1
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SSCS BERBANTUAN KARTU
MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
MATEMATIKA SISWA KELAS III SD DI GUGUS XIII KECAMATAN
BULELENG
I Gede Putu Suryawan
1, I Wayan Suwatra
2, Made Sumantri
31,2,3
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
e-mail: dewawan41
1@yahoo.co.id, wayansuwatra
2@yahoo.co.id, madesumantri_pgsd
3
@yahoo.co.id
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk 1) untuk mengidentifikasi kemampuan pemecahan masalah matematika pada siswa kelas III SD yang mengikuti model pembelajaran konvensional, 2) untuk mengidentifikasi kemampuan pemecahan masalah matematika pada siswa kelas III SD yang mengikuti model
pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS), 3) mengetahui perbedaan kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa antara kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran SSCS berbantuan kartu masalah dengan kelompok siswa yang melaksanakan pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensional. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Sampel penelitian ini yaitu siswa kelas III SD N 1 Baktiseraga yang berjumlah 23 orang dan siswa kelas III SD N 1 Banjar Tegal yang berjumlah 24 orang. Data kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dikumpulkan dengan menggunakan tes essay. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial yaitu uji-t. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas III semester II di Gugus XIII Kecamatan Buleleng yang signifikan antara kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran SSCS berbantuan kartu masalah dengan kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional (thitung > ttabel, thitung = 22,5 dan ttabel = 2,021). Berdasarkan temuan di
atas, disimpulkan bahwa model pembelajaran SSCS berbantuan kartu masalah berpengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional.
Kata kunci: model SSCS, kemampuan pemecahan masalah
Abstract
This research aims to 1) to identify problem solving abilities of mathematics in third grade elementary school students who follow conventional learning model, 2) to identify problem solving abilities of mathematics in third grade elementary school students who follow the learning model of Search, Solve, Create and Share (SSCS) , 3) to know the difference of problem solving ability of student mathematics among group of students who follow the learning model of SSCS assisted problem card with group of students who implement the learning using conventional learning model. The sample of this research is students of class III SD N 1 Baktiseraga which amounted to 23 people and students of class III SD N 1 Banjar Tegal which amounted to 24 people. Data of students' mathematical problem solving skills was collected using an essay test. The data obtained were analyzed using descriptive statistics and inferential statistic analysis, t-test. The results of this study indicate that there are differences in the ability of problem solving mathematics problems of third grade students of semester II in Buleleng District XIII cluster significantly between groups of students who follow the learning model SSCS assisted problem cards with groups of students following the conventional learning model (thitung> ttabel, thitung = 22,5 and ttable
= 2.021). Based on the above findings, it is concluded that SSCS-assisted learning model of problem cards has a positive effect on mathematical problem solving ability compared with conventional learning model.
2
PENDAHULUAN
Pendidikan memiliki peran yang
sangat penting dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa. Peningkatan mutu pendidikan sangat berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan dapat dibentuk peradaban bangsa yang cerdas dan bermartabat. Pendidikan berperan dalam membentuk siswa menjadi manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, mandiri, berilmu,
bertanggung jawab, taat hukum dan menjadi warga negara yang demokratis. “Pendidikan sebagai penyiapan warga Negara diartikan sebagai kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga Negara yang baik” (Tirtarahardja, 1995: 35).
Untuk dapat mencapai tujuan
tersebut, maka pendidikan harus menjadi
prioritas utama. Kualitas pendidikan
dipengaruhi oleh komponen-komponen
yang terlibat dalam suatu pendidikan. Pendidikan sebagai sistem tersusun atas komponen konteks, input, proses, output, dan outcome. Konteks meliputi kemajuan IPTEKS, harapan masyarakat, dukungan masyarakat dan pemerintah. Input meliputi peserta didik, visi, misi, tujuan, sasaran, kurikulum, tenaga kependidikan, dana, sarana dan prasarana. Proses meliputi manajemen, kepemimpinan dan proses pembelajaran. Output adalah hasil belajar yang merefleksikan seberapa efektif proses pembelajaran diselenggarakan. Outcome adalah dampak jangka panjang dari hasil belajar meliputi kesempatan melanjutkan
pendidikan, kesempatan kerja dan
pengembangan diri tamatan. Semua
komponen pendidikan tersebut saling
terkait dan saling mempengaruhi (Koyan, 2011).
Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah, guru dilibatkan sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik diwujudkan dengan adanya interaksi belajar mengajar. Dalam proses pembelajaran diharapkan adanya koordinasi antara guru, siswa dan
lingkungan belajar sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai. Guru
hendaknya mampu berperan sebagai
fasilitator, motivator dan pembimbing untuk
menuntun siswa dalam proses
pembelajaran. Natawidjaya dan Moein
(1993:16) menyatakan, “Pendidikan
merupakan upaya pembimbingan yang berpusat pada diri peserta didik (siswa)
yang dalam perkembangannya selalu
berhubungan dan dipenuhi oleh
lingkungannya”.
Mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dasar yaitu Matematika, IPA, IPS,
Bahasa Indonesia, Pendidikan
Kewarganegaraan, Pendidikan Agama,
Budi Pekerti, Pendidikan Bahasa Daerah, Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) dan Penjaskes. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib dipelajari. Matematika sangat diperlukan baik untuk
kehidupan sehari-hari maupun dalam
menghadapi kemajuan IPTEK sehingga matematika perlu dibekalkan kepada setiap peserta didik sejak SD, bahkan sejak TK . “Perlu disadari bahwa dibelajarkannya matematika kepada semua peserta didik mulai dari tingkat sekolah dasar adalah
untuk membekali mereka berbagai
kemampuan seperti : kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kristis dan kreatif serta kemampuan bekerjasama” (Japa,
2014:3).
Salah satu tujuan pembelajaran
matematika di atas yaitu siswa dapat
memecahkan masalah yang meliputi
kemampuan yang memahami masalah,
merancang model matematika,
menyelesaikan model, dan menafsirkan
solusi yang diperoleh. Kemampuan
pemecahan masalah merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki setiap siswa.
Kemampuan pemecahan masalah
merupakan hal yang sangat penting.
Conney (dikutip Hudojo, 2005: 126)
menyatakan bahwa mengajarkan
penyelesaian masalah kepada peserta didik, memungkinkan peserta didik itu menjadi lebih analitis di dalam mengambil keputusan di dalam hidupnya.
Berdasarkan hasil studi dokumen yang dilakukan di sekolah dasar Gugus XIII Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng pada tanggal 10, 11 Januari 2016 pada mata pelajaran Matematika, ditemukan
3 pemecahan masalah matematika siswa masih rendah, terbukti dari hasil belajar Matematika siswa Kelas III di SD Gugus XIII Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2016/2017 masih belum optimal karena rata-rata nilai siswa masih
belum memenuhi Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM). Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu upaya untuk pemecahan
masalah-masalah yang ditemui pada
pembelajaran Matematika pada siswa Kelas III di SD Gugus XIII Kecamatan Buleleng
Kabupaten Buleleng tahun pelajaran
2016/2017. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan pada guru kelas III SD Gugus XIII, ada beberapa penyebab kurang optimalnya hasil belajar
Matematika siswa diantaranya:ertama,
siswa kurang antusias dalam menerima
pelajaran matematika, siswa sulit
memahami materi yang diberikan oleh guru,
sehingga kemampuan siswa dalam
pemecahan masalah menjadi menurun.
Rendahnya kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah dikarenakan
rendahnya minat siswa untuk mengikuti pelajaran dengan baik dan bersungguh-
sungguh. Selain itu, rendahnya
kemampuan pemecahan masalah siswa karena cara mengajar guru yang tidak tepat. Beberapa guru hanya mengajar dengan satu metode yang kebetulan tidak cocok dan sulit dimengerti oleh siswa. Sehingga saat siswa diberikan suatu persoalan, siswa tidak dapat memecahkan masalah tersebut, sehingga kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih rendah dan rata-rata nilai masih rendah dari KKM yang ada.
Kedua, guru masih mendominasi
pembelajaran. Pembelajaran masih
berpusat pada guru. Siswa kurang
dilibatkan sepenuhnya dalam pembelajaran dan tidak dilatih untuk menggali dan mengolah informasi. Siswa hanya sebagai penerima informasi sehingga pembelajaran dirasakan membosankan, pasif dan kurang bermakna.
Ketiga, siswa kurang berpartisipasi secara aktif dalam pembelajaran. Pada saat pembelajaran, hanya beberapa siswa saja yang aktif bertanya dan menjawab dalam
pembelajaran. Siswa cenderung takut
bertanya kepada guru atau bertanya
kepada temannya apabila ada yang belum dimengerti. Hal ini menyebabkan guru kesulitan mengetahui penguasaan siswa terhadap materi yang dipelajari.
Keempat, dalam proses pembelajaran
guru kurang memanfaatkan media
pembelajaran. Sehingga siswa kurang mengeksplorasi kemampuan yang dimiliki
dan pembelajaran akhirnya monoton
berpusat pada guru. Penggunaan media
dalam pembelajaran sangat penting.
Dengan menggunakan media pembelajaran siswa dapat memahami materi dengan baik.
Melihat permasalahan tersebut, guru perlu berusaha untuk menggunakan cara
terbaik dalam menyampaikan konsep
matematika di kelas sehingga pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan lebih bermakna bagi siswa. Guru sangat perlu menerapkan suatu model pembelajaran
inovatif yang dapat membangkitkan
semangat siswa belajar dan siswa dapat mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Siswa seharusnya tidak lagi dianggap sebagai objek belajar tetapi sebagai subjek
belajar yang harus mencari dan
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Di
samping itu, pembelajaran harus
memberdayakan siswa semaksimal
mungkin atau berperan aktif dalam proses
pembelajaran. Untuk mengatasi
permasalah tersebut, diperlukan suatu
inovasi-inovasi dalam penyajian
pembelajaran matematika di kelas berupa penerapan model pembelajaran, metode, strategi, dan pemanfaatan media yang
dapat mendukung kelancaran proses
pembelajaran. Model pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam mengatasi masalah hasil belajar matematika adalah model pembelajaran yang dapat melibatkan siswa dalam menyelidiki sesuatu.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut yaitu dengan dengan menggunakan model pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS)
berbantuan kartu masalah. “SSCS
merupakan model pembelajaran yang memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada siswa untuk mengembangkan kreativitas dan keterampilan berpikir dalam rangka memperoleh pemahaman ilmu
4 mencari solusi dari permasalahan yang ada” (Utami, 2011:60). Model pembelajaran
SSCS merupakan salah satu model
pembelajaran yang pertama kali
dikembangkan oleh Pizzini pada tahun 1988 pada mata pelajaran Sains (IPA). Pizzini mengajukan sebuah model yang
lebih dikenal dengan fase search, solve,
create dan share (SSCS) (Irwan, 2011:3). Model yang pertama kali diperkenalkan pada tahun 1987 ini, meliputi empat fase,
yaitu pertama fase search yang bertujuan
untuk mengidentifikasi masalah, kedua fase solve yang bertujuan untuk merencanakan
penyelesaian masalah, ketiga fase create
yang bertujuan untuk melaksanakan
penyelesaian masalah, dan keempat
adalah fese share yang bertujuan untuk
mensosialisasikan penyelesaian masalah yang kita lakukan. Pada awalnya model ini diterapkan pada pendidikan sains, tetapi melalui berbagai penyempurnaan, maka model ini dapat diterapkan pada pendidikan
matematika dan sains dikutip dari
Laboratory Network Program, 1994 (dalam Irwan, 2011).
Untuk mendukung pembelajaran
model SSCS, maka diperlukan media pembelajaran. Salah satu media yang dapat digunakan yaitu kartu masalah. Kartu
masalah digunakan sebagai aktivitas
kelanjutan bagi siswa dalam pembelajaran dan berisi soal-soal pemecahan masalah. Kartu ini diberikan kepada siswa sebagai tugas kelompok yang harus diselesaikan dan dipresentasikan solusi pemecahannya. Adanya berbagai macam variasi soal di kartu masalah diharapkan siswa dapat tertarik dan aktif untuk menemukan solusi pemecahannya sehingga dapat membantu
mengasah kemampuan pemecahan
masalah matematik siswa. Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh Nurlaili (2013) menunjukkan bahwa kartu masalah dapat menarik perhatian siswa, sehingga
peneliti tertarik menggunakan kartu
masalah.
Berdasarkan uraian di atas, dicoba untuk menerapkan model pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS) berbantuan kartu masalah dan melihat
pengaruhnya terhadap kemampuan
pemecahan masalah Matematika. Untuk itu diadakan suatu penelitian dengan judul
“Pengaruh Model Pembelajaran Search,
Solve, Create and Share (Sscs) Berbantuan
Kartu Masalah terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas III SD di Gugus XIII Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng Tahun Ajaran 2016/2017”.
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1)
untuk mengidentifikasi kemampuan
pemecahan masalah matematika pada siswa kelas III SD di Gugus XIII Kecamatan
Buleleng yang mengikuti model
pembelajaran konvensional. 2) untuk
mengidentifikasi kemampuan pemecahan masalah matematika pada siswa kelas III SD di Gugus XIII Kecamatan Buleleng yang
mengikuti model pembelajaran Search,
Solve, Create and Share (SSCS). 3) untuk
mengetahui perbedaan kemampuan
pemecahan masalah matematika antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan
model pembelajaran Search, Solve, Create
and Share (SSCS) berbantuan kartu
masalah dan kelompok siswa yang
dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas III SD di Gugus XIII Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng Tahun Ajaran 2016/2017.
METODE
Penelitian ini merupakan jenis
penelitian eksperimen semu (quasi
experiment) karena dalam penelitian ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak
dapat berfungsi sepenuhnya untuk
mengontrol variabel-variabel luar yang
mempengaruhi pelaksanaan eksperimen (Sugiyono, 2006). Dalam eksperimen semu, penempatan subjek ke dalam kelompok yang dibandingkan tidak dilakukan secara acak. Individu subjek sudah ada dalam kelompok yang dibandingkan sebelum diadakannya penelitian. Desain Penelitian
yang digunakan adalah non equivalent
post-test only control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah kelas III di SD gugus XIII Kecamatan Buleleng. Dari 5 SD yang ada di gugus XIII dilakukan uji kesetaraan untuk menentukan sampel setara atau tidak. Hasil dari uji kesetaraan pada populasi didapatkan hasil 5 sekolah tersebut setara yaitu SD N 1 Baktiseraga, SD N 1 Banjar Tegal, SD N 2 Banjar Tegal,
5 SD N 3 Banjar Tegal dan SD Mutiara. Kemudian, dari lima SD yang ada di Gugus
XIII Kecamatan Buleleng dilakukan
pengundian untuk diambil dua kelas yang dijadikan subjek penelitian. Dari dua kelas tersebut diundi lagi untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berdasarkan hasil pengundian untuk menentukan kelas eksperimen dan kontrol, diperoleh sampel yaitu siswa kelas III SD N 1 Baktiseraga sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas III SD N 1 Banjar Tegal sebagai kelas
kontrol. Kelas eksperimen diberikan
perlakuan pembelajaran dengan model
pembelajaran Search, Solve, Create and
Share (SSCS) berbantuan kartu masalah dan kelas kontrol diberikan perlakuan pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Penelitian ini melibatkan dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah model pembelajaran Search, Solve,
Create and Share (SSCS) berbantuan kartu
masalah dan model pembelajaran
konvensional sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan pemecahan masalah matematika.
Metode pengumpulan data yang
digunakan adalah metode tes. Agung (2014), metode tes dalam kaitannya dengan penelitian ialah cara memperoleh data yang berbentuk suatu tugas yang dilakukan atau dikerjakan oleh seseorang atau sekelompok orang yang dites (testee), dan dari tes tersebut dapat menghasilkan suatu data berupa skor (data interval). instrument yang digunakan untuk mengukur data tersebut
adalah tes kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa. Tes yang diberikan menggunakan bentuk uraian karena dalam menjawab soal bentuk uraian siswa dituntut untuk menjawab secara rinci sehingga proses berpikir, ketelitian
sistematika penyusunan dapat dievaluasi
(Suherman, 2003) dan juga untuk
mengetahui bagaimana siswa menuangkan pemikirannya secara tertulis. Kemampuan pemecahan masalah dievaluasi dengan menelaah hasil tes pada akhir siklus
kemudian penskorannya menggunakan
acuan menurut Sutawidjaja.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis statistic deskriptif, yang artinya bahwa data dianalisis dengan menghitung nilai rata- rata, modus, median, standar deviasi, varians, skor maksimum dan skor minimum. Dalam penelitian ini data disajikan dalam bentuk grafik poligon. Teknik yang digunakan untuk menganalisis data guna menguji
hipotesis penelitian adalah uji-t (polled
varians). Sebelum melakukan uji hipotesis, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dan perlu dibuktikan. Persyaratan yang dimaksud yaitu: (1) data yang dianalisis harus berdistribusi normal, (2) mengetahui data yang dianalisis bersifat homogen atau tidak. Untuk memenuhi persyaratan tersebut maka dilakukan uji prasyarat analisis dengan uji normalitas dan uji homogenitas.
HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL
Data penelitian ini adalah skor
kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa sebagai akibat dari
penerapan model pembelajaran Search,
Solve, Create and Share (SSCS) berbantuan kartu masalah pada kelompok
eksperimen dan model pembelajaran
konvensional pada kelompok kontrol.
Rekapitulasi perhitungan data hasil
penelitian tentang kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa
Statistik Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol Mean 145,3 75,8 Median 147,9 74,6 Modus 151,1 72,5
6 Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa
mean data kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa kelompok
eksperimen = 145,3 lebih besar daripada kelompok kontrol = 75,8. Kemudian data
kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa kelompok eksperimen tersebut dapat disajikan ke dalam bentuk poligon seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Poligon Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelompok eksperimen
Berdasarkan poligon diatas,
diketahui modus lebih besar dari median dan median lebih besar dari mean (Mo>Md>M). Dengan demikian, kurva di atas adalah kurva juling negatif yang berarti sebagian besar skor cenderung tinggi. Sedangkan Data Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Siswa kelompok
kontrol dapat disajikan ke dalam bentuk poligon seperti pada Gambar 2.
Gambar 2. Poligon Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelompok Kontrol
Berdasarkan poligon diatas, diketahui mean lebih besar dari median dan median lebih besar dari modus (M>Md>Mo). Dengan demikian, kurva di atas adalah kurva juling positif yang berarti sebagian besar skor cenderung rendah. Kemudian dilakukan uji hipotesis untuk mengetahui pangaruh dari model pembelajaran yang diterapkan. Namun sebelum dilakukan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis data yaitu normalitas dan
homogenitas. Berdasarkan hasil uji
prasyarat analisis diperoleh bahwa data
kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa kelompok eksperimen dan kontrol adalah normal dan varians kedua kelompok homogen. Untuk itu,
pengujian hipotesis dilakukan
menggunakan uji-t dengan rumus polled
varians. Rangkuman hasil perhitungan uji-t antar kelompok eksperimen dan kontrol disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rangkuman Hasil Perhitungan Uji-t
Data Kelompok N 𝑿 s2 t hitung ttabel Kemampuan Pemecahan Masalah Eksperimen 23 145,3 100,8 22,5 2,021 Kontrol 24 75,8 120,6
Berdasarkan tabel hasil perhitungan uji-t di atas, diperoleh nilai thitung sebesar
22,5. Sedangkan nilai ttabel adalah 2,021.
Hal ini berarti nilai thitung lebih besar dari nilai ttabel (thitung > ttabel), sehingga H0 ditolak atau
H1 diterima. Dengan demikian, dapat
diinterpretasikan bahwa terdapat
perbedaan kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa yang signifikan
antara siswa yang mengikuti pembelajaran
dengan model pembelajaran Search, Solve,
Create and Share (SSCS) berbantuan kartu
masalah dan siswa yang mengikuti
pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas III di SD Gugus XIII Kecamatan Buleleng.
0 1 2 3 4 5 6 7 8 F re k u e n s i f 0 1 2 3 4 5 6 7 8 F re k u e n s i F M = 145,3 Mo = 151,1 Md = 147,9 Mo = 72,5 Md = 74,6 M = 75,8
7
PEMBAHASAN
Hasil analisis data kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
kemampuan pemecahan masalah
matematika antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Search, Solve, Create and Share berbantuan kartu masalah dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas III SD di Gugus XIII Kecamatan
Buleleng Kabupaten Buleleng Tahun
Pelajaran 2016/2017. Tinjauan ini
berdasarkan rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dan hasil uji-t. Rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelompok eksperimen yang dibelajarkan
dengan model pembelajaran Search, Solve,
Create and Share berbantuan kartu
masalah adalah 145,3 berada pada
kategori sangat tinggi, sedangkan rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelompok kontrol yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional adalah 75,8 berada pada
kategori sedang. Berdasarkan hasil analisis
data menggunakan uji-t diperoleh thitung= 22,5 dan ttabel =2,021 untuk db = 45
dengan taraf signifikan 5%. Hasil
perhitungan tersebut menunjukkan bahwa thitung > ttabel, sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Adanya perbedaan yang signifikan menunjukkan bahwa model pembelajaran Search, Solve, Create and Share berbantuan kartu masalah berpengaruh
kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa kelas III SD di Gugus XIII Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2016/2017.
Dari hasil analisis tersebut, tentu saja terdapat berbagai hal yang menyebabkan terjadinya perbedaan hasil pemecahan masalah matematika secara signifikan antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran SSCS dan siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Hal ini disebabkan adanya perlakuan pada proses pembelajaran. Dalam pembelajaran konvensional ditandai dengan ceramah, tanya jawab serta mengerjakan tugas latihan, guru lebih
mendominasi proses pembelajaran
sehingga pembelajaran hanya berpusat
pada guru (teacher centered). Interaksi
siswa dan guru bersifat satu arah. Guru
lebih banyak menyampaikan materi,
kemudian menuliskan konsep-konsep
materi yang diajarkan di papan tulis, dan siswa mencatat apa yang disampaikan oleh
guru. Hal tersebut sesuai dengan
penjelasan Rasana (2009) yang
menyatakan bahwa dalam pembelajaran konvensional guru yang aktif di kelas dan siswa menjadi pasif, guru memberikan ceramah, tanya jawab, dan tugas untuk siswa. Selama kegiatan pembelajaran, siswa terlihat pasif karena siswa lebih banyak mendengarkan penjelasan guru. Sehingga siswa lebih pasif dalam mengikuti pembelajaran. Dalam penelitian ini, guru masih berorientasi pada buku dan guru kurang mengaitkan materi yang dibahas dengan masalah-masalah yang nyata yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini
menyebabkan siswa cenderung
menghapalkan setiap konsep yang
diberikan tanpa memahami dan mengkaji lebih lanjut dari konsep-konsep yang
diberikan. Kurang pahamnya siswa
terhadap materi yang diberikan akan
berpengaruh terhadap kemampuan
pemecahan masalah siswa itu sendiri. Hal
ini akan menyebabkan kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa menjadi tidak optimal.
Berbeda dengan model pembelajaran Search, Solve Create and Share (SSCS), ditinjau dari kegiatan belajar, aktivitas siswa terlihat lebih aktif dan antusias dalam belajar. Hal ini tidak terlepas dari
langkah-langkah model pembelajaran
model SSCS yang mengacu pada empat
langkah penyelesaian masalah yang
urutannya dimulai pada menyelidiki
masalah (search), merencanakan
pemecahan masalah (solve),
mengkonstruksi pemecahan masalah
(create), dan yang terakhir adalah mengkomunikasikan penyelesaian yang
diperolehnya (share). Pada setiap langkah
pembelajaran, siswa selalu berperan
secara aktif sehingga pembelajaran
menjadi lebih menarik perhatian siswa dan
termotivasi untuk belajar. Model
pembelajaran SSCS ini memberikan
8
mengembangkan kreativitas dan
keterampilan berpikir siswa, yang
bertujuan untuk memperoleh pemahaman ilmu dengan melakukan penyelidikan dan mencari solusi dari permasalahan yang ada sehingga kemampuan pemecahan masalah siswa menjadi lebih optimal. Selain itu, model pembelajaran ini dibantu dengan penggunaan media kartu masalah sehingga siswa dapat mengembangkan
kemampuan pemecahan masalah
matematika dalam menghadapi berbagai variasi permasalahan sehingga siswa dapat belajar bagaimana bertindak dan
memecahkan permasalahan secara
sistematis dalam situasi yang baru, serta mengembangkan kemampuan berpikir kritis dalam mencari sebab akibat dari suatu permasalahan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil dari beberapa penelitian tentang
model pembelajaran Search, Solve, Create
and Share. Warmini (2013) melakukan
penelitian mengenai pengaruh model
pembelajaran SSCS berbantuan Media Visual terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV SD di Gugus VII Kecamatan
Busungbiu. Hasil penelitian menunjukan
rata-rata hasil belajar Matematika siswa kelas IV yang dibelajarkan menggunakan
model pembelajaran SSCS berbantuan
media visual lebih besar dari siswa yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran konvensional. Hasil analisis membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar Matematika antara siswa yang
dibelajarkan menggunakan model
pembelajaran SSCS berbantuan media
visual dengan siswa yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran konvensional .
Selain itu, hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Eka Periartawan (2014) yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran SSCS
terhadap Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Siswa Kelas IV di Gugus XV Kalibukbuk”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa kelas IV semester I di Gugus XV Kalibukbuk yang signifikan antara kelompok siswa yang mengikuti
model pembelajaran SSCS dengan
kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional.
Perbedaan tahapan pembelajaran
antara model pembelajaran Search, Solve,
Create and Share berbantuan kartu
masalah dan model pembelajaran
konvensional tentunya akan memberikan
dampak yang berbeda terhadap
kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa. Penerapan model
pembelajaran Search, Solve, Create and
Share berbantuan kartu masalah menyebabkan siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran, lebih antusias untuk belajar
sehingga siswa mampu membangun
pengetahuannya. Siswa menjadi lebih tertantang untuk belajar dan berusaha
menyelesaikan permasalahan yang
ditemukan, sehingga siswa lebih
memahami materi yang dipelajari. Dengan
demikian, kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa yang
dibelajarkan dengan model pembelajaran Search, Solve, Create and Share berbantuan kartu masalah lebih baik
dibandingkan kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa yang
dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional.
Model pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS) berbantuan kartu masalah dapat berpengaruh sangat baik terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa kelas III SD di Gugus XIII Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng. Berdasarkan hasil temuan itu penelitian ini memiliki implikasi penelitian, sebagai berikut, 1)
model pembelajaran yang relevan
berdampak bagi kegiatan pembelajaran, model pembelajaran SSCS menuntut siswa untuk ikut secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Siswa secara mandiri dan percaya diri menganalisa masalah yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Dengan model pembelajaran SSCS terbukti
adanya kegiatan pembelajaran yang
berdampak pada kegiatan pembelajaran dan kemampuan pemecahan masalah siswa, 2) sebagai tenaga pendidik, guru
seharusnya mengetahui kemampuan
pemecahan masalah dari peserta didiknya,
memahami model-model pembelajaran
sehingga guru dapat menerapkan model
9 kemampuan pemecahan masalah peserta
didik, 3) sekolah perlu memberikan
perhatian yang lebih pada peningkatan kuantitas maupun kualitas fasilitas terutama pada alat peraga dan media pembelajaran, laboratorium, sarana belajar buku-buku
perpustakaan dan internet sehingga
peserta didik yang ingin mencari sumber informasi di perpustakaan atau melalui internet akan lebih bersemangat dan berdampak pada kemampuan berpikir siswa dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan materi pembelajaran.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut. 1) skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model
pembelajaran konvensional (kelompok
kontrol) adalah 75,8 berada pada kategori sedang, 2) skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Search, Solve, Create and
Share berbantuan kartu masalah
(kelompok eksperimen) adalah 145,3
berada pada kategori sangat tinggi, 3)
terdapat perbedaan yang signifikan
kemampuan pemecahan masalah
matematika antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran
Search, Solve, Create and Share
berbantuan kartu masalah dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas III SD di Gugus XIII Kecamatan
Buleleng Kabupaten Buleleng tahun
pelajaran 2016/2017. Hasil tersebut
diperoleh dari perhitungan uji-t, thitung = 22,5 > ttabel = 2,021 (dengan db 45 dan taraf signifikansi 5%), sehingga H0 ditolak dan H1 diterima.
Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan, maka dapat dikemukakan beberapa saran yaitu pertama, bagi siswa
agar lebih aktif dalam mengikuti
pembelajaran dan terus mengembangkan pemahamannya dengan berpikir secara sistematis untuk memecahkan masalah yang dihadapi serta selalu bersemangat dalam mengikuti pembelajaran. Kedua, bagi
guru agar cerdas memilih dan
menggunakan model dan media
pembelajaran yang sesuai dalam
pembelajaran, khususnya untuk mata
pelajaran matematika. Ketiga, bagi Kepala
Sekolah agar memberikan informasi dan memfasilitasi para guru agar mampu menggunakan model pembelajaran yang
lebih inovatif untuk meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa, sehingga mutu
pendidikan sekolah dapat meningkat.
Keempat, bagi peneliti lain yang berminat untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang model pembelajaran Search, Solve, Create and Share dalam bidang ilmu matematika maupun bidang ilmu lainnya yang sesuai agar memperhatikan kendala-kendala yang dialami dalam penelitian ini
sebagai bahan pertimbangan untuk
perbaikan dan penyempurnaan penelitian yang akan dilaksanakan.
DAFTAR RUJUKAN
Agung, A.A. Gede. 2014. Metodologi
Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Aditya Media Publishing.
Hudojo, Herman. 2005. Pengembangan
Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang : Universitas Negeri Malang.
Irwan. 2011. “Pengaruh Pendekatan
Problem Posing Model Search, Solve, Create, and Share (SSCS)
dalam Upaya Meningkatkan
Kemampuan Penalaran Matematis
Mahasiswa Matematika”. Jurnal
Penelitian Pendidikan, 12(1): 1-13. Japa, I Gusti Ngurah dan I Made Suarjana.
2014. Pendidikan Matematika I.
Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
Koyan, I Wayan. 2011. Asessmen dalam
Pendidikan. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha Press.
Natawidjaya, Rochman dan Moein Moesa.
1993. Psikologi Pendidikan. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Rasana, Raka. 2009. Model-model
10
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Suherman, Erman. 2003. Strategi
Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Tirtarahardja, Umar dan La Sulo. 1995. Pengantar Pendidikan. Jakarta :
Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi.
Utami, Runtut Prih. 2011.Pengaruh Model.
Pembelajarn Search, Solve Create and Share (SSCS) dan Problem Base Learning (PBL) Terhadap Prestasi Belajar dan Kreativitas Siswa. Jurnal Penelitian, Vol 4 No.2. Program Studi Pendidikan
Biologi Fakultas Sains dan