, TB paru, skrofuloderma, pertusis, asma, leptospirosis, kusta, keracunan karena jamur, singkong, tempe bongkrek, dan makanan laut, kanker, penyakit trofoblas, kehamilan anggur, trofoblas ganas, tumor paru (Depkes RI, 1979).

2.3 Tinjauan tentang Doksorubisin

Doksorubisin merupakan antibiotika antrasiklin yang diisolasi dari Streptomyces peuceutius var. Caesius. Meskipun merupakan antibiotika namun doksorubisin tidak digunakan sebagai antimikroba. Senyawa ini telah digunakan untuk mengobati kanker sejak akhir tahun 1960-an dan menunjukkan potensi yang kuat dalam melawan kanker (Baguley dan Kerr, 2002).

(33)

topoisomerase II membentuk kompleks pemotong DNA (Baguley dan Kerr, 2002).

Doksorubisin menghambat faktor transkripsi HIF-1 melalui ikatannya dengan DNA sel yang mengalami hipoksia, sehingga dapat menurunkan ekspresi VEGF, SDF1 dan SCF dikarenakan mobilisasi CAC yang kemudian dapat menghambat vaskularisasi tumor. Selain itu, doksorubisin juga menghambat pertumbuhan sel melalui mekanisme pengaktifan faktor antiangiogenesis pada sel tumor EF43.fgf-4 dan menekan faktor proangiogenik pada sel tumor MCF-7 (Devy et al., 2004).

Doksorubisin memberikan efek toksisitas pada kardiovaskular dengan mengubah tingkat protein mitokondria dalam otot jantung. Dengan mengubah tingkat protein mitokondria siklus redoks doksorubisin dan NADH dehidrogenase diintensifkan. Jika diberikan doksorubisin, tingkat ROS disesuaikan dengan reseptor 4(TLR4) yang meningkatkan tingkat dari faktor tumor nekrosis. Jika akumulasi doksorubisin seumur hidup mendekati 500 mg/m2, dapat meningkatkan resiko cardiomyopathy dan sering mengakibatkan gagal jantung kongestif pada 20% pasien. Toksisitas pada ginjal terjadi ketika diketahui doksorubisin menyebabkan nefropati dan proteinuria dengan melukai gromerular (Oktay Tacar et al. 2012).

2.4. Tinjauan tentang Benzo(a)pirena

(34)

Prokarsinogen bukan jenis senyawa yang secara kimia bersifat reaktif, sedangkan karsinogen ultimat acapkali sangat reaktif. Karsinogen ultimat biasanya merupakan unsur elektrofilik (molekul-molekulnya kurang mengandung elektron) yang mudah menyerang gugus nukleofilik (molekulnya kaya akan elektron) dalam DNA, RNA, dan protein (Murray, 1999).

Enzim-enzim yang bertanggung jawab terhadap aktivasi metabolik untuk zat-zat prokarsinogen pada prinsipnya merupakan aktivasi enzim sitokrom P-450 yang terdapat dalam retikulum endoplasma (Murray, 1999).

(35)

Gambar 2.3 Reaksi aktivasi dari benzo(a)pirena (Pitot dan Yvone, 1991).

Pemakaian benzo(a)pirena yang diikuti atau diberikan bersama dengan oleum olivarum akan memperbanyak kanker yang akan tumbuh. Pemakaian oleum olivarum tanpa terlebih dahulu memakai senyawa benzo(a)pirena tidak mengakibatkan timbulnya kanker. Stadium karsinogenesis yang disebabkan oleh pemakaian benzo(a)pirena dinamakan stadium inisiasi, dimana stadium ini berlangsung cepat dan ireversibel, dan benzo(a)pirena disebut sebagi zat pemicu (inisiator). Stadium karsinogenesis yang terjadi akibat pemakaian oleum olivarum dinamakan proses penggalakan (promosi), dimana stadium ini berlangsung jauh lebih lambat (beberapa bulan atau beberapa tahun), dan oleum olivarum disebut sebagai promoter. Zat promoter tidak mampu menghasilkan inisiasi (mengawali atau mencetus proses tumbuhnya kanker) (Murray, 1999).

2.5. Tinjauan tentang Simplisia dan Ekstrak 2.5.1. Definisi simplisia

(36)

baku proses pembuatan ekstrak, baik sebagai bahan obat atau produk (Depkes RI, 2000).

2.5.2. Definisi Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 1995).

2.5.3. Proses pembuatan Ekstrak

1. Pembuatan serbuk simplisia 2. Pemilihan cairan pelarut 3. Separasi dan pemurnian

4. Pemekatan/penguapan (vaporasi dan evaporasi 5. Pengeringan ekstrak

6. Rendemen (Depkes RI, 2000)

2.6. Tinjauan Tentang Sifat Fisika Kimia dan Farmakokinetika

Ekstrak Sambiloto

(37)

(55%) terikat protein plasma dan hanya sedikit yang dapat masuk ke dalam sel, namun sifat farmakokinetik andrografolida yang utama bukan melalui ekskresi ginjal. Metabolisme andrografolida juga sangat tergantung dari dosisnya (Pannossian et al., 2000).

Kadar maksimal andrografolida (22,4 µg/mL) dari ekstrak air sambiloto dalam darah kelinci dicapai dua jam setelah pemberian peroral (Wang et al., 1995).

2.7. Tinjauan Tentang Hati

2.7.1. Anatomi dan Fisiologi Hati

Hati merupakan organ terbesar kedua setelah kulit dan fungsi utamanya adalah detoksifikasi zat kimia asing (Ruch, 1997) dengan Berat 1200-1500 gram. Pada orang dewasa, berat hati ± 1/50 berat badan, sedangkan pada bayi sedikit lebih besar yaitu 1/18 berat badan. Hati terbagi menjadi dua lobus kanan dan lobus kiri. Kedua lobus tersebut dipisahkan oleh ligamentus fasiforme. Pada bagian inferior terdapat fisura untuk ligamentus ters dan pada bagian posterior terdapat fisura untuk ligamentus venosum (Hadi,2002).

Dasar unit fungsional hati adalah lobulus hati yang merupakan struktural silindris dengan panjang beberapa milimerer dan garis tengah 0.8-2 mm. Hati manusia mengandung 50-100 ribu lobulus (Guyton dan Hall, 1997).

(38)

duktus bilaris di dalam septum fibrosa yang memisahkan lobulus hati yang berdekatan (Guyton dan Hall, 1997).

Dalam septa juga terdapat venula porta kecil yang menerima darah terutama dari vena saluran pencernaan melalui vena porta. Dari venula ini darah mengalir ke sinusoid hati gepeng dan bercabang yang terletak diantara lempeng-lempeng hati dan kemudian masuk vena sentralis. Dengan demikian, sela hati terus menerus terpapar dengan darah vena porta (Guyton dan Hall, 1997).

Selain vena porta, juga ditentukan arteriol hati di dalam septum interlobularis. Arteriol ini menyiplai darah arteri ke jaringan seotum di antara lobulus yang berdekatan, dan banyak arteriol kecil juga mengalir langsung ke sinusoid hati, paling sering pada sepertiga jarak ke septum interblobularis (Guyton dan Hall, 1997).

Sinusoid vena dibatasi oleh dua jenis sel yaitu sel endotel dan sel kupfer besar yang merupakan makrofag jaringan (sel retikoloendotel), yang mampu menjaga fagositosis bakteri dan benda asing lain dalam darah sinus hepatikus. Lapisan endotel sinusoid vena mempunyai pori yang sangat besar, beberapa diantaranya berdiameter hampir 1 mikrometer. Dibawah lapisan ini, terletak diantara sel endotel dan sel hepar, terdapat ruang jaringan yang sangat sempit yang disebut ruang disse. Jutaan ruang disse kemudian menghubungkan pembuluh limfe di dalam septum interlobularis. Kelebihan cairan di dalam ruang ini dikeluarkan melalui cairan limfatik (Guyton dan Hall, 1997).

2.7.2. Tes Gangguan Fungsi Hati

(39)

1. Diagnosis terhadap hasil eksresi dan sekresi dari hati

Dapat dilakukan dengan pemeriksaan bilirubin dalam serum dan urin. Penimbunan pigmen empedu dalam tubuh menyebabkan warna jaringan menjadi kuning dan disebut sebagai ikterus. Ikterus biasanya dapat dideteksi pada sklera, kulit, atau urin yang menjadi gelap bila serum mencapai 2 sampai 3 mg/dl (bilirubin normal adalah 0,3 sampai 1,0 mg/dl). Jaringan permukaan yang kaya elastin, seperti sklera dan permukaan bawah lidah biasanya menjadi kuning pertama kali (Price dan Wilson, 2005)

2. Diagnosis terhadap fungsi biokimia yang spesifik

Beberapa enzim yang dapat digunakan untuk membantu diagnosis adanya kerusakan parenkim hati adalah:

a. Glutamat Piruvat Transminase (GPT), Glutamat Oxaloacetat Transminase (GOT), Laktat Dehidrogenase (LDH) adalah enzim intrasel yang terutama berada di jantung, hati dan jaringan skalet, yang dulepaskan dari jaringan yang rusak (seperti nekrosis), meningkat pada kerusakansel hati pada keadaan lain terutama infark miokard.

(40)

2.7.3 Tinjauan Parameter kerusakan Hati

Apabila jaringan hati normal diamati secara mikroskopik, maka akan terlihat penampang jaringan organ yang kompak. Penggunaan pewarnaan Hematoxylin Eosin metode Harris, maka akan tampak sel-sel tersusun teratur radial, inti sel berwarna biru dan sitoplasma berwarna merah. Sitoplasma sel terlihat penuh dan tidak berlubang-lubang. Tanda-tanda kerusakan hati yang dapat diamati secara mikroskopis adalah degenerasi. Degenerasi merupakan perubahan morfologi sel akibat dari luka yang tidak mematikan (non letal injury) yang bersifat reversibel. Dikatakan reversibel karena apabila rangsangan yang menimbulkan cedera dapat dihentikan, maka sel akan kembali seperti semula. Tetapi apabila berjalan terus menerus dan dosis berlebihan, maka akan mengakibatkan nekrosis atau kematian sel yang tidak dapat pulih kembali (Price dan Wilson, 2005 ; Himawan, 1994).

Degenerasi bengkak keruh atau dapat juga disebut cloudy swelling merupakan degenerasi yang paling ringan dan merupakan degenerasi yang terdeteksi paling dini dari suatu keadaan patologik. Apabila diamati dibawah mikroskop, maka akan terlihat perubahan-perubahan berupa pembengkakan mitokondria, sitoplasma tampak keruh karena kadar protein atau asam amino bertambah, inhibisi sel oleh protein serum dan hidrasi ion natrium akibat permeabilitas dinding sel hati yang terganggu. Bengkaknya sel hati dengan sitoplasma berbutir keruh disebabkan oleh pengendapan protein yang disebut juga albuminous degeneration. Pada kelainan ini, sitoplasma akan tampak sedikit bervakuola dan lebih gelap daripada biasanya akibat dari kadar glikogen yang berkurang (Himawan, 1994).

(41)

prinsipnya sama dengan bengkak keruh, tetapi tingkat kerusakan jaringan yang ditimbulkan lebih berat dengan jangka waktu yang lebih lama. Nekrosis adalah kematian sel atau jaringan yang merupakan kelanjutan dari degenerasi sel yang sifatnya irreversibel sebab nekrosis pada sel hati adalah rusaknya susunan enzim dari sel. Tampak atau tidaknya kerusakan pada sel hati tergantung pada lama dan jenis nekrosis. Tahap-tahap nekrosis meliputi piknosis, karioeksis, dan kariolisis. Piknosis ditandai dengan terjadinya penggumpalan kromatin dan inti (nukleus) tidak dikenali lagi, inti tampak lebih padat dan berwarna gelap hitam. Karioeksis ditandai dengan terjadinya kerusakan pada inti yaitu inti pecah berkeping-keping sehingga bentuknya menjadi tidak teratur. Sitoplasma mulai memanjang dan menyerap zat warna lebih banyak sehingga warna menjadi lebih gelap setelah dilakukan pewarnaan. Kariolisis ditandai dengan inti yang mulai hilang hingga sulit dikenali secara mikroskopik, bentuk sel lebih memanjang dan warnanya menjadi tidak jelas setelah dilakukan pewarnaan (Himawan, 1994). Gambaran histopatologi hati hewan coba ditunjukan pada gambar 2.3, 2.4 dan 2.5 (Donald dan Zachary, 2007).

2.8 Tinjauan tentang Ginjal 2.8.1 Anatomi Fisiologi Ginjal

(42)

berbentuk kerucut yang disebut piramida ginjal (Guyton and Hall, 1997).

(43)

2.8.2 Fungsi Ginjal

Ginjal memiliki beberapa fungsi penting, antara lain : 1. Pengaturan keseimbangan air dan elektrolit.

Asupan air dan banyak elektrolit terutama ditentukan oleh kebiasaan makan dan minum seseorang, sehingga mengharuskan ginjal untuk menentukan kecepatan ekskresinya sesuai dengan asupan berbagai macam zat.

2. Ekskresi hasil buangan metabolik dan bahan kimia asing. Ginjal merupakan organ utama untuk membuang produk sisa metabolisme yang tidak diperlukan lagi oleh tubuh. Produk-produk ini meliputi urea (dari metabolisme asam amino), kreatinin (dari kreatinin otot), asam urat (dari asam nukleat), produk akhir pemecahan hemoglobin (seperti bilirubin), dan metabolit dari berbagai hormon. Seperti elektrolit, produk-produk sisa ini harus dibersihkan dari tubuh secepat produksinya. Ginjal juga membuang banyak toksin dan zat asing lainnya yang diproduksi oleh tubuh atau pencernaan, seperti pestisida, obat-obatan, dan makanan tambahan.

3. Pengaturan tekanan arteri.

(44)

4. Pengaturan keseimbangan asam basa.

Ginjal turut mengatur asam basa, bersama dengan sistem dapar paru dan cairan tubuh, dengan mengekskresi asam dan mengatur penyimpanan dapar cairan tubuh. Ginjal merupakan satu-satunya organ untuk membuang tipe-tipe asam tertentu dari tubuh yang dihasilkan oleh metabolisme protein, seperti asam sulfat atau fosfat.

5. Pengaturan produksi eritrosit (sekresi eritropoietin).

Ginjal menyekresikan eritropoietin, yang merangsang pembentukan sel darah merah. Salah satu rangsangan yang penting untuk sekresi eritropoietin oleh ginjal ialah hipoksia. Pada manusia normal, ginjal menghasilkan hampir semua eritropoietin yang disekresi ke dalam sirkulasi. Pada orang dengan penyakit ginjal berat atau yang ginjalnya telah diangkat dan dilakukan hemodialisis, tmbul anemia berat sebagai hasil dari penurunan produksi eritropoietin.

6. Pengaturan produksi 1,25-dihidroksi vitamin D3.

(45)

2.8.3 Deteksi Kerusakan Ginjal

Pemeriksaan fungsi ginjal dapat dilakukan dalam melalui beberapa cara :

1. Analisis Urin • Proteinuria. • Glikosuria

• Volume Urin dan Osmolaritas • Kapasitas Pengasaman • Enzim

2. Analisis Darah

• Nitrogen Urea Darah (BUN)

Nitrogen urea darah diperoleh dari metabolisme protein normal dan diekskresi melalui urin. Biasanya BUN yang meningkat menunjukkan kerusakan glomerulus. Namun kadar BUN juga dapat dipengaruhi oleh kurangnya zat makanan dan hepatotoksisitas yang merupakan efek umum beberapa toksikan.

• Kreatinin

(46)

3. Uji Khusus

• Laju Filtrasi Glomerulus (GFR) • Bersihan Ginjal

• Uji Ekskresi PSP

4. Pemeriksaan Morfologi • Pemeriksaan Makroskopik

Perubahan berat organ ginjal sering menunjukkan lesi pada ginjal. Beberapa lesi patologik lain juga dapat dideteksi pada pemeriksaan makroskopik.

• Mikroskop Cahaya

Pemeriksaan histopatologik dapat mengungkapkan tempat, luas, dan sifat morfologik lesi ginjal.

• Mikroskop Elektron

Prosedur ini berguna untuk menilai perubahan ultrastruktural dalam sel, misalnya mitokondria serta organel lain. (Lu, 1995).

2.9 Tinjauan tentang Jantung

Jantung adalah organ otot yang berongga dan berbentuk kerucut, berada diantara paru-paru dan tertutup dalam rongga perikardium (Gray, 2004). Ukuran jantung pada orang dewasa mempunyai panjang 5 inci, lebar 3,5 inci, dan tebal 2,5 inci. Berat umum jantung pada pria bervariasi 10-12 ons, dan pada wanita 8-10 ons. Berat, panjang, lebar, dan ketebalan jantung meningkat terus menerus selama hidup, kenaikan terlihat jelas pada pria dibandingkan pada wanita (Gray, 2004).

(47)

dibungkus oleh suatu lapisan jaringan ikat yang disebut perikardium.Perikardium terdiri dari 2 lapisan yaitu visceral perikardium yang merupakan lapisan yang berhubungan dengan dinding jantung paling luar dan parietal pericardium yang merupakan lapisan paling luar pericardium. Diantar kedua lapisan ini, terdapat rongga yang mengandung cairan perikardial. Cairan ini berfungsi untuk mengurangi friksi pada jantung saat melakukan kontraksi. (Martini, 2001 ; Guyton dan Hall, 2008).

Darah vena mengalir ke dalam jantung melalui vena cava superior dan inferior kemudian masuk ke dalam atrium kanan, yang tertampung selama fase sistol ventrikel. Ventrikel kanan berbentuk bulan sabit atau setengah bulatan. Secara fungsional ventrikel kanan dapat dibagi dalam alur masuk dan alur keluar. Ruang alur masuk ventrikel kanan (right ventricular inflow tract) dibatasi oleh katup trikuspidalis, trabekular anterior dan dinding inferior ventrikel kanan. Sedangkan alur keluar ventrikel kanan (right ventricular outflow tract) berbentuk tabung atau corong, berdinding licin terletak di bagian superior ventrikel kanan yang disebut infundibulum atau conus arteriosus. Alur masuk dan alur keluar dipisahkan oleh krista supraventrikular yang terletak tepat di atas daun katup trikuspidalis. katup trikuspidalis yang memisahkan atrium kanan dengan ventrikel kanan, katup mitral atau bikuspidalis yang memisahkan antara atrium kiri dengan ventrikel kiri, serta dua katup semilunar yaitu katup pulmonal dan katup aorta, sedangkan katup pulmonal adalah katup yang memisahkan ventrikel kanan dengan arteri pulmonalis. Katup aorta adalah katup yang memisahkan ventrikel kiri dengan aorta (Sherwood, 2001 ; Guyton dan Hall, 2008).

(48)

telur, dimana bagian ujungnya mengarah ke antero-inferior kiri menjadi apex cordis. Bagian dasar ventrikel tersebut adalah annulus mitral. Tebal dinding ventrikel kiri adalah 2-3 kali lipat dinding ventrikel kanan (Sherwood 2001 ; Guyton dan Hall, 2008).

Atrium dan ventrikel dipisahkan oleh suatu pita jaringan ikat fibrosa yang disebut anulus fibrosus, yang menyediakan kerangka untuk perlekatan otot dari insersi katup (Aronson dan Jeremy, 2010)

Gambar 2.4 Anatomi Jantung (anonim,2013)

2.10 Tinjauan Tentang Parameter Histopatologi

(49)

kenaikan jumlah darah yang mengalir ke daerah tersebut dan penurunan jumlah darah yang mengalir dari daerah tersebut. Kongesti juga dapat terjadi pada daerah yang mengalami radang (Greaves, 2012).

Tanda kerusakan lain yang dapat diamati adalah degenerasi. Perubahan degeneratif bersifat reversibel dan cenderung melibatkan sitoplasma sel, sedangkan nukleus mempertahankan integritas selama sel tidak mengalami cedera letal. Bentuk perubahan degeneratif sel yang paling sering dijumpai adalah penimbunan air di dalam sel yang terkena. Apapun yang mengganggu metabolisme energi di dalam sel atau sedikit saja mencederai membran sel dapat menyebabkan sel tidak mampu memompa keluar ion natrium dalam jumlah cukup. Akibatnya terjadi osmosis alami dan air masuk ke dalam sel. Perubahan ini disebut pembengkakan keruh (cloudy swelling). Sel yang terkena bila diamati secara mikroskopis terlihat granular. Jika terdapat aliran air masuk yang hebat, sebagian organel sitoplasma, seperti retikulum endoplasma diubah menjadi kantong-kantong yang berisi air. Pada pemeriksaan mikroskopik, terlihat sitoplasma sel yang bervakuola. Keadaan ini disebut perubahan hidrofik atau perubahan vakuolar (Price dan Wilson, 2005).

(50)

nukleus merupakan tahap akhir kariolisis dimana inti telah larut sempurna atau lisis (McGavin dan Zachary, 2006).

2.11 Tinjauan tentang SGOT dan SGPT

Enzim Serum Glutamat Oxaloasetat Transaminase (SGOT) terdapat dalam sel organ tubuh, yang terbanyak pada otot jantung, kemudian sel-sel hati, otot ginjal dan pankreas. Bila jaringan tersebut mengalami kerusakan yang akut, kadarnya dalam serum meningkat. Kadar yang meningkat terdapat pada hepatoseluler nekrosis atau infark myokard (Hadi, 2002). Prinsip reaksi penentuan kadar enzim SGOT adalah Glutamat Oksaloasetat Transaminase mengkatalisis reaksi antara asam α-ketoglutarat dengan asam Laspartat menghasilkan suatu asam oksaloasetat dan asam L-glutamat. Asam oksaloasetat yang terbentuk, dengan adanya MDH, akan direduksi menjadi asam malat, bersamaan dengan itu NADH menjadi NAD+. NADH diabsorbsi pada panjang gelombang 340 nm. Kecepatan penurunan absorbsi pada panjang gelombang tersebut sebanding dengan aktivitas SGOT.

Enzim Serum Glutamat Piruvat Transaminase (SGPT) banyak terdapat dalam sel-sel jaringan tubuh dan sumber utama adalah se-sel hati, sedang dalam jantung dan otot-otot skelet agak kurang jika dibandingkan dengan GOT. Kadar dalam serum meningkat terutama pada kerusakan dalam hati jika dibandingkan dengan GOT (Hadi, 2002).

(51)
(52)

31

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

Kanker merupakan salah satu penyebab penyakii utama kematian di seluruh dunia. Di dunia, kanker merupakan penyebab kematian nomor dua setelah penyakit kardiovaskular. Menurut laporan WHO tahun 2003, setiap tahun timbul lebih dari 10 juta kasus penderita baru kanker dengan prediksi peningkatan setiap tahunnya kurang lebih 20%. Diperkirakan pada tahun 2020 jumlah penderita baru penyakit kanker meningkat hampir 20 juta kedepan bila tidak dilakukan interverensi yang memadai (Depkes RI, 2009). WHO mengestimasikan bahwa 84 juta orang meninggal akibat kanker dalam rentang waktu 2005-2015. Sedangkan hasil Riset Kesehatan Dasar 2007 menyebutkan bahwa prevalensi penyakit tumor di Indonesia adalah 4,3. Pada tahun 2003 jumlah penderita kanker di dunia mencapai 10 juta orang, dan pada tahun 2020 diperkirakan naik menjadi 20 juta (Depkes RI, 2009).

(53)

yang alergi. (Panossian, et al.,2002). Hindari peggunaan jangka panjang bersamaan dengan obat imunosupresan, hati-hati pada pasien kardiovaskular, jika mengkonsumsi bersamaan dengan obat antipletelet atau antikoagulan karena sambiloto dapat menghambat agregasi platelet. (Daniel, 2000)

Pada uji in vitro, andrografolida mampu menekan fosforilasi IL-6-induced STAT3 dan translokasi inti subsequent dalam sel kanker secara signifikan. Penghambatan tersebut ditemukan melalui supresi Janus-activated kinase (JAK) 1/2 dan interaksi antara STAT3 dan gp130. Untuk memahami mekanisme biologis efek penghambatan andrografolida pada STAT3, dilakukan penelitian tentang efek andrografolida pada doxorubicin-induced apoptosis pada sel kanker manusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa andrografolida meningkatkan sensitivitas sel kanker terhadap doksorubisin terutama melalui supresi STAT3. Dengan demikian fungsi antikanker baru dari andrografolida bisa menjadi strategi terapi yang potensial dalam kombinasi dengan agen kemoterapi (doksorubisin) untuk pengobatan kanker (Zhou et al., 2010).

(54)

dan berinteraksi dengan topoisomerase II membentuk kompleks pemotong DNA (Baguley dan Kerr, 2002).

Pengurangan dosis mampu mengurangi efek samping doksorubisin (Wattanapitayakul et al., 2005) oleh karenanya menjadi tantangan untuk dapat memperbaiki aplikasi klinik agen kemoterapi supaya lebih efektif. Salah satu pendekatan yang kini sedang mendapatkan perhatian adalah penggunaan kombinasi kemoterapi, dimana senyawa kemoprevensi yang bersifat non-toksik atau lebih tidak toksik dikombinasikan dengan agen kemoterapi untuk meningkatkan efikasinya dengan menurunkan toksisitasnya terhadap jaringan yang normal. Dengan latar belakang ini dilakukan penelitian terhadap agen-agen kemoprevensi untuk mencari kandidat yang memiliki efek sinergis dalam kombinasi dengan obat antikanker.

(55)

Bagan Alir Kerangka Konseptual

Gambar 3.1 Bagan kerangka konseptual Kanker merupakan salah satu

penyakit mematikan. Angka kematian karena kanker di dunia cukup tinggi

Senyawa andrografolida memiliki inhibitor enzim DNA Topoisomerase II yang sangat poten dengan harga MED (Minimum Efficient Dose) sebesar 0,1 µg/mL. (Sukardiman dan Perwono, 2001)

Penggunaan kombinasi kemoterapi untuk meningkatkan efikasinya dengan menurunkan toksisitasnya terhadap jaringan yang normal

Tumbuhan sebagai kemoterapi atau anti antikanker

Pemeriksaan SGOT, SGPT, serta histopatologi hati, ginjal, dan jantung

Pengobatan tradisional telah lama dikenal oleh bangsa Indonesia dengan memanfaatkan kekayaan alamnya

Pemberian dari campuran campuran doxorubisin dan Fraksi Diterpen Lakton dari herba Sambiloto tidak dapat menimbulkan efek toksik pada

organ ginjal, lever dan jantung pada mencit

(56)

3.1 Hipotesis Penelitian

(57)

36

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Bahan Penelitian

4.1.1 Bahan Uji

Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi fraksi diterpen lakton herba sambiloto (Andrographis paniculata Ness) dan kemoterapi doksorubisin. Bahan uji disediakan oleh departemen Farmakognosi dan Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.

4.1.2 Bahan Kimia dan Bahan Lain

1. CMC-Na 2. Aquadest 3. Formalin 10% 4. Normal salin Otsuka 5. Benzo(a)pirena Sain Aldrich 6. Oleum olivarum

7. Bahan kimia untuk pembuatan dan pengamatan histopatologi 8. Pakan mencit

4.1.3 Hewan Coba

Hewan coba yang digunakan adalah mencit jantan

4.2 Alat Penelitian

1. Kandang mencit dan perlengkapannya 2. Timbangan hewan coba

(58)

4. Sonde lambung 5. DispossableSyringe 6. Jarum suntik 23G 7. Seperangkat alat bedah 8. Mortir dan stamper 9. Alat-alat gelas

10. Mikroskop dengan kamera digital 11. Kaca obyek

12. Kaca penutup 13. Tabung Venoject 14. Sentrifuge 15. Pot plastik

4.3 Prosedur Penelitian 4.3.1 Penyiapan Hewan Coba

Pada penelitian ini digunakan 40 ekor mencit jantan dengan keadaan sehat berdasarkan pengamatan visual. Homogenisasi sampel dengan menentukan umur mencit antara 2-2,5 bulan dan berat badan 20-30 gram, yang diperoleh dari Laboratorium Hewan Universitas Airlangga. Sebelum diberi perlakuan, mencit diadaptasi selama 1 minggu. Setiap mencit dipelihara terpisah dengan perlakuan yang sama, diet yang sama, dan dipelihara dalam kandang kawat berukuran yang sama yaitu 50 cm x 25 cm x 20 cm dalam ruangan kandang 5 m x 3,5 m.

4.3.2 Induksi Benzo(a)pirena

(59)

disuntikkan secara subkutan pada bagian tengkuk mencit setiap 2 hari sekali selama 10 hari (Ekowati et al., 2012).

4.3.3 Perhitungan Jumlah Benzo(a)pirena

Dalam penelitian dipakai 40 ekor mencit yang masing-masing mencit dalam tiap kelompok uji dinduksi benzo(a)pirena 0,3% (b/v) sebanyak 0,2 ml secara subkutan di daerah tengkuk sebanyak 5 kali dalam 10 hari.

Perhitungan jumlah benzo(a)pirena yang dibutuhkan adalah:

 Volume oleum olivarum yang dibutuhkan seluruhnya adalah: 0,2 ml x 5 (kali pemberian) x 40 ekor = 40 ml

 Jumlah benzo(a)pirena yang dibutuhkan untuk membuat 40 ml larutan benzo(a)pirena dengan kadar 0,3% (b/v) adalah: 40 ml x 0,3 g/100 ml = 0,12 gram = 120 mg

4.3.4 Cara Pembuatan Larutan Benzo(a)pirena 0,3 % (b/v)

Untuk penyuntikan 40 ekor mencit yang akan dibuat kanker: a. Ditimbang 120 mg benzo(a)pirena

b. Oleum olivarum yang telah disterilkan dan benzo(a)pirena dipindahkan ke laminar air flow cabinet. Benzo(a)pirena dilarutkan dalam 40 ml oleum olivarum dengan bantuan pemanasan

c. Dimasukkan larutan benzo(a)pirena ke dalam wadah tertutup d. Larutan benzo(a)pirena dalam wadah tertutup disterilkan

dengan autoklaf 115oC selama 30 menit

(60)

4.3.5 Penyiapan Bahan Uji

Pemberian tiap dosis dalam bentuk ekstrak kering yang di suspensikan dalam musilago CMC Na 0,5%. Kontrol negatif di beri musilago CMC Na 0,5%.

Pembuatan musilago CMC Na 0,5% :

Di timbang 0,5 gram CMC Na, di taburkan di atas air panas 20xnya, dibiarkan mengembang (± 15 menit), digerus sampai terbentuk musilago. Kemudian, dipindahkan ke dalam botol yang telah dikalibrasi dan ditambah air sampai 100 mL. Lalu, di berikan kepada kelompok kontrol secara oral.

4.3.5.1 Perhitungan Dosis Doksorubisin

Dosis doksorubisin yang digunakan untuk pasien adalah 1,2 mg/kg BB mencit (Wang, et al., 2010) yang diinjeksikan secara intraperitoneal seminggu 2 kali selama 2 minggu. Konsentrasi doksorubisin pada sediaan adalah 2 mg/dl. Volume maksimal injeksi intraperitonial adalah 1,0 ml/kg BB (Ritschel, 1974).

1. Dosis

Dosis untuk mencit = 1,2 mg/kg BB

= 0,024 µg/20 g BB mencit 2. Pembuatan Larutan Stok

Sediaan = 2 mg/ml V1 x C1 = V2 x V2 1 ml x 2 mg = 10 ml x C2

(61)

3. Perhitungan dosis mencit

Dosis mencit = berat (gram) / 20 gram x dosis konversi

Volume yang disuntikkan = (dosis mencit larutan stok) x Dosis maksimal tiap rute

Misal: Mencit (22 gram) = 22/20 x 0,024 = 0, 0264 mg Volume suntik i.p = (0,0264 mg/ 0,2) x 1,0 mL = 0,132 mL

4.3.5.2 Perhitungan Dosis Fraksi Diterpen Lakton Sambiloto

Dosis fraksi diterpen lakton yang digunakan berdasarkan dosis andrografolida. Dosis andrografolida hamster adalah 50 mg/kg BB per oral atau setara dengan 20 g/400 g BB hamster (Manoharan et al., 2012). Konversi dosis dari hamster (400 g) ke mencit (20 g) dengan faktor pengali 0,08. Dosis andrografolida yang digunakan pada mencit adalah 1,6 mg/20 g BB atau 80 mg/kg BB mencit. Dari hasil penetapan kadar andrografolida dalam fraksi diterpen lakton sambiloto dengan KLT-Densitometri, diperoleh persentase rata-rata kandungan andrografolida dalam fraksi yaitu 13,45 % ± 0,15 (b/b) (Endarini, 2013). Perhitungan yang dibutuhkan adalah :

 Dosis andrografolida untuk tiap mencit

sekali pemberian (kel. 2) = 80 mg/kg BB mencit

Fraksi kering yang dibutuhkan = (80 mg x 100 mg) / 13,45 mg

= 594, 80 mg/kg BB

 Dosis andrografolida untuk tiap mencit

sekali pemberian (kel. 4) = 80 mg/kg BB mencit

(62)

Cara pembuatan suspensi sediaan serbuk fraksi diterpen lakton sambiloto adalah sebagai berikut :

 Ditimbang fraksi diterpen lakton sambiloto sesuai dengan yang dihitung

 Ekstrak disuspensikan dalam CMC Na 0,5%, aduk sampai homogen

 Suspensi dari fraksi diterpen lakton sambiloto diberikan pada mencit selama 15 hari secara per oral

4.3.6 Perlakuan Terhadap Hewan Coba

Dilakukan pengelompokkan mencit jantan usia 2-2,5 bulan menjadi 5 kelompok dengan jumlah 10 mencit dalam tiap kelompok. Semua mencit dipelihara dengan cara yang sama, mendapat diet yang sama, ukuran kandang mencit 50 cm x 25 cm x 20 cm dan diletakkan dalam ruangan berukuran 2,5 m x 2,5 m dengan temperatur ruangan 30 ± 1oC. Penerangan diatur dengan siklus 12 jam terang dan 12 jam gelap (siklus terang dimulai jam 6 pagi sampai jam 6 malam). Mencit diadaptasikan pada kondisi penelitian selama satu minggu dengan kondisi yang sama. Perlakuan dimulai setelah mencit diadaptasikan, yang meliputi 5 perlakuan yaitu:

Kelompok 1 : Mencit normal yang tidak diinduksi larutan benzo(a)pirena dan tidak diberi terapi.

Kelompok 2 : Mencit diinduksi larutan benzo(a)pirena 0,3 % (b/v) secara subkutan pada tengkuk mencit 2 hari

(63)

pembawa musilago CMC-Na 0,5% per oral setiap hari selama 15 hari.

Kelompok 3 : Mencit diinduksi larutan benzo(a)pirena 0,3 % (b/v) secara subkutan pada tengkuk mencit 2 hari sekali selama 10 hari, lalu proses karsinogenesis selama 2 ± bulan, kemudian diberikan bahan uji suspensi fraksi diterpen lakton sambiloto yang sebanding dengan andrografolida 594,80 mg/kg BB per oral setiap hari selama 15 hari.

Kelompok 4 : Mencit diinduksi larutan benzo(a)pirena 0,3 % (b/v) secara subkutan pada tengkuk mencit 2 hari sekali selama 10 hari, lalu proses karsinogenesis selama ± 2 bulan, kemudian diberikan injeksi intraperitoneal doxorubisin 1,2 mg/20g BB pada hari pertama perlakuan.

(64)

4.3.7 Pengambilan Darah Hewan Coba

Pada akhir perlakuan, hewan coba mencit dibius dengan eter dan darah diambil secara intracardial dengan spuit injeksi sebanyak ± 1 ml. Kemudian Darah dimasukkan ke dalam tabung venoject yang bersih dan kering untuk pemeriksaan serum (SGOT dan SGPT) dan disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Serum yang sudah terpisah diambil dan dimasukkan ke dalam tabung venoject lain yang bersih, kering, serta bertutup rapat untuk pemeriksaan selanjutnya. Jika serum tidak langsung diperiksa maka harus disimpan pada lemari es suhu 2°C-8°C selama maksimal 4 hari, karena jika lebih dari 4 hari akan mengalami degradasi aktivitas sebesar 10%.

4.3.8 Pengambilan Organ Hati, Ginjal, dan Jantung

Pengambilan organ hati, ginjal, dan jantung dilakukan pada akhir masa perlakuan dan setelah pengambilan darah. Mencit dibius dengan eter namun tidak sampai mati, kemudian diambil darahnya secara intra kardial. Selanjutnya, mencit dikorbankan dengan pemberian eter, lalu diambil organ hati, ginjal, dan jantungya. Organ tersebut disimpan dalam wadah yang berisi larutan formalin 10% untuk selanjutnya dipreparasi untuk pengamatan histopatologi.

4.3.9 Pemeriksaan Serum Hewan Coba

(65)

4.3.9.1 Pemeriksaan SGOT (AST)

Dibuat larutan pereaksi dengan mencampur reagen 1 (Tris Buffer pH 7,8; L-aspartat; dan Na ) dengan reagen 2 (α-ketoglutarat; NADH; MDH; dan LDH).

Ke dalam tabung reaksi dipipet 1,0 ml larutan pereaksi dan 100 µl serum. Campur sampai homogen dan diamkan selama 1 menit. Kemudian diamati serapan awal sampel dengan spektrofotometer (λ = 340 nm). Catat penurunan serapan setiap menit selama 3 menit.

Dihitung perbedaan rata-rata serapan per menit (ΔA/menit) Aktivitas enzim SGOT = ΔA/menit x F (Untuk λ = 340 nm; F = 1746)

4.3.9.2 Pemeriksaan SGPT (ALT)

Dibuat larutan pereaksi dengan mencampur reagen 1 (Tris Buffer pH 7,8; L-aspartat; dan Na ) dengan reagen 2 (α-ketoglutarat; NADH; MDH; dan LDH).

Ke dalam tabung reaksi dipipet 1,0 ml larutan pereaksi dan 100 µl serum. Campur sampai homogen dan diamkan selama 1 menit. Kemudian diamati serapan awal sampel dengan spektrofotometer (λ = 340 nm). Catat penurunan serapan setiap menit selama 3 menit.

(66)

4.3.9.3 Pembuatan Preparat Histopatologi Hati, Ginjal, dan Jantung

Pembuatan preparat histopatologi hati, ginjal, dan jantung , dilakukan di Laboratorium Patologi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, menggunakan metode parafin dengan beberapa tahapan, yaitu :

1. Fiksasi dan pencucian

Organ hati, ginjal, dan jantung dimasukkan wadah yang sudah diisi larutan formalin 10% dan dibiarkan 24 jam. Semua organ harus tenggelam dalam larutan formalin 10%. Kemudian organ dicuci dengan air mengalir selama 30 menit. 2. Dehidrasi dan clearing

Organ hati, ginjal, dan jantung yang telah dicuci dengan air mengalir selama 30 menit, dimasukkan ke dalam reagen dengan urutan alkohol 70%, 80%, 90%, 96%, alkohol absolut I, II, III, xylol I, II, dan xylol III masing-masing selama 30 menit.

3. Infiltrasi

Setelah dilakukan dehidrasi dan clearing, organ hati, ginjal, dan jantung dimasukkan dalam parafin I yang mencair selama 1 jam lalu dimasukkan ke dalam parafin II, kemudian parafin III, masing-masing selama 1 jam, selanjutnya dioven dengan suhu 50-60 °C selama 1 jam.

4. Pembuatan blok parafin

(67)

dimasukkan dengan menggunakan pinset ke dalam cetakan besi dengan posisi diatur, ditunggu sampai parafin tersebut membeku atau mengeras.

5. Pengirisan dengan mikrotom

Blok parafin yang sudah mengeras disiapkan. Mikrotom dibersihkan, digosok dengan kertas tisu pada relnya hingga bersih, kemudian rel tersebut diberi minyak pelicin. Mata pisau dipasang pada mikrotom. Blok sediaan dipasang pada mikrotom, diatur tinggi rendahnya permukaan blok pada skala 10-15. Sudut permukaan organ diatur dengan arah potongan pisau harus membentuk 45°, dan tebal tipisnya potongan diatur, biasanya 3µm, untuk organ yang keras dapat dengan ketebalan ± 5 µm. Pemotongan diambil secara random, tiap 10 kali pemotongan yang dilakukan seri, diambil satu dengan ketebalan 5-7 µm, setelah itu jaringan diletakkan pada gelas obyek yang sebelumnya telah diolesi putih telur dan dikeringkan diatas hotplate dengan suhu 60°C.

6. Pewarnaan

(68)

(1 menit), dan dicuci dengan air mengalir selama 5 menit. Kemudian jaringan direndam dalam Hematoxylin selama 4 sampai 10 menit, lalu dicuci lagi dengan air mengalir selama 10 menit. Selanjutnya direndam dalam Eosin selama 3-8 menit, dilanjutkan dengan perendaman dalam alkohol 70% (1 menit), alkohol 80% (2 menit), alkohol 90% (3 menit), alkohol absolut I, II, III masing-masing 3 menit, xylol I (3 menit), II (4 menit), dan xylol III (5 menit).

7. Mounting

Bila pewarnaan sudah kering selesai, maka gelas obyek yang ada sayatan jaringan tersebut ditutup dengan gelas penutup yang sebelumnya sudah diolesi dengan canada balsam.

4.4 Analisa Data

4.4.1 Analisis Data Enzim SGOT dan SGPT

Data yang diperoleh yaitu aktivitas enzim SGOT dan SGPT dari masing-masing kelompok perlakuan, dianalisis secara statistik dengan uji ANOVA (One Way) pada derajat kepercayaan 95% (harga α = 0,05) sebagai variabel bebas adalah dosis, sedangkan variabel tergantung adalah kadar SGOT dan SGPT. Hipotesis yang diajukan untuk statistik penelitian adalah sebagai berikut:

 Ho = tidak ada perbedaan bermakna dari variabel tergantung antar kelompok perlakuan

 Ha = ada perbedaan bermakna dari variabel tergantung antar kelompok perlakuan

Dari hasil analisis, didapatkan harga yang kemudian

(69)

 Apabila harga > (harga signifikansi < α ), maka Ho ditolak dan dapat disimpulkan ada perbedaan yang bermakna antar kelompok perlakuan

 Tetapi bila harga < (harga signifikansi > α), maka Ho diterima dan dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang bermakna antar kelompok perlakuan.

Apabila terdapat perbedaan yang bermakna antar kelompok perlakuan, maka analisis dilanjutkan dengan uji LSD (Least Significant Difference) untuk mengetahui ada tidaknya efek perlakuan antar pasangan kelompok. Harga LSD digunakan sebagai pembanding selisih antara rata-rata hasil pemeriksaan.

 Apabila selisih harga rata-rata tersebut lebih kecil dari harga LSD yang diperoleh, maka tidak ada perbedaan yang bermakna antar kelompok tersebut.

 Apabila selisih harga rata-rata lebih besar atau sama dengan harga LSD yang didapat, maka ada perbedaan yang bermakna antar kelompok tersebut.

4.4.2 Analisis Data Preparat Histopatologi

(70)

Tabel IV.1 Kategori dan Penilaian Kerusakan Organ Kategori kerusakan Persen kerusakan Skor

Normal 0% 0

Kerusakan ringan > 0% - 25% 1 Kerusakan sedang > 25% - 50% 2 Kerusakan berat > 50% - 75% atau lebih 3

(71)

4.5 Skema Penelitian 4.5.1 Pemberian Bahan Uji

Gambar 4.1 Kerangka Operasional Mencit

Pemberian perlakuan dilakukan selama 15 hari

Mencit dibius dengan eter untuk diambil darahnya secara intracardial Kelompok 2

Mencit dikorbankan dengan pemberian eter untuk pengambilan organ hati, ginjal, dan jantung

Pemeriksaan SGOT, SGPT, serta histopatologi hati, ginjal, dan jantung

Analisis Data

Kesimpulan

Injeksi Benzo(a)pirena 0,3% (b/v) 0,2 mL setiap 2 hari sekali sebanyak 5 kali secara subkutan

(72)

51

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Penimbangan Organ Mencit 5.1.1 Penimbangan Organ Hati Mencit

Untuk mengetahui pengaruh bahan uji terhadap organ hati, salah satu parameter yang dapat ditinjau adalah persentase berat hati terhadap berat badan hewan coba mencit. Hasil perhitungan persentase berat hati terhadap berat badan mencit ditampilkan dalam Tabel V.1 berikut:

Tabel V.1 Berat Organ Hati Mencit

Replikasi

Gambar

Gambar
Tabel Halaman
Gambar 2.1. Andrographis paniculata Ness (Jarukamjorn dan Nemoto, 2008)
Gambar 2.2 Struktur kimia senyawa andrografolida (Harjotaruno et al.,2007).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kebijakan penanggulangan kejahatan yang bersifat integral secara umum akan melibatkan berbagai aspek dan tidak semata-mata hanya menggunakan cara hukum melalui

Kemudian survey lain yang dilakukan oleh Farida (2008:47) tentang pengaruh relationship marketing terhadap loyalitas nasabah dengan variabel yang sama,

Hasil analisis menunjukkan adanya residu insektisida karbofuran pada kacang panjang dengan kadar sebagai berikut : kacang panjang yang diambil dari Pasar Ungaran mempunyai kadar

Orang tua akan marah jika anak melakukan sesuatu tidak sesuai dengan yang diinginkannya, hal ini juga dapat dilihat pada pertanyaan yang diberikan kepada orang

Skripsi yang berjudul “Isolasi Mikroba Penghasil Antibiotika dari Tanah Tempat Pengolahan Ayam di Jalan Abu Bakar Lambogo, Kota Makassar” yang disusun oleh Sufyan Tsauri, NIM:

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT berkat Rahmat dan karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan

Batuk adalah gejala paling umum pada penderita bronkhitis, seringkali.. pada penderita bronkhitis mengalami batuk- batuk hampir

3) Wahyu Utaminingrum, M.Sc.,Apt selaku Ketua Program Studi S1 Farmasi yang telah memberi berbagai informasi dan bimbingan tentang tata laksana penyusunan skripsi. 4) Indri