BAB 6
Kerangka Kelembagaan dan Regulasi
Kabupaten Way Kanan
Dalam pembangunan prasarana bidang Cipta Karya, untuk mencapai hasil yang optimal
diperlukan kelembagaan yang dapat berfungsi sebagai motor penggerak RPIJM agar dapat
dikelola dengan baik dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kelembagaan dibagi dalam 3 komponen utama, yaitu organisasi, tata laksana dan sumber
daya manusia. Organisasi sebagai wadah untuk melakukan tugas dan fungsi yang
ditetapkan kepada lembaga; tata laksana merupakan motor yang menggerakkan
organisasi melalui mekanisme kerja yang diciptakan; dan sumber daya manusia sebagai
operator dari kedua komponen tersebut. Dengan demikian untuk meningkatkan kinerja
suatu lembaga, penataan terhadap ketiga komponen harus dilaksanakan secara
bersamaan dan sebagai satu kesatuan.
6.1
KERANGKA KELEMBAGAAN
Sebagaimana ditetapkan dalam Program Reformasi Birokrasi, penataan tata laksana
merupakan salah satu prioritas program untuk peningkatan kapasitas kelembagaan. Tata
laksana organisasi yang perlu dikembangkan adalah menciptakan hubungan kerja antar
perangkat daerah dengan menumbuhkembangkan rasa kebersamaan dan kemitraan
dalam melaksanakan beban kerja dan tanggung jawab bagi peningkatan produktifitas dan
kinerja.
Secara internal, Cipta Karya keorganisasian urusan pemerintah bidang Cipta Karya, perlu
mengembangkan hubungan fungsional sesuai dengan kompetensi dan kemandirian
dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang untuk masing-‐masing bidang/seksi.
bidang/seksi di dalam keorganisasian urusan Cipta Karya, maupun untuk hubungan kerja
lintas dinas/bidang dalam rangka menghindari tumpang tindih atau duplikasi program
dan kegiatan secara substansial dan menjamin keselarasan program dan kegiatan antar
perangkat daerah.
Prinsip-‐prinsip hubungan kerja yang diuraikan di atas perlu dituangkan di dalam Peraturan
Daerah tentang keorganisasian Pemerintah Kabupaten/kota, khususnya menyangkut
tupoksi dari masing-‐masing instansi pemerintah bidang Cipta Karya. Selain itu, guna
memperjelas pelaksanaan tugas pada setiap satuan kerja, perlu dilengkapi dengan
tatalaksana dan tata hubungan kerja antar satuan kerja, serta Standar Operasional
Prosedur (SOP) untuk setiap pelaksanaan tugas, yang dapat dijadikan pedoman bagi
pegawai dalam melakukan tugasnya.
Dengan mengacu pada tabel 6.1 dapat dilihat penjabaran peran masing-‐masing instansi
dan hubungan kerja dalam pembangunan bidang cipta karya.
Tabel 6.1 Hubungan Kerja Instansi Bidang Cipta Karya
No. Instansi Peran Instansi dalam
Pembangunan Bidang CK
Unit / Bagian yang Menangani Pembangunan
Bidang CK
(1) (2) (3) (4)
1 Bappeda 1. Pengoordinasian an
Penyusunan perencanaan
pembangunan di
bidang Fisik dan Prasarana
2. Penetapan petunjuk
pelaksanaan
perencanaan dan pengendalian
pembangunan di
bidang Fisik dan Prasarana
3. Pelaksanaan
kerjasama
pembangunan antar daerah
kabupaten/kota dan
No. Instansi Peran Instansi dalam
Dalam kaitannya dengan Reformasi Birokrasi, penataan system manajemen SDM aparatur
merupakan program ke-‐5 dari Sembilan Program Reformasi Birokrasi, yang perlu
ditingkatkan tidak hanya dari segi kuantitas tetapi juga kualitas. Bagian ini menguraikan
kondisi SDM di keorganisasian instansi yang menangani bidang Cipta Karya.
Dengan mengacu pada kondisi eksisting kelembagaan perangkat daerah, bagian ini
menguraikan analisis permasalahan kelembagaan Pemerintah kabupaten/kota yang
menangani bidang Cipta Karya.
Tujuan analisis kelembagaan adalah untuk mengetahui permasalahan kelembagaan
bidang cipta karya yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi maupun keluaran
produk RPIJM Bidang Cipta Karya. Analisis deskriptif dapat mengacu pada pertanyaan di
bawah ini:
a. Apakah struktur organisasi perangkat kerja daerah sudah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku?
b. Apakah tugas dan fungsi organisasi bidang Cipta Karya sudah sesuai dengan tugas dan fungsi masing-‐masing instansi?
c. Apa saja faktor-‐faktor eksternal yang mempengaruhi struktur organisasi? Pedoman Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya 323
d. Apa saja permasalahan yang ditemui dalam organisasi perangkat kerja daerah khususnya yang terkait dengan bidang cipta karya?
Salah satu cara yang dapat dipergunakan untuk melakukan analisis ini adalah dengan
melakukan diskusi antar anggota Tim RPIJM.
Tujuan analisis permasalahan ketatalaksanaan kelembagaan bidang cipta karya adalah
untuk mengetahui faktor-‐faktor yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi maupun
keluaran produk RPIJM Bidang Cipta Karya. Dalam proses analisis ini beberapa pertanyaan
kunci yang perlu mendapat jawaban adalah sebagai berikut:
a. Apakah Perda penetapan Organisasi Pemerintah Daerah telah menguraikan tupoksi masing-‐masing dinas/unit kerja yang ada?
b. Bagaimana mekanisme hubungan kerja didalam dan antar instansi terkait bidang cipta karya yang terjadi selama ini?
c. Apakah keorganisasian bidang cipta karya yang ada sudah mengikuti ketentuan dalam PP 41 tahun 2007? Juga perlu dicermati apakah semua sektor bidang cipta karya yaitu
bidang air minum, pengembangan permukiman, penyehatan lingkungan permukiman,
dan penataan bangunan dan lingkungan sudah tercantum dalam keorganisasian yang
d. Apa saja permasalahan yang ditemui dalam ketatalaksanaan perangkat kerja daerah yang terkait dengan bidang Cipta Karya?
e. Apa saja faktor-‐faktor eksternal yang mempengaruhi ketatalaksanaan perangkat kerja daerah khususnya yang terkait dengan bidang cipta karya? kuantitas SDM organisasi, khususnya yang terkait dengan bidang cipta karya?
No. Instansi Tingkat
Strategi yang digunakan adalah bagaimana kekuatan mampu mengambil keuntungan dari
peluang yang ada (strategi S-‐O); bagaimana cara mengatasi kelemahan yang mencegah
keuntungan dari peluang yang ada (strategi W-‐O); bagaimana kekuatan mampu
menghadapi ancaman yang ada (strategi S-‐T); dan terakhir adalah bagaimana cara
mengatasi kelemahan yang mampu membuat ancaman menjadi nyata atau menciptakan
Berdasarkan strategi-‐strategi tersebut, dapat dikembangkan rencana pengembangan
kelembagaan di daerah.
6.1.3 Rencana Pengembangan Keorganisasian
Untuk merumuskan rencana pengembangan keorganisasian, dengan mengacu pada
analisis SWOT, dilandaskan pada efektifitas dan efisiensi yang akan tercipta dari penataan
struktur organisasi dan tupoksinya.
Rencana pengembangan keorganisasian dilakukan dengan mengacu pada analisis dan
evaluasi tugas dan fungsi satuan organisasi termasuk perumusan dan pengembangan
jabatan struktural dan fungsional di lingkungan Pemda, serta menyusun analisis jabatan
dan beban kerja dalam rangka mendayagunakan dan meningkatkan kapasitas
kelembagaan satuan organisasi di masing-‐masing unit kerja di lingkungan Pemerintah
Daerah, khususnya bidang Cipta Karya.
6.1.4 Rencana Pengembangan Tata Laksana
Untuk merumuskan rencana pengembangan tata laksana, dengan mengacu pada analisis
SWOT sebelumnya, antara lain diperlukan evaluasi tata laksana, pengembangan standar
dan operasi prosedur, serta pembagian kerja dan program yang jelas antar unit dalam
instansiataupun lintas instansi di lingkungan Pemerintah Daerah, khususnya di bidang
Cipta Karya.
6.1.5 Rencana Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)
Untuk merumuskan rencana pengembangan Sumber Daya Manusia, dengan mengacu
pada analisis SWOT, antara lain diperlukan perencanaan karier setiap pegawai sesuai
dengan kompetensi individu dan kebutuhan organisasi. Guna meningkatkan pelayanan
kepegawaian, maka perencanaan pegawai hendaknya mengacu pada analisis jabatan
yang terintegrasi sesuai dengan kebutuhan organisasi.
Selain itu, rencana pengembangan SDM dapat dilakukan dengan peningkatan jenjang
pendidikan serta mendukung pembinaan kapasitas pegawai melalui pelatihan. Sesuai
terdapat beberapa pelatihan yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya
Kementerian PU yang dapat menjadi referensi dipaparkan pada tabel 6.4 dibawah ini.
Tabel 6.4 Pelatihan Bidang Cipta Karya
No Jenis Pelatihan
1 Bimbingan Teknis Pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara Pusat, Barat dan Timur serta sertifikasi Pengelola Teknis 2 Bimbingan Teknis Penyelenggaraan Bangunan Gedung Negara
3 Bimbingan Teknis Pengelolaan Rumah Negara Golongan III
4 Training of Trainers (TOT) Bidang Penyelenggaraan Penataan Bangunan
dan Lingkungan
5 Training of Trainers (TOT) Sosialisasi Peraturan Perundangan-‐ undangan
Bangunan Gedung dan Lingkungan
6 Pelatihan Pengadaan Barang dan Jasa Dit. PBL
7 Peningkatan Kapasitas SDM Dit. PBL bekerjasama dengan Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi
8 Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan dalam Bidang Keprotokolan
9 Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan dalam Bidang Tata Persuratan
10 Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan Pemeliharaan dan Pengamanan Infrastruktur Publik Bidang Cipta Karya
11 Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan Aparatur Negara dalam
Tanggap Darurat Bencana
12 Pembinaan Teknis Percepatan Proses Hibah/Alih Status Barang Milik
Negara
13 Pembinaan Teknis Penerapan Aplikasi SIMAK BMN
14 Pembinaan Teknis Pengembangan Kompetensi Pegawai
15 Pembinaan Teknis Pemetaan Kompetensi Pegawai
16 Diklat Pejabat Inti Satker (PIS)
17 Diklat Jabatan Fungsional
6.2
KERANGKA REGULASI
Beberapa kebijakan berikut merupakan landasan hukum dalam pengembangan dan
peningkatan kapasitas kelembagaan bidang Cipta Karya pada pemerintahan
kabupaten/kota.
1) Undang-‐Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Dalam UU 32/2004 disebutkan bahwa Pemerintah Daerah mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan menjalankan otonomi seluas-‐luasnya, dengan
tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing
daerah. Untuk membantu Kepala Daerah dalam melaksanakan otonomi, maka
dibentuklah organisasi perangkat daerah yang ditetapkan melalui Pemerintah Daerah.
Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah
adanya urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Besaran
organisasi perangkat daerah sekurang-‐kurangnya mempertimbangkan faktor
kemampuan keuangan, kebutuhan daerah, cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas
yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas, luas wilayah kerja dan kondisi
geografis, jumlah dan kepadatan penduduk, potensi daerah yang bertalian dengan
urusan yang akan ditangani, dan sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena
itu, kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi masing-‐masing daerah tidak
senantiasa sama atau seragam.
2) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
PP tersebut mencantumkan bahwa bidang pekerjaan umum merupakan bidang wajib
yang menjadi urusan pemerintah daerah, dan pemerintah berkewajiban untuk
melakukan pembinaan terhadap pemerintah kabupaten/kota.
PP 38/2007 ini juga memberikan kewenangan yang lebih besarkepada Pemerintah
Kabupaten/Kota untuk melaksanakan pembangunan di Bidang Cipta Karya. Hal ini
dapat dilihat dari Pasal 7 Bab III, yang berbunyi: “(1) Urusan wajib sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) adalah urusan pemerintahan yang wajib
kabupaten/kota, berkaitan dengan pelayanan dasar. (2) Urusan wajib sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi: antara lainnya adalah bidang pekerjaan umum”.
Dari pasal tersebut, ditetapkan bahwa bidang pekerjaan umum merupakan bidang
wajib yang menjadi urusan pemerintah daerah,sehingga penyusunan RPIJM bidang
Cipta Karya sebagai salah satu perangkat pembangunan daerah perlu melibatkan
Pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
3) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Daerah
Berdasarkan PP 41 tahun 2007, bidang PU meliputi bidang Bina Marga, Pengairan,
Cipta Karya dan Penataan Ruang. Bidang PU merupakan perumpunan urusan yang
diwadahi dalam bentuk dinas. Dinas ditetapkan terdiri dari 1 sekretariat dan paling
banyak 4 bidang, dengan sekretariat terdiri dari 3 sub-‐bagian dan masing masing
bidang terdiri dari paling banyak 3 seksi.
4) Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-‐ 2014
Dalam Buku II Bab VIII Perpres ini dijabarkan tentang upaya untuk meningkatkan
kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi diperlukan adanya upaya penataan
kelembagaan dan ketalalaksanaan, peningkatan kualitas sumber daya manusia
aparatur, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, penyempurnaan sistem
perencanaan dan penganggaran, serta pengembangan sistem akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah dan aparaturnya.
Untuk mendukung penataan kelembagaan, secara beriringan telah ditempuh upaya
untuk memperkuat aspek ketatalaksanaan di lingkungan instansi pemerintah, seperti
perbaikan standar operasi dan prosedur (SOP) dan penerapan e-‐government di
berbagai instansi. Sejalan dengan pengembangan manajemen kinerja di lingkungan
instansi pemerintah, seluruh instansi pusat dan daerah diharapkan secara bertahap
dalam memperbaiki system ketatalaksanaan dengan menyiapkan perangkat SOP,
mekanisme kerja yang lebih efisien dan efektif, dan mendukung upaya peningkatan
5) Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-‐2025
Tindak lanjut dari Peraturan Presiden ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 30
Tahun 2012 tentang Pedoman Pengusulan, Penetapan, dan Pembinaan Reformasi
Birokrasi pada Pemerintah Daerah. Berdasarkan peraturan menteri ini, reformasi
birokrasi pada pemerintah daerah dilaksanakan mulai tahun 2012, dengan dilakukan
secara bertahap dan berkelanjutan sesuai dengan kemampuan pemerintah daerah.
Permen ini memberikan panduan dan kejelasan mengenai mekanisme serta prosedur
dalam rangka pengusulan, penetapan, dan pembinaan pelaksanaan reformasi
birokrasi pemerintah daerah.
Upaya pembenahan birokrasi di lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya telah
dimulai sejak tahun 2005. Pembenahan yang dilakukan adalah menyangkut 3 (tiga)
pilar birokrasi, yaitu kelembagaan, ketatalaksanaan, dan Sumber Daya Manusia
(SDM).
Untuk mendukung tercapainya good governance, maka perlu dilanjutkan dan
disesuaikan dengan program reformasi birokrasi pemerintah, yang terdiri dari
sembilan program, yaitu :
(1) Program Manajemen Perubahan, meliputi: penyusunan strategi manajemen perubahan dan strategi komunikasi K/L dan Pemda, sosialisasi dan internalisasi
manajemen perubahan dalam rangka reformasi birokrasi;
(2) Program Penataan Peraturan Perundang-‐undangan, meliputi: penataan berbagai peraturan perundang-‐undangan yang dikeluarkan/diterbitkan oleh K/L dan
Pemda;
(3) Program Penguatan dan Penataan Organisasi, meliputi: restrukturisasi tugas dan fungsi unit kerja, serta penguatan unit kerja yang menangani organisasi, tata
laksana, pelayanan publik, kepagawaian dan diklat;
(5) Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur, meliputi: penataan sistem rekrutmen pegawai, analisis dan evaluasi jabatan, penyusunan standar kompetensi jabatan,
asesmen individiu berdasarkan kompetensi;
(6) Penguatan Pengawasan, meliputi: penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dan Peningkatan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
(APIP);
(7) Penguatan Akuntabilitas, meliputi: penguatan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, pengembangan system manajemen kinerja organisasi dan
penyusunan Indikator Kinerja Utama (IKU);
(8) Penguatan Pelayanan Publik, meliputi: penerapan standar pelayanan pada unit kerja masing-‐masing, penerapan SPM pada Kab/Kota.
(9) Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan.
6) Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional
Di dalam Inpres ini dinyatakan bahwa pengarusutamaan gender ke dalam seluruh
proses pembangunan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan
fungsional semua instansi dan lembaga pemerintah di tingkat Pusat dan Daerah.
Presiden menginstruksikan
untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi atas kebijakan dan program
pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan
fungsi, serta kewenangan masingmasing.
Terkait PUG, Kementerian PU dan Ditjen Cipta Karya pada umumnya telah mulai
menerapkan PUG dalam tiap program/kegiatan Cipta Karya. Untuk itu perlu
diperhatikan dalam pengembangan kelembagaan bidang Cipta Karya untuk
memasukkan prinsip-‐prinsip PUG, demikian pula di dalam pengelolaan RPIJM Bidang
Cipta Karya.
7) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010 Tentang Standar Pelayanan Minimum
Peraturan Menteri PU ini menekankan tentang target pelayanan dasar bidang PU yang
menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota. Target pelayanan dasar yang
ditetapkan dalam Permen ini yaitu pada Pasal 5 ayat 2, dapat dilihat sebagai bagian
dari beban dan tanggungjawab kelembagaan yang menangani bidang ke-‐ PU-‐an,
khususnya untuk sub bidang Cipta Karya yang dituangkan di dalam dokumen RPIJM.
Dalam Permen ini juga disebutkan bahwa Gubernur bertanggung jawab dalam
koordinasi penyelenggaraan pelayanan dasar bidang PU, sedangkan Bupati/Walikota
bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pelayanan dasar bidang PU. Koordinasi
dan penyelenggaraan pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
dilaksanakan oleh instansi yang bertanggung jawab di Bidang PU dan Penataan Ruang
baik provinsi maupun kabupaten/kota.
8) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentangPetunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah
Peraturan menteri ini menjadi landasan petunjuk teknis dalam penataan perangkat
daerah. Berdasarkan Permen ini dasar hokum penetapan perangkat daerah adalah
Peraturan Daerah (Perda). Penjabaran tupoksi masing-‐masing SKPD Provinsi
ditetapkan dengan Pergub, dan SKPD Kab/Kota dengan Perbup/Perwali.
9) Permendagri Nomor 57 tahun 2010 tentang Pedoman Standar Pelayanan Perkotaan
Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan bagi pemerintah daerah sebagai dasar untuk
memberikan pelayanan perkotaan bagi masyarakat. SPP adalah standar pelayanan
minimal kawasan perkotaan, yang sesuai dengan fungsi kawasan perkotaan
merupakan tempat permukiman perkotaan, termasuk di dalamnya jenis pelayanan
bidang Cipta Karya, seperti perumahan, air minum, drainase, prasarana jalan
lingkungan, persampahan, dan air limbah.
10) Kepmen PAN Nomor 75 tahun 2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil
Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan bagi setiap instansi pemerintah dalam
menghitung kebutuhan pegawai berdasarkan beban kerja dalam rangka penyusunan
formasi PNS. Dalam perhitungan kebutuhan pegawai, aspek pokok yang harus
diperhatikan adalah: beban kerja, standar kemampuan rata-‐rata dan waktu kerja.
Dalam keputusan ini, Gubernur melakukan pembinaan dan pengendalian pelayanan
perkotaan, sedangkan Bupati/Walikota melaksanakan dan memfasilitasi penyediaan
pelayanan perkotaan.