• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA KOMUNIKASI GURU BK DALAM MENCEGAH PERILAKU SEKS BEBAS SISWA DI SMA NEGERI 1 CINANGKA - FISIP Untirta Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "POLA KOMUNIKASI GURU BK DALAM MENCEGAH PERILAKU SEKS BEBAS SISWA DI SMA NEGERI 1 CINANGKA - FISIP Untirta Repository"

Copied!
165
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Konsentrasi Ilmu Humas

Program Studi Ilmu Komunikasi

Oleh:

RIFKI KURNIAWAN NIM. 6662111397

KONSENTRASI ILMU HUMAS

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

SERANG - BANTEN

(2)
(3)
(4)
(5)

“Percayai Dirimu Orang Paling Beruntung,

Karena Keberuntungan Itu Akan Selalu Mengikutimu”

(R.K)

Karya kecil yang berisikan pelajaran tentang doa, usaha,

kesabaran, kesungguhan, keikhlasan, keberuntungan dan

keberhasilan.

Skripsi ini kupersembahkan untuk

Ibu, Abah dan keluarga tercinta,

seseorang yang menjadi motivasi,

serta sahabat-sahabat terbaiku.

(6)

Mencegah Perilaku Seks Bebas Siswa Di SMA Negeri 1 Cinangka. Pembimbing 1 : Dr. Rahmi Winangsih, M. Si dan Pembimbing II : Teguh Iman Prasetya, SE, M.Si

Di zaman yang semakin berkembang, dengan beragam pula tingkah laku serta masalah sosial yang terjadi di masyarakat terutama remaja. Perkembangan teknologi sekarang ini telah banyak memberi pengaruh buruk bagi remaja, sehingga menyebabkan terjadinya kenakalan remaja. Seks bebas di kalangan anak-anak (pelajar), ini merupakan fenomena yang meresahkan. Banyak orangtua sangat khawatir dan berdoa, agar anak-anaknya tidak menjadi salah satu pelakunya. SMA Negeri 1 Cinangka merupakan sekolah yang sedang berkembang, namun tidak menutup mata dengan fenomena perilaku seks bebas di kalangan pelajar pada umumnya, terlebih wilayah SMA Negeri 1 Cinangka termasuk kedalam daerah wisata, maka arus seks bebas tidak bisa dibendung lagi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisa pola komunikasi guru BK dalam mencegah perilaku seks bebas siswa di SMA Negeri 1 Cinangka. Pada penelitian ini peneliti menggunakan teori Atribusi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan paradigma intrerpretif. Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti yaitu wawancara mendalam dan observasi dengan pihak guru BK di SMA Negeri 1 Cinangka, dengan wawancara memakai 1 key informan dari guru BK, 4 orang informan pendukung dan 2 informan pendukung praktisi remaja dan reproduksi seksual serta dokumentasi kegiatan. Hasil dari penelitian ini ialah pola komunikasi yang digunakan guru BK di SMA Negeri 1 Cinangka menggunakan pola Roda dalam mengadakan kegiatan bimbingan classical, sosialisasi, penyuluhan serta menggunakan media informasi lainnya. Komunikasi yang dilakukan oleh guru BK menggunakan komunikasi pendekatan secara preventif dan persuasif, ada beberapa faktor pendukung dalam kerja sama dengan guru BK yang kaitannya mencegah perilaku seks bebas dilingkungan sekolah. Diantaranya, kerja sama dari BNN, BKKBN, DISPAPORA, serta pihak kepolisian. Hambatan yang terjadi terdapat di gangguan semantik yaitu adanya bahasa saru, gangguan mekanik adanya kegaduhan dari para siswa, hambatan kepentingan, motivasi dan prasangka masih bisa diminimalisir oleh guru BK dengan memberikan informasi yang benar dan konkret. Solusi dalam mencegah perilaku seks bebas, selain pemberian informasi yang benar, juga dilakukan bimbingan yang rutin serta pendidikan agama dan akhlak yang kuat sebagai filter pelajar kedalam kehidupannya.

(7)

Counseling Teachers in Preventing Sexual Behaviour Free Students In SMA Negeri 1 Cinangka. Supervisor 1: Dr. Winangsih Rahmi, M. Si and Supervisor II: Teguh Iman Prasetya, SE, M.Si

In the developing era, there are varieties of behaviors and social problems that happen in the society, especially teenagers. Technological developments have made many bad influences towards teenagers, that causing juvenile delinquency. Free sex among young people (students) is an unsettling phenomenon. Many parents were very worried and prayed that their children did not become one of the perpetrators. SMA Negeri 1 Cinangka is a growing school, but without ignoring to the phenomenon of sex behavior among students in general, especially the region of SMA Negeri 1 Cinangka included into the tourist areas, which the flow of free sex is irreversible. The purpose of this research is to identify and analyze patterns of communication of counseling teachers in preventing sex behavior of students in SMA Negeri 1 Cinangka. .In this study, researchers used Attribution theory. This research used descriptive method with interpretive paradigm. Data collection techniques used by researchers, namely in-depth interviews and observations by the counseling teacher at SMA Negeri 1 Cinangka, with by using one key informant from counseling teachers, 4 supporters informant and 2 supporting informant youth practitioners and sexual reproduction and the documentation of the research..Results from this study was that communications made by communication patterns which was used by counseling teachers in SMA Negeri 1 Cinangka was wheel in conducting classical guidance activities, socialization, counseling and used other information media. The counseling teachers used a preventive approach communication and persuasive, There are several contributing factors in cooperation with the counseling teachers related to the free sex preventive within school environment. For instance, the cooperation of BNN, BKKBN, DISPARPORA, and the police. Barriers that occur were in semantic disorder which is vague of language, mechanical disruption such as the noise from the students, the barriers of interest, motivation and prejudice still be minimized by counseling teachers by providing the right and concrete information. Solution in preventing sex behavior, besides giving the right information, also conducted regular guidance and religious education and a strong morality as afilter for students’ life.

(8)

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dengan judul “Pola Komunikasi Guru BK Dalam Mencegah Perilaku Seks Bebas Siswa di SMA Negeri 1 Cinangka.”

Selama proses penulisan skripsi ini tentunya banyak sekali menerima bantuan, bimbingan, dorongan, support, dan nasihat dari berbagai pihak, sehingga skripsi penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu dalam kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Allah SWT, yang telah melimpahkan karunia, kemudahan dan hidayah Nya.

2. Bapak Prof. Dr. Sholeh Hidayat, M.Pd selaku Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa beserta staff dan jajarannya

3. Bapak Dr. Agus Sjafari, S.Sos., M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa beserta staff dan jajarannya.

4. Ibu Neka Fitriyah, S.Sos,. M.Si selaku Ketua Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

(9)

atas bimbingannya, kesabaran dan juga saran, kritik serta masukan yang telah banyak membantu peneliti menyelesaikan skripsi ini.

8. Bapak Teguh Iman Prasetya, SE., M.Si, selaku dosen pembimbing II. Terimakasih atas bimbingannya, kesabaran, dan juga saran, kritik serta masukan yang telah banyak membantu peneliti menyelesaikan skripsi ini.

9. Seluruh dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan selama peneliti duduk dibangku perkuliahaan.

10. Ibu dan Abah yang selalu memberi motivasi, mendoakan, serta memberikan dukungan moril maupun materil agar peneliti dapat menyelesaikan skripsi.

11. Kepada kakak tercinta Teh Yeni, Kak Edward dan Kak Hendri serta keluarga besar yang turut memberikan dukungan dan doa agar peneliti dapat menyelesaikan skripsi.

12. Ibu Dra. Wonisah, Ibu Dra. Rohanah dan Bapak Drs. H. Subki selaku narasumber. Terimakasih atas ketersediaannya memberikan informasi dan jawaban pada penelitian ini sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

(10)

penelitian ini sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

15. Sahabat-sahabatku Tenar (Tiara, Ema, Nana, Arin Nia), Euis Rahma Pujiani, Raudatul Faizah dan Asep Budianto. Terimakasih atas dukungan, motivasi dan menjadi teman curhat, hiburan kalian selama ini sehingga peneliti bisa menyelesaikan skripsi ini.

16. Kawan-kawan seperjuangan C Humas 2011. Abel, Ade, Agung, Amanda, Dina, Fairus, Fauzul,Gima, Hari, Helmi, Ifat, Irene, Irhas, Ismah, Laras, Lifah, Mitha, Mutia, Neni, Noni, Nurjanah, Puti, Reza Ali, Resty, Seftian, Tanya, Ufi, Yudi dan Zahra. Terimakasih atas saran, motivasi, bantuan, doa, dukungan serta kebersamaan selama ini sehingga peneliti bisa menyelesaikan skripsi ini.

17. Triara Yunisari, Gebby Irene dan Uum Umedah. Terimakasih atas saran, bantuan, doa dan dukungan sehingga peneliti bisa menyelesaikan skripsi ini.

18. Teman-teman angkatan 2011 yang selalu memberikan saran, dukungan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

(11)

dikarenakan keterbatasan wawasan peneliti. Oleh karena itu, peneliti dengan rendah hati memohon maaf atas kekurangan dan kelemahan yang terdapat dalam skripsi ini, peneliti berharap kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan peneliti ini.

Akhir kata, peneliti berharap skripsi ini dapat berguna dan dapat menambah ilmu pengetahuan serta wawasan bagi siapa pun yang membacanya.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Serang, Juni 2015

(12)

LEMBAR ORISINALITAS

LEMBAR PERSETUJUAN

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

ABSTRAK

ABSTRACT

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Identifikasi Masalah... 8

1.4 Tujuan Penelitian ... 8

(13)

2.1.2 Tujuan Komunikasi ... 11

2.1.3 Fungsi Komunikasi ... 12

2.1.4 Hambatan Komunikasi... 15

2.1.5 Pola Komunikasi ... 18

2.2 Komunikasi Pendidikan... 21

2.3 Guru ... 22

2.4 Bimbingan dan Konseling ... 22

2.4.1 Tujuan Bimbingan dan Konseling... 23

2.4.2 Fungsi Bimbingan dan Konseling ... 24

2.5 Remaja ... 25

2.5.1 Tahap Perkembangan Remaja ... 26

2.5.2 Perkembangan Perilaku Seksual Remaja... 27

2.6 Perilaku Seks Bebas ... 28

2.6.1 Bentuk-Bentuk Perilaku Seks Bebas... 28

2.6.2 Faktor-Faktor Penyebab Seks Bebas... 29

2.6.3 Akibat yang Ditimbulkan Seks Bebas ... 30

2.6.4 Penanggulangan Dampak Seks Bebas ... 33

2.7 Teori Atribusi ... 35

2.8 Kerangka Berpikir... 37

(14)

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 45

3.4 Informan Penelitian... 49

3.5 Analisis Data ... 51

3.6 Uji Validitas Data...53

3.7 Lokasi Penelitian...54

3.8 Jadwal Penelitian...55

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Obyek Penelitian ... 56

4.1.1 Profil Singkat SMA Negeri 1 Cinangka ... 56

4.1.2 Visi, Misi, dan Tujuan dan Sasaran Sekolah ... 58

4.1.3 Potensi Lingkungan Sekolah ... 61

4.2 Deskripsi Data ... 62

4.3 Pembahasan ... 64

4.3.1 Pola Komunikasi Guru BK SMA Negeri 1 Cinangka ... 65

4.3.1.1 Penyebab Perilaku Seks Bebas ... 70

4.3.1.1.1 Faktor Lingkungan ... 70

4.3.1.1.2 Faktor Personal ... 71

4.3.2 Faktor Pendukung... 74

(15)

5.1 Kesimpulan... 83 5.2 Saran... 86

DAFTAR PUSTAKA ...91

(16)
(17)
(18)

1.1 Latar Belakang Masalah

Di zaman yang semakin berkembang semakin beragam pula tingkah laku serta masalah sosial yang terjadi di masyarakat terutama remaja. Perkembangan teknologi sekarang ini telah banyak memberi pengaruh buruk bagi remaja sehingga menyebabkan terjadinya kenakalan remaja. Kemajuan teknologi telah merubah pola pikir kalangan remaja. Perubahan pola pikir remaja juga disertai dengan perubahan perilaku remaja dalam menyikapi zaman modernisasi. Kenakalan remaja tidak hanya disebabkan oleh pengaruh teknologi yang semakin modern, namun bisa juga disebabkan oleh berbagai faktor yaitu faktor intern yang berasal dari dalam diri sendiri dan faktor ekstern yang bisa berasal dari pengaruh lingkungan. Perubahan perilaku yang banyak terjadi di kalangan remaja kini menjadi hal yang sangat di takuti orang tua.

(19)

tahun) saja yang melakukannya, namun sekarang kalangan remaja SMP-SMA sudah melakukannya walaupun hanya satu kali. Kita juga tidak tahu lagi berapa jumlah wanita dan pria yang masih perawan dan masih perjaka, karena tidak sedikit masyarakat di Indonesia telah melakukan seks bebas.

Seks bebas di kalangan anak-anak (pelajar), ini merupakan fenomena yang menggerahkan. Banyak orangtua sangat khawatir dan berdoa agar anak-anaknya tidak menjadi salah satu pelakunya. Kewaspadaan tinggi dengan membuat berbagai aturan di rumah ataupun upaya-upaya untuk mengontrol agar anak tidak terjerumus tentulah juga sudah dilakukan sebagai langkah pencegahannya.

Survei Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), menyatakan, secara nasional terdata bahwa sebanyak 66 persen remaja putri usia sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA) tidak lagi perawan yang artinya pada usia sekolah tersebut mereka sudah mengenal seks bebas. Pemberitaan di berbagai media, tampaknya menunjukkan fenomena yang sama terjadi di berbagai kota, tidak terbatas pada kota-kota besar melainkan juga pada kabupaten-kabupaten kecil.

Temuan berdasarkan survey atau penelitian semacam ini memang benar-benar bukan merupakan berita yang menggembirakan. Tapi itulah kenyataan yang mengemuka yang telah hadir dalam kehidupan kita.

(20)

akibat mengidap HIV/AIDS. Total warga Banten yang mengidap HIV/AIDS selama kurun waktu tersebut sebanyak 2.731 orang yang terdiri atas 1.844 yang terjangkit HIV dan 887 yang terjangkit AIDS.

Project Officer Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Banten, Arif Mulyawan mengatakan, dari data yang didapat Dinas Kesehatan Provinsi Banten, untuk di Kabupaten Serang penderita HIV 350 orang, penderita AIDS sebanyak 60 orang dan kasus kematin akibat HIV/AIDS sebanyak 21 orang. Untuk di Kota Serang, penderita HIV sebanyak 45 orang, AIDS 71 orang dan kasus kematian 26 orang.

Selanjutnya, di Kabupaten Pandeglang, penderita HIV sebanyak 48 orang, AIDS 22 orang dan kasus kematian 13 orang; Kabupaten Lebak penderita HIV 46 orang, AIDS sebanyak 57 orang dan kasus kematian 13 orang; Kabupaten Tangerang, penderita HIV 487 orang, penderita AIDS sebanyak 239 orang dan kasus kematian 14 orang.

Untuk di Kota Tangerang penderita HIV sebanyak 674 orang, AIDS 311 orang dan kasus kematian 21 orang; Kota Tangerang Selatan penderita HIV sebanyak 85 orang, AIDS sebanyak 28 orang dan kasus kematian 1 orang.

“...Penularan penderita HIV/AIDS yang ada di Banten, umumnya karena prilaku seks yang tidak benar atau tidak dengan pasanganya. “Penularanya lebih karena faktor seks bebas,” ujarnya.1

1

(21)

Seperti zaman yang semakin berkembang, semakin beragam pula tingkah laku serta masalah sosial yang terjadi di masyarakat terutama masalah remaja. Perkembangan teknologi sekarang ini telah banyak memberi pengaruh buruk bagi remaja sehingga menyebabkan terjadinya kenakalan remaja. Kemajuan teknologi telah merubah pola pikir kalangan remaja. Perubahan pola pikir remaja juga disertai dengan perubahan perilaku remaja dalam menyikapi zaman modernisasi.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola diartikan sebagai bentuk (struktur) yang tetap. Sedangkan komunikasi adalah proses penciptaan arti terhadap gagasan atau ide yang disampaikan. Komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.2Dengan demikian, pola komunikasi di sini dapat dipahami sebagai pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.

Pola komunikasi guru BK yang efektif dalam mengadakan bimbingan adalah pola komunikasi yang didalamnya terjadi interaksi dua arah antara guru BK dan siswa. Artinya, guru tidak harus selalu menjadi pihak yang dominan yang berperan sebagai pemberi informasi saja tetapi guru juga harus memberikan stimulus bagi siswa agar tergerak lebih aktif. Komunikasi yang dilakukan guru harus mampu menggugah motivasi siswa untuk terlibat

2

(22)

mengisi dan menemukan makna pemberian informasi yang diberikan pada saat bimbingan tersebut.

Siswa akan menjadi lebih aktif ketika mereka memiliki rasa kebersamaan di kelas atau ruangan konseling tersebut. Rasa kebersamaan ini dapat dibina dari komunikasi yang dilakukan guru BK ataupun siswa yang lain agar dirinya merasa di terima.Perasaan diterima inilah sebagai salah satu komponen yang dapat menumbuhkembangkan siswa. Ketika seseorang diterima, dihormati, dan disenangi orang lain dengan segala bentuk keadaan dirinya, maka mereka akan cenderung untuk meningkatkan penerimaan dirinya. Komunikasi efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik. Setiap kali guru melakukan komunikasi, sebenarnya bukan hanya sekedar menyampaikan isi pesan tetapi juga membangun sebuah hubungan interpersonal.

SMA Negeri 1 Cinangka merupakan sekolah filial dari SMA Negeri 1 Anyer. Sebagai sekolah rintisan yang mulai beraktifitas pada tahun 2002, sampai sekarang telah memiliki jumlah siswa sebanyak 558 siswa.3 SMA Negeri 1 Cinangka merupakan sekolah yang sedang berkembang, namun tidak menutup mata dengan fenomena perilaku seks bebas di kalangan pelajar pada umumnya. Menurut penuturan Guru BK SMA Negeri 1 Cinangka, Dra Wonisah.

“...Fenomena seks bebas dikalangan pelajar sudah sangat meresahkan, banyak kejadian-kejadian. Namun untuk wilayah SMA Negeri 1 Cinangka

3

(23)

belum sampai kejadian, apalagi kita di daerah wisata pantai fenomena seks bebas tersebut Masya Allah sudah merajalela.4

Secara geografis SMAN 1 Cinangka terletak di kecamatan Cinangka kabupaten Serang, dan berada disepanjang pantai Anyer dan Carita yang merupakan objek wisata. Disamping itu kecamatan Cinangka juga memiliki geografis perbukitan dengan tanah yang subur dan penghasil hasil bumi yang melimpah terutama dibagian timur kecamatan Cinangka.

Fenomana yang terjadi tersebut mengakibatkan rusaknya moral remaja saat ini yang dimana dikhawatirkan akan merusak sendi-sendi kehidupan di masyarakat yang akan datang. Saat ini banyak hal yang dilakukan oleh remaja, orang tua, dan pemerintah dalam memerangi seks bebas yang sudah mulai menghiasi kehidupan remaja.

Menghadapi segala gejala-gejala seks bebas di kalangan pelajar yang sudah sangat meresahkan, tindakan-tindakan pencegahan atau preventif pun tidak luput dilakukan oleh pihak sekolah, terlebih Guru BK sebagai orang yang paling merasa bertanggung jawab terhadap siswa-siswi yang berada di wilayah lingkungan SMA Negeri 1 Cinangka.

Salah satu faktor terbesar yang mengakibatkan remaja kita terjerumus ke dalam prilaku seks bebas adalah kurangnya kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya selain itu peranan agama dan keluarga sangat penting untuk mengantisipasi perilaku remaja tersebut.Selain itu peran guru sebagai model

4

(24)

atau contoh bagi anak di lingkungan sekolah harus diperhatikan. Setiap anak mengharapkan guru mereka dapat menjadi contoh atau model baginya. Oleh karena itu tingkah laku pendidik baik guru, orang tua atau tokoh-tokoh masyarakat harus sesuai dengan norma-norma yang dianut oleh masyarakat, bangsa dan negara.Peran guru sebagai pelajar (leamer).

Seorang guru dituntut untuk selalu menambah pengetahuan dan keterampilan agar supaya pengetahuan dan keterampilan yang dirnilikinya tidak ketinggalan jaman. Pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai tidak hanya terbatas pada pengetahuan yang berkaitan dengan pengembangan tugas profesional, tetapi juga tugas kemasyarakatan maupun tugas kemanusiaan terutama yang berkaitan dengan pendidikan karakter, budaya dan moral.

Komunikasi yang baik antara guru BK dan siswa memiliki peranan yang penting dalam membentuk karakter dan perilaku seksual siswa. Selain itu, dengan komunikasi yang baik akan memberikan gambaran atau pandangan mengenai pemaknaan seks yang benar sehingga siswa dapat mengerti batasan mana yang seharusnya baik atau tidak baik bagi mereka. Melalui komunikasi yang baik pula, guru BK dapat membimbing serta memberikan pemahaman-pemahaman mengenai seksualitas dan perilaku seksual yang bertanggung jawab pada anak.

(25)

komunikasi guru BK terhadap siswadan bagaimana pencegahan perilaku seks bebas dikalangan siswa SMA inilah yang akan dikaji oleh peneliti.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalahPola Komunikasi Guru BK Dalam Mencegah Perilaku Seks Bebas Siswa di SMA Negeri 1 Cinangka.

1.3 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian permasalahan diatas, maka dapat diidentifikasikan permasalahan-permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pola komunikasi guru BK terhadap siswa di SMA Negeri 1 Cinangka?

2. Seperti apa faktor pendukung guru BK dalam mencegah perilaku seks bebas siswa di SMA Negeri 1 Cinangka?

3. Bagaimana hambatan dan solusi dalam mencegah perilaku seks bebas siswa di SMA Negeri 1 Cinangka?

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun beberapa tujuan penelitian yang ingin dicapai dari hasil penelitian ini, adalah untuk:

(26)

2. Mengetahui faktor pendukung dalam mencegah perilaku seks bebas siswa di SMA Negeri 1 Cinangka.

3. Mengetahui hambatan dan solusi dalam mencegah perilaku seks bebas siswa di SMA Negeri 1 Cinangka.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Kegunaan penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap ilmu komunikasi khususnya mengenai pola komunikasi. Menerapkan ilmu yang diterima peneliti selama menjadi mahasiswa komunikasi FISIP Untirta serta menambah cakrawala pengetahuan dan wawasan peneliti tentang pola komunikasi guru BK dalam mencegah perilaku seks bebas siswa.

1.5.2 Manfaat Praktis

Adapun hasil penelitian bagi kegunaan praktis, diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna:

1. Diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian dan sumber bacaan di lingkungan SMA Negeri 1 Cinangka.

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Komunikasi

Menurut Onong Uchjana Effendy dalam buku “Ilmu Komunikasi dalam

Teori dan Praktek”. “Istilah komunikasi dalam bahasa Inggris “Communications” berasal dari kata latin “Communicatio, dan bersumber dari

kata “Communis” yang berarti “sama”, maksudnya adalah sama makna.5

Kesamaan makna disini adalah mengenai sesuatu yang dikomunikasikan, karena komunikasi akan berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan atau dikomunikasikan, Suatu percakapan dikatakan komunikatif apabila kedua belah pihak yakni komunikator dan komunikan mengerti bahasa pesan yangdisampaikan”.

Menurut Carl I. Hovland, ilmu komunikasi adalah “Upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi serta

pembentukan pendapat dan sikap”.6

Definisi Hovland di atas menunjukkan bahwa yang dijadikan objek studi ilmu komunikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan juga pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap publik (public

5

Prof. Drs. Onong Uchajana Effendy, M.A, 2006, Komunikasi : Teori dan Praktek, Remaja Rosdakarya, Bandung, hlm.9

6

(28)

attitude) yang dalam kehidupan sosial dan kehidupan politik memainkan peranan yang amat penting. Bahkan dalam definisinya secara khusus mengenai pengertian komunikasinya sendiri, Hovland mengatakan bahwa komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain (communication is the process to

modify the behavior of other individuals).

Akan tetapi, seseorang akan dapat mengubah sikap, pendapat, atau perilaku orang lain apabila komunikasinya itu memang komunikatif seperti di uraikan di atas.

2.1.2 Tujuan Komunikasi

Menurut Onong Uchajana Effendy dalam buku yang berjudul “Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi”. Tujuan komunikasi adalah :

a. Perubahan sikap (attitude change)

Adalah kegiatan memberikan berbagai informasi pada masyarakat dengan tujuan akhirnya supaya masyarakat akan berubah sikapnya.

b. Perubahan pendapat (Opinion change)

(29)

c. Perubahan perilaku (behavior change)

Adalah kegiatan memberikan berbagai informasi pada masyarakat dengan tujuan supaya masyarakat akan berubah perilakunya.

d. Perubahan sosial (social change)

Adalah perubahan sosial dan partisipasi sosial,memberikan berbagai informasipada masyarakat tujuan akhirnya supaya masyarakat mau mendukung dan ikut serta terhadap tujuan informasi itu di sampaikan.

Sedangkan menurut Gordon I. Zimmerman yang dikutip oleh Dedy Mulyana dalam buku yang berjudul “Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar”

merumuskan tujuan komunikasi menjadi dua kategori besar, yaitu :

a. Berkomunikasi untuk menyelesaikan tugas-tugas yang penting bagi kebutuhan.

b. Berkomunikasi untuk menciptakan dan memupuk hubungan dengan orang lain.

2.1.3 Fungsi Komunikasi

Pada umumnya fungsi komunikasi dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Komunikasi Sosial

“Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya

(30)

dari tekanan dan tegangan, antara lain lewat komunikasi yang bersifat menghibur, memupuk hubungan dengan orang lain”.7

Fungsi ini adalah fungsi utama dalam sebuah komunikasi. Guru BK tentu ingin agar semua komunikasi yang disampaikan kepada siswa-siswanya tepat mengenai mereka dan informasi yang dikomunikasikan oleh guru BK sesuai dengan kebutuhan mereka.

2. Komunikasi Ekspresif

“Komunikasi ekspresif tidak otomatis bertujuan mempengaruhi

orang lain, namun dapat dilakukan sejauh komunikasi tersebut menjadi instrumen untuk menyampaikan perasaan-perasaannya (emosi)”.8

Komunikasi guru BK kepada siswa akan dapat diterima apabila menggunakan kekuatan emosional dalam setiap penyampaian komunikasi. Guru BK tidak hanya dituntut untuk menyampaikan informasi dalam komunikasinya kepada siswa, namun guru BK juga dituntut agar bisa membuat suasana komunikasi yang berlangsung menjadi lebih akrab serta kedekatan dalam komunikasi tersebut.

3. Komunikasi Ritual

“Komunikasi ritual sering juga bersifat ekspresif, menyatakan

perasaan terdalam seseorang. Kegiatan ritual memungkinkan para pesertanya berbagi komitmen emosional dan menjadi perekat bagi kepaduan mereka, juga sebagai pengabdian kepada kelompok. Bukankah substansi kegiatan ritual itu sendiri yang terpenting, melainkan perasaan

7

Deddy Mulayana,Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, 2003, Remaja Rosdakarya, Bandung, hlm.5

8

(31)

senasib sepenanggungan yang menyertainya, perasaan bahwa adanya keterikatan oleh sesuatu yang lebih besar daripada diri sendiri, yang bersifat abadi, dan bahwa diakui dan diterima dalam kelompok”.9

Fungsi ini harus diterapkan oleh guru BK untuk menciptakan suatuperasaan yang saling menghargai dan dihargai oleh siswa, sehingga dapat tercipta suatu keterikatan tersebut.

4. Komunikasi Instrumental

“Mempunyai beberapa tujuan umum: menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap dan keyakinan, dan mengubah perilaku atau menggerakan tindakan, dan juga untuk menghibur. Sebagai instrumen, komunikasi tidak saja kita gunakan untuk menciptakan dan membangun hubungan, namun juga untuk menghancurkan hubungan tersebut. Studi komunikasi membuat peka terhadap berbagai strategi yang dapat digunakan dalam komunikasi untuk bekerja lebih baik dengan orang lain demi keuntungan bersama. Komunikasi berfungsi sebagai instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi dan pekerjaan, baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang.10

Fungsi komunikasi ini merupakan pelengkap dari semua fungsi komunikasi yang harus diterapkan oleh guru BK. Dimana guru BK harus dapat menyampaikan informasi yang menarik dan bermanfaat. Serta guru BK dalam berkomunikasi dengan siswa juga harus memiliki tujuan selain

9

Deddy Mulayana,Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, 2003, Remaja Rosdakarya, Bandung, hlm.25

10

(32)

agar pesan dapat diterima oleh siswa, tetapi juga dapat berpengaruh sehingga membuat siswa melakukan apa yang disampaikan oleh guru BK.

2.1.4 Hambatan Komunikasi

Berikut ini adalah beberapa hal yang merupakan hambatan komunikasi yang harus menjadi perhatian bagi komunikator untuk dapat berkomunikasi dengan sukses, yaitu :11

1. Gangguan

Ada dua jenis gangguan yang menjadi penghambat jalannya komunikasi yang dapat diklasifikasikan dengan gangguan semantik dan gangguan mekanik.

a. Gangguan semantik adalah gangguan tentang bahasa terutama terutama yang berkaitan dengan perbedaan dan pemahaman bahasa yang digunakan oleh komunikator maupun komunikan, sehingga menimbulkan salah paham. Guru BK harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar serta mudah dipahami oleh siswa agar siswa dapat menerima isi pesan yang disampaikan oleh guru BK.

b. Gangguan mekanik adalah gangguan yang disebabkan saluran komunikasi atau kegaduhan yang bersifat fisik, terutama yang berkaitan dengan alat atau media yang digunakan. Hal ini bisa terjadi pada saat guru BK menyampaikan pesan informasi kepada

11

(33)

siswa kurang begitu jelas, karena adanya gangguan suara bising dari luar. Sehingga hal ini mempengaruhi pemahaman siswa terhadap isi pesan yang disampaikan oleh guru BK.

2. Kepentingan

Komunikator yang tidak memperhatikan kepentingan komunikan akan terjadi ketidakseimbangan antara keduanya, sehingga komunikan hanya akan melakukan komunikasi apabila ada kepentingan yang berkaitan dengannya. Biasanya kepentingan ini juga akan membuat seseorang selektif dalam menanggapi atau menghayati suatu pesan. Kepentingan juga bukan hanya mempengaruhi perhatian akan tetapi juga daya tanggap, perasaan, pikiran dan tingkah laku yang merupakan sifat reaktif terhadap segala perangsang yang tidak bersesuaian atau bertentangan dengan suatu kepentingan.

Agar hambatan komunikasi ini dapat diminimalisir oleh guru BK, maka peran guru BK harus dapat mengutamakan kepentingan siswanya, misalnya dalam mendengarkan curhatan serta apa yang dirasakan oleh siswa pada saat itu.

3. Motivasi

(34)

mengalami hambatan. Selain kepentingan, motivasi dari siswa dalam mendengarkan setiap komunikasi yang disampaikan oleh guru BK perlu diperhatikan. Misalnya dalam memenuhi kebutuhan akan informasi, pendidikan yang dibutuhkan oleh siswa agar dapat terpenuhi.

4. Prasangka

Prasangka merupakan salah satu rintangan yang berat dalam berkomunikasi, karena inilah ada komunikan yang memiliki prasangka terhadap komunikator, maka kecurigaan komunikan kepada komunikator akan menjadi penghambat. Selain itu juga adanya sikap menentang dan berburuk sangka kepada komunikator bisa memperburuk keadaan, tetapi apabila komunikator mampu memberi kesan yang baik dan mampu meyakinkan komunikan, maka komunikasi akan dapat berjalan sukses.

(35)

2.1.5 Pola Komunikasi

Pola komunikasi berasal dari dua kata yaitu pola dan komunikasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pola bisa diartikan sebagai model atau bentuk (struktur) yang tetap, sedangkan komunikasi dapat diartikan sebagai pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Jika kedua kata tersebut dihubungan menjadi pola komunikasi, secara ringkas dapat diartikan sebagai bentuk atau struktur penyampaian pesan. 12 Dengan demikian, pola komunikasi disini dapat dipahami sebagai pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.13 Pola komunikasi ini merupakan interaksi yang tujuannya menciptakan hubungan yang harmonis guru BK dan siswa. Untuk itu, agar kerjasama tersebut dapat tercipta dengan baik maka pola komunikasi guru BK harus dibangun dengan baik pula.

Ada empat pola komunikasi, yaitu komunikasi pola roda, pola rantai, pola lingkaran, dan pola bintang.14 Keempat pola tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:

12

Departemen Pendidikan Nasional, KBBI Edisi Ketiga, 2005, Jakarta, Balai Pustaka, hlm.885

13

Syaiful Bahri Djamarah, M.Ag, 2004,Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak Dalam Keluarga, Jakarta, PT Rineka Cipta, hlm.1

14

(36)

B

E A C

D Roda

A B C D E

Rantai A

E B

D C

(37)

A

E B

D C

Bintang

Sumber:Drs. Mudjito, M.A. “Teknik Komunikasi” (makalah)

Penjelasan:

1. Pola roda, seseorang berkomunikasi pada banyak orang, yaitu: B, C, D, dan E.

2. Pola rantai, seseorang (A) berkomunikasi pada seseorang yang lain (B), dan seterusnya ke (C), ke (D), dan ke (E). 3. Pola lingkaran,hampir sama pada pola rantai, namun orang

terakhir (E) berkomunikasi pula kepada orang pertama (A). 4. Pola bintang,semua anggota berkomunikasi dengan semua

anggota.

(38)

hambatan yang sedang dihadapi. Terjadilah suatu proses interaksi dan komunikasi yang humanistik.

Hal ini jelas akan sangat membantu keberhasilan studi para siswa. Berhasil dalarn arti tidak sekedar tahu atau mendapatkan nilai baik dalam ujian, tetapi akan menyentuh pada soal sikap mental dan tingkah laku atau hal-hal yang intrinsik.

2.2 Komunikasi Pendidikan

Menurut Onong Uchjana Effendi dalam buku Ilmu Komunikasi (Teori dan Praktek) menyatakan : “Ditinjau dari prosesnya, pendidikan adalah komunikasi dalam artikata bahwa dalam proses tersebut terlibat dua

komponen yang terdiri atas manusia,yakni pengajar sebagai komunikator dan

pelajar sebagai komunikan...”.15

Tujuan Pendidikan akan tercapai jika secara minimal prosesnya komunikatif. Bagaimana caranya agar proses penyampaian suatu materi mata ajar oleh Pengajar/Guru/Dosen (sebagai komunikator) kepada para Pelajar/ Murid/ Siswa/ Mahasiswa (sebagai komunikan) harus terjadi secara tatap muka (face to face) dan secara timbal balik dua arah (two way communication). Pengajar menyajikan materi pelajarannya sebaiknya bukan hanya dengan metoda ceramah saja sebaiknya juga dengan metoda diskusi.

15

(39)

2.3 Guru

Guru bermakna sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal. Tugas utama itu akan efektif jika guru memiliki derajat profesionalitas tertentu yang tercermin dari kompetensi, kemahiran, kecakakapan, atau keterampilan yang memenuhi standar mutu atau norma etik tertentu.16

2.4 Bimbingan Dan Konseling

Bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu (peserta didik) agar dengan potensi yang dimiliki mampu mengembangkan diri secara optimal dengan jalan memahami diri, memahami lingkungan, mengatasi hambatan guna menentukan rencana masa depan yang lebih baik. Hal senada juga dikemukakan oleh Prayitno dan Erman Amti, Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, atau orang dewasa; agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.

Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antarab dua orang dalam mana konselor melalui hubungan itu dengan

16

(40)

kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi belajar. Dalam hal ini konseli dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilikinya, demi untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat. Lebih lanjut konseli dapat belajar bagaimana memecahkan masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-kebutuhan yang akan datang.17

2.4.1 Tujuan Bimbingan dan Konseling

Bimbingan dan konseling bertujuan membantu peserta didik mencapai tugas-tugas perkembangan secara optimal sebagai makhluk Tuhan, sosial, dan pribadi. Lebih lanjut tujuan bimbingan dan konseling adalah membantu individu dalam mencapai:

a) Kebahagiaan hidup pribadi sebagai makhluk Tuhan, b) Kehidupan yang produktif dan efektif dalam masyarakat, c) Hidup bersama dengan individu-individu lain,

d) Harmoni antara cita-cita mereka dengan kemampuan yang dimilikinya.

Dengan demikian peserta didik dapat menikmati kebahagiaan hidupnya dan dapat memberi sumbangan yang berarti kepada kehidupan masyarakat umumnya

17

(41)

2.4.2 Fungsi Bimbingan dan Konseling

1. Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan yang membantu peserta didik (siswa) agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) danlingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama).

2. Fungsi Preventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi danberupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh peserta didik. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada siswa tentang caramenghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya.

Adapun teknik yang dapat digunakan adalah layanan orientasi,informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para siswa dalam rangka mencegah terjadinya tingkahlaku yang tidak diharapkan, diantaranya : bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, drop out, dan pergaulan bebas (free sex).

3. Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untukmenciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan siswa.

(42)

bantuan kepadasiswa yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling,dan remedial teaching.

5. Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu siswa memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, danmemantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya. 6. Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana

pendidikan, kepala Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan siswa.

7. Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu siswa (siswa) agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secaradinamis dan konstruktif.18

2.5 Remaja

Istilah adolescene atau remaja berasal dari kata Latin adolescene (kata bendanya, adolescentiayang berarti remaja) yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”.19Dalam bahasa Indonesia sering pula dikaitkan pubertas atau remaja. Remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, berlangsung antara usia 12 sampai 21 tahun. Masa remaja terdiri dari masa remaja awal usia 12-15 tahun, masa remaja pertengahan usia 15-18

Hikmawati, Fenti. 2010.Bimbingan Konseling. Ed. Revisi,-2. Jakarta:Rajawali Pers, 2011.

19

(43)

18 tahun, dan masa remaja akhir usia 18-21 tahun. Masa remaja disebut juga sebagai periode perubahan, tingkat perubahan dalam sikap, dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan perubahan fisik.

Ciri-ciri masa remaja, Gunarsa menyebutkan bahwa masa remaja sebagai masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa, meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Semua aspek perkembangan dalam masa remaja secara global berlangsung antara umur 12–21 tahun, dengan pembagian usia 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja pertengahan, 18- 21 tahun adalah masa remaja akhir.20

2.5.1 Tahap Perkembangan Remaja

Menurut tahap perkembangan, masa remaja dibagi menjadi tiga tahap yaitu :

a. Masa remaja awal (12-15 tahun), dengan ciri khas antara lain: 1. Lebih dekat dengan teman sebaya

2. Ingin bebas

3. Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir abstrak.

b. Masa remaja tengah (15-18 tahun), dengan ciri khas antara lain : 1. Mencari identitas diri

2. Timbulnya keinginan untuk kencan 3. Mempunyai rasa cinta yang mendalam

4. Mengembangkan kemampuan berpikir abstrak

20

(44)

5. Berkhayal tentang aktifitas seks

c. Masa remaja akhir (18-21 tahun), dengan ciri khas antara lain : 1. Pengungkapan identitas diri

2. Lebih selektif dalam mencari teman sebaya 3. Mempunyai citra jasmani dirinya

4. Dapat mewujudkan rasa cinta. 5. Mampu berpikir abstrak

2.5.2 Perkembangan Perilaku Seksual Remaja

Mulainya perkembanganseksualremaja yang menyebabkan keingintahuan yang tinggi terhadap masalah seksualitas sehingga memunculkan dorongan seks aktif (sex drive) untuk merasakan kenikmatan seksual. Berbagai faktor eksternal maupun internal turut mempengaruhi perilaku seksual remaja. Akibatnya, remaja beresiko terhadap perilaku seksual tidak sehat dan beresiko tinggi berupa tindak seks bebas di usia dini, kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) aborsi, hingga infeksi menular seksual (IMS) di kalangan remaja.

(45)

remaja apalagi bila tidak didukung dengan ketersediaan informasi yang benar mengenai perilaku seksual yang sehat dan aman baik melalui berbagai media yang ada maupun perhatian orang-orang terdekatnya.

2.6 Perilaku Seks Bebas

Perilaku seks bebas pada remaja adalah cara remaja mengekspresikan dan melepaskan dorongan seksual, yang berasal dari kematangan organ seksual dan perubahan hormonal dalam berbagai bentuk tingkah laku seksual, seperti berkencan intim, bercumbu, sampai melakukan kontak seksual. Tetapi perilaku tersebut dinilai tidak sesuai dengan norma karena remaja belum memiliki pengalaman tentang seksual.

2.6.1 Bentuk-Bentuk Perilaku Seks Bebas

Menurut Sarwono (2002) bentuk-bentuk dari perilaku seks bebas dapat berupa berkencan intim, berciuman, bercumbu, dan bersenggama. Sedangkan Desmita (2005) mengemukakan berbagai bentuk tingkah laku seksual, seperti berkencan intim, bercumbu, sampai melakukan kontak seksual.

Menurut Sarwono (2002) juga mengemukakan beberapa bentuk dari perilaku seks bebas, yaitu:21

1. Kissing : Saling bersentuhan antara dua bibir manusia atau pasangan yang didorong oleh hasrat seksual.

21

(46)

2. Necking : Bercumbu tidak sampai pada menempelkan alat kelamin, biasanya dilakukan dengan berpelukan, memegang payudara, atau melakukan oral seks pada alat kelamin tetapi belum bersenggama. 3. Petting : Bercumbu sampai menempelkan alat kelamin, yaitu dengan

menggesek-gesekkan alat kelamin dengan pasangan namun belum bersenggama.

4. Intercourse : Mengadakan hubungan kelamin atau bersetubuh diluar pernikahan

2.6.2 Faktor-Faktor Penyebab Seks Bebas

Menurut Ghifari (2003) perilaku negatif remaja terutama hubungannya dengan penyimpangan seksualitas, pada dasarnya bukan murni tindakan diri mereka sendiri, melainkan ada faktor pendukung atau yang mempengaruhi dari luar. Faktor-faktor yang menjadi sumber penyimpangan tersebut adalah:

a. Kualitas diri remaja itu sendiri seperti, perkembanggan emosional yang tidak sehat, mengalami hambatan dalam pergaulan sehat, kurang mendalami norma agama, ketidakmampuan menggunakan waktu luang.

(47)

c. Kualitas lingkungan yang kurang sehat, seperti lingkungan masyarakat yang mengalami kesenjangan komunikasi antar tetangga.

d. Minimnya kualitas informasi yang masuk pada remaja sebagai akibat globalisasi, akibatnya anak remaja sangat kesulitan atau jarang mendapatkan informasi sehat dalam seksualitas.

2.6.3 Akibat Yang Ditimbulkan Seks Bebas

Bahaya free sex mencakup bahaya bagi perkembangan mental (psikis), fisik dan masa depan remaja itu sendiri. Secara terperinci berikut ini lima bahaya utama free seks:

a. Menciptakan kenangan buruk.

Masih dikatakan “untung” jika hubungan pranikah itu tidak ada yang mengekspos. Si gadis atau si jejaka terlepas dari aib dan cemoohan masyarakat. Tapi jika ternyata diketahui masyarakat, tentu yang malu bukan saja dirinya sendiri melainkan keluarganya sendiri dan peristiwa ini tidak akan pernah terlupakan oleh masyarakat sekitar. Hal ini tentu saja menjadi beban mental yang berat.

b. Kehamilan yang tidak diharapkan(unwanted pregnancy).

Unwanted pregnancymembawa remaja pada dua pilihan, melanjutkan kehamilan atau menggugurkannya. Hamil dan melahirkan dalam usia remaja merupakan salah satu faktor risiko kehamilan yang tidak jarang membawa kematian ibu.

(48)

beban mental yang sangat berat bagi ibunya mengigat kandungan tidak bisa di sembunyikan, dan dalam keadaan kalut seperti ini biasanya terjadi depresi, terlebih lagi jika sang pacar kemudian pergi dan tak kembali.

c. Pengguguran kandungan dan pembunuhan bayi.

Banyak kasus bayi mungil yang baru lahir dibunuh ibunya. Sebagian dari bayi itu dibungkus plastik hidup-hidup, dibuang di kali, dilempar di tong sampah, dan lain-lain, ini suatu akibat dari perilaku binatang yang pernah dilakukannya.

Selain melanjutkan kehamilan tidak sedikit pula mereka yang mengalamiunwanted pregnancymelakukan aborsi.

Lebih kurang 60 % dari 1.000.000 kebutuhan aborsi dilakukan oleh wanita yang tidak menikah termasuk para remaja. Sekira 70-80 % dari angka itu termasuk dalam kategori aborsi yang tidak aman (unsafe abortion) yang juga merupakan salah satu factor yang menyebabkan kematian ibu.

d. Penyakit Menular Seksual (PMS)–HIV/AIDS

(49)

menunjukkan bahwa diantara penderita atau kasus HIV/AIDS 53% berusia antara 15-29 tahun.

e. Keterlanjuran dan timbul rasa kurang hormat.

Perilaku seks bebas (free sex) menimbulkan suatu keterlibatan emosi dalam diri seorang pria dan wanita. Semakin sering hal itu dilakukan, semakin mendalam rasa ingin mengulangi sekalipun sebelumnya ada rasa sesal. Terlebih lagi bagi wanita, setiap ajakan sang pacar sangat sulit untuk ditolak karena takut ditinggalkan atau diputuskan. Sementara itu bagi laki-laki, melihat pasangannya begitu mudah diajak, akan terus berkurang rasa hormat dan rasa cintanya.

f. Psikologis

Dampak lain dari perilaku seksual remaja yang sangat berhubungan dengan kesehatan reproduksi adalah konsekuensi psikologis. Kodrat untuk hamil dan melahirkan menempatkan remaja perempuan dalam posisi terpojok yang sangat dilematis. Dalam pandangan masyarakat, remaja putri yang hamil merupakan aib keluarga yang melanggar norma-norma sosial dan agama.

(50)

kondisi sehat secara fisik, sosial, dan mental yang berhubungan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi remaja tidak terpenuhi.

2.6.4 Penanggulangan Dampak Seks Bebas

Ada beberapa upaya prefentif yang bisa dilakukan untuk penanggulangan dampak seks bebas, antara lain:

a. Pendidikan agama dan akhlak.

Pendidikan agama wajib ditanamkan sedini mungkin pada anak. Dengan adanya dasar agama yang kuat dan telah tertanam pada diri anak, maka setidaknya dapat menjadi penyaring (filter) dalam kehidupannya. Anak dapat membedakan antara perbuatan yang harus dijalankan dan perbuatan yang harus dihindari.

b. Pendidikan seks dan reproduksi.

Pada umumnya orang menganggap bahwa pendidikan seks hanya berisi tentang pemberian informasi alat kelamin dan berbagai macam posisi dalam berhubungan kelamin. Hal ini tentunya akan membuat para orangtua merasa khawatir. Untuk itu perlu diluruskan kembali pengertian tentang pendidikan seks. pendidikan seks berusaha menempatkan seks pada perspektif yang tepat dan mengubah anggapan negatif tentang seks.

(51)

Remaja perlu mengetahui kesehatan reproduksi agar memiliki informasi yang benar mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang ada di sekitarnya.Dengan informasi yang benar, diharapkan remaja memiliki sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab mengenai proses reproduksi.

c. Bimbingan orang tua.

Peranan orang tua merupakan salah satu hal terpenting dalam menyelesaikan permasalahan ini. Seluruh orang tua harus

memperhatikan perkembangan anak dan memberikan informasi yang benar tentang masalah seks dan kesehatan reproduksi kepada anak. Orang tua berkewajiban memberikan pendidikan kesehatan reproduksi kepada anak sedini mungkin saat anak sudah mulai beranjak dewasa. Hal ini merupakan salah satu tindakan preventif agar anak tidak terlibat pergaulan bebas dan dampak-dampak negatifnya.

Selain itu orang tua juga harus selalu mengawasi pergaulan anaknya. Dengan siapa mereka bergaul dan apa saja yang mereka lakukan di luar rumah. Setidaknya harus ada komunikasi antara anak dengan orang tua setiap saat. Apabila anak menemukan masalah, maka orang tua berkewajiban untuk membantu mencarikan solusinya.

d. Meningkatkan aktivitas remaja ke dalam program yang produktif.

(52)

Remaja (karena remaja biasanya dapat lebih mudah melakukan komunikasi dan membicarakan masalah tersebut antara sesamanya), dan kegiatan-kegiatan lain yang bermanfaat.

2.7 Teori Atribusi

Penelitian ini untuk memahami kecakapan komunikasi antara guru BK dengan siswa pada saat berlangsung penyampaian informasi dari guru BK kepada siswa perihal pencegahan seks bebas di lingkungan SMA Negeri 1 Cinangka. Salah satu hal yang harus diperhatikan oleh guru BK dalam menyampaikan informasi mengenai pencegahan perilaku seks bebas adalah dengan cara memahami latar belakang dan sikap siswa yang akan mendengarkan informasi mengenai perilaku seks bebas yang disampaikan oleh guru BK, ketika guru BK memberikan informasi komunikasi mengenai pencegahan seks bebas. Guru BK harus mampu memberi sikap dan solusi yang tepat untuk siswa. Berdasarkan hal tersebut, maka teori yang dianggap sesuai dengan penelitian ini adalah teori atribusi.

Teori atribusi pertama kali diperkenalkan oleh Heider pada tahun 1958. Teori atribusi berkenaan dengan cara-cara orang menyimpulkan penyebab-penyebab perilaku. “Psikologi naif” sebagaimana teori atribusi ini kadang-kadang

disebut memfokuskan pada apa yang dipandang sebagai penyebab dari orang biasa pada kehidupan sehari-hari. Ia menjelaskan melalui mana orang memahami perilakunya sendiri dan orang lain.22

22

(53)

Heider seperti yang dikutip Rakhmat (1998) mengungkapkan ada dua jenis atribusi, yaitu atribusi kausalitas dan atribusi kejujuran. Atribusi kausalitas mengacu kepada sikap seseorang ketika mempertanyakan perilaku seseorang apakah dipengaruhi oleh faktor situasional atau faktor-faktor personal. Sedangkan ketika seseorang melakukan atribusi kejujuran maka ada dua hal yang harus diamati yaitu sejauh mana pernyataan orang itu menyimpang dari pendapat umum, dan sejauh mana orang itu memperoleh keuntungan dari anda akibat pernyataan anda. Semakin besar jarak antara pendapat pribadi dengan pendapat umum maka kita akan semakin percaya bahwa orang tersebut berkata jujur.23

Teori atribusi juga dapat digunakan untuk menganalisis keberhasilan dan kegagalan seseorang. Menurut Weiner untuk menganalisis keberhasilan atau kegagalan seseorang berdasarkan pada dua dimensi, yaitu dimensi locus of control (disebabkan faktor internal dan eksternal) dan dimensi stabilitas (disebabkan faktor stabil dan tidak stabil).24 Dengan memperhatikan faktor internal dan eksternal siswa serta situasi yang ada, akan memudahkan guru BK dalam menyampaikan informasi komunikasi mengenai pencegahan perilaku seks bebas, dan juga guru BK dapat mengambil keputusan dengan bijak mengenai solusi ataupun sikap yang akan diambil yang tidak membuat siswa merasa down atau diacuhkan.

23

Jalaluddin Rakhmat, 2008, Psikologi Komunikasi Edisi Revisi, Bandung, Remaja Rosdakarya, hlm.93

24

(54)

2.8 Kerangka Berpikir

Para ahli pendidikan sependapat bahwa remaja adalah mereka yang berusia 13-18 tahun. Pada usia tersebut, seseorang sudah melampaui masa kanak-kanak, namun masih belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Ia berada pada masa transis. Pergaulan remaja yang diiringi dengan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi, mempermudah remaja dalam memperoleh berbagai tayangan yang bersifat negatif. Lingkungan tempat remaja bergaul pun menjadi berubah adakalanya lingkungan tersebut tidak menjamin remaja memperoleh informasi dan teman yang tepat yang tidak menggiring remaja dalam berperilaku tidak sehat.

Kurangnya komunikasi yang intens didalam keluarga ditambah dengan pengaruh lingkungan pergaulan remaja yang mendominasi remaja tersebut, membuat sebagian besar remaja berperilaku tidak sehat. Dari data-data yang telah dijelaskan sebelumnya di setiap tahunnya angka remaja yang melakukan hubungan seks bebas semakin bertambah. Hal ini erat kaitannya dengan kurangnya pemenuhan informasi dan pendidikan kerohanian yang mencukupi bagi remaja tersebut dalam membentengi diri mereka dari pergaulan negatif.

(55)

Dalam hal ini konteks berhubungan dengan pola komunikasi guru BK dan siswa dalam mencegah perilaku seks bebas. Dengan menggunakan teori ini akan dilihat bagaimana pola berkomunikasi guru BK yang baik kepada siswa akan menghindarkan siswa dari perilaku seks bebas.

Gambar 2.1

Kerangka Berpikir Pola Komunikasi

Teori Atribusi Siswa

Guru BK

Pencegahan Perilaku Seks Bebas di SMA Negeri 1

(56)
(57)
(58)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian

Metodologi adalah proses, prinsip, dan prosedur yang kita gunakan untuk mendekat problem dan mencari jawaba. Dengan kata lain, metodologi adalah suatu pendekatan umum untuk mengkaji topik penelitian.

Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif, karena penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan wawancara mendalam (In-depth Interview), dimana penelitiannya bersifat subjektif bersifat institusi dan masyarakat. Institusi dan masyarakat sebagai instrumen dalam penelitian ini sangat bersinggungan langsung dengan peneliti. Data-data yang didapatkan berupa makna bukan angka-angka karena desain yang digunakan adalah desain kualitatif.

Dengan kata lain penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai sesuatu yang sedang berlangsung dengan cara membandingkan antara landasaan teori dengan keadaan aktual di lapangan.

(59)

Penelitian ini hanya memaparkan situasi atau peristiwa yang diteliti. Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi.

Metode kualitatif dianggap sesuai dengan penelitian ini, karena peneliti ingin menggambarkan dan mendapatkan bagaimana komunikasi interpersonal yang terjalin antara guru dan siswa bisa menjadi jembatan dalam mencegah perilaku seks bebas dan bagaimana hambatan serta solusi dalam mencegah perilaku seks bebas khususnya dikalangan siswa SMA Negeri 1 Cinangka.

Dengan digunakan pendekatan kualitatif, maka data yang didapat akan lebih lengkap serta lebih mendalam sehingga tujuan penelitian ini dapat tercapai, dan dapat ditemukan data yang bersifat proses kerja, perkembangan suatu kegiatan, deskripsi yang luas dan mendalam, perasaan, norma, keyakinan, sikap mental, etos kerja dan budaya yang dianut seorang maupun sekelompok orang dalam lingkungan kerjanya. Lexy J. Moleong mendefinisikan penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll, secara holisitik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa.25

3.2 Paradigma Penelitian

Paradigma merupakan pola atau model tentang bagaimana sesuatu distruktur (bagian dan hubungannya) atau bagaimana bagian-bagian berfungsi

25

(60)

(perilaku yang didalamnya ada konteks khusus atau dimensi waktu). Baker (1992) dalam ‘paradigms: The Business of Discovering the future’. Mendefinisikan paradigma sebagai ‘seperangkat aturan (tertulis atau tidak tertulis) yang

melakukan dua hal: (1) hal itu membangun dan mendefinisikan batas-batas; dan (2) hal itu menceritakan kepada anda bagaimana seharusnya melakukan sesuatu di dalam batas-batas itu agar bisa berhasil.

Penelitian pada hakekatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuklebih membenarkan kebenaran. Usaha untuk mengejar kebenaran dilakukan oleh para filosof, peneliti, maupun oleh para praktisi melalui model – model tertentu. Model tersebut biasanya dikenal dengan paradigma. Paradigma menurut Bogdan dan Biklen, adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berfikir dan penelitian.

Dalam penelitian kualitatif “teori” lebih ditempatkan pada garis yang

digunakan dibidang sosiologi dan antropologi dan mirip dengan istilah paradigma. Paradigma adalah kumpulan tentang asumsi, konsep, atau proposisi yang secara logis dipakai peneliti. Peneliti yang bagus menyadari tentang dasar teori mereka dan menggunakannya untuk membantu mengumpulkan dan menganalisis data.

(61)

dipelajarinya. Adapun pada tradisi kualitatif-interpretatif, manusia lebih dipandang sebagai makhkuk rohaniah alamiah (natural). Dalam pandangan ini, manusia sebagai makhluk sosial sehari-hari bukan “berperilaku” berkonotasi mekanistik alias bersifat otomatis seperti hewan, melainkan “bertindak”

mempunyai konotasi tidak otomatis/mekanistik, melainkan humanistik alamiah : melibatkan niat, kesadaran, motif-motif, atau alasan-alasan tertentu, yang disebut Weber sebagaisocial action(tindakan sosial) dan bukansosial behavior(perilaku sosial) karena ia bersifat intensional; melibatkan makna dan interpretasi yang tersimpan di dalam diri pelakunya. Dunia makna itulah yang perlu dibuka, dilacak, dan dipahami untuk bisa memahami fenomena sosial apa pun, kapan pun, dan dimana pun. Pendekatan kualitatif-interpretif diarahkan pada latar gejala secara holistik (utuh menyeluruh) dan alamiah sehingga metodologi kualitatif tidak mengisolasikan gejala ke dalam variabel. Namun, mengkaji objeknya sesuai latar almiahnya. Karenanya, lazim disebut juga penelitian alamiah/naturalistik.

Tujuan paradigma interpretif adalah untuk menganalisis realita sosial semacam ini dan bagaimana realita sosial itu terbentuk. Penelitian interpretif tidak menempatkan objektivitas sebagai hal terpenting, tetapi mengakui bahwa untuk memperoleh pemahaman mendalam, maka subjektivitas para pelaku harus digali sedalam mungkin.

(62)

yang dapat dimengerti, dipahami dan dirasakan oleh peneliti ketika peneliti berbaur dalam suasana yang sebenarnya atau melakukan wawancara langsung.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Penulis dalam penelitian ini menggunakan teknik penggumpulan data berupa metode wawancara, observasi, dan studi kepustakaan. Beberapa diantaranya mengenai teknik pengumpulan data, yaitu:

1. Metode wawancara (Interview)

Adalah suatu teknik untuk memperoleh data dengan mengadakan wawancara langsung dengan pihak-pihak yang berkompeten untuk memberikan informasi atau data yang dibutuhkan. Menurut Koentjaraningrat, percakapan dengan maksud tertentu, yang dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu pewawancara (interviewer) sebagai orang yang mengajukan pertanyaan data yang diwawancarai (interviewee)

sebagai orang yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.

(63)

sosial yang relatif lama.26 Dengan demikian, kekhasan wawancara mendalam adalah keterlibatannya dalam kehidupan informan.

Metode wawancara mendalam (in-depth interview) adalah sama seperti metode wawancara lainnya, hanya peran pewawancara, tujuan wawancara, peran informan, dan cara melakukan wawancara yang berbeda dengan wawancara pada umumnya. Wawancara mendalam dilakukan berkali-kali dan membutuhkan waktu yang lama bersama informan di lokasi penelitian, hal mana kondisi ini tidak terjadi pada wawancara pada umumnya.

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara dengan beberapa informan yang telah dipilih sesuai dengan pedoman kriteria informan yang telah dibuat oleh peneliti dengan mengajukan pertanyaan seputar bagaimana pola komunikasi guru BK, apa saja faktor pendukung dalam komunikasi tersebut serta bagaimana hambatan yang dialami oleh guru BK dalam melakukan pola komunikasi tersebut. Peneliti memilih untuk mewawancarai secara face to face untuk mengetahui proses tanya jawab dilakukan, sehingga menambah kepuasan dan keakuratan data yang didapat dari hasil wawancara ini.

2. Metode observasi (Observation)

Observasi merupakan salah satu kegiatan yang kita lakukan untuk memahami lingkungan, selain membaca koran, mendengarkan radio dan televisi atau berbicara dengan orang lain. Observasi dapat diartikan

26

(64)

sebagai kegiatan mengamati secara langsung tanpa mediator sesuatu objek untuk melihat dengan dekat kegiatan yang dilakukan objek tersebut. Observasi merupakan metode pengumpulan data yang digunakan pada riset kualitatif. Keunggulan metode ini adalah data yang dikumpulkan dalam dua bentuk interaksi dan percakapan (conversation). Artinya selain perilaku nonverbal juga mencakup perilaku verbal dari orang-orang yang diamati.27

Dalam penelitian kualitatif, ada dua jenis observasi yaitu observasi participant dan non participant. Observasi participant yaitu peneliti terlibat langsung dalam kehidupan sehari-hari informan yang diteliti. Sedangkan observasi non participant, peneliti tidak terlibat langsung dan hanya sebagai pengamat independen.

Penelitian ini, peneliti menggunakan observasi non participant yaitu peneliti hanya memerankan diri sebagai pengamat. Peneliti mengamati, memeriksa dan mencatat semua kegiatan atau hal yang berhubungan dengan pelayanan public. Observasi itu sendiri sebagai suatu alat pengumpulan data, data yang relevan, dan mampu membedakan “kategori” dari setiap objek pengamatannya. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu pedoman atau panduan observasi yang digunakan untuk mendapatkan data hasil pengamatan.

Observasi difokuskan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan fenomena penelitian. Fenomena ini mencakup interaksi (perilaku) dan

27

(65)

percakapan yang terjadi diantara subjek yang diteliti sehingga metode ini memiliki keunggulan, yakni mempunyai dua bentuk data: interaksi dan percakapan. Dengan hasil observasi yang akan dilampirkan di dalam penelitian ini, yaitu melakukan observasi langsung ke SMA Negeri 1 Cinangka.

3. Dokumentasi

“Dokumentasi adalah instrumen pengumpulan data yang sering

digunakan dalam berbagai metode pengumpulan data. Tujuannya untuk mendapatkan informasi yang mendukung analisis dan interpretasi data”.

Dokumentasi adalah kegiatan menghimpun, mengolah, menyeleksi, dan menganalisis kemudian mengevaluasi seluruh data, informasi dan dokumen tentang suatu kegiatan, peristiwa, atau pekerjaan tertentu yang dipublikasikan baik melalui media elektronik maupun cetak dan kemudian secara teratur dan sistematis.

(66)

3.4 Informan Penelitian

Menurut Sugiyono dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi oleh Spadley dinamakan “Sosial Situation” atau situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen yaitu tempat (place), pelaku (actors), dan aktifitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. Situasi sosial tersebut dapat dinyatakan sebagai obyek penelitian yang ingin diketahui apa yang terjadi didalamnya.28

Sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden, tetapi sebagai narasumber, atau partisipan, informan, teman, dan guru dalam penelitian. Maka, untuk selanjutnya sampel yang dimaksud dalam penelitian ini disebut informan, karena dianggap memiliki sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian

Menurut Kriyantoro (2006:119) mengatakan bahwa “informan yaitu

berkaitan dengan sekelompok orang, kejadian atau semua yang mempunyai karakteristik tertentu. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik

Purposive Sampling. Purposive Sampling yaitu memilih orang-orang tertentu yang dianggap mewakili statistik.”29

Diantara sekian banyak informan tersebut, ada yang disebut narasumber kunci (Key informan) seorang ataupun beberapa orang, yaitu orang atau orang yang paling banyak menguasai informasi (paling banyak tahu) mengenai objek yang sedang diteliti tersebut.

28

Sugiyono. 2005.Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung, Alfa Beta. hlm.21 29

(67)

Adapun sumber informasi yang digunakan peneliti dalam penelitian dari key informan, yaitu guru BK itu sendiri, yaitu Ibu Dra. Wonisah. Beliau sudah 8 tahun menjadi guru dan BK di SMA Negeri 1 Cinangka. Key informan tersebut merupakan pihak-pihak yang terlibat langsung dan memiliki pengalaman dalam melakukan komunikasi dengan para siswa.

(68)

Berdasarkan karakteristik diatas, maka peneliti mengambil responden sebanyak 1 Key Informan dan 5 Informan Tambahan. Diantaranya :

a. Dra. Wonisah selakuKey Informan

b. Drs. H. Subki (Guru Sosiologi–Wakasek Kesiswaan) c. Dra. Rohanah (Guru Agama)

d. Panji Wali Raksa (Siswa XI IPA 3–Ketua Osis) e. Dwi Riska Maulia (Siswi XI IPA 2)

f. Bidan Yamtini (Bidan Kandungan) g. Pak Ahmad Yani (Perawat Puskesmas)

3.5 Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain.30

Data yang telah diperolah dan terkumpul secara komprehensif selanjutnya dianalisis. Dalam penelitian ini peneliti menganalisis dengan menerapkan aplikasi terkonsep, yaitu melakukan penafsiran dengan menggunakan tataran ilmiah atau logika. Adapun penjabaran analisis data, yaitu:31

30

Sugiyono. 2009.Memahami Penelitian Kualitatif.Bandung, Alfabeta. hlm.89 31

Gambar

Gambar 2.1Kerangka Berpikir
Tabel 1.1 Tabel Penelitian Terdahulu
Tabel 1.2
Gambar 4.3.1.1
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitian yang dilakukan terhadap para pelanggan bengkel AHASS Motor Sagan, diketahui bahwa kinerja atau pelayanan yang diberikan oleh bengkel AHASS Motor Sagan kepada

Potensi tanah ekosistem mangrove di Selat Panjang dapat dilihat pada.

[r]

Adapun rancangan kegiatan dalam penelitian ini adalah: (1) melakukan wawancara de- ngan salah satu guru matematika kelas VIII di SMP Negeri 5 Batang; (2) menentukan populasi

Beban Debet Kredit Debet.. Pelunasan Utang Dagang sebesar Rp. Pembelian Aktiva Tetap secara kredit sebesar Rp. Penjualan barang dagang secara kredit sebesar Rp. Pembayaran biaya

Dalam kondisi inilah maka esensi perayaan Idul Qurban yang sesungguhnya perlu kita aktualisasikan dengan pembelaan kepada mereka yang kurang mampu secara ekonomi, pembelaan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa, secara bersama-sama pengungkapan identitas etis Islam, agency cost, dan modal intelektual

Penulisan laporan ini bertujuan untuk memberikan pemaparan kegiatan mahasiswa dalam mengaplikasikan teori yang dipelajari di kampus kedalam dunia kerja yang