• Tidak ada hasil yang ditemukan

DISKREPANSI PEMBELAJARAN KURIKULUM 2013 BERDASARKAN PERMENDIKBUD NO. 65 TAHUN 2013 DI SD NO. 4 KAMPUNG BARU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DISKREPANSI PEMBELAJARAN KURIKULUM 2013 BERDASARKAN PERMENDIKBUD NO. 65 TAHUN 2013 DI SD NO. 4 KAMPUNG BARU"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

DISKREPANSI PEMBELAJARAN KURIKULUM 2013 BERDASARKAN

PERMENDIKBUD NO. 65 TAHUN 2013

DI SD NO. 4 KAMPUNG BARU

Metta Anugrah Dewi

1

, Md. Sumantri

2

, I Wyn. Widiana

3 1,2,3

Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: mettaanugrahdewi@yahoo.com

1

, madesumantripgsd@yahoo.co.id

2

,

wayan_widiana@yahoo.co.id

3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui diskrepansi pembelajaran kurikulum 2013 berdasarkan Permendikbud No. 65 Tahun 2013 ditinjau dari perencanaan, pelaksanaan, penilaian hasil dan proses pembelajaran, serta pengawasan proses pembelajaran. Penelitian ini merupakan jenis penelitian evaluatif dengan model diskrepansi. Populasinya adalah seluruh tenaga pendidik yang telah mengimplementasikan kurikulum 2013 di SD No. 4 Kampung Baru tahun ajaran 2014-2015. Teknik pengambilan sampelnya adalah purposive sampling. Berdasarkan teknik pengambilan sampel tersebut, diperoleh sampel penelitian adalah guru IA, IIA, IVA dan V. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode dokumentasi, observasi, kuisioner, dan wawancara. Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis uji jenjang Wilcoxon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi kesenjangan (1) sebesar 13,7% dan tergolong kategori sangat kecil pada perencanaan pembelajaran, (2) sebesar 12,5% dan tergolong kategori sangat kecil pada pelaksanaan pembelajaran, (3) sebesar 10,0% dan tergolong kategori sangat kecil pada penilaian hasil dan proses pembelajaran, (4) sebesar 18,1% dan tergolong kategori sangat kecil pada pengawasan pembelajaran, (5) kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kurikulum 2013 berdasarkan Permendikbud No. 65 Tahun 2013 adalah kurangnya pelatihan mengenai kurikulum 2013, adanya perubahan mindset, pengelolaan waktu, guru belum mahir menggunakan teknologi.

Kata kunci: diskrepansi, kurikulum 2013, Permendikbud No. 65

Abstract

This research is aimed to determine the discrepancy learning to the curriculum in 2013 based on the Permendikbud number 65 year of 2013 in terms of lesson planning, implementation learning, assessment of learning outcomes, and supervision of learning. This research was an evaluative research with the discrepancy model. The population were all of educators who had implemented the curriculum in 2013 at SD No. 4 Kampung Baru in the academic year of 2014/2015. The sampling technique used was purposive sampling. Based on this sampling technique, obtained samples were teacher IA , IIA , IVA and V. The data were collected using the document study, observation, questionnaire, and interview. The results of this research were analyzed using Wilcoxon's Rank Sign test. The results showed that there was a discrepancy; (1) very low discrepancy with the score of 13,7% in terms of lesson planning, (2) very low discrepancy with the score of 12,5% in implementation, (3) very low discrepancy with the score of 10,0 % in assessment of learning outcomes, (4) very low discrepancy with the score of 18,1% in supervision of learning, (5) obstacles encountered in the implementation of the curriculum in 2013 based on the regulation Minister of Education and Culture Number 65 were the lack of training on the curriculum in 2013 , the change in mindset , time management , teachers have not been good at using technology.

(2)

Keywords: discrepancy, curriculum 2013, Pemrendikbud number 65

PENDAHULUAN

Kurikulum erat kaitannya dengan perubahan dan perkembangan yang terjadi di masyarakat. Kurikulum juga tidak lepas dari perubahan global, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta seni dan budaya (Kurinasih dan Sani, 2014). Oleh karenanya, perubahan kurikulum adalah sesuatu yang sangat mungkin terjadi dalam bidang pendidikan. Perubahan dan perkembangan kurikulum akan secara terus menerus terjadi. Perubahan dan perkembangan tersebut dimaksudkan agar suatu kurikulum mampu menjawab tantangan zaman yang terus berubah dan mempersiapkan peserta didik yang mampu bersaing di masa depan dengan segala kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dalam perkembangan pendidikan di Indonesia telah beberapa kali diadakan perubahan dan perbaikan kurikulum. Perubahan kurikulum dilaksanakan

berdasarkan kesadaran bahwa

perkembangan dan perubahan yang terjadi menuntut perlunya perbaikan sistem

pendidikan nasional termasuk

penyempurnaan kurikulum untuk mewujudkan masyarakat yang mampu bersaing dan menyesuaikan diri dengan perubahan (Kurinasih dan Sani, 2014). Dalam perbaikan sistem pendidikan nasional, pemerintah telah menempuh berbagai upaya yang mencakup seluruh komponen pembelajaran. Kurikulum menjadi perubahan mendasar yang dapat dilakukan pemerintah untuk melakukan perkembangan pendidikan. Untuk itu, dirancanglah sebuah kurikulum yang dikenal dengan kurikulum 2013.

Kurikulum 2013 merupakan

“serentetan rangkaian penyempurnaan terhadap kurikulum tahun 2004 yang berbasis kompetensi lalu diteruskan dengan kurikulum 2006 (KTSP)” (Kurinasih dan Sani, 2014: 7). Menurut Permendikbud Nomor 67 Tahun 2013, pembelajaran pada kurikulum 2013 merupakan pembelajaran tematik terpadu. Pembelajaran tematik terpadu merupakan pembelajaran yang dilakukan melalui tema sebagai pemersatu dan pusat perhatian yang dipergunakan

untuk memahami konsep. Pelaksanaan pembelajaran pada kurikulum 2013 mengamanatkan pendekatan scientific atau ilmiah dalam pelaksanaannya (Kurinasih dan Sani, 2014). Pendekatan saintifik diyakini sebagai dasar pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah juga mengisyaratkan tentang perlunya proses pembelajaran yang dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan saintifik atau ilmiah.

Iskandar (2009) mengemukakan bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pelaksanaan pembelajaran di sekolah perlu diperhatikan beberapa standar, meliputi: 1) standar proses pembelajaran, 2) standar pendidik dan tenaga kependidikan, 3) standar sarana dan prasarana, 4) standar pengelolaan, 5) standar pembiyaan, dan 6) standar penilaian. Salah satu standar yang terpenting dalam pelaksanaan proses pembelajaran adalah standar proses pembelajaran itu sendiri. Standar proses dalam kurikulum 2013 tercantum pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2013. Standar Proses berdasarkan Permendikbud No. 65 Tahun 2013 adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Standar Proses dalam Permendikbud No. 65 Tahun 2013 mencakup empat aspek dalam pendidikan yaitu perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil dan proses pembelajaran, serta pengawasan proses pembelajaran.

Secara teoretis, kurikulum 2013 memiliki harapan yang sangat besar berkenaan dengan peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah. Namun, pelaksanaan pembelajaran berdasarkan Permendikbud No. 65 Tahun 2013 kerap

mengalami hambatan sehingga

pembelajaran belum berjalan maksimal sesuai dengan standar proses. Berdasarkan permasalahan tersebut, dikeluarkannya surat edaran dari

(3)

Kemendikbud mengenai perbaikan dan pengembangan kurikulum 2013. Anies

Baswedan menyampaikan bahwa

implementasi kurikulum 2013 secara bertahap dan terbatas telah dilakukan pada tahun pelajaran 2013-2014 di 6.221 sekolah dan 295 kabupaten/kota seluruh Indonesia. Selain sekolah tersebut, sekolah yang baru menerapkan satu semester kurikulum 2013 akan tetap menggunakan kurikulum 2006. Kemendikbud mengambil keputusan ini berdasarkan fakta bahwa sebagian besar sekolah belum siap melaksanakan kurikulum 2013 karena beberapa hal, antara lain masalah kesiapan buku, sistem penilaian, penataran guru, pendampingan guru, dan pelatihan kepala sekolah. Salah satu sekolah dasar yang masih menerapkan kurikulum 2013 di Kabupaten Buleleng adalah SD No. 4 Kampung Baru.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ni Ketut Suardani selaku Kepala SD No. 4 Kampung Baru diketahui bahwa terdapat kendala dalam mengimplementasikan kurikulum 2013, yaitu sulitnya merubah mindset guru dan peserta didik. Pembelajaran dalam kurikulum 2013 tidak lagi dalam bentuk mata pelajaran, melainkan dilaksanakan berdasarkan tema sebagai pemersatu. Kendala juga terjadi karena guru masih sulit beradaptasi dengan kegiatan penilaian pembelajaran. Penilaian melibatkan ketiga aspek kognitif yang dimiliki peserta didik yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Penilaian tidak hanya dilakukan terhadap hasil belajar peserta didik, tetapi penilaian juga dilakukan pada proses pembelajaran. Pendidik tidak hanya dituntut untuk inovatif dalam merencanakan dan melaksankan pembelajaran, melainkan juga inovatif dalam melakukan penilaian terhadap segala kemampuan peserta didik.

Untuk mengetahui efektifitas implementasi kurikulum 2013 di SD No. 4 Kampung Baru, perlu adanya penelitian yang meneliti tentang implementasi kurikulum berdasarkan standar yang telah ditetapkan. Penelitian yang dilakukan dapat berupa evaluasi program untuk menilai kesenjangan implementasi kurikulum 2013 berdasarkan Permendikbud No. 65 Tahun 2013. Evaluasi program adalah upaya untuk mengetahui tingkat efektivitas

keterlaksanaan suatu kebijakan beserta masing-masing komponennya secara cermat (Arikunto, 2008). Untuk mengetahui kesenjangan implementasi kurikulum 2013 dengan standar dapat dilakukan dengan evaluasi program model diskrepansi. Madaus dan kaufman (dalam Widoyoko, 2011) mengemukakan model diskrepansi ini merupakan model evaluasi yang berangkat dari asumsi bahwa untuk mengetahui kelayakan suatu program, evaluator dapat membandingkan antara yang diharapkan terjadi (standard) dan yang sebenarnya terjadi (performance) sehingga dapat diketahui ada tidaknya kesenjangan (discrepancy).

Berdasarkan kenyataan tersebut, sangat penting diadakannya penelitian ini guna mengukur tingkat kesenjangan antara implementasi kurikulum 2013 dan Permendikbud No. 65 Tahun 2013 sebagai standar acuan. Untuk itu dilakukan penelitian dengan judul “Analisis Diskrepansi Pembelajaran dengan

Kurikulum 2013 Berdasarkan

Permendikbud No. 65 Tahun 2013 di SD No. 4 Kampung Baru”.

METODE

Penelitian ini dilaksanakan di SD No. 4 Kampung Baru, Kabupaten Buleleng pada semester II (genap) tahun ajaran 2014-2015. Penelitian dilakukan di SD No. 4 Kampung Baru karena merupakan salah satu sekolah percontohan yang menerapkan kurikulum 2013 secara bertahap dari tahun 2013. Penelitian ini termasuk penelitian evaluatif karena dilaksanakan berdasarkan evaluasi program. Model evaluasi program yang digunakan adalah model diskrepansi. Model ini bertujuan untuk menganalisis suatu program sehingga dapat ditentukan apakah suatu program layak untuk diteruskan, ditingkatkan atau sebaiknya dihentikan mementingkan terdefinisinya standard, performance dan discrepancy secara rinci dan terukur (Widoyoko, 2011).

Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh pendidik yang

mengimplementasikan kurikulum 2013 di SD No. 4 Kampung Baru. Populasi adalah keseluruhan objek dalam suatu penelitian (Agung, 2014). Populasi penelitian terdiri

(4)

dari pendidik kelas IA, IB, IIA, IIB, IVA, IVB, dan V. Kemudian dipilih beberapa sampel yang akan digunakan dalam penelitian. Sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil untuk dianggap mewakili seluruh populasi dan diambil dengan menggunakan teknik tertentu (Agung, 2014). Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Purposive sampling merupakan teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2013). Dalam penelitian ini digunakan dua pendidik dari kelas rendah dan dua pendidik dari kelas tinggi. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan agar pada setiap jenjang terdapat pendidik yang mewakili. Berdasarkan teknik pengambilan sampel tersebut, dipilihlah pendidik kelas IA, IIA, IVA dan V di SD No. 4 Kampung Baru sebagai sampel penelitian.

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dari data perencanaan pembelajaran (P1), pelaksanaan pembelajaran (P2), penilaian hasil dan proses pembelajaran (P3), serta pengawasan proses pembelajaran (P4). Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode dokumentasi, metode observasi, metode kuisioner, dan metode wawancara. Metode dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan data berkenaan dengan perencanaan dan penilaian pembelajaran. Metode observasi digunakan untuk

mengumpulkan data mengenai

pelaksanaan pembelajaran. Metode kuisioner digunakan untuk mengumpulkan data berkenaan pengawasan proses pembelajaran yang dilakukan kepala satuan pendidikan dan pengawas. Metode

wawancara digunakan untuk

mengumpulkan data berkenaan dengan kendala-kendala dalam pelaksanaan pembelajaran berdasarkan kurikulum 2013 dan sesuai dengan Permendikbud No. 65 Tahun 2013. Selain itu, metode wawancara juga digunakan untuk memperdalam pengetahuan mengenai keterlaksanaan

komponen pembelajaran yang

dilaksanakan pendidik.

Instrumen yang digunakan berupa lembar dokumentasi, lembar observasi,

kuisioner, dan pedoman wawancara. Sebelum instrumen tersebut digunakan, dilakukan validasi. Untuk memperkuat validasi isi, instrumen penelitian dilakukan penilaian kepada expert judgement. Hasil penilaian pakar dianalisis dengan menggunakan analisis product moment untuk mengetahui valid tidaknya butir instrumen. Butir instrumen dikatakan valid apabila nilai rxy > rtabel.

Hasil penelitian dianalisis menggunakan prosedur uji tanda berjenjang Wilcoxon. Sucipta (2009) mengemukakan bahwa uji wilcoxon adalah uji non parametrik untuk menguji signifikansi hipotesis komparatif 2 sampel berpasangan. Analisis wilcoxon digunakan untuk mencari besarnya diskrepansi pembelajaran pada variabel yang diteliti. Dalam analisis tersebut, dihitung perolehan skor masing-masing variabel. Skor setiap variabel dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan yaitu 100. Kemudian dihitung besar bedanya, tanda beda (+/-), dan dihitung persentase beda acuan dengan rata-rata perolehan skor. Besar beda dalam analisis data menunjukkan besarnya diskrepansi pembelajaran pada setiap variabel. Persentase besarnya beda dimasukkan ke dalam kategori kesenjangan yang telah ditetapkan untuk mengetahui kategori kesenjangan yang terjadi pada masing-masing variabel. Selanjutnya hasil analisis komponen dimaknai persub komponen, komponen, dan variabel sehingga diperoleh gambaran pembelajaran dengan kurikulum 2013 berdasarkan Permendikbud No. 65 Tahun 2013 di SD No. 4 Kampung Baru. Terakhir dikemukakan rekomendasi alternatif pemecahan masalah dalam pelaksanaan pembelajaran dengan kurikulum 2013 berdasarkan Permendikbud No. 65 Tahun 2013 di SD No. 4 Kampung Baru.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini menganalisis diskrepansi (kesenjangan) implementasi pembelajaran dengan kurikulum 2013 berdasarkan Permendikbud No. 65 Tahun 2013. Perolehan skor dan rata-rata pada masing-masing variabel dapat diringkas dalam tabel berikut.

(5)

Tabel 1. Perolehan skor dan rerata variabel pembelajaran berdasarkan permendikbud no. 65 tahun 2013

No. Kelas N

P1

P2

P3

P4

Skor Rerata Skor Rerata Skor Rerata

Skor Rerata

1 IA

1

251,9

84,0 177,4

88,7 186,7

93,3

313,3

78,3

2 IIA

1

248,6

82,9 169,0

84,5 173,3

86,7

307,9

77,0

3 IVA

1

258,6

86,2 171,7

85,8 173,3

86,7

375,8

93,9

4 V

1

276,4

92,1 182,1

91,1 186,7

93,3

313,3

78,3

Jumlah

1035,4

345,1 700,2

350,1 720,0

360,0 1310,3

327,6

Rerata

86,3

87,5

90,0

81,9

Berdasarkan tabel tersebut, perolehan skor total variabel perencanaan pembelajaran adalah sebesar 1035,4 dan rata-rata sebesar 86,3. Perolehan skor total variabel pelaksanaan pembelajaran adalah sebesar 700,2 dan rata-rata sebesar 87,5. Perolehan skor total variabel penilaian hasil dan proses pembelajaran adalah sebesar 720,0 dan rata-rata sebesar 90,0. Perolehan skor total variabel pengawasan proses pembelajaran adalah sebesar 1310,3 dan rata-rata sebesar 81,9.

Skor yang diperoleh pada masing-masing variabel pembelajaran kemudian dianalisis menggunakan prosedur uji tanda berjenjang Wilcoxon. Berdasarkan hasil analisis data, perolehan rata-rata skor implementasi pembelajaran dengan kurikulum 2013 berdasarkan Permendikbud

No. 65 Tahun 2013 ditinjau dari

perencanaan pembelajaran sebesar 86,3 dengan besar beda 13,7. Hal tersebut

berarti terdapat kesenjangan sebesar

13,7% dan tergolong kategori sangat kecil (SK). Perolehan rata-rata skor implementasi

pembelajaran dengan kurikulum 2013

berdasarkan Permendikbud No. 65 Tahun

2013 ditinjau dari pelaksanaan

pembelajaran sebesar 87,5 dengan besar beda 12,5. Hal tersebut berarti terdapat

kesenjangan sebesar 12,5% dan tergolong

kategori sangat kecil (SK).

Perolehan rata-rata skor implementasi

pembelajaran dengan kurikulum 2013

berdasarkan Permendikbud No. 65 Tahun 2013 ditinjau dari penilaian hasil dan proses pembelajaran sebesar 90,0 dengan besar beda 10,0. Hal tersebut berarti terdapat

kesenjangan sebesar 10,0% dan tergolong

kategori sangat kecil (SK). Perolehan rata-rata skor implementasi pembelajaran

dengan kurikulum 2013 berdasarkan

Permendikbud No. 65 Tahun 2013 ditinjau dari pengawasan proses pembelajaran sebesar 81,9 dengan 18,1. Hal tersebut

berarti terdapat kesenjangan sebesar

18,1% dan tergolong kategori sangat kecil

(SK). Rata-rata diskrepansi implementasi

pembelajaran berdasarkan Permendikbud No. 65 Tahun 2013 dapat disajikan dalam grafik sebagai berikut.

50 60 70 80 90 100 P1 P2 P3 P4 R ata -r ata S k o r Kondisi Ideal Kondisi Riil

Gambar 1. Grafik diskrepansi implementasi pembelajaran berdasarkan permendikbud

no. 65 Tahun 2013

Implementasi kurikulum 2013 di SD No. 4 Kampung Baru mengalami

kendala-kendala dalam pelaksanaannya.

Berdasarkan hasil wawancara, kendala-kendala yang dihadapi pendidik ditinjau dari perencanaan pembelajaran yaitu: 1) Pendidik belum memiliki wawasan yang luas mengenai penyusunan perencanaan pembelajaran berdasarkan kurikulum 2013 sehingga belum mampu mengembangkan silabus dan RPP secara mandiri. 2) Pendidik belum terbiasa untuk menuliskan materi pembelajaran secara lengkap. 3)

(6)

Seringkali terdapat perubahan-perubahan peraturan. 4) Kurangnya pelatihan untuk meningkatkan keterampilan pendidik dalam menggunakan teknologi.

Kendala-kendala yang dihadapi pendidik ditinjau dari pelaksanaan pembelajaran antara lain sebagai berikut. 1) Adanya perubahan mindset pada pendidik dan peserta didik. 2) Materi pembelajaran terlalu padat sehingga guru seringkali mengalami kendala dalam menggunakan waktu. 3) Masing-masing pendidik mengalami kendala pada biaya. 4) Pendidik

belum terbiasa melaksanakan

pembelajaran berbasis TIK.

Kendala-kendala yang dihadapi pendidik dalam implementasi kurikulum ditinjau dari penilaian hasil dan proses pembelajaran adalah sebagai berikut. 1) Pendidik belum terbiasa dengan penilaian berdasarkan kurikulum 2013. 2) Kurangnya pelatihan mengenai penyusunan format penilaian. 3) Keterbatasan waktu dalam melaksanakan program pengayaan dan remedial. Kendala-kendala juga dihadapi dalam pengawasan proses pembelajaran. Kendala-kendala terjadi karena pengawas kesulitan mengatur jadwal pembinaan dan pengawasan untuk satuan pendidikan.

Hasil penelitian diperoleh dengan membandingkan antara kondisi riil yang terdapat di SD No. 4 Kampung Baru dan kondisi ideal berdasarkan Permendikbud No. 65 Tahun 2013. Hal tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan Madaus dan kaufman (dalam Widoyoko, 2011), bahwa evaluasi program model diskrepansi memiliki asumsi bahwa untuk mengetahui kelayakan suatu program, evaluator dapat membandingkan antara yang seharusnya diharapkan terjadi (standard) dan yang sebenarnya terjadi (performance).

Perencanaan pembelajaran terdiri dari 3 komponen, yaitu silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan prinsip penyusunan RPP. Berdasarkan hasil analisis data, terdapat diskrepansi sebesar 13,7% dan termasuk kategori sangat kecil (SK) dalam penyusunan perencanaan pembelajaran. Hasil analisis data tersebut menunjukkan adanya diskrepansi pada beberapa komponen yang terdapat pada variabel perencanaan pembelajaran. Dengan diketahui adanya

beberapa diskrepansi pada komponen pembelajaran, diketahui pula komponen yang belum terlaksana dengan baik. Hal tersebut sesuai dengan tujuan evaluasi program model diskrepansi yaitu mengetahui komponen dan subkomponen program yang belum terlaksana dan penyebabnya (Arikunto, 2008).

Diskrepansi terjadi pada beberapa komponen dalam silabus, RPP, dan prinsip penyusunan RPP. Diskrepansi pada silabus terletak pada komponen materi pokok. Materi pokok yang dicantumkan belum ditulis secara urut berdasarkan rumusan pencapaian kompetensi. Indikator lain yang mempengaruhi diskrepansi adalah alokasi waktu yang digunakan guru kelas IA dan IIA. Alokasi waktu yang digunakan cukup sedikit dalam satu kali pertemuan. Alokasi waktu yang kurang memadai tentunya akan berpengaruh terhadap cakupan kompetensi yang dapat dicapai dalam setiap pembelajaran. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Fadlillah (2014) bahwa alokasi waktu adalah beban waktu yang diberikan untuk setiap kompetensi yang akan dicapai. Alokasi waktu tersebut ditentukan berdasarkan keluasan materi yang diajarkan. Berdasarkan Permendikbud No. 65 Tahun 2013, materi pokok yang dicantumkan pada silabus seharusnya ditulis secara sistematis sesuai rumusan pencapaian kompetensi. Alokasi waktu perlu dipertimbangkan terlebih dahulu agar kompetensi dalam pembelajaran dapat tercapai.

Diskrepansi dalam penulisan RPP terletak pada komponen tujuan pembelajaran. Beberapa tujuan pembelajaran belum memuat unsur audience, behaviour, condition, dan degree. Tujuan pembelajaran hendaknya dirumuskan dengan memperhatikan audiensi (audience), tindakan atau perilaku (behavior), kondisi (condition), dan kriteria (degree) (Sani, 2014). Tujuan pembelajaran juga belum mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Bahkan pendidik kelas IA dan IIA tidak mencantumkan tujuan pembelajaran dalam penyusunan RPP. Diskrepansi juga terletak pada penulisan materi pembelajaran. Materi pembelajaran yang dicantumkan belum ditulis secara berurut dan belum memuat fakta, konsep,

(7)

prinsip, dan prosedur yang relevan. RPP yang disusun guru kelas IIA dan IVA hanya mencantumkan butir-butir materi pembelajaran. Selain itu, sumber belajar yang digunakan belum bervariasi. Berdasarkan hasil wawancara, penggunaan sumber yang kurang bervariasi disebabkan karena buku-buku yang dimiliki perpustakaan sangat terbatas. Padahal sumber belajar tidak hanya berasal dari buku, tetapi dapat berasal dari lingkungan sekitar. Sumber belajar dapat berupa media cetak dan elektronik, narasumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya (Fadlillah, 2014). Penulisan tujuan pembelajaran, penulisan materi pokok, dan penggunaan sumber belajar belum memenuhi indikator penyusunan RPP berdasarkan Permendikbud No. 65 Tahun 2013.

Prinsip penyusunan RPP juga menunjukkan adanya diskrepansi. Hal tersebut disebabkan karena belum mengembangkan kegemaran membaca dan menulis. Kegiatan pembelajaran harus mengembangkan kegemaran membaca dan menulis karena kegiatan tersebut sangat penting dalam setiap proses pembelajaran berlangsung. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sani (2014) yang menyatakan bahwa membaca dan menulis merupakan keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup sehingga harus dikembangkan mulai dari tingkat sekolah dasar. Diskrepansi juga terjadi karena pada penyusunan RPP kurang memaksimalkan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Berdasarkan hasil wawancara, kurangnya penggunaan peralatan berbasis teknologi karena keterbatasan prasarana yang dimiliki sekolah seperti LCD, CD pembelajaran, dan laptop. Berdasarkan Permendikbud No. 65 Tahun 2013, prinsip

penyusunan RPP hendaknya

mempertimbangkan pengembangan

membaca dan menulis peserta didik serta penggunaan TIK untuk meningkatkan efektifitas pembelajaran.

Pelaksanaan pembelajaran meliputi dua komponen, yaitu persyaratan

pembelajaran dan pelaksanaan

pembelajaran. Diskrepansi pelaksanaan pembelajaran di SD No. 4 Kampung Baru sebesar 12,5% dan termasuk kategori

sangat kecil (SK). Berdasarkan analisis data, diketahui terdapat ketidaksesuaian antara kondisi riil dan kondisi ideal dalam pelaksanaan pembelajaran. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Madaus dan kaufman (dalam Widoyoko, 2011), bahwa evaluasi program model diskrepansi dalam mengetahui kelayakan suatu program dapat membandingkan antara yang seharusnya diharapkan terjadi (standard) dan yang sebenarnya terjadi (performance) sehingga dapat diketahui terdapat atau tidaknya kesenjangan.

Terdapatnya diskrepansi dalam persyaratan pembelajaran disebabkan karena penggunaan alokasi waktu. Pembelajaran yang dilaksanakan oleh pendidik belum sesuai dengan alokasi waktu yang telah direncanakan. Alokasi waktu yang digunakan seharusnya disesuaikan dengan alokasi waktu yang telah direncanakan dalam RPP. Pendapat tersebut didukung oleh pendapat Fadlillah (2014) bahwa alokasi waktu telah dicantumkan dalam silabus sebagai waktu rata-rata untuk menguasai kompetensi dasar dan alokasi waktu tersebut dirinci kembali dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Diskrepansi juga terjadi karena pendidik tidak menjelaskan silabus pada tiap awal semester. Berdasarkan hasil wawancara, menjelaskan silabus di awal semester tidak dilakukan pendidik karena peserta didik tidak memahami penyampaian silabus yang dilakukan. Tidak menjelaskan silabus kepada peserta didik di awal semester merupakan salah satu persyaratan pembelajaran yang tidak dipenuhi pendidik. Berdasarkan Permendikbud No. 65 Tahun 2013, pada tiap awal semester seharusnya pendidik menjelaskan silabus kepada peserta didik.

Diskrepansi dalam pelaksanaan pembelajaran disebabkan karena guru tidak menyampaikan secara lengkap tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran perlu disampaikan kepada peserta didik agar peserta didik dapat mengetahui secara jelas tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Fadlillah (2014) bahwa tujuan pembelajaran adalah sesuatu yang ingin

(8)

dicapai dalam proses pembelajaran. Pada kegiatan inti guru kelas IIA dan IVA kurang mengembangkan kegiatan mencoba yang dapat berupa kegiatan mendemontrasikan, melakukan eksperimen, dan membaca sumber lain selain buku teks. Padahal melalui kegiatan tersebut peserta didik dapat belajar langsung tentang fenomena atau permasalahan yang dihadapi sehingga apa yang dipelajari akan terekam cukup kuat dalam diri peserta didik. Kegiatan mendemonstrasikan dan melakukan eksperimen merupakan kegiatan yang sangat tepat untuk pembelajaran pada kurikulum 2013 (Fadlillah, 2014).

Tidak menyampaikan tujuan pembelajaran dan kurang mengembangkan kegiatan demonstrasi serta melakukan eksperimen menunjukkan pelaksanaan pembelajaran belum memenuhi indikator berdasarkan Permendikbud No. 65 Tahun 2013. Salah satu indikator pelaksanaan pembelajaran berdasarkan Permendikbud No. 65 Tahun 2013 adalah menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai pada suatu pembelajaran.

Penilaian hasil dan proses pembelajaran terdiri dari pendekatan penilaian dan hasil penilaian. Data penilaian hasil dan proses pembelajaran dalam penelitian ini dikumpulkan dengan

menggunakan instrumen lembar

dokumentasi. Diskrepansi penilaian hasil dan proses pembelajaran sebesar 10,0% dan termasuk kategori sangat kecil (SK). Berdasarkan hasil analisis, terdapat diskrepansi dalam pelaksanaan penilaian hasil dan proses pembelajaran. Penelitian ini membuktikan adanya diskrepansi pada penilaian berdasarkan kurikulum 2013 sebagai program yang diterapkan pemerintah. Hal tersebut sejalan dengan teori yang dikemukakan Arikunto (2008)

bahwa dalam penelitian yang

menggunakan model diskrepansi akan memperoleh adanya kesenjangan di dalam pelaksanaan program.

Diskrepansi dalam penilaian pembelajaran disebabkan karena belum semua guru melakukan pengayaan kepada peserta didik yang tuntas lebih awal. Kegiatan pengayaan seharusnya dilakukan setiap pembelajaran. Berdasarkan

Permendikbud No. 65 Tahun 2013, kegiatan pengayaan dilakukan pada setiap pembelajaran agar dapat mengembangkan potensi peserta didik yang memiliki kemampuan lebih. Secara umum penilaian yang dilakukan pendidik telah memenuhi Permendikbud No. 65 Tahun 2013. Dengan berjalannya pelaksanaan penilaian yang mencakup ketiga ranah kognitif peserta didik, pendidik telah dapat memenuhi standar penilaian yang dilakukan pada kurikulum 2013. Standar penialaian pada kurikulum 2013 mengarahkan pada adanya penilaian dari semua aspek dengan menggunakan penilaian berbasis kompetensi yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara proporsional (Kurniasih dan Sani, 2014).

Pengawasan proses pembelajaran dilakukan melalui kegiatan pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut. Pengawasan proses pembelajaran dilakukan oleh kepala satuan pendidikan dan pengawas. Data pengawasan proses pembelajaran dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan instrumen lembar kuisioner. Diskrepansi pengawasan proses pembelajaran sebesar 18,1% dan termasuk kategori sangat kecil (SK). Berdasarkan analisis data, terjadi diskrepansi pada beberapa komponen yang terdapat pada variabel pengawasan proses pembelajaran. Diskrepansi tersebut menunjukkan pelaksanaan pengawasan proses pembelajaran kurang efektif. Dengan diketahuinya diskrepansi pada beberapa komponen, dapat ditentukan alternatif kebijakan yang akan diambil. Hal tersebut sejalan dengan tujuan model diskrepansi yang dikemukakan Widoyoko (2011), bahwa model ini bertujuan untuk menganalisis suatu program sehingga dapat ditentukan suatu program layak untuk diteruskan, ditingkatkan atau sebaiknya dihentikan mementingkan terdefinisinya standard, performance, dan discrepancy secara rinci dan terukur.

Terdapatnya diskrepansi pada pemantauan pembelajaran disebabkan karena kepala satuan pendidikan dan pengawas belum memantau secara mendetail mengenai penilaian yang dilakukan pendidik. Kegiatan pemantauan tersebut harusnya dilakukan oleh kepala

(9)

satuan pendidikan dan pengawas melalui beberapa kegiatan seperti diskusi kelompok, pengamatan, pencatatan, wawancara, dan dokumentasi sehingga diketahui kekurangan pendidik dalam melaksanakan penilaian pembelajaran Permendikbud No. 65 Tahun 2013.

Diskrepansi pada supervisi pembelajaran disebabkan beberapa hal sebagai berikut. 1) Pengawas satuan pendidikan kurang membimbing guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. 2) Pengawas satuan pendidikan kurang membimbing guru mengenai cara merawat dan menggunakan media pembelajaran. 3) Pengawas satuan pendidikan kurang melakukan supervisi terhadap penilaian pembelajaran pendidik. Kegiatan supervisi hendaknya dilaksanakan secara terprogram agar pendidik dapat mengetahui perbaikan yang perlu dilakukan dalam meningkatkan pembelajaran termasuk penilaian pembelajaran. Supervisi adalah proses pemberian layanan kepada guru secara sistematis, objektif, terprogram dengan menggunakan teknik dan pendekatan yang sesuai dalam rangka pencapaian tujuan instruksional dalam usaha memperbaiki pengajaran (Wahyudi, 2012). Berdasarkan Permendikbud No. 65 Tahun 2013, pengawas satuan pendidikan hendaknya membimbing guru dalam melaksanakan pembelajaran, merawat dan menggunakan media pembelajaran, serta melakukan supervisi terhadap penilaian pembelajaran yang dilakukan pendidik.

Diskrepansi pada pelaporan terjadi karena kepala satuan pendidikan dan pengawas belum maksimal dalam menyusun hasil pemantauan dan supervisi proses pembelajaran. Hasil pemantauan dan supervisi seharusnya dapat disusun dengan lengkap dalam sebuah laporan yang nantinya akan dilaporkan kepada pemangku kepentingan (Permendikbud No. 65 Tahun 2013). Diskrepansi juga terjadi pada tindak lanjut pengawasan proses pembelajaran yang disebabkan beberapa hal sebagai berikut. 1) Kurangnya penghargaan yang diberikan oleh kepala sekolah kepada guru yang telah memenuhi standar. 2) Kurangnya penghargaan yang diberikan oleh pengawas satuan pendidikan kepada guru yang telah memenuhi standar.

Berdasarkan Permendikbud No. 65 Tahun 2013, tindak lanjut hasil pengawasan dilakukan dalam bentuk pemberian penguatan, penghargaan, dan pemberian kesempatan kepada guru untuk mengikuti program pengembangan keprofesionalan berkelanjutan. Penguatan dan penghargaan yang diberikan oleh kepala satuan pendidik

dan pengawas tentunya akan

mempengaruhi motivasi pendidik untuk meningkatkan kualitas pembelajaran menjadi lebih baik.

Berdasarkan hasil wawancara, kendala-kendala yang dihadapi pendidik

dalam menyusun perencanaan

pembelajaran antara lain sebagai berikut. 1) Pendidik di SD No. 4 Kampung Baru belum memiliki wawasan yang luas mengenai penyusunan perencanaan pembelajaran berdasarkan kurikulum 2013 sehingga pendidik belum mampu mengembangkan silabus dan RPP secara mandiri. Untuk mengatasi hal tersebut, pengembangan silabus dan RPP dilakukan melalui diskusi bersama kelompok kerja guru (KKG). KKG ini melibatkan seluruh sekolah dasar yang menerapkan kurikulum 2013 se-Kabupaten Buleleng. Dalam KKG, guru akan mengembangkan silabus dan RPP berdasarkan kelas masing-masing. 2) Pendidik belum terbiasa untuk menuliskan materi pembelajaran secara lengkap. Penulisan materi pembelajaran belum berurut sesuai dengan urutan indikator pencapaian kompetensi. 3) Seringkali terdapat perubahan-perubahan peraturan yang mengatur tentang penyusunan perencanaan pembelajaran baik itu silabus maupun RPP sehingga pendidik kesulitan dalam menyusun silabus dan RPP. 4) Kurangnya pelatihan untuk meningkatkan keterampilan pendidik untuk menggunakan teknologi seperti komputer.

Berdasarkan hasil wawancara, kendala-kendala yang dihadapi pendidik antara lain sebagai berikut. 1) Adanya perubahan mindset pada pendidik dan peserta didik bahwa pembelajaran yang dilaksanakan bukan lagi pembelajaran seperti pembelajaran yang menerapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Pembelajaran tidak lagi dilakukan berdasarkan mata pelajaran, melainkan berdasarkan tema sebagai pemersatu.

(10)

Dalam tema tersebutlah terdapat beberapa kompetensi dari mata pelajaran yang harus dicapai peserta didik. Kini pembelajaran tidak terpisah-pisah lagi, peserta didik dapat mengetahui keterkaitan antara mata pelajaran satu dengan mata pelajaran lainnya. 2) Materi pembelajaran terlalu padat dalam satu pembelajaran sehingga guru seringkali mengalami kendala dalam menggunakan waktu. Untuk mengatasi hal tersebut, guru dituntut untuk dapat mengolah kembali kegiatan-kegiatan pembelajaran agar sesuai dengan alokasi waktu. 3) Masing-masing pendidik mengalami kendala pada biaya untuk

mempersiapkan pelaksanaan

pembelajaran. Biaya tersebut meliputi biaya pembuatan media dan pembuatan LKS. 4) Kurangnya pelatihan untuk meningkatkan keterampilan pendidik untuk melaksanakan pembelajaran berbasis TIK.

Berdasarkan hasil wawancara, kendala-kendala yang dihadapi pendidik antara lain sebagai berikut. 1) Pendidik belum terbiasa dengan penilaian berdasarkan kurikulum 2013. Penilaian yang dilakukan sangat kompleks mencakup tiga aspek, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik. Segala aktivitas peserta didik selama proses pembelajaran diperhatikan dan diberi nilai. Pendidik dituntut untuk bisa menguasai kelas, mengawasi pembelajaran, dan menilai segala aktivitas peserta didik dalam waktu yang bersamaan. 2) Kurangnya pelatihan mengenai penyusunan format penilaian sehingga pendidik kesulitan dalam membuat format penilaian karena belum terbiasa membuat rubrik penilaian mengenai sikap dan keterampilan. 3) Keterbatasan waktu yang dimiliki pendididik

menyebabkan pendidik belum

melaksanakan program pengayaan untuk peserta didik yang telah tuntas lebih awal, hanya melaksanakan program remedial bagi peserta didik yang belum tuntas. 4) Keterbatasan waktu yang dimiliki pendididik juga menyebabkan program remedial jarang dilakukan untuk setiap pembelajaran, remedial biasa dilaksanakan setelah akhir semester.

Perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran tentunya memerlukan pengawasan dari kepala

satuan pendidikan dan pengawasan. Berdasarkan hasil wawancara, kendala-kendala yang dihadapi dikarenakan pengawas satuan pendidikan lebih disibukkan dengan kegiatan di luar, seperti workshop dan diklat. Hal ini menunjukkan pengawas kesulitan mengatur jadwal pembinaan dan pengawasan untuk satuan pendidikan.

Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian yang dilakukan I Made Sudarma. Hasil penelitian menunjukkan adanya diskrepansi dalam pelaksanaan program. Penelitian I Made Sudarma (2011) berjudul Analisis Diskrepansi Pelaksanaan Standar Proses Kelompok Mata Pelajaran IPTEK pada SMA Rintisan Bertaraf Internasional di Kabupaten Klungkung Tahun 2010-2011 (Studi Evaluasi di SMA Negeri 2 Semarapura). Hasil penelitian I Made Sudarma menyatakan: (1) terjadi kesenjangan dengan kategori sangat kecil pada perencanaan pembelajaran, (2) terjadi kesenjangan dengan kategori sangat kecil pada pelaksanaan pembelajaran, (3) terjadi kesenjangan pada penilaian hasil belajar dengan kategori sangat kecil, dan (4) terjadi

kesenjangan pada pengawasan

pembelajaran dengan kategori kecil. Kesenjangan ini terjadi karena ada beberapa kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan standar proses.

SIMPULAN DAN SARAN

Setelah semua tahapan evaluasi program dilakukan, dapat ditarik simpulan bahwa terdapat kesenjangan sebesar 13,7% dalam implementasi kurikulum 2013 di SD No. 4 Kampung Baru berdasarkan Permendikbud No. 65 Tahun 2013 ditinjau dari perencanaan pembelajaran. Terdapat kesenjangan sebesar 12,5% dalam implementasi kurikulum 2013 di SD No. 4 Kampung Baru berdasarkan Permendikbud No. 65 Tahun 2013 ditinjau dari pelaksanaan pembelajaran. Terdapat kesenjangan sebesar 10,0% dalam implementasi kurikulum 2013 di SD No. 4 Kampung Baru berdasarkan Permendikbud No. 65 Tahun 2013 ditinjau dari penilaian hasil dan proses pembelajaran. Terdapat kesenjangan sebesar 18,1% dalam implementasi kurikulum 2013 di SD No. 4 Kampung Baru berdasarkan Permendikbud

(11)

No. 65 Tahun 2013 ditinjau dari pengawasan proses pembelajaran.

Dalam implementasi kurikulum 2013 terdapat beberapa kendala yang dialami.

Kendala-kendala implementasi

pembelajaran dengan kurikulum 2013 yang dihadapi yaitu: 1) kurangnya wawasan pendidik mengenai cara penyusunan perencanaan pembelajaran, 2) pendidik belum terbiasa menuliskan materi pembelajaran secara lengkap dan sistematis, 3) terdapat perubahan-perubahan peraturan, 4) kurangnya pelatihan untuk meningkatkan keterampilan menggunakan teknologi, 5) perubahan mindset pendidik dan peserta didik, 6) pengelolaan waktu, 7) kendala dalam biaya, 8) pendidik belum terbiasa dengan penilaian kurikulum 2013, 9) kurangnya pelatihan penyusunan format penilaian, 10) keterbatasan waktu untuk melaksanakan pengayaan dan remedial, 11) kesulitan mengatur jadwal pembinaan dan pengawasan untuk satuan pendidikan.

Hasil penelitian berkenaan analisis diskrepansi pembelajaran dengan kurikulum berdasarkan Permendikbud No. 65 Tahun 2013 di SD No. 4 Kampung Baru menunjukkan diskrepansi pembelajaran berada pada kategori sangat kecil. Walaupun masih terdapat diskrepansi, implementasi kurikulum 2013 di SD No. Kampung Baru dapat terus dilanjutkan agar sesuai dengan Permendikbud No. 65 Tahun 2013. Secara teoretis, penelitian ini

diharapkan dapat memperluas

pengetahuan mengenai pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan standar acuan.

Untuk meningkatkan pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan standar, terdapat beberapa saran yang diberikan kepada pihak terkait. Saran-saran tersebut ditujukan pada pendidik, kepala sekolah, dan instansi berwenang. Pendidik diharapkan dapat meningkatkan perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran agar sesuai dengan Permendikbud No. 65 Tahun 2013. Kepala sekolah perlu meningkatkan pengawasan terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan

penilaian pembelajaran agar sesuai dengan Permendikbud No. 65 Tahun 2013. Instansi Berwenang perlu meningkatkan kegiatan pelatihan mengenai implementasi kurikulum 2013 agar dapat meningkatkan wawasan pendidik mengenai implementasi kurikulum 2013.

DAFTAR PUSTAKA

Agung, A. A. Gede. 2014. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja: Aditya Media Publishing

Agung, A. A. Gede. 2014. Arah Penelitian Pendidikan Dasar (Ke-SD-an) Berorientasi Kurikulum 2013. Makalah disajikan dalam Seminar Akademik Jurusan PGSD, UNDIKSHA, Singaraja 14 Oktober 2014

Arikunto, Suharsimi dan Cepi Safudrin Abdul Jabar. 2008. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Iskandar. 2009. Psikologi Pendidikan

Sebuah Orientasi Baru. Cipayung: Gaung Persada Press

Kurniasih, Imas dan Berlin Sani. 2014. Sukses Mengimplementasikan Kurikulum 2013. Jakarta: Kata Pena Kamal, Mustafa. 2014, 8 Desember.

“Mendikbud Hentikan Kurikulum 2013, Kembali ke Kurikulum 2006”. Kompas. Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah

Permendikbud No. 67 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Widoyoko, Eko Putro. 2011. Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Gambar

Tabel 1. Perolehan skor dan rerata variabel pembelajaran   berdasarkan permendikbud no

Referensi

Dokumen terkait

Program ini merupakan proyek percontohan yang diharapkan dapat mendemontrasikan pengelolaan terpadu padang lamun dan habitat lainnya yang terkait untuk mencegah

Titrasi harus dilakukan dalam larutan yang bersifat asam kuat karena reaksi tersebut tidak terjadi bolak balik, sedangakan potensial elektroda sangat tergantung pada pH.. Asam

Berdasarkan latar belakang, identifikasi, dan batasan masalah yang telah dikemukakan pada bagian terdahulu, maka pokok permasalahan yang menjadi agenda besar dan

(d) Post-modernisme didefinisikan sebagai aliran atau pemikiran yang berkaitan dengan reaksi- reaksi atas ‘kegagalan’ yang terjadi dalam aliran arsitektur modern, yang timbul

II-2 Perusahaan yang melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja secara serius, akan dapat menekan angka resiko kecelakaan dan penyakit kerja dalam tempat kerja,

Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah mengimplementasikan solusi untuk permasalahan sistem persamaan kongruen dinamis dan melakukan uji coba untuk mengetahui kebenaran dan

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan layanan perpustakaan dengan bantuan teknologi informasi dan komunikasi adalah dengan menggunakan teknologi Radio Frequency

Skripsi dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar IPA Siswa Kelas V MI Bendiljati