• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM BIDANG CIPTA KARYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM BIDANG CIPTA KARYA"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

ASPEK LINGKUNGAN

DAN SOSIAL DALAM

BIDANG CIPTA KARYA

RPI2-JM bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal lingkungan dan sosial untuk meminimalkan pengaruh negatif pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya terhadap lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kajian aspek lingkungan dan sosial meliputi acuan peraturan perundang-undangan, kondisi eksisting lingkungan dan sosial, analisis dengan instrumen, serta pemetaan antisipasi dan rekomendasi perlindungan lingkungan dan sosial yang dibutuhkan.

8.1

Analisis Perlindungan Lingkungan

Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPI2-JM bidang Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten/kota telah mengakomodasi prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

8.1.1 Kajian Lingkungan Hidup Strategis

A. Pemahaman Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.

KLHS perlu diterapkan di dalam RPI2-JM antara lain karena:

1. RPI2-JM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan infrastruktur.

(2)

program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup.

Program KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) merupakan instrument yang relative baru dikembangkan sebagai penguatan program untuk menyusun rumusan kebijakan rencana program berorientasi pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Pembangunan berwawasan lingkungan adalah suatu konsep pembangunan yang memadukan aspek ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan hidup dalam upaya mensejahterakan masyarakat. Hal itu mengacu pada pertumbuhan dengan memperhatikan keterbatasan sumber daya alam dan kemampuan institusi masyarakat didalam melaksanakan pembangunan, kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang merupakan dasar didalam menyusun program program pembangunan. Disamping itu pembangunan berkelanjutan tidak akan tercapai tanpa memasukkan unsur konservasi lingkungan ke dalam kerangka proses pembangunan.

Fungsi dari KLHS adalah untuk :

1. Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan dan keberlanjutan melalui penyusunan Kebijakan, Rencana dan Program (KRP) untuk meningkatkan manfaat pembangunan; 2. Memperkuat proses pengambilan keputusan atas KRP, mengurangi kemungkinan

kekeliruan dalam membuat prakiraan/prediksi pada awal proses perencanaan kebijakan, rencana, atau program pembangunan;

(3)

Gambar 8.1. Kedudukan KLHS Terhadap AMDAL

Gambar 8.2. Perbedaan KLHS dengan AMDAL

Beberapa manfaat dari disusunnya KLHS adalah sebagai berikut :

1. Merupakan instrumen proaktif dan sarana pendukung pengambilan keputusan;

2. Mengidentifikasi dan mempertimbangkan peluang-peluang baru melalui pengkajian sistematis dan cermat atas opsi pembangunan yang tersedia;

3. Mempertimbangkan aspek lingkungan hidup secara lebih sistematis pada jenjang pengambilan keputusan yang lebih tinggi;

4. Mencegah kesalahan investasi berkat teridentifikasinya peluang pembangunan yang tidak berkelanjutan sejak dini;

5. Tata pengaturan (governance) yang lebih baik berkat keterlibatan para pihak (stakeholders) dalam proses pengambilan keputusan melalui proses konsultasi dan partisipasi;

6. Melindungi asset-asset sumberdaya alam dan lingkungan hidup guna menjamin berlangsungnya pembangunan berkelanjutan;

7. Memfasilitasi kerjasama lintas batas untuk mencegah konflik, berbagi pemanfaatan sumberdaya alam, dan menangani masalah kumulatif dampak lingkungan.

(4)

memperkuat serta mengefisienkan proses penyusunan AMDAL suatu rencana kegiatan. Secara rinci tujuan dari penyusunan KLHS adalah :

1. Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan hidup dan keberlanjutan dalam penyusunan kebijakan, rencana, atau program (KRP) ;

2. Memperkuat proses pengambilan keputusan atas KRP ;

3. Membantu mengarahkan, mempertajam fokus, dan membatasi lingkup penyusunan dokumen lingkungan yang dilakukan pada tingkat rencana dan pelaksanaan usaha atau kegiatan.

B. Kaidah Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

Secara umum, KLHS berfungsi untuk menelaah efek dan/atau dampak lingkungan, sekaligus mendorong pemenuhan tujuan- tujuan keberlanjutan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya dari suatu kebijakan, rencana atau program pembangunan. Kaidah terpenting KLHS dalam perencanaan tata ruang adalah pelaksanaan yang bersifat partisipatif, dan sedapat mungkin didasarkan pada keinginan sendiri untuk memperbaiki mutu KRP tata ruang (selfassessment) agar keseluruhan proses bersifat lebih efisien dan efektif. Asas-asas hasil penjabaran prinsip keberlanjutan yang mendasari KLHS bagi penataan ruang adalah :

1. Keterkaitan (interdependency) 2. Keseimbangan (equilibrium) 3. Keadilan (justice)

Keterkaitan (interdependency) menekankan pertimbangan keterkaitan antara satu komponen dengan komponen lain, antara satu unsur dengan unsur lain, atau antara satu variabel biofisik dengan variabel biologi, atau keterkaitan antara lokal dan global, keterkaitan antar sektor, antar daerah, dan seterusnya.

Keseimbangan (equilibrium) menekankan aplikasi keseimbangan antar aspek, kepentingan, maupun interaksi antara makhluk hidup dan ruang hidupnya, seperti diantaranya adalah keseimbangan laju pembangunan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, keseimbangan pemanfaatan dengan perlindungan dan pemulihan cadangan sumber daya alam, keseimbangan antara pemanfaatan ruang dengan pengelolaan dampaknya,dan lain sebagainya.

Keadilan (justice)untuk menekankan agar dapat dihasilkan kebijakan, rencana dan program yang tidak mengakibatkan pembatasan akses dan kontrol terhadap sumber-sumber alam, modal dan infrastruktur, atau pengetahuan dan informasi kepada sekelompok orang tertentu.

(5)

1. Apa manfaat langsung atau tidak langsung dari usulan sebuah KRP?

2. Bagaimana dan sejauh mana timbul interaksi antara manfaat KRP dengan lingkungan hidup dan keberlanjutan pengelolaan sumberdaya alam?

3. Apa lingkup interaksi tersebut? Apakah interaksi tersebut akan menimbulkan kerugian atau meningkatkan kualitas lingkungan hidup? Apakah interaksi tersebut akan mengancam keberlanjutan dan kehidupan masyarakat?

4. Dapatkah efek-efek yang bersifat negatif diatasi, dan efek-efek positifnya dikembangkan? 5. Apabila KRP mengintegrasikan seluruh upaya pengendalian atau mitigasi atas efek-efek tersebut dalam muatannya, apakah masih timbul pengaruh negatif KRP tersebut terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan secara umum?

C. Metode Penyusunan KLHS

Ruang lingkup yang menjadi kajian dalam penyusunan KLHS harus meliputi hal hal sebagai berikut :

1. Kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan; 2. Perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup;

3. Kinerja layanan/jasa ekosistem;

4. Efisiensi pemanfaatan sumber daya alam;

5. Tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim; dan 6. Tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.

KLHS adalah proses untuk mempengaruhi penentuan pilihan-pilihan pembangunan yang diusulkan dalam KRP yang terutama dilakukan melalui kegiatan konsultasi dan dialog secara tepat dan relevan. Hal ini menyebabkan pelaksanaan KLHS harus sesuai dengan kebutuhan tanpa terpaku dalam metoda dan prosedur yang baku. Melalui penyusunan KLHS maka semua kebijakan, rencana dan program yang akan dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten akan mendorong lahirnya pemikiran untuk alternatif – alternatif baru pembangunan melalui tahapan atau proses sebagai berikut :

1. Identifikasi isu-isu utama lingkungan atau pembangunan berkelanjutan yang perlu dipertimbangkan dalam KRP;

2. Analisis dampak setiap alternatif strategi pembangunan dari KRP, khususnya isu-isu yang relevan dan memberikan masukan untuk optimalisasi;

3. Mengkaji paling tidak dampak kumulatif yang mendasar dari KRP dan memberi masukan untuk optimalisasi.;

4. Memaparkan proses KLHS, kesimpulan dan usulan rekomendasi kepada para pengambil keputusan.

Metode pendekatan yang digunakan dalam pelaksanaan penyusunan KLHS adalah sebagai berikut :

(6)

2. Melakukan pengumpulan data, peta dan informasi terkait

3. Melakukan pekerjaan yang terkoordinasi untuk menjaring masukkan mengenai pengembangan infrastruktur di Kabupaten Paser

4. Melakukan survey dan observasi untuk kelengkapan data.

5. Melakukan evaluasi dan analisis terhadap hasil survey dan observasi. 6. Menyelenggarakan presentasi hasil evaluasi dan analisisnya.

Bagian ini berisikan quick assement KLHS RPI2-JM. Diagram alir pentahapan pelaksanaan KLHS adalah sebagai berikut:

Sumber: Permen LH No.9/2011

Gambar 8.3. Diagram Alir Pentahapan Pelaksanaan KLHS

Beberapa identifikasi/kajian yang dilakukan dalam rangka KLHS RPI2-JM dapat mengutip dokumen KLHS yang disusun dalam perumusan RTRW.

Mekanisme penyusunan KLHS sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dilakukan dengan tahapan atau proses sebagai berikut :

1. Penapisan

Penapisan adalah rangkaian langkah-langkah untuk menentukan apakah suatu KRP perlu dilengkapi dengan KLHS atau tidak. Penentuan KRP telah memenuhi kriteria pelaksanaan KLHS dilakukan melalui kesepakatan pihak-pihak yang berkepentingan. 2. Pelingkupan

(7)

ini dilakukan melalui pendekatan sistematis dan metodologis yang memenuhi kaidah ilmiah. Mengingat terbatasnya waktu dan sumber daya yang tersedia, dalam kajian ini tidak dilakukan proses konsultasi publik.

3. Pengkajian

Pengkajian adalah rangkaian langkah-langkah untuk melakukan kajian ilmiah, pemetaan kepentingan, dialog dan konsultasi serta penemuan pilihan-pilihan alternatif rumusan maupun perbaikan dan penyempurnaan terhadap rumusan yang sudah ada. Tim kajian melakukan serangkaian diskusi dan konsultasi dengan para pihak (stakeholders) terkait, khususnya dengan instansi pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat.

4. Perumusan dan pengambilan keputusan

Perumusan dan pengambilan keputusan adalah rangkaian langkah-langkah persetujuan rekomendasi hasil KLHS dan interaksi antar pihak berkepentingan dalam rangka mempengaruhi hasil akhir KRP.

Keseluruhan hasil pengkajian ini secara lengkap dituangkan dengan jelas dan sistematis sehingga dapat dijadikan pedoman pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.

Gambar 8.4. Mekanisme Penyelenggaraan KLHS

Pada tahap analisa atau pengkajian, harus dilakukan serangkaian kajian dengan menerapkan daftar uji pada setiap langkah proses KRP, meliputi :

1. Uji Kesesuaian Tujuan dan Sasaran KRP.

Kepentingan pengujian adalah untuk memastikan bahwa : a. tujuan dan sasaran umum KRP memang jelas,

b. berbagai isu keberlanjutan maupun lingkungan hidup tercermin dalam tujuan dan sasaran umum KRP,

(8)

d. keterkaitan KRP dengan KRP-KRP lain bisa dijelaskan dengan baik,

e. konflik kepentingan antara KRP dengan KRP-KRP lain segera bisa teridentifikasi.

2. Uji Relevansi Informasi yang Digunakan.

Kepentingan utama pengujian ini adalah bukan menilai kelengkapan dan validitas data, tetapi identifikasi kesenjangan antara data yang dibutuhkan dengan yang tersedia serta cara mengatasinya. Hal ini terasa penting ketika KRP diharuskan memperhatikan kesatuan fungsi ekosistem dan wilayah-wilayah rencana selain wilayah administratifnya sendiri.

Selanjutnya pengujian juga lebih mengutamakan relevansi informasi dan sumbernya agar proses kerja bisa efektif namun tetap memperhatikan kendala-kendala setempat. 3. Uji Pelingkupan Isu-isu Lingkungan Hidup dan Keberlanjutan dalam KRP.

Pengujian ini ditujukan untuk memandu penyusun KRP memperhatikan isu-isu lingkungan hidup maupun keberlanjutan di tingkat lokal, regional, nasional, maupun internasional, dan melihat relevansi langsung isu-isu tersebut terhadap wilayah perencanaannya.

4. Uji Pemenuhan Sasaran dan Indikator Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan.

Pengujian ini efektif bila konsep rencana sudah mulai tersusun, sehingga dapat dilakukan penilaian langsung atas arahan-arahan rencana terhadap indikator-indikator teknis lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Uji ini sebenarnya merupakan iterasi atau pengembangan dari uji yang dilakukan di awal proses penyusunan KRP sebagaimana dijelaskan pada nomor 1.

5. Uji Penilaian Efek-efek yang Akan Ditimbulkan.

Pengujian ini membantu penyusun KRP untuk dapat memperkirakan dimensi besaran dan waktu dari efek-efek positif maupun negatif yang akan ditimbulkan. Bentuk pengujian ini dapat disesuaikan dengan kemajuan konsep maupun ketersediaan data, sehingga pengujian dapat bersifat kuantitatif atau kualitatif. Pengujian secara kuantitatif maupun kualitatif sama-sama bernilai apabila diikuti dengan verifikasi berupa proses konsultasi maupun diskusi dengan pihak-pihak yang terkait.

6. Uji Penilaian Skenario dan Pilihan Alternatif.

Pengujian ini membantu penyusun KRP untuk memperoleh pilihan alternatif yang beralasan, relevan, realistis dan bisa diterapkan. Keputusan pemilihan alternatif bisa dilakukan dengan sistem pengguguran (memilih satu opsi dan menggugurkan yang lainnya) atau mengkombinasikan beberapa pilihan dengan penyesuaian.

(9)

lanjutan yang lahir dari dampak langsung yang ditimbulkan, maupun akumulasi efek dalam jangka waktu panjang dan pada skala ruang yang besar.

Kelompok-kelompok pengujian ini bisa dilakukan dengan cara :

a. mengemasnya dalam berbagai model daftar pertanyaan, misalnya model daftar uji untuk menilai mutu dokumen, model daftar uji untuk menilai konsistensi muatan KRP terhadap prinsip-prinsip keberlanjutan, model daftar uji untuk menuntun pengambil keputusan mempertimbangkan kriteria-kriteria dan opsi-opsi yang mendukung keberlanjutan, dan lain sebagainya

b. melakukannya secara berurut sejalan dengan proses persiapan, pengumpulan data, kompilasi data, analisis dan penyusunan rencana

c. melakukannya secara berulang/iteratif

d. mengembangkan atau memodifikasi jenis pertanyaan-pertanyaannya sesuai dengan kepentingan pengujian atau kemajuan pengetahuan.

Gambar 8.5. Kerangka Kerja dan Metodologi KLHS

(10)

Gambar 8.6. Integrasi Pelaksanaan KLHS dalam Perencanaan KRP

Gambar 8.7 Skema Alternatif Pelaksanaan Integrasi KLHS

D. Rencana Penyusunan KLHS Usulan Program

Berdasarkan hasil analisa pada Bab 6 sebelumnya, didapatkan rumusan beberapa usulan program Cipta Karya tahun 2015-2019 yang akan direncanakan di Kabupaten Paser, yang selanjutnya setelah melalui proses penapisan terdapat usulan program yang perlu dilakukan studi KLHS terlebih dahulu. Proses penyusunan KLHS RPI2-JM dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

1. Identifkasi Pemangku Kepentingan

(11)

Dinas/Instansi/institusi Pemerintahan

• Insitusi yang berwenang menyusun K/R/P

• Pejabat yang bertanggung jawab menyetujui K/R/P • Institusi lingkungan hidup

• Institusi terkait lainnya

Institusi/Lembaga Non Pemerintahan

• Dewan Perwakilan • LSM/Ormas

• Perguruan Tinggi/Akademisi/Asosiasi Profesi • Asosiasi/Dunia Usaha

• Lembaga yang mewakili masyarakat terkena dampak

Seberapa besar keterlibatan pemangku kepentingan dalam penyusunan KLHS dilihat keterkaitan peran dan fungsi sebagaimana tertuang dalam tupoksi masing-masing SKPD terkait, serta potensi dampak yang kan diterima SKPD tersebut atas penerapan KRP tersebut terkait dengan pelaksanaan tupoksinya. Kajian keterlibatan SKPD dalam KLHS adalah sebagai berikut :

Tabel 8.1 Identifikasi Pemangku Kepentingan Instansi Pemerintah

No Instansi Alasan Rekomendasi

1. Bupati Paser Sebagai pengambil kebijakan Terlibat dalam penyusunan KLHS 2. DPRD Sebagai pengambil kebijakan Terlibat dalam

penyusunan KLHS 3. Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah menyusun dan melaksanakan di bidangperencanaan pembangunan daerah Terlibat dalampenyusunan KLHS 4. Badan Lingkungan Hidup penyusuanan dan pelaksanaan di bidang

lingkungan hidup

Terlibat dalam penyusunan KLHS 5. Badan Penanggulan

Bencana Daerah menetapkan pedoman dan pengarahanterhadap usaha penanggulangan bencana Terlibat dalampenyusunan KLHS 6. Dinas Pemuda, Olah

Raga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Paser

tugas pembantuan di bidang pembinaan kebudayaan, pariwisata pemuda dan olahraga.

Terlibat Dalam Penyusunan KLHS 7. Dinas Perikanan dan

Peternakan Membantu melaksanakan urusan pemerintahandaerah di bidang perikanan dan bidang pertanian sub bidang peternakan dan

kesehatan hewan asas otonomi dan tugas pembantuan.

Terlibat Dalam Penyusunan KLHS

8. Dinas Koperasi, Usaha Kecil Dan Menengah, Perindustrian Dan Perdagangan

Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang koperasi, usaha kecil dan menengah, perindustrian dan perdagangan

Terlibat Dalam

Tugas pembantuan di bidang pembinaan system transportasi, lalu lintas angkutan jalan, lalu lintas angkutan sungai dan danau, serta komunikasi dan informatika

Terlibat Dalam Penyusunan KLHS 10. Dinas Pendapatan

Daerah Tugas pembantuan di bidang pendapatan daerahmeliputi pelaksanaan dan pengawasan pajak bumi bangunan dan biaya perolehan atas tanah dan bangunan

Terlibat Dalam Penyusunan KLHS 11. Dinas Pendidikan Tugas pembantuan di bidang pembinaan

Pendidikan taman kanak-kanak dan sekolah Dasar, Pendidikan Menengah, pendidikan

(12)

No Instansi Alasan Rekomendasi masyarakat, pendidikan guru dan tenaga kerja KLHS

12. Dinas Kependudukan

Dan Pencatatan Sipil Tugas dalam pembinaan, pelaksanaan danpengawasan pencatatan sipil, pelaksanaan dan pengawasan pengelolaan data dan dokumen kependudukan

pembinaan, pengendalian dan pengawasan tugas di bidang kesekretariatan, pengendalian

kependudukan dan pelaporan, keluarga berencana dan kesehatan reproduksi, keluarga sejahtera, dan advokasi dan penggerakan masyarakat

Terlibat Dalam Penyusunan KLHS

14. Kesatuan Bangsa Dan

Politik pembinaan, pelaksanaan dan pengawasanekonomi, sosial, budaya, agama dan kewaspadaan nasional serta bina bidang politk

Tidak Terlalu

Tugas pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan anggaran, akuntansi, perbendaharaan, aset, penatausahaan dan penggunausahaan aset

Terlibat Dalam Penyusunan KLHS 16. Dinas Pasar, Kebersihan

Dan Tata Kota Pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan dibidang Pasar, Kebersihan, dan Tata Kota Terlibat DalamPenyusunan KLHS

15. Dinas Pekerjaan Umum pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan pengairan, cipta karya, bina marga

Terlibat Dalam

pembinaan, pengaturan, pengendalian dan evaluasi, pengembangan dan pemberdayaan kelembagaan penyuluh, petani dan kemitraan, penyediaan sarana dan prasarana serta pengkajian teknologi, evaluasi pengembangan kapasitas sumber daya manusia penyuluhan, evaluasi pengembangan kapasitas sumber daya manusia penyuluhan

Tidak Terlalu Terlibat Dalam Penyusunan KLHS

2. Identifkasi Isu Pembangunan Berkelanjutan

Pada prinsipnya semua kegiatan pembangunan infrastruktur yang dilakukan dalam rangka memberikan kemudahan dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka peningkatan kualitas hidup dan taraf hidup masyarakat. Untuk itu pencapaian tujuan tersebut dapat Berdasarkan usulan program kegiatan sebagaimana yang diapparkan pada bab 6, maka terdapat beberapa usulan program yang masuk kategori dalam Kebijakan, Rencana dan Program (KRP) yang perlu dilakukan kajian atau penyusunan KLHS sebelum diimplementasikna, yaitu terdiri dari :

a. Pertanahan & Tata Ruang

1) Kesenjangan Perkembangan Wilayah & struktur Ruang

2) Pemanfaatan Lahan Basah Untuk Budidaya Perikanan di Sepanjang Jaringan Irigasi

3) Perubahan Kawasan Lindung Mangrove, Sempadan Pantai, Sempadan Sungai dll (sesuai Perda pasal 24)

(13)

5) Penataan Sempadan Sungai Perubahan Rona Lingkungan Pada Kawasan DAS 6) Pengendalian Pemanfaatan Ruang

7) Penanganan & Pengelolaan Daerah Tangkapan Resapan Air

8) Pengendalian Pemanfaatan Lahan Gambut dengan ketebalan > 3 m yang tidak sesuai daya dukungnya (Beruntung Baru & Gambut)

9) Penurunan Ruang Terbuka Hijau (Permukiman) 10) Permasalahan Tumpang Tindih Kepemilikan Lahan

11) Berkurangnya luasan lahan pertanian tanaman pangan & holtikultura 12) Pemantapan Kawasan Hutan

13) Penyelesaian Kegiatan Non Kehutanan dalam Kawasan Hutan (Forest-Land Tenure)

b. Ekonomi Wilayah

1) Kesenjangan Tingkat Pendapatan Masyarakat di Wilayah Perdesaan & Perkotaan

2) Berkurangnya peluang usaha masyarakat kecil karena eksploitasi sumber daya yang tidak berkelanjutan

3) Belum Optimalnya Pertumbuhan Ekonomi Wilayah & pengembangan potensi ekonomi sektoral & geografi

4) Belum optimalnya kesempatan kerja serta daya saing & industri hilir masih rendah 5) Penurunan/Rendahnya Produksi Pertanian karena anomali iklim, OPT (organisme pengganggu tanaman), terbatasnya penerapan teknologi, terbatasnya Prastan & alih fungsi lahan

c. Infrastruktur Wilayah

1) Belum optimalnya Penanganan & Pengelolaan air bersih dan Sanitasi 2) Keterbatasan Akses Transportasi Darat

3) Kurang Optimalnya Pemanfaatan Transportasi Sungai (pendangkalan)

4) Belum Berkembangnya MRT (mass rapid transportation) untuk Transportasi Umum

5) Terdapatnya hambatan samping jalan Raya/Bahu Jalan 6) Belum optimalnya jaringan listrik

7) Belum optimalnya jaringan komunikasi 8) Belum optimalnya jaringan irigasi & drainase d. Sosial Kemasyarakatan

1) Perubahan Perilaku & Kondisi Sosial Budaya Masyarakat 2) Migrasi Penduduk pada Kawasan Cepat Tumbuh

3) Kualitas SDM masih rendah

(14)

e. Dampak Lingkungan

1) Terjadinya Pemanasan global

2) Terjadinya Banjir karena pemanfaatan ruang yang tidak berwawasan lingkungan 3) Sering terjadinya kebakaran hutan dan lahan

4) Perubahan Ekosistem karena pengurugan rawa/ pengeringan lahan 5) Penurunan Kualitas & Kuantitas Air Tanah

6) Erosi & Perambahan Hutan

7) Pencemaran Lingkungan akibat Aktifitas Tambang, Industri & Transportasi f. Kelembagaan

1) Keterbatasan Informasi & Promosi Potensi Daerah 2) Belum berkembangnya koperasi/Bumdes

3) Belum optimalnya koordinasi antar lembaga

8.1.2 AMDAL, UKL, UPL dan SPPLH

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak penting suatu Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan.

Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan.

Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan Hidup (SPPLH) adalah merupakan pernyataan kesanggupan dari penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan untuk melakukan pengelolaan dan pemantauanlingkungna hidup atas dampak lingkungan hidup dari Usaha dan/atau kegiatannya diluar usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL

Panduan kerangka Lingkungan dirumuskan berdasarkan sejumlah regulasi terkait yang berlaku, antara lain:

1. Undang-undang (UU) No. 32/2009 Tentang Perlindungaan dan Pengelolaan lingkungan hidup, pasal 22-33 mengenai rencana kegiatan atau pekerjaan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak lingkungan besar dan signifikan diharuskan wajib AMDAL. Pasal 34 mengenai rencana kegiatan atau pekerjaan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak lingkungan yang wajib UKL/UPL. Pasal 35 rencana kegiatan atau pekerjaan yang diminta untuk dilengkapi dengan SPPL.

(15)

disajikan berupa dampak lingkungan yang terjadi akibat rencana usaha dan/atau kegiatan dan langkah-langkah pengendaliannya dari aspek teknologi social dan institusi, pemantauan lingkungannya serta komitmen pemrakarsa

3. Peraturan Pemerintah (PP) No. 27/2012 pasal 32-33, Keputusan Kelayakan Lingkungan atau ketidaklayakan diambil oleh Mentri/Gubernur/Bupati/Walikota dari hasil rekomendasi hasil penilaian Andal & RKL-RPL dari Komisi Penilai Amdal dengan jangka waktu 10 hari kerja.

4. Peraturan Pemerintah (PP) No. 27/2012 pasal 47, izin lingkungan diterbitkan oleh Mentri, gubernur, atau bupati/walikota bersamaan dengan diterbitkannya keputusan kelayakan lingkungan hidup

5. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 15/2012, tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;

6. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 16 tahun 2012 tentang Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan hidup

7. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 10 tahun 2008 tentang Penetapan Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Bidang Permukiman dan Prasarana Wilayah yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL); dan

Seluruh program investasi inrfrastruktur bidang PU/Cipta Karya yang diusulkan oleh Kabupaten/Kota harus sesuai dan memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut ini.

1. Penilaian lingkungan (environtment assesment) dan rencana mitigasi dampak sub-proyek, dirumuskan dalam bentuk :

a. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) dikombinasikan dengan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), khususnya bagi kegiatan sub proyek yang diprakirakan menimbulkan dampak penting atau perubahan mendasar bagi lingkungan.

b. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL), bagi kegiatan sub proyek yang tidak menimbulkan dampak penting pada lingkungan. c. Standar Operasi Baku (SOP) untuk petunjuk pelaksanaan mitigasi dilapangan

termasuk petunjuk pelaksanaan operasional dan pemeliharaan sarana yang dibangun.

d. Tergantung pada kategori dampak sub proyek yang dimaksud.

(16)

3. Sejauh mungkin, subproyek harus menghindari atau meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. Selaras dengan hal tersebut, sub proyek harus dirancang untuk dapat memberikan dampak positif semaksimal mungkin pada masyarakat dan lingkungan. Sub proyek yang diperkirakan dapat mengakibatkan dampak negatif yang penting terhadap lingkungan, dan dampak tersebut tidak dapat ditanggulangi melalui rancangan dan konstruksi sedemikian rupa harus dilengkapi dengan AMDAL.

4. Usulan program investasi infrastruktur bidang PU/Cipta Karya tidak dapat dipergunakan untuk mendukung kegiatan yang dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap habitat alamiah, warga terasing dan rentan, wilayah yang dilindungi / kawasan lindung, alur laut internasional atau kawasan sengketa. Disamping itu dari usulan RPIJM juga tidak membiayai pembelian, produksi atau penggunaan :

a. Bahan-bahan yang merusak ozon, tembakau atau produk-produk tembakau; b. Asbes. Bahan-bahan yang mengandung unsur asbes;

c. Bahan/material yang termasuk dalam ketegori B3 (bahan beracun dan berbahaya). Rencana investasi tidak membiayai kegiatan yang menggunakan, menghasilkan, menyimpan atau mengangkut bahan/material beracun, korosif atau eksplosif atau bahan/material yang termasuk dalam kategori B3 menurut hukum yang berlaku di Indonesia;

d. Pestisida, herbisida, dan insektisida. RPIJM tidak diperuntukkan membiayai kegiatan yang melakukan pengadaan pestisida, herbisida atau insektisida;

e. Pembangunan bendungan. RPIJM bidang infrastruktur PU/Cipta Karya tidak membiayai pembangunan atau rehabilitasi bendungan atau investasi yang mempunyai ketergantungan pada kinerja bendungan yang telah ada ataupun yang sedang dibangun;

f. Kekayaan budaya. RPIJM bidang infrastruktur PU/Cipta Karya tidak membiayai kegiatan yang dapat merusak atau menghancurkan kekayaan budaya baik berupa benda dan budaya maupun lokasi yang dianggap sakral atau memiliki nilai spiritual; dan

g. Penebangan kayu. RPIJM bidang Infrastruktur PU/Cipta Karya tidak membiayai kegiatan yang terkait dengan kegiatan penebangan kayu atau pengadaan peralatan penebangan kayu.

(17)

Tabel 8.3 Kategori PendugaanSafeguardLingkungan

Kategori Dampak Persyaratan Pemerintah

A

Sub proyek dapat mengakibatkan dampak lingkungan yang buruk, berkaitan dengan kepekaan dan keragaman dampak yang ditimbulkan, upaya pemulihan kembali sangat sulit dilakukan

ANDAL dan RKL/RPL

B

Sub proyek dengan ukuran dan volume kecil, mengakibatkan dampak lingkungan akan tetapi

upaya pemulihannya sangat mungkin dilakukan UKL/UPL

C

Sub proyek yang tidak memiliki komponen konstruksi dan tidak mengakibatkan pencemaran udara, tanah

dan air. Tidak ada

Catatan :

• ANDAL : Analisis Dampak Lingkungan • RPL : Rencana Pemantauan Lingkungan • UKL : Upaya Pengelolaan Lingkungan • UPL : Upaya Pemantauan Lingkungan

Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup yang terkait dengan Bidang Pekerjaan Umum Cipta Karya adalah sebagai berikut :

Tabel 8.4 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup N. 5 Tahun 2012 Jenis Rencana Usaha dan/ atau Kegiatan Wajin AMDAL

No Jenis Kegiatan Skala/ Besaran

1 Persampahan

a. Pembangunan Tempat Pembuangan Akhir Sampah domestik dengan sistem control landfill atau sanitary landfill

(luas < 10 Ha dan kapasitas < 10.000 ton)

b. TPA di daerah pasang surut , Semua kapasitas/besaran c. Pembangunan Transfer Station (kapasitas operasional) ≥ 500 ton/ hari

d. Pembangunan incenarator Semua kapasitas

e. Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah terpadu: ≥ 500 ton/ Hari f. Bangunan Komposting dan Daur Ulang (kapasitas sampah baku) ≥ 500 ton/ hari g. Transportasi sampah dengan kereta api ≥ 500 ton/ hari 2 Pembangunan perumahan/ permukiman

a. Kota metropolitan ≥ 25 ha

b. Kota besar ≥ 50 ha

c. Kota sedang ≥100 ha

d. Keperluan Settlement transmigrasi ≥ 2000 ha 3 Air limbah domestik

a. Pembangunan instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT), termasuk

fasilitas penunjangnya Luas ≥2 haKapasitas ≥ 11 m3 /hari b. Pembangunan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) limbah

domestik termasuk fasilitas penunjangnya Luas ≥ 3 haKapasitas ≥ 2.4 ton/ hari c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah Luas ≥ 500 ha

Kapasitas ≥ 16.000 m3/ hari

4 Pembangunan saluran drainase (primer dan/atau skunder) di permukiman

a. Kota besar/ metropolitas ≥ 5 km

b. Kota sedang, panjang ≥ 10 km

5 Jaringan air bersih di kota besar/ metropolitas

(18)

Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen AMDAL tetapi wajib dilengkapi dengan dokumen UKL-UPL. Jenis kegiatan bidang Cipta karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tercermin dalam tabel beriku ini.

Tabel 8.5 Penapisan Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL tapi Wajib UKL-UPL No Jenis Usaha/ Kegiatan Skala

(Besaran)

Dasar

Pertimbangan Alasan Ilmiah Khusus 1 Normalisasi Sungai

Perubahan alur, dasar Dan tebing b. Kota Sedang (panjang

sungai) fisik, kimia dan sosial ekonomi budaya, introduksi jenis kawasan

Gangguan kesehatan, estetika, bau, asap, pembakaran, emisi bio gas (H2S, NOX, Sox, Cox, dixioan), pencemaran air b. TPA di daerah pasang

surut untuk lokasi yang berada di bantaran sungai

Tidak dibangun di sekitar sungai/

incenarator < 500 ton/hari e. Bangunan Komposting

Perubahan tata guna lahan skala kawasan, perubahan daya dukung dan tingkat pelayanan kota, bangkitan LHR, bangkitan sampah dan limbah, perubahan tingkat konsumsi air bersih, perubahan volume run-off, a. Kota Metropolitan (luas) 2 Ha s/d <25

Ha

b. Kota Besar (luas) 2 Ha s/d 50 Ha

(19)

No Jenis Usaha/ Kegiatan Skala (Besaran)

Dasar

Pertimbangan Alasan Ilmiah Khusus terhadap lingkungan

4 Peremajaan Perumahan dan Permukiman

prasarana dan sarana kota, perubahan kondisi sosial a. Kota Metropolitan dan

Besar >= 1Ha

5 Pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) dan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) kualitas air tanah maupun air permukaan sekitar timbulnya bau, lalat, vektor penyakit, pencmaran udara akibat emisigas hasil pembakaranpencemaran atau perubahan kualitas dan kuantitas air tanah, air permukaan dan air

bakuserta keresahan masyarakat terhadap pengelolaan air limbah. Kota Besar/ Metropolitan

(luas/ layanan) < 500 Ha

7 Drainase Permukiman Kota a. Pembangunan saluran di

Kota Besar dan perubahan kualitas air di bagian hilir saluran *) pembangunan drainase skunder dan tertier di kota sedang kemungkinan melewati permukiman padat - Drainase Utama

(panjang) < 5 Km - Drainase Skunder dan

Tertier (panjang) 1 Km – 5 Km b. Pembangunan Saluran di

Kota Sedang - Drainase Utama

(panjang) < 10 Km - Drainase Skunder

(20)

No Jenis Usaha/ Kegiatan Skala (Besaran)

Dasar

Pertimbangan Alasan Ilmiah Khusus c. Pembangunan Saluran

di Kota Kecil (panjang) < 5 Km 8 Pembangunan Bangunan

Gedung, meliputi apartemen/ perkantran dan rumah sakit kelas A, B, dan bangkitan LHR, air limbah, sampah, peningkatan kebutuhan pelayanan prasarana dan sarana perkotaan (air bersih, air limbah, jalan akses, drainase, area parkir), perubahan KDB, KLB, pningkatan emisi gas, bahan bersifat ozon (Luas Lantai) < 10.000 m2

9 Air Bersih Perkotaan

Penerapan konsumen air bersih, konflik pemakaian sumber daya air, perubahan pasokan air, penurunan muka tanah akibat penyedotan air tanah yang berlebihan, intusi air asin, perubahan kualitas air badan penerima limbah hasil proses pengolahan air. *)skala besaran wajib UKL?UPL untuk

pengambilan dari mata air > 5 l/dt s/d <50 l/d (khususnya di P. Jawa dan pulaupulau kecil)

*) sepanjang belum diatur oleh instansi yang

c. Pengambilan Air Baku dan Sungai, Danau dan Sumber Air Lainnya

e. Pengmbilan Air Tanah < 5 l/d dan < 50 10 Pembangunan Kawasan

Perubahan tata guna lahan kawasan, ketidakpuasan run off , perubahan KDB, a. Jumlah Penduduk

Pendukung Yang Dipindahkan

50 KK – 200 KK

b. Atau Luas Lahan Kawasan

(21)

No Jenis Usaha/ Kegiatan Skala (Besaran)

Dasar

Pertimbangan Alasan Ilmiah Khusus KLB.

Catatan

*) kedalam kegiatan ini termasuk yang dipersiapkan jalan, bencana sosial, dll. Sumber : Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2012

Beberapa kegiatan pada bidang Pekerjaan Umum untuk mempertimbangkan skala/besaran menggunakan ketentuan berdasarkan jumlah populasi, yaitu :

• Kota Metropolitan : > 1.000.000 jiwa

• Kota Besar : 500.000 – 1.000.000 jiwa • Kota Sedang : 200.000 – 500.000 jiwa • Kota Kecil : 20.000 – 200.000 jiwa

Seperti halnya pengelolaan persampahan, dampak yang ditimbulkan bisa menjadi positif pada peningkatan kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat, memberikan tatanan lingkungan yang bersih dan sehat, memperkecil resiko terjangkitnya penyakit pada masyarakat serta dapat menekan peningkatan volume limbah padat/sampah.

Namun, khusus untuk pengembangan untuk lokasi tempat pembuangan akhir (TPA) sendiri, akan menerima segala resiko akibat pola pembuangan sampah terutama yang berkaitan dengan kemungkinan terjadinya pencemaram lindi (leachate) ke badan air maupun air tanah, pencemaran udara oleh gas dan efek rumah kaca serta berkembang biaknya vektor penyakit seperti lalat. Selain itu dampak lainnya cara jelas dapat diliat pada tabel berikut :

Tabel 8.6 Dampak Potensial Kegiatan Pembuangan Akhir Tahap

Pembangunan Kegiatan Perkiraan Dampak

Prakonstruksi • Pemilihan lokasi TPA

• Perencanaan

• Pembebasan lahan

• Lokasi yang tidak memenuhi persyaratan akan mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan masyarakat

• Perencanaan yang tidak didukung oleh data yang akurat akan menghasilkan konsntruksi yang tidak memadai • Ganti rugi yang tidak memadai akan menimbulkan

keresahan masyarakat Konstruksi • Mobilisasi alat berat

& tenaga

• Pembersihan lahan • Pekerjaan sipil

• Meningkatkan polusi udara (debu, kebisingan) • Keresahan sosial apabila tenaga setempat tidak

dimaanfaatkaan • Pengurangan tanaman

(22)

Tahap

Pembangunan Kegiatan Perkiraan Dampak

akan menyebabkan kebocoran lindi, gas dan lain-lain Operasi • Pengangkutan

• Pengangkutan sampah dalam keadaan terbuka dapat menyebabkan bau dan sampah berceceran di sepanjang jalan yang dilalui truk

• Penimbunan sampah yang tidak beraturan dan

pemadatan yang kurang baik menyebabkan masa pakai TPA lebih singkat

• Penutupan tanah yang tidak memadai dapat

menyebabkan bau, populasi lalat tinggi dan pencemaran udara

• Ventilasi gas yang tidak memadai menyebabkan pencemaran udara, kebakaran dan bahaya asap

• Lindi yang tidak terkumpul dan terolah dengan baik dapat menggenangi jalan dan mencemari badan air dan air tanah

Pasca operasi • Reklamasi lahan

• Pemantauan kualitas lindi dan gas

• Reklamasi yang tidak sesuai dengan peruntukan lahan apalagi digunakan untuk perumahan dapat

membahayakan konstruksi bangunan dan kesehatan masyarakat

• Tanpa upaya pemantauan yang memadai, maka akan menyulitkan upaya perbaikan kualitas lingkungan

Untuk mengurangi dampak tersebut, dalam melaksanakan pembangunan dan pengoperasian TPA perlu kajian lingkungan TPA yang disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Secara umum dokumen yang harus dilengkapi untuk melaksanakan pembangunan dan pengoperasian TPA adalah :

1. AMDAL

a. Untuk kegiatan pembangunan TPA > 10 Ha

b. Untuk kegiatan pembangunan TPA yang terletak dikawasan lindung, berbatasan dengan kawasan lindung atau yang secara langsung mempengaruhi kualitas lingkungan kawasan lindung. Seperti di pinggir sungai, pantai, laut dan kawasan lindung lainnya (< 10 ha)

c. Dokumen AMDAL terdiri dari Kerangka Acuan (KA) ANDAL, ANDAL, RKL / RPL. d. Kerangka Acuan KA ANDAL meliputi pendahuluan (latar belakang, tujuan dan

kegunaan studi), ruang lingkup studi (lingkup rencana kegiatan yang akan ditelaah, lingkup rona lingkungan hidup awal dan lingkup wilayah studi), metode studi (metode pengumpulan dan analisa data, metode prakiraan dampak dan penentuan dampak penting, metode evaluasi dampak), pelaksanaan studi (tim studi, biaya studi dan waktu). KA ANDAL juga dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran

(23)

lingkungan hidup (fisik-kimia, biologi, sosial dan kesehatan masyarakat termasuk komponen-komponen yang berpotensi terkena dampak penting) , prakiraan dampak penting (pra konstruksi, konstruksi, operasi dan pasca operasi termasuk mekanisme aliran dampak pada berbagai komponen lingkungan), evaluasi dampak penting (telaahan terhadap dampak penting dan digunakan sebagai dasar pengelolaan). Selain itu juga perlu dilengkapi dengan daftar pustaka sebagai dasar ilmiah dan lampiran seperti surat izin rekomendasi untuk pemrakarsa, SK, foto-foto, peta, gambar, tabel dan lain-lain

f. Penyusunan dokumen RKL, meliputi latar belakang pengelolaan lingkungan, rencana pengelolaan lingkungan (dampak penting dan sumber dampak penting, tolok ukur dampak, tujuan rencana pengelolaan lingkungan, pengelolaan lingkungan melalui pendekatan teknologi/sosial ekonomi/institusi, lokasi pengelolaan lingkungan, periode pengelolaan lingkungan, pembiayaan pengelolaan lingkungan dan institusi yang bertanggung jawab dalam pengelolaan lingkungan). Dokumen RKL ini juga dilengkapi dengan pustaka dan lampiran

g. Penyusunan dokumen RPL, meliputi latar belakang pemantauan lingkungan (dampak penting yang dipantau, sumber dampak, parameter lingkungan yang dipantaau, tujuan RPL, metode pemantauan dan institusi yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pemantauan lingkungan

2. UKL / UPL

a. Untuk kegiatan pembangunan TPA < 10 ha

b. Dokumen yang diperlukan adalah dokumen UKL dan UPL

Penyusunan dokumen UKL dan UPL, meliputi deskripsi rencana kegiatan (jenis kegiatan, rencana lokasi dan posisinya dengan rencana umum tata ruang, jarak lokasi kegiatan dengan SDA dan kegiatan lainnya, sarana/fasilitas yang direncanakan, proses yang akan dilaksanakan), komponen lingkungan yang mungkin akan terkena dampak, dampak yang akan terjadi (sumber dampak, jenis dampak dan ukurannya, sifat dan tolok ukur dampak), upaya pengelolaan lingkungan yang harus dilaksanakan oleh pemraakarsa, upaya pemantauan lingkungan yang harus dilaksanakan oleh pemrakarsa (jenis dampak yang dipantau, lokasi pemantauan, waktu pemantauan dan cara pemantauan), mekanisme pelaporan pelaksanaan UKL/UPL pada saat kegiatan dilaksanakan (instansi pembina, BPLDH dan dinas teknis terkait). Dokumen ini dilengkapi juga dengan pernyataan pemrakarsa yang ditanda tangani untuk melaksanakan upaya pengelolaan lingkungan. 3. SPPL

(24)

lingkungan sekitar perusahaan atau industri yang mungkin menimbulkan pencemaran lingkungan. SPPL ini wajib disusun bagi perusahaan atau industri wajib UKL/UPL karena surat pernyataan kesanggupan ini menjadi bahan rekomendasi yang dibutuhkan untuk pelengkap syarat izin usaha dan gangguan dari wilayah tempat industri.

Penyusunan SPPL wajib dilaksanakan oleh perusahaan atau industri yang tidak menyumbang dampak signifikan terhadap lingkungan. Karena pentingkannya surat ini maka sebisa mungkin setiap usaha bergerak aktif untuk mendapatkan SPPL agar usaha tidak terbentur masalah perizinan.

Kerangka KelembagaanSafeguardLingkungan 1. Pemrakarsa Kegiatan

Pemrakarsa Kegiatan adalah perumus dan pelaksana RPIJM pemerintah Kabupaten Paser. Pemrakarsa kegiatan bertanggung jawab untuk melaksanakan:

a. Perumusan KA-ANDAL, draft ANDAL dan RKL/RPL atau draft UKL/UPL, melaksanakan serta melakukan pemantauan pelaksanaannya. Bila diperlukan Bappedalda dapat membantu pemrakarsa kegiatan dalam melaksanakan pemantauan;

b. Konsultasi dengan warga yang secara potensial dipengaruhi dampak lingkungan atau PAP dalam forum stakeholder, baik pada saat perumusan KA-ANDAL, draft ANDAL dan RKL/RPL. Sebelum kegiatan konsultasi dilakukan, pemrakarsa kegiatan perlu menyediakan semua bahan yang relevan sekurang-kurangnnya 3 (tiga) hari sebelum kegiatan dilakukan yang setidaknya mencakup: ringkasan tujuan kegiatan, rincian kegiatan; dan gambaran menyeluruh potensi dampaknya. Hasil konsultasi dalam forum stakeholder tersebut harus dicatat sebagai bagian dari laporan ANDAL. Disamping itu, kegiatan konsultasi dengan PAP bila perlu juga dilakukan selama pelaksanaan sub proyek;

c. Melaporkan pelaksanaan RKL/RPL dan hasil pemantauannya Bapedalda, Bupati Paser;

d. Keterbukaan informasi mengenai draft ANDAL dan RKL/RPL atau UKL/UPL pada publik dalam waktu yang tidak terbatas; dan

e. Penanganan keluhan publik secara transparan. Perlu dikembangkan prosedur penyampaian keluhan publik yang transparan. Keluhan harus dijawab sebelum tahap pelelangan kegiatan dimulai. Keluhan yang diajukan sebelum konstruksi, selama konstruksi dan/atau operasi kegiatan perlu diselesaikan secara musyawarah antara pemrakarsa kegiatan dengan pihak-pihak yang mengajukan keluhan.

2. Bappedalda atau Dinas/ Instansi Terkait

(25)

mengkaji dan memberikan persetujuan terhadap UPL/UKL yang dirumuskan oleh pemrakarsa kegiatan;

b. Dalam pelaksanaan RPIJM, Bappedalda juga bertanggung jawab untuk melakukan supervisi pelaksanaan RKL/RPL serta melakukan pemantauan terhadap lingkungan secara umum;

c. Bappedalda juga merupakan anggota tetap Komisi AMDAL.

3. Komisi AMDAL

Komisi AMDAL adalah badan yang berwenang dan bertanggung jawab untuk melakukan:

a. Kajian dan persetujuan terhadap KA-ANDAL, ANDAL dan RKL/RPL yang dirumuskan oleh pemrakarsa kegiatan;

b. Penyampaian laporan hasil kajian yang dilakukan kepada Bupati Paser (sesuai dengan PP No. 27/2012 mengenai AMDAL)

Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tetapi wajib dilengkapi dengan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH).

Berdasarkan hasil analisa pada Bab 6 sebelumnya, didapatkan rumusan beberapa usulan program Cipta Karya tahun 2015-2019 yang akan direncanakan di Kabupaten Paser, yang selanjutnya akan di buat tabel cheklist data kegiatan apa saja yang masuk dalam AMDAL, UKL/UPL atau yang masuk SPPLH. Cheklist data kegiatan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 8.7 Checklist Kebutuhan Analisis Perlindungan Lingkungan pada Program Cipta Karya

No Rincian Kegiatan Lokasi Amdal UKL/UPL SPPLH

A

Pengembangan Air Minum

Pembangunan Sarana Air Baku Perdesaan Desa Long

Sayo Long Sayo √

Pembangunan Sarana Air Baku Perdesaan Desa Prepat Prepat √ Pembangunan Sarana Air Baku Perdesaan Desa Sekuan

Makmur SekuanMakmur √

Pengadaan Peralatan Laboratorium dan Peralatan

Teknis Tepian Batang √

Pengadaan Pompa Intake dan Instrumentasi Kuaro √

Pembangunan Sarana Air Baku Perdesaan Desa Air MatiKec. Kuaro

Pembangunan Sarana Air Baku Perdesaan Desa KrayanSentosa

Pembangunan Sludge Drying Bed WTP Tepian Batang Tepian Batang √ Pembangunan Spam IKK Tanjung Harapan Tanjung Aru √

Pengadaan Pompa Intake dan Instrumentasi PasirBelengkong

(26)

No Rincian Kegiatan Lokasi Amdal UKL/UPL SPPLH Lainnya

Penambahan Kap. Produksi Kap. 30 Ltr/det, Reservoir,

dan Instrumen Long Ikis √

P/P Pipa HDPE dia. 250 – 50,mm IKK Muara Samu Muara Samu √

B

Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman

Supervisi Pembangunan Drainase Kawasan IKK Tanah Grogot √

Supervisi Pembangunan Drainase Sekunder/Tersier Kota TanahGrogot √ Pengadaan Buldozer Untuk Sarana Penunjang TPA

Sampah Long Ikis √

Pemb. P/S Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (3R)

MRF TPA Sampah Kec. BatuSopang √

Pemb. P/S Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (3R)

Kawasan Perumahan BTN Jone Indah

Pembangunan Siring Dan Bak Kontrol TPA Sampah Batu Kajang,Kec. Batu

Sopang √

Pemb. P/S TPA Sanitary Landfill, Sel Landfill Blok II Tepian Batang √ Rehabilitasi Landfill Open Dumping Desa Janju √ Pemb. P/S Fasilitas Penunjang Pembangunan Jembatan

Timbang Long Ikis √

Pemb. P/S Fasiltas Penunjang Pembangunan Garasi

Alat Berat Dan Rumah Jaga Long Ikis √

TPA Sampah Km. 7 Desa Janju Pemb. Sel landfill blok II Desa Janju √ Pemb. P/S TPA Sanitary Landfill Sel Landfill Blok Ii Long Ikis √ Pembangunan Drainase Primer Kota Tanah Grogot Tanah Grogot √ Pembangunan Drainase Sekunder/Tersier Kota Tanah

Grogot Tanah Grogot √

Supervisi Pembangunan Drainase Primer Kota Tanah

Grogot Tanah Grogot √

Pemb. P/S Sanitary Landfill Saluran Landfill Blok III Batu Kajang √ Pembangunan Drainase Kawasan IKK Tanah Grogot √

Pembangunan IPLT di TPA Janju Desa Janju √

C

Pengembangan Permukiman

Pembangunan Jalan Titian Pada Kawasan Pemukiman

Kumuh Nelayan Desa TanjungAru √

Peningkatan Jalan Usaha Tani Tajur √

Penyediaan Infrastruktur Kawasan Kumuh Perkotaan Tanah Grogot √ Penyediaan Infrastruktur Kawasan Perum Korpri Tapis Tapis √ Pembangunan Jalan Titian Pada Kawasan Kumuh

Nelayan Desa Lori Lori √

Peningkatan Jalan Usaha Tani Batu Kajang √

Peningkatan Jalan Usaha Tani/Jalan Desa Pondong Baru √ Penyediaan Infrastruktur Kawasan Perum Korpri Desa

Jone Jone √

Pembangunan Jalan Titan Pada Kawasan Permukiman

Kumuh Nelayan Muara Pasir √

Pembangunan Jalan Titian Pada Kawasan Kumuh

Nelayan Desa Labuangkalo Labuangkalo √

Peningkatan Jalan Usaha Tani Kerang Dayo √

(27)

No Rincian Kegiatan Lokasi Amdal UKL/UPL SPPLH Penyusunan dokumen DED RTH Kawasan Perkantoran

Tepian Batang Tepian Batang √

Penyusunan dokumen DED RTH Taman Depan Keraton

Pasir Belengkong PasirBelengkong √

Pemb. P/S RTH Kawasan Perkantoran Tepian Batang Tepian Batang √ Pemb. P/S RTH Taman Depan Keraton Pasir

Belengkong PasirBelengkong √

8.2

Analisa Perlindungan Sosial

Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca pembangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur permukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait dan sesuai dengan isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta pengarusutamaan gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan masyarakat terkena dampak sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk dan pemberian kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian pada pasca pembangunan atau pengelolaan perlu diidentifikasi apakah keberadaan infrastruktur bidang Cipta Karya tersebut membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya.

Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan aspek sosial adalah sebagai berikut:

1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional

 Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga dilakukan dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana.

 Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di tingkat nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender.

2. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum:

 Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak.

3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014:

(28)

termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan percepatan pembangunan infrastruktur dasar.

 Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.

4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan penanggulangan Kemiskinan  Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan oleh

pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.

5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional

 Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing. Komponen sosial dalam hal ini terkait pengadaan tanah dan keresahan masyarakat karena rencana investasi tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Pengadaan tanah biasanya terjadi jika kegiatan investasi berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan dengan kesepakatan kedua belah pihak terutama terkait dengan ganti rugi atau ganti untung dan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.

8.2.1 Aspek Sosial pada Tahap Perencanaan Pembangunan

A. Kemiskinan

Aspek sosial pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan mampu melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu ditindak-lanjuti adalah isu kemiskinan sesuai dengan kebijakan internasional MDGs dan Agenda Pasca 2015, serta arahan kebijakan pro rakyat sesuai direktif presiden.

Tabel 8.8 Analisis Kebutuhan Penanganan Penduduk Miskin Kabupaten Paser

No Lokasi PendudukJumlah Miskin

Kondisi

Umum Permasalahan

Bentuk Penanganan

yang Sudah Dilakukan

Kebutuhan Penanganan

1 Kab. Paser 7.191 Jiwa

(Thn 2014) Pendudukmiskin paling banyak diketemukan

(29)

-No Lokasi PendudukJumlah Miskin

Kondisi

Umum Permasalahan

Bentuk Penanganan

yang Sudah Dilakukan

Kebutuhan Penanganan

di Kec. Amuntai Selatan, Babirik dan Sungai Pandan.

Menurut standar BPS terdapat 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan keluarga/rumah tangga dikategorikan miskin, yaitu:

1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang. 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan

3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitasrendah/tembok tanpa diplester.

4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain. 5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.

6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan. 7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah. 8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.

9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun. 10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.

11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.

12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan.

13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD. 14. Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan minimal Rp.

500.000,-seperti sepeda motor kredit / non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.

B. Pengarusutamaan Gender

(30)

Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan Masyarakat bidang Cipta Karya. Berikut akan dijabarkan dalam bentuk tabel yang berisikan pemetaan awal untuk mengetahui bentuk responsif gender dari masing-masing kegiatan, manfaat, hingga permasalahan yang timbul sebegai pembelajaran di masa datang di Kabupaten Paser.

Tabel 8.9 Kajian Pengaruh Pelaksanaan Kegiatan Bidang Cipta Karya bagi Pengarusutamaan Gender di Kota/Kabupaten

Kab. Paser - Dalam bentuk aspirasi

77 Orang

b PISEW

c PAMSIMAS Kec. Babirik 2011 832 Jiwa

Kec. Danau

Kec. Babirik 2012

(31)

No Program/

Sumber : Hasil Analisa Tahun 2015

Tabel 8.10 Penyerapan Tenaga Kerja Tahun 2015 Pembangunan Infrastruktur Permukiman Kab. Paser

No Paket Pekerjaan

Tenaga Profesional Tenaga Semi

Profesional Pekerja Jumlah

1 Peningkatan Jalan Lingkungan / SemenisasiDesa Tanjung Pinang Kecamatan Muara Samu 0 0 0 0 21 42 21 42

2 Peningkatan Jalan Lingkungan / Semenisasi &Pembangunan Jembatan Kayu Desa Rantau

Atas Kecamatan Muara Samu 0 0 0 0 32 64 32 64

3 Peningkatan Jalan Lingkungan / SemenisasiDesa Libur Dinding Kecamatan Muara Samu 0 0 0 0 17 34 17 34

4 Semenisasi Jalan Desa Sebakung MakmurKecamatan Long Kali 0 0 0 0 9 18 9 18

5 Bak Penampung Air dan Box Culvert DesaMuara Adang II Kecamatan Long Kali 0 0 0 0 17 34 17 34

6 Peningkatan Jalan Desa Long Kali KecamatanLong Kali 0 0 0 0 14 28 14 28

Total 0 0 0 0 110 220 110 220

Sumber : e-Monitoring Tahun 2015

8.2.2 Perlindungan Sosial Pada Tahap Pelaksanaan Pembangunan

Pelaksanaan pembangunan bidang secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman kembali.

1. Konsultasi masyarakat

(32)

2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan

Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.

3. Permukiman kembali penduduk (resettlement)

Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan adanya kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek. Bilamana pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman kembali harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang terpindahkan mendapat peluang ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk mendapat kompensasi yang wajar atas kerugiannya, serta bantuan dalam pemindahan dan pembangunan kembali kehidupannya di lokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan kompensasi lain bagi penduduk yang dimukimkan jika diperlukan dan sesuai persyaratan.

Pengadaan tanah dan permukiman kembali atau land acquisition and resettlement untuk kegiatan RPI2-JM mengacu pada prinsip-prinsip sebagai berikut ini : 1. Transparan : Sub proyek dan kegiatan yang terkait harus diinformasikan secara

transparan kepada pihak-pihak yang akan terkena dampak. Informasi harus mencakup, antara lain, daftar warga dan aset (tanah, bangunan, tanaman, dan lainnya) yang akan terkena dampak.

2. Partisipatif : Warga yang berpotensi terkena dampak/dipindahkan (DP) harus terlibat dalam seluruh perencanaan proyek, seperti: penentuan batas lokasi proyek, jumlah dan bentuk kompensasi, serta lokasi tempat permukiman kembali.

3. Adil : Pengadaan tanah tidak boleh memperburuk kondisi kehidupan masyarakat. Masyarakat tersebut memiliki hak untuk mendapatkan ganti rugi yang memadai, seperti tanah pengganti dan/atau uang tunai yang setara dengan harga pasar tanah dan asetnya. Biaya terkait lainnya, seperti biaya pindah, pengurusan surat tanah, dan pajak, harus ditanggung oleh pemrakarsa kegiatan. Masyarakat harus diberi kesempatan untuk mengkaji rencana pengadaan tanah ini secara terpisah di antara mereka sendiri dan menyetujui syarat-syarat dan jumlah ganti rugi dan/atau permukiman kembali.

(33)

musyawarah dalam forum stakeholder untuk menjamin bahwa hibah benar-benar dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dari pihak manapun;

5. Kontribusi/hibah tanah secara sukarela hanya dapat dilakukan bila:

• DP mendapatkan manfaat yang jauh lebih besar dibandingkan dengan harga tanah miliknya (dibuktikan dengan perhitungan yang disepakati kedua belah pihak); dan • Tanah yang dihibahkan nilainya ≤ 10 % dari nilai tanah, bangunan atau aset lain yang

produktif dan nilainya < 1 (satu) juta Rupiah.

Kesepakatan kontribusi sukarela tersebut harus ditandatangani kedua belah pihak setelah DP melakukan diskusi secara terpisah.Safeguard Monitoring Teamatau SMT harus dapat menjamin bahwa tidak ada tekanan pada DP untuk melakukan kontribusi tanah secara sukarela. Persetujuan tersebut harus didokumentasikan secara formal;

1. Kegiatan investasi harus sudah menentukan batas-batas lahan yang diperlukan, jumlah warga yang terkena dampak, informasi umum mengenai pendapatan serta status pekerjaan DP, dan harga tanah yang berlaku yang diusulkan oleh pemrakarsa kegiatan dan didukung oleh NJOP, sebelum pembebasan tanah (dengan atau tanpa pemukiman kembali/resettlement) dilakukan;

2. Kegiatan yang dapat mengakibatkan dampak pada lebih dari 200 orang atau 40 KK, atau melibatkan pemindahan lebih dari 100 orang atau 20 KK, harus didukung dengan Rencana Tindak Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali atau RTPTPK yang menyeluruh.

3. Jika kegiatan investasi hanya akan mengakibatkan dampak pada kurang dari 200 orang atau 40 KK atau berdampak pada kurang dari 10% aset produktif atau hanya melakukan pemindahan penduduk secara temporer (sementara) selama masa konstruksi, harus didukung dengan RTPTPK sederhana.

4. RTPTPK menyeluruh atau RTPTPK sederhana dan pelaksanaannya menjadi tanggung jawab pemrakarsa kegiatan, dimonitor oleh Tim Pemantauan.

5. Perhitungan ganti rugi bagi DP. Terdapat beberapa alternatif cara untuk menghitung ganti rugi, yakni:

• Perhitungan ganti rugi tanah berdasarkan nilai pasar tanah di lokas yang memiliki karakteristik ekonomi yang serupa pada saatpembayaran kompensasi ganti rugi dilakukan;

• Perhitungan kompensasi ganti rugi bangunan berdasarkan nilaipasar bangunan dengan kondisi yang serupa di lokasi yang sama;

• Perhitungan ganti rugi untuk tanaman berdasarkan nilai pasar tanaman yang sama ditambah dengan biaya atas kerugian non material lainnya; dan

(34)

Pihak yang dapat terkena dampak pembebasan tanah dan/atau pemukiman dipindahkan dalam kegiatan sub proyek dapat berupa warga/individu, entitas, atau badan hukum. Adapun bentuk dampak yang diakibatkan dapat berupa:

• Dampak fisik, seperti dampak pada tanah, bangunan, tanaman dan aset produktif lainnya; dan

• Dampak non-fisik, seperti dampak lokasi, akses pada tempat kerja atau prasarana, dan sebagainya.

6. Berkenanaan dengan hak hukum atas tanah, DP dapat dikelompokkan menjadi:

• Warga yang memiliki hak atas tanah pada saat pendataan dilakukan, termasuk hak adat;

• Warga yang tidak memiliki hak atas tanah, akan tetapi menguasai/menggarap lahan atau aset lannya (hak garap);

• Warga yang menguasai tanah berdasarkan perjanjian dengan pemilik tanah (hak sewa);

• Warga yang menguasai/menempati tanah/lahan tanpa landasan hukum ataupun perjanjian dengan pemilik tanah (sering disebut sebagai squatter); dan

• Warga yang mengelola tanah wakaf (tanah yang dihibahkan untuk kepentingan agama).

Prosedur pelaksanaan pembebasan tanah dan permukiman kembali terdiri dari beberapa kegiatan utama yang meliputi: penyiapan awal dari usulan kegiatan untuk melihat apakah kegiatan yang bersangkutan memerlukan pembebasan tanah atau kegiatan permukiman kembali atau tidak; pengklasifikasian/kategorisasi dampak pembebasan tanah dan permukiman kembali dari sub proyek yang diusulkan sesuai tabel V.4 perumusan surat pernyataan bersama (jika melibatkan hibah sebidang tanah secara sukarela) atau perumusan Rencana Tindak Pembebasan Tanah dan Permukiman Kembali (RTPTPK) sederhana atau menyeluruh sesuai kebutuhan didukung SK kembali (recheck) dengantracer study.Tracer studyini dimaksudkan untuk menjamin bahwa proses pembebasan tanah telah sesuai dengan standar Bupati.

Pembebasan tanah dan permukimkan kembali yang telah dilaksanakan sebelum usulan sub proyek disampaikan, harus diperiksa yang berlaku, tidak mengakibatkan kondisi kehidupan DP menjadi lebih buruk, dan mekanisme penanganan keluhan dilaksanakan dengan baik.

Kegiatan-kegiatan yang memerlukan kegiatan perlidungan social seperti konsultasi masayarakat, Pemindahan Penduduk/Kompensasi ke masayarakat dan Permukiman Kembali diantaranya sebagai berikut :

(35)

3. Pembangunan Kawasan RSH

4. Pembangunan Kawasan Perkantoran

Tabel 8.11 Kategori PendugaanSafeguardSosial

Kategori Dampak Persyaratan

A

Sub Proyek tidak melibatkan kegiatan pembebasan tanah

1. Sub Proyek seluruhnya menempati tanah negara Surat Pernyataan dari pemrakarsa kegiatan

2. Sub Proyek seluruhnya atau sebagian menempati tanah yang dihibahkan secara sukarela

Laporan yang disusun oleh pemrakarsa kegiatan

B

Pembebasan tanah secara sukarela:

Hanya dapat dilakukan bila lahan produktif yang dihubahkan < 10% dan memotong < bidang lahan sejarak 1,5 m dari batas kavling atau garis sepadan bangunan, dan bangunan atau aset tidak bergerak lainnya yang dihibahkan senilai < Rp. 1 Juta.

Surat Persetujuan yang disepakati dan ditandatangai bersama antara pemrakarsa kegiatan dan warga yang pemindahan warga sementara selama masa konstruksi

RTPTPK sederhana

D Pembebasan tanah berdampak pada > 200 orang atau

memindahkan warga > 100 orang RTPTPK menyeluruh

8.2.3 Perlindungan Sosial Pada Tahap Pasca Pelaksanaan Pembangunan

Output kegiatan pembangunan seharusnya memberi manfaat bagi masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan secara sederhana dapat terukur, seperti :

1. Kemudahan mencapai lokasi pelayanan infrastruktur dimana akses jalan masyarakat dapat dilalui, selain itu waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.

2. Terciptanya Lingkungan Permukiman yang aman, dan nyaman. Dimana lingkungan permukiman masayarakat menjadi lebih sehat akibat pembanguanan infrastruktur di sekitar lingkungan masyarakat dan terwujudnya kelayakan sanitasi lingkungan.

3. Meningkatnya taraf hidup perekonomian masayarakat, dimana adanya recruitment tenaga kerja bagi masayarakat sekitar pembangunan infrastruktur. Sejumlah lowongan kerja akan dibuka dan jumlah tenaga kerja setempat yang dapat terserap dapat digunakan dalam operasional

(36)

ASPEK PEMBIAYAAN

KABUPATEN PASER

Sesuai PP no. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, diamanatkan bahwa kewenangan pembangunan bidang Cipta Karya merupakan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten/ Kota terus didorong untuk meningkatkan belanja pembangunan prasarana Cipta Karya agar kualitas lingkungan permukiman di daerah meningkat. Di samping membangun prasarana baru, pemerintah daerah perlu juga perlu mengalokasikan anggaran belanja untuk pengoperasian, pemeliharaan dan rehabilitasi prasarana yang telah terbangun.

Namun, seringkali pemerintah daerah memiliki keterbatasan fiscal dalam mendanai pembangunan infrastruktur permukiman. Pemerintah daerah cenderung meminta dukungan pendanaan pemerintah pusat, namun perlu dipahami bahwa pembangunan yang dilaksanakan Ditjen Cipta Karya dilakukan sebagai stimulan dan pemenuhan standar pelayanan minimal. Oleh karena itu, alternatif pembiayaan dari masyarakat dan sektor swasta perlu dikembangkan untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya yang dilakukan pemerintah daerah. Dengan adanya pemahaman mengenai keuangan daerah, diharapkan dapat disusun langkah-langkah peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya di daerah.

Pembahasan aspek pembiayaan dalam RPI2-JM bidang Cipta Karya pada dasarnya bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi kapasitas belanja pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya.

2. Mengidentifikasi alternatif sumber pembiayaan antara lain dari masyarakat dan sektor swasta untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya.

(37)

9.1

Arahan Kebijakan Pembiayaan Bidang Cipta Karya

Pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya perlu memperhatikan arahan dalam peraturan dan perundangan terkait, antara lain:

1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah: Pemerintah daerah diberikan hak otonomi daerah, yaitu hak, wewenang, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat yaitu politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.

2. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah: untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah, pemerintah daerah didukung sumber-sumber pendanaan meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pendapatan Lain yang Sah, serta Penerimaan Pembiayaan. Penerimaan daerah ini akan digunakan untuk mendanai pengeluaran daerah yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah.

3. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan: Dana Perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Khusus. Pembagian DAU dan DBH ditentukan melalui rumus yang ditentukan Kementerian Keuangan.Sedangkan DAK digunakan untuk mendanai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas nasional.Penentuan lokasi dan besaran DAK dilakukan berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.

4. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota: Urusan pemerintahan yang menjadikewenangan pemerintahan daerah, terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi urusan, termasuk bidang pekerjaan umum.Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah.Urusan wajib pemerintahan yang merupakan urusan bersama diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.

Gambar

Gambar 8.1. Kedudukan KLHS Terhadap AMDAL
Gambar 8.3. Diagram Alir Pentahapan Pelaksanaan KLHS
Gambar 8.6. Integrasi Pelaksanaan KLHS dalam Perencanaan KRP
Tabel 8.3 Kategori Pendugaan Safeguard Lingkungan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kuliah Kerja Lapangan (KKL) merupakan salah satu kegiatan penunjang pengembangan materi kuliah dalam kelas yang memiliki peran cukup penting dan strategis,

Seminar Nasional Peranan Konservasi Flora Indonesia Dalam Mengatasi Dampak Pemanasan Global telah diselenggarakan pada tanggal 14 Juli 2009 di Kebun Raya “Eka Karya” Bali -

Cornellia Sella Prasiska. HOROK-HOROK MAKANAN PENGGANTI NASI MASYARAKAT JEPARA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG. Program Studi S1 Pendidikan Sejarah. Fakultas Keguruan dan

Kepentingan dan kebutuhan masyarakat akan hidup sejahtera lahir dan bathin, tempat tinggal dan lingkungan yang baik dan sehat yang terbebas dari dampak negative

siswa mendapat pendidikan agama dari guru agama yang sesuai dengan agama masing murid sehingga semua sekolah yang menjadi obyek penelitian sudah memenuhi amanat UU

Data keaktifan siswa pada tabel IV.4 tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan belajar siswa yang dilihat dari tiga indikator keaktifan meliputi tanya jawab kepada guru dan

Tetapi, bila koordinat dari suatu vektor disajikan sebagai baris atau kolom dalam suatu matriks, maka secara esensi penyajian bergantung pada urutan vektor-vektor basis. Begitu

Diharapkan komoditas brokoli yang menjadi salah satu komoditas unggulan dari Desa Cibodas yang juga cukup banyak ditanam oleh para petani di desa tersebut mampu