• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Trauma, Prevalensi dan Etiologinya

Pengertian trauma secara umum adalah luka atau jejas baik fisik maupun psikis. Trauma dengan kata lain disebut injury atau wound, dapat diartikan sebagai kerusakan atau luka baik fisik maupun psikis yang biasanya disebabkan oleh tindakan-tindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas normal suatu struktur.2,8 Trauma gigi adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras gigi dan atau periodontal karena sebab mekanis.8 Trauma gigi anterior merupakan kerusakan jaringan keras gigi dan atau periodontal karena kontak yang keras dengan suatu benda yang tidak terduga sebelumnya pada gigi anterior baik pada rahang atas maupun rahang bawah atau kedua-duanya.2

Trauma gigi adalah masalah kesehatan masyarakat yang berkembang dan menantang bagi para dokter gigi dan masih sangat terabaikan. Sangat jarang dilakukan penelitian terhadap prevalensi trauma gigi. Data statistik di Amerika Serikat yang dilakukan oleh O’Brien menunjukkan bahwa sepertiga dari semua anak prasekolah menderita trauma gigi yang melibatkan gigi sulung. Laporan beberapa peneliti mengenai prevalensi trauma gigi anak prasekolah di beberapa negara berkisar dari 9,4% sampai 36,8% (Tabel 1).9,10

Tabel 1. Prevalensi trauma gigi anak prasekolah dari beberapa penelitian9,10

Negara (tahun) Jumlah

Sampel (n) Usia Prevalensi (%) Israel, Zadik (1976) Belgia, Carvalho et al (1988) Brazil, Mestrinho et al (1988) Brazil, Bijella et al (1990) USA, Jones et al (1993) 965 750 1853 576 493 5 tahun 3-5 tahun 1-5 tahun 10-72 bulan 3-4 tahun 11,1 18,0 15,0 30,2 23,0%

(2)

Negara (tahun) Sampel (n) Jumlah Usia Prevalensi (%) Nigerian, Otuyemi (1994)

Brazil, Mestrinho et al (1998) Belgium, Charvalo et al ( 1998)

Afrika selatan, Hargreaves et al (1999) Brazil, Cunha et al (2001) Brazil, Kramer et al (2003) Brazil, Granville-Garcia et al (2006) Brazil, Oliveira et al (2007) 1401 1853 750 1466 1654 1545 2651 892 1-5 tahun 1-60 bulan 3-5 tahun 1-5 tahun 0-36 bulan 12-72 bulan 1-5 tahun 0,5-5 tahun 30,8 10,0 18,0 15,0 16,3 36,0 36,8 9,4

Penelitian yang dilakukan oleh Carvalho dkk (cit Avsar dan Topaloglu) menunjukkan bahwa 98% kasus trauma gigi sulung mengenai rahang atas dan paling sering pada gigi insisivus sentralis. Cunha et al (cit Avsar dan Topaloglu) melaporkan bahwa kasus trauma terbesar adalah fraktur mahkota. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa jenis trauma subluksasi lebih sering dari luksasi.3

Trauma gigi sulung lebih sering terjadi pada jaringan periodontal dibandingkan pada jaringan keras gigi. Penelitian Cunha et al (cit Avsar dan Topaloglu) pada anak usia 0 – 3 tahun menunjukkan bahwa konkusi adalah trauma yang paling sering, namun jarang dilaporkan karena penderita trauma masih kecil, perdarahan hanya sedikit atau bahkan tidak ada dan keengganan orangtua membawa anak ke dokter gigi pada trauma yang kelihatannya tidak parah ( Tabel 2).3

Tabel 2. Distribusi jenis trauma gigi sulung dari penelitian Cunha et al (cit Avsar dan Topaloglu)3 Jenis Trauma Usia ( bulan ) Total n (%) 6 – 12 n (%) 13 – 24 n (%) 25 – 36 n (%) Trauma pada jaringan keras

Infraksi mahkota

Fracture crown uncomplicated Fracture crown complicated

Fracture crown-root uncomplicated

2 2 - - - 11 3 7 1 - 9 2 5 1 1 22 (15) 7 (4,7) 12 (8) 2 (1,4) 1 (0,7)

(3)

Jenis Trauma Usia ( bulan ) Total n (%) 6 – 12 n (%) 13 – 24 n (%) 25 – 36 n (%)

Fracture crown-root complicated

Fraktur akar

Trauma pada jaringan periodontal Konkusi Subluksasi Luksasi lateral Luksasi Intrusif Luksasi Ekstrusif Avulsi - - 20 2 13 2 3 - - - - 67 10 38 9 7 3 - - - 41 4 15 5 4 4 9 - - 128 (85) 16 (10,7) 66 (44,0) 16 (10,7) 14 (9,3) 7 (4,7) 9 (6,0) Total 22 78 50 150 (100)

Trauma pada gigi dapat terjadi pada saat melakukan kegiatan sehari-hari serta kegiatan dan peristiwa lainnya seperti saat berolahraga, pertengkaran dan kecelakaan lalu lintas.4 Etiologi trauma gigi sulung yang paling sering adalah jatuh. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Universitas Ondokis Mayis Fakultas Kedokteran Gigi (cit Avsar dan Topaloglu) pada anak usia 0 – 3 tahun di dapat puncak prevalensi trauma ditemukan pada anak berusia 2 - 3 tahun. Etiologi trauma paling umum disebabkan oleh jatuh dan kecelakaan saat bermain (Tabel 3).3

Tabel 3. Distribusi etiologi trauma gigi sulung berdasarkan usia anak3 Etiologi

% Kelompok usia ( bulan)

Total 6 – 12 13 – 18 19 – 24 25 – 30 > 30

Jatuh

Benturan benda Kecelakan lalulintas Kekerasan pada anak Tidak diketahui 12,3 2,0 - - 2,0 19,4 4,1 - 1,0 2,0 18,4 4,1 - - 2,0 10,2 2,0 - 1,0 1,0 13,3 2,0 1,0 1,0 2,0 73,5 14,2 1,0 2,0 9,2 Total 16,3 26,5 24,4 14,2 18,4 100

(4)

2.2 Klasifikasi Trauma

Para ahli mengklasifikasikan berbagai macam kelainan akibat trauma gigi anterior. Klasifikasi trauma gigi yang telah diterima secara luas adalah klasifikasi menurut Ellis dan Davey (1970) dan klasifikasi yang direkomendasikan dari World

Health Organization (WHO) dalam Application of International Classification of Diseases to Dentistry and Stomatology.2,5

Trauma pada gigi telah diklasifikasikan oleh berbagai faktor seperti etiologi, anatomi, patologi dan pertimbangan perawatan. Beberapa klasifikasi dari peneliti pada trauma gigi dapat dilihat pada tabel 4.5

Tabel 4. Klasifikasi trauma gigi dari beberapa peneliti5

Tahun Peneliti 1936 1944 1946 1955 1956 1961 1963 1968 1970 1970 1978 1978 1981 1981

Braurer mengklasifikasikan fraktur pada gigi anterior Adams membagi trauma pada gigi sulung menjadi 6 kelas

Hogeborn mengklasifikasikan fraktur pada gigi insisivus sesuai dengan tingkat keretakannya

Sweet mengklasifikasikan gigi anterior

Rabonowitch mengklasifikasikan trauma gigi sulung

Ellis mengklasifikasi fraktur pada gigi anterior ke dalam 6 kelompok : (1) fraktur enamel; (2) fraktur dentin; (3) fraktur mahkota di sertai pulpa; (4) fraktur akar; (5) luksasi gigi; (6) intrusi gigi

Bennet mengklasifikasikan pada gigi anterior

Garcia-Godoy mengklasifikasikan untuk trauma pada gigi sulung dan gigi permanen

Ellis dan Davey modifikasi Ellis mengklasifikasikan fraktur pada gigi anterior

Hargreaves and Craig memodifikasi dari klasifikasi Ellis dan Davey Silvestri dan Singh mengklasifikasikan fraktur pada gigi posterior

WHO mengklasifikasikan bagian mulut yang luka dengan pemakaian nomor kode baik pada gigi sulung maupun pada gigi permanen

Andreasen memodifikasi dari WHO mengklasifikasikan dengan menyertakan istilah yang tidak tepat Uncomplicated / Complicated

crown-root fracture dan konkusi, subluksasi

(5)

Klasifikasi yang direkomendasikan dari World Health Organization (WHO) dalam Application of International Classification of Diseases to Dentistry and

Stomatology dengan pemberian kode diterapkan baik gigi sulung dan gigi permanen.

Klasifikasi klinis trauma gigi menurut WHO pada kedokteran gigi dan stomatologi dibagi menjadi empat kategori yaitu kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa, kerusakan pada jaringan periodontal, kerusakan pada jaringan tulang pendukung serta kerusakan pada gingiva dan mukosa mulut.2,11

Adapun pembagian trauma menurut WHO yaitu :

I. Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa (Gambar 1)2,11

a. Infraksi enamel adalah suatu fraktur yang tidak sempurna pada enamel (retak) dan tanpa adanya kehilangan struktur dari gigi (N 502.50).

b. Fraktur enamel (uncomplicated crown fracture) adalah suatu fraktur dengan kehilangan bagian gigi hanya pada bagian enamel (N 502.50).

Tahun Peneliti 1982 1982 1984 1985 1986 1992 1995 2001 2002 2007

Heithersay dan Morile memberikan klasifikasi dari fraktur subgingiva dalam hubungannya dengan berbagai bidang horizontal dari periodonsium Pulver mengkombinasikan dari klasifikasi Ellis dan Davey, Andreasen , Hargreaves dan Craig serta McDonald dan Avery dan mengklasifikasikan pada gigi yang mengalami trauma

Leubke mengklasifikasikan berdasarkan pembagian fragmen dari fraktur akar yang diklasifikasikan menjadi 2 tipe: Complete Fracture dan

Uncomplete Fracture atau fracture supraosseus dan fracture intraosseus

Ulfhon mengklasifikasikan fraktur mahkota kedalam tiga kelas yang sederhana

Dean dkk mengklasifikasikan gigi yang fraktur berdasarkan orientasi terhadap bidang fraktur terhadap panjang gigi

Application of International Classification of Disease to Dentistry and Stomalogy (WHO) mengklasifikasikan trauma gigi dan pemberian kode

Feiglin mengklasifikasikan arah fraktur akar menjadi tiga area

Klasifikasi cedera dentofasial di adopsi dari International Association of

Dental Traumatology (IADT)

Spinas dan Altana mengklasifikasikan fraktur mahkota pada gigi

Berman, Blanco dan Cohen mengklasifikasikan trauma gigi pada fraktur mahkota, fraktur akar dan luksasi

(6)

c. Fraktur enamel-dentin (uncomplicated crown fracture) adalah suatu fraktur dengan kehilangan bagian gigi hanya pada enamel dan dentin tetapi tidak sampai ke pulpa (N 502.51).

d. Complicated crown fracture adalah fraktur yang mengenai enamel dan dentin hingga mencapai ke pulpa (N 502.52).

e. Uncomplicated crown-root fracture adalah suatu fraktur pada mahkota enamel, dentin dan sementum tetapi tidak mengenai pulpa (N 502.54).

f. Complicated crown-root fracture adalah suatu fraktur yang mengenai enamel, dentin dan sementum hingga mencapai pulpa (N 502.54).

g. Fraktur akar adalah fraktur yang mengenai dentin, sementum dan pulpa (N 502.53).

Gambar 1. A. Crown infraction dan uncomplicated fracture tanpa melibatkan dentin

B. Uncomplicated crown fracture, C. Complicated crown fracture,

D. Uncomplicated crown-root fracture, E. Complicated crown-root fracture, F. Fraktur akar11

II. Kerusakan pada jaringan periodontal (Gambar 2) 2,11

a. Konkusi adalah sebuah trauma pada gigi dan struktur pendukungnya tanpa adanya kehilangan yang tidak normal tetapi ada reaksi saat di perkusi (N 503.20).

b. Subluksasi adalah trauma pada gigi dan struktur pendukungnya dengan abnormal tetapi tanpa adanya malposisi dari gigi (N 503.20).

c. Luksasi ekstruksi (dislokasi periperal, avulsi parsial) adalah pergeseran pada sebagian gigi yang keluar dari soket (N 503.20).

(7)

d. Luksasi lateral adalah pergeseran gigi keluar dari porosnya, hal ini ditandai adanya benturan atau trauma alveolar pada soket (N 503.20).

e. Luksasi intrusi adalah pergeseran gigi keluar dari porosnya, hal ini ditandai adanya dislokasi benturan atau trauma soket alveolar (N 503.21).

f. Avulsi (exartikulasi) adalah pergeseran atau perpindahan yang sempurna dimana gigi keluar dari soketnya (N 503.22).

Gambar 2. A. Konkusi, B. Subluksasi, C. Luksasi Ekstrusif, D. Luksasi Lateral, E. Luksasi Intrusif, F. Avulsi11

III. Kerusakan pada jaringan tulang pendukung (Gambar 3)2,11

a. Communition of the maxillary alveolar socket adalah kerusakan dan kompresi dari soket alveolar pada rahang atas. Hal ini dapat juga dilihat pada intrusif dan luksasi lateral (N 502.40).

b. Communition of the mandibular alveolar socket adalah kerusakan dan kompresi dari soket alveolar pada rahang bawah. Hal ini dapat juga dilihat pada intrusif dan luksasi lateral (N 502.60).

c. Fraktur dinding soket alveolar maksila adalah fraktur tulang alveolar pada rahang atas yang melibatkan dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau lingual dari dinding soket (N 502.40).

d. Fraktur dinding soket alveolar mandibula adalah fraktur tulang alveolar pada rahang bawah yang melibatkan dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau lingual dari dinding soket (N 502.60).

(8)

e. Fraktur prosesus alveolar maksila adalah fraktur yang mengenai prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolar gigi pada rahang atas (N 502.40).

f. Fraktur korpus maksila adalah fraktur pada korpus maksila yang melibatkan prosesus alveolaris, dengan atau tanpa melibatkan soket gigi (N 502.42).

g. Fraktur korpus mandibula adalah fraktur pada korpus mandibula yang melibatkan prosesus alveolaris, dengan atau tanpa melibatkan soket gigi (N 502.61).

Gambar 3. A. Comminution of alveolar socket, B. Fraktur pada fasial dan lingual dinding soket alveolar, C. dan D. Fraktur prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket gigi, E. dan F. Fraktur korpus maksila atau mandibula dengan atau tanpa melibatkan soket gigi11

IV. Kerusakan pada gingiva dan mukosa mulut (Gambar 4)2,11

a. Laserasi adalah suatu luka terbuka pada jaringan lunak yang disebabkan oleh benda tajam seperti pisau atau pecahan luka. Luka terbuka tersebut berupa robeknya jaringan epitel dan subepitel (S 01.50).

b. Kontusio adalah luka memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan benda tumpul dan menyebabkan terjadinya perdarahan pada daerah submukosa tanpa disertai sobeknya daerah mukosa (S 01.50).

c. Abrasi adalah luka pada daerah superfisial yang disebabkan karena gesekan atau goresan suatu benda, sehingga terdapat permukaan yang berdarah atau lecet (S 01.50).

(9)

Gambar 4. A. Laserasi, B. Konkusi, C. Abrasi11

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Johnson, klasifikasi yang paling sering dilakukan adalah metode klasifikasi Ellis. Klasifikasi ini sederhana sebab hanya didasarkan pada sistem numerik yang menggambarkan tingkat batasan dari trauma.5

2.3 Perawatan Trauma Gigi Menurut Klasifikasi WHO

WHO membagi perawatan trauma pada gigi sulung dan gigi permanen. Pembahasan berikut ini adalah mengenai perawatan trauma pada gigi sulung sesuai dengan klasifikasi trauma WHO. Perawatan trauma gigi sulung pada kerusakan jaringan keras gigi dan pulpa terdiri atas infraksi enamel, fraktur enamel

(uncomplicated crown fracture), fraktur enamel – dentin (uncomplicated crown fracture), complicated crown fracture, uncomplicated crown-root fracture, complicated crown-root fracture dan fraktur akar.2,12-17

a. Infraksi Enamel

Diagnosis infraksi enamel adalah fraktur tidak sempurna (retak) pada enamel tanpa kehilangan struktur. Secara keseluruhan pada gambaran radiografi anatomi terlihat normal. Tidak ada perawatan khusus, tujuan perawatan untuk menjaga keutuhan struktural dan vitalitas pulpa.

b. Fraktur Enamel (uncomplicated crown fracture)

Diagnosis fraktur enamel adalah fraktur hanya mengenai enamel. Tidak ada ditemukan kelainan pada gambaran radiografi. Perawatan fraktur untuk gigi sulung pada anak yang kurang kooperatif, cukup dengan menghilangkan bagian-bagian yang

(10)

tajam. Anak yang kooperatif, dapat dilakukan penambalan dengan menggunakan semen glass ionomer atau kompomer. Instruksikan kepada orangtua untuk diet lunak pada anak selama 10-14 hari dan menyikat gigi dengan bulu sikat yang lembut selesai makan.

c. Fraktur Enamel – Dentin (uncomplicated crown fracture)

Diagnosis fraktur enamel-dentin adalah fraktur hanya mengenai enamel dan dentin tetapi belum sampai ke pulpa. Tidak ada kelainan radiografi, namun terlihat ada ruang antara fraktur dengan pulpa. Perawatan untuk gigi sulung adalah melakukan penambalan dengan menggunakan semen glass ionomer, sedangkan fraktur yang besar dapat menggunakan kompomer. Instruksikan kepada orangtua untuk diet lunak pada anak selama 10-14 hari dan menyikat gigi dengan bulu sikat yang lembut selesai makan.

d. Complicated crown fracture

Diagnosis complicated crown fracture adalah fraktur mengenai enamel, dentin dan pulpa. Tahap perkembangan akar dapat ditentukan dari gambaran radiografi. Perawatan pada trauma jika akar dalam proses reasorbsi adalah ekstraksi. Jika pulpa masih vital, dilakukan pulpotomi dengan kalsium hidroksida; apabila pulpa nonvital, dilakukan pulpektomi. Instruksikan kepada orangtua untuk diet lunak pada anak selama 10-14 hari dan menyikat gigi dengan bulu sikat yang lembut selesai makan. Menindaklanjuti perawatannya adalah melakukan pemeriksaan klinis setelah 1 minggu, kemudian melakukan pemeriksaan klinis dan radiografi setelah 6 – 8 minggu dan melakukan kembali setelah 1 tahun.

e. Uncomplicated/complicated crown-root fracture

Diagnosis uncomplicated crown-root fracture adalah fraktur mengenai enamel, dentin tetapi belum mengenai pulpa sementara untuk yang complicated

crown-root fracture sudah mengenai pulpa. Gambaran radiografi dalam posisi lateral,

terlihat ada batasan margin gingival untuk melihat banyaknya fragmen. Jika gigi tidak dapat direstorasi lagi, perawatannya adalah melakukan ekstraksi. Jika tidak apikal fragmen dapat menggangu benih gigi permanen. Instruksikan kepada orangtua untuk

(11)

diet lunak pada anak selama 10-14 hari dan menyikat gigi dengan bulu sikat yang lembut selesai makan. Menindaklanjuti perawatan melakukan pemeriksaan klinis setelah 1 minggu. Setelah 1 tahun lakukan pemeriksaan radiografi untuk melihat erupsi gigi permanen.

f. Fraktur akar

Diagnosis fraktur akar adalah gigi yang mengalami fraktur akar umumnya akan terjadi ekstrusi fragmen mahkota dan biasanya mahkota bergeser ke arah palatal. Gambaran radiografinya adalah fraktur akar mengenai setengah atau sepertiga apikal. Perawatan trauma tergantung pada stabilitas dari fragmen mahkota. Jika fragmen mahkota tidak bergeser, tidak diperlukan perawatan. Jika fragmen bergeser, dapat direposisikan secara perlahan-lahan. Apabila pergeseran fragmen mahkota terlihat menjauh dari posisi seharusnya maka perawatan terbaik adalah pencabutan fragmen mahkota. Instruksikan kepada orangtua untuk diet lunak pada anak selama 10-14 hari dan menyikat gigi dengan bulu sikat yang lembut selesai makan. Menindaklanjuti pengobatan yaitu setelah 1 minggu lakukan pemeriksaan klinis, setelah 6 – 8 minggu pemeriksaan klinis. Dilakukan ekstraksi setelah 1 tahun melakukan pemeriksaan klinis dan radiografi sampai eksfoliasi.

Perawatan trauma pada kerusakan jaringan periodontal terdiri atas konkusi, subluksasi, luksasi ekstrusif, luksasi lateral, luksasi intrusif dan avulsi.2,12-17

a. Konkusi

Diagnosis konkusi adalah trauma dan peradangan pada ligamen periodontal, perkusi tanpa mobilitas dan pendarahan. Pada gambaran radiografi periapikal tidak ditemukan adanya kelainan. Kasus ini tidak membutuhkan perawatan khusus. Hanya diperlukan observasi. Instruksikan kepada orangtua untuk diet lunak pada anak selama 10-14 hari, menyikat gigi dengan bulu sikat yang lembut selesai makan dan penggunaan topikal khlorheksidin dua kali sehari selama satu minggu. Tujuan pengobatan adalah untuk mengoptimalkan penyembuhan ligamen periodontal dan vitalitas pulpa. Tindaklanjut perawatan perlu dilakukan pemeriksaan klinis setelah 1

(12)

minggu, kemudian setelah 6 – 8 minggu. Tidak ada terapi pulpa yang diindikasikan kecuali terjadi infeksi.

b. Subluksasi

Diagnosis subluksasi ditandai dengan peningkatan mobilitas gigi tanpa perpindahan atau pergeseran gigi. Ada atau tanpa perdarahan pada sulkular. Pada gambaran radiografi periapikal tidak ditemukan ada kelainan dan biasanya ruang periodontal normal. Namun foto rongent tetap direkomendasikan untuk melihat adanya pergeseran dan fraktur akar. Perawatan kasus subluksasi untuk gigi sulung adalah menganjurkan orangtua untuk membersihkan luka anak setiap hari dan memberikan diet lunak 10 – 14 hari dan penggunaan topikal khlorheksidin dua kali sehari selama satu minggu. Tujuan pengobatan adalah untuk mengoptimalkan penyembuhan ligamen periodontal dan jaringan neurovaskular. Pada umumnya prognosis biasanya baik. Biasanya gigi akan kembali normal setelah 2 minggu.

c. Luksasi Ekstrusif

Diagnosis luksasi ekstrusif menunjukkan sebagian gigi mengalami perpindahan dari soketnya. Gambaran pada radiografi periapikal terlihat adanya peningkatan ruang ligamen periodontal. Perawatan yang dilakukan tergantung kepada besarnya pergeseran, mobilitas, dan pembentukan akar. Jika ekstrusif tidak parah (<3mm) gigi dapat direposisi secara perlahan. Untuk kasus ekstrusif yang parah, ekstraksi dapat menjadi pilihan perawatan setelah gigi sulung seutuhnya terbentuk sempurna. Instruksikan kepada orangtua untuk diet lunak pada anak selama 10-14 hari, menyikat gigi dengan bulu sikat yang lembut selesai makan dan penggunaan topikal khlorheksidin dua kali sehari selama satu minggu. Tujuan pengobatan adalah untuk menstabilkan kembali anatomi posisi gigi yang benar, mengoptimalkan penyembuhan ligamen periodontal dan jaringan neurovaskular untuk tetap menjaga estetis dan integritas fungsi.

(13)

d. Luksasi Lateral

Diagnosis luksasi lateral ditandai dengan adanya pergeseran gigi biasanya dalam arah palatal/lingual dan labial. Gambaran radiografi terlihat peningkatan ruang apikal ligamen periodontal dan terlihat jelas pada paparan oklusal. Paparan tersebut sering menunjukkan perubahan posisi gigi permanen. Perawatannya adalah sebagai berikut :

a. Jika tidak ada ganguan oklusal seperti pada kasus ligamen periodontal, maka gigi dapat direposisikan secara spontan.

b. Kasus gangguan oklusal yang ringan dilakukan grinding.

c. Kasus gangguan oklusal yang parah, gigi dapat direposisikan perlahan dengan kombinasi. Setelah dianastesi, dilakukan penekanan.

d. Pergeseran mahkota yang parah, dilakukan ekstraksi.

Instruksikan kepada orangtua untuk diet lunak pada anak selama 10-14 hari, menyikat gigi dengan bulu sikat yang lembut selesai makan dan penggunaan topikal khlorheksidin dua kali sehari selama satu minggu. Prognosis umum dipengaruhi oleh kurangnya penelitian untuk mengevaluasi ekstraksi gigi.

e. Luksasi Intrusif

Diagnosis luksasi intrusif adalah gigi kehilangan tempat melalui plat tulang labial. Gambaran radiografi terlihat apikal gigi kehilangan tempat dan peningkatan ruang ligamen periodontal. Gigi yang mengalami intrusi ke palatal perawatan terbaik adalah ekstraksi; sedangkan pada gigi yang intrusi ke bukal, cukup lakukan evaluasi karena gigi erupsi kembali kearah semula. Instruksikan kepada orangtua untuk diet lunak pada anak selama 10-14 hari, menyikat gigi dengan bulu sikat yang lembut selesai makan dan penggunaan topikal khlorheksidin dua kali sehari selama satu minggu. Menindaklanjuti pengobatan yaitu melakukan pemeriksaan klinis setelah 1 minggu. Pemeriksaan klinis dan radiografi setiap 4 minggu sampai gigi semuanya erupsi kemudian 6 bulan, 1 tahun dan setiap tahun berikutnya sampai semua gigi permanen tumbuh. Prognosis umum untuk gigi sulung, 90% akan membantu

(14)

memperbaiki erupsi gigi permanen nantinya. Ankilosis dapat terjadi jika ligamen periodontal dan gigi yang intrusif tidak ditangani dengan optimal.

f. Avulsi

Diagnosis pada avulsi terlihat gigi benar-benar keluar dari soketnya. Gambaran radiografi periapikal penting untuk memastikan bahwa gigi yang tanggal tidak mengganggu. Replantasi pada gigi sulung yang avulsi tidak di indikasikan karena memiliki potensi untuk merusak pertumbuhan gigi permanen dan meningkatkan nekrosis pulpa. Instruksikan kepada orangtua untuk diet lunak pada anak selama 10-14 hari, menyikat gigi dengan bulu sikat yang lembut selesai makan dan penggunaan topikal khlorheksidin dua kali sehari selama satu minggu. Menindaklanjuti pengobatan yaitu pemeriksaan klinis setelah 1 minggu. Pemeriksaan klinis dan radiografi setelah 6 bulan. Pemeriksaan klinis dan radiografi setelah 1 tahun dan dilakukan setiap tahunnya sampai semua gigi permanen tumbuh. Tujuan dilakukannya perawatan adalah untuk mencegah perkembangan trauma yang lebih lanjut.

Perawatan trauma pada kerusakan jaringan tulang pendukung pada prinsipnya hampir mirip. Diagnosis fraktur alveolar menunjukkan fraktur pada tulang alveolar, segmen gigi goyang dan biasanya mengalami pergeseran sehingga dapat mengenai tulang alveolar sebelahnya. Pada gambaran radiografi dapat dilihat garis horizontal fraktur pada apeks gigi. Gambaran lateral radiografi dapat memberikan relasi antara dua gigi dan jika segmen berpindah ke arah labial. Perawatan untuk fraktur alveolar adalah melakukan ekstraksi pada gigi yang mengalami fraktur. 2,12-17

2.4 Penanganan Trauma Gigi yang Dilakukan Dokter Gigi

Dokter gigi memiliki tanggung jawab untuk memperkenalkan, membedakan, dan menangani atau merujuk anak-anak yang mengalami trauma yang parah.14 Perawatan trauma untuk gigi dan jaringan sekitar dilakukan bila keadaan umum pasien telah baik, kemudian penentuan perawatan yang tepat didasarkan pada diagnosis serta anamnesis yang lengkap.2

(15)

Penetapan diagnosis dan rencana perawatan yang benar dokter gigi harus melakukan pemeriksaan yang benar dan sistematis. Pendekatan sistematis terhadap anak yang terkena trauma juga sangat diperlukan agar anak kooperatif sehingga mudah untuk menentukan tingkat keparahan injuri pada gigi, jaringan periodonsium dan jaringan sekitarnya. Pemeriksaan mencakup riwayat terjadinya trauma, pemeriksaan klinis dan radiografi, dan tes tambahan seperti perkusi dan palpasi, uji sensitivitas pulpa dan evaluasi mobilitas gigi. Radiografi ekstra oral dan intra oral juga sangat penting dilakukan guna untuk mengevaluasi trauma pada jaringan lunak dan jaringan keras.14,15

Rencana perawatan ditentukan berdasarkan pertimbangan status kesehatan pasien, kooperatif atau tidaknya pasien dan status perluasan injuri. Pengalaman yang tinggi dalam penanganan atau rujukan yang tepat dapat berguna untuk memastikan diagnosis dan perawatan yang tepat. Penanganan kasus trauma pada anak harus melibatkan orangtua baik pada saat perawatan dan menentukan rencana perawatan.

Penanganan dini trauma gigi sangat berpengaruh pada vitalitas pulpa, proses penyembuhan gigi serta jaringan sekitarnya. Langkah – langkah penanganan yang dilakukan oleh dokter gigi berupa penanganan umum untuk mendapatkan diagnosis yang tepat adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang.

Salah satu cara untuk memeriksa bayi dan anak-anak yang terkena trauma yaitu menidurkan anak pada pangkuan ibu/ayah/atau pengasuh dengan pandangan ke atas. Tangan anak diletakkan di bawah tangan ibu dan dokter gigi duduk di depan ibu dengan kepala anak terletak pada pangkuannya. Posisi demikian dapat memungkinkan dokter gigi untuk dapat melihat kedua rahang anak. Dokter gigi dapat menggunakan molt mouth-prop atau mengikat jari tangannya dengan menggunakan bantalan dan adhesive tape (Gambar 5).2

Anamnesis secara lengkap dengan menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan riwayat terjadinya trauma dilakukan dengan memberikan pertanyaan kapan terjadinya trauma, bagaimana trauma bisa terjadi, apakah ada luka di bagian tubuh

(16)

lainnya, perawatan apa yang telah dilakukan, apakah pernah terjadi trauma gigi pada masa lalu, dan imunisasi apa saja yang telah diberikan pada anak.2

Pemeriksaan luka ekstra oral dilakukan dengan cara palpasi pada bagian - bagian wajah sekitar. Palpasi dilakukan pada alveolus dan gigi, tes mobilitas, reaksi terhadap perkusi, transluminasi, tes vitalitas baik konvensional maupun menggunakan vitalitas tester, gigi-gigi yang bergeser diperiksa dan dicatat, apakah terjadi maloklusi akibat trauma, apakah terdapat pulpa yang terbuka, perubahan warna, maupun kegoyangan. Gigi yang mengalami trauma akan memberikan reaksi yang sangat sensitif terhadap tes vitalitas, oleh karena itu tes vitalitas hendaknya dilakukan beberapa kali dengan waktu yang berbeda-beda. Pembuatan foto periapikal dengan beberapa sudut pemotretan ataupun panoramik sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosis.2

Gambar 5. Posisi pemeriksaan2

2. Perawatan darurat merupakan awal dari perawatan.

Pertolongan pertama dilakukan untuk semua luka pada wajah dan mulut. Jaringan lunak harus dirawat dengan baik. Pembersihan luka dengan baik merupakan tolak ukur pertolongan pertama. Pembersihan dan irigasi yang perlahan dengan saline akan membantu mengurangi jumlah jaringan yang mati dan resiko adanya keadaan anaerobik. Antiseptik permukaan juga digunakan untuk mengurangi jumlah bakteri, khususnya stafilokokus dan streptokokus patogen pada kulit atau mukosa daerah

(17)

3. Imunisasi Tetanus.

Salah satu tindakan pencegahan yang dapat dilakukan pada anak yang mengalami trauma yaitu melakukan imunisasi tetanus. Pencegahan tetanus dilakukan dengan membersihkan luka sebaik-baiknya, menghilangkan benda asing dan eksisi jaringan nekrotik. Dokter gigi bertanggungjawab untuk memutuskan apakah pencegahan tetanus diperlukan bagi pasien anak-anak yang mengalami avulsi gigi, kerusakan jaringan lunak yang parah, luka karena objek yang terkontaminasi tanah atau luka berlubang. Riwayat imunisasi sebaiknya didapatkan dari orang tua penderita. Umumnya anak-anak telah mendapatkan proteksi yang memadai dari imunisasi aktif berupa serangkaian injeksi tetanus toksoid. Apabila imunisasi aktif belum didapatkan, maka dokter gigi sebaiknya segera menghubungi dokter keluarga untuk perlindungan ini. Imunisasi dengan antitoksin tetanus dapat diberikan, tetapi imunisasi pasif ini bukan tanpa bahaya karena dapat menimbulkan anafilaktik syok. Pemberian antibiotik diperlukan hanya sebagai profilaksis bila terdapat luka pada jaringan lunak sekitar. Apabila luka telah dibersihkan dengan benar maka pemberian antibiotik harus dipertimbangkan kembali.2

Semua informasi diagnosis yang relevan, pengobatan, dan merekomendasikan perawatan tindak lanjut harus didokumentasikan dalam catatan pasien. Perawatan trauma yang diberikan hendaknya disesuaikan dengan klasifikasi trauma yang terjadi. Berbagai jurnal menggambarkan penanganan dokter gigi dalam trauma gigi sulung.15

Penelitian yang dilakukan pada anak-anak prasekolah di Kuwait melaporkan bahwa jenis trauma yang paling umum adalah fraktur gigi sebanyak 70,6%. Laporan dari orangtua anak-anak diperoleh bahwa mereka tidak pernah mencari perawatan terhadap trauma jaringan lunak. Hasil penelitian ini secara statistik diperoleh hubungan yang bermakna antara jenis trauma dan jenis pengobatan yang diberikan. Sepertiga (23 gigi) dari trauma tidak pernah dilakukan perawatan dan 13 gigi yang di ekstrasi (Tabel 5).18

(18)

Tabel 5. Jenis trauma dan pengobatan yang diberikan18

Jenis trauma Tidak Dirawat Konsultasi dengan pemberian antibiotik Konsultasi akibat tidak dirawat

Restorasi Ekstraksi Total

Luksasi Avulsi Fraktur enamel Fraktur enamel-dentin Complicated Crown Total 3 (17,6) 0 (0) 14(70,0) 6 (33,3) 0 (0) 23(33,8) 0 (0) 1 (33,3) 0 (0) 0 (0) 0 (0) 1 (1,5) 10 (58,8) 2 (66,7) 0 (0) 2 (11,1) 0 (0) 14 (20,6) 0 (0) 0 (0) 6 (30) 10 (55,6) 1 (10,0) 17 (25,0) 4 (23,5) 0 (0) 0 (0) 0 (0) 9 (90) 13 (19,1) 17(100) 3(100) 20(100) 18(100) 10(100) 68(100)

Penelitian di Universitas Ankara Negara Turki mengatakan bahwa perawatan untuk anak usia dibawah 3 tahun yang tidak kooperatif diwajibkan melakukan pencabutan pada kasus fraktur akar. Hasil penelitian diatas dapat dilihat perawatan yang dilakukan oleh dokter gigi di Turki terhadap kasus trauma gigi sulung. Hasil penelitian tersebut adalah pada fraktur enamel hanya dilakukan aplikasi fluor, untuk fraktur enamel-dentin tanpa keterlibatan pulpa dilakukan pulp capping dan restorasi, untuk kasus fraktur enamel-dentin yang mengenai pulpa dilakukan pencabutan dan perawatan saluran akar. Kasus subluksasi dan luksasi intrusif tidak dilakukan perawatan hanya observasi saja. Kasus luksasi ekstrusif dan luksasi lateral pada umumnya dilakukan observasi, ekstraksi dan perawatan saluran akar, sementara untuk avulsi sebagian besar tidak dilakukan perawatan.6 Pada penelitian lain, hampir 90,5% dokter gigi mengetahui bagaimana cara penangan kasus trauma gigi avulsi. Sebanyak 44,7% mengatakan bahwa gigi avulsi tersebut harus dipertahankan dengan cara direndam dalam susu atau larutan air garam. Pada kasus fraktur alveolus, 64,1% dokter gigi akan melakukan irigasi dan aspirasi dengan menggunakan saline solution. Setelah mereposisikan gigi avulsi ke dalam alveolus, 82,2% dokter gigi sepakat

(19)

Hasil evaluasi dari penelitian yang dilakukan di klinik bayi di Universitas Londrina menunjukkan bahwa perawatan yang dilakukan oleh dokter gigi pada kasus luksasi pada gigi sulung adalah hanya observasi saja, pemasangan protesa, ekstraksi, reposisi dan splinting.Perawatan yang paling umum dilakukan adalah ekstraksi.20

Data riwayat trauma subluksasi gigi anterior rahang atas di Rumah Sakit Anak Montreal, Kanada dari tahun 1982 sampai 1993 terdapat 207 pasien dengan usia berkisar 0,8 tahun sampai 7,5 tahun. Laporan penanganan kasus subluksasi gigi anterior rahang atas yang dilakukan oleh dokter gigi dan staf rumah sakit adalah tidak dilakukannya perawatan 80,2%, ekstraksi 9,2%, splint 7,7%, memperbaiki oklusi 1%, memperbaiki dan splint 1,9%.21

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di program-program kedokteran di India hanya 24% dokter gigi yang pernah menemukan kasus avulsi gigi pada anak-anak prasekolah. Hasil survei menunjukkan 57% dokter gigi melakukan perawatan dengan mencuci mulut anak dan menyarankan mengambil gigi dengan kain basah. Hanya 5,5% dokter gigi yang ingin menempatkan kembali gigi ke dalam soket sebelum dirujuk. Sebanyak 36,5% akan langsung merujuk anak ke dokter spesialis.22

(20)

2.5 Kerangka Teori 2.6 Kerangka Konsep KLASIFIKASI TRAUMA GIGI SULUNG BERDASARKAN WHO PERAWATAN TRAUMA GIGI SULUNG OLEH DOKTER GIGI

Trauma dental gigi

Etiologi Prevalensi Klasifikasi Trauma

Kerusakan jaringan keras gigi dan pulpa

Kerusakan jaringan periodontal Kerusakan jaringan tulang pendukung Kerusakan pada gingiva dan mukosa mulut Klasifikasi trauma selain WHO Klasifikasi trauma WHO Perawatan Trauma

Gambar

Tabel 1. Prevalensi trauma gigi anak prasekolah dari beberapa penelitian 9,10
Tabel 2. Distribusi jenis trauma gigi sulung dari penelitian Cunha et al (cit  Avsar dan  Topaloglu) 3     Jenis Trauma  Usia ( bulan )  Total  n (%) 6 – 12  n (%)  13 – 24 n (%)  25 – 36 n (%)  Trauma pada jaringan keras
Tabel 3. Distribusi etiologi trauma gigi sulung berdasarkan usia anak 3 Etiologi
Tabel 4. Klasifikasi trauma gigi dari beberapa peneliti 5
+6

Referensi

Dokumen terkait

Kapasitas dukung ultimit tiang secara dynamic didasarkan pada rumus tiang pancang dan hanya berlaku untuk tiang2. tunggal dan tidak

Fungsi tujuan pada penelitian ini untuk meminimalkan nilai biaya alokasi air dari ketersediaan air yang ada menuju kebutuhan air.. Ketersediaan air meliputi air

tindakan rasional yang dilakukan oleh para perempuan dewasa belum menikah.. di Kota Sungailiat termasuk kedalam tindakan yang bertujuan

Pendataan guru bersertifikat pendidik yang akan mengikuti sertifikasi untuk bidang tugas yang baru (sertifikasi kedua), sebagai tindak lanjut dari Peraturan Menteri Pendidikan dan

T ermome ermometter ada er adallah ah aallaatt yang d yang diigunakan un gunakan unttuk mengukur suhu dengan uk mengukur suhu dengan ttepa epatt dan

Proses perkecambahan memiliki manfaat SRVLWLI WHUKDGDS NDUDNWHULVWLN NLPLD ¿VLN dan fungsional protein tepung kedelai yang dihasilkan. Dibandingkan tepung kedelai

Hasil penelitian dari uji lapangan dan validasi model perkuliahan berbasis logika dalam menumbuhkan karakter akademik yang meliputi gabungan dari karakter

Rancangan peneltian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (Gomez &amp; Gomez 1995) karena larva S. exigua uji yang digunakan relatif