• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANDHIKA SURYA PRATAMA NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANDHIKA SURYA PRATAMA NIM"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

0

KAJIAN TENTANG GUGATAN TERHADAP PENGUASAAN HAK MILIK ATAS TANAH SECARA TIDAK SAH (Studi Kasus Putusan Mahkamah

Agung Republik Indonesia No. 822 K/Pdt/2015)

JURNAL PENELITIAN

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi

Surakarta

Oleh :

ANDHIKA SURYA PRATAMA

NIM. 13100025

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI

SURAKARTA 2017

(2)

1

KAJIAN TENTANG GUGATAN TERHADAP PENGUASAAN HAK MILIK ATAS TANAH SECARA TIDAK SAH (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Republik

Indonesia No. 822 K/Pdt/2015) Oleh :

Andhika Surya Pratama

Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) Mengetahui pertimbangan Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam memutus perkara gugatan terhadap penguasaan hak milik atas tanah secara tidak sah pada Putusan Kasasi No. 822 K/Pdt/2015. 2) Mengetahui akibat hukum penguasaan hak atas tanah secara tidak sah berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung No. 822 K/Pdt/2015

Hukum yang mengatur pengakuan dan perlindungan mengenai hak menguasai tanah sangat diperlukan untuk pemberian jaminan kepastian hukum kepada masyarakat agar hak-hak atas tanah mereka tidak dilanggar oleh siapa pun. Hak penguasaan atas tanah berisi serangkaian wewenang, kewajiban dan atau larangan bagi pemegang hak tersebut dalam berbuat, bertindak sesuatu mengenai tanah yang menjadi haknya. Sesuatu yang boleh, wajib, atau dilarang untuk diperbuat ini menjadi tolak ukur dan kriteria pembeda antara hak-hak penguasaan atas tanah.

Metode pendekatan dalam penulisan ini adalah yuridis normatif, yuridis normatif digunakan sebagai pendekatan yang utama dalam menggali hukum yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan yaitu dengan mengkaji dan mempelajari serta menelaah teori-teori, konsep-konsep dan asas-asas norma hukum. Sumber data menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan/studi dokumen. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknis deskriptif analitis yaitu dengan cara menyelaraskan dan menggambarkan keadaan yang nyata mengenai dasar pertimbangan hakim dalam memutus suatu perkara.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa: 1) Pertimbangan Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam Putusan No. 822 K/Pdt/2015 sudah tepat yaitu menolak kasasi atas permohonan dari Tergugat didasarkan pada Putusan Pengadilan Tinggi Semarang yang memperbaiki Putusan Pengadilan Negeri Klaten tidak salah dan menerapkan hukum. Dalam hal ini, Hakim Mahkamah Agung sesuai kewenangannya tidak mempertimbangkan alat bukti yang diajukan, tetapi hanya memeriksa berkenaan adanya kesalahan penerapan hukum, pelanggaran hukum dan adanya kelalaian dalam memenuhi ketentuan-ketentuan yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan atau bila pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas wewenangnya sesuai Pasal 30 Undang-undang nomor 14 tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Mahkamah Agung. Atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas Majelis Hakim berkesimpulan bahwa permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/Tergugat ditolak. 2)Akibat Hukum dari Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.822/K/Pdt/2015 yaitu obyek sengketa berupa tanah pekarangan beserta 3 bangunan rumah yang berdiri di atasnya menjadi milik Nyonya Estri Gino Pawiro sebagaimana tercatat dalam sertifikat Hak Milik 1462 desa Bero, kecamatan Trucuk, kabupaten Klaten seluas ±695 m2, sehingga tergugat harus menyerahkan obyek sengketa tersebut kepada penggugat dalam keadaan baik, kosong dan tidak dalam pembebanan apapun.

(3)

2 LATAR BELAKANG MASALAH

Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang penting untuk kelangsungan hidup umat manusia, hubungan manusia dengan tanah bukan hanya sekedar tempat hidup, tetapi lebih dari itu tanah memberikan sumber daya bagi kelangsungan hidup umat manusia. Bagi bangsa Indonesia tanah adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan kekayaan nasional, serta hubungan antara bangsa Indonesia dengan tanah bersifat abadi, maka dalam hal ini harus dikelola secara cermat pada masa sekarang maupun untuk masa yang akan datang.

Begitu pentingnya arti dan peranan tanah dalam kehidupan manusia, Mr. Ter Haar Bzn, memberikan ulasan tentang hubungan yang sangat erat antara manusia dan tanah sebagai berikut, Hubungan hidup antara umat manusia yang teratur susunanya dan berkaitan satu dengan yang lain di satu pihak dan tanah di lain pihak, yaitu tanah dimana mereka di makamkan dan yang menjadi tempat kediaman orang-orang halus pelindungnya beserta arwah leluhurnya, tanah dimana meresap daya-daya hidup, termasuk juga hidupnya umat itu dan karenanya tergantung daripadanya, maka pertalian pikiranya “serba berpasangan” itu dapat dan seharusnya dianggap pertalian hukum umat manusia terhadap tanah

Tanah mempunyai arti dan peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, karena semua orang memerlukan tanah semasa hidup sampai dengan meninggal dunia dan mengingat susunan kehidupan dan pola perekonomian sebagian besar yang masih bercorak agraria. Tanah bagi kehidupan manusia mengandung makna yang multidimensional. Pertama, dari sisi ekonomi tanah merupakan sarana produksi yang dapat mendatangkan kesejahteraan. Kedua, secara politis tanah dapat menentukan posisi seseorang dalam pengambilan keputusan di masyarakat. Ketiga, sebagai kapital budaya dapat menentukan tinggi rendahnya status sosial pemiliknya. Keempat, tanah bermakna sakral karena pada akhir hayat semua orang akan kembali kepada tanah (Nugroho, 2001:237). Makna yang multidimensional tersebut ada kecenderungan bahwa orang yang memiliki tanah akan mempertahankan tanahnya melalui apapun bila hak-haknya dilanggar.

Sangat berartinya tanah bagi kehidupan manusia dan bagi suatu Negara dibuktikan dengan diaturnya secara konstitusional dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakuran rakyat”. Ketentuan Pasal tersebut kemudian menjadi landasan filosofis terhadap pengaturan tanah di Indonesia yang secara yuridis diatur dalam Undang- Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang yang selanjutnya akan disingkat (UUPA). UUPA memberikan perbedaan pengertian antara ”bumi” dan ”tanah”. Pengertian “bumi” dalam UUPA mendapat pengaturan dalam Pasal 1 ayat (4) yang menyatakan bahwa: “dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk tubuh bumi dibawahnya serta yang berada dibawah air”. Ketentuan Pasal di atas memberikan penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan istilah “bumi”, yaitu meliputi permukaan bumi (yang kemudian disebut dengan tanah) berikut apa yang ada di bawahnya (tubuh bumi) serta yang berada di bawah air. Selanjutnya pengertian

(4)

3

“tanah” mendapat penjelasan dalam ketentuan Pasal 4 ayat (1) bahwa: “atas dasar hak menguasai dari Negara , ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan dan dipunyai oleh orang, baik sendiri-sendiri maupun bersama dengan orang lain atau badan hukum”. Ketentuan di atas, yang disebut tanah adalah permukaan bumi. Hak atas tanah adalah hak atas permukaan bumi, sedangkan bumi meliputi tanah, tubuh bumi dan berikut apa yang ada di bawahnya serta di bawah air.

Adanya pertambahan jumlah penduduk yang pesat serta meningkatnya pembangunan di negara kita mengakibatkan kebutuhan akan tanah dirasakan semakin meningkat dan mendesak, sedangkan persediaan tanah semakin lama semakin sempit dan sulit untuk dimiliki, maka tidak mustahil harga tanah dari waktu ke waktu mengalami kenaikan. Tidak seimbangnya antara persediaan tanah dengan kebutuhan akan tanah itu dapat menimbulkan berbagai sengketa tanah. Sehubungan dengan hal tersebut maka untuk melindungi pihak-pihak yang berkepentingan dengan masalah tanah, kepastian hukum akan tanah merupakan sesuatu hal yang mutlak yang harus ada demi menjaga keamanan dan kestabilan pembangunan serta mewujudkan kepastian hak atas tanah.

Masalah penguasaan tanah di Indonesia dapat dilihat bahwa pengertian “Penguasaan” dan “Menguasai” dapat dipakai dalam arti fisik, juga dalam arti yuridis. Juga beraspek perdata dan beraspek publik. Penguasaan yuridis dilandasi hak, yang dilindungi oleh hukum dan umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah yang dihaki. Ada juga penguasaan yuridis yang meskipun memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang dihaki secara fisik, kenyataannya penguasaan fisiknya dilakukan pihak lain. Misalnya kalau tanah yang dimiliki disewakan kepada pihak lain dan penyewa yang menguasainya secara fisik. Atau tanah tersebut dikuasai secara fisik oleh pihak lain tanpa hak. Dalam hal ini pemilik tanah berdasarkan hak penguasaan yuridisnya, berhak untuk menuntut diserahkannya kembali tanah yang bersangkutan secara fisik kepadanya.1

Konsep dasar hak menguasai tanah oleh negara termuat dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan “Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Kemudian dijabarkan dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang menyatakan:

Hak menguasai dari Negara tersebut dalam ayat 1 Pasal ini memberikan wewenang untuk :

a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;

b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang­orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;

1

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia : Sejarah Pembentukan UUPA, Isi Dan Pelaksanaannya, Edisi Revisi, Cetakan ke 10, (Jakarta : Djambatan, 2005), hlm. 23

(5)

4

c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang­orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

Menurut Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Hak Menguasai Negara hanya memberi wewenang kepada negara untuk mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan tanah, hubungan antara negara dengan tanah sangat mempengaruhi dan menentukan isi peraturan perundang-undangan yang mengatur hubungan hukum antara orang-orang dengan tanah dan masyarakat hukum adat dengan tanah ulayat serta pengakuan dan perlindungan hak-hak yang timbul dan hubungan-hubungan hukum tersebut.

Hukum yang mengatur pengakuan dan perlindungan tersebut sangat diperlukan untuk pemberian jaminan kepastian hukum kepada masyarakat agar hak-hak atas tanah mereka tidak dilanggar oleh siapa pun. Hak penguasaan atas tanah berisi serangkaian wewenang, kewajiban dan atau larangan bagi pemegang hak tersebut dalam berbuat, bertindak sesuatu mengenai tanah yang menjadi haknya. Sesuatu yang boleh, wajib, atau dilarang untuk diperbuat ini menjadi tolak ukur dan kriteria pembeda antara hak-hak penguasaan atas tanah.

Hubungan hukum antara negara dengan tanah melahirkan hak mengusai tanah oleh negara. Hubungan antara masyarakat hukum adat dengan tanah ulayatnya melahirkan hak ulayat dan hubungan antara perorangan dengan tanah melahirkan hak-hak perorangan atas tanah dan ketiga hak tersebut menjalin secara harmonis dan seimbang sehingga sama kedudukan dan kekuatannya dan tidak saling merugikan.

Dalam Undang-Undang Pokok Agraria yang merupakan peraturan bidang pertanahan, mengandung dua dimensi, yaitu :

1. Hak Publik, yang merupakan kewenangan negara berupa hak "menguasai" dari negara,

2. Hak perorangan, berupa hak-hak yang dapat dipunyai/ dimiliki seseorang untuk menjual, menghibahkan, dan lain-lain.

Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut. Hak atas tanah berbeda dengan hak penggunaan atas tanah. Hak atas tanah termasuk salah satu hak-hak perseorangan atas tanah. Hak-hak perseorangan atas tanah, adalah hak yang memberikan wewenang kepada pemegang haknya (perseorangan, sekelompok orang secara besama­sama, badan hukum) untuk memakai, dalam arti menguasai, menggunakan, dan atau mengambil manfaat dari bidang tanah tertentu.2

Selanjutnya, wewenang yang dipunyai oleh pemegang hak atas tanah terhadap tanahnya dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :

a. Wewenang Umum

Wewenang yang bersifat umum yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya, termasuk juga tubuh bumi dan air dan ruang yang ada di atasnya sekedar diperlukan

2

(6)

5

untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi (Pasal 4 ayat (2) UUPA).

b. Wewenang Khusus

Wewenang yang bersifat khusus yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya sesuai dengan macam hak atas tanahnya, misalka wewenang pada tanah hak milik adalah dapat untuk kepentingan pertanian dan atau mendirikan bangunan.3

PERUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah pertimbangan Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam memutus perkara gugatan terhadap penguasaan hak milik atas tanah secara tidak sah pada Putusan Kasasi No. 822 K/Pdt/2015?

2. Bagaimanakah akibat hukum terhadap penguasaan hak atas tanah secara tidak sah berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung No. 822 K/Pdt/2015? TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui pertimbangan Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam memutus perkara gugatan terhadap penguasaan hak milik atas tanah secara tidak sah pada Putusan Kasasi No. 822 K/Pdt/2015.

2. Mengetahui akibat hukum penguasaan hak atas tanah secara tidak sah berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung No. 822 K/Pdt/2015.

METODE PENELITIAN

Metode pendekatan dalam penulisan ini adalah yuridis normatif, yaitu Penelitian terhadap peraturan yang berlaku serta kaedah hukum itu sendiri (peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, hukum adat atau hukum tidak tertulis lainnya) dan asas-asas hukum. Sumber data yang menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan/studi dokumen. Analisis hukum menggunakan deskriptif analitis. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pertimbangan Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam Memutus Perkara Gugatan Penguasaan Hak Milik Atas Tanah Secara Tidak Sah pada Putusan Kasasi No. 822 K/Pdt/2015

Pertimbangan hakim diartikan suatu tahapan dimana majelis hakim mempertimbangkan fakta yang terungkap selama persidangan berlangsung, mulai dari gugatan, jawaban, eksepsi dari tergugat yang dihungkan dengan alat bukti yang memenuhi syarat formil dan syarat materil, yang mencapai batas minimal pembuktian.

3

(7)

6

Hakim dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang harus selalu diperhatikan yaitu: kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan. Demikian juga putusan hakim untuk menyelesaikan suatu perkara yang diajukan di Pengadilan, bahwa putusan yang baik adalah yang memperhatikan tiga nilai unsur yaitu yuridis (kepastian hukum), nilai sosiologis (kemanfaatan),dan folosofis (keadilan).

Putusan yang dijatuhkan oleh hakim harus bedasarkan pertimbangan yang jelas dan cukup. Putusan yang tidak memenuhi ketentuan tersebut dikategorikan putusan yang tidak cukup pertimbangan atau onvoldoende gemotiveerd. Alasan yang dijadikan pertimbangan Hakim dapat berupa pasal-pasal tertentu peraturan perundang-undangan, hukum kebiasaan, yurisprudensi atau doktrin hukum.

Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 50 UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang menegaskan bahwasanya Putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. Bahkan menurut Pasal 178 ayat (1) HIR, hakim karena jabatannya wajib mencukupkan segala alasan hukum yang tidak dikemukakan para pihak yang berperkara. Untuk memenuhi kewajiban itulah Pasal 5 UU Kekuasan Kehakiman memerintahkan hakim untuk menggali nilai-nilai, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

Bertitik tolak dari pasal-pasal yang dikemukakan di atas, putusan yang tidak mempunyai pertimbangan hakim yang cukup, maka putusan dapat dibatalkan pada tingkat banding atau kasasi. Begitu pula pertimbangan Hakim yang mengandung kontradiksi, putusan Hakim demikian tidak memenuhi syarat sebagai putusan yang jelas dan rinci, sehingga cukup alasan menyatakan putusan yang dijatuhkan melanggar asas yang digariskan Pasal 178 ayat (1) HIR/189 ayat (1) RBG dan Pasal 50 UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat penulis kemukakan bahwa hakim Mahkamah Agung dalam memutuskan perkara kasasi gugatan terhadap penguasaan hak milik atas tanah secara tidak sah dalam perkara perdata pada Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 822 K/Pdt/2015 sudah tepat, yaitu menolak permohonan kasasi dan pemohon kasasi Ny. Sri Suyantini tersebut.

Dalam hal ini, Hakim Mahkamah agung sesuai kewenangannya tidak mempertimbangkan alat bukti yang diajukan, tetapi hanya memeriksa berkenaan adanya kesalahan penerapan hukum, pelanggaran hukum dan adanya kelalaian dalam memenuhi ketentuan-ketentuan yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan atau bila pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas wewenangnya sesuai Pasal 30 Undang-undang nomor 14 tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Mahkamah Agung. Atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas

(8)

7

Majelis Hakim berkesimpulan bahwa permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/Tergugat ditolak.

Akibat Hukum Gugatan terhadap Penguasaan Hak Milik Atas Tanah secara Tidak Sah dalam Perkara Perdata pada Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.822/K/Pdt/2015

Berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung No. 822/K/Pdt/2015 yang menolak Permohonan Kasasi dan Pemohon Kasasi yaitu NY. SRI SUYANTINI, maka akibat hukum dari putusan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Aspek Perdata

a. Obyek sengketa berupa tanah pekarangan beserta 3 bangunan rumah yang berdiri di atasnya sebagaimana tercatat dalam sertifikat Hak Milik 1462 desa Bero, kecamatan Trucuk, kabupaten Klaten seluas ±695 m2 menjadi milik Nyonya Estri Gino Pawiro, hal ini dikuatkan dengan Putusan Pengadilan yang sudah inkracht yaitu Putusan Pengadilan Negeri Klaten No. 08/Pdt.G/2013/PN.Klt, Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah No. 207/Pdt/2014/PT.Smg dan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 822/K/Pdt/2015.

b. Para Tergugat secara tanggung renteng serta tunai membayar ganti rugi kepada Nyonya Estri Gino Pawiro sebesar Rp.1000.000,- (satu juta rupiah) setiap tahun, terhitung sejak tahun 2013 sampai adanya putusan inkrach atau sampai dikeluarkannya Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 822/K/Pdt/2015. Sehingga dengan begitu tergugat harus membayar sejumlah uang tersebut kepada penggugat sesuai dengan isi putusan, jika tidak dilaksanakan maka penggugat dapat meminta bantuan pihak pengadilan untuk memaksakan eksekusi putusan berdasarkan ketentuan Pasal 196 HIR, “Jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai untuk memenuhi isi keputusan itu dengan damai, maka pihak yang menang memasukkan permintaan, baik dengan lisan, maupun dengan surat, kepada ketua pengadilan negeri yang tersebut pada ayat pertama pasal 195, buat menjalankan keputusan itu Ketua menyuruh memanggil pihak yang dikalahkan itu serta memperingatkan, supaya ia memenuhi keputusan itu di dalam tempo yang ditentukan oleh ketua, yang selama-lamanya delapan hari.” Dan pasal 197 HIR, ”Jika setelah jangka waktu yang telah ditetapkan, putusan masih juga tidak dilaksanakan, maka Ketua Pengadilan memerintahkan agar disita barang-barang milik pihak yang kalah sampai dirasa cukup akan pengganti jumlah uang yang tersebut di dalam keputusan itu dan ditambah pula dengan semua biaya untuk menjalankan keputusan itu.atau Pasal 208 Rbg, dapat dilakukan sita eksekusi pemenuhan sejumlah uang, yang mana pihak yang kalah atau termohon eksekusi tidak melaksanakan isi putusan dalam membayar sejumlah uang sebagaimana isi putusan dan hal itu dapat dilakukan dengan melelang harta bergerak maupun tidak bergerak milik termohon eksekusi jika termohon eksekusi tidak mematuhi isi putusan.”

(9)

8 2. Aspek Hukum Tata Usaha Negara

a. Berdasarkan pasal 19 ayat (2) huruf c Undang-undang Pokok Agraria dinyatakan, Sertipikat sebagai tanda bukti yang kuat mengandung arti bahwa selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya data fisik dan data yuridis yang tercantum di dalamnya harus diterima sebagai data yang benar, sebagaimana juga dapat dibuktikan dari data yang tercantum dalam buku tanah dan surat ukurnya. Sesuai dengan Putusan Pengadilan Negeri Klaten No. 08/Pdt.G/2013/PN.Klt, Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah No. 207/Pdt/2014/PT.Smg dan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 822/K/Pdt/2015 menyatakan Sertifikat Hak milik nomor 1462 desa Bero atas nama Nyonya Estri Gino Pawiro adalah sah dan mempunyai kekuatan hukum, maka Nyonya Estri Gino Pawiro telah memperoleh tanda bukti hak yang kuat dan tidak diperlukan pencatatan perubahan data pendaftaran tanah di Kantor Pertanahan kabupaten Klaten.

3. Aspek Penguasaan Fisik

a. Obyek sengketa berupa tanah pekarangan beserta 3 bangunan rumah yang berdiri di atasnya yang sebelumnya dikuasai oleh para Tergugat harus diserahkan kepada Nyonya Estri Gino Pawiro dalam keadaan baik dan kosong serta bebas dari pembebanan apapun. Jika tidak segera meninggalkan obyek sengketa maka penggugat dapat dibantu oleh pengadilan untuk melakukan sita eksekusi.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian dari bab-bab di atas, maka penulis dapat menyimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Pertimbangan Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam Putusan No. 822 K/Pdt/2015 sudah tepat yaitu menolak kasasi atas permohonan kasasi dari Tergugat didasarkan pada Putusan Pengadilan Tinggi Semarang yang memperbaiki Putusan Pengadilan Negeri Klaten tidak salah dan menerapkan hukum. Dalam hal ini, Hakim Mahkamah Agung sesuai kewenangannya tidak mempertimbangkan alat bukti yang diajukan, tetapi hanya memeriksa berkenaan adanya kesalahan penerapan hukum, pelanggaran hukum dan adanya kelalaian dalam memenuhi ketentuan-ketentuan yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan atau bila pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas wewenangnya sesuai Pasal 30 Undang-undang nomor 14 tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Mahkamah Agung. Atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas Majelis Hakim berkesimpulan bahwa permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/Tergugat ditolak. 2. Akibat Hukum Gugatan terhadap Penguasaan Hak Milik Atas Tanah secara Tidak

Sah dalam Perkara Perdata pada Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.822/K/Pdt/2015 yaitu secara aspek perdata, obyek sengketa berupa tanah pekarangan beserta 3 bangunan rumah yang berdiri di atasnya menjadi milik Nyonya Estri Gino Pawiro sebagaimana tercatat dalam sertifikat Hak Milik 1462 desa Bero, kecamatan Trucuk, kabupaten Klaten seluas ±695 m2. Kemudian

(10)

9

secara aspek Hukum Tata Usaha Negara, maka sertifikat Hak Milik 1462 desa Bero, kecamatan Trucuk, kabupaten Klaten adalah sah dan berkekuatan hukum. Selain itu secara aspek penguasaan fisik, obyek sengketa tersebut harus diserahkan kepada Nyonya Estri Gino Pawiro dalam keadaan kosong dan tanpa pembebanan apaun, hal ini dikuatkan dengan Putusan Pengadilan yang sudah inkracht yaitu Putusan Pengadilan Negeri Klaten No. 08/Pdt.G/2013/PN.Klt, Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah No. 207/Pdt/2014/PT.Smg dan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 822/K/Pdt/2015.

DAFTAR PUSTAKA Buku-Buku

Adrian Sutedi. 2012. Sertifikat Hak Atas Tanah. Sinar Gafika, Cetakan Kedua.

Bambang Sugeng. 2009. Hukum Acara Perdata dan Dokumen Litigasi Perkara Perdata.

Bernhard Limbong, 2014. Politik Tanah, Jakarta: Pustaka Margaretha

Boedi Harsono. 2005. Hukum Agraria Indonesia : Sejarah Pembentukan UUPA, Isi Dan Pelaksanaannya, Jakarta : Djambatan, Edisi Revisi, Cetakan ke 10, Mukti Arto. 2004. Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, Yogyakarta:

Pustaka Pelajar cet V

Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Jakarta : Kencana Prenada Media Group

Riduan Syahrani, 1988, Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum, Jakarta : Pustaka Kartini

Rusmadi Murad, 1991. Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, Bandung : Alumni, Cetakan Pertama,

Sarjita, 2005. Teknik dan Strategi Penyelesaian Sengketa Pertanahan, Yogyakarta : Tugujogja

Soelarman Brotosoelarno. 1997. Aspek Teknis Yuridis Dalam Pendaftaran Tanah, Yogyakarta : Deputi Menteri Negara Agraria Kepala BPN

Sudikno Mertokusumo, 1991, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogjakarta :Liberty

Ter Haar Bzn, 1971, Asas-asas dan susunan hukum adat, Jakarta: Pradnya Paramita, Urip Santoso. 2006. Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah. Jakarta : Prenada

Media. Jurnal Penelitian

Yuyun Mintaraningrum, 2015. “Aspek Kepastian Hukum Dalam Penerbitan Sertifikat Hak Tanah (Analisi Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang Nomor Putusan PTUN Nomor 24/G/TUN/2000/PTUN.Smg)”, Jurnal Repertorium, ISSN:2355-2646, Volume II No.2 Juli-Desember 2015. Undang-undang

Kitab Undang-undang Hukum Perdata

(11)

10

Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 59 tahun 1997 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3696

Putusan Pengadilan Negeri Klaten Nomor: 08/Pdt.G/2013/PN.Klt. Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah No. 207/Pdt/2014/PT.Smg Putusan Kasasi Mahkamah Agung No. 822 K/Pdt/2015

Referensi

Dokumen terkait

Reciprocal Teaching adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menerapkan empat strategi pemahaman mandiri, yaitu menyimpulkan bahan ajar, menyusun pertanyaan

lebih pada suatu perusahaan dalam satu bulan atau terjadi rentetan PHK yang.. dapat menggambarkan itikad pengusaha untuk mengadakan PHK

Dengan hasil ini maka dapat disimpulkan bahwa adanya ketetapan harga yang lebih baik seperti harga yang lebih terjangkau dan sesuai dengan menu yang disajikan, maka akan

Hasil pengujian tarik dan impak komposit dengan perendaman NaOH ataupun tanpa perendaman NaOH memperlihatkan tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap nilai kekuatan

Dalam penelitian ini, pembahasan akan difokuskan pada estimasi skewness (kemiringan) dengan menggunakan metode Bootstrap dan metode Jackknife sebagai metode

Bahwa benar pada tanggal 14 September 2009 Terdakwa meninggalkan kesatuan tanpa ijin yang sah dari Komandan kesatuan atau atasan lain yang berwenang dan

Dalam penelitian ini, untuk mengukur keputusan nasabah dalam memilih produk Tabungan iB Hasanah digunakan Skala Likert , dimana masing-masing pertanyaan diberi skor

Case hardening. As mentioned above, only those carbon steels can be hardened whose carbon content is about 0.25% or more. How do we harden dead mild steel? The answer is by