• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOKUMEN RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH 2017-2021 KOTA BIMA, NUSA TENGGARA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DOKUMEN RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH 2017-2021 KOTA BIMA, NUSA TENGGARA BARAT"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

RPI2-JM bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal lingkungan dan sosial untuk meminimalkan pengaruh negatif pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya terhadap lingkungan permukiman. Kajian aspek lingkungan dan sosial meliputi acuan peraturan perundang-undangan, kondisi eksisting lingkungan dan sosial, analisis dengan instrumen, serta pemetaan antisipasi dan rekomendasi perlindungan lingkungan dan sosial yang dibutuhkan.

8.1 . Aspek Lingkungan

Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPI2-JM bidang Cipta Karya telah mengakomodasi prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:

1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:

“Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang”.

2. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup: “Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)”.

3. Peraturan Presiden No. 2/2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019:

“Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah Meningkatnya kualitas lingkungan hidup, yang tercermin di dalam Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) menjadi sebesar 66,5-68,5 pada tahun 2019 dan Meningkatnya role model sikap dan perilaku hidup masyarakat yang peduli terhadap alam dan lingkungan.”

4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis: Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan.

5. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan. Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen Amdal, UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau disebut dengan dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal atau UKL dan UPL.

Tugas dan wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu:

a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.

b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.

c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai Amdal dan UKL-UPL. d. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

e. Melaksanakan standar pelayanan minimal.

8.1.1. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

(3)

KLHS perlu diterapkan di dalam RPI2-JM antara lain karena:

1. RPI2-JM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan infrastruktur.

2. KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPI2-JM adalah karena RPI2-JM bidang Cipta Karya berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini, KLHS menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup.

KLHS disusun oleh Tim Satgas RPI2-JM Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah sebagai instansi yang memiliki tugas dan fungsi terkait langsung dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di kota/kabupaten. Koordinasi penyusunan KLHS antar instansi diharapkan dapat mendorong terjadinya transfer pemahaman mengenai pentingnya penerapan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendorong terjadinya pembangunan berkelanjutan.

Gambar 8.1. Diagram Alir Pentahapan Pelaksanaan KLHS (Sumber: Permen LH No.9/2011)

Tahapan Pelaksanaan KLHS

(4)

Tahap 1 dilakukan dengan penapisan (screening) dengan menyusun Tabel 8.1.

Tabel 8.1. Kriteria Penapisan Usulan Program/Kegiatan Bidang Cipta Karya

No Kriteria Penapisan

Penilaian

Uraian Pertimbangan Kesimpulan (signifikan/tidak)

1 Perubahan Iklim Keterangan: Pada saat laporan ini disusun, Kota Bima telah memiliki Laporan KLHS yang disusun pada tahun 2008.

2 Kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan

keanekaragaman hayati

3 Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana

banjir, longsor, kekeringan,

dan/atau kebakaran hutan dan

lahan.

4 Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya

alam.

5 Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau

lahan.

Tahap ke-2 setelah penapisan terdapat dua kegiatan. Jika rencana/program dalam RPI2-JM tidak berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka berdasarkan Permen Lingkungan Hidup No. 9/2011 tentang Pedoman Umum KLHS, Tim Satgas RPI2-JM Kabupaten/Kota dapat menyertakan Surat Pernyataan bahwa KLHS tidak perlu dilaksanakan, dengan ditandatangani oleh Ketua Satgas RPI2-JM dengan persetujuan BPLHD, dan dijadikan lampiran dalam dokumen RPI2-JM.

Namun, jika teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPI2-JM berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka Satgas RPI2-JM didukung dinas lingkungan hidup (BPLHD) dapat menyusun KLHS dengan tahapan sebagai berikut:

1. Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah Perencanaan, dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut:

a) Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya Tujuan identifikasi masyarakat dan pemangku kepentingan adalah:

1. Menentukan secara tepat pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan KLHS; 2. Menjamin diterapkannya azas partisipasi yang diamanatkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang

(5)

3. Menjamin bahwa hasil perencanaan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program memperoleh legitimasi atau penerimaan oleh publik;

4. Agar masyarakat dan pemangku kepentingan mendapatkan akses untuk menyampaikan informasi, saran, pendapat, dan pertimbangan tentang pembangunan berkelanjutan melalui proses penyelenggaraan KLHS.

Tabel 8.2. Contoh Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat dalam Penyusunan KLHS Bidang Cipta Karya

Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Contoh Lembaga

Pembuat keputusan a. Bupati/Walikota

b. DPRD

Penyusun kebijakan, rencana dan/atau program

Dinas PU-Cipta Karya

Instansi a. Dinas PU-Cipta Karya

b. BPLHD Masyarakat yang memiliki

informasi dan/atau keahlian (perorangan/tokoh/ kelompok)

a. Perguruan tinggi atau lembaga penelitian lainnya b. Asosiasi profesi

c. Forum-forum pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup

d. LSM/Pemerhati Lingkungan hidup e. Perorangan/tokoh

f. kelompok yang memiliki data dan informasi berkaitan dengan SDA.

Masyarakat terkena Dampak a. Lembaga Adat b. Asosiasi Pengusaha c. Tokoh masyarakat d. Organisasi masyarakat

e. Kelompok masyarakat tertentu (nelayan,petani dll)

b) Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Tujuan identifikasi isu pembangunan berkelanjutan:

1. Penetapan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup atau keterkaitan antar ketiga aspek tersebut;

2. Pembahasan fokus terhadap isu signifikan; dan

(6)

Tabel 8.3. Contoh Proses Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya

Pengelompokan Isu-isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya

Penjelasan Singkat

Lingkungan Hidup Permukiman Keterangan: Pada saat laporan ini disusun, Kota Bima telah memliki Laporan KLHS yang disusun pada tahun 2008.

Isu 1: kecukupan air baku untuk air minum Contoh: Kekeringan, menurunnya kualitas Air Ekonomi

Isu 2: kemiskinan berkorelasi dengan kerusakan lingkungan

Contoh: pencemaran air mengurangi kesejahteraan nelayan di pesisir Sosial

Isu 3: Pencemaran menyebabkan berkembangnya wabah penyakit Contoh: menyebarnya penyakit diare di permukiman kumuh

c) Identifikasi Kebijakan/Rencana/Program (KRP)

Tabel 8.4. Contoh Tabel Identifikasi KRP

No Komponen kebijakan /

rencana / program

Kegiatan Lokasi (Kecamatan /

Kelurahan (jika ada))

1 Pengembangan Permukiman Keterangan: Pada saat laporan ini disusun, Kota Bima telah memliki Laporan KLHS yang disusun pada tahun 2008.

2 Penataan Bangunan dan Lingkungan

3 Pengembangan Air Minum 4 Pengembangan Penyehatan

(7)

d) Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah

Tabel 8.5. Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah

No Komponen

kebijakan,

rencana dan/atau

program*

Pengaruh pada Isu-Isu Strategis Berdasarkan

Aspek-Aspek Pembangunan Berkelanjutan**

Keterangan: Pada saat laporan ini disusun, Kota Bima telah memliki Laporan KLHS yang disusun pada tahun 2008.

Tujuan perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program untuk mengembangkan berbagai alternatif perbaikan muatan KRP dan menjamin pembangunan berkelanjutan. Setelah dilakukan kajian, dan disepakati bahwa kebijakan, rencana dan/atau program yang dikaji potensial memberikan dampak negatif pada pembangunan berkelanjutan, maka dikembangkan beberapa alternatif untuk menyempurnakan rancangan atau merubah kebijakan, rencana dan/atau program yang ada. Beberapa alternatif untuk menyempurnakan dan atau mengubah rancangan KRP mempertimbangkan antara lain:

a. Memberikan arahan atau rambu-rambu mitigasi terkait dengan kebijakan, rencana, dan/atau program yang diperkirakan akan menimbulkan dampak lingkungan atau bertentangan dengan kaidah pembangunan berkelanjutan.

b. Menyesuaikan ukuran, skala, dan lokasi usulan kebijakan, rencana, dan/atau program. c. Menunda, memperbaiki urutan, atau mengubah prioritas pelaksanaan kebijakan, rencana,

dan/atau program.

(8)

Tabel 8.6. Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP

No Komponen kebijakan, rencana dan/atau program

Alternatif

Penyempurnaan KRP

1 Pengembangan Permukiman Keterangan: Pada saat laporan ini disusun, Kota Bima telah

3. Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS

Tabel 8.7. Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS

No Komponen Kebijakan, Rencana dan/atau Program

Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS

1 Pengembangan Permukiman Keterangan: Pada saat laporan ini disusun, Kota Bima telah memliki Laporan KLHS yang disusun pada tahun 2008.

2 Penataan Bangunan dan Lingkungan 3 Pengembangan Air minum

4 Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman

Untuk Kabupaten/Kota yang telah menyusun dan memiliki dokumen KLHS RTRW Kabupaten/Kota, maka hasil olahan di dalam KLHS tersebut dapat dijadikan bahan masukan bagi kajian perlindungan lingkungan dalam RPI2-JM.

Untuk Kabupaten/Kota yang belum menyusun dan memiliki dokumen KLHS RTRW Kabupaten/Kota, maka KLHS dapat menjadi usulan program mengingat KLHS bersifat wajib berdasarkan UU PPLH Pasal 15 ayat 1.

Dalam UU PPLH Pasal 15 ayat 1 disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program. Sebagaimana tertuang dalam pasal 15 ayat 2 UU PPLH, penyelenggaraan KLHS bersifat wajib dalam penyusunan atau evalausi :

1. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota.

2. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.

(9)

Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, Rencana Detil Tata Ruang Kabupaten/Kota, dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten/Kota.

Sehingga, untuk Kabupaten/Kota yang belum menyusun dan memiliki dokumen KLHS Kabupaten/Kota, maka KLHS dapat menjadi usulan program seperti yang tersebut dalam pasal 15 ayat 2 UU PPLH yang meliputi KLHS RTRW, KLHS RPJP/RPJM, dll

1. Pendekatan dan Prinsip-prinsip KLHS

KLHS ditujukan untuk menjamin pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan dalam pembangunan. Ada tiga nilai penting dalam penyelenggaraan KLHS yang dapat mencerminkan penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan, yaitu keterkaitan (interdependency), keseimbangan (equilibrium) dan keadilan (justice).

Keterkaitan (interdependency) dijadikan nilai penting agar penyelenggaraan KLHS dapat menghasilkan kebijakan, rencana atau program yang mempertimbangkan keterkaitan antar sektor, wilayah, global-lokal. Nilai ini juga mengandung makna dihasilkannya KLHS yang bersifat holistik berkat adanya keterkaitan analisis antar komponen fisik-kimia, biologi dan sosial ekonomi. Keseimbangan (equilibrium) dijadikan nilai penting agar penyelenggaraan KLHS senantiasa dijiwai keseimbangan antara kepentingan sosial-ekonomi dengan kepentingan lingkungan hidup, antara kepentingan jangka pendek dan jangka panjang, antara kepentingan pembangunan pusat dan daerah, dan keseimbangan lainnya.

Implikasinya, usaha pemetaan ragam dan bentuk kepentingan para pihak menjadi salah satu proses dan metode yang penting digunakan dalam KLHS. Keadilan (justice) dijadikan nilai penting agar penyelenggaraan KLHS dapat menghasilkan kebijakan, rencana dan program yang tidak mengakibatkan marjinalisasi sekelompok atau golongan tertentu masyarakat karena adanya pembatasan akses dan kontrol terhadap sumber-sumber alam atau modal atau pengetahuan.

KLHS dibangun melalui pendekatan pengambilan keputusan berdasarkan masukan berbagai kepentingan. Makna pendekatan tersebut adalah bahwa penyelenggaraan KLHS tidak ditujukan untuk menolak atau sekedar mengkritisi kebijakan, rencana dan/atau program, melainkan untuk meningkatkan kualitas proses dan produk kebijakan, rencana dan/atau program, khususnya dari perspektif pembangunan berkelanjutan. KLHS adalah strategi yang cenderung bersifat ”persuasif” dalam pengertian lebih mengutamakan proses pembelajaran dan pemahaman para pemangku kepentingan yang terlibat dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program agar lebih memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Dalam kerangka pendekatan ini, 6 (enam) prinsip KLHS seyogyanya dianut, sebagaimana dijelaskan berikut ini:

Prinsip 1: Penilaian Diri (Self Assessment)

Makna prinsip ini adalah sikap dan kesadaran yang diharapkan muncul dari diri pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program agar lebih memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan mempertimbangkan prinsip-prinsip tersebut dalam setiap keputusannya. Prinsip ini berasumsi bahwa setiap pengambil keputusan secara apriori mempunyai tingkat kesadaran dan kepedulian atas lingkungan.

KLHS menjadi media atau katalis agar kesadaran dan kepedulian tersebut terefleksikan dalam proses dan terformulasikan dalam produk pengambilan keputusan untuk setiap kebijakan, rencana dan/atau program.

(10)

Prinsip ini menekankan pada upaya untuk penyempurnaan pengambilan keputusan suatu kebijakan, rencana dan/atau program. KLHS tidak menghambat proses perencanaan kebijakan, rencana dan/atau program, melainkan menjadi media atau katalisator untuk memperbaiki proses dan produk kebijakan, rencana dan/atau program. Prinsip ini berasumsi bahwa perencanaan kebijakan, rencana dan/atau program di Indonesia selama ini belum mempertimbangkan pembangunan berkelanjutan secara optimal dan KLHS dapat memicu perbaikan atau penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program bersangkutan.

Prinsip 3: Peningkatan Kapasitas dan Pembelajaran Sosial (Social Learning and Capacity Building)

Prinsip ini menekankan bahwa integrasi KLHS dalam perencanaan kebijakan, rencana dan/atau program harus menjadi media untuk belajar bersama khususnya tentang isu-isu pembangunan berkelanjutan, baik bagi masyarakat umum dan khususnya bagi para birokrat dan pengambil keputusan. KLHS harus memungkinkan seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam perencanaan kebijakan, rencana dan/atau program untuk meningkatkan kapasitasnya mengapresiasi lingkungan hidup dalam keputusannya. Melalui KLHS, dapat dicapai masyarakat, birokrat, dan pengambil keputusan yang lebih cerdas dan kritis dalam menentukan keputusan pembangunan agar berkelanjutan.

Prinsip 4: Memberi Pengaruh pada Pengambilan Keputusan (Influencing Decision Making)

Prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus memberikan pengaruh yang positif pada pengambilan keputusan.

KLHS akan mempunyai makna apabila pada akhirnya dapat mempengaruhi pengambilan keputusan, khususnya untuk memilih atau menetapkan kebijakan, rencana dan/atau program yang lebih menjamin pembangunan yang berkelanjutan.

Prinsip 5: Akuntabel (Accountable)

Prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus diselenggarakan secara terbuka dan bertanggungjawab, sehingga dapat dipertanggung-jawabkan pada publik secara luas. Azas akuntabilitas KLHS sejalan dengan semangat akuntabilitas dari kebijakan, rencana dan/atau program itu sendiri, sebagai bagian dari prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance). Pelaksanaan KLHS dapat lebih menjamin akuntabilitas perumusan kebijakan, rencana dan/atau program bagi seluruh pihak. KLHS tidak ditujukan untuk menjawab tuntutan para pihak, karena lingkup KLHS terbatas, sedangkan tuntutan dapat berdimensi luas.

Prinsip 6: Partisipatif

Prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus dilakukan secara terbuka dan melibatkan pemangku kepentingan yang terkait dengan kebijakan, rencana dan/atau program. Prinsip ini telah menjadi amanat dalam Undnag-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan harus diwadahi dalam penyelenggaraan KLHS. Dengan prinsip ini diharapkan proses dan produk kebijakan, rencana dan/atau program semakin mendapatkan legitimasi atau kepercayaan publik.

2. Karakteristik Proses Perumusan Kebijakan, Rencana dan/atau Program

KLHS menekankan pada enam prinsip sebagaimana dikemukakan di atas, maka menjadi penting untuk memahami dalam tatanan karakteritik proses perumusan kebijakan, rencana dan/atau program. Paling tidak terdapat 4 (empat) karakteristik proses perumusan kebijakan, rencana dan/atau program di Indonesia yang harus dipahami untuk penyelenggaraan KLHS.

(11)

Penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program adalah proses pembangunan konsensus atau kesepakatan. Penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program melibatkan berbagai pemangku kepentingan termasuk masyarakat, dimana para pihak seringkali mempunyai kepentingan masing-masing. KLHS diintegrasikan dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program dengan harapan dapat memperkuat proses membangun kesepakatan, khususnya tentang hal-hal yang terkait dengan pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup. Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa ada kalanya tidak selalu tercapai konsensus, sehingga KLHS tidak selalu mengarah pada satu kesepakatan bersama. Untuk itu proses KLHS tetap membuka peluang adanya keragaman pendapat (“dissenting opinion”) dan dilampirkan pada hasil akhir kesepakatan.

Karakteristik 2: Dinamika Proses Teknokratik, Partisipatif, dan Perumusan Kebijakan Publik

Oleh karena penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program melibatkan berbagai pemangku kepentingan dengan kepentingan yang beragam, maka penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program tidak sepenuhnya merupakan proses teknokratik atau ilmiah, melainkan juga proses partisipatif dan proses perumusan kebijakan publik, dalam pengertian dimana antar pemangku kepentingan saling mempengaruhi, berdialog, dan bernegosiasi untuk memperjuangkan kepentingannya.

KLHS harus diselenggarakan dalam konteks ini. Suatu perencanaan kebijakan, penyusunan rencana dan program adalah kontinuum rasional – konsensus, sehingga negosiasi tidak dapat dilakukan tanpa basis proses rasional. Prinsip planning process improvement, capacity building dan public accountabletidak dapat diaplikasikan tanpa ditunjang argumentasi yang obyektif.

Karakteristik 3: Pentingnya Komunikasi dan Dialog

Karena penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program bertujuan membangun konsensus antar berbagai kepentingan, maka dinamika komunikasi dan dialog antar berbagai pemangku kepentingan menjadi penting. KLHS harus menekankan pada proses komunikasi dan dialog yang efektif agar dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan untuk memilih alternatif kebijakan, rencana dan/atau program yang lebih berkelanjutan dan menyiapkan mitigasi yang diperlukan. Pelaku yang terlibat dalam penyelenggaraan KLHS harus mengembangkan ketrampilan untuk dapat melakukan proses-proses komunikasi dan dialog yang efektif.

Karakteristik 4: Pentingnya Peran Personal dan Proses Informal

Penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program di Indonesia juga dicirikan dengan berperannya aktor-aktor personal, melalui jalur komunikasi informal dan/atau personal. Proses dan komunikasi formal seringkali perlu didukung peran personal dan proses informal untuk menghasilkan konsensus atau kesepakatan. KLHS harus diselenggarakan dengan mempertimbangkan hal ini, yakni membangun jalur komunikasi personal dan/atau informal dengan para pemangku kepentingan. Melalui proses komunikasi dan negosiasi personal dan/atau informal ini juga diharapkan dapat memperluas peluang untuk mempengaruhi pengambil keputusan.

3. Obyek KLHS

Dalam UU PPLH Pasal 15 ayat 1 disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program.Kadang kala atribut kebijakan, rencana dan/atau program sulit dibedakan secara jelas, bahkan dapat saling tumpang tindih, namun secara generik perbedaannya adalah sebagai berikut:

(12)

b. Rencana adalah hasil suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumberdaya yang tersedia. Dalam prakteknya rencana dapat berupa rancangan, prioritas, pilihan, sarana dan langkah-langkah yang akan ditempuh berdasarkan arah kebijakan dengan mempertimbangkan ketersediaan dan kesesuaian sumber daya.

c. Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. Dalam prakteknya program dapat berupa serangkaian komitmen, pengorganisasian dan/atau aktivitas yang akan diimplementasikan pada jangka waktu tertentu dengan berlandaskan pada kebijakan dan rencana yang telah digariskan.

Sebagaimana tertuang dalam pasal 15 ayat 2 UU PPLH, penyelenggaraan KLHS bersifat wajib dalam penyusunan atau evalausi : 1. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota. 2. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. 3. Kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya terdiri atas: Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan, Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, Rencana Detil Tata Ruang Kabupaten/Kota, dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten/Kota.

4. Integrasi KLHS ke dalam Proses Perumusan Kebijakan, Rencana dan/atau Program

Sesuai dengan pendekatan dan prinsip KLHS sebagaimana dikemukakan di atas, pengintegrasian KLHS dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program menjadi kunci efektifitas penyelenggaraan KLHS.

Dalam konteks ini, tidak terdapat formula atau rumus baku yang dapat memandu pengintegrasian ini karena setiap kebijakan, rencana dan/atau program mempunyai karakteristik obyek, proses dan prosedur yang tertentu dan bahkan unik, karenanya menjadi penting untuk memahami secara rinci masing-masing proses penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program dengan segala dinamikanya.

Setiap kebijakan, rencana dan/atau program mempunyai proses dan prosedur penyusunan, penetapan dan evaluasi masing. Oleh karena itu, detil pengintegrasian KLHS dalam masing-masing kebijakan, rencana dan/atau program dirumuskan oleh masing-masing-masing-masing kementerian/lembaga yang berwenang.

Untuk penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program, terkait penataan ruang, kewajiban penyelenggaraan KLHS melekat pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Dalam PP ini telah diatur bahwa dalam perencanaan tata ruang harus memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategis. Berdasarkan PP tersebut, proses penyusunan rencana tata ruang harus dilengkapi kajian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, sebagaimana diamanatkan dalam UUPPLH. UUPPLH juga mewajibkan penyelenggaraan KLHS dalam evaluasi atau peninjauan kembali rencana tata ruang. Lebih lanjut, pelaksanaan kajian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dalam penataan ruang dapat mengacu pada pedoman yang telah diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup maupun Kementerian Pekerjaan Umum.

(13)

Beberapa perundangan dan peraturan yang dapat menjadi referensi mengenai perencanaan pembangunan antara lain: Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; PP Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional; PP Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah; PP Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Peruntukan dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 08 Tahun 2007; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 dan peraturan lain yang berlaku.

Penyelenggaraan KLHS untuk kebijakan, rencana dan/atau program lain yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup akan diatur oleh menteri/kepala lembaga pemerintahan yang membidangi kebijakan, rencana dan/atau program terkait. Untuk mengetahui kebijakan, rencana dan/atau program apa saja yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup, dilakukan proses penapisan atau screening. Sesuai dengan prinsip self assessment, proses penapisan dilakukan oleh masing-masing pembuat kebijakan, rencana dan/atau program. Meskipun demikian, catatan proses dan hasilnya harus dapat diakses oleh masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya.

5. Metode Pelaksanaan KLHS Berdasarkan Tingkat Kedetilan

Penentuan metode analisis teknis dan metode proses pelaksanaan KLHS juga akan sangat ditentukan oleh konteks, kondisi, dan jenis kebijakan, rencana dan/atau program yang akan dikaji. Oleh karena itu, diperlukan satu kecermatan dan kreativitas untuk menentukan metode mana yang tepat dan efisien untuk satu KLHS. Dengan kata lain, penentuan metode akan sangat ditentukan dengan kekhasan kondisi, situasi, dan jenis kebijakan, rencana dan/atau programnya. Tabel berikut memberikan gambaran tentang tiga metode dan kondisi yang melatarbelakangi pemilihan metode.

Tabel 8.8. Tiga Alternatif Metode Pelaksanaan KLHS dan Pertimbangan Pilihannya

Pilihan Deskripsi Pertimbangan Catatan

Metode Umum

Metode Proses penilaian Kebijakan, rencana Prasyarat penyusunan

Cepat/ suatu isu dan/atau program kebijakan, rencana

(Quick berdasar membutuhkan dan/atau program yang

Appraisal) pertimbangan penilaian yang cepat. telah diatur dalam ahli yang Keterbatasan waktu peraturan perundangan

umumnya dan sumberdaya. harus tetap terpenuhi.

cenderung Tidak tersedia data

(14)

Pilihan Deskripsi Pertimbangan Catatan program yang telah diatur dalam peraturan perundangan program yang telah diatur dalam peraturan perundangan harus tetap terpenuhi.

1. Metode Cepat (Quick Appraisal)

Metode Cepat atau quick appraisal adalah metode kajian yang lebih mengandalkan pengalaman dan pandangan para pakar (profesional judgement) dan cenderung bersifat kualitatif. Metode ini dipilih ketika satu kebijakan, rencana dan/atau program segera memerlukan pandangan KLHS, tidak tersedia waktu yang cukup untuk melakukan kajian yang lebih detil. Namun prasyarat penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku harus tetap terpenuhi.

Beberapa petunjuk teknis agar metode ini dapat dilakukan dengan baik antara lain sebagai berikut: 1 Perlu dipilih pakar yang tepat sesuai dengan isu-isu yang terkait dengan kebijakan,

rencana dan/atau program.

2 Perlu dirancang suatu proses diskusi yang efektif dan efisien, antara lain dengan merumuskan isu-isu pokok yang akan didiskusikan.

3 Moderator yang dipilih sebaiknya handal dan efektif, dapat menjaring dan merumuskan pandangan para pakar secara obyektif.

4 Seluruh proses perlu dicatat atau didokumentasikan dengan rinci dan lengkap.

2. Metode Semi Detil

Metode semi detil adalah kajian yang memanfaatkan data-data yang ada digabungkan dengan pengalaman dan pandangan para ahli. Metode ini merupakan suatu langkah lebih maju daripada metode cepat, dimana pandangan para pakar didasarkan pada dukungan data-data dan informasi yang cukup memadai, sehingga keputusannya lebih akurat dan dapat lebih berifat kuantitatif.

(15)

mengumpulkan data dan informasi yang dapat mendukung pengambilan keputusan oleh para pakar. Prasyarat penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku harus tetap terpenuhi. Pada metode ini sebaiknya didahului dengan pelingkupan kajian (misalnya lingkup wilayah, lingkup waktu, lingkup substansi yang dikaji dll).

Kiat-kiat untuk melakukan metode semi detil yang efektif dan efisien antara lain:

1 Pemilihan pakar dan pemangku kepentingan dilakukan secara selektif dan benar-benar sesuai dengan isu-isu yang terkait dengan kebijakan, rencana dan/atau program.

2 Data-data dan informasi pendukung yang memadai disiapkan dalam format-format yang mudah dibaca dan dipahami.

3 Moderator yang dipilih sebaiknya handal dan efektif, dapat menjaring dan merumuskan pandangan para pakar secara jernih.

Contoh pelaksanaan KLHS dengan metode semi detil adalah:

1 Identifikasi isu-isu strategis pembangunan berkelanjutan dilakukan dengan melakukan analisis kecenderungan berbasis data (baseline trend analysis) terhadap masing-masing isu yang dianggap penting atau menjadi perdebatan antar pemangku kepentingan;

2 Proses kompilasi data dan fakta dilakukan sesuai tahapan perumusan kebijakan, rencana dan/atau program dan dilihat kecenderungannya untuk merumuskan isu-isu pembangunan berkelanjutan; atau

3 Kajian pengaruh kebijakan, rencana dan/atau program terhadap dampak dan/atau risiko lingkungan hidup dilakukan dengan mengkaji potensi dampak berdasarkan analisis kecenderungan berbasis data (baseline trend analysis) atau kombinasi antara metode cepat dan metode detil.

3. Metode Detil

Metode detil adalah kajian menggunakan berbagai metode ilmiah yang komprehensif, dan kompleks yang dalam beberapa hal hanya dapat dilakukan oleh para pakar di bidangnya masing-masing. Metode detil dilakukan untuk mengkaji beberapa isu spesifik yang dianggap penting dan sangat beresiko apabila diputuskan tanpa kajian ilmiah yang sesuai prosedur.

Metode detil dilakukan apabila kebijakan, rencana dan/atau program yang dikaji menimbulkan isu-isu penting dan komprehensif dan tidak segera harus diputuskan. Metode ini juga dipilih apabila pemrakarsa kebijakan, rencana dan/atau program mempunyai sumber daya yang cukup untuk melaksanakan metode ini. Pada metode ini sebaiknya didahului dengan pelingkupan kajian (misalnya lingkup wilayah, lingkup waktu, lingkup substansi yang dikaji dll).

Beberapa hal perlu dipertimbangkan dalam memilih /melaksanakan metode detil yakni:

1 Metode yang kompleks tidak otomatis menghasilkan kajian yang lebih gamblang dan jelas. 2 Penggunaan metodologi yang kompleks juga berpotensi menimbulkan penilaian pemangku

kepentingan bahwa hasil kajian justru tidak transparan.

3 Pendekatan kajian yang kompleks dapat bermanfaat jika benar-benar memberikan nilai tambah bagi proses pengambilan keputusan.

(16)

Contoh pelaksanaan KLHS dengan metode detil adalah:

1 Identifikasi isu-isu strategis pembangunan berkelanjutan dilakukan dengan melakukan kajian-kajian terhadap masing-masing isu yang dianggap penting atau menjadi perdebatan antar pemangku kepentingan;

2 Proses kompilasi data dan fakta dilakukan sesuai tahapan perumusan kebijakan, rencana dan/atau program dijadikan sarana untuk merumuskan isu-isu pembangunan berkelanjutan. Dengan kata lain, data dan informasi yang dikumpulkan pada tahap awal perumusan kebijakan, rencana dan/atau program dapat dijadikan dasar untuk merumuskan isu-isu strategis pembangunan berkelanjutan; atau

3 Pengkajian pengaruh kebijakan, rencana dan/atau program terhadap dampak dan/atau risiko lingkungan hidup dengan menggunakan alat analisis yang lebih kompleks seperti sistem informasi geografis (Geographic Information System/GIS), proses analisis berhirarkhi (Analytical Hierarchy Process/AHP), dan pemodelan hubungan antar faktor.

6. Metode Pengkajian

Proses kegiatan penyusunan dokumen harus berinteraksi langsung dengan proses penyusunan KRP, dimana integrasinya berlangsung menurut langkah-langkah sebagai berikut :

 Langkah 1: Pelingkupan : proses sistematis dan terbuka untuk mengidentifikasi isu-isu penting atau konsekuensi lingkungan hidup yang akan timbul berkenaan dengan rancangan KRP.

 Langkah 2 : Penilaian atau telaah/analisis teknis:

proses identifikasi, deskripsi, dan evaluasi mengenai konsekuensi dan efek lingkungan akibat diterapkannya RPJM; serta pengujian efektivitas RPJM dalam menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan. Kegiatan telaah dan analisis teknis harus didasarkan pada:

a.

pemilihan dan penerapan metoda serta teknik analisis yang sesuai dan terkini,

b.

penentuan dan penerapan aras rinci (level of detail) analisis agar sesuai

dengan kebutuhan rekomendasi, dan

c.

sistematisasi proses pertimbangan seluruh informasi, kepentingan dan aspirasi yang dijaring.

 Langkah 3 : Penetapan alternatif:

a.

substansi pokok/dasar RPJM atau KRP tata ruang (misalnya: mengubah pola atau struktur ruang dari yang semula diusulkan),

b.

program atau kegiatan penerapan muatan RPJM atau KRP tata ruang (misalnya: mengubah lokasi atau besaran infrastruktur yang dibutuhkan), dan

c.

Kegiatan-kegiatan operasional pengelolaan efek lingkungan hidup

(misalnya : penerapan kode bangunan yang hemat energi).

(17)

Tabel 8.9. Kerangka Laporan KLHS Dalam Penyusunan RPJPD atau RPJMD

(18)

Tabel 8.10. Kerangka Laporan KLHS Dalam Penyusunan Renstra SKPD

Sumber: Permendagri 67 Tahun 2012

KLHS merupakan instrumen lingkungan yang diterapkan pada tataran rencana-program. Sedangkan pada tataran kegiatan atau keproyekan, instrumen yang lebih tepat diterapkan adalah Amdal, UKL-UPL. Dan SPPLH.

8.1.2. Amdal, UKL-UPL, dan SPPLH

Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008 Tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yaitu:

1. Proyek wajib AMDAL

(19)

3. Proyek tidak wajib UKL-UPL tapi SPPLH

Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen AMDAL tetapi wajib dilengkapi dengan dokumen UKL-UPL.

Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tetapi wajib dilengkapi dengan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH).

Tabel 8.11. Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL

No. Jenis Kegiatan Skala/Besaran

A. Persampahan:

a. Pembangunan TPA Sampah Domestik dengan sistem Control landfill/sanitary landfill:

- luas kawasan TPA, atau - Kapasitas Total

> 10 ha > 100.000 ton b. TPA di daerah pasang surut:

- luas landfill, atau - Kapasitas Total

semua

kapasitas/ besaran c. Pembangunan transfer station:

- Kapasitas > 500 ton/hari

d. Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah terpadu:

- Kapasitas > 500 ton/hari

e. Pengolahan dengan insinerator:

- Kapasitas semua kapasitas

f. Composting Plant:

- Kapasitas > 500 ton/hari

g. Transportasi sampah dengan kereta api:

- Kapasitas > 500 ton/hari

B. Pembangunan Perumahan/Permukiman:

a. Kota metropolitan, luas > 25 ha

b. Kota besar, luas > 50 ha

(20)

No. Jenis Kegiatan Skala/Besaran

C. Air Limbah Domestik

a. Pembangunan IPLT, termasuk fasilitas penunjang:

- Luas

- Kapasitasnya

> 2 ha > 11 m3/hari b. Pembangunan IPAL limbah domestik, termasuk

fasilitas penunjangnya:

- Luas

- Kapasitasnya

> 3 ha > 2,4 ton/hari c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah:

- Luas layanan - Debit air limbah

> 500 ha

> 16.000 m3/hari D. Pembangunan Saluran Drainase

(Primer dan/atau sekunder) di permukiman

a. Kota besar/metropolitan, panjang: > 5 km

b. Kota sedang, panjang: > 10 km

E. Jaringan Air Bersih Di Kota Besar/Metropolitan a. Pembangunan jaringan distribusi

- Luas layanan > 500 ha

b. Pembangunan jaringan transmisi

- panjang > 10 km

Sumber : Permen LH 5/2012

8.2

Aspek Sosial

(21)

1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:

■ Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga dilakukan dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana.

■ Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di tingkat nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender.

2. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum:

■ Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak. 3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

Tahun 2010-2014:

■ Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan kerja, termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan percepatan pembangunan infrastruktur dasar. ■ Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan partisipasi

perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.

4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan penanggulangan Kemiskinan

■ Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.

5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional

■ Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing.

Tugas dan wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota terkait aspek sosial bidang Cipta Karya adalah:

a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum di kabupaten/kota. b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum di kabupaten/kota.

c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka peningkatan ekonomi di tingkat kabupaten/kota.

d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan di tingkat kabupaten/kota berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.

8.2.1.

Aspek Sosial pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

a. Kemiskinan

(22)

b. Pengarusutamaan Gender

Saat ini telah kegiatan responsif gender bidang Cipta Karya meliputi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan, Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP), Pengembangan Infrasruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasia Masyarakat (PAMSIMAS), Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), Rural Infrastructure Support (RIS) to PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan Masyarakat bidang Cipta Karya.

Tabel 8.12. Kajian Pengaruh Pelaksanaan Kegiatan Bidang Cipta Karya bagi Pengarusutamaan Gender di Kota/Kabupaten

Pengarusutamaan gender (PUG) dalam penyelenggaraan infrastruktur PU dan Permukiman: sebagai strategi dalam mengatasi masalah kesenjangan gender bidang PU adalah upaya untuk mencapai kesetaraandan keadilan gender, melalui kebijakan, program dan kegiatan yang memperhatikan pengalaman, aspirasi,kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki kedalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program di bidang pembangunan.

Berikut adalah masalah Kesenjangan Gender dalam penyelenggaraan pembangunan Bidang Cipta Karya:

• Infrastruktur PU dan Permukiman pada dasarnya netral gender.

(23)

o Kesenjangan bagi perempuan dalam memperoleh informasi tentang pentingnya menjaga kualitas air sungai

o Kesenjangan partisipasi perempuan dalam mendapatkan informasi tentang rencana pembangunan infrastruktur SDA

o Kurangnya pertimbangan dalam merumuskan manfaat pembangunan bidang jalan dan jembatan yang setara untuk laki-laki dan perempuan ( contoh : Rest Area, Penyeberangan Jalan dikawasan pertanian, base camp)

• Terabaikannya keterlibatan perempuan dalam penguasaan kepemilikan aset, lahan,rumah, terkait proses pengadaan tanah

• Kesenjangan Partisipasi perempuan dalam mendapatkan informasi tentang rencana pembangunan infrastruktur jalan & jembatan

• Kurangnya penyuluhan pencegahan HIV pada pekerja konstruksi Adanya perbedaan kebutuhan laki-laki dan perempuan terhadap letak dan pola penggunaan fasilitas permukiman, antara lain air minum dan persampahan

• Kurang terakomodasi program sarana dan prasarana perempuan dalam bangunan gedung.

• Kurangnya keterlibatan perempuan dalam proses penyusunan rencana tata ruang kawasan pada saat konsultasi publik.

8.2.2.

Aspek Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman kembali.

1. Konsultasi masyarakat

Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam proses perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada saat persiapan program bidang Cipta Karya, persiapan AMDAL dan pembebasan lahan.

2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan

Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.

3. Permukiman kembali penduduk (resettlement)

(24)

8.2.3.

Aspek Sosial pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnya memberi manfaat bagi masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan secara sederhana dapat terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.

Tabel 8.13. Identifikasi Kebutuhan Penanganan Aspek Sosial Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

No Sektor Kebutuhan Penanganan

1 Pengembangan Permukiman

• Kebutuhan lingkungan hunian/perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan yang tersedia lengkap dan layak bagi masyarakat sesuai dengan standar yang telah ditetapkan

• Kebutuhan kemudahan akses terhadap

hunian/perumahan/sarana prasarara/utilitas dll

• Kebutuhan penurunan biaya/beban terhadap masyarakat dari hunian/perumahan/sarana prasarara/utilitas dll.

2 Penataan Bangunan dan Lingkungan

• Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH);

• Kebutuhan peningkatan pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman kumuh dan nelayan;

• Kebutuhan peningkatan pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman tradisional.

• Kebutuhan kemudahan akses terhadap fasilitas bangunan & lingkungan

• Kebutuhan penurunan biaya/beban terhadap masyarakat dari fasilitas bangunan/lingkungan.

3 Pengembangan Air Minum

• Kebutuhan kemudahan akses terhadap fasilitas air minum bagi masyarakat kecamatan/pedesaan.

• Kebutuhan penurunan biaya/beban terhadap masyarakat dari penggunaan air minum

• Kebutuhan terhadap kualitas air minum yang bersih dan layak sesuai permenkes tentang kualitas air minum

• Kebutuhan peningkatan pelayanan air minum hingga pedesaan.

4 Penyehatan Lingkungan Permukiman

• Kebutuhan peningkatan akses sarana prasarana air limbah, drainase dan persampahan permukiman

• Kebutuhan masyarakat untuk terlibat di dunia usaha dalam pengelolaan air limbah sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

Gambar

Gambar 8.1.Diagram Alir Pentahapan Pelaksanaan KLHS (Sumber: Permen LH No.9/2011)
Tabel 8.1.Kriteria Penapisan Usulan Program/Kegiatan Bidang Cipta Karya
Tabel 8.2.Contoh Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat dalam
Tabel 8.3.Contoh Proses Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Disamping itu juga para pemangku adat membuat aturan bahwa siapa yang melakukan pelanggaran terhadap aturan itu dan dibuang dari adat (diusir dari kampung) yang diatur dalam

Berdasarkan analisis data penelitian ini diperoleh hasil bahwa tingkat literasi membaca di SD Muhammadiyah Bantul Kota, khusus kelas IV A, dari aspek tujuan membaca dan

Selain itu, untuk mengetahui pengaruh aplikasi mikoriza terhadap intensitas penyakit rebah semai dan mengetahui pengaruh aplikasi mikoriza terhadap pengurangan

Simpulan dari penelitian ini adalah ada perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah diberikan teknik relaksasi Benson, ada perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan

Sebaliknya penggunaan strain U318 sebagai kultur tunggal dalam produksi urutan memperlihatkan pertumbuhan BAL yang lebih baik dengan kondisi BAL yang lebih stabil dibandingkan

turath mungkin banyak ditemui di Negara- negara Islam, namun pengkajian Islam yang diintegrasikan dengan pengamalannya dalam suatu lingkungan yang disebut pesantren hanya terdapat

Hal itu berarti semakin tinggi budaya organisasi yang dipahami pegawai terhadap pelaksanaan tugas dalam pelayanan masyarakat, maka semakin tinggi pula tingkat