• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau gaji. Imbalan jasa adalah semua pengeluaran yang dikeluarkan oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau gaji. Imbalan jasa adalah semua pengeluaran yang dikeluarkan oleh"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

B AB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Imbalan Jasa

1.1 Pengertian Imbalan Jasa

Imbalan Jasa (compensation) memiliki cakupan yang lebih luas dari upah atau gaji. Imbalan jasa adalah semua pengeluaran yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk pekerja dan diterima serta dinikmati oleh pekerja baik secara langsung atau tidak langsung (Ruky, 2001). Imbalan jasa langsung (Direct

Compensation) merupakan imbalan yang diterima secara rutin atau per periode

oleh pekerja, imbalan ini mencakup gaji pokok/upah, tunjangan tunai sebagai penambah gaji yang diterima setiap bulan, tunjangan hari raya keagamaan, gaji ke 13 dan 14 bonus yang dikaitkan atau tidak dengan kinerja perusahaan dan penghargaan prestasi. Imbalan jasa tidak langsung (Indirect Compensation) merupakan imbalan yang diterima pekerja tidak secara rutin, imbalan ini mencakup fasilitas transportasi, biaya pemeliharaan kesehatan, upah selama cuti atau meninggalkan pekerjaan, bantuan untuk kecelakaan kerja, bantuan pendidikan gratis, asuransi jamsostek dan iuran pensiun (Ruky, 2001).

Moekijat (1992) menyatakan bahwa imbalan jasa merupakan balas jasa kepada pegawai karena yang bersangkutan telah memberi bantuan atau sumbangan untuk mencapai tujuan organisasi. Imbalan jasa diberikan karena partisipasi pekerja kepada organisasi yang mencakup gaji, upah, perumahan dinas, fasilitas kendaraan, pakaian kerja, tunjangan makan, tunjangan rumah dinas, dan tunjangan lainnya.

(2)

Harder (1992) mengemukakan bahwa imbalan jasa merupakan jenis penghargaan yang paling penting dalam perusahaan, oleh karena itu pihak manajemen perusahaan harus betul-betul mempertimbangkan masalah imbalan karyawannya. Apabila karyawan menerima imbalan rendah maka tidak ada kemauan untuk bekerja keras, hal ini disebabkan karena imbalan terutama gaji termasuk dalam alat untuk memenuhi kebutuhan dasar, sejalan dengan teori Frederick Herzberg tentang faktor dissatisfier atau ketidakpuasan imbalan jasa akan membuat pekerja merasa kecewa dan akan banyak menimbulkan masalah (Ruky, 2001).

Menurut Handoko (2000 dalam Nugroho, 2004) imbalan jasa merupakan segala sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Konvensi International Labour Organization (ILO) No. 100 menyatakan bahwa imbalan jasa merupakan upah/gaji, gaji pokok atau gaji minimum dan upah pekerja tersebut, atau ada kerja sama dengan Badan Kekuasaan Perundingan Serikat Pekerja dengan perusahaan tersebut dan ada nilai relatif jabatan (Moekijat, 1992).

1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Imbalan Jasa

Imbalan jasa merupakan faktor penting yang mempengaruhi bagaimana dan mengapa karyawan bekerja pada suatu perusahaan dan bukan pada perusahaan lain. Imbalan jasa dapat berbentuk intrinsik (internal) dan ekstrinsik

(eksternal). Imbalan intrinsik mencakup aspek psikologis dan sosial seperti

pemberian pujian, sedangkan imbalan ekstrinsik berupa finansial (Mathis & Jackson, 2002).

(3)

Ada banyak faktor yang secara langsung atau tidak langsung, menentukan tinggi rendahnya imbalan jasa antara lain: kondisi pasar yang dapat di katakan tidak stabil termasuk harga bahan-bahan makanan dan biaya hidup yang tinggi ini sangat mempengaruhi kepada kehidupan banyak orang, disamping tenaga kerja yang banyak pengangguran, tarif imbalan jasa yang sedang berlaku, memang ada yang minim tapi ada juga yang sudah sesuai dengan upah minimum propinsi atau besar kecilnya biaya hidup, tapi itu tergantung kepada kemampuan perusahaan/pemberi kerja untuk membayar (Ruky, 2001).

1.3. Tujuan Pemberian Imbalan Jasa

Ivancevich (1997 dalam Suroso, 2003) menyatakan bahwa pemberian imbalan harus memenuhi kriteria: memberikan rasa nyaman (secure) sehingga memenuhi kebutuhan dasar karyawan, seimbang (balanced) dalam arti pemberian imbalan merupakan bagian dari penghargaan total termasuk di dalamnya tunjangan dan promosi, Cost effective; memberikan biaya manfaat bagi organisasi, Acceptable to employee; di sini termasuk tiga hal yang memerlukan pertimbangan apakah pemberian harus dilakukan secara tertutup ataukah diperlukan komunikasi agar tercapai titik temu yang disepakati dan dapat diterima oleh semua pihak, ataukah perlu mengikutsertakan karyawan dalam menentukan keputusan terkait dengan sistem imbalan.

Prinsip pemberian imbalan dapat pula dilakukan atas pertimbangan dan perspektif berikut: mudah dikelola; termasuk dalam hal ini mudah ditanggung oleh organisasi, kompetitif; dalam arti mampu bersaing dengan pesaing eksternal

(4)

atau secara internal mampu menimbulkan suasana persaingan yang positif, memotivasi: mampu menimbulkan dorongan untuk bekerja dengan baik, adil memberikan perasaan adil diantara karyawan (Suroso, 2003).

Menurut Handoko (1994 dalam Suroso, 2003) pemberian imbalan jasa bertujuan sebagai berikut:

a. Memperoleh pegawai yang berkualitas

Biasanya suatu organisasi yang bersaing di pasar tenaga kerja, tingkat imbalannya harus sesuai dengan kondisi supply and demand tenaga kerja. Suatu tingkat gaji yang relatif tinggi diperlukan untuk menarik pelamar yang berkualitas.

b. Mempertahankan karyawan yang Mik

Bila tingkat imbalan tidak kompetitif, akan banyak karyawan baik yang akan keluar mencari tempat kerja yang lebih memuaskan. Turn over karyawan akan tinggi dan secara ekonomis maupun psikologis akan merugikan karyawan.

c. Menjamin Keadilan

Keadilan atau konsistensi internal maupun eksternal sangat penting diperhatikan dalam menentukan tingkat imbalan.

d. Menghargai perilaku yang diinginkan

Pemberian imbalan yang efektif hendaknya mendorong perilaku yang diinginkan, seperti prestasi kerja yang baik, pengalaman, kesetiaan, dan tanggung jawab.

(5)

e. Mengendalikan biaya

Suatu program imbalan yang rasional akan membantu organisasi untuk mendapatkan atau mempertahankan sumber daya manusia pada tingkat biaya yang layak.

f. Memenuhi peraturan legal

Pemberian imbalan mempunyai batasan dan peraturan yang legal. Program imbalan yang baik selalu memperhatikan hal tersebut dan sesuai dengan peraturan pemerintah yang mengatur imbalan untuk karyawan.

1.4. Imbalan Jasa sebagai Alat Manajemen Kinerja

Pemberian imbalan berdasarkan kinerja didasarkan atas teori kesetaraan (Equity theory), teori harapan (Expectancy theory), teori hukum akibat (The law of effect) dan teori pemenuhan kebutuhan psikologis (Psychological fulfillment). Teori kesetaraan menyatakan bahwa setiap karyawan harus diperlakukan secara adil dan setara. Teori harapan menyatakan bahwa seseorang percaya bahwa apabila dia mampu mencapai tingkat kinerja tertentu maka dia akan memperoleh imbalan. Sedangkan hukum akibat menjelaskan bahwa perilaku akan memperoleh imbalan jika diulang atau dikerjakan lagi (Swansburg, 1999).

Pemberian imbalan berdasarkan kinerja dapat memberikan dampak positif terhadap perilaku karyawan, menimbulkan kepuasan kerja bagi karyawan, memberikan dampak positif terhadap kemampuan organisasi, mampu menghasilkan pencapaian tujuan yang telah dirancang dan mempertahankan lebih banyak karyawan yang mampu bekerja dengan prestasi tinggi (Swansburg, 1999).

(6)

Di dalam paradigma sistem penggajian imbalan secara otomatis akan selalu diikuti dengan kenaikan kinerja. Kenyataannya tidaklah demikian, sesuai dengan statistik kadang-kadang memang terjadi imbalan yang dinaikkan akan meningkatkan kinerja, tetapi kadang-kadang itu tidak terjadi. Hal ini sejalan dengan pendapat Ruky (2001) yang menyebutkan bahwa imbalan bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja. Faktor lain yang mempengaruhi kinerja adalah karakteristik lingkungan kerja yang kondusif (kecocokan dalam bekerja, bantuan teman jika ada kesulitan, bimbingan dan petunjuk dari atasan, sikap dan perlakuan atasan) dan karakteristik lingkungan organisasi perawat dalam bekerja seperti ikut dalam memecahkan masalah dan kebijakan pimpinan (Muhammad, 2003).

Menurut penelitian Harapan (2004), yang bertujuan untuk mengidentifikasi tentang kepuasan kerja dan hubungannya dengan kinerja perawat tetap baik dalam memberikan asuhan keperawatan di Rumah Sakit Permata Bunda, menginformasikan imbalan jasa yang diterima perawat rendah namun kinerjanya tetap baik karena individu bekerja bukan semata-mata hanya untuk menerima imbalan jasa saja tetapi juga untuk mencari kepuasan kerja tersendiri.

Agar dapat melakukan manajemen kinerja dengan baik, organisasi harus merancang sistem imbalan yang baru. Untuk melakukannya maka harus dipertimbangkan bentuk imbalan yang sebaiknya diberikan, siapa yang layak menerimanya, perlukah sesuatu yang bersifat desinsentif (hukuman) dan pengukuran kinerja yang bagaimana digunakan apakah secara objektif atau secara subjektif (Suroso, 2003).

(7)

Suroso (2003) menyatakan bahwa untuk memberikan imbalan dapat digunakan beberapa alat manajemen kinerja, yaitu Gaji Pokok atau Tunjangan tetap/pembayaran kinerja. Bekerja adalah untuk memenuhi kebutuhan kehidupan melalui gaji yang diperoleh dari organisasi, dengan gaji yang diperolehnya tenaga kerja dapat memenuhi kebutuhannya (kebutuhan fisik, sosial dan sebagainya baik untuk dirinya sendiri maupun untuk keluarganya). Dalam hal besarnya pemberian gaji ini selalu ada perbedaan pendapat antara pemberi gaji dengan penerima gaji. Tenaga kerja menghendaki gaji yang setinggi mungkin dan kerja yang sedikit mungkin. Sebaliknya perusahaan menghendaki gaji yang sedikit mungkin dengan jam kerja yang panjang (Siregar, 1997).

2. Penghargaan kinerja

Penghargaan kinerja adalah sesuatu yang bersifat non finansial yang diberikan kepada karyawan sebagai penghargaan atas prestasi yang telah dicapainya. Dengan cara ini, karyawan akan sadar bahwa kinerjanya dihargai dan dinilai tinggi (Suroso, 2003). Menurut Siagian (1992) perilaku seseorang akan didorong oleh adanya penguatan positif.

Penguatan positif menyebabkan konsekuensi menyenangkan yang mendorong pengulangan perilaku, sebagai contoh seorang pegawai merasa bahwa apabila dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan baik, pimpinan atau atasan memberi imbalan pengakuan, karena bagi pegawai menyukai pengakuan, perilaku yang diperkuat dengan hal demikian maka pegawai cenderung ingin melakukan lagi pekerjaan yang berkualitas tinggi. Penguatan selamanya bergantung kepada perilaku pegawai yang tepat (Ruky, 2001).

(8)

Dalam hal pengakuan agar karyawan mampu bekerja dan melaksanakan tugas dengan baik, pimpinan wajib memberikan penghargaan kepada yang bersangkutan, penghargaan itu dilakukan dengan berbagai bentuk seperti pujian yang dinyatakan dengan kata-kata, pujian yang dinyatakan secara tertulis dalam bentuk piagam, pemberian angka kredit yang berhubungan dengan karir pegawai dan pemberian barang yang bermanfaat bagi yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas (Siagian, 1992).

Penghargaan Kinerja perawat mengharuskan instansi menjalankan Asuhan Keperawatan yaitu:

2.1 Pembayaran psikologis

Pembayaran psikologis dimaksudkan untuk memberikan imbalan finansial semu, misalnya memberikan liburan tambahan dari yang di tentukan oleh instansi tanpa mempengaruhi pada gaji, atau memberikan alat baru kepada karyawan atau kelompok karyawan yang berprestasi dengan baik sebagai penghargaan untuk membangkitkan semangat bekerja (Soroso, 2003).

2.2 Bonus

Bonus adalah pemberian imbalan berupa uang di luar gaji atau tunjangan tetap. Biasanya bonus diberikan dalam bentuk lupstum setahun sekali atau dua kali, pada pertengahan tahun atau akhir tahun kepada individu yang berhasil mencapai tingkat kinerja tertentu (Suroso, 2003).

(9)

3. Kinerja

3.1. Defenisi Kinerja

Kinerja adalah merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampian.untuk menyelsaikan tugas atau pekerjaan,seseoang yang harus memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu.tanpa pemahaman apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya (Hersel dan

Blanchard,1993),kinerja sebagai kualitas dan kuantitas dari pencapaian tugas-tugas,baik yang dilakukan oloh individu dan kelompok maupun

instansi,(Schermerhorn,Hunt dan Osborn,1991).

Hersey, Blanchard & Johnson (1996 dalam Huber, 2000) yang menyatakan bahwa kinerja adalah sejauh mana pencapaian organisasi, tujuan sosial dan pertanggungjawaban kinerja merupakan penampilan hasil karya personil di dalam suatu organisasi (Ilyas, 2001). Prawirosentono (1999) menyatakan bahwa kinerja merupakan hasil karya yang dapat dicapai seseorang atau kelompok dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika.

Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak pekerja memberi kontribusi kepada perusahaan yang antara lain termasuk: kuantitas output, kualitas output, jangka waktu output, kehadiran di tempat kerja dan sikap kooperatif (Mathis & Jackson, 2002). Sedangkan Muliadi (1998) menyebutkan bahwa kinerja adalah

(10)

fungsi dari upaya kemampuan, persepsi dan bakat.

3.2. Faktor yang mempengaruhi kinerja

Menurut Gibson (1987) yang dikutip dari Ilyas (2001) ada tiga faktor (variabel) yang mempengaruhi kinerja seseorang yaitu faktor individu, faktor psikologi dan faktor organisasi.

Faktor individu terdiri dari kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan demografis. Variabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu, variabel demografis mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu. Umur responden yang tergolong muda (20-35 tahun) cenderung mempunyai tingkat pemahaman kerja yang lebih rendah dibandingkan dengan perawat yang berumur 36-45 tahun (Megawati, 2005).

Faktor psikologi terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Variabel ini dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis. Variabel seperti persepsi, sikap, kepribadian dan belajar merupakan hal yang kompleks dan sulit diukur. Terkait dengan belajar semakin tinggi tingkat pendidikan perawat cenderung mempunyai mutu pekerjaan yang baik. Dengan pengetahuan yang tinggi tingkat pemahaman dalam bekerja akan baik sehingga kinerja akan baik pula. Perawat pelaksana berpendidikan D3 Keperawatan memiliki kinerja lebih baik daripada perawat pelaksana berpendidikan SPK (Sekolah Pendidikan Kesehatan)

(11)

(Megawati, 2005).

Terkait dengan pengalaman kerja sebelumnya, perawat dengan masa kerja <15 tahun mempunyai kinerja kategori baik, sebaiknya perawat dengan lama kerja >15 tahun mempunyai kinerja kategori tidak baik karena dengan masa kerja relatif lama kemungkinan timbul rasa jenuh lebih besar (Megawati, 2005). Terkait dengan identitas diri apabila individu sudah mempunyai kualitas terhadap bidang pekerjaannya dan telah berada pada lingkungan pekerjaan yang sesuai maka kinerja atau produktivitasnya serta loyalitas terhadap pekerjaan tersebut akan dapat ditampilkan secara maksimal. Pada keadaan ini biasanya individu tidak bekerja semata-mata untuk mencari nafkah tetapi termasuk di dalamnya bagaimana mengaktualisasikan diri melalui pekerjaannya sehingga dapat menimbulkan kepuasan secara pribadi (Nugroho, 2004).

Faktor organisasi berefek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan.

3.3. Kinerja Perawat

Kinerja perawat dapat dilihat sesuai dengan peran fungsi perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan. Menurut Elis & Hartley (1980) perawat adalah orang yang mengasuh, merawat dan melindungi, yang merawat orang sakit, luka dan lanjut usia. Florence Nigthtingale menyatakan bahwa peran perawat adalah menjaga pasien mempertahankan kondisi terbaiknya terhadap masalah kesehatan yang

(12)

menimpa dirinya (Priharjo, 1995).

Surat Keputusan Menteri Perdagangan Aparatur Negara No.94/MENPAN/1986 menyatakan bahwa perawat adalah pegawai negeri sipil yang berijazah perawatan yang diberi tugas secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan pelayanan kesehatan kepada masyarakat pada unit pelayanan kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas dan Unit Pelayanan Kesehatan lainnya) (Priharjo, 1995).

Asuhan keperawatan adalah bantuan, bimbingan, penyuluhan, pengawasan atau perlindungan yang diberikan seorang perawat untuk memenuhi kebutuhan klien. Tujuan asuhan keperawatan adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan individu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat sehingga tercapai derajat kesehatan yang optimal (Depkes RI, 1988).

Kalangan Profesi keperawatan telah menetapkan lingkup tugas keperawatan yaitu dengan adanya standar asuhan keperawatan. Standar asuhan keperawatan ini mencakup pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan dan pelaksanaan tindakan keperawatan serta evaluasi keperawatan. Sedangkan yang menyangkut tindakan keperawatan meliputi intervensi keperawatan, observasi serta konseling kesehatan. Hal inilah yang menjadi kewenangan profesional yang melekat dalam diri perawat (Yahmono, 2000).

Nursalam (2002) mengatakan bahwa perawat yang bertugas di pelayanan (rumah sakit) baik pemerintah maupun swasta harus

(13)

melaksanakan standar asuhan keperawatan yang ada di rumah sakit. Hal ini disahkan berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jendral Pelayanan Medik Nomor: YM.00.03.2.6.7637, disusun sebagai berikut : Standar 1: Falsafah Keperawatan, Standar 2: Tujuan Asuhan Keperawatan, Standar 3: Pengkajian Keperawatan, Standar 4: Diagnosa Keperawatan, Standar 5: Perencanaan Keperawatan, Standar 6: Intervensi Keperawatan, dan Standar 7: Catatan Asuhan Keperawatan.

3.4. Penilaian Kinerja Perawat

Penilaian kinerja merupakan suatu komponen dari sistem manajemen kinerja yang digunakan organisasi untuk memotivasi pekerja. Tujuan utama penilaian kinerja adalah untuk memperbaiki kinerja (Huber, 2000).

Menurut Ilyas (2001) penilaian kinerja adalah suatu proses menilai hasil karya personil dalam suatu organisasi melalui instrumen kinerja dan pada hakekatnya merupakan suatu evaluasi terhadap penampilan kerja personil dengan membandingkannya dengan standar baku penampilan. Sejalan dengan (Swanburg, 2000) yang menyatakan bahwa penilaian kerja merupakan proses kontrol dimana kinerja pegawai dievaluasi berdasarkan standar yang ada. Kinerja yang dinilai adalah kinerja dari pekerjaan yang sedang terjadi atau nyata bukan yang belum terjadi (Marquiz & Huston, 2000).

Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer perawat dalam mengontrol sumber daya

(14)

manusia dan produktivitas. Proses penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan perilaku pegawai dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan dengan kualitas yang tinggi. Manajer perawat dapat menggunakan proses penilaian kinerja untuk mengatur arah kerja dalam memilih, melatih, bimbingan perencanaan karir serta memberikan penghargaan personel.

Penilaian kinerja perawat adalah pengukuran efisiensi, kompetensi dan efektivitas proses keperawatan dan aktivitas yang digunakan oleh perawat dalam merawat klien guna untuk mempertahankan, memperbaiki dan memotivasi tingkah laku perawat (Huber, 2000). Penilaian kinerja perawat berguna untuk membantu kepuasan perawat dan untuk memperbaiki pelaksanaan kerja mereka, memberitahukan perawat bahwa kerja mereka kurang memuaskan serta mempromosikan jabatan, kenaikan gaji, memperbaiki komunikasi antara atasan dan bawahan serta menentukan pelatihan karyawan yang memerlukan bimbingan khusus. Banyak manfaat yang dapat diambil dari penilaian kinerja yaitu sebagai berikut (Nursalam, 2002):

3.4.1. Meningkatkan prestasi kerja staf baik secara individu atau secara kelompok dengan memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri dalam kerangka pencapaian tujuan pelayanan rumah sakit.

3.4.2 Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatkan hasil karya atau prestasi dengan cara memberikan umpan

(15)

balik kepada mereka tentang profesinya.

3.4.3 Membantu rumah sakit untuk dapat menyusun program pengembangan dan pelatihan staf yang tepat guna. Sehingga rumah sakit akan mempunyai tenaga kerja yang cakap dan terampil untuk pengembangan pelayanan keperawatan di masa depan.

3.4.4 Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja dengan meningkatkan gajinya atau sistem imbalan yang baik.

4. Asuhan Keperawatan 4.1 Pengertian

Menurut Pokja Keperawatan (1992) Asuhan Keperawatan (nursing care) adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang langsung diberikan kepada klien/pasien, pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan, dengan menggunakan metodologi proses keperawatan, berpedoman pada standar keperawatan, dilandasi etik dan etika keperawatan, dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan. Menurut Taylor (1989) keperawatan adalah metode sistematik dimana secara langsung perawat bersama klien secara bersama menentukan masalah keperawatan sehingga membutuhkan asuhan keperawatan, membuat perencanaan dan rencana implementasi, serta mengevaluasi hasil asuhan keperawatan.

4.2. Standar Asuhan Keperawatan.

(16)

pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi (PPNI, 2000) yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, evaluasi. Standar Asuhan Keperawatan tersebut secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:

4.2.1 Standar I: Pengkajian Keperawatan

Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan. Kriteria pengkajian keperawatan meliputi: Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamneses, observasi, pemeriksaan fisik serta dari pemeriksaan penunjang, Sumber data adalah pasien, keluarga atau orang terkait tim kesehatan, rekam medis dan catatan. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasikan status biologis-psikologis-spritual, respon terhadap terapi, harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal dan resiko tinggi masalah.

4.2.2 Standar II: Diagnosa Keperawatan

Perawat menganalisa data pengkajian untuk merumuskan diagnosa keperawatan. Adapun kriteria proses: proses diagnosa terdiri dari analisa, interpretasi data, identifikasi masalah pasien dan perumusan diagnosa keperawatan terdiri dari: masalah (P), penyebab (E), gejala (S), atau terdiri dari masalah dan penyebab (PE), Bekerjasama dengan pasien dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi diagnose keperawatan: Melakukan Pengkajian ulang dan merevisi diagnosa keperawatan berdasarkan data terbaru.

(17)

4.2.3 Standar III : Perencanaan Keperawatan

Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan pasien.

Kritera Proses meliputi: Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan dan rencana tindakan keperawatan: bekerjasama dengan pasien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan: perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan pasien; mendokumentasikan rencana keperawatan.

4.2.4 Standar IV: Implementasi

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan.

Kriteria Proses meliputi: Bekerjasama dengan pasien dalam melaksanakan tindakan keperawatan, kolaborasi dengan tim kesehatan lain, melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan pasien, memberikan pendidikan pada pasien dan keluarga mengenai konsep keterampilan asuhan diri serta membantu pasien memodifikasi lingkungan berdasarkan respon pasien.

6. Standar V : Evaluasi Keperawatan.

Perawat mengevaluasi kemajuan pasien terhadap tindakan keperawatan dalam mencapai dan merevisi data dasar dan perencanaan, Adapun Kriteria Proses adalah; Menyusun perencanaan evaluasi hasil intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus menerus, menggunakan data dasar dan respon dalam mengukur perkembangan ke

(18)

arah pencapaian tujuan, bekerjasama dengan pasien, keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan, mendokumentasikan hasil evaluasi. Dengan standar asuhan keperawatan tersebut, maka pelayanan keperawatan dapat menjadi lebih terarah. Standar adalah pernyataan deskriptif mengenai tingkat penampilan yang diinginkan dan kualitas struktur, proses atau hasil yang dapat dinilai. Standar pelayanan yang diinginkan untuk mengevaluasi pelayanan keperawatan yang telah diberikan pada pasien (Nursalam, 2001).

Manfaat Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan menurut Gaffar (1999) mempunyai 4 (empat) manfaat yaitu: dari segi administrasi, hukum, ekonomi dan pendidikan.

a. Aspek Administratif

Kegiatan administrasi pada proses keperawatan merupakan kegiatan dokumentasi berupa pencatatan dan pelaporan. Dokumentasi proses keperawatan menjamin kualitas asuhan keperawatan karena dari kegiatan ini dikomunikasikan dan dievaluasi perkembangan klien. Secara tidak langsung peran proses keperawatan tak kalah penting artinya dalam rangka profesionalisme karena semakin memberi peluang kepada perawat untuk mengaktualisasikan diri sebagai perawat dan perawat sebagai profesinya. Bagi perawat pelaksana asuhan keperawatan lebih bermakna karena proses keperawatan dijadikan instrument penilaian prestasi kerja dan peningkatan karir perawat sehingga turut mendukung menguntungkan

(19)

perkembangan profesi keperawatan. b. Aspek Hukum

Proses keperawatan sebagai metoda ilmiah dilakukan dengan investigasi, observasi dan analisa. Tujuannya adalah menjamin agar masalah kesehatan klien teridentifikasi sehingga implementasi rencana keperawatan efektif dan dapat dipertanggungjawabkan serta dipertanggunggugat oleh perawat. Hal ini bermanfaat dalam member perlindungan dan jaminan kepastian hukum bagi klien sebagai penerima asuhan dan perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan.

c. Aspek Ekonomi

Proses keperawatan dikatakan profesional jika asuhan keperawatan yang di berikan efektif dan efisien. Efektif berarti asuhan keperawatan dapat menyelesaikan masalah kesehatan klien. Efisien berarti biaya perawatan klien proporsional dalam arti sesuai kebutuhan klien akan pelayanan kesehatan.

d. Aspek Pendidikan dan Penelitian

Hubungan antara proses keperawatan dengan pendidikan dan penelitian sangat erat, artinya kedua aspek saling mengisi dan saling menunjang. Proses keperawatan tidak dapat diterapkan tanpa pendidikan, demikian pula pendidikan keperawatan tidak berkembang dengan baik tanpa asupan dari proses keperawatan sebagai metode ilmiah pemberian asuhan keperawatan.

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, alasan orang tua laki-laki (ayah) tidak memberikan biaya nafkah anak berkaitan dengan aspek psikologis si anak yang tidak dapat menerima perceraian kedua

Komponen ini memiliki peranan penting karena komponen ini salah satu pendukung agar unit excavator bisa beroprasi berjalan atau berpindah dari satu tempat ke tempat lain,

Penyusunan LAKIP Sekretariat Utama BSN Tahun 2014 dimaksudkan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan mandat, visi dan misi, tujuan dan sasaran yang

Dengan pendekatan Scientific dan Model Pembelajaran Problem Based Learning serta menggunakan Metode pembelajaran Cooperative Learning (Think-Pair Share) melalui

Dari hasil pengujian data dan analisis yang dilakukan, dapat diperoleh simpulan yaitu (1) pengungkapan CSR berpengaruh positif (nilai β sebesar +0,019) pada

Sehubungan dengan hal diatas selama ini pencatatan data perbaikan dan pergantian IDU (Indoor Unit) dan ODU (Outdoor Unit) menggunakan catat manual, penulis

Kinerja produksi Ikan Lele Sangkuriang ( Clarias gariepinus var sangkuriang ) yang dipeliharan oleh pembudidaya di daerah penelitian pada daerah rawa menunjukkan hasil yang

Waste transportation adalah jenis pemborosan yang terjadi karena transportasi yang berlebihan sepanjang proses value stream. Berdasarkan Tabel I.4 diketahui