• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Pembayaran

2.1.1 Pengertian Sistem Pembayaran

Sistem pembayaranmenurut Pohan (2011 : 70) adalah “suatu sistem yang melakukan pengaturan kontrak, fasilitas pengoperasian dan mekanisme teknis yang digunakan untuk penyampaian, pengesahan, dan penerimaan instruksi pembayaran, serta pemenuhan kewajiban pembayaran yang dikumpulkan melalui pertukaran “nilai” antarperorangan, bank dan lembaga lainnya baik domestik maupun antarnegara (cross border)”.

Sistem pembayaran berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Dahulu sistem pembayaran dikenal dengan sistem barter yaitu pertukaran antarbarang sesuai dengan kebutuhan dari pelaku barter itu sendiri. Kemudian sistem tersebut berkembang ketika mulai dikenal adanya satuan tertentu yang memiliki nilai pembayaran yang dikenal dengan sebutan uang.Hingga saat ini uang masih menjadi salah satu alat pembayaran utama yang berlaku di masyarakat. Selanjutnya sistem pembayaran terus berkembang dari sistem pembayaran tunai (cash based) ke sistem pembayaran nontunai (non-cash) seperti alat pembayaran berbasis kertas (paper based), misalnya cek dan bilyet giro. Selain itu dikenal juga alat pembayaran paperless seperti transfer dana elektronik dan alat pembayaran memakai kartu (card based) seperti kartu kredit, kartu debit, dan kartu prabayar.

(2)

Sistem pembayaran memiliki implikasi yang sangat kuat terhadap stabilitas sistem keuangan bahkan terhadap perekonomian suatu negara. Sistem pembayaran yang dapat memenuhi semua prinsip yang dipersyaratkan, yakni dapat meminimalkan risiko yang dapat terjadi, sangat efisien, memiliki kesetaraan akses dan melindungi konsumen, akan menjadi modal bagi stabilitas sistem keuangan. Sebaliknya sistem pembayaran yang tidak mampu meminimalkan risiko akan menjadi sumber instabilitas keuangan. Oleh karena itu, sistem pembayaran dapat dikatakan sebagai simpul penting dalam perekonomian.

Menurut Fikri (2014) Sistem pembayaran terdiri dari beberapa komponen yang saling terkait satu dengan yang lain, yaitu:

Kebijakan

Komponen kebijakan dalam sistem pembayaran memberikan dasar pengembangan sistem pembayaran di suatu negara. Kebijakan sistem pembayaran biasanya tercermin dalam berbagai peraturan dan ketentuan. Kebijakan sistem pembayaran di berbagai Negara sangat bervariasi, mengingat masing-masing negara mempunyai sejarah, karakteristik, dan kebutuhan akan sistem pembayaran yang berbeda-beda. Pada umumnya, kebijakan yang berkaitan dengan sistem pembayaran ditetapkan oleh bank sentral masing-masing negara. Hal ini dikarenakan adanya keterkaitan yang erat antara kebijakan-kebijakan di bidang sistem pembayaran dengan sistem moneter dan sistem perbankan. Adapun kebijakan sistem pembayaran yang ditetapkan Bank Indonesia dalam menjalankan tugasnya mengacu pada empat prinsip: keamanan, efisiensi, kesetaraan akses dan perlindungan konsumen

(3)

Kelembagaan

Kelembagaan dalam sistem pembayaran meliputi berbagai lembaga yang secara langsung maupun tidak langsung berperan dalam penyelenggaraan system pembayaran. Secara umum, lembaga-lembaga yang terlibat dalam sistem pembayaran meliputi: bank sentral, bank-bank dan lembaga kliring, pasar modal, penyedia jasa jaringan komunikasi, dan penerbit kartu kredit. Masing-masing lembaga tersebut mempunyai peran dan tanggung jawab yang berbeda dalam sistem pembayaran. Secara umum peran Bank Sentral dalam sistem pembayaran bisa sebagai operator, regulator, dan supervisor. Meskipun demikian ada juga bank sentral yang hanya berperan sebagai regulator dan supervisor.

Instrumen Pembayaran

Instrumen atau alat pembayaran merupakan media yang digunakan dalam pembayaran. Instrumen pembayaran saat ini dapat diklasifikasikan atas tunai dan non-tunai. Instrumen pembayaran tunai adalah uang kartal yang terdiri dari uang kertas dan uang logam yang sudah kita kenal selama ini. Sementara instrumen pembayaran non-tunai, dapat dibagi lagi atas alat pembayaran non-tunai dengan media kertas atau lazim disebut paperbased instrument, seperti: cek, bilyet giro, wesel, dan lain-lain serta alat pembayaran non-tunai dengan media kartu atau lazim disebut card-based instrument seperti kartu kredit, kartu debit, kartu ATM dan lain-lain. Dengan semakin berkembangnya teknologi, saat ini mulai dikembangkan pula berbagai alat pembayaran yang menggunakan teknologi microchips yang dikenal dengan electronic money (e-money).

(4)

Mekanisme Operasional

Dalam sistem pembayaran diperlukan suatu mekanisme operasional untuk melakukan perpindahan dana dari satu pihak ke pihak lainnya. Mekanisme operasional ini idealnya harus dapat menjamin kelancaran dan keamanan perpindahan dana, serta kepastian penerimaan dana oleh pihak penerima. Sebagai contoh, mekanisme operasional yang ada saat ini antara lain adalah kliring, transfer dana via RTGS, dan lain-lain.

2.1.2 Infrastruktur Teknis

Infrastruktur teknis meliputi berbagai komponen teknis yang diperlukan untuk memproses dan melakukan perpindahan dana, standar-standar seperti message format, sistem jaringan komputer, komunikasi, perangkat keras dan lunak, sistem back-up, disaster recovery plan, dan lain-lain. Keberadaan infrastruktur teknis ini sangat menunjang kelancaran penyelenggaraan suatu system pembayaran. Seiring dengan berkembangnya teknologi hardware, software dan komunikasi, saat ini tersedia berbagai pilihan infrastruktur teknis di bidang sistem pembayaran yang menawarkan berbagai keunggulan baik dari segi kecepatan maupun keamanan. Pilihan atas infrastruktur ini tergantung pada kebutuhan dan kebijakan masingmasing negara dalam pengembangan sistem pembayaran nasionalnya. Pilihan ini tentunya mempunyai implikasi terhadap investasi yang harus dikeluarkan, di mana semakin tinggi teknologi yang digunakan diperlukan investasi yang semakin besar pula.

(5)

2.1.3 Jenis Sistem Pembayaran

Dalam praktiknya sehari-hari, ada dua jenis sistem pembayaran yaitu pembayaran tunai (cash) dan pembayaran nontunai (non-cash).

1. Pembayaran Tunai (cash)

Alat pembayaran tunai dapat dilakukan dengan menggunakan uang, baik jenis uang logam ataupun uang kertas.Dalam peredarannya, uang tersedia dalam berbagai jenis pecahan agar memudahkan untuk bertransaksi. Pada mata uang Rupiah misalnya, pecahan uang dimulai dari Rp. 100,00, Rp. 500,00, Rp. 1.000,00, Rp.2.000,00, Rp. 5.000,00, Rp. 10.000,00, Rp. 20.000,00, Rp. 50.000,00, dan Rp. 100.000,00.

Meskipun transaksi non-tunai di satu sisi mengalami peningkatan dan di sisi lain transaksi tunai mengalami penurunan. Namun demikian, tetap saja banyak yang merasa lebih nyaman bertransaksi secara tunai.Terlebih dalam transaksi nontunai membutuhkan pengetahuan mengenai teknologi sebagai syarat bagi pengguna.

Oleh karena itu, ketersediaan uang tunai hingga kini masih dianggap sebagai hal yang penting dalam sistem pembayaran di belahan dunia manapun, tak terkecuali Indonesia.

Begitu pentingnya uang tunai, baik dalam ketersediaan, pasokan, pengaturan, hingga pendistribusiannya, menuntut kehadiran lembaga yang kapabel.Di banyak negara, lembaga yang memiliki peran dalam pengaturan uang beredar adalah bank sentral.

(6)

Dalam kebijakan pengedaran uang tunai yang terpenting adalah bagaimana memenuhi kebutuhan uang di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisi yang layak edar. Oleh karena itu, uang tunai yang digunakan dalam bertransaksi harus memiliki beberapa karakteristik penting, di antaranya:

a. Setiap uang yang dikeluarkan dimaksudkan untuk mempermudah kelancaran transaksi pembayaran tunai, dapat diterima dan dipercaya oleh masyarakat. Berkenaan dengan hal tersebut, uang perlu memiliki beberapa karakteristik:

1. Mudah digunakan dan nyaman (user friendly), 2. Tahan lama (durable),

3. Mudah dikenali (easily recognized), dan 4. Sulit dipalsukan (secure against counterfeiting)

b. Jumlah uang tunai harus tersedia secara cukup di masyarakat, dengan memerhatikan kesesuaian jenis pecahannya. Untuk ini, diperlukan perencanaan yang baik terutama dalam perencanaan pengadaan maupun perencanaan distribusinya.

c. Perlu diupayakan tersedianya kelembagaan pendukung untuk mewujudkan terciptanya kelancaran arus uang tunai yang layak edar, baik secara regional maupun nasional.

(7)

2. Pembayaran Nontunai (non-cash)

Alat pembayaran non-tunai dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yakni alat pembayaran untuk credit transfer dan alat pembayaran untuk debit transfer.

Perbedaan antara credit transfer dan debit transfer terletak pada perintah pengiriman uang. Berdasarkan terminologi yang dibuat oleh Bank for International Settlement (BIS), credit transfer adalah perintah pembayaran untuk tujuan penempatan dana dari pengirim ke penerima melalui jalur transfer dana dari bank pengirim ke bank penerima dan dimungkinkan melalui bank lain sebagai perantara. Sedangkan debit transfer adalah sistem transfer dana dimana perintah transfer dibuat atau diotorisasi oleh pihak yang memiliki dana dan akan melakukan pengiriman dana tersebut kepada pihak lain. Perintah transfer tersebut disampaikan kepada pihak yang akan menerima dana untuk kemudian dicairkan. Selanjutnya, bank tersebut mengkliringkan perintah transfer debit tersebut di lembaga kliring, untuk menagihkan dana ke bank pengirim. Alat pembayaran yang digunakan saat ini adalah cek, bilyet giro, dan nota debet.

Perkembangan sistem pembayaran non-tunai diawali dengan instrumen pembayaran yang bersifat paper based seperti cek, bilyet giro, dan warkat lainnya. Sejak perbankan mendorong penggunaan sistem elektronik serta penggunaan alat pembayaran menggunakan kartu dengan segala bentuknya, berangsur-angsur pertumbuhan penggunaan alat pembayaran yang

(8)

paper based semakin menurun. Apalagi sejak sistem elektronik, seperti transfer dan sistem kliring mulai banyak digunakan.

Selanjutnya berkembang instrumen pembayaran yang berbasis kartu sejalan dengan perkembangan teknologi.Saat ini, instrumen pembayaran berbasis kartu yang telah berkembang dengan berbagai variannya.Mulai dari kartu kredit, kartu ATM, kartu debit, dan berbagai macam jenis uang elektronik.

Kartu Kredit

Kartu kredit merupakan salah satu transaksi non-tunai yang dananya berasal dari perbankan.Jenis alat transaksi ini berkembang cukup pesat.Di Indonesia kartu kredit mulai berkembang sejak dekade 90-an. Kartu kredit umumnya dimiliki oleh kalangan menengah ke atas. Selain menawarkan keuntungan yang tinggi, segmen penggunanya merupakan kalangan atas dimana eksposur risiko gagal bayar dianggap relatif kecil. Hal ini menarik minat banyak bank untuk masuk dalam industri kartu kredit tersebut.

Dorongan bank untuk memasuki industri kartu kredit juga disebabkan oleh pangsa pasar Indonesia yang masih terbuka untuk pengembangan kartu kredit. Salah satu faktor untuk melihat potensi pasar tersebut adalah perbandingan antara jumlah penduduk usia produktif dengan jumlah pemegang kartu kredit.

(9)

Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa dari 230 juta penduduk Indonesia terdapat 127 juta penduduk yang tergolong dalam usia produktif (usia 20 - 50 tahun).

Pesatnya pertumbuhan kartu kredit tercermin pada trend peningkatan jumlah kartu beredar tiap tahunnya. Pada tahun 2003 jumlah kartu kredit baru berkisar 4,5 juta kartu, dan pada tahun 2011 mencapai 11,5 juta kartu, atau rata-rata pertumbuhannya per tahun sebesar 20,8%. Pada tahun 2014 jumlah kartu kredit meningkat sebesar dari 15,12 juta kartu, pada tahun 2013 menjadi 15,81 juta kartu.

Setiap kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah harus memiliki target dan ukuran keberhasilan. Hal ini penting untuk mengukur/ acuan, apakah kebijakan tersebut berhasil atau tidak. Menurut Manurung (2009), dalam perekonomian beberapa indikator yang biasanya digunakan untuk menilai kebijakan moneter adalah:

1. Jumlah Uang Beredar (JUB)

2. Laju inflasi yang cukup rendah terkendali 3. Suku bunga pada tingkat yang wajar 4. Nilai tukar rupiah yang realistis, dan

5. Ekspektasi/harapan masyarakat terhadap moneter

Dari kelima indikator tersebut, hanya JUB yang tidak dapat dimonitor dan dirasakan langsung oleh masyarakat, sementara itu inflasi, suku bunga,

(10)

nilai tukar dan ekspansi relatif dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh masyarakat.

Account Based Card (Kartu ATM dan Debet)

Account Based Card adalah alat pembayaran menggunakan kartu yang dananya berasal dari rekening (account) nasabah. Jenis kartu yang masuk dalam kategori ini adalah kartu ATM, Kartu Debet atau perpaduan ATM dan Debet. Pada awal perkembangannya, jenis Account Based Card, yang banyak dipakai adalah murni kartu ATM. Ini karena tujuan awal teknologi ATM hanya sebagai pengganti fungsi teller untuk meningkatkan efisiensi overhead cost, seperti penyediaan kantor cabang baru dan penambahan penggunaan sumber daya manusia.

Dalam perkembangannya, infrastruktur jaringan ATM semakin diperluas penggunaannya. Bank yang memiliki basis teknologi relatif maju mulai menjajaki pengembangan kartu debet sekaligus membuat perusahaan yang menangani infrastruktur switching transfer dana antar bank. Pada saat sekarang ini banyak bank yang menawarkan pembayaran di merchant dengan menggunakan kartu ATM yang telah ditambahkan fungsinya sebagai kartu debet.

Perkembangan penggunaan kartu account based semakin meningkat lagi ketika jumlah bank yang menjadi acquiring(penerbit)semakin banyak menyediakan infrastruktur Electronic Data Capture (EDC) yaitu mesin pembaca kartu debet di merchant. Perkembangan tersebut mendorong account

(11)

based card memiliki pertumbuhan paling tinggi di antara jenis instrumen pembayaran lainnya.

Ada tiga faktor yang menyebabkan pertumbuhan account based card lebih tinggi dari instrumen pembayaran lain:

1. Terjadinya peningkatan jumlah penabung yang signifikan dari tahun ke tahun

2. Semakin beragamnya fitur dan manfaat yang ditawarkan kepada pemegang kartu

3. Fungsi account based card untuk pembayaran di merchant semakin meningkat

Uang Elektronik

Meskipun kehadiran alat pembayaran menggunakan uang elektronik masih relative baru namun uang elektronik cukup mendapat tempat di masyarakat. Selama kurang lebih satu setengah tahun sejak pertama terbit pada April 2007, jumlah uang elektronik telah mencapai 430 ribu. Berbeda pada awal penerbitannya, uang elektronik saat ini tidak hanya diterbitkan dalam bentuk chip yang tertanam pada kartu atau media lainnya (chip based), namun juga telah diterbitkan dalam media lain yaitusuatu media yang saat digunakan untuk bertransaksi akan terkoneksi terlebih dulu dengan server penerbit (server based). Begitu pula dari sisi penggunaannya, hampir dari seluruh uang elektronik yang diterbitkan tidak lagi bersifat single purpose namun sudah multi purpose sehingga dapat diterima di banyak merchant yang

(12)

berbeda. Aktivitas penggunaan uang elektronik pada tahun 2008 mencapai 2,5 juta transaksi atau meningkat 77,1% dari tahun sebelumnya dengan nilai transaksi sebesar Rp76,7 miliar atau meningkat 93,1% dari tahun sebelumnya. Bertambahnya penerbit uang elektronik telah mendorong pesatnya perkembangan transaksi instrumen pembayaran ini. Sampai dengan akhir tahun 2014, terdapat 18 penerbit uang elektronik yang telah mendapatkan izin dari Bank Indonesia. Berharap trend ini terus berlanjut, sehingga pertumbuhan uang elektronik yang semakin luas akan mengurangi penggunaan uang tunai untuk bertransaksi. Dalam skala yang lebih besar, diyakini penggunaan uang elektronik secara luas di masyarakat akan meningkatkan efisiensi biaya transaksi ritel, terutama dalam mengurangi biaya cash handling. Sebagai alat pembayaran, perolehan dan penggunaan uang elektronik pun cukup mudah. Calon pemegang hanya perlu menyetorkan sejumlah uang kepada penerbit atau melalui agen-agen penerbit dan nilai uang tersebut secara digital disimpan dalam media uang elektronik. Untuk chip based, pemegang dapat bertransaksi secara off-line melalui uang elektronik (dalam bentuk kartu atau bentuk lainnya). Sedangkan pada server based, pemegang akan diberi sarana untuk mengakses “virtual account” melalui handphone (sms), kartu akses, atau sarana lainnya, sehingga transaksi diproses secara on-line. Transaksi melalui uang elektronik khususnya transaksi yang diproses secara off-line sangat cepat hanya memerlukan waktu kurang lebih 2-4 detik. Saat ini nilai uang yang dapat disimpan dalam uang

(13)

elektronik dibatasi tidak lebih dari Rp1 juta, karena fungsinya memang ditujukan sebagai alat pembayaran untuk transaksi yang bernilai kecil. Namun batasan tersebut nantinya dapat saja disesuaikan dengan melihat perkembangan dan kebutuhan industri. Dalam mekanisme uang elektronik, apabila pemegang tidak lagi berminat menggunakan uang elektronik atau ingin mengakhiri penggunaan uang elektronik, nilai uang yang ada pada uang elektronik dapat di-redeem sesuai tata cara yang diatur oleh masing-masing penerbit. Reedem adalah penarikan seluruh sisa nilai uang pada uang elektronik pada saat pemegang mengakhiri penggunaan uang elektronik tersebut. Pertumbuhan non-tunai dari agustus 2014 ke September 2015 mencapai 71,7% dengan volume pertumbuhan e-money mencapai 217%, Nilai transaksi uang elektronik hingga akhir 2015 mencapai RP.5,2 trilliun meningkat bila di bandingkan posisi pada September lalu RP 4,3 trilliun 2009=RP 520 milliyar.

Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 11/12/PBI/2009 tentang uang elektronik (Electronic Money), yang dimaksud dengan uang elektronik adalah alat pembayaran yang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

1. Diterbitkan atas dasar uang yang disetor terlebih dahulu oleh pemegang kepada penerbit.

2. Nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media seperti server atau chip

(14)

3. Digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut, dan

4. Nilai uang elektronik yang disetor oleh pemegang dan dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai perbankan.

Maka dapat disimpulkan bahwa uang elektronik adalah alat pembayaran dengan nilai uang yang telah tersimpan secara elektronik pada server atau pun kartu dan tata cara penggunaan dan penerbitan telah diatur dan diawasi langsung leh Bank Indonesia.

3. Pembayaran Elektronik (Electronic Payment System)

Kemajuan teknologi informasi semakin mendorong kemudahan pelaksanaan transfer dana. Teknologi seperti internet, mobile phone maupun telepon dapat dimanfaatkan menjadi saluran pembayaran yang menghubungkan jalur sistem pembayaran yang ada. Misalnya kita akan melakukan transfer dana, media konvensional adalah melalui perantara teller di bank, atau lebih modern lagi dengan menggunakan mesin ATM. Sekarang dengan kemajuan teknologi, kita tidakperlu datang untuk antri ke bank ataupun gerai ATM untuk melakukan instruksi transfer, cek saldo, atau melakukan pembayaran karena saat ini semua transaksi tersebut dapat dilakukan melalui internet, mobile phone atau telepon tanpa harus pergi ke suatu tempat tertentu. Di sisi perbankan, penggunaan teknologi ini dapat dimanfaatkan sebagai salah satu penggalian sumber dana murah terutama

(15)

untuk keperluan intermediasi. Apabila masyarakat merasakan manfaat yang besar dari kemudahan transaksi, maka mereka akan terdorong untuk berhubungan atau selalu berhubungan dengan perbankan. Hal ini tentunya akan meningkatkan penghimpunan dana masyarakat pada perbankan yang notabenenya merupakan dana murah bagi perbankan. Selanjutnya bank juga memperoleh fee based income yang akhir-akhir ini menjadi andalan perbankan untuk memperoleh laba. Memang pada awalnya upaya ini memerlukan investasi yang lumayan besar, tapi apabila perputaran transaksinya tinggi, bukan tidak mungkin biaya investasi tersebut akan tertutup oleh fee based income yang diperoleh. Keuntungan lain adalah berkurangnya biaya overhead yang harus ditanggung.

Electronic Payment System dapat didefinisikan sebagai layanan perbankan modern dengan memanfaatkan teknologi yang dapat meningkatkan kinerja dan memungkinkan berbagai kegiatan dapat dilaksanakan dengan cepat, tepat dan akurat, sehingga akhirnya akan meningkatkan produktifitas (Wardiana, 2002).

Menurut Pohan (2011), sistem pembayaran elektronik adalah sistem pembayaran yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi seperti Integrated Circuit (IC), cryptography atausandi pengamanan data transaksi dan jaringan komunikasi.

Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sistem pembayaran elektronik merupakan sistem pembayaran yang menggunakan

(16)

teknologi dan komunikasi baik berupa Integrated Circuit (IC), cryptography atausandi pengamanan data transaksi dan jaringan komunikasi, sehingga dapat meningkatkan kinerja dan produktifitas.

Kartu pembayaran elektronik terdiri dari kartu kredit (credit card), charge card, kartu debet (debet card), dan cash card. Ada perbedaan signifikan antara kartu-kartu tersebut, baik fungsi maupun konsekuensi penggunaannya. Kartu kredit merupakan salah satu alat pembayaran dengan cara kredit konsumen dapat berbelanja meskipun pada saat itu tidak mempunyai uang. Prinsipnya, konsumen berbelanja dengan cara utang. Lebih dari itu, konsumen diperkenankan membayar utang itu dengan menyicil sejumlah minimum tertentu dari total transaksi. Jumlah pembayaran minimum itu biasanya sebesar 10-20 persen dari saldo tagihan. Tetapi, konsekuensinya terhadap sisa kredit yang belum dilunasi akan dikenakan bunga yang besarnya tergantung pada bank penerbit kartu (issuer). Umumnya tingkat bunga kartu kredit saat ini berkisar antara 3-4 persen per bulan. Selain mesti membayar bunga, jika terlambat membayar konsumen juga akan dikenai denda keterlambatan (late charge).

Berbeda dengan charge card, bila pembayaran utang kartu kredit bisa dicicil, hal itu tidak berlaku bagi charge card. Setiap bulannya konsumen harus membayar penuh semua transaksi yang telah dilakukan dengan menggunakan charge card. Jika tidak dapat membayar penuh, konsumen akan dikenakan denda keterlambatan sebesar persentase tertentu. Tetapi pengguna

(17)

charge card tidak dikenakan bunga apa pun. Cash card adalah kartu untuk menarik uang tunai baik langsung melalui teller bank atau melalui Anjungan Tunai Mandiri ATM dan belakangan ini juga sudah dapat dipergunakan pada toko-toko tertentu. Kartu plastik jenis ini pada dasarnya bukanlah alat pembayaran melainkan hanya mempermudah nasabah agar tidak perlu membawa uang terlalu banyak.

Sementara itu kartu debet merupakan alat pembayaran, seperti juga kartu kredit dan charge card. Hanya saja yang membedakan adalah pola penggunaannya. Kartu debet mensyaratkan pemiliknya memiliki rekening di bank. Ketika pemilik berbelanja dengan menggunakan kartu debet, maka simpanan dalam rekeningnya akan terdebet otomatis sebesar nilai transaksi yang ia lakukan. Dengan kata lain, kartu debet juga kerap didefinisikan sebagai pembayaran tunai tanpa perlu membawa uang tunai. Saat ini ada dua jenis kartu debet. Pertama, kartu debet yang mengharuskan pemiliknya menggunakan personal identification number (PIN) ketika bertransaksi. Jadi, misalnya pemilik berbelanja di sebuah toko dengan menggunakan kartu debet, maka untuk dapat mendebet rekeningnya, terlebih dahulu ia harus memasukkan PIN dan baru kemudian pendebetan bisa dilakukan. Kedua, kartu debet yang mekanisme penggunaannya mirip seperti menggunakan kartu kredit. Artinya, pemilik cukup menyerahkan kartu debetnya kepada pramuniaga dan ia menggesekkannya pada alat elektronik yang on-line dengan bank. Pada saat itu juga rekening pemilik bisa dikurangi sebesar nilai

(18)

transaksi yang dilakukan. Hal ini bisa terjadi, karena di kartu debet pemilik ada semacam sistem magnet sebagai alat verifikasi.

2.1.4 Efisiensi Sistem Pembayaran

Kebijakan Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran di arahkan untuk memastikan terselenggaranya sistem pembayaran yang efisien, cepat dan aman dan andal. Fokus kebijakan Bank Indonesia dalam sistem pembayaran selama tahun 2011 adalah peningkatan keamanan, efisiensi, penguatan infrastruktur sistem pembayaran dan interkoneksi infrastruktur sistem pembayaran. Hal yang melatar belakangi kebijakan tersebut adalah semakin meningkatnya transaksi pembayaran yang dilakukan melalui sistem pembayaran, baik melalui sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement(BI-RTGS), Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia(SKNBI), maupun saluran pembayaran lain seperti kartu kredit,kartu ATM/Debet,Uang Elektronik, dan kegiatan usaha pengiriman uang(KUPU). Kebijakan dan pengembangan sistem yang di tempuh oleh Bank Indonesia selama tahun 2011 antara lain adalah (i) tahapan pengembangan Sistem BI-RTGS dan Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) Generasi II; (ii) penerapan multiple settlement pada Kliring kredit SKNBI;(iii) standardisasi Kartu ATM/Debet berbasis chip;(iv) penyempurnaan ketentuan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK); dan (v) peningkatan layanan pengelolaan rekening pemerintah.

(19)

Sistem pembayaran memiliki peran yang strategis untuk menciptakan stabilitas sistem keuangan dan mendukung pelaksanaan kebijakan moneter. Dalam kegiatan perekonomian,peran strategis sistem pembayaran terutama adalah menjamin terlaksananya berbagai transaksi pembayaran dari kegiatan ekonomi dan kegiatan lainnya yang dilakukan,baik oleh masyarakat maupun dunia usaha.

Kondisi perekonomian indonesia tahun 2011 yang tetap kondusif di tengah berlangsungnya ketidakpastian global menjadi faktor utama meningkatnya aktivitas sistem pembayaran pada tahun tersebut. Perkembangan transaksi sistem pembayaran yang semakin meningkat merupakan gambaran dari kondisi perekonomian indonesia yang mampu berkinerja lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Nilai transaksi melalui sistem pembayaran selama tahun 2011 mencapai RP71,55 ribu triliun atau meningkat 23,21% dari nilai transaksi tahun 2010 yang tercatat sebesar RP58,07 ribu triliun. Sementara itu,dari sisi volume transaksi terjadi peningkatan sebesar 22,66% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Volume transaksi sepanjang tahun 2011 mencapai 2,63 milliar transaksi.

Kebijakan Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran di arahkan untuk memastikan terselenggaranya sistem pembayaran yang efisien,cepat,aman, dan andal. Fokus kebijakan Bank Indonesia dalam sistem pembayaran selama tahun 2011 adalah peningkatan keamanan, efisiensi,

(20)

penguatan infrastruktur sistem pembayaran dan interkoneksi infrastruktur sistem pembayaran.

Prinsip lainnya di dalam sistem pembayaran adalah peningkatan efisiensi. Arah dari prinsip ini adalah menuju efisiensi sistem pembayaran yang pada gilirannya harus dapat mendukung efisiensi perekonomian.

Efisiensi dapat di lihat dari berbagai hal. Terutama efisien dalam operasional yang menyangkut pemanfaatan waktu(efficient timely services). Sistem pembayaran harus dapat memastikan bahwa waktu dalam transaksi pembayaran dapat berjalan sangat efisien. Misalnya penerapan settlement dengan sistem RTGS yang mampu mentransmisikan transfer dana terkait kebijakan moneter secara cepat. Hal ini tentunya juga akan mengurangi lag dengan pengaruh kebijakan moneter yang telah di ambil.

Dalam konteks waktu tadi, tentu juga tidak bisa di lepaskan dari pemilihan jenis teknologi yang di gunakan. Oleh karena itu jenis teknologi yang di gunakan harus dapat mendukung efficient timely service. Pemilihan teknologi juga di maksudkan pada penyediaan. Sistem pembayaran yang murah dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat dan dapat di akses ke seluruh pelosok. Hal itu perlu di pastikan agar dapat mendorong perekonomian lebih efisien.

Walaupun keseragaman dan keselarasan teknologi diantara penyelenggara sistem pembayaran dan peserta merupakan hal yang sangat pokok dalam penerapan efisiensi, namun hal tersebut sangat sulit di lakukan

(21)

mengingat pemilihan teknologi antara satu institusi dengan institusi lain akan berbeda tergantung dengan kebutuhan masing- masing. Akan tetapi standarisasi massage format merupakan salah satu cara yang mungkin tepat untuk mengatasi kendala seperti tersebut diatas.

Sistem BI-RTGS hampir menyerupai sistem pembayaran internasional(SWIFT) dan tidak mengikuti standar lainnya seperti EDIFACT dengan alasan ekonomis dan effort yang besar, serta mengakomodasi kebutuhan informasi dan statistic bagi kepentingan Bank Indonesia. Namun demikian sistem BI-RTGS message format saat ini telah dapat mengakomodasi kebutuhan operasional efisiensi bank khususnya dalam hal interface dari bank ke bank baik sistem internal bank maupun sistem SWIFT.

Efisiensi juga dapat dilihat dari hal yang lebih teknis, misalnya implementasi teknologi tanpa kertas(paperless). Credit note dapat di proses secara paperless, sehingga nota kredit tersebut dapat di proses secara lebih efisien tabpa menggunakan kertas. Dengan demikian, efisiensi dapat di terapkan, dimana sistem kliring dengan menggunakan kertas hanya dilakukan untuk memproses warkat debet saja, sejauh nin warkat debet tidak mungkin untuk dilakukan secara paperless.

Sistem pembayaran yang efisien salah satunya dapat di wujudkan melalui pelayanan jasa sistem pembayaran secara nasional baik secara geografis maupun segmentasi dari pengguna, upaya untuk melakukan pelayanan jasa sistem pembayaran secara nasional dapat di wujudkan melalui

(22)

penerapan sistem RTGS yang memungkinkan bank- bank yang berada di daerah melakukan transaksi yang sama dengan bank- bank yang berada di perkotaan. Upaya lain adalah melalui pengembangan sistem kliring yang terintegrasi secara nasional, dalam implementasi di Indonesia dikenal dengan sistem kliring nasional Bank Indonesia(SKNBI).

Pengembangan sistem pembayaran nasional dalam rangka menunjang prinsip efisiensi di usahakan untuk memaksimalkan penggunaan dari infrastruktur sistem pembayaranbaik yang telah ada saat ini maupun yang akan di kembangkan. Sebagai contoh pengembangan interkoneksi jaringan ATM di antara beberapa provider di harapkan dapat, menekan biaya bagi bank-bank untuk menyediakan infrastruktur tambahan dan secara tidak langsung dapat meningkatkan jasa pelayanan perbankan kepada masyarakat.

Kurangnya koordinasi dan kerja sama di antara lembaga dalam sistem pembayaran nasional dapat berdampak terhadap ketidakefisienan. Terlebih di tengah persaingan bisnis perbankan dalam wujud jumlah cabang, fasilitas dan jasa-jasa perbankan yang di tawarkan kepada masyarakat maupun kalangan usahawan. Hal ini dapat diminimalkan melalui kerja sama pembentukan sepertiself regulated body yang menaungi seluruh penyelenggara pembayaran,sehingga biaya biaya yang timbul untuk kebutuhan suatu infrastruktur sistem pembayaran dapat di sharing secara merata untuk keuntungan bersama.

(23)

2.1.5 Sistem Pembayaran dan Kebijakan Moneter

Awalnya sistem pembayaran dianggap tidak punya keterkaitan dengan hal lain sehingga kerap diabaikan. Akan tetapi sejalan dengan berjalannya waktu, kian disadari betapa sistem pembayaran mempunyai peran instrumental sebagai infrastruktur pendukung pengendalian moneter. Penyelenggaraan sistem pembayaran mempunyai keterkaitan yang sangat erat baik dengan aktivitas perbankan maupun dengan stabilitas moneter. Oleh karena itu pembuatan arsitektur sistem pembayaran perlu disinergikan dengan kepentingan untuk senantiasa meningkatkan pelayanan jasa perbankan dan upaya menjaga stabilitas moneter.Adanya keterkaitan yang sangat erat ini melatarbelakangi pemikiran mengapa fungsi penyelenggaraan dan pengawasan sistem pembayaran di masukkan sebagai salah satu fungsi pokok bank Indonesia, selain di bidang moneter dan pengawasan bank. Ketiga fungsi bank sentral tersebut merupakan pilar-pilar utama untuk menjamin terciptanya stabilitas keuangan dalam perekonomian.

Keterkaitan Dengan Bidang Moneter

Keterkaitan langsung antara sistem pembayaran dan pengendalian kebijakan moneter adalah karena pelaksanaan sistem pembayaran dapat berpengaruh terhadap penggunaan uang di masyarakat. Transaksi pembayaran di antara pelaku ekonomi modern sering kali menggunakan dana di rekening

(24)

bank. Hasil dari proses kliring dan settlement, yaitu rekening satu pihak bertambah atas beban rekening pihak lain.

Dengan demikian,sistem pembayaran adalah penghubung akttivitas ekonomi dan uang. Efisiensi penggunaan uang sangat tergantung dari efisiensi sistem pembayaran. Sebagai contoh,time lag yang terjadi antara intruksi di lakukan dan penyelesaian pembayaran sangat bervariasi, dan berpengaruh terhadap saldo rekening di bank serta kemampuan pelaku untuk melakukan transaksi lainnya. Pengaruh saldo rekening akibat dari time lag di kenal sebagai float, yang merupakan faktor penting dalam keseimbangan money supply dan demand.

Pengembangan sistem pembayaran senantiasa di arahkan untuk terselenggaranya suatu sistem pembayaran yang efisien,cepat, dan aman. Hal ini bukan hanya sangat penting bagi pelayanan jasa perbankan untuk memenuhi tuntutan pengguna jasa perbankan yang semakin dinamis tetapi juga sangat penting dalam menunjang sistem pengaturan dan pengawasan bank serta bagi implementasi kebijakan moneter yang efektif dan efisien. Sistem pembayaran yang efisien, cepat dan aman merupakan tulang punggung (back bone)tercapainya suatu operasi moneter yang efektif dan efisien.

Dalam pengendalian moneter tidak langsung seperti diterapkan di kebanyakan Negara dewasa ini termasuk Indonesia sejak 1983,proses transmisi kebijakan sepenuhnya terjadi melalui dunia perbankan.kegagalan

(25)

sistem setelmen antar bank secara langsung akan berdampak pada tidak tercapainya target target moneter dalam jangka pendek. Injeksi atau kontraksi uang melalui operasi pasar terbuka tidak akan efektif kalau terjadi kegagalan dalam transaksi pembayaran sentelmen antar bank. Uang akan berhenti mengalir dari satu pelaku ekonomi ke pelaku lainnya.

Kegagalan setelmen yang bersifat sementara, dengan berbagai alasan, bagaimana pun akan memberikan gejolak pada kondisi moneter karena akan terjadi gap liquiditas di pasar uang, pihak yang defisit tidak dapat ditutupi oleh pihak yang surplus. Kegagalan setelmen yang berjangka lama dampaknya tentu akan semakin serius yang pada gilirannya dapat menyebabkan terhentinya proses intermediasi perbankan dan lumpuhnya operasi moneter.

Dewasa ini, masalah masalah setelmen seperti ini sudah dapat diatasi dengan adanya inovasi teknologi informasi yang menyediakan infrastruktur pendukung bagi terlaksananya suatu sistem pembayaran yang efisien,tepat,dan murah. Desain dari blue print sistem pembayaran nasional yang di buat tahun 1996 telah memerhatikan berbagai kepentingan di atas termasuk mengantisipasi perkembangan teknologi informasi. Akan tetapi mengingat perkembangan teknologi informasi yang sedemikian cepat dewasa ini,desain dari blue print SPN memerlukan penyesuaian dari waktu ke waktu.

(26)

Berkaitan dengan fungsi bank sentral dalam mengendalikan kebijaksanaan moneter, perhatian utama bank sentral adalah pelaksanaan setelmen di bank sentral,karena setelmen merupakan muara seluruh transaksi keuangan. Melalui same day settlement bank- bank dapat dapat memperkirakan kebutuhan liquiditasnya dengan cepat, demikian pula dengan bank sentral dapat mengetahui money supply dan demand yang sebenarnya.

Pengoperasian transfer uang antar bank secara otomasi, khususnya yang berjumlah besar(automated large value interbank funds transfer) merupakan komponen infrastruktur penting dalam pasar keuangan yang modern. Fungsi utamanya adalah mempercepat komunikasi,pemrosesan, dan pelaksanaan sistem setelmen pembayaran.

Dari sudut pandang makroekonomi,automated large value interbank funds transfer dapat menjembatani kebutuhan pasar uang dan secara keseluruhan mempengaruhi kondisi moneter di suatu Negara. Karena melalui otomasi transfer dana antar bank dalam jumlah besar(automated large value interbank transfer system) informasi mengenai kondisi moneter Negara dapat di ketahui secara akurat. Selain itu, penerapan kebijaksanaan moneter di suatu tempat dengan cepat akan memengaruhi daerah lain.

Dari sudut pandang mikroekonomi penerapan automated large value interbank transfer system akan meningkatkan kemampuan liquiditas bagi bank bank maupun invidu lainnya. Pasar yang liquid dapat mengurangi

(27)

ketergantungan bank bank terhadap bank sentral, dan meningkatkan penerapan reserve requirement yang berorientasi pada pasar.

Selain itu, pasar uang antar bank yang liquid dapat meningkatkan fleksibilitas penerapan kebijaksanaan moneter bank sentral. Kondisi pasar uang yang liquid memungkinkan bank sentral dapat menerapkan kebijaksanaan moneter secara langsung dan akurat, selain itu memungkinkan bank- bank dengan cepat menyesuaikan posisi reserve requirementnya.

Di samping itu, baru di sadari pula bahwa sistem pembayaran itu sendiri mengandung resiko instabilitas. Ini kalau tidak di pahami,dan karena itu tidak di handle dengan benar, akan mengakibatkan instabilitas yang lain. Resiko- resiko yang terkandung di dalam setiap sistem pembayaran terutama sitem yang menghandle pembayaran pembayaran antar bank yang bernilai besar-besar, cukup ragam, mulai dari resiko liquiditas dan resiko kredit sampai resiko hukum dan resiko reputasi. Yang paling di takuti adalah resiko sistemik(systemic risk). Kalau yang terakhir ini terjadi maka ia bisa menumbangkan atau paling tidak menimbulkan kerugian yang tidak sedikit terhadap para playernya dan bahkan bisa mengakibatkan kerugian besar bagi penyelenggra sistem itu sendiri.

(28)

2.2 Tingkat Bunga

Tingkat bunga menurut Keynes merupakan suatu fenomena moneter. Artinya tingkat bunga dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan akan uang. Uang sangat mempengaruhi kegiatan ekonomi sepanjang uang mempengaruhi tingkat bunga. Perubahan tingkat bunga akan mempengaruhi keinginan untuk mengadakan investasi dan dengan demikian akan mempengaruhi pendapatan nasional. Salah satu dari tingkat bunga yang mempengaruhi kegiatan investasi tersebut adalah bunga bank.

Menurut Kasmir (2008), bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank yang berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya. Bunga dapat juga diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dengan yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh pinjaman).

Dalam kegiatan perbankan sehari-hari ada dua macam bunga yang diberikan kepada nasabahnya yaitu sebagai berikut:

a. Bunga Simpanan

Bunga simpanan adalah bunga yang diberikan sebagai rangsangan atau balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Bungan simpanan merupakan harga yang harus dibayar bank kepada nasabahnya seperti: jasa giro, bunga tabungan, dan bunga deposito.

b. Bunga Pinjaman

Bunga pinjaman adalah bunga yang diberikan kepada para peminjam atau harga yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank seperti bunga kredit.

(29)

Kedua macam bunga ini merupakan komponen utama faktor biaya dan pendapatan bagi bank. Bunga simpanan merupakan biaya dana yang harus dikeluarkan kepada nasabah sedangkan bunga pinjaman merupakan pendapatan yang diterima dari nasabah. Baik bunga simpanan maupun bunga pinjaman masing-masing saling mempengaruhi satu sama lain. Jika bunga simpanan tinggi, maka secara otomatis bunga pinjaman juga terpengaruh ikut naik dan demikian pula sebaliknya.

2.3 Penelitian Terdahulu

NO Nama Penulis Judul Variable Penelitian Hasil Kajian

1 Tiara Nirmala (2011) Effect of increasing use the card payment equipment on the indonesian economy

M1 dan M2 Mengatakan bahwa

kepemilikan tunai menurun,sementara stok uang M1 dan M2 meningkat. 2 Ahmad Hafidh Saiful Fikri,M. Si. (2014) Analisis transaksi non-tunai(cash-less transaction) dalam mempengaruhi permintaan uang (money demand) guna mewujudkan perekonomian indonesia yang efisien. APMK(Kartu Kredit,Kartu ATM,Kartu Debit) Mengatakan bahwa penggunaan APMK(kartu kredit,kartu ATM,kartu debit) secara parsial berpengaruh negatif dan signifikan sedangkan e-money berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan uang kartal di indonesia dalam jangka pendek. 3 Dharfan Aprianto dkk Perkembangan Uang Elektronik Dan Kartu Kredit Di Indonesia alat pembayaran berbasis kartu (Kartu Kredit, Kartu Debit,dan Kartu ATM) dan

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah mendorong

(30)

Periode 2007 – 2012 berbasis elektronik (uang elektronik/e-money). pembayaran berbasis kartu khususnya kartu kredit dan berbasis elektronik (uang elektronik/e-money). Jumlah penggunaan kartu kredit dan uang elektronik di indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun mulai tahun 2007 hingga tahun 2012. Pada tahun 2012 pengguna kartu kredit mengalami

peningkatan dari tahun 2007 yaitu sebesar 28,31% (9,17 juta pengguna pada tahun 2007 menjadi 14,81 juta pengguna pada tahun 2007 menjadi 14,81 juta pengguna pada tahun 2012), begitu juga dengan uang elektronik yang mengalami

peningkatan dari 1,25 juta pada tahun 2007. menjadi 17,50 juta pada tahun 2012.

4 Sing Sumanjeet Emergence of

payment systems in the age of electronic commerce: the stat of art

Online credit, card payment, system online, electronic cash

system,electronic cheque system and smart cards based electronic payment system. Pembayaran online,pembayaran menggunakan kartu,sistem pembayaran tem

Kartu Kredit, Kartu Debit, dan uang elektronik sangatlah penting terutama kartu debit yang di harapkan dapat menggantikan sistem pembayaran elektronik juga di pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tergantung pada pilihan pengguna, kemudahan penggunaan, biaya,persetujuan

(31)

cek, sistem ran berdasarkan kartu debit. otorisasi, keamanan,pengesahan, kemudahan akses, keandalan, dan kebijakan umum. 5 Kepha Nyankora Getembe(2013) Electronic Money Transfer System And Business Process Management Among Commercial Banks In Kenya Sistem transfer elektronik, Bank Komersial, preference. Dari 25 responden yang di targetkan untuk penelitian kasus ini,20 responden memberikan

tanggapan positif dari kuisioner yakni sebesar 80%. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi sistem pembayaran elektronik di antaranya adalah biaya,

panjangnya antrian, dan keefisienan waktu. Banyak responden menggunakan sistem transfer uang karena keuntungan yang di tawarkan oleh perusahaan kepada mereka keuntungan yang paling banyak di pilih oleh responden adalah keefisienan seperti transaksi dapat di lakukan dengan cepat tanpa harus datang ke bank.

(32)

2.4 Kerangka Konseptual

Sistem pembayaran merupakan suatu sistem yang tidak dapat dipisahkan dari perekenomian. Sistem pembayaran memegang peranan yang sangat penting baik di masyarakat maupun di pemerintahan. Sistem pembayaran dapat dilakukan secara tunai dan non-tunai. Dimana sistem pembayaran tunai dilakukan dengan menggunakan uang kartal, sementara pembayaran non-tunai dilakukan dengan menggunakan uang giral.

Transaksi non-tunai diperkenalkan kepada masyarakat dengan tujuan untuk mengurangi jumlah uang yang beredar dimasyarakat, sehingga dapat mengendalikan laju inflasi dan dapat meningkatkan efisiensi bagi pemerintah. Dengan adanya transaksi non-tunai maka jumlah uang yang beredar dimasyarakat akan menjadi semakin berkurang dan tingkat permintaan akan uang kartal menjadi lebih sedikit atau menurun. Salah satu pembayaran non-tunai tersebut adalah pembayaran menggunakan uang elektronik.

Dari penjelasan tersebut penulis ingin menganalisis apakah sistem pembayaran menggunakan uang elektronik (transaksi APMK, transaksi Kliringdan suku bunga tabungan) mempengaruhi tingkat permintaan uang kartal.

(33)

1

Gambar 2.6

2.5 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang menjadi objek penelitian, yang kebenarannya masih perlu dibuktikan atau diuji secara empiris. Berdasarkan permasalahan, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Transaksi pembayaran menggunakan uang elektronik berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap permintaan uang kartal di Indonesia.

2) Transaksi kliring berpengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan uang kartal di Indonesia.

3) Suku bunga deposito memiliki hubungan negatif terhadap transaksi non tunai di Indonesia. PERMINTAAN UANG KARTAL Transaksi Menggunakan Uang Elektronik Transaksi APMK Transaksi Kliring Suku Bunga Deposito

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Antara Waktu Yang Tertutupi :

1. Bagi siswa, dapat meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa, khususnya mata pelajaran IPA. Siswa lebih memahami materi yang disampaikan guru dan

Sesuai Peraturan Bank Indonesia sebagaimana telah ditetapkan batas minimal rasio penyisihan aktiva produktif yang dibentuk terhadap penyisihan penghapusan aktiva produktif yang wajib

Sehubungan dengan jadwal e-proc kegiatan Belanja Pengadaan Bahan dan Alat Pelajaran SD Negeri pada Dinas Pendidikan Kota Singkawang telah memasuki tahap Pembuktian

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi administrasi,evaluasi teknis, evaluasi harga dan evaluasi kualifikasi serta formulir isian Dokumen Kualifikasi untuk

Bahwa benar Terdakwa bertamu ke rumah Saksi-1 kemudian Terdakwa meminjam sepeda motor Saksi 1 kepada Saksi-2 dengan alasan sepeda motor tersebut hanya dipinjam

Murni Julianti (2014) melakukan penelitian tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak orang pribadi untuk membayar pajak yang dimoderasi oleh