MAKALAH SEMINAR
Judul : Analisis Usahatani Pepaya California Berdasarkan Standar Prosedur Operasional (Kasus di Desa Pasirgaok, Kecamatan Rancabungur, Bogor, Jawa Barat).
Pemrasaran/NRP : Artati widianingsih/ A 14103659 Dosen Pembimbing : Ir. Yayah. K. Wagiono. MEc Pembahas/ NRP : Suci Mariah Ratnasari / A 141035094 Hari/Tanggal : Kamis / 27 Desember 2007
Tempat/ Waktu : Ekstensi / 17.00 Wib.
BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
Pepaya merupakan salah satu komoditas buah-buahan tropis yang memiliki prospek pengembangan yang cukup baik, karena papaya merupakan salah satu buah-buahan tropis yang cukup diminati oleh konsumen baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Sebagai “buah meja” papaya memang sudah taka sing lagi,disamping citarasa buah papaya yang manis dan menyegarkan juga mengandung gizi yang tinggi dan lengkap.
Kegunaan papaya cukup beragam dan hamper semua bagian papaya dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Daun mudanya dapat digunakan sebagai lalapan, bahan baku obat tradisional, selain itu getah papaya yang mengandung enzim papain juga dapat diolah menjadi produk perdagangan yang banyak digunakan dalam berbagai industri makanan, minuman, dan industri farmasi. Sedangkan buahnya selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga juga mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi.
Salah satu sentra produksi papaya di propinsi Jawa Barat adalah kabupaten Bogor. Keadaan agroklimat di daerah tersebut sangat cocok untuk tanaman pepaya
1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian no 61/Permentan/OT.160/II/2006. Tanggal 28 november 2006(untuk tanaman Buah-buahan) untuk peningkatan produksi dan peningkatan mutu produk hortikultura yang baik dan tepat diperlukan adanya pedoman penyusunan prosedur kerja budidaya serta penanganan pasca panen atau Standar Prosedur Operasional (SPO).
Dengan menerapkan SPO diharapkan dapat (1) meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman hortikultura, (2) meningkatkan mutu hasil hortikultura termasuk keamanan mengkonsumsi khususnya buah-buahan, (3) meningkatkan peluang penerimaan oleh pasar internasional, (4) memberi jaminan keamanan terhadap konsumen.
Berdasarkan hasil survey lapangan dengan petani papaya di Desa Pasirgaok,Kecamatan Rancabungur,yang merupakan daerah sentra papaya California. Permasalahan yang dihadapi adal;ah sebagian besar petani papaya tidak mau menerapkan SPO karena dengan teknik budidaya yang kini diterapkan, para petani telah dapat bmenghasilkan pendapatan usahatani yang relative memadai untuk ukuran petani saat ini.
Mengacu pada perumusan masalah tersebut maka dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang dapat diteliti adalah sebagai berikut : (1) Seberapa besar tingkat pendapatan yang diperoleh petani yang telah menerapkan SPO dibandingkan dengan pendapatan petani yang belum menerapkan SPO, (2) bagaimana system pemasaran yang dijalankan dan pengaruhnya terhadap pendapatan petani.
1.3.Tujuan penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas maka penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menganalisis sisten usahatani dan pendapatan usahatani papaya yang telah menerapkan SPO 2. Menganalisis system usahatani dan pendapatan usahatani papaya yang belum menerapkan SPO 3. Menganalisi sistem pemasaran pepaya SPO dibandingkan dengan sistem pemasaran pepaya Non SPO
1.4.Kegunaan Penelitian
1.Sebagai masukan bagi petani dalam melakukan perubahan sistem usahatani
2. Sebagai masukan bagi pengambil kebijakan agar dapat menuangkan kebijakan yang tepat sehingga dapat meningkatkan kesejateraan petani.
3. sebagai referensi untuk bahan literatur bagi penelitian selanjutnya.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Pepaya
Pepaya (Carica papaya L.) berasal dari daerah tropis Amerika Tengah dan Hindia Barat yaitu sekitar Mexico, Costa Rica dan Nikaragua. Melalui pelaut-pelaut bangsa Portugis pada abad ke 16 tanaman ini tersebar sampai ke Afrika, Asia serta daerah lainnya. Pada abad ke 17 pepaya menjadi popular dan tersebar luas di kepulauan Hawaii dan pulau lainnya di Lautan Fasifik.
Tanaman pepaya banyak ditanam orang abik di daerah tropis maupun sub tropis, di daerah-daerah basah dan kering atau di pegunungan (sampai 1000m dpl). Buah pepaya merupakan buah meja yang bermutu dan bergizi tinggi.
2.2 Standar Prosedur Operasional (SPO)
Standar Prosedur Operasional (SPO) merupakan uraian tentang tahapan proses pekerjaan yang terdiri dari serangkaian atau beberapa kegiatan yang melibatkan fungsi. Manfaat dengan adanya SPO adalah dapat dijadikan sebagai alat untuk melakukan pengawasan pada setiap kegiatan, dan dsasr pelaksanaan audit internal maupun eksternal.
2.3 Studi Penelitian Terdahulu
2.3.1. Studi Tentang Tanaman Pepaya
Penelitian tentang pepaya dilakukan oleh Tika (2000)btentang analisis usahatani komoditas pepaya di Desa Nagrak, Kecamatan Sukaraja, Jawa Barat. Dengan menggunakan analisis terhadap manfaat bersih tambahan dengan ukuran kriteria yang digunakan yaitu NPV dan net B/C. Dari hasil perhitungan NPV yang bernilai positif (4.920.266,17 rupiah) dan net B/C bernilai labih dari satu (2.18) sehingga memenuhi kriteria kelayakan.
Penelitian tentang pepaya dilakukan oleh Tuti (2005) tentang Analisis Preferensi Konsumen Rumah Tangga Dan Katering Terhadap Buah Pepaya Dan Implikasinya pada segmentasi Pasar di Bogor. Dengan menggunakan analisis konjoin, menunjukkan bahwa konsumen rumah tangga di pasar tradisional dan modern menyukai pepaya bangkok. Atribut pepaya yang diinginkan berukuran besar,berbentuk lonjong,berasa manis legit dan berkulit pepaya hijau kekuningan.
Penelitian yang dilakukan oleh Permana (2007) tentang Analisis Daya Saing Pepaya (Kasus di Desa Nagrak, Kecamatan Sukaraja & Desa Pasirgaok, Kecamatan Rancabungur, Bogor, Jawa Barat). Dengan menggunakan matrik PAM,diketahui untuk pengusahaan pepaya di Desa Nagrak untuk perbandingan pepaya lokal mempunyai nilai PP Rp 378,71/Kg dan PS Rp 695,47/Kg, nilai PCR 0,56 (PCR<1) dan nilai DRC 0,39 (DRC<1). Untuk perbandingan dengan pepaya impor mempunyai nilai PP Rp 378,31/Kg dan PS Rp 1.632,78/Kg,sedangkan nilai PCR0,56 (PCR<1)dan nilai DRC 0,22(DRC <1).
Pengusahaan pepaya di Desa Pasirgaok, untuk perbandingan pepaya lokal mempunyai nilai PP Rp 792,79/Kg dan PS Rp 483,82/Kg, nilai PCR0,44(PCR<1)dan nilai DRC 0,57(DRC<1).Untu7k pepaya impor mempunyai nilai PP Rp 792,93/Kg dan PS Rp 1.421,21/Kg, nilai PCR0,44 (PCR,1) dan DRC 0,31 (DRC<1). Hal ini menunjukkan bahwa usahatani pepaya mempunyai keuntungan dan layak untuk terus dijalankan.
2.3.2. Studi Tentang Pemasaran
Hasil penelitian Ernawati (1999), menunjukkan bahwa saluran pemasaran buah durian Simas dan Matahari di Desa Rancamaya terdiri dari empat pola saluranh pemasaran dan dibagi lagi menjadi tiga berdasarkan mutunya yaitu mutu I, mutu II, mutu III tiap polanya. Hasil analisis margin pemasaran yang diperoleh menunjukkan bahwa margin pemasaran terkecil terdapat pada mutu III dari setiap pola pemasaran yang ada. Hal ini disebabkan harga jual lebih rendah dibandingkan mutu I dan mutu II. Dari ke empat pola pemasaran yang ada,saluran yang paling efisien adalah pola IV karena memiliki pola terpendek, dimana lembaga pemasaran yang bterlibat hanya petani. Hal ini disebabkan karena pola IV memiliki keuntungan yang tinggi,biaya yang kecil, farmer’s share yang tinggi. Seluruh keuntungan diperoleh petani. Petrani dapat menetapkan harga yang tinggi karena mereka satu-satunya lembaga yang terlibat di dalam pola ini.
Prestiani (2004), dalam penelitiannya menunjukkan bahwa rantai pemasaran untuk buah-buahan unggulan di kabupaten Serang, yaitu durian,pisang,rambutan dan salak berbeda-beda. Jalur pemasaran durian dan pisang terdiri dari dua jalur pemasaran, sedangkaan untuk salak dan rambutan terdiri dari tiga saluran pemasaran. Struktur pasar yang terjadi adalah oligopoli. Pembentukkan harga yang terjadi dilakukan dengan tawar menawar antara petani dan pedangang dengan pembayaran tunai. Farmer′s Share terbesar yang diterima petani durian dan pisang pada pola dua yaitu sebesar 70,00 persen, Farmer’s share terbesar yang diterima petani rambutan dan salak pada polak ketiga yaitu sebesar 50 persen untuk salak dan 53,33 persen untuk rambutan.
Hasil penelitian tentang buah-buahan di atas menunjukkan bahwa setiapkomoditi buah mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penulis ingin membandingkan usahatani pepaya yang telah menerapkan Standar prosedur Operasional (SPO) dengan usahatani pepaya yang belum menerapkan SPO, meliputi varietas apa yang digunakan,tata cara budidaya yang dilakukan dimulai dari persiapan dan npengolahan lahan sampai dengan pengiriman dan pemasarannya.
BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.Kerangka Pemikiran Konseptual
3.1.1. Konsep Usahatani
Usahatani menurut Soeharjo dan Patong (1973) adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan oleh perorangan ataupun sekumpulan orang-orang untuk menghasilkan output yang dapat memenuhi kebutuhan keluarga ataupun orang lain disamping motif mencari keuntungan.
3.1.2. Pendapatan Usahatani
Soeharjo dan Patong (1973), mengemukakan definisi dari pendapatan adalah keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama proses produksi dengan penerimaan. Tujuan utama dari analisis pendapatan adalah untuk menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan dan tindakan. Bentuk dan jumlah pendapatan ini mempunyai fungsi yang sama, yaitu memenuhi keperluan sehari-hari dan memberikan kepuasan petani agar dapat melanjutkan kegiatannya.
3.1.2. Konsep Pemasaran
Menurut Kotler, (1997), pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang dibutuhkan serta diinginkan dengan penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain. Limbong dan Sitorus (1987), mendefinisikan pemasaran adalah serangkaian proses kegiatan atau aktivitas yang ditujukan untuk menyalurkan barang atau jasa dari titik produsen ke konsumen.
3.1.3.1. Fungsi-fungsi Pemasaran
Limbong dan Sitorus (1987), menyatakan lembaga pemasaran akan melakukan fungsi-fungsi pemasaran secara umun seperti fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas.
3.1.3.2. Lembaga Pemasaran
Lembaga pemasaran menurut Limbong dan Sitorus (1987) adalah suatu badan atau lembaga yang berusaha dalam bidang pemasaran, mendistribusikan barang dari produsen ke konsumen melalui proses perdagangan. Adanya jarak antara produsen dan konsumen melalui proses penyaluran produk dari produsen ke konsumen sering melibatkan beberapa perantara mulai dari produsen sendiri, lembaga-lembaga perantara sampai ke konsumen akhir.
3.1.3.3. Efisiensi Pemasaran
Tujuan dari analisis pemasaran adalah untuk mengetahui apakah sistem pemasaran berlangsung dengan efisien atau tidak. Suatu pemasaran dikatakan efisien jika fungsi-fungsi yang dilakukan oleh lembaga pemasaran dihilangkan maka tidak akan mempengaruhi aktivitas lembaga pemasaran dan tidak mempengaruhi besarnya biaya dan keuntungan yang diperoleh.
3.1.3.4. Margin Pemasaran
Limbong dan Sitorus (1987), mengemukakan bahwa margin pemasaran atau margin tata niaga dapat juga dinyatakan sebagai nilai-nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tata naga sejak dari tingkat produsen hingga tingkat konsumen akhir.
3.1.3.5. Stuktur Pasar
Menurut Kotler (1993), berdasarkan sifat dan bentuknya pasar dibedakan menjadi dua macam struktur pasar, yaitu (1) pasar bersaing sempurna dan (2) pasar tidak bersaing sempurna.
3.1.3.6. Perilaku Pasar
Perilaku pasar merupakan pola tingkah laku dari lembaga pemasaran yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana lembaga tersebut melakukan kegiatan pembelian dan penjualan.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Oleh karena itu agar petani dapat mengambil keputusan yang tepat, maka penelitian tentang usaha tani pepaya yang menerapkan SPO ini perlu dibandingkan dengan usaha tani pepaya yang belum menerapkan SPO. Dengan begitu maka akan diketahui usaha tani pepaya mana yang lebih menguntungkan bila dilihat dari hasil produksi serta pendapatannya.
Adapun operasional penelitiannya, yaitu dengan cara membandingkan tingkat pendapatan dan R/C rasio yang diperoleh petani dari usaha tani pepaya yang sudah menerapkan SPO dan usaha tani pepaya yang belum menerapkan SPO. Tingkat pendapatan yang dibandingkan terdiri dari dua komponen, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total.
Pada penelitian ini, selain komponen pendapatan terdapat juga komponen lain yang dapat dibandingkan, yaitu komponen penerimaan dan komponen pengeluaran (tunai dan diperhitungkan). Berdasarkan perbandingan tersebut diharapkan diperoleh suatu informasi yang dapat menjelaskan perubahan tingkat pendapatan dan nilai R/C rasio yang diperoleh petani pepaya karena menerapkan SPO.
Selain melakukan perbandingan dari sisi usaha taninya, maka dilakukan pula perbandingan dari pemasarannya. Hal ini dilakukan karena petani yang sudah menerapkan SPO dan petani yang belum menerapkan SPO memiliki jalur pemasaran yang berbeda. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis pola saluran pemasaran, lembaga pemasaran, marjin pemasaran dan efisiensi pemasaran.
Operasional penelitiannya adalah dengan cara membandingkan saluran pemasaran pepaya yang sudah memenuhi SPO dan pepaya yang belum memenuhi SPO dari tingkat petani sampai dengan konsumen akhir. dari setiap saluran pemasaran yang dilalui tersebut dilakukan analisis fungsi pemasaran terhadap setiap lembaga pemasaran yang terlibat.
Berdasarkan analisis tersebut maka akan diketahui kegiatan fungsi pemasaran yang dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat. Adapun fungsi pemasaran yang dianalisis, yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Setelah diketahui fungsi pemasaran yang dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat maka kemudian dapat dihitung nilai biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga pemasaran tersebut sehingga farmer’s share atau keuntungan yang diperoleh dari masing-masing lembaga pemasaran dapat diketahui. Setelah diketahui nilai biaya pemasaran dan keuntungan yang diperoleh maka kemudian dapat dihitung margin pemasaran dan efisiensi pemasarannya.
BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa desa Pasirgaok merupakan sentra produksi pepaya di Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan yaitu bulan April 2007 sampai Mei 2007.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan meliputi dua primer dan data sekunder yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani, penyuluh pertanian dari Kantor Dinas Pertanian Kabupaten Bogor yang disertai dengan panduan kuesioner yang dipersiapkan terlebih dahulu. Sedangkan data sekunder diperoleh dari lembaga atau instansi yang terkait yaitu Dinas Pertanian Kabupaten Bogor, Badan Pusat Statistik, Perpustakaan LSI IPB, internet dan lembaga lainnya.
4.3. Metode Pengumpulan Contoh
Pengambilan responden untuk petani dipilih secara acak sederhana (simple random sampling),
dimana setiap populasi anggota populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sample. Jumlah petani pepaya yang menerapkan Standar Prosedur Operasional (SPO) yang dijadikan responden pada penelitian ini adalah 30 orang dan 30 orang untuk petani pepaya yang belum menerapkan SPO.
Untuk jaringan pasarnya, responden akan ditentukan dengan menggunakan metode snow ball sampling (satu orang untuk tiap lembaga). Metode ini digunakan berdasarkan kepada informasi dari responden sebelumnya. Dengan kata lain bahwa responden yang terpilih di saluran pemasaran akan disesuaikan dengan pula pemasaran yang terjadi di lokasi penelitian.
4.4. Metode Analisis Data
Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif, untuk data kuantitatif pengolahan datanya dilakukan dengan menggunakan kalkulator dan komputer (software Microsoft Excel). Sebelum dilakukan pengolahan data terlebih dahulu dilakukan proses editing. Editing merupakan kegiatan untuk memperbaiki kualitas data mentah yang di dapat dari hasil wawancara dengan petani. Setelah data diedit dan diolah kemudian dilakukan analisis data. Sedangkan untuk data kualitatif, pengolahan datanya dilakukan secara deskriptif. Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah meliputi, analisis sistem usaha tani, analisis pendapatan usaha tani dan analisis pemasaran.
4.4.1 Analisis Sistem Usaha tani
Analisis data ini dilakukan secara kualitatif, yaitu dengan membandingkan keragaan antar usaha tani pepaya yang menerapkan Standar Prosedur Operasional (SPO) dengan usaha tani pepaya tradisional. Adapun yang dibandingkan pada analisis ini adalah proses budidaya, penggunaan input dan hasil produksi dengan usaha tani pepaya tradisional. Adapun yang dibandingkan pada analisis ini adalah proses budidaya, penggunaan input dan hasil produksi (output).
4.4.2. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio)
Analisis R/C rasio digunakan untuk mengetahui efisiensi kegiatan usaha tani, yang dapat diketahui melalui perbandingan antara total penerimaan pada masing-masing usaha tani dengan total biaya. Analisis R/C rasio secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :
R/C = Q x Pq TFC + TVC Keterangan : R = Penerimaan (Revenue) C = Biaya (Cost) Q = Total Produksi (kg)
Pq = Harga persatuan produk (Rp) TFC = Biaya tetap (total fixed cost) TVC = Biaya variabel (total variable cost)
Rasio R/C menunjukkan besarnya penerimaan untuk setiap rupiah biaya yang dilakukan dalam usaha tani pepaya. Semakin tinggi nilai R/C, maka usaha tani tersebut semakin menguntungkan. Jika nilai R/C ratio lebih dari satu (R/C >1) maka usaha tani tersebut menguntungkan untuk diusahakan, sementara jika R/C ratio kurang dari satu (R/C < 1) maka usaha tani tersebut tidak menguntungkan.
4.4.3. Analisis Struktur Pasar
Analisis struktur pasar dapat dilihat berdasarkan saluran pemasaran, jumlah lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran pepaya california, mudah tidaknya memasuki pasar, dan jenis komoditas yang diperdagangkan serta informasi pasar.
4.4.4. Analisis Perilaku Pasar
Perilaku pasar buah pepaya California dapat dianalisis dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian, sistem penentuan dan pembayaran harga, kerjasama diantara lembaga pemasaran, standardisasi serta praktek-praktek fungsi pemasaran lainnya. Fungsi-fungsi pemasaran yang dimaksud adalah fungsi pertukaran, fungsi fasilitas dan fungsi fisik.
4.4.5. Identifikasi Saluran Pemasaran
Identifikasi saluran pemasaran dilakukan untuk mendapatkan saluran yang dilalui dalam pemasaran buahpepaya california. Saluran pemasaran ini dapat diidentifikasi dengan melakukan wawancara kepada pedagang di pasar pengecer hingga pedagang besar, sedangkan informasi saluran pemasaran di tingkat petani diperoleh dari pedagang antar wilayah dan supplier.
4.4.6. Analisis Margin dan Efisiensi Pemasaran
Analisis margin pemasaran digunakan untuk melihat tingkat efisiensi pemasaran buah pepaya california. Secara matematis menurut Limbong dan Sitorus (1987), margin pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut :
Mi = Psi - Pbi
Mi = Ci + πI
Keterangan :
Mi = Margin pemasaran pasar tingkat ke-i (Rp/kg)
Psi = Harga jual pasar tingkat ke-i (Rp/kg)
Pbi = Harga beli pasar tingkat ke-i (Rp/kg)
Ci = Biaya pemasaran pada tingkat ke-i (Rp/kg)
πI = Keuntungan lembaga pemasaran pada tingkat ke-i (Rp/kg)
Berdasarkan nilai marjin pemasaran tersebut maka dapat diketahui tingkat rasio keuntungan terhadap biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran. Rasio tersebut dapat dicari dengan rumus sebagai berikut: Keuntungan terhadap Biaya (%) = πi x 100
Ci
Dimana :
πI = Keuntungan lembaga pemasaran ke-i
Ci = Biaya pemasaran lembaga ke-i
Farmer’s share dapat digunakan juga dalam menganalisis efisiensi saluran pemasaran dengan membandingkan seberapa besar bagian yang diterima oleh petani dari harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir. Farmer’s share akan menunjukkan apakah pemasaran tersebut memberikan balas jasa yang seimbang kepada semua pihak yang terlibat dalam pemasaran.
Secara matematis farmer’s share dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini : Fs = P/K x 100%
Dimana :
Fs = Farmer’s share
P = Harga yang diterima petani
K = Harga yang dibayar konsumen akhir
BAB V. GAMBARAN UMUN LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak Geografis dan Administratif Kabupaten Bogor
Secara geografis Kabupaten Bogor terletak antara 6.19o – 6.47o Lintang Selatan dan 106o1’ – 108o103’ Bujur Timur, dengan luas wilayah sebesar 237.102.00 Hektar, serta memiliki ketinggian
sekitar 500 – 700 di atas permukaan laut. Wilayah ini berbatasan dengan : Sebelah Utara : Kota Depok Sebelah Barat : Kabupaten Lebak Sebelah Timur : Kabupaten Purwakarta Sebelah Selatan : Kabupaten Sukabumi
5.2. Kondisi Wilayah Desa Pasirgaok
Desa Pasirgaok memiliki letak wilayah yang berbatasan dengan desa lain di Kecamatan Rancabungur, yaitu :
Sebelah Utara : Desa Cimulang Sebelah Barat : Desa Bantar Jaya Sebelah Timur : Desa Rancabungur Sebelah Selatan : Desa Cisadane
Desa Pasirgaok mempunyai lahan yang paling luas untuk sumber daya (dibandingkan dengan desa lainnya di Kecamatan Rancabungur) seluas 648 hektar.
BAB VI. ANALISA SISTEM USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO
6.1. Proses Budidaya
6.1.1. Persiapan dan Pengolahan Lahan
Adapun pengolahan lahan pepaya berdasarkan SPO lahan diolah terlebih dahulu, kemudian dibuat bedengan dengan ukuran lebar 1,5 m, tinggi 30 sampai 40 cm dengan jarak antar bedengan 70 cm. diantara 2 (dua) bedengan dibuat parit yang berfungsi sebagai saluran drainase sedalam 50 – 75 cm. Ditengah bedengan dibuat lubang tanam dengan ukuran 60 x 60 x 60 cm dengan jarak tanam 2 x 3 meter.
Sedangkan pengolahan lahan pepaya tanpa SPO ukuran bedengan dan lubang tanam umumnya sangat bervariasi, hal ini tidak menjadi perhatian bagi petani karena kurangnya pengetahuan yang dimiliki petani tentang budidaya pepaya itu sendiri. Begitu juga untuk ukuran jarak tanam yang sangat bervariasi antara satu petani dengan petani yang lain, petani hanya memperkirakan jarak kanopi pohon pepaya tersebut baru kemudian dibuat lubang tanam lain disebelahnya, agar antara pohon yang satu dengan pohon lainnya tidak terlalu bersinggungan atau agar antara tanaman yang satu dengan yang lain tidak terlalu jauh jaraknya.
6.1.2. Penanaman
Kegiatan penanaman dilakukan setelah lubang tanam siap untuk ditanami. Untuk mendapatkan bibit pepaya petani yang menerapkan SPO mendapatkan dari mitra tanam sedangkan untuk petani tanpa SPO memperoleh bibit tanaman pepaya dari membeli kepada penjual bibit.
6.1.3. Pemeliharaan
Setelah kegiatan persiapan dan pengolahan lahan, penanaman, kemudian kegitan selanjutnya adalah pemeliharaan. Kegiatan pemeliharaan ini meliputi kegiatan pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit serta penyiangan.
Pada petani pepaya berdasarkan SPO pemberian pupuk dasar pada saat penanaman , setiap lubang tanam diberi pupuk organik ( kotoran kambing) sebanyak 60 Kg. Satu bulan setelah tanam diberi pupik anorganik yang terdiri dari pupuk ZA sebanyak 70 gram, SP36 sebanyak 100 gram, serta KCL sebanyak 150 gram. Pemberian pupuk lanjutan anorganik , diberikan setiap 3 (tiga) bulan sekali dengan komposisi Za sebanyak 70 gram,SP36 200 gram, KCL sebanyak 80 gram untuk setiap satu pohon , sedangkan untuk pemberian pupuk susulan organik diberikan setiap 6(enam) bulan sekali dengan takaran 60 kg untuk setiap pohon.
Sedangkan pemberian pupuk dasar untuk petani pepaya tanpa SPO pada saat penanaman, setiap lubang di beri pupuk kandang dengan takaran bervariasi menurut perhitungan masing-masing, sebagian petani ada yang mempergunakan pupuk organik sebanyak 20 Kg untuk setiap pohon dan ada juga petani yang mempergunakan pupuk organik sebanyak 40 Kg. Sedangkan untuk pemberian pupuk susulan yang terdiri dari pupuk organik yang diberikan setiap 6 (enam) bulan sekali dan pupuk anorganik yang diberikan setiap 3 (tiga) bulan sekali dengan takaran komposisi pupuk anorganik yang bervariasi.
Pada usahatani pepaya dengan SPO dalam melakukan pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu : 1 (satu) cara mekanik adalah dengan cara mencabut gulma yang berada di lahan. Hal ini dilakukan agar kondisi lahan bersih dari gulma-gulma tersebut yang biasanya dijadikan tempat berkembang biak hama dan penyakit.2 (dua) dengan menyemprotkan pertisida ketika tanaman terindikasi terserang penyakit.
Sedangkan pada petani pepaya tanpa SPO dalam melakukan pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu mekanik dan mempergunakan pestisida sama halnya dengan petani yang sudah menerapkan SPO, perbedaannya terletak pada penyemprotan pestisida, pada petani tanpa SPO penyemprotan pestisida dilakukan ketika tanaman tidak maupun sedang terserang hama dan penyakit.
Adapun alasan petani tetap melakukan penyemprotan pestisida ketika tanaman tidak sedang terserang hama dan penyakit adalah sebagai tindakan antisipasi untuk menghalau serangan hama dan penyakit.
6.1.4. Pemanenan
Pemanenan buah pepaya baik pada petani pepaya yeng menerapkan SPO maupun yang tidak menerapkan SPO pada perinsipnya adalah sama yaitu petani sama-sama tidak melakukan pemanenan pepaya sendiri
melainkan diserahkan kepada mitra tanam untuk petani yang menerapkan SPO dan kepada pengumpul untuk petani tanpa SPO
Bab VII.. ANALISA PENDAPATAN USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO
7.1. Analisis Perbandingan Penerimaan Usahatani
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan antar usahatani dari sisi penerimaan usahatani pepaya. Berdasarkan tabel 13 diketahui ternyata rata-rata penerimaan total usahatani pepaya SPO lebih besar dari rata- rata penerimaan total usahatani pepaya non SPO. Rata-rata penerimaan total usahatani pepaya SPO adalah Rp 213.221.343,00, sedangkan rata-rata penerimaan total usahatani pepaya non SPO adalah Rp 50.781.900.00.
Tabel 13. Analisis penerimaan Usahatani Pepaya SPO dan usahatani Pepaya Non SPO di Desa Pasirgaok
Uraian Usahatani Pepaya SPO Usahatani Pepaya Non SPO Penetimaan Tunai Rp2 13.221.343.00 Rp 50.781.900.00
Penerimaan Diperhitungkan 0 0
Total Penerimaan Usahatani Rp2 13.221.343.00 Rp 50.781.900.00
Besarnya rata-rata penerimaan total yang diperoleh petani pepaya SPO dikarenakan harga jual pepaya/ Kg lebih tinggi dari harga jual pepaya Non SPO. Tingginya harga jual pepaya per kilogram yang diterima oleh petani yang telah menerapkan SPO dikarenakan kualitas pepaya yang dihasilkan, sehinnga konsumen bersedia untuk membayar mahal produk tersebut. Selain itu tingginya harga jual tersebut ditetapkan oleh lembaga pemasaran (pengusaha mitra) agar dapat mengangkat pendapatan petani pepaya di Desa Pasirgaok .
7.2. Analisis Perbandingan Biaya usahatani Pepaya SPO dan Pepaya Non SPO
Berdasarkan tabel 16 diketahui ternyata rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh petani pepaya SPO lebih tinggi dari petani pepaya non SPO. Rata-rata total biaya yang dikeluarkan oleh petani pepaya SPO adalah Rp 77.302.016,45, sedangkan rata – rata total biaya yang dikeluarkan oleh petani pepaya non SPO adalah 45.926.518,71.
Tabel 16. Analisis perbandingan Biaya Usahatani Pepaya SPO dan Non SPO Selama Satu Musim Tanam (3 Tahun) Pengeluaran Usahatani Metode SPO Metode Non SPO (Rp) (%) (Rp) (%) 1. Biaya Tunai Bibit 813,733.33 1.05 293,266.67 0.62 TKLK 28,818,568.21 37.28 23,812,571.43 50.12 PBB 114,300.00 0.15 29,666.60 0.06 Pupuk Kandang 21,970,800.00 28.42 2,853,000.00 6.00 ZA 598,094.00 0.77 180,359.00 0.38 SP36 2,115,706.67 2.74 310,862.67 0.65 KCL 1,697,122.24 2.20 406,467.60 0.86 Dektin 195,296.00 0.25 70,384.00 0.15 Genacyl 195,296.00 0.25 70,384.00 0.15 Round Up 62,400.00 0.08 48,000.00 0.10
Total pengeluaran tunai 56,581,316.45 73.20 28,074,961.97 59.09
2. Biaya Diperhitungkan Penyusutan alat 335,200.00 0.43 247,250.00 0.52 TKDK 18,671,000.00 24.15 18,746,812.50 39.46 Sewa lahan 1,714,500.00 2.22 444,999.00 0.94 Total biaya diperhitungkan 20,720,700.00 26.80 19,439,061.50 40.91 3. Total Biaya 77,302,016.45 100.00 47,514,023.47 100.00
Tingginya rata – rata total biaya yang harus dikeluarkan oleh petani pepaya SPO dikarenakan petani harus mengeluarkan biaya tunai yang lebih besar dari petani pepaya non SPO. Besarnya rata- rata total biaya tersebut adalah dikarenakan petani pepaya SPO menggunakan lebih banyak pupuk organik dan pupuk kimia dari petani pepaya non SPO.
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa total biaya diperhitungkan petani pepaya SPO lebih besar dibandingkan petani pepaya non SPO, tetapi apabila dilihat dari proposi persentasenya ternyata persentase biaya diperhitungkan petani pepaya non SPO lebih besar dari petani pepaya SPO. Besarnya biaya diperhitungkan yang dikeluarkan oleh petani pepaya non SPO adalah sebesar 40.91 persen, sedangkan besarnya biaya diperhitungkan petani pepaya SPO adalah sebesar 26.80 persen
Hal ini terjadi karena petani pepaya non SPO lebih banyak menggunakan tenaga kerja dari dalam keluarga yaitu sebesar 39.46 persen dari total biaya, sedangkan pada petani pepaya SPO penyebab rendahnya biaya diperhitungkan adalah karena dalam melakukan kegiatan usahataninya petani lebih banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga yaitu sebesar 37.28 persen dari total biaya..
Apabila dilihat dari penggunaan biaya diperhitungkan untuk tenaga kerja dalam keluarga maka penyebab besarnya biaya ini adalah karena petani tidak pernah memperhitungkan biaya untuk tenaga kerja dalam keluarga. Dampaknya adalah keuntungan yang diterima petani seolah-olah menjadi besar. Sedangkan apabila dilihat dari penggunaan biaya diperhitungkan untuk sewa lahan, penyebab besarnya biaya adalah karena petani harus memperhitungkan penggunaan lahan milik sendiri agar pendapatan atas biaya totalnya yang diperoleh petani diketahui
7.3. Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Pepaya SPO dan Pepaya Non SPO
Rata – rata pendapatan atas biaya tunai petani pepaya non SPO lebih rendah dari pendapatan atas biaya tunai petani SPO. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 19, dimana pendapatan atas biaya tunai petani pepaya SPO adalah RP 156.640.026,55 sedangkan pendapatan atas biaya tunai petani pepaya non SPO adalah Rp 22.706.938.03.
Tabel 19. Analisis Pendapatan Usahatani Pepaya SPO dan Pepaya Non SPO di Desa Pasirgaok
Uraian SPO Non SPO
Produksi 140,099 34,628 Harga Satuan (Rp) 1,550.00 1,500.00 Penerimaan (Rp) 213,221,343.00 50,781,900.00 Biaya/Pengeluaran (Rp) Biaya Tunai 56,581,316.45 28074961.97 Biaya Diperhitungkan 19,006,200.00 19439061.50 Biaya Total 77302016.45 47514023.47 Pendapatan (Rp) Tunai 156,640,026.55 22706938.03 Total 135919326.55 3267876.53 R/C Tunai 3.77 1.81 R/C Total 2.76 1.07
Apabila dilihat dari pendapatan atas biaya totalnya petani pepaya SPO memperoleh pendapatan atas biaya total yang lebih tinggi dari petani pepaya non SPO. Adapun pendapatan atas biaya total petani pepaya SPO adalah Rp, 135.919.326.55, sedangkan pendapatan atas biaya total untuk petani pepaya non SPO adalah Rp3.267.876.53.
Berdasarkan tabel 19 dilihat dari nilai R/C rasio atas biaya tunai dan biaya totalnya, maka diketahui usahatani pepaya SPO dan non SPO yang dikembangkan oleh petani di desa Pasirgaok pada dasarnya layak diusahakan karena memiliki nilai R/C rasio ( atas biya tunai dan atas biaya total) yang lebih besar dari satu. Hal ini berarti bahwa usahatani pepaya baik yang SPO maupun non SPO sama – sama menguntungkan.
BAB VIII
ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO 8.1.Analisis Saluran Pemasaran Pepaya SPO
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama penelitian, saluran pemasaran pepaya SPO terdiri dari tiga saluran.
Pola 1
Konsumen Supermarket
& toko buah
Pengusaha Mitra Petani Pola 2 Agen/supliyer
Gambar 3. Saluran Saluran Pemasaran pepaya SPO 8.2. Analisis Saluran Pemasaran papaya Non SPO
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, terdapat tiga saluran pemasaran yang terjadi.
Petani Pedagang
Pengumpul
Pedagang Pengecer
Konsumen
Super market & toko buah
Pola 3 Pola 2
Pola 1
Gambar 4. Saluran Pemasaran Pepaya Non SPO Di Desa pasirgaok
BAB IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian usahatani dan pemasaran pepaya SPO yang dibandingkan dengan usahatani dan pemasaran pepaya non SPO, maka disimpulkan :
1. Sistem usahatani pepaya SPO yang sedang dikembangkan oleh petani pepaya di Desa Pasirgaok Kecamatan Rancabungur secara umum kegiatannya sama dengan sistem usahatani pepaya non SPO. Perbedaannya hanya terletak pada input yang digunakannya saja, yaitu pupuk dan obat-obatan.
2. Pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh petani pepaya SPO lebih tinggi dari pendapatan atas biaya tunai petani pepaya non SPO
3. Apabila ditinjau dari pendapatan atas biaya total, usahatani pepaya SPO yang dikembangkan oleh petani dapat meningkatkan pendapatan petani menjadi lebih tinggi dari pendapatan petani pepaya non SPO.
4. Apabila dilihat dari efisiensi pemasarannya maka pola pemasaran pepaya SPO lebih efisien bila dibandingkan dengan pola pemasaran pepaya non SPO. Hal ini dilihat dari besarnya nilai π/C yang diperoleh pola pemasaran pepaya SPO
5. Struktur pasar yang terbentuk untuk pepaya SPO dan non SPO adalah sama, yaitu pasar oligopoly.
9.2. Saran
Perubahan sistem usahatani yang dilakukan oleh petani pepaya di Desa Pasirgaok, kecamatan Rancabungur telah membawa perubahan yang positif kepada tingkat pendapatan atas biaya total petani.Oleh karena itu sebaiknya perubahan sistem usahatani ini dapat dipertahankan oleh petani pepaya setempat.
Namun untuk memperlancar petani dalam pengembangan sistem usahatani pepaya di Desa Pasirgaok, maka sebaiknya sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh petani dapat dilengkapi. Contohnya saja saluran irigasi dan sarana transportasi yang belum memadai. Selain itu kemandirian dan kemampuan petani dalam membuat input (pupuk dan pestisida) perlu ditingkatkan lagi sehingga ketergantungan petani terhadap orang lain dapat dikurangi. Oleh karena itu penyuluhan dari pemerintah (Dinas Pertanian) terhadap petani harus lebih ditingkatkan lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2002-2004. Survei Pertanian Produksi Tanaman Pangan dan Buah – Buahan di Indonesia. Jakarta.
Dinas Pertanian kabupaten Bogor. 2006. Standar Prosedur Operasional Pepaya Bogor. Bogor
Ernawati. 1999. Analisis Pemasaran Buah Durian Simas dan Matahari. Kasus Pada Desa Rancamaya, Kecamatan Bogor selatan dan Desa Sukaraja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Skripsi Jurusan Ilmu-Ilmu social Ekonomi Pertanian. Fakultas pertanian. IPB. Bogor.
Hernanto, F. 1989. Ilmu Usahatani. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. Kallie, M, B. 2002. Bertanam Pepaya. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. Kottler, P. 2002. Manajemen Pemasaran. Edisi Milenium. Prehallindo. Jakarta.
Limbong, W, M. Dan P. Sitorus. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Bahan kuliah Jurusan Ilmu – Ilmu social Ekonomi Pertanian IPB. Bogor.
Mubyarto. 1986. Pengantar ekonomi Pertanian. Penerbit LP3ES. Jakarta. Nasir, M. 2003. Methodology Penelitian. Ghalia. Jakarta.
Permana, L. 2007. Analisis Keunggulan kompetitif Dan Komparatif Buah Pepaya (Kasus di desa Nagrak, Kecamatan Sukaraja, dan desa Pasirgaok, Kecamatan Rancabungur, Bogor, Jawa Barat). Skripsi Program studi Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Prtanian. IPB. Bogor.
Prestiani. 2004. Analisis Usahatani dan Pemasaran Buah – Buahan Unggulan di Kabupaten serang .Skripsi Jurusan Ilmu – Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. FakultasPertanian. IPB. Bogor.
Rukmana, Rahmat. 1995. Pepaya, Budidaya dan Pasca Panen. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Saefuddin, A.M. 1983. Dasar – Dasar Pemasaran. Jurusan Ilmu – Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Soeharjo, A. dan Patong, D. 1973. Sendi – Sendi Pokok Ilmu Usahatani. Jurusan social Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Soekartawi, Soeharjo, Dillon, dan Hardaker. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Tjakrawiralaksana, A. 1983. Ilmu Usahatani. Departemen Sosial Ekonomi. Penerbit IPB. Bogor.
Yuntini, T. 2000. Analisis Usahatani Komoditas Pepaya di Desa Nagrak, Kecamatan Sukaraja, Jawa Barat. Skripsi Jurusan Ilmu – Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.