• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - ANALISIS OPERASIONAL UNIT PENANG KAPAN IKAN (UPI) PANCING DAN ALTERNATIF PENGEMBANGANNYA TONDA DI PPI UJONG BAROEH KABUPATEN ACEH BARAT - Repository utu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - ANALISIS OPERASIONAL UNIT PENANG KAPAN IKAN (UPI) PANCING DAN ALTERNATIF PENGEMBANGANNYA TONDA DI PPI UJONG BAROEH KABUPATEN ACEH BARAT - Repository utu"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kabupaten Aceh Barat merupakan kabupaten yang berbatasan dengan Samudera Hindia (WPP 572) yang memiliki potensi besar terhadap pemanfaatan sumberdaya ikan (SDI) baik ikan pelagis maupun ikan demersal. Luas wilayah daratan Kabupaten Aceh Barat mencapai 2.927,95 km2 atau seluas 292.795 ha, sedangkan panjang garis pantai diperhitungkan 50,55 km dengan luas laut 12 mil atau 233 km2 daratan (DKP, 2007 diacu dalam Hafinuddin, 2010).

Aktivitas penangkapan ikan di Kabupaten Aceh Barat dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis alat tangkap, di antaranya alat tangkap payang, pukat pantai, pukat cincin, jaring hanyut, jaring klitik, jaring insang tetap, jaring tiga lapis (trammel net), rawai hanyut lain selain rawai tuna, rawai dasar, rawai tetap, pancing tonda, pancing ulur dan pancing lainnya (DKP Provinsi Aceh, 2013). Pancing tonda merupakan salah satu alat tangkap yang dominan untuk jenis alat tangkap pancing yang digunakan nelayan di Kabupaten Aceh Barat dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan. Pada tahun 2014 jumlah alat tangkap pancing tonda di Kabupaten Aceh Barat mencapai 82 unit atau 12,56% dari total jenis alat tangkap pancing yaitu 588 unit (DKP Provinsi Aceh, 2013).

Pancing tonda (troll line) merupakan alat tangkap yang dikelompokkan ke dalam alat tangkap pancing (hook and lines). Secara umum, pancing tonda diarahkan kepada penangkapan ikan pelagis dengan cara ditarik oleh kapal atau perahu dan menggunakan mata pancing yang bersatu dalam umpan buatan (Artificial bait) (Diniah, 2008).

(2)

Operasional penangkapan ikan suatu unit penangkapan ikan (UPI) terdiri atas aktivitas di fishing base (pelabuhan perikanan) seperti persiapan pembekalan melaut (BBM, es, air bersih dan lain-lain), persiapan kapal, alat tangkap dan nelayan. Setelah aktivitas di pelabuhan perikanan, dilanjutkan dengan aktivitas di fishing ground (daerah penangkapan ikan) dan terakhir adalah kembali ke pelabuhan perikanan (pembongkaran hasil tangkapan, penambatan kapal di pelabuhan perikanan dan perawatan kapal serta perawatan alat tangkap). Hanya saja, aktivitas operasional UPI pancing tonda di PPI Ujong Baroh belum banyak diketahui. Oleh karena itu, penelitian tingkat operasional UPI pancing tonda di PPI Ujong Baroh sangat penting untuk dilakukan. Hasil dari penelitian operasional UPI pancing tonda ini akan dilanjutkan kepada aspek pengembangan UPI pancing tonda di PPI Ujong Baroh. Sehingga diharapkan hasil penelitian ini nantinya dapat menjadi informasi dasar dalam pengambilan keputusan oleh stakeholder dalam pengembangan UPI pancing tonda di PPI Ujong Baroh.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan permaslahan dari penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kondisi operasional unit penangkapan ikan (UPI) pancing tonda di PPI Ujong Baroeh selama 5 tahun terakhir?

2. Bagaimana sistem pengembangan operasional pancing tonda yang tepat di PPI Ujong Baroeh Kabupaten Aceh Barat?

1.3 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui kondisi operasional unit penangkapan ikan (UPI) pancing tonda di PPI Ujong Baroeh Kabupaten Aceh Barat selama 5 tahun terakhir.

(3)

1.4 Manfaat

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan solusi dalam upaya peningkatan produksi operasional unit penangkapan ikan pancing di PPI Ujong Baroeh Kabupaten Aceh Barat.

(4)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Operasional Unit Penangkapan Ikan Pancing Tonda

Aspek teknis dari suatu usaha penangkapan yang perlu diperhatikan adalah jenis alat dan ukurannya, jenis perahu/kapal, kualifikasi tenaga kerja yang diperlukan, metode penangkapan, lama trip, jumlah trip per bulan, jumlah trip tahun, penanganan hasil tangkapan selama operasi, daerah penangkapan, waktu penangkapan dan kapasitas tangkap dari unit yang diusahakan. Pancing Tonda merupakan alat tangkap ikan tradisional yang bertujuan untuk menangkap ikan-ikan jenis pelagis.Pancing Tonda dikelompokan ke dalam alat tangkap pancing (Hook and Line) (Monintja,1986).

Menurut Monintja (1986) alat penangkapan pancing mempunyai segi-segi positif, yaitu:

1. Alat-alat pancing tidak susah dan mudah dalam pengoperasiannya.

2. Organisasi usahanya kecil, dengan modal sedikit usaha pancing, sudah dapat berjalan.

3. Syarat-syarat fishing groundnya relatif sedikit dan dapat dengan bebas memilih.

4. Pengaruh cuaca, suasana laut relatif kecil.

5. Ikan-ikan yang ditangkap satu per satu sehingga kesegaran dapat terjamin. Menurut Monintja(1986) dari segi-segi positif di atas, teknik penangkapan ikan ini mempunyai beberapa kelemahannya, yaitu :

1. Jumlah ikan yang ditangkap relatif sedikit.

2. Umpan sangat berpengaruh terhadap jumlah kali operasi yang dapat dilakukan.

3. Keahlian pemancing sangat menonjol walaupun tempat, waktu dan persyaratan lainnya sama, hasil tangkapnya akan berbeda beda satu sama lainnya.

(5)

2.2 Pelabuhan perikanan

2.2.1Fasilitas dan fungsi pelabuhan

Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 02/ MEN/2006 tentang organisasi dan tata kerja pelabuhan perikanan, fasilitas-fasilitas pelabuhan perikanan umumnya terdiri atas:

1) Fasilitas pokok ialah fasilitas yang diperlukan kapal ikan untuk berlayar keluar masuk pelabuhan secara aman dan tempat berlabuh bagi kapal-kapal tersebut. Fasilitas pokok ini terdiri dari penahan gelombang, dermaga, slipway/shipyard, alur pelayaran, dan turap penahan.

2) Fasilitas fungsional ialah fasilitas pelengkap dari fasilitas pokok untuk memperlancar pemberian jasa-jasa pelabuhan. Fasilitas ini mencakup rambu rambu navigasi menara mercusuar, perbengkelan, tempat memperbaiki dan menjemur alat-alat perikanan, tempat parkir kendaraan, fasilitas penyediaan air tawar dan bahan bakar, tempat bongkar muat ikan, tempat pelelangan ikan, fasilitas pengawet, fasilitas pengolahan, fasilitas komunikasi, klinik, rumah obat, fasilitas perkantoran, tempat rekreasi, fasilitas olahraga, rumah penjaga dan lain-lain.

3) Fasilitas tambahan yaitu fasilitas yang secara tidak langsung dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan dan memberikan kemudahan bagi masyarakat umum serta tidak dapat dimasukkan dalam 2 fasilitas di atas. Fasilitas tersebut antara lain penginapan nelayan, mess operator, perkantoran pengusaha perikanan, kantor, poliklinik, dan tempat ibadah.

Fungsi pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 02/MEN/2006 adalah sebagai sarana penunjang untuk meningkatkan produksi yang meliputi berbagai kegiatan, yaitu:

1) Pelaksanaan perencanaan, pengembangan, pemeliharaan, dan pemanfaatan sarana pelabuhan perikanan.

2) Pelaksanaan pelayanan teknis kapal perikanan dan kesyahbandaran pelabuhan Perikanan.

3) Pelaksanaan urusan keamanan, ketertiban, dan kebersihan kawasan pelabuhan Perikanan.

(6)

5) Pelaksanaan fasilitasi dan koordinasi di wilayahnya untuk peningkatan produksi, distribusi, dan pemasaran hasil perikanan.

6) Pelaksanaan fasilitasi pengawasan, penanganan, pengolahan, serta pemasaran hasil dan mutu hasil perikanan.

7) Pelaksanaan pengumpulan, pengolahan, dan penyajian data dan statistik Perikanan.

8) Pelaksanaan fasilitasi pengembangan dan pengelolaan sistem informasi dan publikasi hasil riset, produksi, dan pemasaran hasil perikanan di wilayahnya. 9) Pelaksanaan fasilitasi pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari; dan 10) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

2.2.2 Klasifikasi pelabuhan perikanan

Klasifikasi pelabuhan perikanan menurut SK Menteri Kelautan dan Perikanan No. 10 tahun 2004 memiliki kriteria sebagai berikut:

1 Kelas A, Pelabuhan Perikanan Samudera dengan kriteria:

 Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di wilayah laut teritorial, ZEEI, dan perairan internasional;

 Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang kurangnya 60 GT;

 Panjang dermaga sekurang-kurangnya 300 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m;

 Mampu menampung sekurang-kurangnya 100 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 6000 GT kapal perikanan sekaligus;  Jumlah ikan yang didaratkan rata-rata 60 ton/hari;

 Ikan yang didaratkan sebagian untuk tujuan ekspor;  Memiliki lahan sekurang-kurangnya seluas 30 ha;

 Memiliki laboratorium pengujian mutu hasil perikanan; dan Terdapat industri perikanan.

2 Kelas B, Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) dengan kriteria:

(7)

 Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurangkurangnya 30 GT;

 Panjang dermaga sekurang-kurangnya 150 m dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m;

 Mampu menampung sekurang-kurangnya 75 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 2250 GT kapal perikanan sekaligus;  Jumlah ikan yang didaratkan sebagian untuk tujuan ekspor;

 Memiliki lahan sekurang-kurangnya seluas 15 ha;

 Memiliki laboratorium pengujian mutu hasil perikanan; dan Terdapat industri perikanan.

3 Kelas C, Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) dengan kriteria:

 Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di wilayah perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, dan wilayah ZEEI;

 Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang kurangnya 10 GT;

 Panjang Dermaga sekurang-kurangnya 100 dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 2 m;

 Mampu menampung sekurang-kurangnya 30 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 300 GT kapal perikanan sekaligus; dan memiliki lahan sekurang-kurangnya seluas 5 ha.

4 Kelas D Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) dengan kriteria:

 Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di wilayah perairan pedalaman dan perairan kepulauan;

 Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurangkurangnya 3 GT;

 Panjang dermaga sekurang-kurangnya 50 m dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 2 m;

(8)

2.2.3 Pangkalan pendaratan ikan Ujong Baroeh

Pangkalan pendaran ikan Ujong Baroeh terletak administratif di Meulaboh Kabupaten Aceh Barat. Pelabuhan ini cukup berhasil pengelolaannya dilihat dari besaran angka produksi hasil tangkapan yang didaratkan, dibandingkan dengan pangkalan pendaratan ikan Kuala Bubon.

Pelabuhan pendaratan ikan Ujong Baroeh mempunyai fasilitas pokok dan fasilitas penunjang. Fasilitas pokok yang terdapat di PPI Ujong Baroeh terdiri atas dermaga, kolam pelabuhan, jalan kompleks PPI, drainase dan lahan pelabuhan. Fasilitas fungsional terdiri atas tempat pelelangan ikan (TPI), perkantoran dan pabrik es. Fasilitas penunjang yang terdapat di PPI Ujong Baroeh meliputi semua fasilitas yang menunjang aktivitas / memberi kemudahan bagi pelaku dunia usaha (nelayan, pedagang, pengolah), misalnya balai pertemuan nelayan, musholla,dan kios. Transportasi untuk mencapai PPI ini cukup mudah dengan kondisi jalan yang lebar dan beraspal serta dilengkapi dengan lapangan parkir yang luas (Hafinuddin,2010).

Pangkalan pendaratan ikan Ujong Baroeh dikelola oleh pemerintah daerah melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Barat. Dalam pengelolaan aktivitas, Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh Barat telah mempunyai struktur organisasi yang tertuang dalam keputusan Bupati Aceh Barat nomor : 205 tahun 2005 tentang uraian tugas dan fungsi dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Barat (Hafinuddin,2010).

Pelaksana pelelangan di pelabuhan ini dilakukan oleh Toke Bangku. Hal ini terjadi karena umumnya ikan sudah ada pemiliknya yaitu pemberi modal atau Toke Bangku. Adapun kegiatan yang ada umumnya hanya penimbangan ikan(Hafinuddin,2010).

2.3 Unit penangkapan pancing tonda 2.3.1 Kapal pancing tonda

(9)

bungur; 4) mesin utama (yanmar 22 PK) dan mesin cadangan (jiondang 18 PK); 5) bahan bakar solar; 6) tanki BBM sebanyak 2 buah dengan kapasitas tiap tangki 250 liter; 7) palkah sebanyak 3 buah, bagian luar dan penutupnya dari kayu, bagian dalamnya dari alumunium. Penangkapan pancing tonda dilakukan di siang hari, kegiatan penangkapan bisa menggunakan perahu layar, atau kapal motor (Subani dan Barus, 1989).

Gambar 1. Kapal pancing tonda

2.3.2 Alat tangkap ikan pancing tonda

(10)

Gambar 2. Alat tangkap pancing tonda

2.3.3 Hasil tangkapan pancing tonda

Menurut subani dan barus (1989), salah satu alat tangkap rawai atau pancing tonda dapat menangkap beberapa ikan pelagis besar, antara lain : tuna sirip kuning (Thunnus albacares), cakalang (Katsuwonus pelamis), tuna mata besar (Thunnus obesus), albacora (Thunnus alalunga). Adapun hasil tangkapan sampingan (by catch) adalah : ikan layaran (Istophorus orientalis), setuhuk putih (Makaira mazara), ikan pedang (xiphias gladius), setuhuk hitam (Makaira indica), setuhuk loreng (Tetrapturus mitsukurii), berbagai jenis cucut (cucut mako, cucut martil dan sejenisnya).

2.3.4 Nelayan

(11)

2.4 Analisis strength weakness opportunity threat(SWOT)

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunity), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan. Maka, perencana strategis harus menganalisis faktor-faktor strategis (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) dalam kondisi saat ini. Hal ini disebut analisis situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah Analisis SWOT (Rangkuti, 1997).

Data yang sudah didapat kemudian dianalisis untuk memperoleh faktor-faktor internal dan eksternal. Analisis internal terdiri dari kekuatan dan kelemahan, sedangkan faktor eksternal terdiri dari peluang dan ancaman.Analisis SWOT juga disebut sebagai analisa situasi dan juga kondisi yang bersifat deskriptif (memberi suatu gambaran). Analisa ini menempatkan situasi dan juga kondisi sebagai sebagai faktor masukan, lalu kemudian dikelompokkan menurut kontribusinya masing-masing (Rangkuti,1997).

SWOT adalah singkatan dari:S = Strength (kekuatan),W = Weaknesses (kelemahan),O = Opportunities (Peluang), T = Threats (ancaman). Adapun penjelasan adalah sebagai berikut (Rangkuti,2004) :

1. Strenght (S) yaitu analisis kekuatan, situasi ataupun kondisi yang merupakan kekuatan dari suatu organisasi atau perusahaan pada saat ini. Yang perlu di lakukan di dalam analisis ini adalah setiap perusahaan atau organisasi perlu menilai kekuatan-kekuatan dan kelemahan di bandingkan dengan para pesaingnya. Misalnya jika kekuatan perusahaan tersebut unggul di dalam teknologinya, maka keunggulan itu dapat di manfaatkan untuk mengisi segmen pasar yang membutuhkan tingkat teknologi dan juga kualitas yang lebih maju. 2. Weaknesses (W) yaitu analisi kelemahan, situasi ataupun kondisi yang

(12)

3. Opportunity (O) yaitu analisis peluang, situasi atau kondisi yang merupakan peluang diluar suatu organisasi atau perusahaan dan memberikan peluang berkembang bagi organisasi dimasa depan. Cara ini adalah untuk mencari peluang ataupun terobosan yang memungkinkan suatu perusahaan ataupun organisasi bisa berkembang di masa yang akan depan atau masa yang akan datang.

(13)

Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penyusunan matrik SWOT adalah :

1. Tentukan faktor-faktor strategis peluang eksternal perusahaan 2. Tentuan faktor-faktor strategis ancaman eksternal perusahaan 3. Tentukan faktor-faktor strategis kekuatan internal perusahaan 4. Tentukan faktor-faktor strategis kelemahan internal perusahaan

5. Sesuaikan kekuatan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan strategi S-O

6. Sesuaikan kelemahan internal dengan dengan peluang eksternal untuk mendapatkan strategi W-O

7. Sesuaikan kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan strategi S-T

(14)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan tempat penelitian

Pengumpulan data di lapangan telah dilaksanakan pada bulan November tahun 2015. Tempat penelitian di Pangkalan Pendaratan Ikan Ujong Baroeh Kabupaten Aceh Barat.

3.2 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Metode survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data. Survei dilakukan dengan wawancara dan pengisian kuesioner kepada responden (Effendi, 2012). Diagram alir metode penelitian bisa di lihat pada gambar 3.

Gambar 3. Diagram alir penelitian 3.3 Teknik Pengumpulan Data

Operasional UPI Pancing

Metode Penelitian

Data Primer Data

Analisis Data

Analisis Deskriptif Analisis SWOT

Operasional Alternatif

Survei

(15)

Metode pengambilan data yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan wawancara langsung kepada sumber informasi yang diperlukan bagi penelitiannya (Arikunto,2002). Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Data primer akan diperoleh secara langsung dengan melakukan wawancara kepada nelayan di PPI Ujong Baroh. Berdasarkan panduan dan pertanyaan (kuisoner). Wawancara dilakukan untuk mendapat informasi tentang operasional unit penangkapan ikan (UPI) pancing tonda.

Pengumpulan data primer berdasarkan sumber dan informasi yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 2:

Tabel 2: Data primer berdasarkan sumber dan informasi yang diperoleh N

o SumberData Informasi RespondenJumlah

1 Nelayan Operasional unit penangkapan ikan (UPI) pancing tonda dan pengembangannya di menggunakan rumus Pengambilan sampling dalam (Arikunto, 2002).

n=25 %xN Barat. Adapun data sekunder yang dikumpulkan pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3:

(16)

No Sumber

b. Jumlah alat tangkap Kabupaten Aceh Barattahun 2010-2014

c. Jumlah nelayan Kabupaten Aceh Barat tahun 2010-2014 d. Produksi dan nilai produksi yang didaratkan di

Kabupaten Aceh Barat tahun 2010-2014

2 Bappeda Peta lokasi penelitian (Peta posisi PPI Ujong Baroeh)

3 BPS operasional unit penangkapan ikan (UPI) pancing tonda di PPI Ujong Baroeh. Hasil dari penelitian tahap pertama dijadikan acuan untuk menyusun kuesioner pengembangan SWOT. Kemudian data dianalisis menggunakan analisis SWOT. Barulah didapatkan alternatif pengembangan unit penangkapan ikan (UPI) pancing tonda. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 4

(17)

3.5.1 Analisis operasional unit penangkapan ikan (UPI) pancing tonda Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif untuk menjelaskan operasional unit panangkapan ikan (UPI) pancing tonda dari persiapan, penentuan daerah penangkapan ikan, perjalanan, proses penangkapan, pengangkutan dan pengelolaan hasil tangkapan di atas kapal, dan pendaratan. Analisis deskriptif adalah bagian dari statistika yang mempelajari alat, teknik, atau prosedur yang digunakan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan kumpulan data atau hasil pengamatan yang telah dilakukan. Kegiatan – kegiatan tersebut antara lain adalah kegiatan pengumpulan data, pengelompokkan data, penentuan nilai dan fungsi statistik, serta pembuatan grafik, diagram dan gambar (Erfan,2007).

3.5.2 Analisis pengembangan kegiatan unit penangkapan ikan (UPI) pancing tonda

Analisis yang di gunakan dalam kegiatan pengembangan unit penangkapn ikan (UPI) pancing tonda menggunakan analisis SWOT. Menurut Rangkuti (2004) analisis SWOT merupakan cara sistematis untuk mengidentifikasi faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dihadapi dan strategi yang menggambarkan kecocokan yang paling baik di antaranya. Analisis ini didasarkan pada asumsi bahwa suatu strategi yang efektif akan memaksimalkan kekuatan dan peluang serta meminimalkan kelemahan dan ancaman (Rangkuti,2004).

3.5.3 Kriteria Penilaian dalam SWOT

1. Bobot : adalah faktor persentasi seberapa pentingnya variabel atau indikator di dalam perusahaan yang sejenis pada umumnya. Total dari bobot untuk masing-masing analisa adalah 100.

2. Skala : adalah penilaian yang diberikan untuk kondisi atau keadaan yang sudah berjalan selama ini di dalam perusahaan.

• Skala 1 : untuk kondisi yang sangat lemah • Skala 2 : untuk kondisi lemah

• Skala 3 : untuk kondisi sedang atau normal • Skala 4 : untuk kondisi kuat atau unggul

(18)

3. Nilai : adalah perkalian antara bobot dan skala yang akan menjadi ukuran untuk menentukan posisi perusahaan secara umum.

 100 : untuk kondisi yang sangat lemah

 101-200 : untuk kondisi lemah

 201-300 : untuk kondisi sedang atau normal

 301-400 : untuk kondisi kuat atau unggul

 401-500 : untuk kondisi sangat kuat atau sangat unggul.

(19)

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1. Letak geografis lokasi penelitian

Secara geografis KabupatenAceh Barat terletak antara 04°06'-04°47' Lintang Utara dan 95°52'- 96°30' Bujur Timur. Wilayah KabupatenAceh Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Jaya dan Pidie jaya di sebelah utara, dan sebelah timur Kabupaten Aceh Tengah dan sebelah barat Samudra Indonesia Kabupaten Nagan Raya di sebelah barat dan selatan (BPS Aceh Barat, 2014).

Kabupaten Aceh Barat terletak dibagian ujung pulau sumatera dipesisir Barat, luas wilayah Kabupaten Aceh Barat mencapai 2.927,95 Km2 atau seluas 292,795 Ha sedangkan panjang garis pantai diperhitungkan 50.55 Km dengan luas laut 12 mil atau 233 Km2 daratan (DKP, 2007 diacu dalam Hafinuddin, 2010)

Kabupaten ini memiliki empat kecamatan yang berbatasan lansung dengan Samudera Indonesia dan empat diantaranya merupakan Kecamatan pesisir yaitu Kecamatan Johan Pahlawan, Meureubo, Samatiga dan Kecamatan Arongan Lambalek. Sedangkan kecamatan daratan ada 8 yaitu Kaway XVI, Sungai Mas, Pantee Ceureumen, Panton Ree, Bubon, Woyla, Woyla Barat dan Woyla Timur.

PPI Meulaboh berlokasi di Desa Ujong Baroh, Kecamatan Johan Pahlawan. Luas Wilayah Kecamatan Johan Pahlawan adalah 44,91 Km2 atau 1,53 % dari luas kabupaten (BPS Aceh Barat, 2014).

4.2. Keadaan umum Perikanan laut Aceh Barat

(20)

4.2.1 Alat tangkap

Berdasarkan data DKP Provinsi Aceh tahun 2014, di Kabupaten Aceh Barat jumlah alat tangkap ikan pada tahun 2014mencapai 849 unit, yang didominasi oleh pancing (Hook and lines )653 unit, pukat kantong (Seine Nets) 20 unit, jaring insang (Gill Nets) 155 unit dan perangkap (Traps) 3 unit. Jenis dan jumlah alat tangkap dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Jenis dan jumlah alat tangkap tahun 2010 -2014

No Alat tangkap Tahun

Pukat Payang 15 15 15 15 15

Dogol 0 0 0 0 0

Jaring Klitik 30 30 30 30 30

Jaring insang

tetap 26 26 26 26 26

Jaring tiga lapis 34 34 34 34 34

Sub Total 144 144 117 117 155

Jaring angkat 70 0 0 0 0

5 Pancing / hook

Rawai tuna 0 65 0 0 0

Rawai hanyut 45 45 45 45 45

Rawai tetap 137 127 127 127 127

Rawai tetap

dasar 0 35 35 35 35

Pancing tonda 82 82 82 82 82

Pancing ulur 32 32 32 32 97

Pancing

lainnya 374 267 267 267 267

Sub Total 740 653 588 588 653

6 Perangkap Bubu 3 3 17 3 3

Sub total 3 3 17 3 3

(21)

Lanjutan tabel 4. Jenis dan jumlah alat tangkap tahun 2010 – 2014 Pertumbuhan alat tangkap per

tahun 0 -9,57 -9,27 -1,83 13,35

Rata rata pertumbuhan per tahun -1,47

Sumber: DKP Provinsi Aceh, 2010 – 2014

Berdasarkan data yang diperoleh, rata-rata pertumbuhan pertahun jumlah alat tangkap pada tahun 2011 mengalami penurunan sebesar -9.57% per tahun, pada tahun 2012 jumlah alat tangkap tidak mengalami pertumbuhan dari tahun sebelumnya -9,27% per tahun dan pada tahun 2013 jumlah alat tangkap mengalami penurunan sebesar -1,83% per tahun, sedangkan pada tahun 2014 jumlah alat tangkap mengalami kenaikan sebesar 13,35% per tahun. Dan untuk rata-rata pertumbuhan pertahun jumlah alat tangkap ikan di Kabupaten Aceh Barat sebesar -1,47% tahun.

Gambar 5. Grafik perkembangan alat tangkap tahun 2010 - 2014

Berdasarkan gambar diatas jumlah alat tangkap, maka dapat diketahui jumlah alat tangkap pada tahun 2010 merupakan jumlah alat tangkap tertinggi yang mencapai 930 unit, pada tahun 2011 mencapai 841 unit, sedangkan pada tahun 2012 merupakan jumlah alat tangkap terendah yang mencapai 763 unit, pada tahun 2013 mencapai 749 unit dan pada tahun 2014 mencapai 849 unit.

(22)

2.35% 2.46%

76.64% 18.19%

0.35%

Gambar 6. Persentase jumlah alat tangkap tahun 2014

Persentase jumlah alat tangkap pada tahun 2014 diantaranya meliputi pukat kantong 2%, pukat cincin 3%, jaring insang 18% dan pancing mencapai 79%, perangkap 0%.

4.2.2 Armada penangkapan ikan

Berdasarkan dataDKP Provinsi Aceh 2014 jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Aceh Barat mencapai 848 unit, yang didominasi oleh armada perahu kapal motor 559 unit. Rincian data jumlah armada penangkapan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah armada penangkapan pada tahun 2010 – 2014

Armada 2010 2011 2012 2013

201 4

Perahu tanpa motor

Jukung 74 74 74 74 74

Kecil 93 93 93 93 93

Sedang 41 41 41 41 41

Besar 7 7 7 7 7

Sub Total 215 215 215 215 215

Pertumbuhan per tahun Perahu tanpa

motor 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Rata rata pertumbuhan per tahun perahu tanpa motor

perahu motor

Motor

tempel 74 74 74 74 74

Kapal Motor 565 565 565 559 559

(23)

Lanjutan tabel 5. Jumlah armada penangkapan tahun 2010 - 2014

Pertumbuhan per tahun Perahu Motor 0,00 0,00 0,00 -0,94 0,00 Rata rata pertumbuhan per tahun

perahu motor -0,19

Total 854 854 854 848 848

Pertumbuhan per tahun Armada

Penangkapan Ikan 0,00 0,00 0,00 -0,70 0,00 Rata rata pertumbuhan per tahun -0,14

Sumber: DKP Provinsi Aceh, 2010 - 2014; diolah kembali

Adapun rata-rata pertumbuhan per tahun armada perahu tanpa motor tidak mengalami pertumbuhan per tahunnya selama periode tahun 2010-2014, sedangkan untuk armada perahu motor rata-rata pertumbuhan per tahunnya mengalami penurunan sebesar -.0,19% , dan untuk armada penangkapan ikan dari tahun 2010-2014 rata-rata pertumbuhan pertahun mengalami penurunan yaitu sekitar -0.14 % per tahun.

Gambar 7. Grafik Pertumbuhan armada penangkapan tahun 2010 - 2014

(24)

Perahu tanpa motor; 25.35%

perahu motor; 74.65%

Gambar 8. Persentase jumlah armada tahun 2014

Persentase jumlah armada penangkapan ikan pada tahun 2014 untuk perahu tanpa motor jumlah persentasenya sekitar 25%, persentase ini lebih rendah dibandingkan dengan perahu motor mencapai jumlah persentase sekitar 75%. 4.2.3Volume produksi dan nilai produksi perikanan laut

Perkembangan produksi dan nilai produksi perikanan laut selama periode 2010-2014 di PPI Ujong Baroeh mengalami kenaikan yang cukup baik dengan didukung oleh tingginya nilai jual ikan. Nilai produksi tertinggi dalam lima tahun terakhir ini terjadi pada tahun 2014 dengan produksi perikanan sebesar 12.767 ton/tahun dengan nilai produksi Rp. 250.988.543. Nilai produksi yang terendah dalam lima tahun terakhir ini terjadi pada tahun 2010 dengan produksi perikanan sebesar 11.217 ton/tahun dengan nilai produksi Rp.155.903.166,50. Perkembangan produksi perikanan laut periode 2010-2014 di PPI Ujong Baroeh dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Perkembangan produksi perikanan laut Kabupaten Aceh Barat selama periode tahun 2010 – 2014.

Tahun Volume produksi (Ton) Pertumbuhan per tahun

2010 11.217,00 0,00

2011 10.715,60 -4,47

2012 12.400,60 15,72

2013 12.557 1,257

2014 12.767 1,677

(25)

2010 2011 2012 2013 2014

Gambar 9. Grafik volume produksi tahun 2010 – 2014

Dari data yang diperoleh volume produksi tertinggi terjadi pada tahun 2014 yaitu sebesar 12.767 ton. Sedangkan volume produksi terendah terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 10.715.60 ton. Dan rata-rata pertumbuhan pertahun volume produksi sebesar 2.84%. Nilai produksi dari 2010-2014 dapat dilihat di tabel 7.

Tabel 7. Nilai produksi Kabupaten Aceh Barat tahun 2010 – 2014

Tahun Nilai produksi (x Rp 1000) Pertumbuhan pertahun

2010 155.903.166,50 0,00 Sumber: DKP Provinsi Aceh, 2010 - 2014; diolah kembali

2010 2011 2012 2013 2014

(26)

Dari data yang diperoleh nilai produksi tertinggi terjadi pada tahun 2014 yaitu Rp.250.988.543 . Sedangkan nilai produksi terendah terjadi pada tahun 2010 sebesar Rp. 155.903.166,50. Dan untuk rata-rata pertumbuhan per tahun berkisar 10,73%.

4.2.4 Nelayan

Nelayan merupakan bagian dari unit penangkapan ikan yang memegang peranan penting dalam keberhasilan operasi penangkapan ikan. Peranan tersebut didasarkan pada kemampuan nelayan dalam menggunakan dan mengoperasikan alat tangkap serta pengalaman dalam menentukan fishing ground (daerah penangkapan ikan). Nelayan di Kabupaten Aceh Barat di bagi ke dalam tiga kategori yaitu nelayan penuh, nelayan sambilan utama, dan nelayan sambilan tambahan. Nelayan penuh yaitu nelayan yang seluruh waktunya untuk menangkap ikan. Nelayan sambilan utama nelayan yang sebagian besar waktunya untuk menangkap ikan, dan nelayan sambilan tambahan nelayan yang hanya sebagian kecil waktunya digunakan untuk menangkap ikan. Nelayan berdasarkan kategori dapat di lihat pada tabel 8.

Tabel 8. Nelayan berdasarkan kategori tahun 2010 – 2014

(27)

2010 2011 2012 2013 2014

Gambar 11. Diagram kategori nelayan tahun 2010 - 2014

Berdasarkan data Statistik Perikanan Provinsi Aceh 2010-2014, jumlah nelayan tertinggi terjadi pada tahun 2013-2014 yaitu mencapai 2.656 jiwa

Gambar 12. Persentase nelayan berdasarkan kategori tahun 2014

Persentase nelayan berdasarkan kategori pada tahun 2014. Nelayan penuh sebesar 75%, nelayan sambilan utama sebesar 23% dan nelayan sambilan tambahan sebesar 2%.

4.2.5 Musim dan daerah penangkapan

(28)

melaut bagi nelayan dalam menangkap ikan. Sedangkan musim barat adalah sebaliknya yaitu kondisi di mana nelayan tidak melaut yang ditandai dengan kondisi cuaca yang buruk, angin bertiup kencang disertai badai musim barat terjadi sekitar bulan Mei - September

(29)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

5.1.1 Unit Penangkapan Ikan (UPI) Pancing Tonda

Pancing tonda merupakan salah satu alat tangkap yang dominan untuk jenis alat tangkap pancing yang digunakan nelayan di Kabupaten Aceh Barat dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan. Pada tahun 2014 jumlah alat tangkap pancing tonda di Kabupaten Aceh Barat mencapai 82 unit atau 12,56% dari total jenis alat tangkap pancing yaitu 588 unit (DKP Provinsi Aceh, 2013). Unit pancing tonda merupakan satu kesatuan teknis dalam operasi penangkapan ikan yang terdiri dari kapal, alat tangkap, daerah penangkapan ikan dan nelayan. Dalam operasional unit penangkapan ikan (UPI) pancing tonda terdiri atas tiga aktivitas yaitu persiapan pembekalan melaut, kegiatan penangkapan dan kegiatan paska penangkapan.

5.1.1.1 Kapal pancing tonda

(30)

Gambar 13. Kapal pancing tonda

Kasko kapal pada kapal pancing tonda yang terdapat di PPI Ujong Baroeh adalah round flat bottom yaitu tipe kasko kapal dengan bentuk bulat yang rata bagian bawahnya.

Sumber : Rouf, 2004

5.1.1.2 Alat tangkap pancing tonda

(31)

Tabel 9. Komponen alat tangkap pancing tonda

No Komponen alat tangkap Ukuran Jumlah

1 Tali utama 120 1

2 Tali cabang 70 21

3 Pemberat 12 kg 2

4 Mata pancing no 9 21

5 Roll penggulung _ 5

Gambar 14. Alat tangkap pancing tonda

5.1.1.3 Nelayan

Kegiatan penangkapan unit penangkapan ikan pancing tonda di Ujong Baroeh menggunakan tenaga kerja sebanyak 3 orang yaitu terdiri dari nahkoda, pawang dan ABK merangkap juru masak. Pada umumnya nelayan pancing tonda PPI Ujong Baroeh tinggal di Padang Serahet Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat.

5.1.1.4 Volume dan nilai produksi pancing tonda

(32)

Tabel 10. Volume dan nilai produksi pancing tonda

Tahun Volume produksi Nilai produksi (x Rp 1000)

2010 560,7 7.793,07

2011 543,6 10.127,46

2012 2449,9 49.313,29

2013 2177,5 42.798.125,46

2014 2191,5 43.082.719.80

Sumber :DKP Provinsi Aceh 2010-2014; data diolah kembali

5.1.1.5 Penentuan daerah penangkapan

Penentuan daerah penangkapan ikan (fishing ground) merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan operasi penangkapan ikan. Pada umumnya nelayan Ujong Baroeh melakukan penangkapan ke Pantai Murami (Sabang), Pantai Kausar (Sinabang) dan garis merah (perbatasan laut Hindia). kegiatan penentuan daerah penangkapan oleh nelayan pancing tonda dilakukan dengan memanfaatkan informasi dari nelayan lainnya. Selain itu, nelayan juga menggunakan teknologi berupa GPS (Global Positioning System) untuk menyimpan titik koordinat daerah penangkapan sebelumnya yang dinilai potensial. GPS (Global Positioning System) juga berfungsi untuk menuju lokasi penangkapan yang dinilai potensial yang diperoleh dari informasi sesama nelayan.

5.1.2 Operasional unit penangkapan ikan (UPI) pancing tonda 5.1.2.1 Kegiatan pembekalan melaut

Pembekalan melaut UPI pancing tonda di PPI Ujong Baroeh terdiri atas kebutuhan BBM, air bersih, es balok dan kebutuhan logistik. Kebutuhan pembekalan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan operasi penangkapan ikan, baik untuk kapal, mesin kapal, maupun nelayan. Nilai total perbekalan dalam satu trip adalah berkisar antara Rp 8.000.000 - Rp 12.000.000-, tergantung ukuran kapal, jumlah ABK yang melaut, dan lama operasi.

1. Bahan bakar minyak (BBM)

(33)

sekitar 600 - 1000 liter. Untuk memenuhi kebutuhan BBM, nelayan mendapatkan BBM ke luar area PPI, dimana nelayan harus memperlihatkan dokumen yang menujukkan bahwa BBM tersebut digunakan untuk kebutuhan melaut.

Adapun kendala yang dihadapi saat aktivitas persediaan BBM adalah nelayan harus mengeluarkan biaya tambahan untuk pengangkutan BBM dari SPBU terdekat ke area PPI dengan menggunakan becak. Satu trip lama melaut unit penangkapan ikan (UPI) pancing tonda 7 – 15 hari. Persediaan BBM yang dibawa kapal pancing tonda dapat dilihat pada tabel 11 dan gambar 15.

Tabel 11. Estimasi kebutuhan BBM UPI pancing tonda

No Lama melaut (hari) Kebutuhan BBM

1 15 1000 liter

2 12 800 liter

3 7 600 liter

Sumber : Hasil wawancara dengan 10 orang nelayan pancing tonda

Gambar 15. BBM yang disimpan dalam bak penampung 2. Air bersih

Air bersih digunakan untuk mendukung kegiatan sehari-hari para nelayan, seperti memasak, mencuci, dan berwudhu. Dalam satu trip nelayan membawa air bersih 9 – 15 jirigen (1 jirigen = 35 liter). Persedian air bersih dapat dilihat pada tabel 12 dan gambar 16.

Tabel 12. Estimasi kebutuhan air bersih

No Lama melaut (hari) Air bersih (liter)

1 15 525 liter

2 12 420 liter

(34)

Gambar 16. Persediaan air bersih yang disimpan dalam jirigen 3. Es balok

Es balok memegang peranan penting untuk menjaga kualitas hasil tangkapan (lihat gambar 16). Harga es balok yang terdapat di area PPI ujong baroeh Rp.12.000 / batang. Dalam satu trip melaut nelayan membawa es balok sebanyak 50 - 60 batang. Dengan persediaan es yang cukup, maka kualitas hasil tangkapan dapat terjaga sehingga dapat dijual dengan harga yang baik. Estimasi kebutuhan es dapat dilihat pada tabel 13 dan gambar 16.

Tabel 13. Estimasi kebutuhan es

No Lama melaut (hari) Kebutuhan Es (batang)

1 15 60 batang

2 12 50 batang

3 7 50 batang

(35)

4. Kebutuhan logistik

Kebutuhan logistik merupakan faktor yang cukup penting untuk mendukung kinerja nelayan. Makanan yang cukup akan membuat nelayan dapat bekerja dengan baik. Bahan makanan yang disiapkan diantaranya beras, telur, sayur - sayuran, camilan, minyak goreng dan rokok. Untuk menyiapkan kebutuhan makanan nelayan mengeluarkan biaya Rp 2.000.000 – Rp 6.000.000. Persediaan bahan makanan dapat diliht pada gambar 17.

Gambar 18. Persedian bahan makanan untuk nelayan

5.1.2.2 Kegiatan penangkapan ikan

Kegiatan operasi penangkapan menggunakan pancing tonda dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap, yaitu tahap persiapan dimana nelayan memasangkan rumbai – rumbai ke pancing. Tahap penurunan yaitu penurunan pancing ke dalam air setelah pancing di turunkan baru dilakukan pemasangan tali utama. Tahap terakhir adalah tahap penarikan pancing menggunakan kapal. Kecepatan kapal saat kegiatan penangkapan 5 – 6 knot. Operasi penangkapan umumnya dilakukan pada pagi hari sampai dengan sore hari, sekitar pukul 06.00 -18.00 atau selama 12 jam. Umumnya kegiatan penurunan pancing hanya dilakukan satu kali dalam satu hari.

1. Jenis umpan

(36)

Gambar 19. Umpan palsu 2. Jenis ikan hasil tangkapan

Jenis - jenis ikan pelagis yang banyak ditangkap oleh nelayan dengan pancing tonda di PPI Ujong Baroeh adalah cakalang (Katsuwonus pelamis), madidihang (Thunnus albacares), tongkol (Euthynnus affinis) dan salam (Elagatis bipinnulata). Jenis ikan hasil tangkapan dapat dilihat pada gambar 20.

Gambar 20. Jenis dan ikan hasil tangkapan 3. Perjalanan

(37)

5.1.2.3 Kegiatan paska penangkapan 1. Cara penanganan diatas kapal

Cara penanganan hasil tangkapan yang dilakukan ikan yang tertangkap dilepas dari mata pancing dan dilakukan pembuangan insang dan isi perut. Pembuangan insang dan isi perut hanya dilakukan untuk ikan yang berukuran dibawah 2 kg di karenakan ikan yang yang berukuran di bawah 2 kg akan cepat mengalami pembusukan. Ikan yang sudah di buang insang dan isi perut langsung dimasukkan ke dalam palkah yang sebelumnya sudah berisi es balok. Peranan es untuk menjaga kesegaran ikan dan merupakan langkah penanganan ikan di atas kapal. Selain menggunakan es, pengawetan ikan juga dapat diproses dengan melakukan penggaraman. Untuk lebih menghemat biaya nelayan pancing tonda tidak menggunakan garam tapi air laut yang langsung dicampurkan dengan es balok. Kemudian setelah hasil tangkapan ikan dianggap cukup penuh maka kapal kembali ke Pelabuhan Perikanan PPI Ujong Baroeh (fishing base).

2. Pendaratan hasil tangkapan

(38)

Gambar 21. Penyortiran ikan menurut jenis dan ukuran

3. Paska pendaratan ikan di PPI

Aktifitas nelayan pancing tonda di pelabuhan perikanan (fishing base) setelah kegiatan bongkar muat adalah perawatan kapal perikanan dan perawatan alat tangkap. Perawatan kapal perikanan terdiri atas pencucian kapal oleh buruh dengan biaya Rp 400.000 – Rp 800.000-. Perawatan kapal dilakukan selama 6 bulan sekali (dua kali setahun) biaya Rp. 6.000.000 /tahun. Pengecatan ulang pada badan kapal juga biasa dilakukan jika dirasa perlu. Sedangkan perawatan alat tangkap tidak ada perlakuan khusus yang dilakukan nelayan hanya mengganti yang rusak seperti pergantian tali pancing, mata pancing dan umpan buatan yang rusak karna kegiatan penangkapan. Perawatan alat tangkap dilakukan selama 6 bulan sekali (dua kali setahun) dengan total biaya Rp 1.500.000 - Rp 2.000.000 / tahun.

5.1.3 Alternatif pengembangan UPI pancing tonda

(39)

5.1.3.1 Matriks faktor strategi internal (IFAS)

Berdasarkan keadaan perikanan tangkap di PPI Ujong Baroeh dan kondisi daerah, dapat diketahui faktor-faktor pendukung yang dapat dijadikan sebagai kekuatan dan kelemahan dalam menyusun alternatif pengembangan . Faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan sebagai berikut:

Kekuatan:

1. Volume dan nilai produksi hasil tangkapan relatif tinggi 2. Hasil tangkapan ikan bernilai ekonomis tinggi

3. Armada penangkapan cukup tersedia Kelemahan :

1. Sarana dan prasarana untuk bongkar muat belum memadai 2. SPDN di area PPI belum beroperasi secara efektif

(40)

Tabel 14. Matriks Internal Strategic Factors Analysis Summary (IFAS) Alternatif pengembangan unit penangkapan ikan (UPI) pancing tonda

Faktor - faktor internal Bobot

relatif tinggi 40 2 80 1.Sarana dan prasaranayang memadai 2. Hasil tangkapan ikan

ekonomis tinggi 30 3 90

2.Penangkapan ikan layak tangkap dengan kontruksi alat tangkap 3. Armada penangkapan

cukup tersedia 30 3 90

3.Mendukung

2. SPDN diarea PPI belum

beroperasi secara efektif 50 3 150 2.Pengoperasian SPDNsecara efektif

Total 100 6 300

Sumber : Data olahan 2016

Berdasarkan tabel 14 penilaian untuk faktor internal kekuatan berada pada nilai 260 dan kelemahan pada nilai 300 yaitu termasuk ke dalam kondisi sedang atau normal.

5.1.2.2 Matriks faktor strategi eksternal (EFAS)

Faktor eksternal terdiri dari peluang yang harus dimanfaatkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, sedangkan ancaman merupakan faktor-faktor yang harus dihindari dalam alternatif pengembangan . Faktor-faktor yang menjadi peluang dan ancaman adalah sebagai berikut:

Peluang:

1. Akses jalan, transportasi menuju PPI relatif baik. 2. Sumberdaya ikan pelagis cukup tersedia.

3. Ikan target tangkapan bernilai ekonomis tinggi. Ancaman:

(41)

3 . Kegiatan ilegal fishing

Faktor-faktor eksternal berupa peluang dan ancaman yang telah diidentifikasi, kemudian ditabulasikan ke dalam matriks external strategic factor analysis summary (EFAS). Matriks EFAS ini menggambarkan secara kuantitatif nilai dari peluang dan ancaman yang ada kaitannya dengan pengembangan perikanan Pancing tonda di PPI Ujong Baroeh Matriks EFAS dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Matriks External Strategic Factor Analysis Summary (EFAS) Alternatif pengembangan unit penangkapan ikan (UPI) pancing tonda.

Faktor -faktor

eksternal Bobot Skor

Bobot

X skor Alternatif pengembangan Ancaman

1. Kenaikan harga BBM 40 3 120

1. Peningkatan hasil

PPI relatif baik 30 3 90 1. Peningkatan produksi perikanan 2. Sumberdaya ikan

pelagis cukup tersedia 30 2 60

2. Pemanfatan sumberdaya perikanan secara rasional 3. Ikan target tangkapan

bernilai ekonomis

tinggi 40 3 120 3. Peningkatan pemasaran keluar daerah

Total 100 8 270

Sumber : Data olahan 2016

Berdasarkan tabel 15 penilaian untuk faktor eksternal ancaman berada pada nilai 280 dan peluang pada nilai 270 yaitu termasuk ke dalam kondisi sedang atau normal.

5.1.2.3 Matriks SWOT

(42)

untuk penangkapan pancing tonda diharapkan dapat meningkatkan potensi perikanan ujong baroeh dan mampu meningkatkan produksi serta mutu hasil tangkapan yang lebih baik. Alternatif strategi pengembangan unit penangkapan pancing tonda bisa dilihat pada tabel 16 diagram matriks SWOT.

Tabel 16.Diagram matrik SWOT

(43)

1. Kenaikan harga BBM

2. Jarak fishing ground relatif jauh

5.2.1 Operasional Unit Penangkapan Ikan (UPI) Pancing Tonda

Menurut monintja (1986) Aspek teknis dari suatu usaha penangkapan yang perlu diperhatikan adalah jenis alat dan ukurannya, jenis perahu/kapal, kualifikasi tenaga kerja yang diperlukan, metode penangkapan, lama trip, jumlah trip per bulan, jumlah trip tahun, penanganan hasil tangkapan selama operasi, daerah penangkapan, waktu penangkapan dan kapasitas tangkap dari unit yang diusahakan. Pancing Tonda merupakan alat tangkap ikan tradisional yang bertujuan untuk menangkap ikan-ikan jenis pelagis. Pancing Tonda dikelompokan ke dalam alat tangkap pancing (Hook and Line).

5.2.1.1 Kapal pancing tonda

Kapal pancing tonda yang terdapat di PPI Ujong Baroeh memiliki ukuran GT yang bervariasi dengan kisaran 5-12 GT. Menurut hasil penelitian Wijaya (2012) menyatakan bahwa nelayan pancing tonda di PPN Pelabuhan Ratu Sukabumi menggunakan kapal 4-6 GT.

5.2.1.2 Alat tangkap kapal pancing tonda

(44)

Alat tangkap pancing tonda di PPI Ujong Baroeh tidak menggunakan kili – kili akan tetapi langsung di simpulkan ke tali utama. Dalam satu kapal terdapat dua unit pancing tonda dalam setiap beroperasi dan saat melakukan operasi penangkapan pancing diletakkan pada belakang (buritan) kapal.

Menurut Sudirman dan Mallawa (2004) diacu dalam Wijaya (2012), tonda adalah pancing yang diberi tali panjang dan ditarik oleh perahu atau kapal. Pancing diberi umpan segar atau umpan buatan, karena pengaruh tarikan dalam air akan merangsang ikan buas untuk menyambarnya. Alat tangkap pancing tonda ini sangat dikenal oleh nelayan Indonesia karena harganya relatif murah dan mudah dijangkau oleh nelayan kecil.

Secara garis besar kontruksi pancing tonda yang dimiliki nelayan terdiri dari tali pancing yang terdiri dari dua jenis yaitu tali utama (main line) dan tali cabang (branch line), kili – kili (swivel), mata pancing (hook), roll penggulung tali. Gambaran umum dari bentuk pancing tonda sebagai berikut tali utama diikatkan pada ujung kili – kili. Kemudian ujung kili – kili yang belum terikat, diikatkan pada tali cabang. Selanjutnya, tali cabang diikatkan pada mata pancing. Ditengah – tengah tali cabang diberi pemberat.Umpan yang digunakan adalah dari jenis umpan buatan. Umpan dipasang di bagian atas mata pancing yaitu dengan mengikatkan umpan pada lubang mata pancing yang merupakan tempat mengaitkan tali cabang. Pemasangan umpan dibagian atas mata pancing berfungsi untuk menutupi mata pancing agar tidak terlihat ikan sehingga dapat mengelabuhi pandangan ikan (Wijaya, 2012).

Dalam satu kapal terdapat enam unit pancing tonda dalam setiap beroperasi. Dua pancing berada disamping kapal dan empat buah pancing terdapat pada belakang (buritan) kapal. Hal ini dimaksudkan untuk memaksimalkan hasil tangkapan (Wijaya, 2012).

5.2.1.3 Nelayan

Nelayan pancing tonda di PPI Ujong Baroeh dalam satu unit penangkapan sebanyak 2 - 3 orang ABK. Hal ini sesuai dengan wijaya (2012) yang menyatakan bahwa dalam satu unit penangkapan pancing tonda di PPN Pelabuhan Ratu Sukabumi menggunakan 2 orang ABK.

(45)

Nelayan pancing tonda di PPI Ujong Baroeh melakukan penangkapan ke daerah ke Pantai Murami (Sabang), Pantai kausar (Sinabang), dan garis merah (perbatasan laut Hindia). Titik kordinat daerah penangkapan tentukan dengan bantuan GPS (Global Positioning System) dan informasi dari sesama nelayan. Lama perjalanan dari pelabuhan perikanan (Fishing base) ke daerah penangkapan (Fishing ground) tiga hari tiga malam dengan kecepatan kapal 8 -10 knot.

Putra dan Manan (2014) menyebutkan pada operasi alat tangkap pancing tonda yang dilakukan nelayan prigi pada umumnya dilakukan di daerah sekitar rumpon laut dalam. Titik koordinat daerah penangkapan ikan ditentukan dengan Global Positioning System (GPS). Lama perjalanan untuk menuju letak rumpon tersebut 12 jam dengan kecepatan 9 knot.

5.2.1.5 Kegiatan penangkapan

Kegiatan operasi penangkapan yang dilakukan nelayan pancing tonda di PPI Ujong Baroeh yaitu persiapan, penurunan, dan penarikan. Kecepatan kapal saat melakukan penarikan pancing (trolling) 5 – 6 knot. Penangkapan dilakukan pada jam 06.00 – 18.00 atau selama 12 jam. Penurunan pancing hanya dilakukan satu kali dalam sehari. Hal ini sesuai dengan Wijaya (2012) yang menyebutkan kecepatan kapal pada saat penarikan (trolling) berkisar antara 2 – 6 knot. Selain itu, Putra dan Manan (2014) juga menyatakan saat setting kapal tetap berjalan mengelilingi posisi rumpon dengan kecepatan 4-5 knot, sambil mengamati arus dengan posisi menebar jaring. Dalam operasi penangkapan ini kapal menurunkan 6 set pancing tonda, dan membutuhkan 3 orang dimana 1 ABK nya mengoperasikan 2 set pancing. Posisi setiap ABK saat mengoperasikan pancing tersebut yaitu dua orang di bagian belakang samping kapal setelah sebelah kanan dan kiri, serta satu orang lainnya di bagian belakang kapal.

(46)

ikan. Ketika posisi kapal berjalan yang dilakukan yaitu menyentakkan pancing tonda turun naik. Perlakuan ini berfungsi agar posisi pancing dan umpan seolah – olah dapat bergerak aktif naik turun atau melayang - layang sehingga ikan – ikan yang bersifat pemangsa akan tertarik atau terangsang oleh gerakan ikan tersebut. 5.2.1.6 Jenis umpan

Umpan yang digunakan nelayan pancing tonda di PPI Ujong Baroeh berupa rumbai – rumbai tali rafia yang berwarna cerah. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Putra dan Manan (2014) yang menyebutkan bahwa jenis umpan yang sering digunakan oleh nelayan pancing tonda di daerah prigi biasanya terbuat dari rumbaian benang yang berwarna emas atau perak dan tali pita berwarna merah dan biru, tali rafia, kain sutera, bulu ayam serta plastik warna perak. Proses pembuatan masing – masing umpan buatan dari benang emas / perak dengan panjang 5-7 cm. Untuk benang pita panjang dengan panjang 4-6 cm, dimana kesemua bahan tersebut dibuat merumbai.55 Selanjutnya masing – masing bahan dipasangkan pada mata pancing dan diikat menggunakan benang sampai menutupi bagian atas mata pancing.

Umpan yang terpasang pada pancing tonda memiliki posisi di atas simpul mata pancing. Pemasangan ini dilakukan dengan menggunakan bantuan pipa cotton bud yang sudah digabungkan dengan benang emas/perak atau tali pita yang terubai sedemikian rupa. Pipa cotton bud dimasuki senar yang digunakan untuk mengait mata pancing. Untuk memasukkan senar, terlebih dahulu senar tidak dikaitkan dengan mata pancing. Apabila senar masuk ke dalam pipa cotton bud, maka mata pancing baru dikaitkan pada senar (Putra dan Manan, 2014).

5.2.1.7 Jenis ikan hasil tangkapan

(47)

ikan pedang (xiphias gladius), setuhuk hitam (Makaira indica), setuhuk loreng (tetrapturus mitsukurii), berbagai jenis cucut (cucut mako, cucut martil dan sejenisnya).

Selain itu, hasil penelitian Putra dan Manan (2014) menyebutkan bahwa ikan hasil tangkapan pancing tonda adalah ikan tuna jenis kecil (baby tuna) (Thunnus albacares), cakalang (Katsuwonus pelamis) dan tongkol (Euthynnus affinis). Jenis ikan tuna yang sering tertangkap adalah jenis tuna sirip kuning (yellow fin).

5.1.2.8 Penanganan hasil tangkapan diatas kapal

Kecepatan kapal pada saat pengangkatan hasil tangkapan ke atas kapal 1,5 – 2,5 knot. Putra dan Manan (2014) menyebutkan proses hauling merupakan proses pengangkatan hasil tangkapan ke atas kapal kecepatan kapal saat hauling ditambah menjadi 3,5 - 4,5 knot. Proses ini dilakukan dengan cara menarik pancing secara cepat setelah ikan memakan umpan. Penarikan dilakukan oleh ABK secara cepat yang bertujuan agar pancing berikutnya bisa diturunkan lagi ke perairan. Ikan hasil tangkapan tadi dilepaskan dari mata pancing dan langkah selanjutnya dilakukan penanganan paska tangkap.

Cara penanganan hasil tangkapan yang dilakukan nelayan pancing tonda di PPI Ujong Baroeh yaitu ikan yang tertangkap dilepas dari mata pancing dan dilakukan pembuangan insang dan isi perut. Pembuangan insang dan isi perut hanya dilakukan untuk ikan yang berukuran dibawah 2 kg di karenakan ikan yang berukuran di bawah 2 kg akan cepat mengalami pembusukan. Ikan yang sudah di buang insang dan isi perut langsung dimasukkan ke dalam palkah yang sebelumnya sudah berisi es balok.

(48)

PPI Ujong Baroeh nelayan pancing tonda tidak menggunakan serutan serutan es. Namun hanya menggunakan es balok. Nelayan tidak menggunakan serutan es diduga untuk menghemat biaya melaut dan palkah belum sesuai dengan standar palkah, sehingga ditakutkan jika menggunakan es serutan tersebut akan cepat mencair.

Anonim (2010) menyatakan teknik penanganan pasca penangkapan dan pemanenan berkolerasi positif dengan kualitas ikan dan hasil perikanan yang diperoleh. Semakin baik teknik penanganannya maka semakin bagus kualitas ikan, dan semakin tinggi nilai jual ikan tersebut.

5.2.2 Alternatif pengembangan UPI pancing tonda 1. Strategi Strengths-Opportunity (SO)

Strategi SO adalah strategi menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada. Berdasarkan dari kekuatan dan peluang yang diperoleh, maka strategi yang sebaiknya dilakukan yaitu para nelayan yang ada di Kabupaten Aceh Barat memanfaatkan sumber daya ikan yang ada secara optimal dan menjaga kelestariannya dengan cara mengawasi kegiatan penangkapan ikan. Sumberdaya ikan yang masih melimpah harus dimanfaatkan secara bijaksana. Pemerintah dalam hal ini harus mengawasi pemanfaatan yang dilakukan masyarakat agar pemanfaatannya tidak berlebihan sehingga sumberdaya ikan akan tetap lestari. Selain itu, pemerintah juga harus membuat kebijakan-kebijakan yang mendukung aktivitas perikanan tangkap supaya pemanfaatan sumberdaya ikan yang ada bisa optimal sehingga target peningkatan produksi bisa tercapai.

2. Strategi Weakness-Opportunity (WO)

(49)

3. Strategi Strengths-Threats (ST)

Strategi ST yaitu strategi memanfaatkan kekuatan untuk menghindari ancaman. Strategi ST petama yang dapat dilakukan adalah nelayan harus meningkatkan hasil tangkapan dengan pengeluaran modal yang bertambah besar diharapkan nelayan juga dapat meningkatkan produksi tangkapan.

Strategi yang kedua dapat dilakukan dengan pemanfaatan teknologi dan alat bantu penangkapan seperti rumpon hal ini diharapkan dapat meningkatkan hasil tangkapan nelayan.

Strategi yang ketiga yang dapat dilakukan adalah diharapkan kepada pemerintah untuk terus meningkatkan keamanan di laut supaya pelaku ilegal fishing tidak masuk ke daerah penangkapan nelayan PPI Ujong Baroeh.

4. Strategi Weakness-Threats (WT)

(50)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan kesimpulan sebagai berikut :

1. Kondisi operasional UPI pancing tonda di PPI Ujong Baroeh terdiri atas kegiatan pembekalan melaut (BBM, air bersih, es, logistik), kegiatan penangkapan ikan dan kegiatan paska penangkapan ikan.

2. Alternatif pengembangan operasional UPI terdiri dari peningkatan produksi perikanan di PPI Ujong Baroeh, pemanfaatan sumberdaya ikan secara optimal dan menjaga kelestarian sumberdaya ikan, meningkatkan sarana dan prasarana PPI Ujong Baroeh, pemanfaatan teknologi dan alat bantu penangkapan ikan dan keterlibatan stakeholder untuk mendukung aktivitas UPI pancing tonda seperti persediaan fasilitas yang lebih lengkap di PPI Ujong Baroeh.

6.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan adalaah sebagai berikut :

1. Diharapkan adanya penelitian lanjutan mengenai aspek Biologi, sosial dan ekonomi UPI pancing tonda yang berada di kawasan PPI Ujong Baroeh. Hal ini sangat penting untuk dilakukan dalam upaya melihat integrasi tiga aspek yang dapat mendukung kelestarian SDI, kondisi sosial masyarakat (terutama komunitas sosial nelayan) dan tingkat ekonomi nelayan pancing tonda. 2. Pemamfaatan rumpon untuk nelayan pancing tonda agar jarak penangkapan

Gambar

Gambar 2. Alat tangkap pancing tonda
Tabel 1.Diagram matrik SWOT
Gambar 3. Diagram alir penelitian
Gambar 4. Tahapan penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil perhitungan dari uji konfirmasi dan analisis selang kepercayaan dengan menggunakan metode Taguchi, dapat disimpulkan bahwa setting level optimal

anda menjamu masakan aqiqah kepada jiran- jiran, anda wajib untuk menyediakan ayam sebagai juadah tambahan kerana terdapat mereka-mereka yang TIDAK BOLEH makan kambing kerana

Untuk itu perlu disarankan kepada pimpinan daerah Kabupaten Rokan Hilir bahwa gaji yang telah diberikan kepada pegawai honor harus dipertimbangan untuk

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan memperkaya perbendaharaan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang pendidikan tentang pengaruh Lingkungan

Dari hasil simulasi nampak bahwa penerapan arsitektur behavior based dan algoritma pembelajaran Q learning berhasil digunakan untuk sistem navigasi otonom robot yang bertujuan

Analisis Paired Samples t-Test menunjukkan hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara stres hospitalisasi anak sebelum dengan sesudah diberikan

Pembelajaran bercerita dapat diartikan sebagai suatu proses kegiatan terprogram untuk membuat siswa belajar secara aktif dalam menuturkan kembali sebuah cerita secara lisan,

KAYU LABAN SEBAGAI SUMBER ENERGI Karakteristik sifat kayu yang mempengaruhi pemanfaatan kayu sebagai sumber energi adalah kadar air, komposisi kimia kayu, berat jenis,