• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user 92 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang

(KPKNL) Surakarta

a. Sejarah Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL)

Pada tahun 1971 struktur organisasi dan sumber daya manusia Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) tidak mampu menangani penyerahan piutang negara yang berasal dari kredit investasi. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1976 dibentuk Badan Urusan Piutang Negara (BUPN) dengan tugas mengurus penyelesaian piutang negara sebagaimana Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara, sedangkan PUPN yang merupakan panitia interdepartemental hanya menetapkan produk hukum dalam pengurusan piutang negara.Untuk mempercepat proses pelunasan piutang negara macet, diterbitkanlah Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1991 yang menggabungkan fungsi lelang dan seluruh aparatnya dari lingkungan Direktorat Jenderal Pajak ke dalam struktur organisasi BUPN, sehingga terbentuklah organisasi baru yang bernama Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN).

Menteri Keuangan memutuskan bahwa tugas operasional pengurusan piutang Negara dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pengurusan Piutang Negara (KP3N), sedangkan tugas operasional lelang dilakukan oleh Kantor Lelang Negara (KLN). Selanjutnya, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 2000 yang ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 2/KMK.01/2001 tanggal 3 Januari 2001, BUPLN ditingkatkan menjadi Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) yang fungsi operasionalnya dilaksanakan oleh Kantor Pengurusan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN).

(2)

Reformasi Birokrasi di lingkungan Departemen Keuangan pada tahun 2006 menjadikan fungsi pengurusan piutang negara dan pelayanan lelang digabungkan dengan fungsi pengelolaan kekayaan negara pada Direktorat Pengelolaan Barang Milik/Kekayaan Negara (PBM/KN) Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), sehingga berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2006 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Republik Indonesia, DJPLN berubah menjadi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), dan KP2LN berganti nama menjadi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) dengan tambahan fungsi pelayanan di bidang kekayaan negara dan penilaian.1

b. Kedudukan, Tugas dan Fungsi KPKNL

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Pasal 29 ayat (1) bahwa Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah.Selanjutnya, dalam Pasal 30 menyatakan bahwa KPKNL mempunyai tugas melaksanakan pelayanan di bidang kekayaan negara, penilaian, piutang negara, dan lelang. Dalam melaksanakan tugas, KPKNL menyelenggarakan fungsi yang diatur dalam Pasal 31, antaralain:

1) inventarisasi, pengadministrasian, pendayagunaan, pengamanan

kekayaan negara;

2) registrasi, verifikasi dan analisa pertimbangan permohonan pengalihan serta penghapusan kekayaan negara;

1https://www.djkn.kemenkeu.go.id/page/sejarah, diakses pada tanggal 19 Maret 2015, hari

(3)

3) registrasi penerimaan berkas, penetapan, penagihan, pengelolaan barang jaminan, eksekusi, pemeriksaan harta kekayaan milik penanggung hutang/penjamin hutang;

4) penyiapan bahan pertimbangan atas permohonan keringanan jangka waktu, dan/atau jumlah hutang, usul pencegahan dan penyanderaan penanggung hutang dan/atau penjamin hutang, serta penyiapan data usul penghapusan piutang negara;

5) pelaksanaan pelayanan penilaian; 6) pelaksanaan pelayanan lelang;

7) penyajian informasi di bidang kekayaan negara, penilaian, piutang negara dan lelang;

8) pelaksanaan penetapan dan penagihan piutang negara serta pemeriksaan kemampuan penanggung hutang atau penjamin hutang dan eksekusi barang jaminan;

9) pelaksanaan pemeriksaan barang jaminan milik penanggung hutang atau penjamin hutang serta harta kekayaan lain;

10) pelaksanaan bimbingan kepada Pejabat Lelang;

11) inventarisasi, pengamanan, dan pendayagunaan barang jaminan;

12) pelaksanaan pemberian pertimbangan dan bantuan hukum pengurusan

piutang negara dan lelang;

13) verifikasi dan pembukuan penerimaan pembayaran piutang negara dan

hasil lelang;

14) pelaksanaan administrasi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang.

(4)

c. Prosedur Pelaksaan Lelang

Prosedur pelaksaan lelang terdiri dari tiga (3) tahapan yaitu; tahapan pra lelang, pelaksanaan lelang dan pasca lelang.Pada tahap pra lelang atau persiapan lelang, pejabat lelang :2

1) Meminta dan menerima dokumen persyaratan lelang yang berkaitan dengan objek lelang;

2) Meneliti kelengkapan dan kebenaran formal dokumen persyaratan

lelang;

3) Memberikan informasi lelang kepada pengguna jasa lelang antaralain tatacara penawaran lelang, uang jaminan, pelunasan uang hasil lelang, bea lelang dan pungutan-pungutan lainnya sesuai peraturan perundang-undangan, objek lelang dan atau pengumuman lelang;

4) Membuat bagian kepala risalah lelang;

5) Mempersiapkan bagian badan dan kaki risalah lelang. Pada tahap pelaksanaan lelang, pejabat lelang :

1) Membacakan bagian kepala risalah lelang dengan suara yang keras dan

jelas;

2) Memberikan kesempatan pada peserta lelang untuk mengajukan

pertanyaan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan lelang yang sedang diadakan tersebut;

3) Memimpin pelaksanaan lelang agar berjalan tertib, aman, dan lancar. Apabila diperlukan pejabat lelang dapat meminta bantuan polisi setempat;

4) Mengatur ketepatan waktu;

5) Bersikap tegas, komunikatif dan berwibawa;

6) Menyelesaikan persengketaan secara adil dan bijaksana;

2Menurut hasil wawancara dengan Ibu Anna Kamilasari, S.H. selaku Kepala Seksi Pelayanan

Lelang dan Pejabat Lelang Kelas I Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Surakarta, pada tanggal 28 September 2015

(5)

7) Menghentikan pelaksanaan lelang untuk sementara waktu apabila terjadi ketidaktertiban atau ketidakamanan dalam pelaksanaan lelang;

8) Mengesahkan Pembeli Lelang;

9) Membuat bagian badan risalah lelang.

Pada tahap pasca lelang atau kegiatan setelah lelang, pejabat lelang : 1) Membuat bagian kaki risalah lelang;

2) Menandatangani tiap lembar risalah lelang kecuali lembar terakhir sebagai pembenaran;

3) Menandatangani risalah lelang bersama pemohon lelang, serta Pembeli

Lelang dalam hal lelang barang tak bergerak;

4) Menutup dan menandatangani risalah lelang;

5) Pejabat lelang kelas I menyetorkan uang hasil lelang yang diterima dari Pembeli ke bendaharawan penerima / rekening Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN);

6) Pejabat lelang kelas II yang berkedudukan di kantor pejabat lelang kelas II menyetorkan bea lelang, uang miskin, dan PPh (apabila ada) ke kas negara serta hasil bersih lelang ke kas negara / penjual;

7) Pejabat lelang kelas II yang berkedudukan di balai lelang menyetorkan biaya administrasi dan PPh (apabila ada) ke kas negara serta hasil bersih lelang ke pemilik barang;

8) Mengirimkan kutipan risalah lelang ke superintenden;

9) Menyimpan surat-surat resmi yang berkaitan dengan tata usaha lelang; 10) Menyimpan minuta risalah lelang dengan baik.

Tujuan dari tahapan-tahapan lelang tersebut selain untuk memenuhi syarat-syarat lelang juga untuk melindungi penyedia jasa lelang dan juga Pembeli serta pelaksanaan lelang agar sesuai dengan prosedur yang sah. Pembeli Lelang yang telah membeli melalui lelang yang sesuai dengan prosedur peraturan perundang-undangan, maka dapat memperoleh perlindungan hukum. Setelah lelang dilaksanakan selanjutnya tahapan pasca

(6)

lelang, dalam tahapan ini terjadi pembuatan dokumen lelang dalam bentuk risalah lelang yang merupakan akta otentik dasar bukti yang sempurna bagi mereka yang mengikat persetujuan dan para ahli warisnya serta orang-orang yang memperoleh hak darinya.

Pejabat lelang bertanggung jawab atas keabsahan dokumen risalah lelang dimana harus mengikuti ketentuan yang mengatur mengenai tata cara lelang yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor :

106/PMK.06/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, pasal 1 angka 14, Pejabat Lelang adalah orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan diberi wewenang khusus untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang. Pejabat Lelang yang melaksanakan lelang wajib membuat berita acara lelang yang disebut Risalah Lelang.

d. Perlindungan Hukum Pembeli Lelang menurut Kantor Pelayanan

Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Surakarta

Pembeli adalah adalah orang atau badan yang mengajukan penawaran tertinggi yang mencapai atau melampaui nilai limit yang disahkan sebagai pemenang lelang dan ditetapkan oleh pejabat lelang. Ketika Pembeli Lelang telah memenuhi kewajibannya yaitu membayar harga lelang, bea lelang, uang miskin dan pungutan lainnya serta pajak pembeli (BPHTB), maka Pembeli Lelang memperoleh kutipan risalah lelang. Kutipan risalah lelang tersebut disamakan dengan Akta Jual Beli PPAT. Risalah lelang dibuat dihadapan pejabat lelang, Akta Jual Beli PPAT dibuat dihadapan PPAT. Selain memperoleh kutipan risalah lelang, Pembeli Lelang juga mendapat kwitansi pembayaran. Hal ini digunakan oleh PembeliLelang untuk melakukan proses peralihan hak atas tanah yang menjadi objek lelang yang dimenangkannya menjadi Hak Milik / hak dari Pembeli Lelang tersebut.

(7)

Peralihan hak atas tanah dilakukan di Kantor Pertanahan setempat itu merupakan hak Pembeli Lelang. Perpindahan hak kepada Pembeli Lelang merujuk pada administrasi pembayaran uang hasil lelang. Pembeli memenuhi syarat-syarat pembayaran yang diwajibkan kepadanya, perolehan hak baru terjadi menurut hukum: Setelah Pembeli Lelang memenuhi syarat lelang, terutama pelunasan pembayaran uang hasil lelang, yang dibuktikan dengan surat keterangan pelunasan dari Kantor Lelang. Surat keterangan itu diberikan kepada Pembeli, maka saat itu, barulah secara formil dan materiil terjadi peralihan hak ke tangan Pembeli. Berdasarkan pembayaran itu, kepadanya diberi bukti atau surat keterangan oleh Kantor Lelang, yang menyatakan Pembeli telah memenuhi semua kewajiban pembayaran.

Pembeli Lelang untuk memproses peralihan hak atas tanah tersebut harus melakukan prosedur pendaftaran pemindahan hak atas tanah melalui lelang ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yaitu sebagai berikut :

1) Permintaan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah;

2) Pelaksanaan Lelang Hak atas Tanah;

3) Permohonan Pendaftaran Pemindahan Hak melalui Lelang;

4) Pencatatan Pemindahan Hak melalui Lelang;

5) Penyerahan Sertifikat Hak atas Tanah.

Perlindungan hukum yang keduabahwa ketika Pembeli Lelang tidak bisa menguasai objek lelang yang sudah dibeli, Pembeli Lelang dapat meminta atau diperkenankan oleh ketentuan untuk mengajukan grosse risalah lelang. Manfaatnya adalah untuk Pembeli Lelang mengajukan permohonan eksekusi pengosongan terhadap objek lelang yang penghuni objek lelang tidak mau meninggalkan objek lelang yang dimenangkan oleh

(8)

Pembeli Lelang, karena yang berhak atau berwenang melakukan eksekusi pengosongan objek lelang itu adalah Pengadilan.3

Pemegang Hak Tanggungan ketika mengajukan Sertifikat Hak Tanggungan ke Kantor Pertanahan sudah merupakan pemblokiran (sudah dijaminkan kepada bank), tetapi pada kenyataannya masih ada Kantor Pertanahan yang mau menerima melakukan pemblokiran terhadap hak atas tanah yang sudah diikat dengan hak tanggungan. Ini lah yang menjadi dilematis bagi pejabat lelang yang sudah mengikuti ketentuan dan Pembeli Lelang sudah diberikan kutipan risalah lelang, sudah diberikan grosse salinan risalah lelang apabila diperlukan, sementara Kantor Pertanahan tidak mau memberikan pelayanan terhadap permohonan proses peralihan hak atas objek yang seharusnya sudah menjadi hak dari Pembeli Lelang.

KPKNL Surakarta tetap melaksanakan lelang apabila terjadi gugatan, kecuali ada putusan sela / putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap baru dapat membatalkan proses lelang. Perlindungan hukum terhadap Pembeli Lelang diberikan oleh KPKNL Surakarta sampai pelaksanaan lelang selesai artinya perlindungan hukum Pembeli Lelang berlaku sampai diberikannya kutipan risalah lelang kepada Pembeli Lelang tersebut.

2. Gambaran Umum Kantor Pertanahan Kota Surakarta

a. Tugas dan Fungsi Badan Pertanahan Nasional (BPN)

Badan Pertanahan Nasional(BPN) adalah lembaga pemerintah non kementerian di Indonesia yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun

3Menurut hasil wawancara dengan Ibu Anna Kamilasari, S.H. selaku Kepala Seksi Pelayanan

Lelang dan Pejabat Lelang Kelas I Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Surakarta, pada tanggal 28 September 2015

(9)

2006 tentang Badan Pertanahan Nasional, Badan Pertanahan Nasional menyelenggarakan fungsi antara lain :

1) perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan; 2) perumusan kebijakan teknis di bidang pertanahan;

3) koordinasi kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan;

4) pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang pertanahan;

5) penyelenggaraan dan pelaksanaan survei, pengukuran dan pemetaan di

bidang pertanahan;

6) pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian

hukum;

7) pengaturan dan penetapan hak-hak atas tanah;

8) pelaksanaan penatagunaan tanah, reformasi agraria dan penataan wilayah-wilayah khusus;

9) penyiapan administrasi atas tanah yang dikuasai dan/atau milik negara/daerah bekerja sama dengan Kementerian Keuangan;

10) pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah;

11) kerja sama dengan lembaga-lembaga lain;

12) penyelenggaraan dan pelaksanaan kebijakan, perencanaan dan program

di bidang pertanahan;

13) pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan;

14) pengkajian dan penanganan masalah, sengketa, perkara dan konflik di bidang pertanahan;

15) pengkajian dan pengembangan hukum pertanahan;

16) penelitian dan pengembangan di bidang pertanahan;

17) pendidikan, latihan dan pengembangan sumber daya manusia di bidang

pertanahan;

18) pengelolaan data dan informasi di bidang pertanahan;

19) pembinaan fungsional lembaga-lembaga yang berkaitan dengan bidang

(10)

20) pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang, dan/atau badan hukum dengan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

21) fungsi lain di bidang pertanahan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Pendaftaran Peralihan Hak atas Tanah secara Lelang

Salah satu fungsi Badan Pertanahan Nasional adalah pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum. Pendaftaran tanah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Berdasarkan Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah dijelaskan mengenai pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik. Pendaftaran tanah secara sistematik didasarkan pada suatu rencana kerja dan dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri. Dalam hal suatu desa/kelurahan belum ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran tanah secara sistematik maka pendaftarannya dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sporadik. Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan. Selain pendaftaran tanah untuk pertama kali, ada juga pendaftaran tanah yang terkait dengan pemeliharaan data. Pemeliharaan data gunanya adalah untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis dalam peta pendaftaran, daftar tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah dan sertifikat dengan perubahan-perubahan yang terjadi kemudian.

Pemindahan hak dengan lelang berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Pasal 41 menyatakan bahwa peralihan hak melalui pemindahan hak dengan lelang hanya dapat didaftar jika dibuktikan dengan kutipan risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang. Di dalam PMNA/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor

(11)

3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Pasal 107 menyatakan bahwa pemindahan hak lelang yaitu : Atas permintaan Kepala Kantor Lelang, Kepala Kantor Pertanahan memberikan keterangan mengenai tanah yang akan dilelang dengan menerbitkan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah. Kepala Kantor Pertanahan menerbitkan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja setelah diterimanya permintaan yang bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data yuridis mengenai tanah tersebut yang tercatat dalam daftar umum di kantor pertanahan. Keputusan mengenai dilanjutkannya pelelangan setelah mengetahui data pendaftaran tanah mengenai bidang tanah yang bersangkutan diambil oleh Kepala Kantor Lelang.4

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Pasal 41 ayat (5) bahwa pendaftaran peralihan hak yang diperoleh melalui lelang disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan: 1) kutipan risalah lelang yang bersangkutan;

a) Sertifikat hak milik atas satuan rumah susun atau hak atas tanah yangdilelang jika bidang tanah yang bersangkutan sudah terdaftar, atau;

b) Dalam hal sertifikat tersebut tidak diserahkan kepada pembeli lelang eksekusi, surat keterangan dari Kepala Kantor Lelang mengenai alasan tidak diserahkannya sertifikat tersebut; atau 2) Jika bidang tanah yang bersangkutan belum terdaftar, surat-surat

sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b Pasal 41 PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;

3) bukti identitas pembeli lelang;

4Menurut hasil wawancara dengan Bp. Agus Suprapta, S.H., M.Kn selaku Kasi Hak Tanah

(12)

4) bukti pelunasan harga pembelian.

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dalam Pasal 108 bahwa permohonan pendaftaran peralihan hak yang diperoleh melalui lelang diajukan oleh pembeli lelang atau kuasanya dengan melampirkan :

1) kutipan risalah lelang yang bersangkutan;

2) Sertipikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun atau hak atas tanah yangtelah terdaftar, atau;

a) dalam hal sertipikat dimaksud tidak dapat diserahkankepada pembeli lelang eksekusi, keterangan Kepala Kantor Lelang mengenai alasan tidak dapat diserahkannya sertipikat dimaksud;

b) Surat-surat bukti pemilikan sebagaimana dimaksud dalam

Peraturan Menteri Negara Agraria /Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Pasal 76 mengenai tanah yang belum terdaftar;

3) bukti identitas pembeli lelang;

4) bukti pelunasan harga pembelian

5) bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan (BPHTB), dalam hal bea tersebut terutang;

6) bukti pelunasan pembayaran PPh, dalam hal pajak tersebut terutang. Dalam hal lelang telah dilaksanakan sebagai tindak lanjut sita yang tercatat dalam daftar umum di Kantor Pertanahan, maka permohonan pendaftaran peralihan hak harus disertai dengan keterangan dari Kepala Kantor Lelang bahwa sita itu sudah ditindaklanjuti dengan lelang yang hasilnya dimohonkan pendaftarannya. Dalam hal lelang dilaksanakan dalam rangka pelunasan utang yang dijamin dengan HakTanggungan, maka

(13)

permohonan pendaftaran peralihan hak harus disertai dengan pernyataan dari kreditor bahwa pihaknya melepaskan Hak Tanggungan tersebut untuk jumlah yang melebihi hasil lelang sebagaimana dalam Pasal 54 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Peralihan dan hapusnya Hak Tanggungan berdasarkan dalam Pasal 53 dan Pasal 54 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yaitu: Pendaftaran peralihan Hak Tanggungan dilakukan dengan mencatatnya pada buku tanah serta sertifikat Hak Tanggungan yang bersangkutan dan pada buku tanah serta sertifikat hak yang dibebani berdasarkan surat tanda bukti beralihnya piutang yang dijamin karena cessie, subrogasi, pewarisan atau penggabungan serta peleburan perseroan. Pendaftaran hapusnya Hak Tanggungan dilakukan sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan dengan Tanah. Dalam hal hak yang dibebani Hak Tanggungan telah dilelang dalam rangka pelunasan utang, maka surat pernyataan dari kreditor bahwa pihaknya melepaskan Hak Tanggungan atas hak yang dilelang tersebut untuk jumlah yang melebihi hasil lelang beserta kutipan risalah lelang dapat dijadikan dasar untuk pendaftaran hapusnya Hak Tanggungan yang bersangkutan.

Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Pasal 109 menjelaskan mengenai pencatatan peralihan hak karena pemindahan hak dengan lelang dalam daftar-daftar pendaftaran tanah kepada pembeli lelang dilakukan sesuai ketentuan. Sebelum dilaksanakan pendaftaran peralihan hak berdasarkan keterangan dari Kepala Kantor di catatan mengenai adanya sita tersebut dihapus. Berdasarkan kutipan risalah lelang dan pernyataan dari kreditor catatan mengenai adanya Hak Tanggungan yang bersangkutan dihapus. Dalam hal pendaftaran peralihan hak dengan lelang eksekusi yang

(14)

sertifikatnya tidak dapat diserahkan, dalam buku tanahnya dicatat adanya penerbitan sertifikat pengganti selanjutnya dicatat peralihan hak karena lelang.

c. Perlindungan Hukum Pembeli Lelang Menurut Kantor Pertanahan

Kota Surakarta

Ada beberapa kasus yang terjadi ketika Pembeli Lelang sudah memenangkan objek lelang dan sudah memperoleh akta otentik berupa kutipan risalah lelang, maka Pembeli Lelang tersebut dapat melakukan proses peralihan hak objek lelang hak atas tanah menjadi hak miliknya. Namun pada saat Pembeli Lelang sedang melaksanakan proses peralihan hak atas tanah tersebut ditolak oleh Kantor Pertanahan dikarenakan terdapat catatan dalam buku tanah (pemblokiran sertifikat hak atas tanah) oleh pihak lain / pihak ketiga yang merasa dirugikan.

Pemblokiran itu sendiri pengaturannya ada di dalam Pasal 126 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah bahwa pihak yang berkepentingan dapat minta dicatat dalam buku tanah bahwa suatu hak atas tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun akan dijadikan objek gugatan di Pengadilan dengan menyampaikan salinan surat gugatan yang bersangkutan. Kantor Pertanahan mencatat permohonan itu dalam buku tanah apabila dipenuhi syarat-syarat dilampiri dengan salinan surat gugatan. Maka Kantor Pertanahan berdasarkan Pasal 45 huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dilarang untuk mengalihkan hak atas tanah tersebut kepada pihak lain sebelum mendapatkan putusan pengadilan yang inkracht/ berkekuatan hukum tetap atau blokir tersebut telah dicabut oleh yang mengajukan permohonan blokir. Tanggung jawab atas pemblokiran adalah Kantor Pertanahan yaitu melalui Kepala Kantor, tetapi tanggung jawab yang mencabut

(15)

blokir adalah orang yang berkepentingan yaitu pihak yang mengajukan blokir bisa mencabut sebelum putusan pengadilan dan pihak yang diblokir harus berdasarkan salinan putusan pengadilan. Perlindungan hukum terhadap Pembeli Lelang diatur di dalam Hukum Perdata yaitu berdasarkan asas itikad baik. Pembeli Lelang yang sudah beritikad baik karena Pembeli telah melaksanakan semua ketentuan sehubungan dengan pelaksanaan lelang, membeli melalui lelang umum tidak secara sembunyi-sembunyi, dan membeli objek lelang secara hukum. Pembeli Lelang tersebut harus dilindungi secara hukum. Maka perlindungan hukumnya apabila ada tuntutan dari pemilik lama, Pembeli Lelang akan memperoleh ganti rugi secara hukum perdata.5

Seseorang yang melakukan pendaftaran tanah, perlindungan hukumnya dibuktikan dengan cara memperoleh sertifikat hak atas tanah. Sehingga, seketika itu juga hak-haknya telah dilindungi oleh hukum. Pemegang sertifikat tanpa pembuktian secara hukum sudah diakui sebagai pemegang haknya. Perlindungan secara hukum telah memenuhi asas-asasnya dalam hukum tanah yaitu asas spesialitas yang mengandung pengertian bahwa tanah yang didaftarkan harus jelas-jelas diketahui dan nyata ada dilokasi tanahnya dan asas publisitas yang berarti bahwa setiap orang dapat mengetahui sesuatu bidang tanah itu milik siapa, seberapa luasnya, dan apakah ada beban di atasnya.6

5Menurut hasil wawancara dengan Bp. Agus Suprapta, S.H., M.Kn selaku Kasi Hak Tanah

dan Pendaftaran Tanah, pada tanggal 7 September 2015

6Menurut hasil wawancara dengan Bp. Agus Suprapta, S.H., M.Kn selaku Kasi Hak Tanah

(16)

B. Pembahasan

1. Jaminan Perlindungan Hukum terhadap Pembeli Lelang dalam

Pelaksanaan Eksekusi Hak Tanggungan di Surakarta

Hak Tanggungan merupakan hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Jika debitor cidera janji, maka kreditor selaku pemegang Hak Tanggungan pertama berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan hak mendahului daripada kreditor-kreditor lainnya. Keistimewaan ini ditegaskan dalam Pasal 1 angka (1) dan Pasal 20 ayat (1) UUHT.

Kredit yang diberikan dengan jaminan berupa Hak Tanggungan dituangkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Selain itu, APHT tersebut harus didaftarkan di Kantor Pertanahan setempat sehingga keluar tanda bukti yang sah yaitu sertifikat Hak Tanggungan. Sertifikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial, seperti layaknya putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap, sesuai dengan ciri-ciri Hak Tanggungan yaitu mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.

Ketentuan Pasal 20 ayat (1) UUHT dapat diketahui, bahwa terdapat 2 (dua) cara atau dasar eksekusi objek Hak Tanggungan, yaitu:

a. Berdasarkan parate eksekusi (parate executie) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 UUHT.

b. Berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) UUHT.

Pasal 6 Undang-undang Hak Tanggungan menyatakan bahwa apabila debitor cidera janji, Pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak

(17)

untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri, melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Pemegang Hak Tanggungan pertama tidak perlu meminta persetujuan terlebih dahulu dari pemberi Hak Tanggungan dan tidak perlu pula meminta penetapan Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk melakukan eksekusi tersebut. Cukuplah apabila pemegang Hak Tanggungan pertama itu mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Lelang Negara setempat untuk pelaksanaan pelelangan umum dalam rangka eksekusi objek Hak Tanggungan tersebut, karena kewenangan pemegang Hak Tanggungan pertama itu merupakan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang.

Pelaksanaan eksekusi objek Hak Tanggungan juga dapat didasarkan kepada titel eksekutorial sebagaimana tercantum dalam sertifikat Hak Tanggungan. Sertifikat Hak Tanggungan dapat menjadi dasar pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan. Dengan menunjukkan bukti, bahwa debitor ingkar janji dalam memenuhi kewajibannya, diajukan permohonan eksekusi oleh kreditor (pemegang Hak Tanggungan) kepada Ketua Pengadilan Negeri, dengan menyerahkan sertifikat Hak Tanggungan yang bersangkutan sebagai dasarnya. Eksekusi akan dilaksanakan atas perintah Ketua Pengadilan Negeri setempat, melalui pelelangan umum.

Permasalahan yang seringkali muncul di lapangan adalah ketika Pembeli Lelang yang sudah memperoleh kutipan risalah lelang dan dapat melaksanakan proses peralihan hak atas tanah yang menjadi haknya, tidak dapat melaksanakan haknya, karena terjadi pemblokiran terhadap buku tanah yang dimenangkan oleh Pembeli Lelang tersebut, sehingga Pembeli Lelang belum mendapatkan jaminan perlindungan hukum atas pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan. Karena di dalam Undang-Undang Hak Tanggungan sudah dijelaskan bahwa di atas Hak Tanggungan tidak boleh dilakukan sita oleh pengadilan, tetapi pada kenyataannya Kantor Pertanahan masih menerima blokir yang dilakukan oleh pihak ketiga yang merasa dirugikan.

(18)

Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Dalam merumuskan prinsip-prinsip perlindungan hukum di Indonesia, landasannya dalah pancasila sebagai ideologi negara. Konsepsi perlindungan hukum bagi rakyat bersumber pada konsep rechstaat dan rule of law. Sejalan dengan ini, teori perlindungan hukum menurut Philipus M.Hadjon bahwa Perlindungan Hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh

subjek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan.7

Perlindungan hukum bagi rakyat menurut Philipus M.Hadjon menyatakan suatu perlindungan yang diberikan kepada subjek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik yang bersifat preventif (pencegahan) maupun represif (pemaksaan/sanksi), baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan peraturan hukum. Perlindungan preventif kepada rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau untuk mencegah terjadinya sengketa sedangkan represif untuk menyelesaikan sengketa.

a. Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Lelang Secara Preventif

yang Dilakukan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Surakarta dan Kantor Pertanahan Kota Surakarta

1) Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Lelang Secara

Preventif oleh KPKNL Surakarta

Pembeli adalah orang atau badan yang mengajukan penawaran tertinggi yang mencapai atau melampaui nilai limit yang disahkan sebagai pemenang lelang dan ditetapkan oleh pejabat lelang. Ketika Pembeli Lelang telah memenuhi kewajibannya yaitu membayar harga lelang, bea lelang, uang miskin dan pungutan

(19)

lainnya serta pajak pembeli (BPHTB), maka Pembeli Lelang memperoleh kutipan risalah lelang. Kutipan risalah lelang tersebut disamakan dengan Akta Jual Beli PPAT. Selain memperoleh kutipan risalah lelang, Pembeli Lelang juga mendapat kwitansi pembayaran. Hal ini digunakan oleh PembeliLelang untuk melakukan proses peralihan hak atas tanah yang menjadi objek lelang yang dimenangkannya menjadi Hak Milik / hak dari Pembeli Lelang tersebut. Perpindahan hak kepada Pembeli Lelang merujuk pada administrasi pembayaran uang hasil lelang. Pembeli memenuhi syarat-syarat pembayaran yang diwajibkan kepadanya, perolehan hak baru terjadi menurut hukum. Setelah Pembeli Lelang melakukan pelunasan pembayaran uang hasil lelang, maka Pembeli Lelang juga memperoleh surat keterangan pelunasan dari Kantor Lelang. Surat keterangan itu diberikan kepada Pembeli, maka saat itu, barulah secara formil dan materiil terjadi peralihan hak ke tangan Pembeli.

PembeliLelang untuk melakukan proses peralihan hak harus melakukan prosedur Pendaftaran pemindahan hak atas tanah melalui lelang ke Kantor Pertanahan Surakarta yaitu sebagai berikut:

a) Permintaan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah;

b) Pelaksanaan Lelang Hak atas Tanah;

c) Permohonan Pendaftaran Pemindahan Hak melalui Lelang;

d) Pencatatan Pemindahan Hak melalui Lelang;

e) Penyerahan Sertifikat Hak atas Tanah.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa jaminan perlindungan hukum Pembeli Lelang secara preventif dilakukan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Surakarta dengan memberikan kutipan risalah lelang setelah Pembeli Lelang menyelesaikan kewajibannya untuk membayar bea-bea yang diwajibkan kepadanya. Karena kutipan risalah lelang tersebut

(20)

menjadi dasar bagi Pembeli Lelang untuk melakukan proses peralihan hak atas tanah ke Kantor Pertanahan Surakarta dan merupakan bukti otentik yang diperoleh Pembeli Lelang.

Kutipan risalah lelang tersebut disamakan dengan Akta Jual Beli PPAT dan mempunyai kekuatan hukum tetap. Perlindungan hukum terhadap Pembeli Lelang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Surakarta hanya sebatas sampai selesai proses pelaksanaan lelang yaitu dengan diberikannya kutipan risalah lelang kepada Pembeli Lelang. Selain itu, lelang yang telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku tidak dapat dibatalkan, sehingga Pembeli Lelang mendapatkan jaminan perlindungan hukum sesuai dengan hasil lelang yang telah dilaksanakan.

2) Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Lelang Secara

Preventif oleh Kantor Pertanahan Kota Surakarta

Pembeli Lelang memperoleh bukti otentik berupa kutipan risalah lelang, maka Pembeli Lelang dapat melaksanakan proses peralihan hak atas tanah yang menjadi objek lelang tersebut di Kantor Pertanahan setempat. Proses peralihan hak atas tanah tersebut merupakan jaminan kepastian hukum, agar dapat dibuktikan hak atas tanah yang dikuasainya bagi para pihak yang berkepentingan. Sehubungan dengan itu, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan dasar Pokok-Pokok Agraria dalam Pasal 19 memerintahkan diselenggarakannya pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum dimaksud diatas. Pendaftaran tanah tersebut kemudian diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah.

Pemindahan hak dengan lelang berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Pasal

(21)

41 menyatakan bahwa peralihan hak melalui pemindahan hak dengan lelang hanya dapat didaftar jika dibuktikan dengan kutipan risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang. Dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Pasal 107 pemindahan hak lelang yaitu atas permintaan Kepala Kantor Lelang, Kepala Kantor Pertanahan memberikan keterangan mengenai tanah yang akan dilelang dengan menerbitkan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah. Kepala Kantor Pertanahan menerbitkan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja setelah diterimanya permintaan yang bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data yuridis mengenai tanah tersebut yang tercatat dalam daftar umum di Kantor Pertanahan. Keputusan mengenai dilanjutkannya pelelangan setelah mengetahui data pendaftaran tanah mengenai bidang tanah yang bersangkutan diambil oleh Kepala Kantor Lelang. BerdasarkanPeraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Pasal 41 ayat (5) menyatakan bahwa pendaftaran peralihan hak yang diperoleh melalui lelang disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan:

a) Kutipan risalah lelang yang bersangkutan;

b) - Sertifikat hak milik atas satuan rumah susun atau hak atas tanah yang dilelang jika bidang tanah yang bersangkutan sudah terdaftar; atau;

- Dalam hal sertifikat tersebut tidak diserahkan kepada pembeli lelang eksekusi, surat keterangan dari Kepala Kantor Lelang mengenai alasan tidak diserahkannya sertifikat tersebut; atau

(22)

c) Jika bidang tanah yang bersangkutan belum terdaftar, surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b Pasal 41 PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;

d) Bukti identitas Pembeli Lelang;

e) Bukti pelunasan harga pembelian.

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Pasal 108 bahwa permohonan pendaftaran peralihan hak yang diperoleh melalui lelang diajukan oleh Pembeli Lelang atau kuasanya dengan melampirkan :

a) Kutipan risalah lelang yang bersangkutan;

b) Sertipikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun atau hak atas tanah yang telah terdaftar, atau dalam hal sertipikat dimaksud tidak dapat diserahkan kepada pembeli lelang eksekusi, keterangan Kepala Kantor Lelang mengenai alasan tidak dapat diserahkannya sertipikat dimaksud;

c) Surat-surat bukti pemilikan sebagaimana dimaksud dalam

Peraturan Menteri Negara Agraria /Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Pasal 76 mengenai tanah yang belum terdaftar;

d) Bukti identitas Pembeli Lelang;

e) Bukti pelunasan harga pembelian;

f) Bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan (BPHTB), dalam hal bea tersebut terutang;

g) Bukti pelunasan pembayaran PPh, dalam hal pajak tersebut terutang.

(23)

Dalam hal lelang telah dilaksanakan sebagai tindak lanjut sita yang tercatat dalam daftar umum di Kantor Pertanahan, maka permohonan pendaftaran peralihan hak harus disertai dengan keterangan dari Kepala Kantor Lelang bahwa sita itu sudah

ditindaklanjuti dengan lelang yang hasilnya dimohonkan

pendaftarannya. Dalam hal lelang dilaksanakan dalam rangka pelunasan utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan, maka permohonan pendaftaran peralihan hak harus disertai dengan pernyataan dari kreditor bahwa pihaknya melepaskan Hak Tanggungan tersebut untuk jumlah yang melebihi hasil lelang sebagaimana dalam Pasal 54 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa jaminan perlindungan hukum secara preventif terhadap Pembeli Lelang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kota Surakarta dengan melaksanakan proses peralihan hak atas tanah yang peralihannya berdasarkan lelang dengan melaksanakan prosedur-prosedur yang sesuai dengan Pasal 41 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Pasal 107, Pasal 108 Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Dasar hukum agraria adalah menganut dari sistem hukum adat, bahwa prinsip jual beli dalam hukum adat adalah terang dan tunai. Ketika pembeli sudah melunasi bea-bea yang diwajibkan kepadanya, maka saat itu lah kepemilikan barang beralih kepada pembeli. Mencermati ketentuan dalam Kutipan Risalah Lelang, bahwa Kutipan Risalah Lelang belum sepenuhnya memberikan perlindungan hukum terhadap Pembeli Lelang, karena di dalam

(24)

Kutipan Risalah Lelang tidak terdapat klausul yang menjelaskan bahwa peralihan kepemilikan barang tidak serta merta langsung beralih kepada Pembeli Lelang, tetapi Pembeli Lelang harus melaksanakan proses peralihan hak (secara administrasi) ke Kantor Pertanahan setempat.

b. Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Lelang Secara Represif

dengan Tujuan Menyelesaikan Sengketa

Perlindungan hukum ketika Pembeli Lelang tidak bisa menguasai objek lelang yang sudah dibeli, maka Pembeli Lelang dapat meminta atau diperkenankan oleh ketentuan untuk mengajukan grosse risalah lelang. Manfaatnya adalah untuk Pembeli Lelang mengajukan permohonan eksekusi pengosongan terhadap objek lelang yang masih dikuasai secara fisik oleh pemilik lama dan tidak mau meninggalkan objek lelang tersebut. Karena yang berhak atau berwenang melakukan eksekusi pengosongan objek lelang itu adalah Pengadilan.

Secara logika hukum, ketika Pembeli Lelang sudah memenuhi kewajibannya seharusnya mendapatkan perlindungan oleh hukum agraria. Selain itu dalam Sertifikat Hak Tanggungan (SHT) terdapat irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” yang mempunyai kekuatan hukum tetap seperti putusan pengadilan dan bersifat eksekutorial. Oleh karena itu, sertifikat hak tanggungan merupakan grosse akta dari buku tanah hak tanggungan yang seharusnya dapat terpenuhi untuk Pembeli Lelang memperoleh jaminan perlindungan hukum.

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah terdapat kontradiksi. Salah satu asas Hak Tanggungan menyatakan bahwa di dalam Hak Tanggungan tidak boleh diletakkan sita

(25)

oleh pengadilan. Salah satu asas tersebut merupakan tujuan dibentuknya Undang-Undang Hak Tanggungan. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Pasal 41 ayat (1) menyatakan bahwa Peralihan hak melalui pemindahan hak dengan lelang hanya dapat didaftar jika dibuktikan dengan kutipan risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang. Dalam pelaksanaannya, ketika Pembeli Lelang yang memenangkan lelang dan sudah memperoleh bukti otentik berupa Kutipan Risalah Lelang, Pembeli Lelang tidak dapat melaksanakan proses peralihan hak atas tanah yang diperoleh melalui lelang tersebut, dikarenakan terjadi pemblokiran yang dilakukan oleh pihak ketiga yang merasa dirugikan dan Kantor Pertanahan tetap menerima blokir yang dilakukan pihak ketiga tersebut. Di dalam Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Pasal 126 menyatakan:

(1) Pihak yang berkepentingan dapat minta dicatat dalam buku tanah bahwa suatu hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun akan dijadikan objek gugatan di pengadilan dengan menyampaikan salinan gugatan yang bersangkutan.

(2) Catatan tersebut hapus dengan sendirinya dalam waktu 30

(tigapuluh) hari terhitung dari tanggal pencatatan atau apabila pihak yang minta pencatatan telah mencabut permintaannya setelah waktu tersebut berakhir.

(3) Apabila hakim yang memeriksa perkara sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) memerintahkan status quo atas hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan, maka perintah tersebut dicatat dalam buku tanah.

(4) Catatan mengenai perintah status quo tersebut pada ayat (3) hapus dengan sendirinya dalam waktu 30 (tigapuluh) hari kecuali apabila

(26)

diikuti dengan putusan sita jaminan yang salinan resmi dan berita acara eksekusinya disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan.

Pada praktiknya dari hasil wawancara dengan Bp. Agus Suprapta, S.H., M.Kn. selaku Kepala Seksi Hak Atas Tanah dan Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan Kota Surakarta menyatakan bahwa pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan untuk dicatat dalam buku tanahnya, bahwa hak atas tanah akan dijadikan objek gugatan di pengadilan dengan syarat berupa salinan surat gugatan. Kantor Pertanahan seringkali tetap melakukan pemblokiran meskipun telah melewati jangka waktu 30 (tigapuluh) hari, tanpa putusan sela maupun putusan final dari hakim pengadilan. Dalam Pasal 45 huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menyatakan bahwa Kepala Kantor Pertanahan menolak untuk melakukan pendaftaran peralihan atau pembebanan hak, jika tanah yang bersangkutan merupakan objek sengketa di pengadilan. Selanjutnya dalam ayat (3) menyatakan surat penolakan disampaikan kepada yang berkepentingan, disertai pengembalian berkas permohonannya, dengan salinan kepada Kepala Kantor Lelang yang bersangkutan. Maka Kantor Pertanahan Kota Surakarta dilarang untuk mengalihkan hak atas tanah tersebut kepada pihak lain, sebelum mendapatkan putusan pengadilan yang inkracht atau berkekuatan hukum tetap atau blokir tersebut telah dicabut oleh yang mengajukan blokir sesuai dengan prosedur dan persyaratan yang harus dipenuhi.

Mengingat untuk suatu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap membutukan waktu yang cukup lama, maka dalam pelaksanaannya, Kantor Pertanahan Kota Surakarta menerima pemblokiran yang dilakukan oleh pihak ketiga dengan dasar Pasal 126 Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan

(27)

Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah bahwa syarat pemblokiran dengan melampirkan salinan surat gugatan mengalahkan Kutipan Risalah Lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang merupakan bukti otentik dan mempunyai kekuatan hukum tetap sama dengan putusan pengadilan. Ketentuan di dalam Pasal 41 ayat (1) menyatakan bahwa Peralihan hak melalui pemindahan hak dengan lelang hanya dapat di daftar jika dibuktikan dengan kutipan risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang dan di dalam Hak Tanggungan menyatakan bahwa di dalam Hak Tanggungan tidak boleh diletakkan sita oleh pengadilan, maka terjadi kontradiksi peraturan perundang-undangan yang berlaku antara Undang-Undang Hak Tanggungan dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan aturan pelaksanaannya.

Pada tahap pelaksanaan lelang sudah dilakukan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Syarat sebelum dilaksanakan lelang harus melalui somasi atau surat peringatan I, II dan III dari pihak kreditor. Lelang wajib didahului dengan Pengumuman Lelang yang dilakukan oleh Penjual (kreditor), tujuannya agar diketahui masyarakat luas yaitu upaya pengumpulan peminat dan marketingserta memberikan kesempatan

Verzet atau bantahan dari pihak yang dirugikan. Pengumuman lelang dilakukan 2 (dua) kali. Jangka waktu Pengumuman Lelang pertama ke Pengumuman Lelang kedua berselang 15 (lima belas) hari. Pengumuman kedua harus dilakukan melalui surat kabar harian dan dilakukan paling singkat 14 (empat belas) hari sebelum pelaksanaan lelang. Apabila dalam jangka waktu pengumuman tersebut tidak ada yang mengajukan keberatan atau melakukan gugatan, seharusnya secara hukum sudah mutlak / absolut dan tidak boleh ada gugatan baru lagi.

(28)

Sejalan dengan ini, Kantor Pertanahan mencatat permohonan itu dalam buku tanah apabila dipenuhi syarat-syarat dilampiri dengan salinan surat gugatan. Salinan surat gugatan tersebut diterima oleh Kantor Pertanahan Kota Surakarta tanpa adanya putusan sela atau putusan yang berkekuatan hukum tetap dari pengadilan terlebih dahulu. Pemblokiran terhadap buku tanah tersebut tidak serta merta hapus dengan sendirinya dalam jangka waktu 30 (tigapuluh) hari, meskipun tidak diikuti dengan sita jaminan (conservatoir beshlag). Tanggung jawab atas pemblokiran adalah kantor pertanahan yaitu melalui Kepala Kantor, tetapi tanggung jawab yang mencabut blokir adalah orang yang berkepentingan yaitu pihak yang mengajukan blokir bisa mencabut sebelum putusan pengadilan dan pihak yang diblokir harus berdasarkan salinan putusan pengadilan.

c. Perlindungan Hukum Pembeli Lelang berdasarkan Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Pembeli Lelang juga mendapat jaminan perlindungan hukum berdasarkan hukum tertulis yaitu berdasarkan peraturan yang terkandung

dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata).

Perlindungan hukum terhadap Pembeli Lelang diatur di Hukum Perdata dalam Pasal 531 Buku II KUHPerdata yaitu berdasarkan asas itikad baik bahwa kedudukan itu beritikad baik, manakala si yang memegangnya memperoleh kebendaan tadi dengan cara memperoleh Hak Milik, dalam mana tak tahulah dia akan cacat cela yang terkandung di dalamnya. Kejujuran seseorang dalam melakukan sesuatu perbuatan hukum seperti Pembeli Lelang yang sudah beritikad baik karena Pembeli telah melaksanakan semua ketentuan sehubungan dengan pelaksanaan lelang, membeli melalui lelang umum tidak secara sembunyi-sembunyi, dan membeli objek lelang secara hukum. Pembeli Lelang tersebut harus dilindungi secara hukum. Perlindungan hukumnya apabila ada tuntutan

(29)

dari pemilik lama, Pembeli Lelang akan memperoleh ganti rugi secara hukum perdata.

Selain itu, risalah lelang yang sifatnya sama dengan akta otentik sesuai dalam Pasal 1868 KUHPerdata bahwa akta yang dibentuk yang ditentukan oleh Undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya. Sejalan dengan ini, risalah lelang juga sebagai landasan otentik dalam penjualan lelang, tanpa adanya risalah lelang, maka penjualan lelang terhadap objek Hak Tanggungan berarti tidak sah, dan penjualan lelang yang tidak tercatat dalam risalah lelang tidak dapat memberikan kepastian hukum dan berkekuatan hukum tetap.

2. Hambatan yang Dihadapi oleh Pembeli Lelang dalam Proses

Pelaksanaan Peralihan Hak Atas Tanah yang Menjadi Objek Lelang Bekerjanya hukum adalah masyarakat yang akan mempengaruhi faktor-faktor atau kekuatan sosial mulai dari tahap pembuatan sampai pemberlakuan. Pengaruh sosial atau perilaku sosial akan masuk dalam proses legislasi seperti peraturan. Peraturan dikeluarkan diharapkan sesuai dengan keinginan secara efektif dari peraturan tersebut tergantung dari kekuatan sosial seperti budaya hukum yang baik, maka hukum akan bekerja dengan baik.8 Sebaliknya apabila kekuatan sosial kurang, maka hukum tidak akan bisa

bekerja, karena masyarakat sebagai elemen bekerjanya hukum. Dalam penerapannya Penulis menggunakan teori hukum yang dikembangkan Lawrence M. Friedman untuk menjawab permasalahan dalam rumusan yang terdiri 3 (tiga) unsur yaitu :9

8M. Khozim, loc.cit. 9M. Khozim, loc.cit.

(30)

a. Struktur adalah keseluruhan institusi hukum beserta aparaturnya. Jadi KPKNL Surakarta dan Kantor Pertanahan Kota Surakarta bagaimana cara bekerjanya, bagaimana kompetensinya, bagaimana pembagian tugas dan wewenangnya. Sehingga permasalahan hambatan yang terjadi di Kantor Pertanahan Kota Surakarta yaitu pada saat proses pendaftaran peralihan

hak yang melalui lelang,terjadi pemblokiran terhadap objek

lelang.Memang para aparatur Kantor Pertanahan Kota Surakarta menerapkan apa yang terkandung dalam Pasal 126 ayat (1) Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah bahwa pihak yang berkepentingan dapat minta dicatat dalam buku tanah bahwa suatu hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun akan dijadikan objek gugatan di pengadilan dengan menyampaikan salinan surat gugatan yang bersangkutan. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Pasal 41 menyatakan bahwa peralihan hak melalui pemindahan hak dengan lelang hanya dapat didaftar jika dibuktikan dengan kutipan risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang. Dalam pelaksanaannya, Pembeli Lelang yang sudah mendapatkan kutipan risalah lelang seharusnya dapat melaksanakan proses peralihan hak atas tanah yang menjadi hak nya tersebut, tetapi tidak bisa dilakukannya, karena adanya pemblokiran dari pihak ketiga. Disinilah terjadi hambatan dalam permasalahan pendaftaran peralihan hak, bahwa Kantor Pertanahan Kota Surakarta memberikan syarat untuk mengajukan pemblokiran yang dicatat di buku tanah cukup dengan salinan gugatan yang berarti belum ada putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, sedangkan kutipan risalah lelang yang sifatnya sama dengan putusan pengadilan tidak diterima oleh aparatur Kantor Pertanahan Kota Surakarta untuk memproses peralihan Hak. Selain itu, berdasarkan Pasal 45 huruf e Peraturan Pemerintah Nomor

(31)

24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dilarang untuk mengalihkan hak atas tanah tersebut kepada pihak lain sebelum mendapatkan putusan pengadilan yang inkracht/ berkekuatan hukum tetap atau blokir tersebut telah dicabut oleh yang mengajukan permohonan blokir. Oleh karena itu, Pembeli Lelang belum mendapatkan perlindungan hukum secara represif dari Kantor Pertanahan Kota Surakarta.

b. Substansi adalah keseluruhan aturan (peraturan perundang-undangan) yang menyangkut Undang-undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, serta Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia yang berkaitan dengan Lelang. Hambatan yang terjadi dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku pada permasalahan ini bahwa tidak dijelaskan secara eksplisit mengenai perlindungan hukum terhadap Pembeli Lelang dan/atau pemenang lelang. Didalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang hanya dijelaskan mengenai prosedur dan persyaratan tahap pra lelang, proses pelaksanaan lelang dan pasca lelang. Selain itu di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah hanya mengatur mengenai proses pendaftaran tanah dan pengaturan mengenai catatan dalam buku tanah serta pengalihan Hak secara lelang, tetapi tidak ada kententuan penjelasan mengenai perlindungan hukum Pembeli Lelang. Sehingga Pembeli Lelang belum

(32)

mendapatkan jaminan perlindungan hukum yang optimal dari perundang-undangan.

c. Budaya adalah sikap dan sistem hukum yang di dalamnya terdapat kepercayaan, nilai, pikiran serta harapan. Sikap orang terhadap hukum yang mencakup kepercayaan akan nilai, pikiran atau ide harapan orang tersebut. Pengertian budaya hukum dapat dikatakan adalah berupa sikap, nilai-nilai, dalil-dalil, kepercayaan dan pendapat yang dipercayai oleh masyarakat dalam suatu sistem hukum dan menjadi bagian penting yang mendorong faktor penghambat pembentukan hukum maupun penegakan hukum. Faktor penghambat bagi Pembeli Lelang atau/pemenang lelang yang seharusnya memperoleh objek lelang yang dimenangkan pada saat lelangadalah ketikapemilik lama / debitor tidak ingin meninggalkan dari objek lelang tersebut. Jadi, inilah hambatan yang paling sering terjadi dalam masyarakat. Karena hal tersebut merupakan pola pikir dan perilaku dalam kehidupan masyarakat untuk mempertahankan dirinya dan memperoleh manfaat tertentu. Tradisi pasca pelelangan, dalam hal ini sudah ditetapkan Pembeli Lelang dan keluarnya kutipan risalah lelang sudah mempunyai kekuatan hukum yang pasti, tetapi ada kalanya terjadi pemilik / pemegang hak terdahulu enggan melepaskan haknya. Hal tersebut bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku.

3. Solusi atas Hambatan yang Dihadapi oleh Pembeli Lelang dalam Proses

Pelaksanaan Peralihan Hak Atas Tanah yang Menjadi Objek Lelang Kepastian hukum sebagai salah satu tujuan hukum dapat dikatakan sebagai bagian dari upaya mewujudkan keadilan. Bentuk nyata dari kepastian hukum adalah pelaksanaan atau penegakan hukum terhadap suatu tindakan tanpa memandang siapa yang melakukan. Dengan adanya kepastian hukum setiap orang dapat memperkirakan apa yang akan dialami jika melakukan tindakan hukum tertentu. Kepastian diperlukan untuk mewujudkan prinsip

(33)

persamaan dihadapan hukum tanpa diskriminasi.10 Kepastian hukum akan menjamin seseorang melakukan perilaku sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, sebaliknya tanpa ada kepastian hukum maka seseorang tidak memiliki ketentuan baku dalam menjalankan perilaku. Hukum yang berhasil menjamin banyak kepastian hukum dalam masyarakat adalah hukum yang berguna, dan kepastian hukum dalam hukum tercapai apabila hukum tersebut

sebanyak-banyaknya dalam undang-undang.11

Sejalan dengan hambatan yang dihadapi oleh Pembeli Lelang dalam pelaksanaan proses peralihan hak atas tanah yang menjadi objek lelang dalam eksekusi Hak Tanggungan, maka solusinya antara lain :

a. Aparatur Kantor Pertanahan Kota Surakarta menerapkan apa yang

terkandung dalam Pasal 126 ayat (1) Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah bahwa pihak yang berkepentingan dapat minta dicatat dalam buku tanah bahwa suatu hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun akan dijadikan objek gugatan di pengadilan dengan menyampaikan salinan surat gugatan yang bersangkutan.Peraturan mengenai pemblokiran saat ini masih rancu dan tidak memberikan kepastian hukum terhadap PembeliLelang. Seharusnya aparatur Kantor Pertanahan Kota Surakartamenerapkan aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten dan juga tunduk serta memberikan kepastian hukum terhadap Pembeli Lelang untuk melakukan proses peralihan hak atas tanah terhadap objek lelang. Selain itu, bertindak secara hati-hati dan memperhatikan asas-asas umum pemerintahan yang baik, antara lain asas kecermatan dan ketelitian, asas keterbukaan (fair play), asas persamaan di

10Moh. Mahfud MD, loc.cit. 11Jarot Widya Muliawan, loc.cit.

(34)

dalam melayani kepentingan masyarakat dan memperhatikan pihak-pihak yang bersengketa.

b. Adanya peraturan perundang-undangan yang memberikan perlindungan hukum terhadap pembeli lelang untuk melaksanakan proses peralihan Hak Atas Tanah terhadap objek lelang dan/atau adanya peraturan bersama antara institusi Kantor Pertanahan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Surakarta dengan Kantor Pertanahan Kota Surakarta, agar Kantor Pertanahan Kota Surakarta menerima kutipan risalah lelang dari Pembeli Lelang yang akan melaksanakan proses peralihan hak atas tanah. Seharusnya Pembeli Lelang yang diutamakan hak nya daripada pencatatan pemblokiran oleh individu tertentu, yaitu dengan cara Kantor Pertanahan Kota Surakarta menerima kutipan risalah lelang dari Pembeli Lelang yang akan melaksanakan proses peralihan hak atas tanah, karena risalah lelang tersebut merupakan akta otentik yang mempunyai kepastian hukum. Selain itu, solusi yang tepat adalah dilakukan pencabutan terhadap pemblokiran (pencatatan dalam buku tanah) ataupun menolak pihak ketiga ketika akan mengajukan pemblokiran terkait dengan hak atas tanah yang sudah dimenangkan oleh Pembeli Lelang. Sepaham dengan teori kepastian hukum menurut Gustav Radbruch sebagaimana di kutip Sudikno Mertokusumo,hukum yang berhasil menjamin banyak kepastian hukum dalam masyarakat adalah hukum yang berguna, dan kepastian hukum dalam hukum tercapai apabila hukum tersebut sebanyak-banyaknya dalam undang-undang. Jadi kepastian hukum terhadap Pembeli Lelang dengan dikeluarkannya kutipan risalah lelang oleh pejabat lelang sudah memberikan perlindungan hukum terhadap Pembeli Lelang dan dapat melakukan peralihan hak atas tanah objek lelang di Kantor Pertanahan Kota Surakarta.

c. Solusi terkait pengosongan apabila pemilik lama masih menguasai secara fisik objek lelang dan tidak mau meninggalkan objek lelang yang

(35)

dimenangkan Pembeli Lelang tersebut, maka untuk penyelesaiannya dapat dipertemukan pihak-pihak yang bersengketa, yaitu diselesaikan melalui cara musyawarah untuk mencapai mufakat dengan cara pendekatan terhadap pihak debitor / pemilik lama dengan memberikan pesangon. Tetapi apabila pemilik lama tetap tidak mau meninggalkan objek lelang tersebut, maka Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) membantu memberikan perlindungan hukum kepada Pembeli Lelang dengan mengeluarkan grosse risalah lelang untuk membantu Pembeli Lelang melakukan eksekusi objek lelang. Karena yang berhak melakukan eksekusi adalah pengadilan. Ketua Pengadilan Negeri setempat akan mengeluarkan penetapan, yaitu berupa perintah kepada Juru Sita pada Pengadilan Negeri setempat untuk mengeluarkan si tereksekusi tersebut dari objek lelang dengan upaya paksa, dan apabila perlu dengan bantuan polisi.

Referensi

Dokumen terkait

Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan angka pengangguran terbuka (angkatan kerja yang sedang mencari pekerjaan) yang proporsinya relatif rendah dan sudah semakin

Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah dapat digunakan dalam memperbaiki kinerja pelayanan di Kantor Kelurahan Genteng dari

Governance dalam setiap kegiatan usaha Bank pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. 5) Direksi dalam penyelenggaraan tugas yang bersifat strategis

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis tentang perlindungan hukum pembeli lelang dari pelaksana lelang dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan

Penggunaan kata zhīhòu 'setelah', meskipun memiliki kesamaan makna dengan kata yǐhòu 'setelah', tetapi penggunaan kedua kata tersebut sedikit berbeda, yaitu kata

Masalah keamanan menjadi bagian penting untuk developer perangkat lunak.Kebutuhan keamanan dalam pengembangan perangkat lunak menghasilkanpenciptaan yang disebut Secure

4 Biaya satuan sudah termasuk pengeluaran untuk seluruh pajak yang berkaitan (tetapi tidak termasuk PPN yang dibayar dari kontrak) dan biaya-biaya lainnya. JUMLAH HARGA PERALATAN

Teradu I s.d Teradu IV mengatakan bahwa tidak melakukan pembukaan kotak suara dan melakukan penghitungan surat suara ulang di Kantor KPU Kabupaten Manokwari karena berdasarkan