• Tidak ada hasil yang ditemukan

FISIOLOGI DAN PENGUKURAN KERJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FISIOLOGI DAN PENGUKURAN KERJA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

tutorial 11

Prodi Teknik Industri

Fakultas Teknologi Industri

Universitas Islam Indonesia

Tahun Ajaran

2016/2017

LINGKUNGAN KERJA FISIK 2

(2)

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 1

Lingkungan Kerja Fisik II

Lingkungan kerja fisik merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang berpengaruh dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan, misalnya penerangan, suhu udara, ruang gerak, keamanan, kebersihan, ataupun musik (Nawawi, 2001). Dalam tutorial kali ini, akan dilakukan pengamatan mengenai pengaruh suhu dan kebisingan terhadap hasil suatu pekerjaan.

A. Tujuan Tutorial

1. Mengetahui pengaruh temperatur terhadap hasil kerja dan menentukan tingkat temperatur yang optimal untuk bekerja.

2. Mengetahui hubungan antara temperatur dengan output yang dihasilkan.

3. Mengetahui dan memahami pengaruh tingkat kebisingan pada lingkungan kerja terhadap hasil suatu pekerjaan.

4. Mengetahui cara pengukuran temperatur dan tingkat kebisingan dengan menggunakan alat.

5. Mampu menganalisis perancangan lingkungan kerja fisik yang optimum.

B. Input dan Output

Input:

a) Deskripsi subyek b) Data jumlah output

Output:

Analisa perbandingan produktivitas dengan perlakuan lingkungan kerja fisik yang berbeda.

(3)

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 2

C. Alat Tutorial dan Prosedur Penggunaan

a) Ruang Iklim

Ruang iklim pada laboratorium Desain Sistem Kerja dan Ergonomi UII merupakan fasilitas laboratorium yang digunakan untuk melakukan simulasi berbagai keadaan lingkungan kerja fisik, seperti simulasi pencahayaan, temperatur, kebisingan, dan getaran.

Gambar 1. Ruang Iklim Lab.DSKE UII b) Air Conditioner (AC)

AC digunakan untuk melakukan simulasi yang berkaitan dengan temperature dengan suhu yang diatur sesuai skenario.

c) Speaker

Speaker digunakan untuk memberikan pengaruh kebisingan dalam operator menyelesaikan pekerjaan.

Gambar 2. Speaker d) Thermohygrometer

Thermohygrometer merupakan alat yang dirancang dapat mengukur temperatur suatu blingkungan kerja disik.

(4)

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 3 Gambar 3. Thermohygrometer

Berikut ini adalah cara pengukuran temperatur menggunakan thermohygrometer: 1) Menempatkan sensor Thermohygrometer pada tempat yang ingin diukur. 2) Menunggu hasil output hingga lima menit.

3) Mengamati skala yang ada pada thermohygrometer digital. e) Sound Level Meter

Sound Level Meter merupakan alat yang dirancang untuk dapat mengukur kebisingan dari suatu objek.

Gambar 4. Sound Level Meter

Berikut ini adalah cara pengukuran kebisingan menggunakan sound level meter: 1) Memilih selector posisi SLM yang sesuai dengan jenis kebisingan.

2) Memilih selectorrange intensitas kebisingan. 3) Menentukan area pengukuran.

4) Mengukur tingkat tekanan bunyi dB selama 10 menit untuk tiap pengukuran dengan pembacaan dilakukan setiap interval 5 detik.

5) Tulis hasil pengukuran dan hitung rata-rata kebisingan (Leq) f) Laptop

Laptop digunakan untuk menjalankan software Design Tool dan juga untuk mengolah data praktikum.

(5)

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 4 Gambar 5. Laptop atau Komputer

g) Software Design Tool

Software Design Tool digunakan untuk sebagai aplikasi bantu untuk melakukan aktivitas yang mengukur short-term memory. Hasil (output) dari kegiatan tersebut akan menjadi data yang akan dianalisa.

Gambar 6. Software Design Tool

h) Observation Sheet dan alat tulis

Observation Sheet adalah lembaran dimana praktikan menulis data yang didapatkan pada saat praktikum.

(6)

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 5

D. Landasan Teori

1) Temperatur

Temperatur merupakan besaran fisika yang merupakan ukuran panas atau dinginnya suatu kondisi. Menurut Sutalaksana (1979), untuk berbagai tingkat temperatur akan memberikan pengaruh yang berbeda-beda, yaitu sebagai berikut:

1. 49° celcius temperatur dapat ditahan sekitar 1 jam, tetapi jauh diatas kemampuan fisik dan mental.

2. 30° celcius aktivitas mental dan daya tangkap mulai menurun dan cenderung untuk membuat kesalahan dalam pekerjaan dan timbul kelelahan fisik.

3. 24° celcius kondisi kerja optimum.

4. 10° celcius kelakuan fisik yang ekstrim mulai muncul.

Dari suatu penyelidikan pula dapat diperoleh bahwa produktivitas kerja manusia akan mencapai tingkat yang paling tinggi pada suhu 24 sampai 27 derajat celcius (Sutalaksana. 1979)

1.1Penyakit Akibat Temperatur yang Tidak Sesuai

Secara lebih rinci gangguan kesehatan akibat pemaparan suhu lingkungan panas yang berlebihan dapat dijelaskan sebagai berikut (Tarwaka, 2004):

a. Gangguan perilaku dan performansi kerja seperti terjadinya kelelahan. b. Dehidrasi

Dehidrasi adalah suatu kehilangan cairan tubuh yang berlebihan yang disebabkan baik oleh penggantian cairan yang tidak cukup. Pada kehilangan cairan tubuh < 1,5% gejalanya tidak nampak, kelelahan muncul lebih awal dan mulut mulai kering. c. Heat Rash

Keadaan seperti biang keringat atau keringat buntat, gatal kulit akibat kondisi kulit terus basah. Pada kondisi demikian pekerja perlu beristirahat pada tempat yang lebih sejuk dan menggunakan bedak penghilang keringat.

d. Heat Cramps

Merupakan kejang-kejang otot tubuh (tangan dan kaki) akibat keluarnya keringat yang menyebabkan hilangnya garam natrium dari tubuh yang kemungkinan besar disebabkan karena minum terlalu banyak dengan sedikit garam natrium.

(7)

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 6 e. Heat Syncope atau Fainting

Keadaan ini disebabkan karena aliran darah ke otak tidak cukup karena sebagian besar aliran darah di bawah permukaan kulit atau perifer yang disebabkan karena pemaparan suhu tinggi.

f. Heat Exhaustion

Keadaan ini terjadi apabila tubuh kehilangan terlalu banyak cairan dan atau kehilangan garam. Gejalanya mulut kering, sangat haus, lemah, dan sangat lelah. Gangguan ini biasanya banyak dialami oleh pekerja yang belum beraklimatisasi terhadap suhu udara panas.

g. Heat Stroke

Keadaan ini terjadi ketika tubuh menjadi sangat panas dimana kelenjar keringat dan organ tubuh lainnya tidak berfungsi secara normal. Keadaan ini merupakan yang paling membahayakan.

2) Bunyi

Bunyi adalah tekanan yang dapat dideteksi oleh telinga atau gelombang longitudinal yang merambat melalui medium yang berupa zat cair, padat dan gas. Berdasarkan SK Kementrian Lingkungan Hidup No.Kep.Men-48/MEN.LH/11/1996 kebisingan merupakan bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Dalam penelitian Firdaus, dkk. (2009) dinyatakan bahwa terdapat tiga aspek yang menetukan kualitas bunyi yang menentukan tingkat gangguan terhadap manusia yaitu:

a. Lama waktu bunyi tersebut terdengar

b. Intensitas biasanya diukur dengan desibel (db) yang menunjukan besarnya arus energi per satuan luas

c. Frekuensi suara yang menunjukan jumlah gelombang suara yang sampai ditelinga seseorang setiap detik (jumlah getaran per detik atau hertz)

2.2 Ambang Batas Kebisingan

Penyampaian suatu informasi atau berita sederhana akan dapat dimengerti selama tingkat pemberitannya setinggi 10 dB atau lebih tinggi dari ambang batas kebisingan. Akan tetapi, untuk berita yang lebih kompleks yang terdiri dari kata-kata yang kurang dikenal, tingkat

(8)

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 7

pembicaraannya harus 20 dB atau lebih tinggi dari ambang batas kebisingan. Adapun tingkat pembicaraan dikategorikan sebagai berikut:

1. Percakapan biasa : 60-65 dB 2. Pembicara di suatu seminar : 65-75 dB 3. Berteriak : 80-85 dB

Nilai-Nilai tersebut diaplikasikan pada jarak 1 meter dari pembicara. Sehingga dapat disimpulkan bahwa komunikasi akan sangat sulit pada ambang kebisingan di atas 80 dB. Jarak tersebut dapat dikurangi sampai pembicara harus berteriak pada telinga pendengar. (Nurmianto, 1996).

Adapun nilai ambang batas waktu pemaparan kebisingan per hari kerja berdasarkan intensitas kebisingan yang diterima pekerja adalah sebagai berikut:

Tabel 1. NAB Kebisingan

Lama paparan per hari (jam) Tingkat kebisingan (dB)

24 80 16 82 8 85 4 88 2 91 1 94 ½ 97 ¼ 100

Catatan: Tidak boleh terpapar lebih dari 140dB walaupun sesaat

(9)

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 8 2.3 Perhitungan Kebisingan

Dalam suatu pengukuran kebisingan, didapatkan data-data berikut ini: Tabel 2. Rekapitulasi Data Pengamatan

Berdasarkan tabel diatas, terdapat sebanyak 120 data yang didapatkan dari pengamatan pada lingkungan kerja dengan paparan bunyi tertentu selama 10 menit. Pengukuran tingkat kebisingan yang ditimbulkan menggunakan sound level meter setiap lima detik. Untuk dapat mengolah rekapitulasi data pada tabel 7, dilakukan perhitungan berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: KEP-48/MENLH/11/1996 sebagai berikut:

(10)

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 9 Berikut ini adalah distribusi frekuensi berdasarkan pada tabel 7.

Tabel 3. Distribusi Frekuensi

No Interval bising Nilai Tengah Frekuensi

1 32,8 - 38,84 35,82 11 2 38,94 - 44,98 41,96 22 3 45,08 - 51,12 48,1 15 4 51,22 - 57,26 54,24 17 5 57,36 - 63,4 60,38 13 6 63,5 - 69,54 66,52 18 7 69,64 - 75,68 72,66 14 8 75,78 - 81,82 78,8 10 Menghitung LTM5 LTM5 = 10 𝑙𝑜𝑔 1 𝑛𝑇𝑛. 100,1𝐿𝑛

(11)

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 10

E. Prosedur Tutorial

Berikut ini merupakan alur tutorial Lingkungan Kerja Fisik 2.

Gambar 8. Alur Tutorial

Gambar 8 di atas menunjukkan alur tutorial pada tutorial lingkungan kerja fisik mengenai temperatur dan kebisingan. Pada pengolahan data, praktikan akan mengolah

Mulai

Pengarahan tutorial & posttest

Penentuan operator PRETEST Suhu normal PRETEST Kebisingan normal POSTTEST Suhu dingin POSTTEST Kebisingan tinggi Pengolahan Data Penginputan Data Analisis Hasil Laporan sudah memenuhi syarat? ACC Asisten Upload laporan Selesai Tidak Ya

(12)

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 11 data untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara Pre-test dan Post-test. Oleh karena itu, digunakan uji statistik Paired Sample T-Test.

Uji Paired Sample T-test merupakan bagian dari statistika parametrik, sehingga mensyaratkan data haruslah terdistribusi normal terlebih dahulu yang dicek berdasarkan uji normalitas data.

(13)

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 12 REFERENSI

Dewi, M. P. (2009 ). Analisis Pemaparan Intensitas Kebisingan di Unit Compressor dan Unit Cooling Tower PT. Indo Acidatama Tbk, Kemiri, Kebakkramat, Karanganyer.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP-48/MENLH/11/1996. (1996). Jakarta: Kementrian Lingkungan Hidup.

Nurmianto, E. (1996). Ergonomi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya: Guna Widya.

Oktri Mohammad Firdaus, N. J. (2009). Analisis Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Aktivitas Pekerja. 5th National Industrial Engineering Conference, 484-491. Sutalaksana, I.Z., Anggawisastra, R. & Tjakraatmadja, J.H. (1979). Teknik Tata Cara

Kerja. ITB, Bandung.

Tarwaka, Bakri, Sudiajeng. (2004). Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. UNIBA Press. Surakarta

(14)

www.labdske-uii.com

-There is no best way

Gambar

Gambar 1. Ruang Iklim Lab.DSKE UII  b)  Air Conditioner (AC)
Gambar 6. Software Design Tool
Tabel 1. NAB Kebisingan
Tabel 3. Distribusi Frekuensi
+2

Referensi

Dokumen terkait

Adapun hasil wawancara peneliti dapatkan.sebagai.berikut: Narasumber pertama yakni dari tokoh masyarakat pocangan yang bernama miswari sebagai tokoh masyarakat desa pocangan,

Vektor kloning ini mempunyai beberapa keuntungan, di antaranya adalah (1) dapat digunakan untuk mengkloning fragmen hasil PCR yang menggunakan enzim DNA polimerase tertentu

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui persentase siswa yang mengalami kesulitan, mendeskripsikan jenis kesulitan yang dialami siswa, serta mengetahui faktor

Menurut WHO, Kecelakaan lalu lintas adalah kejadian pada lalu lintas jalan yang sedikitnya melibatkan satu kendaraan yang menyebabkan cedera atau kerusakan atau kerugian

Sesuatu yang hadir dalam diri manusia atau diketahui kehadirannya tanpa perantara apapun atau obyek yang diketahui dalam akal itu yang hadir dalam diri

Dalam konteks tersebut, Polri telah melakukan berbagai upaya, diantaranya adalah dengan mengeluarkan berbagai kebijakan yang termuat dalam beberapa Telegram Kapolri yang

Data tersebut menunjukkan bahwa beberapa operator sewing mengalami stres kerja kategori sedang dan tinggi serta beban kerja fisik dan beban kerja mental