• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Gambar 1. Scanning Electron Microscope (SEM), dengan pembesaran 20x. Menunjukkan bahwa terdapat smear layer pada permukaaan saluran akar yang terinstrumentasi

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Kesuksesan perawatan endodontik dari pulpa gigi yang tidak sehat tergantung pada beberapa faktor seperti cleaning dan shaping yang baik, desinfeksi dan obturasi yang adekuat pada saluran akar. Tetapi preparasi saluran akar (cleaning and shaping) dengan instrumen endodonti akan menyebabkan terbentuknya lapisan mikro pada dinding saluran akar, yang dikenal sebagai smear layer yang mana telah menjadi perdebatan oleh para endodontis.5

2.1Smear Layer dalam Endodontik

Endodonti smear layer telah dikenal sebagai lapisan material yang menutupi/melapisi dinding saluran akar yang dipreparasi. Material tersebut selalu dihasilkan ketika permukaan dentin dipreparasi. Menurut Madder et al serta Safer dan Zapke bahwa smear layer ditemukan hanya pada bagian yang terinstrumentasi dari dinding saluran akar, dan tidak ditemukan pada daerah yang tidak terinstrumentasi.19

(2)

Sejak smear layer dideskripsikan untuk pertama kali, maka smear layer menjadi kontroversi dan terus didiskusikan. Alasan utamanya adalah karena morfologi, komposisi dan karakter biologisnya yang masih belum diketahui. Tetapi banyak kontroversi pada para peneliti bahwa apakah smear layer harus dihilangkan atau tidak tersebut dari permukaan saluran akar. Argumen utama dari para ilmuan untuk penyingkiran smear layer, bahwa kenyataannya lapisan ini mengisi tubulus dentin pada saluran akar dan mengakibatkan medikasi saluran akar terhambat dan menurunkan efek desinfektan selama perawatan endodonti.5

Smear layer mengandung sejumlah besar bahan organik yang dapat bertindak sebagai pemicu untuk faktor iritasi pada saluran akar dan dapat mempengaruhi penyakit lebih parah pada struktur periapeks dari gigi. Ketika lapisan smear layer diangkat dari dinding saluran akar sebelum obturasi, maka adaptasi serta adhesi dari material akan menjadi meningkat, sehingga dapat mencegah terjadinya mikrolekage. Pada saat saluran akar dipreparsi manual/mekanik, struktur spesifik langsung terbentuk pada permukaan dentin, yang mana melapisi tekstur dentin dan menutup tubulus dentin. Lapisan ini merupakan konsekuensi dari instrumentasi yang terdiri dari partikel organik dan anorganik dari dentin yang dipreparasi, fragmen-fragmen pulpa yang vital ataupun nekrotik, sel-sel odontoblas, mikroorganisme dan sel-sel darah.5

Hasil analisis dengan scanning electron microscope (SEM), smear layer pada saluran akar terlihat tidak beraturan dengan permukaan yang berbutir-butir. Smear layer terdiri atas dua bagian, yaitu : (a) superfisial, lapisan tipis dan melekat pada dinding dentin dan (b) underlying, yang mana melekat pada dentin di tubulus dentinnya.5,19 Secara kimia, smear layer punya dua komponen yaitu organik dan anorganik. Organik terdiri dari fiber-fiber kolagen dentin dan glycosaminoglycane yang berasal dari matriks ekstraseluler. Beberapa yang didominasi oleh anorganik adalah hidroksiapatit, bakteri (saluran akar yang terkontaminasi dengan instrumen yang tidak steril).5

(3)

Gambar 2. Penentuan skor Torabinejad dengan menggunakan SEM pada pembesaran 1000x. (1) = tidak ada smear layer pada permukaan saluran akar; seluruh tubulus bersih dan terbuka.; (2) = moderate smear layer. Tidak ada smear layer yang terlihat pada permukaan saluran akar, tetapi tubulus dentin terdapat smear layer; (3) = heavy smear layer. Smear layer melapisi permukaan saluran akar dan tubulus dentin.

Variasi dari ketebalan dan komposisi smear layer pada permukaan saluran akar disebabkan oleh anatomi saluran akar, sifat jaringan dentin (usia pasien, nektrotik/vitalnya jaringan pulpa), teknik preparasi (manual, mekanik), kuantitas dan tipe bahan irigasi contohnya teknik irigasi (ukuran jarum, blunt perforated needle).5 Ketebalan dari smear layer juga tergantung pada keadaan dentin, apakah dentin terpreparasi dalam keadaan kering atau basah.6 Ahlquist et al mengatakan bahwa saluran akar yang dipreparasi secara manual menghasilkan smear layer yang lebih sedikit dibandingkan dengan rotary instrumen.19

Ketebalan lapisan smear layer tergantung pada instrumentasi. Kedalaman superfisial adalah 1-2 µm, walaupun kedalaman lapisan yang masuk kedalam tubulus

(4)

dentin dapat mencapai 40 µm.5,6 Branstrom dan Johnson serta Mader et al menyimpulkan bahwa fenomena dapat masuknya smear layer ke dalam tubulus dentin merupakan aksi dari bur/instrument. Cengiz et al memperkirakan bahwa penetrasi smear layer kedalam tubulus dentin terjadi karena adanya aksi kapiler yang menghasilkan gaya adhesive antara tubulus dentin dan material smear layer.6

Banyak bakteri yang dapat terdeteksi pada smear layer yang ada pada dinding saluran akar. Mengingat bahwa kompleksnya morfologi saluran akar dan beberapa permukaan saluran akar yang tidak dapat dicapai instrumentasi endodontik. Maka sangat mungkin beberapa jumlah bakteri tertinggal dalam saluran akar. Itu berarti bahwa bakteri pada seluruh permukaan saluran akar dan di tubulus dentin dari saluran akar dapat terinfeksi. Bakteri tersebut kemungkinan dapat berkembang pada smear layer ini.5

Banyak hal yang dapat mempengaruhi terbentuknya smear layer. Beberapa hal diantaranya sesuatu yang dapat tidak dapat dimodifikasi seperti morfologi saluran akar, kurva saluran akar dan beberapa hal yang dapat dimodifikasi adalah pemilihan instrumentasi, teknik preparasi (step-back , crown-down) dan lainnya.5

2.2Irigasi dalam Perawatan Endodonti

Dari tahun ke tahun, banyak jenis bahan irigasi yang telah digunakan dan dikembangkan untuk mencapai kesuksesan endodonti dalam melarutkan jaringan dan mencegah kontaminasi ulang dari bakteri. Kesuksesan perawatan saluran akar ditentukan berdasarkan diagnosa dan perencanaan perawatan yang akan diberikan mengaplikasikan pengetahuan tentang morfologi gigi dan anatomi saluran akar dan melakukan debridemen, desinfeksi dan obturasi.4

Saluran akar dapat dibentuk dengan manual atau rotary instrumen seiring dengan irigasi untuk mengangkat jaringan nekrotik, mikroba/biofilm, dan sisa-sisa dari saluran akar. Beberapa penelitian dengan menggunakan teknik canggih seperti microcomputed tomography (CT) scanning telah menunjukkan bahwa masih terdapat beberapa daerah didinding saluran akar yang tidak tersentuh oleh instrumen, maka dari itu peneliti tersebut menekankan pentingnya irigasi dalam cleaning dan shaping

(5)

pada saluran akar. Bahan irigasi yang optimal biasanya merupakan gabungan dari dua atau beberapa larutan irigasi untuk mencapai tujuan irigasi yang aman dan efektif, karena tidak semua larutan irigasi memiliki seluruh sifat-sifat ideal dari larutan irigasi. Oleh karena itu, banyak senyawa digunakan sebagai bahan irigasi yang telah dimodifikasi secara kimia dan telah dikembangkan untuk meningkatkan penetrasi dan efektivitas dari bahan irigasi.4

Syarat ideal dari bahan irigasi :1,4,7

• Membantu debridement dari saluran akar

• Melarutkan debris dan jaringan nekrotik pada daerah yang tidak dapat dicapai saat instrumentasi. Bahan irigasi dapat melarutkan dan memisahkan jaringan lunak dan jaringan keras serta sisa-sisa debris. Dan juga memiliki kemampuan melarutkan bahan anorganik.

• Tegangan permukaan yang rendah. Larutan irigasi harus memiliki tegangan permukaan yang rendah agar dapat dengan mudah mengalir pada daerah yang tidak tercapai.

• Tidak toksik, sterilisasi dan desinfeksi

• Lubrikasi akan membantu instrumen pada saat menyusuri saluran akar

• Mengangkat smear layer. Larutan irigasi harus dapat mencegah terbentuknya smear layer selama instrumentasi dan setelah itu mengangkat smear layer tersebut.

2.3Jenis bahan irigasi

2.3.1 Sodium Hipoklorit

Sodium hipoklorit merupakan larutan berwarna hijau kuning dengan bau yang kuat dari klorin serta mudah larut dengan air dan akan terurai oleh cahaya. Sodium hipoklorit diperkenalkan pertama kali saat Perang Dunia I oleh Henry Drysdale Dakin untuk merawat luka infeksi.7 Sodium hipoklorit adalah irigasi alkalin yang memiliki pH 11-12.Pada tahun 1936 oleh walker menyarankan menggunakan sodium

(6)

hipoklorit untuk perawatan saluran akar. Oleh Grossman mendemonstrasikan tentang kemampuan soda chlorinated (sodium hipoklorit 5%) dalam melarutkan jaringan.7 Sekarang ini konsentrasi dari sodium hipoklorit masih menjadi perdebatan beberapa peneliti menyarankan 5.25% (Harisson), yang lain menyatakan konsentrasi 3% atau 0.5% ( Spangberg et al, Baumgartner dan Cuenin ).3

Sodium hipoklorit telah digunakan sebagai salah satu bahan irigasi yang efektif terhadap bakteri spektrum luas dan melarutkan jaringan nekrotik. Keuntungannya juga sebagai desinfektan dengan melepaskan chloramies.8 Menurut Spanberg bahwa sodium hipoklorit 0.5% cukup untuk membuktikan dalam membunuh kuman dengan toksisitas yang rendah dibandingkan dengan sodium hipoklorit 5%.7

Sodium hipoklorit meningkatkan kemampuannya dalam melarutkan jaringan jika terjadi peningkatan temperatur dari larutan tersebut. Sodium hipoklorit dapat melarutkan sisa pulpa (vital atau nekrotik), komponen organik dari dentin, komponen organik dari smear layer. Tetapi sodium hipoklorit belum memiliki kemampuan yang sempurna dalam mengangkat smear layer.21

Telah diteliti sodium hipklorit beraksi dengan organik dan asam lemak maka akan berubah membentuk sabun (soap) dan glycerol (alkohol) dari asam lemak, yang mana dapat menurunkan tegangan permukaan.20,21

Gambar 3. Reaksi Sodium Hipoklorit dan Asam Lemak

Sodium hipoklorit juga dapat menetralisir asam amino menjadi air dan garam. HOCl- merupakan senyawa yang dihasilkan dari sodium hipoklorit, saat berkontak dengan jaringan organik maka jaringan tersebut akan larut, dan akan menghasilkan

Gliserin Asam lemak Natrium

(7)

chlorine yang mana akan berkombinasi dengan protein amino yang disebut chloramines yang dapat menghambat metabolisme sel dari bakteri.20,21

Gambar 4. Reaksi Sodium Hipoklorit dan Asam amino

Gambar 5. Reaksi Chloramine

Bagaimanapun juga telah dibuktikan bahwa sodium hipoklorit toksik terhadap jaringan vital, dapat menyebabkan hemolisis, ulser, dan kematian jaringan (Phasley et al). Oleh Becking melaporkan 3 kasus karena terjadi ekstrusi sodium hipoklorit ke jaringan periapikal yang mana menyebabkan pembengkakan, rasa sakit, dan parastesi. Oleh Kaufman dan Keila melaporkan adanya kasus hipersensitivitas terhadap sodium hipoklorit. Oleh Ehrich et al melaporkan adanya pasien yang tidak menyukai rasa dari sodium hipoklorit. Sodium hipoklorit juga korosif terhadap metal dan dapat merusakkan instrumen saat instrumentasi.3,8

Asam amino Natrium Hidroksida

Garam Air

Asam amino Asam

Hipoklorit

(8)

Adapun keuntungan dari sodium hipoklorit:7

• Kemampuan mengalirkan debris dari saluran akar • Kemampuan melarutkan jaringan

• Aksi antimikrobialnya dan bleaching • Aksi lubrikasi

Sedangkan, kerugiannya dari sodium hipoklorit:7

• Akan menyebabkan iritasi pada jaringan jika terjadi ekstrusi ke jaringan periapikal.

• Dapat menyebakan inflamasi ginggiva

• Karena tegangan permukaannya tergolong tinggi sehingga kemampuan dalam melembabkan dentin berkurang.

• Memiliki bau yang tidak menyenangkan • Memiliki rasa yang tidak enak

• Uap dari sodium hipoklorit tersebut dapat mengiritasi mata • Memiliki sifat korosif sehingga dapat merusak instrumen.

2.3.2 Hidrogen Peroksida

Hidrogen peroksida merupakan larutan irigasi yang tidak memiliki bau tidak sedap. Larutan irigasi yang biasa digunakan adalah 3% hidrogen peroksida. Larutan ini sangat tidak stabil dan sangat mudah terdekomposisi oleh panas dan cahaya. Larutan ini akan cepat berdekompisisi menjadi H2O + (O) (air dan oksigen). Saat larutan berkontak dengan enzim-enzim katalase yang ada dijaringan dan peroksida maka (O) akan memiliki efek sebagai bakterisidal. Tetapi reaksi ini tidak akan bertahan lama dan akan berkurang karena adanya komponen organik dari debris. Senyawa (O) jika berekasi dengan komponen organik dari jaringan akan menghasilkan gelembung-gelembung sehingga dapat mengangkat jaringan nekrotik dan debris-debris yang ada ke permukaan.7

Bagaimanapun juga hydrogen peroksida tidak dapat digunakan sebagai larutan irigasi tunggal, karena dapat berekasi dengan debris – debris dipulpa dan darah

(9)

sehingga memproduksi gas yang dapat meningkatkan tekanan di dalam gigi sehingga menghasilkan rasa sakit.7

2.3.3 Klorheksidin

Klorheksidin pertama kali dikembangan pada tahun 1940 pada penelitian laboratorium dan merupakan basa kuat dan bentuknya lebih stabil. Klorheksidin cukup popular sebagai larutan irigasi dan medikamen intrakanal. Larutan ini menunjukkan aktifitas yang optimal sebagai antimikrobial pada pH 5.5-7.0.7

Klorheksidin biasa digunakan sebagai desinfeksi karena antimikrobial spektrum luas dan memiliki toksisitas yang rendah. Salah satu sifat yang sangat popular dari klorheksidin adalah subtansivitasnya karena CHX dapat berikatan dengan jaringan keras dan tetap bersifat antimikrobial. Pada konsentrasi 2 dan 0.2% klorheksidin akan menyebabkan aktivitas antimikrobial yang berkelanjutan selama 72 jam jika digunakan sebagai bahan irigasi. Mekanisme antibakterinya terkait dengan stuktur molekul cationic bisbiguanide. Klorheksidin dapat menembus dinding sel mikroba atau lapisan terluar dari membrane tersebut dan menyerang sitoplasma bakteri atau plasma membran dari jamur.4,7

Klorheksidin dapat digunakan sebagai irigasi pada konsentrasi 2%. Pada klorheksidin 2%, larutan ini sifat antimicrobial sama dengan 5.25% sodium hipoklorit dan lebih efektif terhadap Enterecoccus faecalis. Beberapa penelitian telah membandingkan efek antibakteri pada sodium hipoklorit dan 2% klorheksidin terhadap infeksi intrakanal. Hasilnya sedikit menunjukkan atau hampir tidak ada perbedaan dari efektivitas antimicrobial dari masing-masing larutan.4

Klorheksidin dapat bekerja sebagai antiseptik yang mana sangat berguna dalam mengontrol plak didalam rongga mulut pada konsentrasi 0.2%. Pada konsentrasi rendah sifatnya akan menjadi bakteriostatik, sedangkan pada konsentrasi yang tinggi klorheksidin akan menyebabkan koagulasi dan presipitasi dari sitoplasma dan bersifat bakterisid.7 Klorheksidin tidak memiliki beberapa karakteristik yang tidak diinginkan dari sodium hipoklorit (seperti bau yang tidak menyenangkan dan iritasi pada jaringan periapikal). Bagaimanapun juga, klorheksidin tidak memiliki

(10)

kemampuan melarutkan jaringan dan mengangkat smear layer, oleh karena itu bahan tersebut tidak dapat menggantikan sodium hipoklorit.4

Adapun keuntungan dan kegunaan dari klorheksidin:7

1. Pada konsentrasi 2% larutan ini dapat digunakan sebagai bahan irigasi 2. Pada konsentrasi 0.2% larutan ini dapat digunakan sebagai control plak 3. Lebih efektif terhadap bakteri gram positif

Sedangkan kerugian dari klorheksidin :7

1. Tidak disarankan sebagai standar bahan irigasi untuk perawatan endodonti 2. Tidak dapat melarutkan sisa-sisa jaringan nekrotik

2.3.4 Ethylene Diaminetetraacetate (EDTA)

Untuk membersihkan saluran akar dibutuhkan bahan irigasi yang dapat melarutkan bahan organik dan inorganik. EDTA efektif melarutkan senyawa anorganik. Larutan ini hampir tidak memiliki efek terhadap jaringan organik dan jika larutan ini digunakan secara tunggal maka EDTA tidak memiliki sifat antibakterial.4 EDTA merupakan bahan irigasi chelator yang paling sering digunakan dalam perawatan saluran akar. Bahan irigasi chelator amat penting dalam pembersihan saluran akar karena kemampuannya dalam mengeliminasi jaringan anorganik seperti smear layer.5 Konsentrasi EDTA yang biasa digunakan dalam perawatan saluran akar adalah 10-17%.4,22 Bentuk sediaan EDTA terdapat 2 tipe, yaitu berbentuk pasta dan berbentuk cairan. Penelitian Chen & Chang menunjukkan bahwa EDTA dalam bentuk cairan lebih efektif dalam mengeliminasi smear layer, terutamanya pada 1/3 apikal saluran akar. Peneliti berpendapat bahwa EDTA yang berbentuk pasta tidak dapat mengalir ke 1/3 apikal saluran akar karena konsistensinya yang lebih padat.23

EDTA yang biasa digunakan adalah konsentrasi 17%. Beberapa kasus melaporkan beberapa konsentrasi yang lebih rendah dari EDTA (10%, 5% ataupun 1%) dapat mengangkat smear layer dan hampir sama efektifnya dengan NaOCl.4 EDTA tidak mempunyai efek antibakteri dan tidak dapat melarutkan jaringan organik sehingga smear layer tidak dapat dieliminasi dengan hanya aplikasi EDTA. Hal ini

(11)

Gambar 6. Struktur Senyawa Kitin

karena smear layer terdiri dari jaringan anorganik dan organik, yaitu debris dentin, sisa jaringan pulpa, sisa sel odontoblast, mikroorganisme dan sel-sel darah.5 Maka, kombinasi NaOCl dan EDTA secara penggantian dianjurkan untuk mendapatkan efek eliminasi smear layer dan mikroorganisme yang maksimum.22

Mekanisme EDTA dalam mengeliminasi jaringan anorganik merupakan demineralisasi jaringan anorganik sehingga terlarut dalam bahan irigasi.22 EDTA bereaksi dengan jaringan anorganik dan menggantikan ion kalsium dengan ion natrium sehingga membentuk senyawa yang dapat terlarut dalam bahan irigasi.23 Maka, waktu aplikasi EDTA harus dikendali dengan baik agar tidak terjadi demineralisasi pada dentin radikular yang dapat melemahkan struktur jaringan gigi. Waktu aplikasi EDTA yang dianjurkan adalah 1 menit.24

2.4Kitosan

Kitosan adalah poli-(2-amino-2-deoksi-β-(1-4)-D-glukopiranosa) dengan rumus molekul (C6H11NO4)n yang diperoleh dari deasitilasi kitin. Kitosan juga dijumpai secara alamiah di beberapa organisme. Proses deasitilasi kitosan dapat dilakukan dengan cara kimiawi maupun enzimatik. Proses kimiawi menggunakan basa, misalnya NaOH, dan dapat menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi yang tinggi, yaitu mencapai 85-93%. Namun, proses kimiawi menghasilkan kitosan dengan bobot molekul yang beragam dan deasitilasinya juga sangat acak, sehingga sifat fisik dan kimia kitosan itu tidak seragam. Proses enzimatik dapat menutupi kekurangan proses kimiawi. Pada dasarnya deasetilasi secara enzimatik bersifat selektif dan tidak merusak struktur rantai kitosan, sehingga menghasilkan kitosan dengan karakteristik yang lebih seragam agar dapat memperluas bidang aplikasinya.13

(12)

Gambar 7. Struktur Senyawa Kitosan (dari hasil deasetilasi dengan NaOH Pekat)

Kitosan larut pada kebanyakan larutan asam organik pada pH sekitar 4,0, tetapi tidak larut pada pH lebih besar dari 6,5, juga tidak larut dalam pelarut air, alkohol dan aseton. Dalam asam mineral pekat seperti HCl dan HNO3, kitosan larut pada konsentrasi 0,15-1,1%, tetapi tidak larut pada konsentrasi 10%. Kitosan tidak larut dalam H2SO4 pada berbagai konsentrasi, sedangkan didalam H3PO4 tidak larut pada konsentrasi 1% sementara pada konsentrasi 0,1% sedikit larut. Perlu untuk kita ketahui, bahwa kelarutan kitosan dipengaruhi oleh bobot molekul, derajat deasitilasi, dan rotasi spesifiknya yang beragam bergantung pada sumber dan metode isolasi serta transformasinya.13

Berdasarkan viskositasnya, berat molekul kitosan terbagi tiga, yaitu: kitosan bermolekul rendah, bermolekul sedang dan bermolekul tinggi. Kitosan bermolekul rendah dengan berat molekul dibawah 400.000 Mv dan bermolekul sedang dengan berat molekul 400.000-800.000 Mv berasal dari hewan laut dengan cangkang atau kulit yang lunak misalnya udang, cumi-cumi dan rajungan. Untuk kitosan bermolekul tinggi biasanya berasal dari hewan laut bercangkang keras, misalnya kepiting, kerang dan blangkas, dengan berat molekulnya 800.000-1.100.000 Mv.14

Ciri-ciri kitosan bergantung pada sumber (asal) bahan baku, derajat deasetilasi (DD), distribusi gugus asetil, gugus amino, panjang rantai dan distribusi bobot molekul. Sifat-sifat kitosan dihubungkan dengan adanya gugus-gugus amino dan hidroksil yang terikat. Adanya gugus tersebut menyebabkan kitosan mempunyai

(13)

Gambar 8. Cangkang Blangkas (Tachypleus gigas)

reaktifitas kimia yang tinggi dan penyumbang sifat polielektrolit kation, sehingga dapat berperan sebagai amino pengganti (amino exchanger).25

2.4.1 Kitosan Blangkas

Kitosan blangkas merupakan kitosan bermolekul tinggi yang diperoleh dari cangkang blangkas. Kitosan Blangkas yang diuji oleh Trimurni et al mempunyai derajat deasetilasi 84,20% dengan berat molekul 893.000 MV.14

Dari penelitian tersebut diketahui bahwa kitosan molekul tinggi yang diperoleh dari blangkas dapat memacu dentinogenesis jika dipakai sebagai bahan pulp caping.14 Tarigan Gita dan Trimurni juga membuktikan bahwa kitosan blangkas dapat menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans.26 Feby dan Trimurni juga membuktikan bahwa kitosan blangkas bermolekul tinggi memiliki efek antibakteri terhadap Fusobacterium nucleatum.27 Daya hambat kitosan terhadap bakteri disebabkan karena terjadinya proses pengikatan sel bakteri pada dindingnya oleh kitosan. Kitosan tersebut memiliki gugus NH2 yang merupakan sisi reaktif yang dapat berikatan dengan protein dinding sel bakteri, terjadinya proses pengikatan ini disebabkan oleh perbedaan keelektronegatifan antara kitosan dengan permukaan sel bakteri.25

(14)

2.4.2 Aplikasi Klinis Kitosan

Aplikasi kitosan banyak dimanfaatkan di berbagai bidang, diantaranya bidang pangan, mikrobiologi, kesehatan, dan pertanian. Aplikasi kitosan dalam bidang pangan salah satunya sebagai makanan berserat sehingga dapat meningkatkan massa feses, menurunkan respon glisemik dari makanan, dan menurunkan kadar kolesterol (Brine et al). Dalam bidang kesehatan kitosan dapat berperan sebagai antibakteri, antikoagulan dalam darah, pengganti tulang rawan, pengganti saluran darah, antitumor (penggumpal) sel-sel leukimia (Brine et al).28

Dalam bidang kesehatan, kitosan relatif banyak digunakan karena dapat berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya seperti protein. Dalam kedokteran gigi, Kitosan telah diteliti oleh Sapeli et al dan Muzzarelli et al pada perawatan jaringan periodontal baik dengan pemakaian kitosan bubuk maupun kitosan membran. Chung et al menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara aktivitas antibakterial kitosan yang menghambat permukaan dinding sel bakteri. Kitosan dan derivatnya (75% DD dan 95%) terbukti lebih efektif untuk bakteri gram negatif daripada bakteri gram positif. 28

Silvia et al meneliti tentang kitosan 0,2% dan EDTA 17%. Dari peneitian tersebut diketahui bahwa kitosan 0,2% sudah dapat mengangkat smear layer dan memiliki kemampuan yang sama dengan EDTA 17 %.16 Serta Flamini et al telah meneliti kitosan (arcos organic) terhadap lama waktu pengaplikasiannya saat digunakan sebagai bahan irigasi. Dari penelitian tersebut mendapatkan hasil bahwa kitosan 0,2% sudah dapat mengangkat smear layer dan kemampuannya hampir sama dengan EDTA 15%.29 Pimenta et al juga meneliti tentang pengaruh kitosan 0,2% dengan terhadap keuatan dentin. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa kitosan memiliki sifat chelating jika digunakan sebagai bahan irigasi, tetapi dapat menyebabkan erosi dentin walaupun tidak mengenai intertubular dentin.18

2.5 Teknik Irigasi

Penggunaan bahan irigasi yang efektif dan efisien pada perawatan akar tidak terlepas dari jenis teknik irigasi dengan agitasi apa yang digunakan oleh dokter gigi.

(15)

Teknik agitasi dapat menggunakan manual atau mesin. Penggunaan teknik tersebut memiliki keunggulan dalam menghantarkan bahan irigasi hingga ke struktur anatomi saluran akar yang kompleks dan sulit. Teknik irigasi dengan agitasi manual adalah teknik pemberian larutan irigasi ke saluran akar menggunakan tangan tanpa menggunakan mesin. Contoh teknik irigasi tersebut adalah irigasi syringe dengan jarum/kanula, brushes, dan irigasi manual-dinamik. Sedangkan irigasi dengan agitasi mesin adalah teknik irigasi menggunakan rotary brushes, getaran sonik, getaran ultrasonik, dan alternasi tekanan.24,41

2.5.1 Teknik Irigasi Manual

Teknik irigasi manual secara pasif (jarum/kanula) merupakan teknik irigasi konvensional yang menggunakan syringe dan telah banyak dianjurkan sebagai metode yang efisien dalam pemberian bahan irigasi sebelum ditemukan aktivasi ultrasonic pasif. Teknik ini masih digunakan secara luas baik oleh dokter gigi umum dan dokter gigi spesialis endodontik. Teknik tersebut dilakukan dengan pemberian bahan irigasi ke saluran akar melalui jarum/kanula dengan diameter yang bervariasi baik secara pasif atau dengan agitasi. Teknik terbaru dilakukan dengan menggerakkan jarum masuk dan keluar saluran akar. Desain jarum terbaru dikembangkan untuk meningkatkan aktivasi hidrodinamik bahan irigasi dan menurunkan ekstrusi apeks.30,31

Jarum yang digunakan dalam teknik ini ada 2 tipe, yaitu jarum ujung terbuka (open-ended) dan jarum ujung tertutup (close-ended).32-4 Setiap tipe desain jarum memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing. Jarum ujung terbuka dapat menghasilkan tekanan shear dinding yang tinggi sehingga dapat meningkatkan kemampuan membersihkan debris dentin pada dinding saluran akar.33 Jarum ujung terbuka juga dapat memasukkan bahan irigasi ke jarak yang lebih dalam dan jauh dari ujung jarum sehingga penggantian bahan irigasi dalam saluran akar lebih efisien jika dibandingkan dengan jarum ujung tertutup.34 Akan tetapi, jarum ujung terbuka dapat meningkatkan tekanan pada apikal sehingga menyebabkan ekstrusi bahan irigasi ke jaringan periapikal sedangkan jarum ujung tertutup dapat menghindari ekstrusi bahan

(16)

Gambar 9. Irigasi manual dengan menggunakan jarum two side vented

irigasi ke jaringan periapikal karena lubang jarum berada di lateral sehingga tekanan tidak menuju ke arah apikal, tetapi ke arah dinding saluran akar.33-5

Selain itu, penetrasi ujung jarum dalam saluran akar yang lebih dekat ke ujung apikal, jumlah bahan irigasi yang lebih banyak, dan ukuran jarum irigasi yang lebih kecil juga dapat meningkatkan efisiensi teknik tersebut.33-4 Akan tetapi, dengan penetrasi jarum dalam saluran akar yang lebih dalam, kemungkinan terjadinya ekstrusi bahan irigasi ikut meningkat. Hal ini disebabkan jumlah vortex yang terbentuk dalam saluran akar akan berkurang. Vortex merupakan aliran berpola siklus yang dapat meningkatkan tekanan shear dinding dan kadar penggantian bahan irigasi. Kecepatan aliran akan berkurang dengan setiap vortex ke arah apikal sehingga dengan bertambah banyaknya vortex yang terbentuk, kecepatan aliran pada foramen apikal berkurang, kemungkinan ekstrusi bahan irigasi dan debris ikut berkurang.33

Ukuran jarum irigasi juga berperan dalam mempengaruhi ekstrusi bahan irigasi dan debris sewaktu irigasi. Menurut penelitian Boutsioukis et al, dengan ukuran jarum yang semakin kecil, kecepatan aliran bahan irigasi akan semakin berkurang. Kecepatan aliran yang dihasilkan pada jarum 30G lebih rendah dibandingkan dengan jarum 27G dan 25G, yaitu 0,22ml/detik, 0,29ml/detik dan

(17)

0,39ml/detik. Maka dari itu, dengan berkurangnya kecepatan aliran bahan irigasi, kemungkinan terjadi ekstrusi juga akan berkurang.35

Teknik lain dari teknik irigasi manual adalah teknik secara manual-dinamik dan brushes. Teknik irigasi secara manual dinamik bertujuan agar larutan irigasi dapat berkontak dengan daerah apeks saluran akar, karena adanya efek vapor lock. Oleh Machtou dan Caron menunjukkan bahwa pergerakan kon utama gutaperca secara lembut naik dan turun 2 hingga 3 mm (irigasi manual-dinamik) sepanjang saluran akar dapat menghasilkan efek hidrodinamik. Hal ini efektif dan secara signifikan meningkatkan perpindahan dan pertukaran cairan irigasi. Walaupun penggunaan irigasi manual-dinamik telah disarankan sebagai metode irigasi saluran akar yang sederhana dan cost-effective, prosedur penelitian secara in vitro tersebut sulit diterapkan pada praktik klinis.30,31

Teknik irigasi manual dengan brushes tidak secara langsung mengeluarkan cairan irigasi ke dalam saluran akar. Penggunaan teknik ini adalah sebagai pelengkap untuk debridement dinding saluran akar atau agitasi cairan irigasi. Pengginaan alat ini secara tidak langsung mempengaruhi perpindahan cairan irigasi didalam saluran akar. Contohnya adalah jarum irigasi ukuran 30G yang dilapisi dengan brushes (NaviTip FX®).30,31

2.5.2 Teknik Irigasi Machine-assisted

Teknik irigasi dengan agitasi machine-assisted adalah teknik pemberian bahan irigasi ke saluran akar menggunakan mesin. Contoh teknik irigasi tersebut adalah teknik irigasi menggunakan rotary brushes, getaran sonik, getaran ultrasonik, dan alternasi tekanan.30,31

Teknik irigasi dengan rotary brushes terdiri dari lengan dan bagian brush yang meruncing. Brush terbaru memiliki bulu yang meluas secara radial dari pusat kawat inti. Pada fase debridement, microbrush berotasi sekitar 300rpm, menyebabkan perubahan bentuk pada iregularitas saluran akar. Hal tersebut menyebabkan perpindahan debris. Salah satu contohnya adalah canalbrush®.30,31

(18)

Teknik irigasi sonik berbeda dengan irigasi ultrasonik karena digunakan dengan frekuensi yang lebih rendah (1-6 kHz) dan menghasilkan shear stress lebih rendah. Energy sonic juga menghasilkan amlitudo yang lebih baik secara signifikan atau pergerakan unjung instrument back-and-forth yang lebih baik. Terdapat satu nodus pada perlekatan file dan satu antinodus pada ujung tip file. Model getaran seperti ini terbukti efisien untuk debridement saluran akar, karena teknik ini tidak terpengaruhi oleh beban dan menunjukkan amplitude yang besar. Contoh alat irigasi ini adalah system Endoactivator®.30,31

Teknik irigasi ultrasonik jika dibandingkan dengan energi sonik, bahwa energi ultrasonik menghasilkan frekuensi tinggi tetapi amplitudo yang rendah. File tersebut didesain untuk osilasi dengan frekuensi ultrasonic antara 25-30 kHz, yang berada pada rentang diluar persepsi pendengaran manusia. Alat tesebut dioprasikan dengan getaran transversal dengan karakteristik pola nodus dan antinodus sepanjang tip. Terdapat dua tipe irigasi ultrasonik yaitu kombinasi instrumentasi ultrasonik dan irigasi yang simultan (Ultrasonic Instrumentation / UI) dan irigasi ulrtasonik pasif tanpa menggunakan instrumentasi simultan (Passive Ultrasonic Instrumentation / PUI). Penggunaan teknik irigasi ultrasonik merupakan salah satu teknik irigasi menggunakan mesin yang telah lama digunakan untuk meningkatkan bahan irigasi didalam anatomi saluran akar.30,31

Teknik irigasi dengan alternasi tekanan merupakan teknik yang tidak melebarkan saluran akar karena tidak menyebabkan instrumentasi mekanis pada dinding saluran akar. Pada teknik ini pembersihan saluran akar dan pelarut debri organic termasuk matriks predentin kolagen, dapat dicapai dengan penggunaan larutan irigasi yang dimasukkan dan dikeluarkan ke dalam saluran akar menggunakan alternasi tekanan. Teknik tersebut menghasilkan bubble implosion dan turbulensi hidrodinamik yang memfasilitasi penetrasi larutan irigasi kedalam ramifikasi saluran akar. Walaupun teknik tersebut cenderung aman pada studi in vivo di binatang, teknik tersebut tidak dilanjutkan pada mausia karena teknik tersebut lebih sulit dilakukan di lingkungan rongga mulut.30,31

Gambar

Gambar 1. Scanning Electron Microscope (SEM),   dengan pembesaran 20x. Menunjukkan  bahwa terdapat smear layer   pada  permukaaan saluran akar yang  terinstrumentasi
Gambar 2. Penentuan skor Torabinejad dengan menggunakan SEM  pada pembesaran 1000x. (1) = tidak ada smear layer   pada permukaan saluran akar; seluruh tubulus bersih dan  terbuka.; (2) = moderate smear layer
Gambar 6. Struktur Senyawa Kitin
Gambar 7. Struktur Senyawa Kitosan  (dari hasil     deasetilasi dengan NaOH Pekat)
+3

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Tulisan ini menawarkan suatu sistem atau konsep pengolahan data berbasis komputer dengan software Visual Basic 6.0 untuk meningkatkan efisiensi sistem dan kecepatan atau pemrosesan

Terhadap Kepuasan Mahasiswa Serta Implikasinya Pada Loyalitas Mahasiswa (Studi Pada Sekolah Tinggi Manajemen Informatika Dan Komputer Di Kota Bandung), Jurnal

Faktor eksternal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah unsur-unsur atau hal-hal yang mendorong siswa melakukan kegiatan senam aerobik di SMK Negeri Se

Sistem informasi ini menangani proses pengolahan data yang berupa data pasien, data hasil pemeriksaan atau rekam medis, data diagnosa, data gigi, data tindakan, data obat,

Prestasi yang tinggi dalam olahraga dapat dicapai dengan cara latihan ……... Dalam posisi berdiri kemudian melakukan cium lutut merupakan test untuk

Penelitian ini dilatar belakangi berdasarkan fenomena yang ada menunjukkan bahwa masih kurangnya kinerja Guru SMKN 2 dibidang Komunikasi Organisasi, Kerjasama Tim dan

Susilawati, Meningkatkan Hasil Belajar Menggunakan Media Tabel Perkalian dalam Matematika Kelas III SDN 15 Segedog , (Universitas Tanjungpura Pontianak).. bantuan SPSS 21