i
MODEL MANAJEMEN PERUBAHAN DALAM
PENGEMBANGAN MUTU PENDIDIKAN
PONDOK PESANTREN WALI SONGO
NGABAR PONOROGO
TESIS
Oleh:
Muh Zulfikar Ali Khamdani, S.Pd.I
NIM: 212216030
PROGRAM STUDI
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
PROGAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PONOROGO
v
ABSTRAK
Zulfikar, Muhammad, Model Manajemen Perubahan dalam Pengembangan Mutu Pendidikan Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo. Tesis, Progam Studi Manajemen Pendidikan Islam, Pascasarjana, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo. Pembimbing: Iza Hanifudin, Ph.D.
Kata Kunci: Pesantren, Manajemen Perubahan, Pengembangan Mutu
Pendidikan.
Globlalisasi akan menimbulkan persaingan, persaingan ini akan terjadi pada segala bidang, tak terkecuali dunia pendidikan, dan lebih khusus dunia Pondok Pesantren. Melihat perkembangan globalisasi saat ini yang begitu cepat, terutama pada zaman millenial ini, agar dapat survive mengikuti perkembangan zaman, pondok pesantren atau lembaga pendidikan tidaklah cukup hanya dengan memanage serta memiliki sumber daya manusia yang mumpuni, akan tetapi aspek yang cukup vital ialah adanya manajemen perubahan. Pembenahan dan perubahan manajemen pesantren merupakan bagian yang sangat penting dari upaya pengembangan pendidikan di dunia pesantren. Pengembangan mutu dan kualitas pendidikan secara sungguh-sungguh adalah kebijakan yang sangat strategis bagi masa depan.
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan menganalisis proses,
implementasi dan faktor manajemen perubahan di Pondok Pesanten “Wali Songo”
dalam pengembangan mutu pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikannya yang bermutu.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif, karena peneliti langsung menggali data di lapangan yaitu PPWS Ngabar Ponorogo. Teknik pengumpulan data adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan empat tahapan yaitu, pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa proses implementasi manajemen perubahan sesuai dengan konsep manajemen perubahan Burnes. Bahwa perubahan organisasional dapat dilihat sebagai produk dari tiga proses organisasi yang bersifat independen, yaitu a. The Choice process,
implementasinya ialah menggunakan metode SWOT, memfokuskan pada peningkatan kualitas mutu bahasa dan al-Qur’an, serta pengambilan keputusan perubahan diputuskan dalam musyawarah rapat kerja, b. The trajectory process,
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……… i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING……… ii
LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN..……… iii
PERNYATAAN KEASLIAN ……….. iv
MOTTO……… v
ABSTRAK ……… vi
PERSEMBAHAN……… vii
KATA PENGANTAR……….. viii
DAFTAR ISI……… x
DAFTAR TABEL……… xiii
DAFTAR GAMBAR……… xiv
PEDOMAN TRANSLETERASI……… xv
BAB I PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG MASALAH ………. 1
B.RUMUSAN MASALAH ………... 11
C.FOKUS PENELITIAN ……….. 11
D.TUJUAN PENELITIAN ……… 11
E.MANFAAT PENELITIAN ………... 12
F. TEMUAN TERDAHULU ………...……….. 12
G.METODE PENELITIAN ……….. 16
H.SISTEMATIKA PEMBAHASAN ……… 29
BAB II KONSEP MANAJEMEN PERUBAHAN DAN MUTU PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN………...……. 30
A.Konsepsi Manajemen Perubahan..……… 30
1. Pengertian Manajemen Perubahan ………..…………. 30
2. Tujuan dan Prinsip Manajemen Perubahan ……….…. 33
3. Karakteristik Pendekatan Manajemen Perubahan ……... 35
vii
5. Masalah Dalam Manajemen Perubahan ……… 43
6. Target Dalam Manajemen Perubahan ………... 47
7. Mengelola Manajemen Perubahan Secara Efektif …… 48
8. Ruang Lingkup dan Tahapan Manajemen Perubahan .. 49
9. Model Perubahan ……… 55
10. Perubahan Sosial ……… 61
B.Mutu Pendidikan Pesantren……… 61
1. Pengertian Mutu Pendidikan Pesantren …..……… 64
2. Karakter Pendidikan Pesantren Yang Bermutu ……….. 66
3. Indikator Mutu Pendidikan Pesantren Yang Bermutu … 71 4. Mendesain Pendidikan Bermutu di Pesantren …………. 73
5. Pengembangan Tiga Sistem Mutu untuk Pendidikan Pondok Pesantren ……… 78
6. Komponen Strategis Manajemen Mutu Progam Pendidikan Dalam Pengembangan Pendidikan Pondok Pesantren ……… 80
BAB III APLIKASI MODEL MANAJEMEN PERUBAHAN DALAM PENGEMBANGAN MUTU PONDOK PESANTREN WALI SONGO NGABAR……… 85
A.Data Umum……… 85
1. Profil Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar …………. 85
B.Data Khusus 1. The Choice Process (Proses Pilihan) Perubahan Dalam Pengembangan Mutu di Pondok Pesantren “Wali Songo” Ngabar Ponorogo……… 112
2. The Trajectory Process (Proses Lintasan) Perubahan Dalam Pengembangan Mutu di Pondok Pesantren “Wali Songo” Ngabar Ponorogo……… 117
viii
Mutu di Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar
Ponorogo ………. 143
BAB IV ANALISIS KRITIS MODEL MANAJEMEN PERUBAHAN DALAM PENGEMBANGAN MUTU DI PONDOK PESANTREN WALI SONGO NGABAR ……… 146
A.The Choice Process (Proses Pilihan) Perubahan Dalam Pengembangan Mutu di Pondok Pesantren “Wali Songo” Ngabar Ponorogo ………...… 146
B.The Trajectory Process (Proses Lintasan) Perubahan Dalam Pengembangan Mutu di Pondok Pesantren “Wali Songo” Ngabar Ponorogo ……… 152
C.The Change Process (Proses Perubahan) Dalam Pengembangan Mutu di Pondok Pesantren “Wali Songo” Ngabar Ponorogo ……… 162
D.Faktor Manajemen Perubahan Dalam Pengembangan Mutu di Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo………... 181
BAB V PENUTUP ………. 184
A.Kesimpulan ……… 184
B.Saran-saran ………. 186
DAFTAR PUSTAKA ………... 188
BIOGRAFI ………... 194
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Jenis Kegiatan Harian 109
Tabel 3.2. Jenis Kegiatan Mingguan 110
Tabel 3.3. Data Santri TMI 2018-2019 110
Tabel 3.4. Data Guru TMI 2018-2019 111
Tabel 3.5. Data Seluruh Santri Ngabar 111
Tabel 3.6: Analisa Evaluasi Pencapain Progam TMI 125
Tabel 3.7: Mata Pelajaran Unggulan 2018 137
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Langkah Analisis Data Model Miles & Huberman 24
Gambar 2.1. Penyebab timbulnya penolakan individu terhadap perubahan 45
Gambar 2.2. Penyebab timbulnya penolakan kelompok terhadap perubahan 47
Gambar 2.3. Model Manajemen Perubahan Burnes 50
Gambar 2.4. Hirarki Konsep Mutu 80
Gambar 2.5. Perencanaan Mutu 81
Gambar 2.6. Pelaksanaan Mutu 82
Gambar 2.7. Evaluasi Mutu 83
Gambar 2.8.Sirkulasi Progam Kegiatan Pondok Pesantren Berdasarkan
Pendekatan Deming 84
Gambar 3.1. Konsep Perencanaan Mutu TMI 122
Gambar 3.2. Jadwal Kegiatan Seleksi Santri Baru 129
Gambar 3.3. SOP Bulis Pagi Al-Azhar 133
Gambar 3.4. Media Sosial Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar 134
Gambar 3.5. Konsep Pencapaian ISO 90001/2015 Ngabar 136
Gambar 3.6. Konsep Manajemen Keuangan Ngabar 140
Gambar 4.1. Konsep Perencanaan Mutu TMI 156
Gambar 4.2.Sirkulasi Progam Kegiatan Pondok Pesantren Berdasarkan
xi
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Transliterasi yang digunakan dalam penulisan Tesis ini berdasarkan Surat
Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama Republik Indonesia dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 158 Tahun 1987 dan
Nomor 0543 b/U/1987 tentang Transliterasi Huruf Arab ke dalam Huruf Latin
adalah sebagai berikut :
A. Konsonan
Huruf-huruf bahasa Arab ditransliterasi ke dalam huruf sebagai berikut:
Huruf
Arab Nama Huruf Latin Nama
ا Alif Tidak
dilambangkan Tidak dilambangkan
ب Ba B Be
ت Ta T Te
ث Sa Ṡ Es (titik di atas)
ج Jim J Je
ح Ha Ḥ Ha (titik di bawah)
خ Kha Kh Ka dan Ha
د Dal D De
ذ Za Ż Zet (titik di atas)
ر Ra R Er
ز Za Z Zet
س Sin S Es
ش Syin Sy Es dan Ye
ص Sad Ṣ Es (titik di bawah)
ض Dad Ḍ De (titik di bawah)
ط Ta Ṭ Te (titik di bawah)
xii
Huruf
Arab Nama Huruf Latin Nama
ع ‘ain ‘ Apostrof terbalik
غ Gain G Ge
ف Fa F Ef
ق Qaf Q Qi
ك Kaf K Ka
ل Lam L El
م Mim M Em
ن Nun N En
و Wau W We
ـه Ha H Ha
ء Hamzah ’ Apostrof
ى Ya Y Ye
B. Vokal
Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal
tunggal (monoftong) dan vokal rangkap (diftong). Vokal tunggal bahasa Arab
yang lambangnya berupa tanda atau harakat, vokal rangkap bahasa Arab yang
lambangnya berupa gabungan antara harakat dan huruf, transliterasinya
berupa gabungan huruf.
Contoh vokal tunggal : ََرَسَك ditulis kasara
ََلَعَج ditulis ja‘ala
Contoh vokal rangkap :
1. Fathah + yā’ tanpa dua titik yang dimatikan ditulis ai (يأ).
Contoh: ََفْيَك ditulis kaifa
2. Fathah + wāwu mati ditulis au (وا).
xiii
C. Maddah
Maddah atau vokal panjang yang di dalam bahasa Arab dilambangkan
dengan harakat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda. Vokal
panjang ditulis, masing-masing dengan tanda hubung (-) diatasnya.
Tanda Nama Huruf Latin Nama
ا…َََ Fathah dan alif
â a dengan garis di atas
ي... ِ Atau fathah dan ya
ي... ِ Kasrah dan ya î i dengan garis di atas
و... ِ Dammah dan wau û u dengan garis di atas
Contoh : ََلاَق ditulis qâla
ََلْيِق ditulis qîla
َُل ْوُقَي ditulis yaqûlu
D. Ta marbutah
Transliterasi untuk ta’ marbutah ada dua, yaitu : ta’ marbutah yang hidup
atau mendapat harakat fathah, kasrah, dan dammah, transliterasinya adalah
[t]. Sedangkan ta’ marbutah yang mati atau mendapat harkat sukun,
transliterasinya adalah [h].
Kalau pada kata yang berakhir dengan ta’ marbutah diikuti oleh kata
yang menggunakan kata sandang al-serta bacaan kedua kata itu terpisah,
maka ta marbutah itu ditransliterasikan dengan ha (h).
Contoh : َِلاَفْطَلاْاَُةَض ْو َر ditulis rauḍah al-aṭfāl
َِلاَفْطَلاْاَُةَض ْو َر ditulis rauḍatul aṭfāl
E. Syaddah
Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda tasydid, dalam transliterasi ini dilambangkan dengan
xiv
Jika huruf ى ber-tasydid di akhir sebuah kata dan didahului oleh
huruf kasrah َ ىـِــــ, maka ia ditransliterasi seperti huruf maddah (i).
Contoh : اَنَّب َر ditulis rabbanâ
ََب َّرَق ditulis qarraba
َ دَحلا ditulis al-ḥaddu
F. Kata Sandang Alif + Lam (لا)
Transliterasi kata sandang dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
1. Kata sandang diikuti huruf syamsiah
Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu huruf yang sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang itu atau huruf lam diganti dengan huruf yang mengikutinya.
Contoh : َُلُج َّرلا ditulis ar-rajulu َُسْمَّشلا ditulis as-syamsu
2. Kata sandang diikuti huruf qamariah
Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariah ditulis al-.
Contoh : َُكِلَمْلَا ditulis al-Maliku
َُمَلَقلا ditulis al-qalamu
G. Hamzah
Hamzah (ء) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi
tanda apa pun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir kata, maka ditulis
dengan tanda apostrof (’).
H. Penulisan Kata
Pada dasarnya setiap kata, baik fi’il, isim maupun huruf, ditulis terpisah.
Bagi kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab yang sudah
lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang
dihilangkan maka dalam transliterasi ini penulisan kata tersebut bias
dilakukan dengan dua cara, bisa terpisah per kata dan bisa pula dirangkaikan.
Contoh :
xv
Ditulis Wa innallâha lahuwa khair al-râziqîn
Atau Wa innallâha lahuwa khairurrâziqîn
I. Huruf Kapital
Walaupun dalam sistem huruf Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam
transliterasi ini huruf kapital tetap digunakan. Penggunakan huruf kapital
sesuai dengan EYD, di antaranya huruf kapital digunakan untuk penulisan
huruf awal, nama diri, dan permulaan kalimat. Bila nama diri itu didahului
oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal
nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Penggunaan huruf
kapital untuk Allah hanya berlaku bila dalam tulisan Arabnya memang
lengkap demikian dan kalau penulisa itu disatukan dengan kata lain sehingga
ada huruf atau harakat yang dihilangkan, huruf kapital tidak dipergunakan.
Contoh : ي ِرَاخُبلا ditulis al-Bukhârî
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Manajemen sebagai ilmu yang baru dikenal pada pertengahan abad ke-19
dewasa ini sangat populer bahkan dianggap sebagai kunci keberhasilan pengelola
perusahaan atau lembaga pendidikan tak terkecuali lembaga pendidikan Islam.
Dubrin dalam bukunya Thoyyib, memandang bahwa “Manajemen sebagai suatu
disiplin ilmu atau bidang studi, orang, atau karir.”1
Menurut Holt dalam bukunya
Akdon, mengatakan “Management is the process of planning, organizing,
leading, and controlling that encompases human, material, financial, and
information resources is an organization envirounment”.2 Lebih lanjut Terry
dalam Ondi memberi pengertian bahwa Management is distince process
consisting of planning, organizing, actuating, and controlling performed to
determine and accomplish stated objectives by us of human being and others
resources.3 Jadi manajemen merupakan suatu proses yang melibatkan kegiatan
perencanaan, pengorganisasian, pengalaman, dan pengendalian yang dilakukan
untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Faktor penentu utama sebuah organisasi, lembaga pendidikan, atau
perusahaan ialah dapat dilihat dari kepemimpinannya. Kepemimpinan yang baik,
akan memanage dengan baik, begitupun sebaliknya, kepemimpinan yang kurang
1
Muhammad Thoyyib, Model Otonomi Manajemen Mutu Perguruan Tinggi Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Cetta Media, 2015), hal. 15
2
Akdon, Srategic Management For Educational Management, (Bandung: Alfabeta, 2009), hal. 3 3
baik, akan memanage dengan cara yang kurang baik. Hal tersebut, selaras
dengan yang disampaikan Martoyo, bahwa Pemimpin adalah inti dari
manajemen.4 Dapat diartikan bahwa, kesuksesan pada perencanaan,
pengorganisasian, pengevaluasian tergantung banyaknya pada bagaimana seorang
pemimpin itu memimpin. Di samping hal tersebut, sumber daya manusia (SDM)
suatu lembaga pendidikan atau perusahaan harus mumpuni. Para pakar
manajemen mengatakan bahwa untuk dapat berkembang dan berjayanya sebuah
organisasi, harus memiliki power atau daya/kekuatan, daya/kekuatan tersebut
dapat diperoleh dari beberapa sumber yang dapat diberdayakan, salah satunya
ialah sumber daya manusia.5
Melihat perkembangan globalisasi saat ini yang begitu cepat, terutama pada
zaman millenial ini, agar dapat survive mengikuti perkembangan zaman,
organisasi atau lembaga pendidikan tidaklah cukup hanya dengan memanage serta
memiliki sumber daya manusia yang mumpuni, akan tetapi aspek yang cukup
vital ialah adanya manajemen perubahan. Organisasi publik atau modern harus
menyiapkan dan menempatkan manajer yang mampu memimpin pembaharuan,
kalau tidak demikian, organisasi atau perusahaan tersebut, tak mampu bertahan
dan akan lenyap tergilas oleh situasi, dan kondisi, lantaran tak mampu
menghadapi tuntutan lingkungan yang semakin kompetitif, dan harapan
masyarakat.6 Dalam dunia pendidikan perubahan telah menjadi karakteristik
4
Susilo Martoyo, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: PT. BPFE Yogyakarta, 2000), hal. 175.
5
Meldona, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Malang: UIN Malang Press, 2009), hal. 16 6
utama,7 Perubahan selalu mendatangkan ketidakpastian, dan kekawatiran, akan
tetapi tanpa adanya perubahan lembaga atau organisasi tersebut finished.
Pondok Pesantren ialah institusi budaya yang lahir atas prakarsa dan inisiatif
(tokoh) masyarakat dan bersifat otonom, sejak awal berdirinya merupakan potensi
strategis yang ada di tengah kehidupan sosial masyarakat.8Hal senada juga
disampaikan Mujamil, bahwa pondok pesantren ialah “Sesuatu lembaga
pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui masyarakat sekitar, dengan
sistem asrama dimana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem
pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari
leadership kiai seorang atau beberapa orang kiai dengan ciri-ciri khas yang
bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal”.9
Ada dua kategori akademik yang sudah diasumsikan jauh-jauh hari oleh para
ilmuan; yakni dominannya kepemimpinan kiai dan kemandirian pengelolaannya.
Sejarah pun memang mencatat, pondok pesantren lahir atas inisiasi sosok kiai dan
partisipasi aktif masyarakat di dalamnya.10Selain kekuatan kepemimpinan kiai,
terdapat pula aspek kemandirian. Ada dua kontestasi pemaknaan kemandirian
7
Karna Husni, Manajemen Perubahan Sekolah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2015), hal. 16 8
A. Halim, Rr. Suhartini, M. Khoirul Arif, A. Sunarto, Manajemen Pesantren, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2009), hal. 207
9
Mujamil Qomar, Pesantren, (Jakarta; Erlangga, 2008), hal. 2-3
10
Para sejarawan mencatat Pondok Pesantren merupakan lembaga dan wahana pendidikan agama sekaligus sebagai komunitas santri yang “ngaji“ ilmu agama Islam. Pondok Pesantren sebagai lembaga tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian
(indigenous) Indonesia, sebab keberadaanya mulai dikenal di bumi Nusantara pada periode abad ke 13 – 17 M, dan di Jawa pada abad ke 15 – 16 M. Pondok pesantren pertama kali didirikan oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim atau Syekh Maulana Magribi, yang wafat pada tanggal 12 Rabiul Awal 822 H, bertepatan dengan tanggal 8 April 1419 M. Menurut Ronald Alan Lukens Bull, Syekh Maulana Malik Ibrahim mendirikan Pondok pesantren di Jawa pada tahun 1399 M untuk menyebarkan Islam di Jawa. Lihat: Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren: sebuah Potret Perjalanan (Jakarta: Paramadiana, 1997), hal. 3. Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren
pondok pesantren, dalam bingkai kesejarahan; pertama, pondok pesantren mandiri
karena kekuatan partisipasi aktif masyarakat sekitar. Kedua, kekuatan
kemandirian pondok pesantren berada pada sosok “kegigihan” kiai
mempertahankan lembaganya tersebut.11Berdasarkan kategorisasi di atas, para
pakar manajemen pendidikan, mengkategorisasikan kedua model pengelolaan
pondok pesantren tersebut, sebagai sistem manajemen tradisional dalam
pesantren, dimana pengelolaannya berdasarkan pada proses seleksi alamiah. Baik
itu dukungan masyarakat yang kuat, atau kekuatan ekonomis yang dimiliki oleh
para kiai. Hal ini memang sedikit berbeda pada fenomena baru, dimana pondok
pesantren mulai menginternalisasi hal-hal baru ke dalam proses manajerialnya.
Betapapun, dalam pengamatan sehari-hari, kita juga melihat bagaimana
pondok pesantren mengalami proses pengembangan (baca; perubahan)
pengadaptasian diri dari wujud tradisional menjadi modern, dan sangat modern,
dari sisi manajemen. Secara manajerial, pondok pesantren tidak akan bisa
dilepaskan dari mindset berfikir seorang kiai (pemimpin pondok pesantren). Kiai
adalah sumber kapital terkuat dari seluruh elemen-elemen pondok pesantren.
Bahkan, Zamahsyari Dhafier mengatakan pondok pesantren tradisional, secara
manajerial, sangat bertumpu pada kekuatan kapital ekonomi yang dimiliki kiai,
mulai dari sawah, tanah, dan sumber- sumber ekonomi lainnya.12
Kongkretnya, ada beberapa contoh model-model pengelolaan pondok
pesantren profesional dan modern. Di Pasuruan Jawa Timur, Pondok Pesantren
11
Zamahsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta: LP3ES, 1984), hal. 17
12
Sidogiri, mereka mempunyai banyak produk ekonomi diantaranya ialah; air
minum santri, sarung dan juga percetakan, bahkan majalah yang merupakan
pemasukan bagi mereka.13 Selain brand Sidogiri yang mereka jual di pasaran.
Mereka juga mempunyai koperasi-koperasi yang dibangun di daerah-daerah,
hingga mencapai keseluruh pelosok Jawa Timur. Selain penguatan ekonomi di
atas, Pondok Pesantren Sidogiri menjawab tantangan globalisasi, dengan
meningkatkan kualitas informasi dan teknologinya, hal tersebut terlihat dengan
adanya website Sidogiri.net, aktif dalam media sosial facebook, twitter, youtobe,
dan lain-lain.14Lebih dari itu, yang menjadi kunci dari semua hal di atas tentu
tidak lain dari kualitas Kepemimpinan dan SDM yang berkualitas dan bermutu.
Sama halnya dengan Pondok Pesantren Gontor di Ponorogo, Pondok Pesantren
Darut Tauhid yang terkenal dengan manajemen tingkat tingginya, yang
memberikan warna baru pondok pesantren yang ada di Indonesia. Serta
Pondok-Pondok lain yang belum tersebut, menunjukkan eksistensinya sampai saat ini, dan
semakin menjadi harapan dan kepercayaan masyarakat.
Fakta-fakta dan fenomena di atas membuktikan bahwa, sistem manajemen
pondok pesantren tidak lagi bertumpu pada resources yang dimiliki oleh kiai.
Pondok pesantren dikelola berdasarkan pada prinsip-prinsip manajerialisme
modern. Eksistensi Pondok Pesantren sampai saat ini membuktikan bahwa adanya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak menjadi masalah. Adanya
13
Menurut data yang ada, dipondok pesantren Sidogiri telah berdiri: Pertama, BMT-UGT (Usaha Gabungan Terpadu) dengan sembilan cabang. Kedua, BMT-MMU (masalah Mursalah fil-Ummah) dengan 10 cabang. Ketiga, BPR Untung Suropati, kelima, Kepontren dengan 10 unit usaha dan 5 komoditi unggulan. Kecuali kepontren, secara kelembagaan semua terpisah secara struktural organisatoris dengan pondok pesantren sidogiri.
14
perkembangan tersebut, dapat dipecahkan oleh Pondok Pesantren dengan adanya
perubahan-perubahan yang dilakukan menyesuaikan tuntutan moderinisasi dan
globlalisasi, di samping hal itu, tetap mempertahankan keunikan atau kekhasan
dari Pondok tersebut. Sebagaimana tertuang dalam salah satu kaidah “al -Muhafadhotu ‘ala qadimi al-Shalih wa al-Akhdzu bi al-Jadid al-Ashlah”
(menjaga tradisi-tradisi lama sembari menyesuaikan dengan tradisi-tradisi modern
yang lebih baik). Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia serta
pengembangan mutu merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara
terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien dalam seluruh proses yang ada pada
pondok pesantren, kalau tidak ingin pondok pesantren kalah bersaing dalam
menjalani era globalisasi ini.
Fenomena yang terjadi ialah mayoritas out put Pondok Pesantren kurang
pada penguasaan materi umum, akibatnya banyak santri kesulitan untuk
masuk/diterima di perguruan tinggi sesuai pilihannya, baik di dalam maupun luar
negeri. Hal ini perlu menjadi renungan, dan perlu adanya perubahan, agar kedepan
lulusan pesantren tidak hanya fokus dan handal pada aspek keagamaan/
spiritualitas, akan tetapi dapat membuktikan bahwa lulusan pesantren dapat
menguasai keilmuan umum. Karena hal tersebut merupakan kebutuhan peserta
didik untuk dapat survive pada abad 21 ini. Hal tersebut selaras dengan apa yang
disampaikan Anies Baswedan Gubernur DKI Jakarta, saat membuka acara
Education Expo ASESI (Asosiasi Sekolah Sunnah Indonesia) tanggal 29 Oktober
15
a. Karakter/Akhlak, meliputi karakter moral (iman, taqwa, jujur, rendah hati),
dan karakter kinerja (ulet, kerja keras, tangguh, tidak mudah menyerah, tuntas), b.
Kompetensi (berpikir kritis, kreatif, komunikatif, kolaboratif/kerjasama), c.
Literasi/Keterbukaan wawasan (baca, budaya, teknologi, keuangan).
Beberapa contoh kasus telah terjadi pada dunia pendidikan, mulai dari
moral remaja, dan generasi muda khususnya nampak makin memprihatinkan yang
belum mampu menumbuhkan kader bangsa yang mempunyai karakter, religius,
mandiri dan anti korupsi. Tawuran pelajar banyak terlihat di sana sini, perilaku
kriminal, dan berbagai perbuatan yang a moral dewasa ini banyak dilakukan para
pelajar. Contoh kasus terjadi di Kota Sampang Madura, Siswa menganiaya
gurunya Ahmad Budi Cahyono sampai meninggal dunia, memberi kode keras
betapa moralitas dunia pendidikan perlu mendapat perhatian sangat serius.16 Inilah
bukti bahwa praktik pendidikan yang ada belum mampu menyentuh secara
keseluruhan, domain akal dan terutama menyentuh jiwa dan hati mereka,
sehinggga terlihat orientasi pengembangan intelektual menjadi prioritas utama
dari suatu pendidikan, dan tanpa diimbangi dengan kekuatan spiritual.
Kondisi yang memperhatikan tersebut semakin diperparah dengan kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM) kita yang masih rendah. Sesuai data yang
dipublikasikan Indeks Berita, menegasakan bahwa pada tahun 2017, kualitas
SDM penduduk Indonesia berada pada posisi yang sangat memprihatinkan, yaitu
berada pada peringkat 113 dari 188 negara. Laporan UNDP (United Nations
15
Online, https://www.youtube.com/watch?v=Nl5-pOnjtS8, dilihat Rabu, 22 November 2017, pukul 06.00 WIB.
16
Development Progam) tersebut, mencakup 3 hal, yaitu; tingkat pendidikan,
kesehatan, serta ekonomi rata-rata masyarakat.17Di samping hal itu, kualitas
pendidikan Republik Indonesia masuk rangking bawah. Hal tersebut dapat dilihat
dari daftar peringkat progam for International Students Assesment (PISA),
sebagaimana diwartakan, dalam pemeringkatan PISA 2015, posisi Indonesia
berada di urutan ke-72.18
Pondok pesantren lahir atas prakarsa dan inisiatif (tokoh) masyarakat dan
bersifat otonom, yang merupakan potensi strategis yang ada di tengah kehidupan
sosial masyarakat. Potensi dan peran pesantren memberikan potensi dan peran
strategis serta signifikan dalam memberikan sumbangsih bagi peningkatan
keswadayaan, ekonomi, pendidikan, kemandirian dan partisipasi masyarakat. hal
tersebut, senada dengan apa yang di sampaikan Moh. Ali Aziz, bahwa pesantren
di samping sebagai agen perubahan (agent of change), sekaligus sebagai pelopor
kebangkitan umat.19
Globlalisasi akan menimbulkan persaingan, persaingan ini akan terjadi
pada segala bidang, tak terkecuali dunia pendidikan, dan lebih khusus dunia
Pondok Pesantren. Hukum persaingan di mana-mana adalah sama, yaitu siapa
yang unggul, dialah yang akan menjadi pemenangnya. Mereka yang tidak
mempunyai keunggulan, akan menjadi pecundang. Arief Furhan menyampaikan
keunggulan yang amat menentukan ialah keunggulan di bidang ekonomi dan
17
Online, https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3455970/peringkat-indeks-pembangunan-manusia-ri-turun-ini-kata-pemerintah, diakses pada Ahad, 25 Februari 2018, pukul 11.58 WIB.
18
Online, https://www.pressreader.com/indonesia/jawa-pos/20171204/281852938896566, diakses pada Ahad, 25 Februari 2018, pukul 11.58 WIB
19
iptek.20Oleh sebab hal tersebut, lembaga pendidikan, khususnya lembaga
pendidikan pesantren seyogyanya fokus pada pengembangan mutu SDM yang
ada, karena keunggulan ekonomi dan iptek terletak pada keunggulan SDM yang
dimilikinya.
Maka dari itu, pembenahan dan perubahan manajemen pesantren
merupakan bagian yang sangat penting dari upaya pengembangan pendidikan di
dunia pesantren.21 Langkah ini menjadi bagian tak terpisahkan dari upaya
peningkatan kualitas pendidikan nasional. Peningkatan mutu dan kualitas
pendidikan secara sungguh-sungguh adalah kebijakan yang sangat strategis bagi
masa depan. Banyak contoh negara-negara maju karena berkat perhatian dan
keseriusan mereka terhadap penyiapan sumber daya manusia melalui sektor
pendidikan.
Penelitian tentang manajemen perubahan dalam pengembangan mutu
Pondok Pesantren mengambil tempat di Pondok Pesantren “Wali Songo” Ngabar
Ponorogo. Pemilihan tempat penelitian didasarkan pada beberapa fakta, pertama,
dari penjajakan awal Peneliti, didapat situasi sosial dari Pondok Pesantren Wali
Songo Ngabar menggunakan sistem pendidikan boarding school sistem modern,
dan kurikulum yang digunakan perpaduan kurikulum Gontor dan pemerintah
(Kemenag). Kedua, Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar di samping memiliki
konsen dalam pengembangan nilai-nilai keislaman dan dirosah islamiyah juga
telah melaksanakan perubahan-perubahan dan pengembangan mutu pondok
pesantren hal tersebut terlihat semakin bertambahnya kepercayaan Wali santri
20
Arief Furchan, Transformasi Pendidikan Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Gama Media, 2004), hal. 26.
21
untuk memasukkan anaknya ke pondok tersebut, yang mana, pondok tersebut
pernah mengalami fase kemunduran dengan rendahnya kuantitas santri yang ada,
dan lambat laut, meningkat kembali dan tetap survive sampai sekarang. Di
samping hal tersebut, adanya progam unggulan yaitu progam al-Qur’an, tahfidz,
dan bahasa di Pondok Ngabar sebagai karakteristik pendidikan integratifnya yang
kompetitif.
Dari hasil penjajakan awal serta fakta di atas, penulis mengambil judul
tesis “Model Manajemen Perubahan dalam Pengembangan Mutu
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang masalah di atas, peneliti merumuskan beberapa rumusan
masalah, diantaranya:
1. Bagaimana The Choice Process (Proses Pilihan) ManajemenPerubahan di
Pondok Pesantren “Wali Songo” Ngabar Ponorogo?
2. Bagaimana The Trajectory Process (Proses Lintasan) Manajemen
Perubahan di Pondok Pesantren “Wali Songo” Ngabar Ponorogo?
3. Bagaimana The Change Process (Proses Perubahan) di Pondok Pesantren
“Wali Songo” Ngabar Ponorogo?
4. Bagaimana Faktor Manajemen Perubahan di Pondok Pesantren “Wali
Songo” Ngabar Ponorogo dalam Pengembangan Mutu Pendidikan Pondok
Pesantren?
C. FOKUS PENELITIAN
Fokus penelitian dalam penelitian ini ialah:
1. Penelitian difokuskan pada proses pilihan, lintasan, dan perubahan dalam
manajemen perubahan dalam pengembangan mutu pendidikan di pondok
pesantren wali songo Ngabar Ponorogo.
2. Faktor apa yang mempengaruhi dan berperan dengan adanya perubahan
tersebut, yang kaitannya dalam pengembangan mutu pendidikan di
D. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui dan menganalisis The Trajectory Process (Proses
Lintasan) ManajemenPerubahan Pondok Pesantren “Wali Songo” Ngabar
Ponorogo.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis The Trajectory Process (Proses
Lintasan) Manajemen Perubahan Pondok Pesantren “Wali Songo” Ngabar
Ponorogo.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis The Change Process (Proses
Perubahan) Pondok Pesantren “Wali Songo” Ngabar Ponorogo.
4. Untuk mengetahui dan menganalisis Faktor Manajemen Perubahan di
Pondok Pesantren “Wali Songo” Ngabar Ponorogo dalam Pengembangan
Mutu Pendidikan Pondok Pesantren.
E. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritik
Penelitian bermanfaat untuk menambah khasanah keilmuwan bagi
pemerhati perkembangan manajemen pendidikan khususnya Manajemen
Perubahan dan sebagai landasan dan rujukan dalam menentukan kebijakan
terkait implementasi dan model Manajemen perubahan dalam pengembangan
mutu pondok pesantren.
2. Manfaat Praktis
Akan merupakan sumbangan yang berharga bagi Pondok Pesantren Wali
Songo Ngabar, khususnya bagi stekholder dalam pengembangan mutu
F. TEMUAN TERDAHULU
1. Ada beberapa studi tentang manajemen perubahan. Yensi Afriza
misalnya, dalam penelitiannya yang berjudul, Implementasi Manajemen
Perubahan oleh Kepala Sekolah (Studi Deskriptif Kualitatif di SMA
Muhammadiyah Bengkulu Selatan), menulis tentang fokus kepala
sekolah dalam mengimplementasikan manajemen perubahan di SMA
terkait aspek pengambillan keputusan, kurikulum, kesiswaan, sarana
pendidikan, tenaga pendidik, keuangan, dan hubungan masyarakat. Dari
beberapa aspek di atas peneliti hanya ingin mendeskripsikan
implementasi manajemen perubahan di sekolah tersebut.22
2. Penelitian semisal dilakukan oleh Antaresti pada tahun 2014 dengan tesis
yang berjudul, Analisis Manajemen Perubahan untuk Peningkatan
Keefektifan Peran Manajer Madya dalam Penerapan Sistem Penjaminan
Mutu.23 Studi kasus di Universitas Katolik Widya Utama. Menurut
peneliti, bahwa kesiapan berubah dari manajer madya masih perlu
ditingkatkan karena hanya dua aspek yang mendapat tanggapan positif
yaitu discrepancy dan appropiateness. Untuk 3 aspek kesiapan berubah
yang lain yaitu aspek principal support, efficacy dan personal valence
terdapat beberapa hambatan yang dapat menurunkan kesiapan berubah
manajer madya. Sebagai change implementer, kemampuan manajer
22Yensi Afriza, “Implementasi Manajemen Perubahan Oleh Kepala Sekolah: Studi Deskriptif di
SMA Muhammadiyah Bengkulu”, Tesis Magister Manajemen Pendidikan, (Bengkulu: Universiatas
Bengkulu, 2013). 23
madya untuk mengelola perubahan yang meliputi kemampuan
komunikasi, memotivasi dan membangun Tim masih perlu ditingkatkan.
Hambatan yang dihadapi manajer madya dalam mengelola perubahan
dapat dikelompokkan menjadi hambatan personal dan hambatan
organisasi. Hambatan personal terkait dengan pengetahuan dan
kemampuan manajer madya untuk mengelola perubahan dalam
penerapan sistem penjaminan mutu. Sedangkan hambatan organisasi
terkait dengan kebijakan manajer puncak, budaya kebebasan akademik
dan sistem yang bersifat loosely coupled.
3. Muhammad Arifin,24 Strategi Manajemen Perubahan dalam
Meningkatkan Disiplin Perguruan Tinggi. Sesuai dengan judulnya, maka
fokus jurnal ini adalah bagaimana strategi yang dilakukan oleh Perguruan
Tinggi dalam menyesuaikan situasi dan kondisi yang sedang dan akan
terjadi. Manajemen perubahan sangat tepat dilakukan dalam
meningkatkan disiplin utamanya pada perguruan tinggi. Manajemen
perubahan itu sendiri adalah merupakan proses, alat, dan teknik untuk
mengelola orang-orang melalui proses perubahan untuk meningkatkan
disiplin, sehingga tujuan lembaga dapat tercapai. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa Keberhasilan manajer dalam mengelola perubahan
harus bersinergi dengan disiplin. Manajemen perubahan harus diawali
dengan peningkatan disiplin. Disiplin harus berubah dari yang kurang
menjadi lebih, sebab disiplin adalah ibarat garam dalam suatu masakan
24Muhammad Arifin, “Strategi Manajemen Perubahan Dalam Meningkatkan Disiplin Perguruan
yang apabila tidak ada akan sangat mempengaruhi akan cita dan rasa
gulainya. Oleh sebab itu strategi yang baik dalam melaksanakan
manajemen perubahan untuk meningkatkan disiplin akan sangat
bermanfaat terhadap perguruan tinggi.
4.
Apri Nuryanto, Manajemen Perubahan Dalam Peningkatan MutuSekolah. Fokus peneliannya berkaitan dengan Berubahnya kurikulum
sekolah dari KTSP menjadi kurikulum 2013, akan membawa perubahan
dalam pengelolaan sekolah. Oleh karena itu kepala sekolah sebagai
pimpinan setiap satuan pendidikan harus memahami manajemen
perubahan dan mampu mengelola perubahan agar kinerja sekolah dalam
mengimplementasikan kurikulum 2013 tercapai pada gradasi yang tinggi.
Secara umum tujuannya adalah agar dapat memahami konsep, dan
teori-teori dalam menjemen perubahan, dan selanjutnya mampu menerapkan
dalam praktik mengelola perubahan sekolah dari kurikulum KTSP
menuju kurikulum 2013.
Jika melihat, setidaknya, dari tiga judul di atas, perbedaan penelitian ini ada
dalam tiga aspek; pertama, bahwa studi manajemen perubahan yang akan peneliti
lakukan tidak hanya mendiskripsikan, akan tetapi peneliti mencoba untuk
menganalisis implementasi dan model manajemen perubahan yang digunakan.
Serta bagaimana implementasi menejemen perubahan dalam pengembangan mutu
Pondok Pesantren. Kedua, penelitian ini mengambil di pondok pesantren dengan
berbagai macam setting social yang bermacam-macam yang akan
penelitian ini berdasarkan pada yang ada di Pondok Ngabar yang memiliki banyak
sistem pendidikan. Dalam bahasa yang lebih sederhana, penelitian ini murni
membicarakan manajemen perubahan dalam mengembangkan mutu pondok
pesantrennya, melalui aspek-aspek yang ada di pondok pesantren tersebut.
G. METODE PENELITIAN
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Bogdan dan Taylor
mendefiniskan ”pendekatan kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku (tindakan) yang diamati.25
Penelitian kualitatif memiliki sejumlah ciri yang membedakannya dengan
penelitian lainnya. Bogdan dan Biklen mengajukan lima karakteristik yang
melekat pada penelitian kualitatif, yaitu: naturalistic, descriptive data,
concern with process, inductive, and meaning.26 Sedangkan Lincoln dan
Guba mengulas 10 (sepuluh) ciri penelitian kualitatif, yaitu: latar alamiah,
peneliti sebagai instrumen kunci, analisis data secara induktif, grounded
theory, deskriptif, lebih mementingkan proses daripada hasil.27
Berikut adalah deskripsi singkat aplikasi lima karakteristik tersebut
dalam penelitian ini. Pertama, penelitian kualitatif menggunakan latar alami
(natural setting) sebagai sumber data langsung dan peneliti sendiri sebagai
25
Robert C. Bogdan & S.J. Taylor, Introduction to Qualitative Research Methods (New York: John Wiley, 1975), hal. 5.
26
Robert C. Bogdan, & Sari Knopp Biklen, Qualitative Research for Education;An introduction to theory and methods (Boston: Allyn and Bacon, Inc, 1982), hal. 4.
27
instrumen kunci. Oleh karena itu, dalam konteks penelitian ini, peneliti
langsung terjun ke lapangan (tanpa diwakilkan), yaitu di Pondok Pesantren
Wali Songo Ngabar. Kedua, penelitian kualitatif bersifat deskriptif. Data
yang dikumpulkan disajikan dalam bentuk kata-kata, gambar-gambar dan
bukan angka-angka. Laporan penelitian memuat kutipan-kutipan data sebagai
ilustrasi dan dukungan fakta pada penyajian. Data ini mencakup transkip
wawancara, catatan lapangan, foto, dokumen dan rekaman lainnya. Ketiga,
dalam penelitian kualitatif, ”proses” lebih dipentingkan daripada ”hasil”.
Sesuai dengan latar yang bersifat alami, penelitian ini lebih memperhatikan
pada proses merekam serta mencatat aktifitas-aktifitas kegiatan yang
dilakukan di tempat penelitian. Keempat, analisis dalam penelitian kualitatif
cenderung dilakukan secara induktif. Artinya bahwa penelitian ini, bertolak
dari data di lapangan, kemudian peneliti memanfaatkan teori sebagai bahan
penjelas data dan berakhir dengan suatu penemuan hipotesis atau teori.
Kelima, makna merupakan hal yang esensial dalam penelitian kualitatif.
Dalam konteks penelitian ini, peneliti berusaha mencari ”makna” dari
”kegiatan-kegiatan yang dijalankan di tempat penelitian.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif.28 Dengan pendekatan
studi kasus (case study) atau penelitian lapangan (field research).
28
Tentang pengertian penelitian kualitatif, menurut Locke, Spridouso dan Silverman adalah:“Qualitative research is interpretative research. As such, the deviates, values and judgment of the research become state explicitly in the research report. Such openness is considered to be useful and positive.” (Penelitian kualitatif merupakan penelitian interpretative, dalam kaitan ini,
3. Instrumen Penelitian
Ciri khas penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari pengamatan
berperan serta, sebab peranan penelitilah yang menentukan keseluruhan
skenarionya.29 Untuk itu, posisi peneliti dalam penelitian adalah sebagai
instrumen kunci, partisipan penuh, dan sekaligus pengumpul data. Sedangkan
instrumen yang lain adalah sebagai penunjang.
4. Sumber dan Jenis Data
Menurut Lofland, sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah
kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah tambahan seperti dokumen dan
lainnya.30 Berkaitan dengan hal itu, sumber dan jenis data dalam penelitian
ini adalah: kata-kata, tindakan, sumber tertulis, foto, dan statistik.
Pertama, kata-kata.Kata-kata yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
kata-kata orang-orang yang diwawancarai atau informan, yaitu: KH. Heru
Saiful Anwar, MA (Pimpinan Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar), H.
Moh. Zaki Su’adi, Lc., MA., MPI., Ketua Yayasan Pemeliharaan &
Pengembangan Wakaf Wali Songo (dibaca: YPPW-PPWS) dan Koordinator
Sekretariat Pimpinan Pondok, H. Said Abadi, Lc., MA., Direktur Tarbiyatul
Mu’allimin Al-Islamiyah (dibaca: TMI), Kedua, tindakan. Tindakan yang
Taylor dalam Moleong mengartikan penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang mengasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan, gambar dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997), hal. 3.
29
Pengamatan berperanserta adalah sebagai penelitian yang bercirikan interaksi sosial yang memakan waktu cukup lama antara peneliti dengan subyek dalam lingkungan subyek, dan selama itu data dalam bentuk catatan lapangan dikumpulkan secara sistematis dan catatan tersebut berlaku tanpa gangguan. Robert C. Bogdan, Participant Observation in Organizational Setting (Syracuse New York: Syracuse University Press, 1972), hal. 3.
30
dimaksud dalam penelitian ini adalah tindakan orang-orang yang diamati,
yaitu: Manajemen Perubahan Pesantren, model perubahan, serta
pengembangan mutu. Ketiga, sumber tertulis. Meskipun sumber data tertulis
bukan merupakan sumber data utama, tetapi pada tataran relitas peneliti tidak
bisa melepaskan diri dari sumber data tertulis sebagai data pendukung. Di
antara sumber data tertulis dalam penelitian ini adalah data primer dan
sekunder. Keempat, foto. Dalam penelitian ini, foto digunakan sebagai
sumber data penguat hasil observasi, karena pada tataran realitas foto dapat
menghasilkan data deskriptif yang cukup berharga dan sering digunakan
untuk menelaah segi-segi subjektif dan hasilnya sering dianalisis secara
induktif. Dalam penelitian ini ada dua katagori foto, yaitu foto yang
dihasilkan orang lain dan foto yang dihasilkan oleh peneliti sendiri.
Sedangkan foto yang dihasilkan oleh peneliti adalah foto yang diambil
peneliti di saat peneliti melakukan pengamatan berperanserta. Sebagai contoh
adalah foto kegiatan Manajemen Perubahan Pondok Pesantren, model
perubahan, pengembangan mutu. Kelima, data statistik. Yang dimaksud
dengan data statistik dalam penelitian ini, adalah bukan statistik alat analisis
sebagaimana digunakan dalam penelitian kuantitatif untuk menguji hipotesis,
tetapi statistik sebagai data. Artinya data statistik yang telah tersedia akan
dijadikan peneliti sebagai sumber data tambahan. Sebagai contoh adalah data
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Sebagaimana yang ditulis oleh Lincoln dan Guba, maksud dan
tujuan dilakukannya wawancara dalam penelitian kualitatif adalah 1
mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi,
perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain; 2 merekonstruksi
kebulatan-kebulatan yang dialami masa lalu; 3 memproyeksikan
kebulatan-kebulatan yang diharapkan untuk dialami pada masa yang
akan datang; 4 memverifikasi, mengubah dan memperluas informasi
yang diperoleh dari orang lain, baik manusia maupun bukan manusia
(triangulasi); dan 5 memverifikasi, mengubah dan memperluas
konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan
anggota.31 Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara terbuka.
Maksud wawancara terbuka dalam konteks penelitian ini adalah
orang-orang yang diwawancarai (informan) mengetahui bahwa mereka
sedang diwawancarai dan mengetahui pula maksud dan tujuan
diwawancarai. Sedangkan teknik wawancara yang digunakan adalah
wawancara terstruktur dan tak terstuktur. Wawancara terstruktur
dilakukan dengan tujuan memperoleh keterangan atau informasi secara
detail dan mendalam mengenai pandangan responden tentang
implementasi manajemen perubahan di Pondok Pesantren Wali Songo
31
Ngabar. Adapun wawancara tak terstruktur artinya pelaksanaan tanya
jawab mengalir seperti dalam percakapan sehari-hari. Orang-orang yang
dijadikan informan dalam penelitian ini, ditetapkan dengan cara
purposive sampling dan snowball sampling. Sesuai yang ditulis Sugiono,
bahwa purposive sampling ialah teknik pengumpulan sampel dengan
pertimbangan tertentu.32 Artinya peneliti perlu membuat suatu pedoman,
agar dapat memperoleh data atau informasi yang dimagsud. Sedangkan
snowball sampling, ialah teknik penetuan sampel yang mula-mula
jumlahnya kecil, kemudian membesar.33Artinya agar data yang didapat,
lebih mendalam dan komprehensif. Adapun wawancara akan dilakukan
kepada KH. Heru Saiful Anwar, MA, sebagai Pimpinan Pondok
Pesantren Wali Songo, Ketua Yayasan, Ketua-ketua lembaga yang ada di
kedua pondok tersebut. data yang diambil dari informan-informan
tersebut ialah 1). Sejarah Pondok, 2). Visi & Misi Pondok, 3). Profil
Pondok Panca Jiwa, 4). Arah & Tujuan Pendidikan dan Pengajaran, 5).
Struktur Lembaga Pondok Situasi Pendidik, dan Peserta Didik, 6).
Kurikulum Yang digunakan, 7). Kegiatan ektrakulikuler, 8). Jumlah unit
usaha 9). Implementasi manajemen Perubahan, 9). Penghambat
manajemen perubahan, dan 10). Pengembangan mutu pondok pesantren.
b. Observasi
Hasil observasi dalam penelitian ini dicatat dalam ”catatan
lapangan”. Catatan lapangan merupakan alat yang sangat penting dalam
32
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2015), hal. 124 33
penelitian kualitatif. Sebagaimana ditegaskan oleh Bogdan dan Biklen
bahwa seorang peneliti pada saat di lapangan harus membuat “catatan”,
setelah pulang ke rumah atau tempat tinggal barulah menyusun “catatan
lapangan”. Sebab ”jantung penelitian” dalam konteks penelitian kualitatif
adalah ”catatan lapangan”. Catatan tersebut menurut Bogdan dan Biklen
adalah catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami dan
dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap data
dalam penelitian kualitatif.34
Observasi dilakukan untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan
dengan penelitian, yaitu berupa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
implementasi manajemen perubahan di Pondok Pesantren dalam
pengembangan mutu pesantren di lembaga pesantren tersebut, seperti
proses pembelajaran, suasana pendidikan di Pondok, proses rapat
pengembangan mutu, dan lain sebagainya. Prosedur ini dimagsud untuk
melengkapi prosedur pengumpulan data yang berasal dari wawancara
dan dokumentasi.
c. Dokumentasi
Teknik dokumentasi ini digunakan untuk mengumpulkan data dari
sumber non insani, sumber ini terdiri dari dokumen dan rekaman
(record). Lincoln dan Guba membedakan definisi antara dokumen dan
rekaman. Menurutnya “rekaman” adalah setiap pernyataan tertulis yang
disusun oleh seseorang atau lembaga untuk keperluan pengujian suatu
34
peristiwa. Sedangkan “dokumen” adalah setiap bahan tertulis yang tidak
dipersiapkan secara khusus untuk tujuan tertentu.35
Menurut Arikunto, dokumentasi didefinisikan sebagai ”setiap bahan
tertulis seperti buku-buku, majalah-majalah, dokumen,
peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian, dan lain sebagainya”.36
Tentunya
dalam hal ini ialah catatan tertulis yang sering digunakan untuk
memperoleh data dokumen tentang manajemen perubahan, dan
pengembangan mutu pondok pesantren seperti dokumen perubahan yang
telah dilaksanakan, dokumen hasil evaluasi mutu selama beberapa tahun,
rencana perubahan dan mutu Pondok Pesantren dan lain sebagaianya.
6. Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain,
sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada
orang lain. Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data,
menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam
pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat
kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain.37
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep
yang diberikan Miles & Huberman yang mengemukakan bahwa aktivitas
35
Lincoln & Guba, Effective Evaluation (San Fransisco: Jossey-Bass Publishers, 1981), hal. 228. 36
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hal. 149
37Analysis is the process of systematically searching and arranging the interview transcripts, field
dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung
secara terus-menerus pada setiap tahapan penelitian sampai tuntas, dan
datanya sampai jenuh. Aktifitas yang dimaksud meliputi data reduction, data
display dan conclusion, 38 sebagaimana pada gambar berikut:
Pengumpulan Data
Penyajian Data Reduksi Data
Kesimpulan
Gambar 1.1
Langkah Analisis Data Model Miles & Huberman
Data yang ditemukan melalui wawancara, observasi dan dokumentasi di
stakeholder Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar sangat komplek. Untuk itu
peneliti melakukan reduksi data, yaitu kegiatan merangkum, memilih hal-hal
yang pokok, menfokuskan pada hal-hal yang penting, disesuaikan dengan
fokus penelitian.
Data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas
dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data
(data display), yaitu pemaparan data sesuai dengan masing-masing fokus
penelitian dalam bentuk uraian, dan bagan yang menghubungkan antar
katagori. Sebagai langkah terakhir adalah penarikan kesimpulan dan
verifikasi.
38
7. Teknik Pengecekan Keabsahan Data
a. Pengamatan yang Tekun.
Ketekunan pengamatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan
dengan persoalan atau isu yang terkait tentang kegiatan Manajemen
Perubahan Pondok Pesantren, unit-unit usaha, dan kegiatan
ekstrakulikuler, kegiatan belajar mengajar, dan pengembangan mutu
pondok pesantren.
Ketekunan pengamatan menyediakan ”kedalaman”. Ketekunan
pengamatan ini dilaksanakan peneliti dengan cara mengadakan
pengamatan dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap
faktor-faktor yang menonjol yang ada hubungannya dengan
kegiatan-kegiatan Manajemen Perubahan Pondok Pesantren, unit-unit usaha, dan
kegiatan ekstrakulikuler, kegiatan belajar mengajar, dan pengembangan
mutu pondok pesantren. kemudian menelaahnya secara rinci sampai pada
suatu titik, sehingga pada pemeriksaan tahap awal tampak salah satu atau
seluruh faktor yang ditelaah sudah dipahami dengan cara yang biasa.
b. Triangulasi.
Teknik triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan
teknik triangulasi yang digunakan hanya tiga teknik, yaitu triangulasi
sumber, triangulasi metode dan triagulasi penyidik.39
1) Pertama, triangulasi dengan sumber
Triangulasi dengan sumber, berarti membandingkan dan
mengecek balik derajat kepercayaan informasi yang diperoleh
melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif.40
Contoh penerapan triangulasi dengan sumber dalam konteks
penelitian ini adalah menggali kebenaran informan tertentu melalui
berbagai metode dan sumber perolehan data. Selain wawancara, dan
observasi, peneliti menggunakan observasi terlibat (participant
observation), dokumen tertulis, arsip, dokumen sejarah, catatan
resmi, catatan atau tulisan pribadi dan gambar atau foto.
2) Kedua, triangulasi dengan metode
Triangulasi dengan menggunakan metode dalam konteks
penelitian ini, digunakan untuk menguji kredibilitas data dengan
melakukan check data kepada sumber yang sama dengan metode
yang berbeda.41Aplikasinya dalam penelitian ini adalah
membandingkan informasi atau data dengan cara yang berbeda.
Peneliti menggunakan metode wawancara bebas dan terstruktur,
serta peneliti menggunakan wawancara, observasi, atau pengamatan
untuk mengecek kebenarannya.
39
Norman K. Denzin, Sociological Methods (New York: McGraw-Hill, 1978), hal. 65. 40
Michael Quinn Patton, Qualitative Evaluation Methods (Beverly Hills: Sage Publications, 1987), hal. 331.
41
3) Ketiga, triangulasi dengan penyidik
Triangulasi dengan penyidik dalam konteks penelitian ini,
digunakan untuk pengecekan kembali derajat keabsahan data dengan
jalan memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya. Contoh
penerapannya dengan sumber dalam konteks penelitian ini adalah
menggunakan lebih dari satu orang yang berpengalaman dalam
pengumpulan dan analisis data.
c. Pengecekan Sejawat Melalui Diskusi.
Teknik ini dilakukan peneliti dengan cara mengekspos hasil
sementara yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik dengan
rekan-rekan sejawat. Contoh penerapannya dengan sumber dalam konteks
penelitian ini adalah mengumpulkan data yang diperoleh, kemudian dari
data tersebut dicek satu-persatu dalam suatu forum diskusi dengan
sejawat, untuk menyeleksi data-data yang valid dan dibutuhkan oleh
peneliti.
d. Kecukupan Referensial.
Konsep kecukupan referensial dalam konteks penelitian mula-mula
diusulkan oleh Eisner dalam Lincoln dan Guba sebagai alat untuk
menampung dan menyesuaikan dengan data tertulis untuk keperluan
evaluasi.42 Kecukupan referensial dalam proses penelitian ini adalah
dengan mengggunakan camera, tape-recorder, handycam sebagai alat
perekam yang pada saat senggang dimanfaatkan untuk membandingkan
42
hasil yang diperoleh dengan kritik yang telah terkumpul. Contoh
penerapannya dengan sumber dalam konteks penelitian ini adalah
mempersiapkan semua alat-alat tersebut dalam proses penelitian, serta
menggunakannya ketika proses wawancara, observasi dan pengamatan
pada proses penelitian dilaksanakan.
8. Tahapan Penelitian
Tahap-tahap penelitian dalam penelitian ini ada 4 (empat) tahapan. Yaitu:
(1) tahap pra-lapangan, yang meliputi: menyusun rancangan penelitian,
memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, menjajagi dan menilai
keadaan lapangan, memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan
perlengkapan penelitian dan yang menyangkut persoalan etika penelitian, (2)
Tahap pekerjaan lapangan, yang meliputi: memahami latar penelitian dan
persiapan diri, memasuki lapangan dan berperanserta sambil mengumpulkan
data, (3) Tahap analisis data, yang meliputi: analisis selama dan setelah
H. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Untuk memudahkan pembahasan dan pemahaman dalam penelitian ini, maka
penulis menyusun kerangka dengan sistematika sebagai berikut:
Bab Satu: PENDAHULUAN: Yaitu merupakan pola dasar yang
menggambarkan alur pemikiran penulis dalam penyusunan tesis, meliputi: Latar
belakang masalah, rumusan masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, kajian teoritik dan telaah penelitian terdahulu, metode penelitian, dan
sistematika pembahasan.
Bab Dua: KAJIAN PUSTAKA: Funsinya sebagai acuan dasar teori yang
digunakan untuk mengkaji data-data empiris yang diteliti, meliputi: Pengertian
Manajemen, Pengertian Manajemen Pendidikan, Pengertian Manajemen Pondok
Pesantren, dan implementasi dan faktor Manajemen Pondok Pesantren dalam
pengembangan mutu pondok pesantren.
Bab Tiga: PENYAJIAN DATA: Berfungsi sebagai penyajian data empiris
yang subtansinya meliputi: tinjauan umum wilayah penelitian (Pondok Pesantren
Wali Songo Ngabar), serta penyajian data umum dan khusus.
Bab Empat: ANALISIS DATA: Berfungsi sebagai analisis data, yaitu
tentang analisis implementasi Manajemen Perubahan Pondok Pesantren di PPWS,
dan analisis Faktor Manajemen Perubahan di PPWS.
Bab Lima: PENUTUP: Merupakan bab terakhir yang mencakup tentang
kesimpulan, saran-saran, kata penutup, daftar kepustakaan, dan lampiran-lampiran
146
BAB II
KONSEP MANAJEMEN PERUBAHAN DAN MUTU PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN
A. Konsepsi Manajemen Perubahan
1. Pengertian Manajemen Perubahan
Mengutip pendapat Griffin, manajemen adalah sebuah proses
perencanaan, pengelolaan, pelaksanaan, dan evaluasi aktivitas atau kegiatan
yang ada di dalam organisasi.43 Tony Bush menganggap bahwa manajemen
adalah satu ilmu pengetahuan yang menjelaskan tentang proseduralisme yang
wajib dilalui oleh seorang pemimpin untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi
yang sudah dicanangkan dan direncanakan sebelumnya.44
Manajemen menurut Warren Bennis, adalah proses penempatan orang
pada posisi yang tepat (getting people to do what needs to be done), agar
tujuan-tujuan organisasi bisa tercapai secara efektif dan efesien.45 Hani
Handoko mengamini bahwa concern utama logos manajemen adalah cult of
effeciency and effectivity. Efesiensi adalah sebuah nilai yang mengajarkan
setiap program yang dicanangkan organisasi harus tepat waktu dan memiliki
hitungan anggaran yang cukup. Sedangkan efektifitas adalah nilai yang bisa
didapat dari program yang dicanangkan dan orang yang melaksanakan
kegiatan tersebut.46
43
Sebagaimana dikutip Husaeni Usman, Manajemen,”Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan” edisi 3, (Jakarta: Bumi aksara, 2009), hal. 624
44
Tony Bush, Leadership and Management Development (Los Angeles & London: SAGE Pub. 2008), hal. 6
45
Warren Bennis, on Becoming a Leader (Philadelpia; Basic Book Inc, 2009), hal. 34 46
Adapun pengertian terkait perubahan, Cook memformulasikan konsep
perubahan adalah proses dimana kita pindah dari kondisi yang berlaku
menuju kondisi yang diinginkan yang dilakukan oleh individu, kelompok,
serta organisasi dalam hal bereaksi terhadap kekuatan dinamik internal
maupun eksternal.47 Perubahan merujuk pada sebuah terjadinya sesuatu yang
berbeda dengan sebelumnya. Perubahan bisa juga bermakna melakukan
hal-hal dengan cara yang baru, memasang sistem baru, mengikuti
prosedur-prosedur manajemen baru, mengikuti jalur baru, mengadopsi teknologi baru,
penggabungan (merging), melakukan reorganisasi, atau terjadinya peristiwa
yang bersifat mengganggu (disruptive) yang sangat signifikan.48
Potts dan La Marsh melihat bahwa perubahan merupakan pergeseran dari
keadaan sekarang suatu organisasi menuju keadaan yang diinginkan di masa
depan. Perubahan dari keadaan sekarang tersebut dilihat dari struktur, proses,
orang dan budaya.49 Sementara itu Wibowo menyampaikan perubahan selalu
dimulai dengan inisiatif pandangan pada hasil positif. Hambatan paling
umum untuk keberhasilan perubahan ialah resistensi manusia, yang
menyebabkan resistensi dan perubahan terjadi lebih cepat dan lancar.50
Pandangan para ahli di atas, tentang makna perubahan sangat bervariasi
menurut sudut pandang dan pengalaman masing-masing. Oleh sebab itu,
pengertian-pengertian tersebut, dapat dikombinasikan dan disesuaikan dengan
kondisi yang ada.
47
Ismail Nawawi Uha, Manajemen Perubahan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2014), hal. 2 48
Jeff Davidson, Change Management, (Jakarta: Prenada Media, 2005), hal. 3 49
Rebecca Potts and Jeanne La Marsh, Master Change Maximize Success, (British, Copyrighted Material, 2004), Hal. 36.
50
Sedangkan manajemen perubahan ialah suatu proses secara sistematis
dalam menerapkan pengetahuan, sarana dan sumber daya yang diperlukan
untuk mempengaruhi perubahan pada orang yang akan terkena dampak dari
proses tersebut.51 Wibowo juga mengatakan bahwa Manajemen Perubahan
merupakan pengelolaan sumber daya untuk mencapai tujuan organisasi,
dalam kondisi lingkungan yang bergerak terus-menerus. Dengan demikian,
manajemen perubahan pada hakikatnya adalah merupakan manajemen kinerja
yang bersifat dinamis. Hal yang paling berperan untuk keberhasilan
perubahan ialah sumber daya manusia (SDM). Oleh karena itu, peningkatan
kualitas SDM secara terus-menerus merupakan suatu keharusan.52
Dalam industrial management, Lisa Kudray dan Brian Kleiner
mendefinisikan manajemen perubahan sebagai “sebuah proses penyejajaran
(alignment) berkelanjutan sebuah organisasi dengan pasarnya dan
melakukannya dengan lebih tanggap dan efektif daripada pesaingnya.”53
Manajemen perubahan ditujukan untuk memberikan solusi bisnis yang
diperlukan dengan sukses dengan cara yang terorganisasi dan dengan metode
melalui pengeloalaan dampak perubahan pada orang yang terlibat di
dalamnya. Maka dari itu, Manajemen perubahan perlu mengambil pelajaran
dari pengalaman sebelumnya, menjalankan proses perubahan dengan benar,
51
Ibid, hal. 241 52
Wibowo, Manajemen Perubaha…, hal. V 53