EFEK HEPATOPROTEKTIF JANGKA PANJANG EKSTRAK
ETANOL KULIT Persea americana Mill. TERHADAP AKTIVITAS ALT-AST PADA TIKUS TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar sarjana farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Diajukan oleh :
Bernadet Brigita Puspita Wardani
NIM : 118114048
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Tuhan menaruhmu di tempat yang sekarang bukan karena kebetulan.
Orang yang hebat tidak dihasilkan melalui kemudahan, kesenangan, dan kenyamanan, mereka dibentuk melalui kesukaran, tantangan, dan air
mata…”
Don’t run ah
ead of God. Let Him direct your steps.
He has plans, God’s clock is never early or late, it always
strikes on time
–
instagood.org-
Dream, believe, and make it happen
–
Agnes Monica-
Kupersembahkan karya kecil ini untuk :
Yesus Kristus sumber rahmat dan keajaiban
Bapak, Ibu, Kakak, Adik, dan sahabat tercinta
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan perlindunganNya sehingga skripsi berjudul “Efek Hepatoprotektif Jangka
Panjang Ekstrak Eatanol Kulit Persea americana Mill. Terhadap Aktivitas
ALT-AST Pada Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida” yang disusun untuk memenuhi
persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi (S.
Farm.) dapat dikerjakan dengan baik, lancar serta tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak terlepas dari
bimbingan dan bantuan berbagai pihak. Kesempatan ini penulis pergunakan untuk
mengungkapkan rasa terimakasih kepada :
1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah mengijinkan
penulis menjalankan pembelajaran selama masa studi.
2. Ibu Phebe Hendra, M. Si., Ph. D., Apt. selaku Dosen Pembimbing Skripsi
yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam memberi bimbingan,
motivasi kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Ipang Djunarko, M. Sc., Apt selaku Dosen Penguji yang telah
memberikan kritik dan saran selama penyusunan skripsi.
4. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku dosen penguji yang telah
memberikan kritik dan saran selama penyusunan skripsi dan atas bantuannya
dalam determinasi tanaman Persea americana Mill. selaku Dosen Penguji
5. Ibu Agustina Setiawati, M. Sc., Apt selaku Kepala Penanggungjawab
Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberikan ijin dalam
penggunaan fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian ini.
6. Pak Kayat, Pak Heru, Pak Parjiman, Pak Wagiran, Pak Parlan dan selaku
laboran laboratorium Fakultas Farmasi yang telah membantu penulis dalam
proses pelaksanaan penelitian di laboratorium.
7. Keluargaku tercinta Bapak Windiyono, Ibu Anna Lucia, Mas Andreas Suryo,
Adik Monika, Adik Sandi, Eyang Ti, Eyang Kung, dan semua yang selalu
mengirimkan doa, semangat dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini
8. Leonardus Damar Wirokusumo atas ketulusan, perhatian, pengertian dan
semangat yang selalu diberikan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
9. Sahabat-sahabat tercinta Kezia Irma, Vivo Puspitasari, Christiana Putri,
Levina Apriyani, Yudist Latubayesian, Maria Verita, Laurensia Jessie,
Theresia Eviani atas kebersamaan, kekeluargaan, keceriaan, suka duka,
semangat dan motivasi yang diberikan
10.Teman-teman seperjuangan alpukat Siska, Mita, Sita, Angel, Puput, Gemah,
Jolin, Wina, Evi dan tentunya tim etanolers (Vivo, Uci, Ester, Risa, Novel)
atas segala kerjasama, bantuan dan semangat yang selalu bergelora dalam
penyusunan skripsi ini dari awal hingga akhir.
11.Teman-teman KKN Alternatif Padukuhan Pondok Cynthia Feliana, Maria
Verita, Fransisca, Theresia Eviani.
12.Seluruh teman-teman panitia INSADHA 2013 atas kebersamaan, semangat,
13.Seluruh teman-teman PSM Cantus Firmus atas canda tawa, kekeluargaan,
semangat dalam segala situasi yang ada.
14.Teman-teman FSM B 2011, FST A 2011 dan seluruh teman-teman angkatan
2011 atas bantuan, kerjasama dan motivasi yang diberikan.
15.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini belum sempurna dan masih
banyak kekurangan sehingga penulis berharap kritik dan saran dari semua pihak
yang membangun demi kemajuan di masa yang akan datang.
Akhir kata, penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak dan mampu memberikan sumbangan kecil bagi perkembangan
ilmu pengetahuan terutama di bidang ilmu Farmasi.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN PENULIS ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi
PRAKATA ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
INTISARI ... xviii
ABSTRACT ... xix
BAB I. PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Perumusan masalah ... 4
2. Keaslian penelitian ... 4
3. Manfaat penelitian ... 5
B. Tujuan Penelitian ... 5
1. Tujuan umum ... 5
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 7
A. Hati ... 7
1. Anatomi dan fisiologi hati ... 7
2. Kerusakan hati ... 9
3. Hepatotoksin ... 11
B. Alanin Aminotransferase (ALT) dan Aspartat Aminotransferase (AST) ... 11
C. Karbon Tetraklorida ... 12
D. Antioksidan ... 15
E. Persea americana Mill. ... 15
1. Sinonim ... 15
2. Taksonomi ... 16
3. Nama lain ... 16
4. Morfologi ... 17
5. Kandungan kimiawi ... 18
6. Khasiat dan kegunaan ... 18
F. Metode Pengujian... 19
G. Metode Ekstraksi ... 20
H. Landasan Teori ... 21
I. Hipotesis ... 22
BAB III. METODE PENELITIAN... 23
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 23
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 23
2. Variabel pengacau ... 23
3. Definisi operasional ... 24
C. Bahan Penelitian... 25
1. Bahan utama ... 25
2. Bahan kimia ... 25
D. Alat Penelitian ... 26
1. Alat pembuatan serbuk kering dan ekstrak ... 26
2. Alat uji hepatoprotektif ... 27
E. Tata Cara Penelitian ... 27
1. Determinasi kulit P. americana ... 27
2. Pengumpulan bahan uji ... 27
3. Pembuatan serbuk ... 27
4. Penetapan kadar air serbuk kulit P. americana ... 28
5. Pembuatan ekstrak etanol kulit P. americana ... 28
6. Penetapan konsentrasi pekat ekstrak ... 29
7. Penetapan dosis ekstrak etanol kulit P. americana ... 29
8. Pembuatan CMC-Na 1% ... 30
9. Pembuatan larutan karbon tetraklorida ... 30
10.Uji pendahuluan ... 30
11.Pengelompokan dan perlakuan hewan uji ... 31
F. Tata Cara Analisis Hasil... 31
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33
B. Hasil Kadar Air Serbuk Kulit P. americana ... 33
C. Standarisasi Ekstrak Etanol Kulit P. americana ... 34
D. Uji Pendahuluan ... 35
1. Penentuan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida ... 35
2. Penentuan waktu pencuplikan darah ... 35
E. Efek Hepatoprotektif Jangka Panjang Ekstrak Etanol Kulit P. ameicana ... 38
1. Kontrol negatif olive oil 2 ml/kgBB ... 42
2. Kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 mL/kgBB ... 43
3. Kontrol ekstrak etanol kulit P. americana ... 44
4. Kelompok perlakuan ekstrak etanol kulit P. americana jangka panjang dosis 0,35 g/kgBB, 0,7 g/kgBB, dan 1,4 g/kgBB pada hewan uji terinduksi CCl4 dosis 2 ml/kgBB ... 45
F. Rangkuman Pembahasan ... 48
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 51
A. Kesimpulan ... 51
B. Saran ... 51
DAFTAR PUSTAKA ... 52
LAMPIRAN ... 57
DAFTAR TABEL
Tabel I Komposisi dan konsentrasi reagen serum ALT ... 26
Tabel II Komposisi dan konsentrasi reagen serum AST ... 26
Tabel III Rata-rata aktivitas serum ALT tikus setelah pemberian
karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada rentang waktu 0,
24, dan 48 jam ... 36
Tabel IV Perbedaan peningkatan aktivitas serum ALT setelah
pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada rentang
waktu 0, 24, dan 48 jam... 37
Tabel V Pengaruh perlakuan ekstrak etanol kulit P. americana dilihat
dare rata-rata ± SE aktivitas serum ALT dan AST ... 38
Tabel VI Hasil analisis statistik uji Post Hoc Mann Whitney dari
kebermaknaan aktivitas serum ALT antar kelompok ... 40
Tabel VII Hasil analisis statistik uji Post Hoc Mann Whitney dari
kebermaknaan aktivitas serum AST antar kelompok ... 41
Tabel VIII Nilai persen efek hepatoprotektif pada ketiga kelompok
peringkat dosis perlakuan ekstrak etanol kulit P. americana
Mill. ... 47
Tabel IX Hasil rendemen ekstak etanol kulit P. americana ... 99
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Struktur molekul karbon tetraklorida ... 12
Gambar 2 Mekanisme biotransformasi dan oksidasi dari karbon
tetraklorida ... 14
Gambar 3 Tanaman P. americana Mill. ... 17
Gambar 4 Diagram batang rata-rata aktivitas serum ALT setelah
pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada rentang
waktu 0, 24, dan 48 jam... 36
Gambar 5 Diagram batang aktivitas serum ALT tikus jantan galur
Wistar pada perlakuan jangka panjang ekstrak etanol kulit P.
americana ... 39
Gambar 6 Diagram batang aktivitas serum AST tikus jantan galur
Wistar pada perlakuan jangka panjang ekstrak etanol kulit P.
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Foto Bagian Luar P. americana ... 58
Lampiran 2 Foto Bagian Dalam P. americana ... 58
Lampiran 3 Foto Bagian Kulit dan Biji P. americana ... 58
Lampiran 4 Foto Serbuk Kulit P. americana ... 59
Lampiran 5 Foto Ekstrak Kental Kulit P. americana ... 59
Lampiran 6 Foto Larutan Ekstrak Etanol Kulit P. americana ... 59
Lampiran 7 Surat Pengesahan Determinasi Kulit P. americana ... 60
Lampiran 8 Surat Hasil Penetapan Kadar Air Serbuk Kulit P. americana ... 61
Lampiran 9 Surat Pengesahan Medical and Health Research Ethics Commitee (MHREC) ... 62
Lampiran 10 Hasil Analisis Statistik Serum ALT Pada Uji Pendahuluan Penentuan Waktu Pencuplikan Darah ... 63
Lampiran 11 Hasil Analisis Statistik Serum ALT Kontrol Hepatotoksin (CCl4), Kontrol Negatif (Olive Oil), Kontrol Ekstrak Etanol Kulita P. americana, Perlakuan Ekstrak Etanol Kulit P. americana (dosis 0,35; 0,70; 1,40 g.kgBB) ... 66
Lampiran 12 Hasil Analisis Statistik Serum AST Kontrol
Hepatotoksin (CCl4), Kontrol Negatif (Olive Oil),
Ekstrak Etanol Kulit P. americana (dosis 0,35; 0,70;
1,40 g.kgBB) ... 82
Lampiran 13 Hasil Rendemen Ekstrak Etanol Kulit P. americana ... 99
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek hepatoprotektif ekstrak etanol jangka panjang kulit Persea americana Mill. dalam menurunkan aktivitas serum Alanin Aminotransferase (ALT) dan Aspartat Aminotransferase (AST) pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida serta mengetahui dosis efektif pemberian ekstrak etanol kulit P.americana Mill.
Penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan rancangan penelitian acak lengkap pola searah. Penelitian ini menggunakan tikus jantan galur Wistar, umur 2-3 bulan, dan berat 150-250 gram. Tikus dibagi secara acak ke dalam enam kelompok perlakuan. Kelompok I merupakan kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB secara intraperitonial. Kelompok II merupakan kontrol negatif diberi olive oil dengan pemberian dosis 2 mL/kgBB secara intraperitonial. Kelompok III merupakan kontrol perlakuan yaitu pemberian ekstrak etanol kulit P.americana Mill dosis 1,4 g/kgBB secara per oral. Kelompok IV-VI merupakan kelompok perlakuan ekstrak etanol kulit P.americana Mill dengan dosis 0,35; 0,70; 1,4 g/kgBB secara oral sekali sehari selama 6 hari berturut-turut kemudian pada hari ke-7 semua kelompok perlakuan (IV-VI) diberi karbon tetraklorida 2 mL/kgBB secara intraperitonial. Pada jam ke-24 setelah pemberian CCl4, semua kelompok diambil darahnya pada daerah sinus orbitalis di
mata tikus untuk diukur aktivitas serum ALT dan AST. Data dianalisis dengan uji
Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusi datanya dan uji Mann-Whitney
untuk mengetahui perbedaan aktivitas serum ALT dan AST antar kelompok.
Berdasarkan hasil penelitian, ekstrak etanol kulit Persea americana Mill. memberikan efek hepatoprotektif dengan adanya penurunan aktivitas ALT dan AST pada tikus terinduksi karbon tetraklorida. Hasil persen hepatoprotektif berturut-turut adalah 77,3; 101,9; dan 89,4%. Dosis efektif ekstrak etanol kulit
P.americana Mill setelah dilakukan analisis data secara statistik adalah 0,70 g/kgBB.
ABSTRACT
This aim of study research were to prove hepatoprotective effect of ethanol extract Persea americana Mill. peel for reducing serum activity of ALT and AST in rats induced by carbon tetrachloride and get effective dose of ethanol extract Persea americana Mill. peel.
This research was purely experimental research with randomized complete direct sampling design. This research use male Wistar rats, attain the age 2-3 months, and 150-250 gram weight. The rats were divided into six treatment groups. Group I was carbon tetrachloride hepatotoxin control dose 2 mL/kgBW intraperitoneally. Group II was olive oil control by giving as much as 2 mL/kgBW intraperitoneally. Group III was control treatment given 1.40 g/kgBW ethanol extract Persea americana Mill. peel orally. Group IV-VI were the treatment group for ethanol extract Persea americana Mill. peel with dose 0.35; 0.70; 1.40 g/kgBW orally once a day for six days succesively and in the seventh day all the tratments group (IV-VI) were given carbon tetrachloride 2 mL/kgBW intraperitoneally. At the 24th hour administration of CCl4, all groups had blood
drawn at the orbital sinus region to be measured ALT and AST serum activity. Data were analyzed using Kolmogorov-Smirnov test to look at the data distribution and Mann-Whitney test to determine the differences in ALT and AST serum activity in each group.
Based of the result, ethanol extract Persea americana Mill. peel gave hepatoprotective effect for reducing serum activity of serum ALT and AST in rats induced by carbon tetrachloride with % hepatoprotective for smallest dose to largest dose was 77.3; 101.9; and 89.4% based from ALT serum. From the data measurement of activities ALT and AST serum which were obtained, the effective dose from ethanol extract Persea americana Mill. peel was 0.70 g/kgBW.
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang Penelitian
Hati atau hepar merupakan organ intestinal yang paling besar dalam
tubuh manusia dan sangat penting peranannya dalam kelangsungan hidup
manusia. Hati memegang peranan penting dalam hampir setiap proses
metabolisme dan juga mampu mendetoksifikasi obat dan zat berbahaya
(Nurachman dan Angriani, 2011). Akan tetapi, sama seperti halnya organ lain,
hati juga dapat mengalami kerusakan/kelainan yang dapat menganggu kerja hati.
Beberapa penyakit hati seperti peradangan (hepatitis) hingga sirosis dapat
disebabkan oleh virus, obat-obatan, dan juga alkohol (Ganong dan McPhee,
2011).
Penyakit hepar sudah menjadi perhatian dunia sebagai permasalahan
kesehatan yang cukup serius baik di negara maju maupun negara berkembang.
Prevalensi kerusakan hati di dunia menunjukkan jumlah yang serius untuk
diwaspadai, misalnya di negara Inggris mengalami hepatotoksisitas dengan
mengalami peningkatan kadar Alanin Aminotransferase (ALT) dan Aspartat
Aminotransferase (AST) sebanyak tiga hingga lima kali lipat sebesar 38,2%
(Walker et al., 2009). Prevalensi penyakit perlemakan hati di Indonesia menurut
penelitian Sofia, Nurdjanah, dan Ratnasari (2009) sebesar 30,6%.
memberikan kerusakan sel hati berupa perlemakan hati. CCl4 yang bersifat toksik
berperan sebagai pelarut lipid sehingga memudahkan senyawa tersebut
menyebrangi membran sel dan terdistribusi ke semua organ. Ketoksikan CCl4
telah terbukti bahwa pada dosis kecil sekalipun dapat menghasilkan timbunan
radikal bebas dan menimbulkan efek pada berbagai organ termasuk susunan saraf
pusat, hati, ginjal, dan peredaran darah, tetapi efek toksik CCl4 yang paling terlihat
yaitu pada hati (Gene, 1999).
Banyaknya kasus hepatotoksisitas membuat dunia kesehatan pada zaman
sekarang ini sangat membutuhkan senyawa yang bisa bertindak sebagai
hepatoprotektor. Penggunaan tumbuh-tumbuhan telah memainkan peranan
penting dalam menjaga kesehatan dan menyembuhkan penyakit. World Health
Organization pada tahun 2008 memprediksi bahwa sekitar 80% penduduk dunia
telah memanfaatkan tumbuhan obat tradisional dan melibatkan penggunaan
ekstrak tanaman atau komponen aktifnya. Masyarakat umumnya menggunakan
tanaman obat berdasarkan pengalaman empiris sehingga masih terbatasnya
jaminan keamanan dan keuntungannya (Elvin-Lewis, 2001).
Dalam penelitian ini penulis memilih alpukat (Persea americana Mill.)
sebagai tanaman yang diyakini memiliki senyawa sebagai hepatoprotektor. Buah
alpukat memiliki kandungan antioksidan dan zat gizi berupa lemak yang sangat
baik untuk kesehatan. Menurut penelitian, biji alpukat (biji P. americana)
mengandung alkaloid, tanin, triterpen, flavonoid, fenol, kuinon, dan saponin
(Zuhrotun, 2007). Flavonoid merupakan antioksidan yang sangat kuat dan
antialergi, antiviral, antiinflamasi, hepatoprotektif, antioksidan dan antikanker
(Salah et al., 1995). Penelitian yang dilakukan Nopitasari (2013) melaporkan
bahwa ekstrak etanol biji P. americana dengan dosis 0,35 g/kgBB secara jangka
panjang (enam hari) memiliki efek hepatoprotektif pada tikus terinduksi CCl4
dengan adanya penurunan nilai aktivitas ALT dan AST. Biji P. americana
memang kaya akan berbagai kandungan, tetapi kulit P. americana pun memiliki
kandungan antioksidan, protein, glukosinolat, pektin dan protease (Chitturi,
Gopichans, Vuppu, 2013). Ekstrak kulit P. americana memiliki kandungan
komponen fenolik dan aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak biji P. americana (Kosinska et al., 2012).
Pada penelitian ini digunakan bentuk sediaan ekstrak etanol kulit alpukat.
Hal ini berdasarkan penelitian Javier, David, Maria, Petri, dan Mario (2011)
menyatakan bahwa dapat diperoleh senyawa fenolik dan aktivitas antioksidan biji
P. americana dari hasil isolasi dengan pelarut organik bersifat polar. Penggunaan
pelarut etanol diharapkan mampu memperoleh senyawa fenolik dan aktivitas
antioksidan dari biji P. americana, sehingga untuk menarik senyawa fenolik dan
aktivitas antioksidan dari kulit dilakukan cara yang sama dengan biji. Pengamatan
nilai aktivitas ALT dan AST didasarkan pada penelitian Edem dan Akpanabiatu
(2006) menyatakan bahwa enzim ALT dan AST merupakan enzim pada serum
yang dapat menjadi indikator untuk kerusakan hati, perubahan fungsi hati atau
adanya toksisitas pada hati. Eksplorasi tanaman P. americana khususnya kulit
yang terkait dengan efek hepatoprotektif masih belum banyak dilakukan.
efek hepatoprotektif jangka panjang ekstrak etanol kulit P. americana terhadap
aktivitas ALT-AST pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.
1. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, permasalahan yang diajukan
dalam penelitian ini adalah :
a. Apakah pemberian jangka panjang ekstrak etanol kulit alpukat (P.
americana) dapat memberikan efek hepatoprotektif terhadap penurunan
aktivitas ALT-AST pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon
tetraklorida?
b. Berapa dosis efektif pemberian ekstrak etanol kulit alpukat (P. americana)
untuk memberikan efek hepatoprotektif terhadap penurunan aktivitas
ALT-AST pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon
tetraklorida?
2. Keaslian penelitian
Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan P. americana yaitu
penelitian yang dilakukan oleh Kate dan Lucky (2009) melaporkan bahwa biji P.
americana dapat secara signifikan menurunkan tekanan darah, kadar kolestrol,
glukosa, urea dan berfungsi sebagai antihipertensi. Nopitasari (2013) melaporkan
bahwa ekstrak etanol biji P. americana dengan dosis 0,35 g/kgBB jangka panjang
lainnya menyatakan bahwa ekstrak kulit P. americana memiliki kandungan
komponen fenolik dan aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak biji P. americana (Kosinska et al., 2012). Berdasarkan
penelusuran pustaka yang dilakukan, penelitian efek hepatoprotektif jangka
panjang ekstrak etanol kulit P. americana terhadap tikus terinduksi karbon
tetraklorida belum pernah dilakukan.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
ilmu pengetahuan terutama ilmu kefarmasian mengenai pengaruh
pemberian jangka panjang ekstrak etanol kulit alpukat terhadap penurunan
aktivitas ALT-AST pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon
tetraklorida.
b. Manfaat praktis. Penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan
masyarakat untuk menggunakan kulit alpukat dengan dosis yang diperoleh
dalam penelitian sebagai alternatif pengobatan penyakit hati.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek hepatoprotektif pemberian
yang terinduksi karbon tetraklorida dengan melihat penurunan aktivitas
ALT-AST.
2. Tujuan khusus
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis pemberian ekstrak etanol kulit
P. americana yang efektif terhadap penurunan aktivitas ALT-AST pada tikus
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Hati
1. Anatomi dan fisiologi hati
Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh manusia yang terletak
pada bagian teratas dalam rongga abdomen sebelah kanan di bawah diafragma.
Hati dengan berat sekitar 1,4 kg atau 2-2,5% dari berat tubuh manusia dewasa
menerima hampir 25% curah jantung atau sekitar 1500 mL darah per menit
melalui vena porta dan arteri hepatica (Robbins & Cotran, 2005). Letak hati
bergantung pada distensi organ sekitarnya, posisi tubuh dan juga gerak diafragma
pada pernapasan (Widjaja, 2007)
Hati memiliki dua lobus utama, yaitu lobus kanan yang besar dan lobus
kiri yang kecil. Lobus kanan terdiri dari bagian segmen anterior dan posterior,
sedangkan lobus kiri terdiri dari bagian segmen medial dan lateral. Lobus kanan
dan lobus kiri dipisahkan di antero-superior oleh ligamentum falsiformis dan di
postero-inferior oleh fisura. Ligamentum falsiformis dari hati melintasi diafragma
sampai ke dinding abdomen anterior. Hepar memiliki 4 saluran, yaitu arteri
hepatica, vena porta hepatica, vena hepatica, dan kanal empedu. Setiap lobus
pada hati terbagi menjadi struktur-struktur yang disebut dengan lobulus yang
terdiri dari lempeng-lempeng sel hati yang berbentuk kubus dan tersusun
mengelilingi vena sentralis. Hepatosit pada lobulus hati membentuk piringan tidak
menjulur ke vena sentral yang disebut sinusoid. Sinusoid merupakan cabang vena
porta dan arteri hepatica dan dibatasi oleh sel Kupffer. Fungsi dari sel Kupffer
adalah sebagai sistem monosit makrofag untuk menelan bakteri dan benda-benda
asing dalam darah, sehingga hati merupakan salah satu organ yang sangat penting
dalam pertahanan bakteri ataupun agen toksik (Baradero, Dayrit, Siswandi, 2005).
Hati mempunyai fungsi utama sebagai pusat metabolisme tubuh.
Beberapa aktifitas hati dalam regulasi metabolisme adalah sebagai berikut:
a. Metabolisme karbohidrat. Kadar gula darah dapat distabilkan oleh hati.
Hepatosit dapat memecah glikogen dan mengeluarkan glukosa ke aliran darah
serta mensisntesis glukosa dari asam amino yang tersedia, jika kadar gula
darah menurun. Sintesis glukosa dari komponen lain disebut juga
glukoneogenesis. Saat tubuh kekurangan gula darah, cadangan glikogen yang
disimpan dalam hati akan diubah menjadi glukosa baru dengan memecah
glikogen (Martini, 2004).
b. Metabolisme lipid. Apabila kadar trigliserida, asam lemak, dan kolestrol
menurun, hati akan memecah cadangan lipid dan akan dikeluarkan ke aliran
darah. Trigliserida yang ada di dalam tubuh nantinya akan menjadi asam
lemak untuk cadangan energi (Martini, 2004).
c. Metabolisme asam amino. Hepar dapat menurunkan peningkatan jumlah asam
amino dalam sirkulasi darah. Kegunaan asam amino untuk mensisntesis
protein dan dapat diubah menjadi glukosa atau lipid untuk cadangan energi
d. Detoksifikasi. Hepar berperan dalam menghilangkan zat-zat endogen dan
eksogen yang dapat merugikan tubuh. Kerusakan pada hepar menandakan
efek toksik dari zat-zat tersebut tidak dapat didetoksifikasi (Baradero et al.,
2005).
e. Penyimpanan mineral. Hati dapat mengubah cadangan besi menjadi ferritin
dan protein ion kompleksnya dapat disimpan (Martini, 2004).
f. Penyimpanan vitamin. Vitamin A, D, E, dan K yang dapat larut dalam lemak
dapat diabsorbsi dari darah dan disimpan di dalam hepar (Martini, 2004).
g. Inaktivasi obat. Hepar dapat menghilangkan dan memecah sirkulasi obat tanpa
menurunkan durasi dari efeknya (Martini, 2004).
Sel-sel hati mendapatkan suplai darah dari vena portae hepatis yang
kaya akan makanan, tidak mengandung oksigen dan terkadang toksik. Sistem
peredaran darah yang tidak biasa ini menyebabkan sel-sel hati mendapat darah
yang relatif kekurangan oksigen dan keadaan ini dapat menjelaskan penyebab sel
hati lebih rentan terhadap kerusakan dan penyakit ( Wibowo dan Paryana, 2009).
2. Kerusakan hati
Hepatotoksik adalah kerusakan hati yang berhubungan dengan
kerusakan fungsi hati karena paparan obat atau agen non-infeksi lainnya (Navarro
dan Senior, 2006). Berbagai macam kerusakan hati bergantung pada agen toksik,
kekerasan intoksikasi dan jenis pejanan yang termasuk akut atau kronis. Ketika sel
aminotransferase (ALT), aspartat aminotransferase (AST), alkalin fosfatase (ALP)
ke dalam darah (Hodgson, 2010).
Senyawa toksik dapat menyebabkan berbagai jenis efek toksik pada
berbagai organel dalam sel hati. Jenis kerusakan hati, seperti :
a. Steatosis (Perlemakan Hati). Perlemakan hati adalah hati yang mengandung
berat lipid lebih dari 5% atau mengenai lebih dari separuh jaringan sel hati.
Perlemakan hati ini berpotensi menjadi penyebab kerusakan hati dan sirosis
hati (Gregus dan Klaaseen, 2001). Mekanisme terjadinya penimbunan lemak
dalam hati cukup beragam, yang paling umum adalah terjadinya pelepasan
trigliserida hati ke plasma (Lu, 1995).
b. Nekrosis hati. Nekrosis hati adalah suatu kematian hepatosit yang biasanya
merupakan kerusakan akut yang ditandai dengan pembengkakan sel,
kebocoran, dan hancurnya inti serta masuknya sel-sel radang. Kematian sel
terjadi bersamaan dengan pecahnya membran plasma. Perubahan biokimia
pada nekrosis hati ini bersifat kompleks (Lu, 1995).
c. Sirosis hati. Sirosis hati merupaka bentuk kerusakan hati yang kronis dan
fatal. Hal ini ditandai dengan adanya penghancuran hepatosit dan adanya septa
kolagen yang tersebar di sebagian besar hati (Mary, Mary dan Yakobus,
2005). Sirosis bersifat irreversibel, biasanya juga disebabkan oleh paparan
3. Hepatotoksin
Senyawa dan obat yang dapat menyebakan kerusakan hati dibedakan
menjadi dua, yaitu :
a. Hepatotoksin teramalkan (Tipe A). Hepatotoksin tipe A ini merupakan obat
atau senyawa yang bila diberikan dapat mempengaruhi sebagian besar orang
yang mengonsumsinya dalam jumlah yang cukup untuk menimbulkan efek
toksik dan bergantung pada dosis pemberian. Contoh dari obat-obat pada tipe
ini adalah parasetamol, karbon tetraklorida, tetrasiklin, dan salisilat ( Forrest,
2006).
b. Hepatotoksin tidak teramalkan (Tipe B). Hepatotoksin tipe B ini merupakan
obat atau senyawa yang tidak bersifat toksik pada hati tetapi jika diberikan
pada orang tertentu dapat menimbulkan efek toksik dan hepatotoksin ini tidak
tergantung pada dosis pemberian. Contoh obat-obat pada tipe ini adalah
isoniazid, halothan, klorpromazin (Forrest, 2006).
B. Alanin Aminotransferase (ALT) dan Aspartat Aminotransferase (AST)
Kerusakan sel-sel hati dapat dideteksi dengan pengukuran indeks
fungsional dan mengamati produk hepatosit yang rusak. Uji enzim seringkali
menjadi petunjuk adanya cedera sel pada penyakit hati karena perubahan ringan
kapasitas ekskretorik mungkin tersamarkan akibat kompensasi dari bagian hati
Enzim ALT dan AST merupakan enzim pada serum yang dapat menjadi
indikator untuk kerusakan hati, perubahan fungsi hati atau adanya toksisitas pada
hati (Edem dan Akpanabiatu, 2006). AST menjadi perantara reaksi antara asam
aspartat dan asam alfaketoglutamat sedangkan ALT memindahkan satu gugus
amino antara alanin dan asam ketoglutamat (Sacher dan McPherson, 2004).
Enzim ALT lebih spesifik untuk organ hati karena proporsinya paling banyak
berada pada organ ini disbanding organ tubuh lainnya (Edem dan Akpanabiatu,
2006). Menurut AIDSC (cit., Fajar, 2013), kerusakan akut pada hepar terjadi
ketika peningkatan kadar ALT lebih dari lima kali dari kadar normalnya. Hati
yang mengalami nekrosis atau kehancuran akan menyebabkan kenaikan kadar
transaminase pada serum. Enzim transaminase akan masuk ke dalam pembuluh
darah dan membuat kadar transaminase dalam darah meningkat (Hartono,
Nurwanti, Ikasari, Wiryanti, 2005).
C. Karbon Tetraklorida
Karbon tetraklorida (Gambar 1) merupakan senyawa golongan halogen
yang berbentuk cairan jernih, bersifat mudah menguap, tidak berwarna, dan
berbau khas. Senyawa karbon tetraklorida mempunyai BM 153,82 dan sangat
sukar larut dalam air, sangat mudah larut dalam alkohol, benzene, kloroform, eter,
karbon disulfida, aseton (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan,
1995).
Karbon tetraklorida termasuk dalam golongan senyawa beracun dan
sangat berbahaya bagi lingkungan. Senyawa ini digunakan biasanya sebagai
fumigasi atau pengasapan di pertanian, penghilang noda, bahan dasar
chlorofluorocarbon (CFC) untuk pendingin AC, pelarut minyak, lilin, dan karet
(SiKerNas, 2010). Senyawa ini merupakan molekul sederhana, yang jika
diberikan kepada berbagai spesies dapat menyebabkan nekrosis sentrilobuler dan
perlemakan hati (Timbrell, 2008).
Kerusakan sel dapat diinisiasi oleh beberapa mekanisme antara lain
penghambatan enzim, pengurangan metabolit atau kofaktor, pengurangan ATP,
interaksi dengan reseptor, peningkatan intraseluler kalsium, pembentukan
metabolit aktif, dan perubahan membran sel. Obat dapat menyebabkan kerusakan
sel melalui mekanisme aktifasi metabolit pada tingkatan yang lebih tinggi seperti
radikal bebas, karbon, dan nitro akibat stres oksidatif (Hodgson, 2010).
Karbon tetraklorida cepat diabsorbsi melalui rute apa saja pada manusia
dan hewan. Karbon tetraklorida setelah mengalami absorbsi akan didistribusikan
diantara jaringan terutama yang memiliki banyak timbunan lipid. Karbon
CYP450. Metabolisme CCl4 dilakukan penelitian in vivo dan in vitro pada
mamalia. Tahap awal biotransformasi dari karbon tetraklorida adalah reduksi
dehalogenisasi: pembelahan ikatan klorida karbon menjadi ion klorida dan radikal
triklorometil. Triklorometil radikal (●CCl3) dapat berikatan kovalen dengan
protein atupun lipid menyebabkan kerusakan membran (Klaassen, 2001).
Gambar 2. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi dari karbon tetraklorida (Timbrell, 2008)
Penyebab terjadinya kerusakan jaringan oleh karbon tetraklorida
tergantung pada metabolisme aktivasi oleh sitokrom P450, terutama CYP2EI.
Enzim mikrosomal CYP2EI akan mempengaruhi aktivasi metabolit dari senyawa
yang terbentuk, yaitu dapat meningkatkan atau mengurangi sifat toksik dari
agen pereduksi dan mengkatalis adisi elektron yang mengakibatkan hilangnya satu
ion klorin sehingga terbentuk radikal bebas triklorometil (●CCl3) yang merupakan
metabolit reaktif. Radikal bebas triklorometil ini dengan adanya oksigen (O2) akan
berubah menjadi radikal bebas triklorometilperoksi (●OOCCl3) (Gambar 2) yang
bersifat lebih reaktif (Klaaseen, 2001).
D. Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron yang bekerja dengan
mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga
aktivitas senyawa oksidan tersebut bisa terhambat. Antioksidan menstabilkan
radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas
dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas
(Winarsi, 2007). Senyawa antioksidan bisa didapatkan dari berbagai tanaman dan
memiliki potensi tinggi untuk mengurangi berbagai resiko penyakit. Senyawa
antioksidan seperti asam fenolik, polifenol, flavonoid dapat menghambat
mekanisme oksidasi yang mengarah pada penyakit degeneratif (Percival, 1996).
E. Persea americana Mill. 1. Sinonim
Laurus persea L., Persea americana var. angustifolia Miranda, Persea
americana var. drymifolia (Schldtl &Cham) S. F. Blake, Persea americana var.
Persea edulis Raf., Persea floccosa Mez, Persea gigantea L. O. Williams, Persea
gratissima C. F. Gaertn., Persea gratissima var. drimyfolia (Schldtl. & Cham.)
Mez, Persea pleiogyna Blake, Persea nubigena L. O. Williams, Persea
paucitriplinervia Lundell, Persea persea (L.) Cockerell, Persea streyermarkii C.
K. Allen. (Lim, 2012).
2. Taksonomi
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua/dikotil)
Sub Kelas : Magnoliidae
Ordo : Laurales
Famili : Lauraceae
Genus : Persea
Spesies : Persea americana.Mill.
(USDA, 2014).
3. Nama Lain
Avocado, avocado-per, butter fruit (Inggris), avocado (Filipina),
avokado (Malaysia), Aguacate, Pagua (Spanyol), awokado (Thailand), avocat,
avocatier, zabelbok, zaboka (Prancis) (Yasir, Das, Kharya, 2010).
4. Morfologi
Gambar 3. Tanaman P. americana Mill. (Proseanet, 2012)
Persea americana (Gambar 3) merupakan pohon yang selalu hijau
dengan tinggi mencapai 20 m. Pohon terdiri dari daun tunggal, tersusun spiral,
tepi daun rata; panjang tangkai daun 1,5-5 cm; daun berbentuk elips hingga lanset,
bulat telur hingga bulat telur sungsang, panjang daun 5-40 cm dan lebar 3-15 cm,
permukaan atas daun diselaputi lilin. Bunga berupa tongkol majemuk yang
muncul di ujung cabang; bunga banci tersusun atas 3 daun mahkota, memiliki bau
harum; perhiasan bunga tersusun atas dua lingkaran; benang sari 9 di dalam 3
bagian dasarnya; putik terdiri atas satu ruang bakal buah, tangkai kepala putik
ramping dengan kepala putik tunggal. Buah besar berdaging dan berair (berry),
berbiji tunggal, permukaan buah halus, panjang 7-20 cm. Buah besar dan bulat
dilapisi dua lapisan dan dua kotiledon besar yang melindungi embrio kecil
(Proseanet, 2012).
5. Kandungan kimiawi
Menurut penelitian yang dilakukan Chitturi dkk. (2013), kulit P.americana
Mill. memiliki kandungan protease, protein, antioksidan, melanin, glukosinolat,
dan pektin. Menurut Maryani (2003) kulit P.americana juga sangat kaya akan
kandungan senyawa flavonoida. Penelitian Vinha, Moreira, Barreira (2013)
menyatakan bahwa senyawa fenolik yang terdapat di kulit P.americana Mill.
lebih banyak dibandingkan biji P.americana Mill., dan juga terdapat banyak
vitamin seperti vitamin C dan E pada kulit P.americana Mill.
6. Khasiat dan kegunaan
Kandungan metabolit biji P.americana Mill. dilaporkan mempunyai
khasiat yang efektif yaitu melawan hepatotoksitas, inflamasi, kanker dan
mengobati hipertensi (Arukwe et al., 2012). Penelitian Nopitasari (2013)
menyatakan bahwa biji P.americana Mill.memiliki efek hepatoprotektif terhadap
tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida. Kulit buah alpukat bermafaat untuk
pengeluaran air seni dan obat sariawan karena adanya kandungan senyawa
P.americana Mill. masih sangat minim dan hanya berkisar pada kandungan yang
terdapat pada kulit saja.
F. Metode Pengujian
Studi tentang efek toksik pada hati dapat dilakukan secara in vivo
maupun in vitro. Model in vivo dapat menunjukkan bahwa senyawa eksogen
menimbulkan kerusakan pada hati berdasarkan pada tanda-tanda fisiologi yang
terjadi. Model in vitro menjelaskan mengenai mekanisme kerusakan hati yang
terjadi. Parameter yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kerusakan hati
antara lain tes enzim serum, tes ekskretori hati, perubahan penyusun kimia dalam
hati, analisis histologi kelainan hati.
a. Tes enzim serum. Pengukuran dilakukan untuk mendeteksi ketoksikan pada
hati yang didasarkan spesifikasi dan sensitivitas berbagai tipe kerusakan hati.
Enzim-enzim transaminase adalah contoh yang paling utama kelompok enzim
hati yang level serumnya berubah pada gangguan hepatoseluler. Penentuan
ALT dan AST adalah cara pengukuran parameter umum dalam plasma untuk
mendeteksi kerusakan hati. Peningkatan enzim yang dihasilkan bisa beberapa
kali lipat dare harga normal dalam 24 jam pertama (Timbrell, 2008).
b. Tes ekskretori hati. Kemampuan hati untuk mensintesis urea, kolestrol, dan
mempertahankan kadar glukosa darah serta asam amino merupakan fungsi
hati. Bilirubin dan xenobiotika merupakan contoh senyawa yang digunakan
yang terjadi di hati dapat dijadikan parameter hepatotoksisitas (Zimmerman,
1978).
c. Perubahan penyusun kimia dalam hati. Perubahan struktural dan fungsional
hepatik yang disebabkan oleh zat hepatotoksik dapat mendeteksi tingkat
kerusakan hati. Perubahan efek farmakologis obat dapat juga digunakan untuk
penentuan dan pendeteksi disfungsi hati (Plaa dan Charbonneau, 2001).
d. Analisis histologi kelainan hati. Deskripsi histologi kerusakan juga sangat
penting dalam analisis potensi hepatotoksik zat kimia terhadap kerusakan yang
dihasilkan. Pengamatan mikroskopik cahaya dapat dilakukan untuk
menentukan histologi kerusakan hati (Plaa dan Charbonneau, 2001).
G. Metode Ekstraksi
Ekstraksi senyawa metabolit sekunder dare seluruh bagian tumbuhan
seperti bunga, buah, daun ,kulit batang dan akar pada umumnya menggunakan
sistem maserasi dengan menggunakan pelarut organik.
Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana yang
dilakukan dengan merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama
beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung cahaya. Metode ini
digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen kimia yang
mudah larut dalam cairan penyari yang tidak mengandung tiraks, lilin dan benzoin
Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan cara ekstraksi tanaman
obat dengan ukuran partikel tertentu dan menggunakan medium pengekstraksi
yang tertentu yang dapat dilakukan dengan berbagai cara (Agoes, 2009).
H. Landasan Teori
Hati merupakan organ penting dalam proses metabolisme tubuh. Sel hati
mendapat suplai darah dari vena portae hepatis yang tidak mengandung oksigen
dan terkadang toksik sehingga sel hati lebih rentan terhadap kerusakan dan
penyakit (Wibowo dan Paryana, 2009). Alanin aminotransferase (ALT) dan
aspartat aminotransferase (AST) merupakan serum yang sering digunakan untuk
melihat kerusakan sel hati (DiPiro et al., 2005).
Bentuk kerusakan hati salah satunya berupa perlemakan hati. Hal itu
terjadi karena adanya induksi senyawa model hepatotoksik. Senyawa model
hepatotoksik yang digunakan dalam penelitian ini adalah karbon tetraklorida.
Karbon tetraklorida direduksi oleh suatu enzim sitokrom P-450 menjadi radikal
bebas berupa triklorometil (●CCl3) dan triklorometilperoksida (●OOCCl3) yang
bersifat lebih reaktif (Klaaseen, 2001). Radikal triklorometil akan berikatan secara
kovalen dengan lemak dan protein dan secara langsung dengan membran
fosfolipid dan kolestrol. Radikal lipid akan mengaktifkan senyawa oksigen reaktif
yang dapat menyebabkan peroksidasi lipid (Timbrell, 2008).
Radikal bebas sangat berbahaya bagi tubuh karena dapat memicu
dibutuhkan antioksidan untuk mengurangi dan menghalangi radikal bebas masuk
ke dalam tubuh. Penelitian Nopitasari (2013) menyatakan bahwa biji P.americana
Mill.memiliki efek hepatoprotektif terhadap tikus jantan terinduksi karbon
tetraklorida. Kulit P.americana memiliki khasiat yang hampir sama dengan biji
P.americana sebagai antioksidan yang diperoleh dari kandungan fenoliknya
(Kosinska et al., 2012).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah pemberian ekstrak
etanol jangka panjang kulit P.americana dapat memberikan efek hepatoprotektor
dengan melihat penurunan nilai aktivitas ALT dan AST pada tikus yang terinduksi
karbon tetraklorida dan juga akan ditentukan dosis efektif ekstrak etanol kulit P.
americana dalam memberikan efek hepatoprotektif.
I. Hipotesis
Ekstrak etanol kulit P. americana dalam penggunaan jangka panjang
dapat memberikan efek hepatoprotektif dengan menurunkan kadar ALT-AST
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan
menggunakan rancangan penelitian acak lengkap pola searah. Penelitian ini
dilakukan di Laboratorium Farmakologi Toksikologi, Laboratorium Farmakognosi
Fitokimia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
B. Variabel dan Definisi Operasional
Variabel – variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah :
1. Variabel utama
a. Variabel bebas. Dosis pemberian jangka panjang ekstrak etanol kulit P.
americana.
b. Variabel tergantung. Nilai aktivitas serum ALT dan AST tikus jantan
galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida setelah pemberian
jangka panjang ekstrak etanol kulit P. americana.
2. Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali. Kondisi hewan uji yaitu tikus jantan
galur Wistar, berat badan 150 – 250 gram, umur 2 – 3 bulan,
pemberian ekstrak secara per oral dengan frekuensi satu kali sehari
selama 6 hari dengan waktu pemberian yang sama, pemberian karbon
americana yang ditanam di Wonosari dan didapatkan dari depot Es
Teler 77 di Plaza Ambarukmo Yogyakarta.
b. Variabel pengacau tak terkendali. Kondisi patologis dari tikus jantan
galur Wistar.
3. Definisi operasional
a. Ekstrak etanol kulit P. americana. Didefinisikan sebagai ekstrak kental
dari serbuk kering kulit P. americana yang dilarutkan dalam pelarut
etanol 70% dan dimaserasi selama 5 hari dengan sesekali penggojogan
dan remaserasi selama 2 hari. Kemudian disaring dengan corong
Buchner yang dilapisi dengan kertas saring, dievaporasi dan diuapkan
di atas waterbath pada suhu 80˚C hingga mencapai bobot pengeringan
tetap dengan susut pengeringan sebesar 0%.
b. Efek hepatoprotektif. Didefinisikan sebagai kemampuan ekstrak
etanol kulit P. americana pada dosis tertentu dalam melindungi hati
(penurunan aktivitas ALT-AST) pada tikus jantan galur Wistar
terinduksi karbon tetraklorida.
c. Pemberian jangka panjang. Didefinisikan sebagai pemberian ekstrak
etanol kulit P. americana terhadap tikus jantan galur Wistar satu kali
sehari selama enam hari berturut-turut.
d. Dosis efektif. Dosis terkecil dimana sediaan ekstrak etanol kulit P.
americana mampu memberikan efek penurunan aktivitas ALT paling
C. Bahan Penelitian
1. Bahan utama
a. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus jantan galur
Wistar dengan berat badan 150 – 250 gram dan berumur 2 – 3 bulan yang
diperoleh dari Laboratorium Imunologi Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
b. Bahan uji yang digunakan adalah kulit P. americana yang diperoleh dari
depot Es Teler 77 di Plaza Ambarukmo Yogyakarta periode Juni-Juli 2014.
2. Bahan kimia
a. Senyawa hepatotoksin yang digunakan adalah karbon tetraklorida yang
diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
b. Pelarut untuk ekstraksi kulit P. americana digunakan etanol 70% yang
diperoleh dari toko bahan kimia General Labora Yogyakarta.
c. Kontrol negatif dan pelarut karbon tetraklorida digunakan olive oil
(minyak zaitun) Bertolli berbentuk cair yang dibeli dari Superindo
Yogyakarta.
d. Pelarut ekstrak etanol kulit P. americana digunakan CMC Na berbentuk
serbuk yang diperoleh dari Laboratorium Biofarmasetika Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
e. Reagen serum ALT
Komposisi dan konsentrasi dari reagen ALT Diasys yang digunakan adalah
Tabel I. Komposisi dan konsentrasi reagen serum ALT
f. Reagen serum AST
Komposisi dan konsentrasi dari reagen AST Diasys yang digunakan adalah
sebagai berikut
Tabel II. Komposisi dan konsentrasi reagen serum AST
D. Alat Penelitian
1. Alat pembuatan serbuk kering dan ekstrak etanol P. americana
Alat – alat yang digunakan antara lain oven, mesin penyerbuk dan ayakan.
Seperangkat alat gelas berupa Bekker glass, Erlenmeyer, gelas ukur, labu
ukur, cawan porselen, corong Buchner, pipet tetes, batang pengaduk (Pyrex
Iwaki Glass®), ayakan no 40 Electric Sieve Shaker Indotest Multi Lab®,
Komposisi pH Konsentrasi
R1: TRIS 7,15 140 mmol/L
L-alanine 700 mmol/L
LDH (lactate dehydrogease) ≥ 2300 mmol/L
R2: 2-oxogultarate 85 mmol/L
NADH 1 mmol/L
Pyridoxal-5phosphate FS:
Good’s buffer
Pyridoxal-5-phosphate
timbangan analitik Mettler Toledo®, orbital shaker Optima®, rotary vacuum
evaporator IKAVAC®, oven Memmert®.
2. Alat uji hepatoprotektif
Seperangkat alat gelas berupa Bekker glass, gelas ukur, tabung reaksi, labu
ukur, pipet tetes, batang pengaduk (Pyrex Iwaki Glass®), timbangan analitik
Mettler Toledo®, spuit injeksi, syringe 3 cc Terumo®, jarum tuberculin.
E. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi kulit P. americana
Determinasi dilakukan untuk memastikan validitas tanaman yang
digunakan. Determinasi dilakukan dengan mencocokkan kulit P. americana
yang diperoleh dari depot Es Teler 77 di Plaza Ambarukmo Yogyakarta
dengan kulit P. americana dilakukan di Laboratorium Farmakognosi
Fitokimia dengan menggunakan buku acuan (Agrilink, 2001).
2. Pengumpulan bahan uji
Bahan uji yang digunakan adalah kulit P. americana yang masih segar
dan tidak busuk yang diperoleh dari depot Es Teler 77 di Plaza Ambarukmo
Yogyakarta periode Juni-Juli 2014.
3. Pembuatan serbuk kulit P. americana
Kulit P. americana dicuci bersih dan dipisahkan dari sisa buahnya.
dalam oven pada suhu 50oC selama 24 jam kemudian dihaluskan dan diayak
dengan ayakan nomor 40.
4. Penetapan kadar air pada serbuk kering kulit P. americana
Serbuk kering kulit P. americana yang sudah diayak, dimasukkan
sebanyak ± 5 gram ke dalam alat moisture balance kemudian diratakan.
Bobot serbuk kering kulit tersebut ditetapkan sebagai bobot sebelum
pemanasan (bobot A), setelah itu dipanaskan pada suhu 1100C. Serbuk kering
kulit P. americana yang sudah dipanaskan ditimbang kembali dan dihitung
sebagai bobot setelah pemanasan (bobot B). Kemudian dilakukan perhitungan
terhadap selisih bobot A terhadap bobot B yang merupakan kadar air serbuk
kulit P. americana.
5. Pembuatan ekstrak etanol kulit P. americana
Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi. Sebanyak 40 g serbuk kulit
P. americana direndam dalam 200 mL pelarut etanol 70% pada suhu kamar
selama 5 x 24 jam. Setelah dilakukan perendaman, hasil maserasi kemudian
disaring menggunakan corong Buchner yang dilapisi kertas saring sehingga
diperoleh filtrat. Serbuk sisa perendaman dimaserasi kembali (remaserasi)
dengan 200 mL etanol 70 % selama 2 x 24 jam. Filtrat hasil saringan
dipindahkan dalam labu alas bulat untuk dievaporasi untuk menguapkan
cairan penyari pada proses maserasi. Hasil evaporasi dituangkan dalam
cawan porselen yang telah ditimbang sebelumnya agar mempermudah
perhitungan rendemen ekstrak yang akan diperoleh. Cawan porselen yang
untuk mendapatkan ekstrak etanol kulit P. americana dengan bobot
pengeringan ekstrak yang tetap, kemudian dilakukan perhitungan rata-rata
rendemen dari replikasi ekstrak etanol kulit P. americana kental yang telah
dibuat.
Rendemen ekstrak = berat cawan ekstrak kental – berat cawan kosong
Rata-rata rendemen =
6. Penetapan konsentrasi pekat ekstrak
Konsentrasi yang digunakan adalah konsentrasi pekat yang dapat dibuat
dimana pada konsentrasi tersebut ekstrak dapat dimasukkan serta dikeluarkan
dari spuit oral. Cara pembuatannya adalah dengan melarutkan ekstrak per
cawannya dengan pelarut yang sesuai, yaitu CMC Na 1% (Kurniawati,
Adrianto,Hendra., 2011). Sebanyak 3,5 gram ekstrak dalam labu ukur 50 mL
dengan pelarut yang sesuai yaitu CMC Na 1% sehingga konsentrasi ekstrak
dapat ditetapkan sebesar 7%b/v atau 0,07 g/mL atau 70 mg/mL.
7. Penetapan dosis ekstrak etanol kulit P. americana
Penetapan peringkat dosis mengacu pada penelitian Nopitasari (2013)
yaitu ditetapkan peringkat dosis melalui perhitungan dengan bobot tikus
paling besar yaitu 250 mg, konsentrasi ekstrak etanol kulit P. americana yang
dapat dimasukkan dan dikeluarkan melalui spuit oral yaitu 7% atau 70
mg/mL serta volume pemberian maksimal oral yaitu 5 mL. Maka dosis
BB x D = C x V
0,250 kg x D = 70mg/mL x 5 mL
D = 1400 mg/kg BB
Dosis tengah dan dosis rendah ditentukan dengan menurunkan dua
kelipatan dari dosis tertinggi sehingga diperoleh dosis 700 dan 350 mg/kg
BB. Dosis yang akan digunakan dalam penelitian adalah 350, 700, dan 1400
mg/kg BB.
8. Pembuatan CMC-Na 1%
Ditimbang sebanyak 1 gram CMC-Na, kemudian dilarutkan
menggunakan aquadest sebanyak 50 mL, didiamkan selama 24 jam hingga
CMC-Na mengembang, kemudian di add hingga 100 mL pada labu ukur.
9. Pembuatan larutan karbon tetraklorida dalam olive oil
Perbandingan karbon tetraklorida dengan olive oil 1:1, sehingga
keduanya diambil dengan seksama dan dicampur hingga homogeny dalam
gelas bekker.
10. Uji pendahuluan
a. Penetapan dosis hepatotoksin (karbon tetraklorida). Berdasarkan penelitian
Murugesan dkk. (2009) dosis tunggal injeksi sebesar 2 mL/kgBB karbon
tetraklorida dengan perbandingan karbon tetraklorida dengan olive oil 1:1.
Dosis ini menyebabkan kenaikan ALT dan AST pada tikus jantan galur
Wistar tetapi tidak menyebabkan kematian.
b. Penetapan waktu pencuplikan darah. Penetapan waktu pencuplikan darah
pada jam ke 0, 24, 48 setelah pemejanan karbon tetraklorida. Setiap
kelompok perlakuan terdiri dari 5 hewan uji yang pengambilan darahnya
dilakukan melalui pembuluh sinus orbitalis mata. Kemudian nilai aktivitas
ALT diukur.
11. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji
Hewan uji yang dibutuhkan sebanyak 30 ekor tikus jantan galur Wistar
yang dibagi secara acak dalam 6 kelompok sama banyak. Kelompok I
(kelompok kontrol hepatotoksin) diberi karbon tetraklorida dengan pelarut
olive oil dengan dosis 2g/kgBB secara inraperitonial. Kelompok II (kelompok
kontrol negatif) diberi olive oil secara intraperitonial. Kelompok III
(kelompok kontrol ekstrak etanol) diberi ekstrak etanol kulit P. americana
dengan dosis 1,4 g/kg BB selama 6 hari berturut-turut. Setelah 24 jam,
kelompok I-III diambil darahnya melalui vena orbitalis kemudian diukur
aktivitas ALT-AST. Kelompok IV, V, VI (kelompok perlakuan) diberi
ekstrak etanol kulit P. americana dengan seri dosis 0,35 ; 0,7 dan 1,4 g/kg BB
secara peroral sekali sehari selama enam hari berturut-turut. Pada hari ke
tujuh kelompok IV-VI dipejankan karbon tetraklorida dengan dosis 2 g/kgBB
secara per oral. Pada jam ke 24 setelah pemberian karbon tetraklorida,
diambil darahnya melalui vena orbitalis dan diukur aktivitas ALT-AST.
F. Tata Cara Analisis Hasil
Data aktivitas ALT dan AST diuji dengan Kolmogorov-Smirnov untuk
data yang normal maka analisis dilanjutkan dengan analisis pola searah (One Way
ANOVA) dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui perbedaan
masing-masing kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk melihat
perbedaan masing-masing antar kelompok bermakna (signifikan) (p<0,05) atau
tidak bermakna (tidak signifikan) (p>0,05). Namun bila didapatkan distribusi
tidak normal, maka dilakukan analisis dengan uji Kruskal Wallis untuk
mengetahui perbedaan aktivitas ALT dan AST antar kelompok. Setelah itu
dilanjutkkan dengan uji Mann Whitney untuk mengetahui perbedaan tiap
kelompok.
Perhitungan persen efek hepatoprotektif terhadap hepatotoksin karbon
tetraklorida diperoleh dengan rumus:
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman dilakukan dengan tujuan untuk menjamin
kebenaran buah dari tanaman yang digunakan dalam penelitian mengenai efek
hepatoprotektif ekstrak kulit P. americana. Determinasi dilakukan dengan cara
mencocokkan kesamaan buah alpukat dengan acuan yang digunakan.
Bagian-bagian tanaman yang digunakan pada determinasi tidak hanya kulit saja
melainkan buah alpukat. Buah P. americana yang digunakan dalam penelitian
memiliki ciri-ciri bentuk seperti buah pir, warna kulit hijau agak kegelapan, dan
memiliki permukaan kulit yang tebal dan halus. Hasil determinasi dengan
menggunakan acuan (Agrilink, 2001) membuktikan bahwa benar yang digunakan
dalam penelitian adalah buah dari tanaman P. americana dengan jenis endranol.
B. Hasil Kadar Air Serbuk Kulit P. americana
Tujuan dari penetapan kadar air untuk mengetahui kandungan air dalam
serbuk kulit P. americana, sehingga dapat diketahui apakah serbuk memenuhi
salah satu persyaratan serbuk yang baik atau tidak, yaitu memiliki kadar air
kurang dari 10% (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995).
Penetapan kadar air ini dilakukan dengan menggunakan metode
gravimetri dengan alat moisture balance. Berdasarkan hasil yang didapat, kadar
7,1%. Hal ini menyatakan bahwa kadar air serbuk kulit P. americana sudah
memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
C. Standarisasi Ekstrak Etanol Kulit P. americana
Dalam penelitian ini, pembuatan ekstrak etanol kulit P. americana
menggunakan metode maserasi. Pemilihan metode maserasi dikarenakan metode
ini dinilai cukup sederhana dalam prosesnya dan cocok digunakan untuk menyari
simplisia yang komponen zat aktifnya mudah larut dalam cairan penyari. Cairan
penyari yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol.
Kulit alpukat diserbukkan terlebih dahulu dan diayak dengan ayakan no
mesh 40 sebelum proses maserasi dimulai. Pada standarisasi ekstrak etanol kulit
P. americana yang menjadi parameter adalah dilihat dari bobot tetap dengan susut
pengeringan 0% yang bertujuan untuk menghitung sisa zat setelah dilakukan
pengeringan pada suhu 80oC. Ekstrak yang berada dalam cawan ditimbang tiap
satu jam sekali selama kurang lebih 10 jam atau hingga mencapai bobot tetap.
Hasil yang diperoleh menunjukkan sebanyak 400 gram serbuk kering kulit P.
americana menghasilkan 10 cawan ekstrak kental. Rata-rata rendemen dari
masing-masing cawan adalah 4,48 gram ekstrak kental. Pada pembuatan 400 gram
serbuk kering kulit P. americana menghasilkan 44,8 gram ekstrak kental, dengan
D. Uji Pendahuluan
1. Penentuan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida
Senyawa yang digunakan sebagai hepatotoksin pada penelitian ini adalah
karbon tetraklorida. Tujuan dari penentuan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida
adalah untuk menentukan dosis karbon tetraklorida yang dapat mengakibatkan
kerusakan hati yang ditunjukkan dengan peningkatan aktivitas ALT dan AST
pada tikus jantan galur Wistar.
Pemejanan karbon tetraklorida dapat menyebabkan steatosis
(perlemakan) pada hati yang ditandai dengan peningkatan aktivitas ALT dan AST
sebanyak tiga atau empat kali dari normal (Pachos dan Paletas, 2009). Dosis
hepatotoksin yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian yang
dilakukan oleh Janakat dan Merie (2002), yaitu 2mL/kgBB dalam olive oil dengan
perbandingan 1:1 secara intraperitonial. Pemberian secara intraperitonial
bertujuan agar hepatotoksin karbon tetraklorida dapat bereaksi lebih cepat
dibandingkan dengan pemberian oral.
2. Penentuan waktu pencuplikan darah tikus jantan galur Wistar
Penentuan waktu pencuplikan darah dilakukan untuk mengetahui waktu
dimana karbon tetraklorida dosis 2mL/kgBB mampu memberikan efek
hepatotoksik maksimal yang ditandai dengan peningkatan ALT dan AST tertinggi
pada waktu tertentu. Senyawa hepatotoksin dosis 2mL/kgBB diberikan pada tikus
ke 0, 24, dan 48 jam. Hasil uji berupa aktivitas ALT yang tertera pada Tabel III
dan Gambar 4.
Tabel III. Rata-rata aktivitas ALT tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2mL/kgBB pada rentang waktu 0, 24, 48 jam
Selang Waktu (jam) Rata-rata aktivitas serum ALT ± SE (U/L) 0 72,3 ± 5,8
24 217,3 ± 2,7 48 90,3 ± 3,7 Keterangan: SE=Standar Error
Berdasarkan aktivitas serum ALT yang telah dianalisis dengan
menggunakan uji Kolmogorov Smirnov menunjukkan pada jam ke 0, 48 dengan
nilai signifikansi 0,067 (>0,05). Hal itu menyatakan bahwa aktivitas serum ALT
pada jam ke 48 sudah kembali normal karena mekanisme fisiologi hati yang dapat
menggantikan sel-sel hati yang rusak. Aktivitas serum ALT pada jam ke 24 (217,3
± 2,7) mengalami peningkatan sebesar 3 kali dibandingkan dengan jam ke 0. Pada
hasil uji statistik juga menunjukkan bahwa terdapat peningkatan yang signifikan
dan berbeda bermakna dibandingkan dengan jam ke 0 dan 48 dengan nilai
signifikansi 0,000 (<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian karbon
tetraklorida pada jam ke 24 terbukti menyebabkan kerusakan hati paling
maksimal. Hasil analisis dari uji statistik aktivitas ALT pada waktu pencuplikan 0,
24, 48 jam dapat dilihat pada tabel IV.
Tabel IV. Perbedaan peningkatan aktivitas serum ALT setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada rentang waktu 0, 24, dan 48 jam
Jam 0 Jam 24 Jam 48
Jam 0 BB BTB
Jam 24 BB BB
Jam48 BTB BB
Keterangan : BB=Berbeda Bermakna; BTB= Berbeda Tidak Bermakna
Berdasarkan data tersebut (Tabel IV), terlihat bahwa efek hepatotoksik
yang dimiliki karbon tetraklorida dengan dosis 2mL/kgBB menunjukkan efek
maksimal pada jam ke 24. Hasil orientasi ini selanjutnya digunakan peneliti
sebagai acuan dalam penentuan waktu pencuplikan darah hewan uji setelah
E. Efek Hepatoprotektif Jangka Panjang Ekstrak Etanol Kulit P. americana terhadap Tikus Jantan
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui efek
hepatoprotektif jangka panjang ekstrak etanol kulit P. americana pada tikus jantan
galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida. Pada penelitian ini terdapat kelompok
perlakuan yang diberikan ekstrak etanol P. americana dengan 3 peringkat dosis
yaitu dosis 0,35; 0,70; dan 1,40 g/kgBB secara per oral selama enam hatri
berturut-turut pada jam yang sama. Pada hari ke tujuh tikus dipejankan dengan
karbon tetraklorida 2 g/kgBB secara intraperitonial dan diambil darahnya setelah
24 jam pemberian karbon tetraklorida untuk dilakukan pengukuran aktivitas
serum ALT dan AST. Hasil data ALT dan AST pada tiap kontrol dan perlakuan
tertera dalam bentuk rata-rata ± SE dalam Tabel V dan Gambar 5.
Tabel V. Pengaruh perlakuan ekstrak etanol kulit P. americana dilihat dari rata-rata ± SE aktivitas serum ALT dan AST
Kelompok
tetraklorida 2mL/kgBB 246,8 ± 10,2 762,2 ± 43,1 Kontrol negatif olive oil
2mL/kgBB 81,6 ± 3,0 127,8 ± 7,3 Kontrol ekstrak etanol kulit
P. americana 1,4 g/kgBB 168,9 ± 12,0 132,6 ± 5,5 EPA 0,35 g/kgBB + karbon
tetraklorida 2mL/kgBB 119,1 ± 10,5 256,1 ± 66,8 EPA 0,7 g/kgBB + karbon
tetraklorida 2mL/kgBB 78,4 ± 6,0 163,3 ± 39,0 EPA 1,4 g/kgBB + karbon
Gambar 5. Diagram batang aktivitas serum ALT tikus jantan galur Wistar pada perlakuan jangka panjang ekstrak etanol kulit P. americana
Hasil analisis statistik data serum ALT dan AST keduanya menunjukkan
bahwa distribusi normal sehingga bisa dilanjutkan dengan analisis variansi saru
arah (ANOVA). Analisis menunjukkan nilai signifikansi 0,000 (< 0,005)
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna diantara kelompok. Perbedaan
tiap kelompok dilihat dengan menggunakan uji Scheffe, sehingga hasil analisis uji
Tabel VI. Hasil analisis statistik uji Post Hoc Mann Whitney dari kebermaknaan aktivitas serum ALT antar kelompok
Tabel VII. Hasil analisis statistik uji Post Hoc Mann Whitney dari kebermaknaan aktivitas serum AST antar kelompok
Gambar 6. Diagram batang aktivitas serum AST tikus jantan galur Wistar pada perlakuan jangka panjang ekstrak etanol kulit P. americana
1. Kontrol negatif olive oil 2 mL/kgBB
Penggunaan kontrol negatif (Kelompok II) bertujuan untuk melihat
apakah pelarut dari hepatotoksin karbon tetraklorida dapat mempengaruhi
peningkatan aktivitas serum ALT dan AST dan memastikan tidak berpotensi
untuk menimbulkan efek toksik. Kontrol negatif yang digunakan adalah olive oil
dosis 2 mL/kgBB dengan pemberian secara intraperitonial.
Penelitian Febrianti (2013) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
tidak bermakna antara aktivitas serum ALT dan AST setelah diberikan olive oil
2ml/kgBB pada jam ke 0 dan 24. Hal ini menunjukkan bahwa olive oil sebagai