• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji aktivitas penangkapan radikal hidroksil oleh ekstrak etanol teh hijau dan teh hitam dengan metode deoksiribosa - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Uji aktivitas penangkapan radikal hidroksil oleh ekstrak etanol teh hijau dan teh hitam dengan metode deoksiribosa - USD Repository"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

UJI AKTIVITAS PENANGKAPAN RADIKAL HIDROKSIL OLEH EKSTRAK ETANOL TEH HIJAU DAN TEH HITAM DENGAN METODE

DEOKSIRIBOSA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh : Carla Kuntari NIM : 028114097

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

UJI AKTIVITAS PENANGKAPAN RADIKAL HIDROKSIL OLEH EKSTRAK ETANOL TEH HIJAU DAN TEH HITAM DENGAN METODE

DEOKSIRIBOSA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh : Carla Kuntari NIM : 028114097

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2007

(3)

SKRIPSI

UJI AKTIVITAS PENANGKAPAN RADIKAL HIDROKSIL OLEH EKSTRAK ETANOL TEH HIJAU DAN TEH HITAM DENGAN METODE

DEOKSIRIBOSA

Oleh : Carla Kuntari NIM : 028114097

Telah disetujui oleh :

(4)
(5)

When you walk through a storm,keep your head up high

and don’t be afraid of the dark. At the end of the storm is a golden sky

and the sweet silver song of lark. Walk on through the wind, walk on

through the rain, tho’ your dream be tossed and blown. Walk on, walk

on with hope in your heart. And you’ll never walk alone.

--

O

O

s

s

c

c

a

a

r

r

H

H

.

.

-

-Kupersembahkan karyaku ini kepada:

kedua orangt uaku, Drs. B. Rahmant o, M. Hum. dan A. M. Budiart i, AMK. kakakku Lukas Priyambodo, S. E. ,

sahabat ku Danang Hendro Pamungkas, almamat erku,

t erima kasih at as doa, semangat , bant uan, dan perhat ian yang besar selama penelit ian dan penyusunan karyaku ini

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan yang telah melimpahkan berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji Aktivitas Penangkapan Radikal Hidroksil oleh Ekstrak Etanol Teh Hijau dan Teh Hitam dengan Metode Deoksiribosa” dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Selama penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari peran serta berbagai pihak yang telah memberikan bimbingan, dorongan, dan saran. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

2. Dra. A. Nora Iska Harnita, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing atas bimbingan, saran, dan kritik selama penelitian sampai penyusunan skripsi ini. 3. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt. selaku dosen penguji atas saran dan

kritik terhadap skripsi ini.

4. Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt. selaku dosen penguji atas saran dan kritik terhadap skripsi ini.

5. Enade Perdana I, S.F., Apt. dan Romo Drs. P. Sunu H., SJ. atas diskusi, kritik, saran, dan pencarian jurnal-jurnal yang turut mendukung dalam penyusunan skripsi ini.

(7)

6. PT. Pagilaran yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk mempelajari proses pengolahan teh hijau dan teh hitam di pabrik teh PT. Pagilaran Banjarnegara, Jawa Tengah dan Samigaluh, Yogyakarta.

7. Bapak Mukmin, Bapak Prapto, Mas Parlan, Mas Kunto, Bapak Kasiran, Mas Kayat, Mas Wagiran, dan Mas Ottok atas pendampingan dan bantuan selama penelitian.

8. Rekan kerja saat penelitian : Nana, Leny, Ardhyan, dan Vini, terima kasih atas bantuan selama bekerja di “rumah kedua” dan selama penyusunan skripsi ini. 9. Sahabat-sahabat penulis : Rendeng, Bertha, Winda, Lisa, Novi, Anno, terima

kasih atas jalinan persahabatan yang indah selama ini.

10.Bapak Yus, Arya, Heri, Danang, dan Kris atas bantuannya selama kunjungan di PT. Pagilaran.

11.Teman-teman praktikum kelompok D dan teman-teman Farmasi angkatan 2002, atas kebersamaannya selama menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

12.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas segala dukungan moril dan materiilnya.

Penulis

(8)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, Februari 2007 Penulis

Carla Kuntari

(9)

INTISARI

Radikal hidroksil merupakan radikal bebas yang sangat reaktif. Radikal hidroksil dapat memecah rantai DNA dan berperan dalam karsinogenik, mutagenik serta sitotoksik. Dalam tubuh, radikal hidroksil ditangkap oleh sistem antioksidan. Saat jumlah radikal bebas melampaui kapasitas sistem antioksidan, diperlukan antioksidan eksogen. Salah satu antioksidan eksogen adalah polifenol yang terdapat pada teh hijau maupun teh hitam. Polifenol dapat bereaksi dengan radikal hidroksil membentuk produk yang kurang reaktif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas penangkapan radikal hidroksil oleh ekstrak etanol teh hijau dan teh hitam. Nilai aktivitas penangkapan radikal hidroksil dinyatakan dalam persen penangkapan (% scavenging) dan nilai penangkapan efektif (effective scavenging) radikal hidroksil sebesar 50% (ES50).

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental karena ada subjek uji yang dikenakan manipulasi perlakuan. Metode penangkapan radikal hidroksil yang digunakan adalah metode deoksiribosa. Prinsip metode ini adalah degradasi deoksiribosa oleh radikal hidroksil, yang dihasilkan oleh reagen Fenton, membentuk malondialdehid (MDA) yang dalam suasana asam dan adanya asam tiobarbiturat (TBA) menghasilkan kromogen merah muda yang diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum 532 nm. Nilai ES50 dihitung

dari persamaan regresi linear antara konsentrasi ekstrak etanol teh hijau atau teh hitam terhadap % scavenging pada berbagai konsentrasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol teh hijau dan teh hitam memiliki aktivitas penangkapan radikal hidroksil dengan nilai ES50 (hasil

ekstrapolasi) ekstrak etanol teh hijau adalah 0,281 mg/ml dan ekstrak etanol teh hitam adalah 0,344 mg/ml.

Kata kunci : radikal hidroksil, antioksidan, polifenol, ekstrak etanol teh hijau dan teh hitam, metode deoksiribosa.

(10)

ABSTRACT

Hydroxyl radical is very reactive free radical. Hydroxyl radical could break DNA chains and play role in carcinogenic, mutagenic, and cytotoxic. Inside the body, antioxidant system can reduce hydroxyl radical but when there is imbalance between the extent of hydroxyl radical and the antioxidant system capacity, body needs exogenous antioxidants. One of them is polyphenols that can be found in green-or black-tea. Polyphenols can react with free radical to form less reactive products. The objective of this research is to know the hydroxyl radical scavenging activity of green-and black-tea ethanolic extract. Hydroxyl radical scavenging activity expressed as percent scavenging and 50 % hydroxyl radical effective scavenging (ES50).

This research is a kind of experimental research, because there is treatment to the research subject. The radical scavenging activity method was measured by the deoxyribose method. The principle of this method is degradation of deoxyribose by hydroxyl radical, which generates from Fenton Reagent, to form malondialdehid (MDA) that upon heating with thiobarbituric acid (TBA) at low pH, yield pink chromogen which can be measured in maximum wavelength at 532 nm. The ES50 value can be count by regeresion linear between green-or black-tea

ethanolic extract concentration and percent scavenging in each concentration. The result of this research indicated that both of green-and black-tea ethanolic extract have hydroxyl radical scavenging activity with ES50

(extrapolated) value of green tea ethanolic extract is 0.281 mg/ml and black tea ethanolic extract is 0.344 mg/ml.

Keywords : hydroxyl radical, antioxidant, polyphenols, green-and black-tea ethanolic extract, deoxyribose method.

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... viii

INTISARI... ix

ABSTRACT... x

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN... xvii

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Permasalahan ... 4

2. Keaslian penelitian ... 4

3. Manfaat penelitian... 4

B. Tujuan Penelitian ... 5

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 6

A. Radikal Bebas ... 6

B. Antioksidan ... 10

(12)

C. Teh ... 11

1. Klasifikasi dan pengolahan teh ... 11

2. Kandungan kimia dalam teh... 13

3. Manfaat teh ... 16

4. Reaksi radikal bebas dengan polifenol dalam teh ... 16

D. Metode Deteksi Radikal Hidroksil... 19

E. Metode Deoksiribosa ... 19

F. Penyarian... 22

1. Cara penyarian ... 22

2. Cairan penyari ... 24

G. Spektrofotometri UV-Vis... 25

H. Landasan Teori... 30

I. Hipotesis... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 32

B. Variabel-Variabel Penelitian... 32

1. Variabel bebas... 32

2. Variabel tergantung... 32

3. Variabel pengacau... 32

C. Definisi Operasional ... 33

D. Bahan-Bahan Penelitian ... 33

E. Alat-Alat Penelitian... 34

(13)

F. Tata Cara Penelitian ... 34

1. Pemilihan sampel ... 34

2. Pembuatan ekstrak etanol teh hijau dan teh hitam ... 35

3. Pembuatan bufer fosfat 20 mM... 35

4. Pembuatan reagen ... 36

5. Pembuatan larutan deoksiribosa 2,5 mM ... 37

6. Pembuatan larutan ekstrak etanol teh hijau dan teh hitam 1 mg/ml .... 37

7. Optimasi metode ... 38

8. Uji aktivitas penangkapan radikal hidroksil oleh ekstrak etanol teh hijau dan teh hitam ... 39

G. Analisis Hasil ... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

A. Pemilihan Sampel ... 41

B. Ekstrak Etanol Teh Hijau dan Teh Hitam ... 42

C. Optimasi Metode... 44

1. Penentuan operating time (waktu operasional)... 44

2. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum... 48

D. Uji Aktivitas Penangkapan Radikal Hidroksil oleh Ekstrak Etanol Teh Hijau dan Teh Hitam... 50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 50

A. Kesimpulan ... 57

B. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58

(14)

LAMPIRAN... 62 BIOGRAFI PENULIS ... 76

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel I. Reactive oxygen species (ROS)... 7

Tabel II. Proses pengolahan teh hijau ... 12

Tabel III. Proses pengolahan teh hitam... 12

Tabel IV. Komposisi dari pucuk daun teh segar ... 13

Tabel V. Karakteristik struktur flavonoid untuk aktivitas penangkapan radikal yang efektif ... 17

Tabel VI. Metode dan prinsip deteksi radikal hidroksil ... 19

Tabel VII. Pemilihan cara penyarian ... 24

Tabel VIII. Spektrum warna pada daerah visibel... 29

Tabel IX. Absorbansi kromogen MDA-TBA pada penambahan ekstrak etanol teh hijau pada berbagai konsentrasi... 50

Tabel X. Absorbansi kromogen MDA-TBA pada penambahan ekstrak etanol teh hitam pada berbagai konsentrasi ... 51

Tabel XI. Persen scavenging ekstrak etanol teh hijau dan teh hitam ... 52

Tabel XII.Persamaan regresi linier ekstrak etanol teh hijau sebelum dan sesudah konversi ... 54

Tabel XIII.Persamaan regresi linier ekstrak etanol teh hitam sebelum dan sesudah konversi ... 54

Tabel XIV. Persentase penangkapan efektif radikal hidroksil sebesar 50 % oleh ekstrak etanol teh hijau dan teh hitam ... 55

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur kimia catechin dalam teh dan epimernya... 14

Gambar 2. Struktur kimia theaflavin (a) dan thearubigin (b) ... 15

Gambar 3. Struktur kimia flavonol dalam teh ... 15

Gambar 4. Gambaran gugus-gugus pada flavonoid yang memiliki aktivitas sebagai penangkap radikal bebas ... 18

Gambar 5. Mekanisme reaksi antara gugus catechol dengan radikal hidroksil ... 18

Gambar 6. Struktur deoksiribosa ... 19

Gambar 7. Reaksi penyerangan radikal hidroksil pada deoksiribosa ... 21

Gambar 8. Reaksi pembentukan radikal gula peroksil ... 21

Gambar 9. Struktur MDA ... 22

Gambar 10. Kurva hubungan waktu (menit) dengan absorbansi kromogen MDA-TBA ... 45

Gambar 11. Reaksi pembentukan gugus enol pada TBA ... 46

Gambar 12. Mekanisme reaksi pembentukan kromogen MDA-TBA ... 47

Gambar 13. Struktur kromogen MDA-TBA... 48

Gambar 14. Kurva hubungan panjang gelombang (nm) dengan absorbansi kromogen MDA-TBA... 49

Gambar 15. Kurva hubungan antara penambahan konsentrasi ekstrak etanol teh hijau dan teh hitam dengan absorbansi ... 51

Gambar 16. Kurva hubungan antara penambahan konsentrasi ekstrak etanol teh hijau dan teh hitam dengan % scavenging... 55

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto ekstrak etanol teh hijau dan teh hitam ... 62

Lampiran 2. Tabel Krejcie... 63

Lampiran 3. Tabel random sampling... 64

Lampiran 4. Contoh penimbangan bahan... 65

Lampiran 5. Contoh perhitungan % scavenging ekstrak etanol teh hijau dan teh hitam ... 74

Lampiran 6. Contoh perhitungan ES50... 75

(18)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Radikal bebas merupakan spesi yang bersifat sangat reaktif karena adanya elektron yang tak berpasangan (Fessenden dan Fessenden, 1986) dan mempunyai kemampuan untuk menimbulkan kerusakan, termasuk peroksidasi lipid, lesi DNA (Deoxyribo Nucleic Acid), dan fragmentasi protein dalam sel. Akumulasi dari kerusakan makromolekuler intraseluler merupakan penyebab proses penuaan dini, keriput, noda hitam, dan beberapa penyakit degenerasi seperti kanker dan jantung koroner (Fulder, 2004; Syah, 2006).

Manusia mempunyai sistem antioksidan yang mampu melindungi tubuh dari radikal bebas. Sistem antioksidan ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok enzimatik dan non-enzimatik. Antioksidan enzimatik terdiri dari superoxide dismutase (SOD), katalase, dan glutathione peroxidase. Antioksidan non-enzimatik terdiri dari vitamin E, A, provitamin A (beta karoten), dan vitamin C. Antioksidan enzimatik secara alamiah dihasilkan oleh tubuh sedangkan antioksidan non-enzimatik diperoleh dari luar tubuh (Fouad, 2005).

Selain penggolongan antioksidan di atas, dikenal pula senyawa antioksidan alami seperti senyawa polifenol yang terdapat pada teh, buah-buahan, sayuran, anggur, bir, dan kecap (Sofia, 2005) dan senyawa antioksidan sintetik, yang lazim digunakan pada industri makanan, seperti BHA (butylated hydroxyanisole) dan BHT (butylated hydroxytoluene). Namun senyawa sintetik ini

(19)

2

diduga bersifat karsinogenik (Rajeshwar et al., 2005) dan bersifat toksik pada dosis tinggi (Halliwell dan Gutteridge, 1999) sehingga mendorong semakin banyak eksplorasi bahan alam (Kikuzaki dan Nakatani, 1993) seperti polifenol, vitamin C, dan beta karoten, sebagai sumber antioksidan. Penelitian ini merupakan salah satu perwujudan eksplorasi bahan alam khususnya teh hijau dan teh hitam sebagai sumber antioksidan.

Minuman teh dikonsumsi di banyak negara, termasuk Indonesia, serta di berbagai lapisan masyarakat. Semua jenis teh dibuat dari sumber yang sama yaitu pucuk dan daun muda tanaman teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze.). Berdasarkan proses pengolahannya, produk teh dibagi menjadi tiga jenis yaitu teh hijau (tidak difermentasi), teh oolong (semifermentasi), dan teh hitam (fermentasi) (Tuminah, 2004).

Teh mempunyai banyak manfaat pada kesehatan, diantaranya sebagai antioksidan (Hartoyo, 2003). Manfaat teh sebagai antioksidan disebabkan oleh adanya senyawa polifenol yang berperan sebagai penangkap radikal bebas, seperti radikal hidroksil (Fulder, 2004). Fenol-fenol, senyawa dengan suatu gugus –OH yang terikat pada karbon cincin aromatik, merupakan antioksidan yang efektif. (Fessenden dan Fessenden, 1986). Senyawa-senyawa ini bereaksi dengan radikal bebas dan membentuk radikal baru yang distabilisasi oleh efek resonansi inti aromatik (Cuvelier et al., 1994).

(20)

bersifat polar sehingga dapat larut dalam pelarut seperti etanol atau air. Hal ini menjadi dasar pembuatan ekstrak teh hijau dan teh hitam menggunakan kombinasi cairan penyari etanol dan air. Diharapkan di dalam ekstrak etanol teh hijau maupun teh hitam senyawa polifenol dapat tersari dengan optimal. Teh hijau dan teh hitam, yang merupakan dua jenis teh yang populer di Indonesia, mengandung senyawa polifenol (pada persentase yang berbeda antara teh hijau dan teh hitam) sehingga ekstrak etanol teh hijau dan teh hitam diduga memiliki aktivitas sebagai penangkap radikal hidroksil.

(21)

4

1. Permasalahan

a. Apakah ekstrak etanol teh hijau dan teh hitam memiliki aktivitas sebagai penangkap radikal hidroksil dengan metode deoksiribosa yang dinyatakan dalam % scavenging?

b. Berapa nilai aktivitas penangkapan radikal hidroksil oleh ekstrak etanol teh hijau dan teh hitam dengan metode deoksiribosa yang dinyatakan sebagai ES50?

2. Keaslian Penelitian

Sejauh pengetahuan penulis, uji aktivitas penangkapan radikal hidroksil oleh ekstrak etanol teh hijau dan teh hitam dengan metode deoksiribosa belum pernah dilakukan. Adapun penelitian yang telah dilakukan adalah aktivitas antioksidan dari berbagai macam ekstrak teh dikaitkan dengan aktivitas antimutageniknya (Yen dan Chen, 1995) dan validasi metode deoksiribosa sebagai uji penangkapan radikal hidroksil oleh vitamin C secara in vitro

(Purwantoko, 2006).

3. Manfaat a. Manfaat teoritis

(22)

b. Manfaat metodologis

Memberikan dukungan dari segi penelitian mengenai aplikasi uji aktivitas penangkapan radikal hidroksil pada bahan-bahan alam khususnya ekstrak etanol teh hijau dan teh hitam.

c. Manfaat praktis

Memberikan pertimbangan mengenai penggunaan teh hijau dan teh hitam sebagai sumber antioksidan alami.

B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui aktivitas penangkapan radikal hidroksil oleh ekstrak etanol teh hijau dan teh hitam dengan metode deoksiribosa yang dinyatakan sebagai %

scavenging.

2. Mengetahui nilai aktivitas penangkapan radikal hidroksil oleh ekstrak etanol teh hijau dan teh hitam dengan metode deoksiribosa yang dinyatakan dalam

(23)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Radikal Bebas

Radikal bebas adalah spesi yang dapat berdiri sendiri yang merujuk kepada

atom atau gugus atom apa saja yang memiliki satu atau lebih elekron tak

berpasangan (Fessenden dan Fessenden, 1986; Halliwell dan Gutteridge, 1999).

Meskipun suatu radikal bebas tidak bermuatan positif atau negatif, spesi semacam ini

sangat reaktif karena adanya elektron yang tak berpasangan (Fessenden dan

Fessenden, 1986).

Radikal dapat dibentuk dari spesi non-radikal yang kehilangan satu

elektronnya, penggabungan dengan satu elektron, atau terputusnya ikatan kovalen

melalui peristiwa fisi homolitik (homolytic fission). Peristiwa ini terjadi apabila satu

elektron dari pasangan elektron terikat pada masing-masing atomnya (Halliwell dan

Gutteridge, 1999).

Sumber radikal bebas, baik endogen maupun eksogen terjadi melalui

sederetan mekanisme reaksi yaitu pembentukan awal radikal bebas (inisiasi), lalu

perambatan atau terbentuknya radikal baru (propagasi), dan tahap terakhir

(terminasi), yaitu pemusnahan atau pengubahan menjadi radikal bebas stabil dan tak

reaktif (Sofia, 2005).

Reactive Oxygen Spesies (ROS) adalah suatu istilah yang digunakan para

peneliti untuk mencakup tidak hanya radikal oksigen tetapi juga beberapa spesi

non-radikal yang merupakan derivat O2 (Tabel I).

(24)

Tabel I. Reactive oxygen species (ROS)(Halliwell dan Gutteridge, 1999; Sofia, 2005)

Radikal Non-radikal

Superoksida, O2 Hidrogen peroksida, H2O2 Hidroksil, OH Asam hipoklorit, HOCl

Peroksil, RO2 Ozon, O3

Alkoksil, RO Oksigen singlet, ∆gO2 Hidroperoksil, HO2 Peroksinitrit, ONOO

-Oksigen aktif dalam bentuk superoksida, hidrogen peroksida, dan radikal

hidroksil merupakan hasil sampingan metabolisme normal dan menyerang molekul

biologis yang dapat menyebabkan kerusakan sel atau jaringan (Yen dan Chen, 1995;

Cerutti cit. Yen dan Chen, 1995). Radikal hidroksil merupakan bentuk yang amat

reaktif dan dihasilkan oleh fotolisis ultraviolet hidrogen peroksida dan dapat berlaku

sebagai toksikan primer dan sebagai sumber toksikan sekunder. Radikal hidroksil

yang dihasilkan dekat DNA secara perlahan-perlahan dapat memecah rantai DNA

dan berperan dalam karsinogenik, mutagenik serta sitotoksik (Rafat et al., cit. Roy et

al., 2001).

Dalam sel, ROS sangat cepat ditangkap oleh sistem pertahanan antioksidan

(antioxidant defense system). Saat peningkatan pembentukan ROS tidak dapat

ditanggulangi oleh sistem pertahanan antioksidan, tercetus situasi yang disebut stress

oksidatif. Semua ROS bersifat sangat reaktif karena memiliki konfigurasi elektron

yang tidak stabil sehingga mampu menarik elektron dari molekul lainnya dan

menciptakan radikal-radikal bebas lain yang mampu bereaksi dengan lebih banyak

molekul lainnya (Blokhina, 2000).

Efek oksidatif radikal bebas dapat menyebabkan peradangan dan penuaan

(25)

8

peroksida karena bereaksi dengan radikal bebas sehingga mempercepat penuaan.

Kanker disebabkan oleh oksigen reaktif yang intinya memacu zat karsinogenik,

sebagai faktor utama kanker. Oksigen reaktif dapat meningkatkan kadar LDL (low

density lipoprotein) yang kemudian menjadi penyebab penimbunan kolesterol pada

dinding pembuluh darah dengan akibat timbulnya atherosklerosis (Sofia, 2005).

Radikal bebas yang dikenal sangat reaktif adalah radikal hidroksil. Nilai

standar potensial reduksinya adalah 2,31 V. Radikal hidroksil bereaksi sangat cepat

dengan hampir semua tipe molekul dalam sel hidup, yaitu gula, asam amino,

fosfolipid, basa DNA, dan asam organik. Reaksi radikal hidroksil dengan DNA

mengakibatkan kerusakan penting dalam sel, mengingat kerusakan rantai DNA tidak

dapat dengan mudah diperbaiki oleh sel (Halliwell dan Gutteridge, 1999).

Radikal hidroksil dapat dihasilkan dari reaksi Fenton atau reaksi fisi

homolitik ikatan O-O pada H2O2.

Reaksi Fenton: H2O2 + Fe2+→ Fe(III) + OH ¯ + ˙OH

Fisi homolitik: H O O H UV 2 OH

Selain itu, radikal hidroksil juga dapat dibentuk dari reaksi H2O2 dengan adanya

ion-ion logam Cu+ (Halliwell dan Gutteridge, 1999).

Reaksi radikal hidroksil dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu:

abstraksi (pemisahan) hidrogen, adisi, dan transfer (perpindahan) elektron. Reaksi

radikal bebas dengan spesi non-radikal menghasilkan radikal bebas baru yang kurang

atau sama-sama reaktif dibandingkan radikal bebas awal. Contoh reaksi abstraksi

hidrogen adalah reaksi antara radikal hidoksil dengan alkohol membentuk air dan

(26)

menjadi sangat penting karena memiliki hubungan secara biologis dengan terjadinya

peroksidasi lipid (Halliwell dan Gutteridge, 1999).

C C

Reaksi adisi radikal hidroksil dapat terjadi pada reaksi radikal hidroksil dengan

senyawa aromatik. Contohnya adisi radikal hidroksil pada cincin purin pada basa

purin DNA menghasilkan radikal δ-hidroksiguanin. Radikal hidroksil juga

mengalami reaksi adisi pada atom yang mempunyai ikatan rangkap.

+ OH

C C C C

HO

Jika radikal hidroksil menyerang DNA yang menyebabkan kerusakan pada basanya

(dan gula deoksiribosa) maka hal ini akan memacu pecahnya ikatan pada DNA

(Halliwell dan Gutteridge, 1999).

Radikal hidroksil berperan pada transfer elektron, contohnya pada reaksi

dengan ion halida. Reaksi transfer elektron dapat terjadi pada reaksi antara radikal

hidroksil dengan ion halida dan dengan ion nitrit. Contoh reaksi radikal hidroksil

dengan ion halida adalah sebagai berikut:

Cl

Reaksi antara radikal hidroksil dengan ion nitrit adalah sebagai berikut:

(27)

10

B. Antioksidan

Istilah antioksidan sering digunakan namun sangat jarang didefinisikan

secara jelas. Menurut Fessenden dan Fessenden (1986), antioksidan merupakan suatu

inhibitor reaksi radikal bebas yang kadang-kadang dirujuk sebagai suatu “perangkap”

radikal bebas. Kerja yang lazim suatu inhibitor radikal bebas adalah bereaksi dengan

radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas tak reaktif dan relatif stabil. Menurut

Halliwell dan Gutteridge (1999), antioksidan adalah substansi yang bila diberikan

pada konsentrasi rendah dibandingkan substrat yang mudah dioksidasi, secara

signifikan menunda atau menghambat oksidasi substrat tersebut.

Ada dua kategori antioksidan yaitu antioksidan enzim dan antioksidan

non-enzimatik (Harman, 1981). Antioksidan enzim mencakup superoksida dismutase

(SOD), katalase (CAT), dan glutation peroksidase (GPx). Superoksida dismutase

mengubah superoksida menjadi hidrogen peroksida; katalase dan glutation

peroksidase mengubah hidrogen peroksida dari reaksi SOD menjadi air. Sebagai

tambahan, glutatione peroksidase dapat menurunkan peroksidasi lipid secara

langsung (Blokhina, 2000).

Antioksidan non-enzimatik mencakup vitamin E, vitamin C, beta karoten,

glutation, asam urat, dan albumin. Bersama-sama, enzim-enzim dan antioksidan non

enzimatik mengubah ROS menjadi komponen yang lebih aman sebelum ROS

menyebabkan kerusakan pada sel dan jaringan (Fouad, 2005).

Selain penggolongan antioksidan di atas, dikenal pula senyawa antioksidan

alami seperti senyawa polifenol yang terdapat pada teh, buah-buahan, sayuran,

(28)

digunakan pada industri makanan, seperti BHA (butylated hydroxyanisole) dan BHT

(butylated hydroxytoluene).

C. Teh

Semua jenis produk teh berasal dari sumber yang sama yaitu pucuk dan

daun muda tanaman teh (Camellia sinensis). Keberagaman berbagai jenis teh yang

ada disebabkan karena adanya perbedaan dalam proses pengolahannya (Werkhoven,

1988).

1. Klasifikasi dan pengolahan teh

Secara umum, daun teh diolah menjadi teh hijau, teh oolong, dan teh hitam.

Teh hijau dan teh hitam telah umum diproduksi di Indonesia sedangkan teh oolong

diproduksi di China. Perbedaan antara teh hijau dan teh hitam adalah pada ada

tidaknya reaksi enzimatik yang berlangsung selama proses pengolahan teh. Pada teh

hitam, dikenal adanya proses fermentasi sedangkan pada teh hijau proses fermentasi

justru dicegah (Werkhoven, 1988). Pada teh oolong, proses pemanasan daun terjadi

dalam waktu singkat setelah penggulungan sehingga disebut teh semifermentasi.

Karakteristiknya berada di antara teh hitam dan teh hijau (Syah, 2006). Proses

pengolahan teh hijau dapat dilihat pada tabel II sedangkan proses pengolahan teh

hitam dapat dilihat pada tabel III.

Pada proses fermentasi dalam pengolahan teh hitam, enzim polifenol

oksidase akan mengubah senyawa polifenol menjadi theaflavin dan thearubigin.

Secara umum, theaflavin berperan dalam kecerahan (brightness) dan ketajaman

(29)

12

kontak langsung dengan polifenol karena polifenol terdapat dalam vakuola sel

sedangkan enzim polifenol oksidase terdapat dalam sitoplasma (Werkhoven, 1988;

Syah, 2006).

Tabel II. Proses pengolahan teh hijau (Hartoyo, 2003)

Tahap

pengolahan Tujuan Pelaksanaan

Pemanasan Menginaktifkan enzim oksidase dan mengurangi kadar air daun sehingga mudah digulung.

Daun segar dimasukkan dalam rotary

panner suhu 90-100°C selama 5

menit. Penggulungan Membuat bentuk daun menjadi

ter-gulung dan memeras cairan sel ke per-mukaan.

Daun digulung dengan orthodox roller kecil selama 10-20 menit.

Pengeringan Mengurangi kadar air, mematikan enzim yang mungkin masih punya aktivitas, memperpanjang masa sim-pan, dan membentuk daun menjadi keriting dan berbutir.

Pengeringan secara bertahap.

1. Tahap 1: menggunakan pengering sinambung suhu 100 °C selama 20-22 menit.

2. Tahap 2 : menggunakan penge-ring berputar (rotary drier atau

boll tea) dengan suhu 80°C

selama 60-80 menit. Sortasi Memisahkan partikel bukan teh,

menyeragamkan ukuran dan bentuk partikel, dan menggolong-golongkan dalam grade teh.

Mengayak, menghembus, menghi-langkan serat dan tangkai, dan memotong (bila perlu).

Tabel III. Proses pengolahan teh hitam (Hartoyo, 2003; Werkhoven, 1988; Syah, 2006)

Tahap

pengolahan Tujuan Pelaksanaan

Pelayuan Mengurangi kadar air daun sehingga mudah digulung dan dihancurkan.

Daun segar dialiri udara hangat (≤ 30°C) dan kelembaban moderat (RH 60%) selama 18-20 jam.

Penggulungan Memperkecil ukuran partikel daun dan menciptakan kondisi fisik terbaik untuk mempertemukan polifenol dengan enzim polifenol oksidase.

Pucuk layu digulung bertahap dengan mesin ortodhox roller (Primary rolling selama 40 menit, rotavane selama 2 menit, dan secondary rolling selama 15 menit).

Fermentasi Mempertemukan polifenol dengan enzim polifenol oksidase.

Meletakkan pucuk tergulung pada baki selama 30 menit dengan suhu ruangan 26-28°C dan kelembaban 85-95%.

Pengeringan Menghentikan aktivitas enzim dan memperpanjang umur simpan.

Pengeringan secara sinambung dengan suhu 90-100°(inlet) selama 25-30 menit.

Sortasi Memisahkan partikel bukan teh, menyeragamkan ukuran dan bentuk partikel, dan menggolong-golongkan dalam grade teh.

(30)

2. Kandungan kimia dalam teh

Daun teh memiliki banyak senyawa kimia yang merupakan zat bioaktif.

Gambaran mengenai komposisi pucuk daun teh segar disajikan pada tabel IV.

Tabel IV. Komposisi dari daun teh segar (Werkhoven, 1988)

Senyawa % Senyawa %

Polifenol yang dapat difermentasi 20 Fiber kasar, selulosa, lignin 22

Polifenol lain 10 Protein 16

Kafein 4 Lemak 8

Gula dan zat bergetah 3 Klorofil dan pigmen 1,5

Asam amino 7 Pektin 4

Mineral 4 Amilum 0,5

Larut dalam air, total 48 Tidak larut dalam air, total 52

Polifenol, kafein, asam amino, asam organik, mineral, dan gula terdapat

dalam vakuola sel. Enzim-enzim terdapat dalam sitoplasma. Protein, lemak, dan

tepung terdapat dalam protoplasma. Selulosa, pektin terdapat terdapat dalam dinding

sel (Syah, 2006).

Secara garis besar, senyawa-senyawa aktif dalam daun teh dapat

digolongkan menjadi empat kelompok, yaitu: substansi fenol, substansi bukan fenol,

substansi penyebab aroma, dan enzim (Syah, 2006).

a. Substansi fenol. Polifenol dalam teh terdiri dari senyawa golongan

flavonoid terutama subgolongan flavanol dan flavonol. Flavanol dalam teh secara

struktural termasuk subgolongan flavan-3-ol. Catechin utama dalam teh terdiri dari

(-)-Epicatechin, (-)-Epigallocatechin, (-)-Epicatechin 3-gallate, (-)-Epigallocatechin

3-gallate (Hartoyo, 2003; Syah, 2006). Kandungan catechin dalam produk teh hijau

adalah 16-30% berat kering teh (Syah, 2006). Gambar struktur kimia senyawa

(31)

14

Dalam proses pengolahan teh hitam, catechin dioksidasi oleh enzim

polifenol oksidase menjadi theaflavin dan thearubigin. Secara garis besar, theaflavin

terdiri dari theaflavin, theaflavin 3-galat, theaflavin 3´galat, theaflavin 3,3´ digalat,

yang terbentuk karena adanya reaksi yang terjadi antara quinon (turunan catechin)

dengan gallocatechin (Roy et al., 2001; Hartoyo, 2003).

OH

Gambar 1. Struktur kimia catechin dalam teh dan epimernya (Hartoyo, 2003)

Gambar struktur kimia theaflavin dan thearubigin dapat dilihat pada gambar

2. Kandungan theaflavin di dalam teh hitam adalah 0,3-2% dan thearubigin adalah

10-20% dari berat kering teh (Syah, 2006).

Flavonol utama dalam teh adalah quercetin, kaemferol, dan myricetin yang

ada dalam jumlah 2-3%. Gambar struktur kimia flavonol dalam teh disajikan pada

gambar 3. Flavonol ini, terutama terdapat dalam bentuk glikosidanya dan sedikit

dalam bentuk aglikonnya (Hartoyo, 2003). Flavonol merupakan salah satu

antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman dan mempunyai kemampuan

mengikat logam. Aktivitas antioksidan flavonol bertambah besar seiring dengan

(32)

HO O

Gambar 2. Struktur kimia theaflavin (a) dan thearubigin (b) (Hartoyo, 2003; Lambert dan Yang, 2003)

Gambar 3. Struktur kimia flavonol dalam teh (Hartoyo, 2003)

b. Substansi bukan fenol. Termasuk di antaranya adalah karbohidrat

(sukrosa, glukosa, dan fruktosa), pektin, alkaloid (kafein), klorofil, dan zat warna

yang lain, protein dan asam amino, asam organik, substansi resin, vitamin (C, K, A,

B1, dan B2), mineral (Mg, K, F, Na, Ca, Zn, Mn, Cu, dan Se). Selama proses

pengolahan teh, vitamin C mengalami oksidasi sehingga jumlahnya menjadi semakin

(33)

16

c. Substansi penyebab aroma. Munculnya aroma pada teh hitam langsung

atau tidak langsung selalu dihubungkan dengan terjadinya oksidasi senyawa

catechin. Substansi penyebab aroma teh digolongkan menjadi empat yaitu fraksi

karboksilat, fenolat, karbonil, dan fraksi netral bebas karbonil. Ada pendapat lain

yang menyatakan bahwa aroma teh berasal dari penguraian protein, oksidasi

karotenoid menjadi senyawa yang mudah menguap atau karena adanya minyak

essensial dalam teh (Syah, 2006).

d. Kandungan enzim. Enzim yang terkandung dalam daun teh adalah

invertase, amilase, β-glukosidase, oksimetilase, protease, dan peroksidase. Enzim

lain yang tidak penting dalam proses kehidupan tanaman namun penting dalam

proses pengolahan teh adalah polifenol oksidase (Syah, 2006).

3. Manfaat teh

Teh mempunyai banyak manfaat pada kesehatan, diantaranya antioksidan,

menghambat oksidasi LDL (Low Density Lipoprotein), mereduksi kolesterol,

antitrombosis, antimikroba, antivirus, memberikan perlindungan terhadap kanker,

menurunkan tekanan darah, mengurangi kadar gula darah, mempertahankan berat

tubuh ideal, dan mengurangi stress (Hartoyo, 2003).

4. Reaksi radikal hidroksil dengan polifenol dalam teh

Potensi teh sebagai antioksidan disebabkan oleh adanya senyawa polifenol

yang merupakan senyawa flavonoid subgolongan flavan-3-ol dan flavonol. Senyawa

(34)

terdapat dalam strukturnya. Reaksi antara gugus tersebut dengan radikal bebas akan

membentuk radikal baru yang distabilisasi oleh efek resonansi inti aromatik

(Cuvelier et al., 1994). Tabel berikut menyajikan karakteristik dari struktur flavonoid

yang turut menentukan aktivitas flavonoid sebagai penangkap radikal bebas yang

efektif (Middleton et al., 2000). Gambaran gugus-gugus yang tercantum pada tabel V

disajikan pada gambar 4. Menurut Amić et al. (2003), setelah melakukan analisis

hubungan struktur-aktivitas penangkapan radikal, diindikasikan bahwa flavonoid

yang memiliki gugus catechol pada cincin B dan atau gugus hidroksi pada C3

memiliki aktivitas penangkapan radikal yang tinggi. Mekanisme reaksi flavonoid

dalam teh dengan suatu radikal bebas, misalnya radikal hidroksil, ditunjukkan pada

gambar 5.

Tabel V. Karakteristik struktur flavonoid untuk aktivitas penangkapan radikal yang efektif (Middleton et al., 2000)

• Gugus catechol (O-dihidroksi) pada cincin B, memberikan kemampuan penangkapan yang besar.

• Gugus pyrogallol (Trihidroksi) pada cincin B, memberikan aktivitas yang lebih tinggi lagi, seperti pada myricetin. Ikatan rangkap C2-C3 pada cincin C memperlihatkan peningkatan aktivitas penangkapan karena memberikan stabilitas pada radikal fenoksi yang dihasilkan.

• 4-oxo (gugus keton pada posisi 4 di cincin C), bila berhubungan dengan ikatan rangkap pada C2-C3 maka aktivitas penangkapan akan meningkat dengan cara delokalisasi elektron dari cincin B.

• Gugus 3-OH pada cincin C menghasilkan penangkapan yang sangat besar. Kombinasi ikatan rangkap pada C2-C3 dan 4-oxo memperlihatkan kombinasi terbaik di atas gugus catechol.

(35)

18

= gugus catechol

= gugus pyrogallol

= gugus 4-oxo

= gugus 3-OH = gugus 5-OH, 7-OH

= kombinasi gugus 4-oxo dan ikatan rangkap C2-C3

Gambar 4. Gambaran gugus-gugus pada flavonoid yang memiliki aktivitas sebagai penangkap radikal bebas (Middleton et al., 2000)

O

(36)

D. Metode Deteksi Radikal Hidroksil

Metode dan prinsip deteksi radikal hidroksil dapat dilihat pada tabel VI.

Tabel VI. Metode dan prinsip deteksi radikal hidroksil (Bors et al., 1979; Halliwell and Gutteridge, 1999)

Metode Prinsip Metode

Pemucatan

p-nitrosodimetilanilin (p-NDA)

p-nitrosodimetilanilin bereaksi cepat dengan radikal hidroksil tetapi tidak bereaksi dengan O2˙¯ atau singlet O2. Reaksi ini akan diikuti pemucatan warna kuning.

Metode deoksiribosa Reaksi antara radikal hidroksil dengan deoksiribosa menghasilkan MDA, lalu dipanaskan dengan asam tiobarbiturat pada pH rendah, akan menghasilkan warna merah muda.

Metode triptofan Reaksi antara radikal hidroksil dengan triptofan akan menghasilkan satu set produk yang khas.

Metode dimetilsulfoksida (DMSO)

Radikal hidroksil bereaksi dengan dimetilsulfoksida (DMSO) menghasilkan antara lain gas metana yang dideteksi dengan

Gas Liquid Chromatography atau formaldehid yang dideteksi secara kolorimetri.

E. Metode Deoksiribosa

Deoksiribosa (2-deoksi-D-ribosa) merupakan gula yang mempunyai lima

atom karbon yang merupakan turunan dari suatu gula pentosa yaitu ribosa. Gula ini

merupakan bagian dari DNA. Gambar struktur deoksiribosa disajikan pada gambar 6.

(37)

20

Beberapa produk degradasi deoksiribosa, saat dipanaskan pada pH rendah

terdekomposisi menjadi malondialdehid (MDA), yang dapat dideteksi dengan

penambahan asam tiobarbiturat (TBA) menghasilkan kromogen MDA-TBA yang

berwarna merah muda. Pembentukan MDA dari deoksiribosa menjadi dasar uji

penangkapan radikal hidroksil (uji deoksiribosa) (Halliwell dan Gutteridge, 1999).

Proses degradasi deoksiribosa oleh radikal hidroksil terjadi melalui

beberapa tahap. Tahap-tahap ini terjadi pada saat campuran reaksi yang terdiri dari

reagen Fenton (FeCl3, EDTA, H2O2, vitamin C) dan deoksiribosa diinkubasi pada

suhu 37ºC selama 30 menit. Tahap-tahap reaksi tersebut adalah reaksi pembentukan

radikal hidroksil dari reaksi Fenton dan degradasi deoksiribosa oleh radikal hidroksil

(Halliwell dan Gutteridge, 1999).

Tahap I. Reaksi pembentukan radikal hidroksil. Radikal hidroksil dihasilkan

melalui reaksi Fenton. Dalam reaksi Fenton, vitamin C berfungsi sebagai reduktor

yang mempercepat proses reduksi Fe3+ menjadi Fe2+. Semakin cepat Fe3+ direduksi

menjadi Fe2+ maka semakin cepat pembentukan radikal hidroksil karena Fe2+ akan

bereaksi dengan H2O2 dan menghasilkan radikal hidroksil (•OH). Penambahan suatu

ligan (EDTA) pada besi dapat meningkatkan konstante kecepatan reaksi antara Fe2+

dengan H2O2. Reaksinya adalah sebagai berikut :

Fe3+EDTA + Asam Askorbat Fe2+EDTA + Asam Dehidro Askorbat

Fe2+EDTA + H2O2 Fe3+EDTA + -OH + •OH

Tahap II. Degradasi deoksiribosa. Radikal hidroksil akan menyerang

deoksiribosa dan mendegradasinya menjadi fragmen-fragmen. Semua posisi pada

(38)

membentuk radikal deoksiribosa melalui reaksi abstraksi hidrogen (gambar 7) yang

dengan adanya O2 akan diubah secara cepat menjadi radikal gula peroksil (gambar

8). Selanjutnya terjadi serangkaian reaksi yaitu disproporsionasi, penataan ulang,

eliminasi air, dan pemecahan ikatan C–C menghasilkan produk karbonil yag

bervariasi. Konstante kecepatan reaksi orde dua dari reaksi antara radikal hidroksil

dengan gula deoksiribosa pada pH 7,4 adalah 3,1 x 109 M-1s-1 (Halliwell dan

Gutteridge, 1999). Beberapa produk degradasi deoksiribosa, saat dipanaskan pada

pH rendah akan terdekomposisi menjadi MDA (gambar 9) (Halliwell dan Gutteridge,

1999).

Gambar 7. Reaksi penyerangan radikal hidroksil pada deoksiribosa (Halliwell dan Gutteridge, 1999)

(39)

22

O O

H H

Gambar 9. Struktur MDA

F. Penyarian

Penyarian adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan yang

tidak dapat larut dengan pelarut cair. Secara umum, cara penyarian dapat dibedakan

menjadi infundasi, maserasi, perkolasi, dan penyarian berkesinambungan. Sebagai

cairan penyari digunakan air, eter, atau campuran etanol air. Penyarian dengan

campuran etanol dan air dilakukan dengan cara maserasi atau perkolasi (Anonim,

1986).

1. Cara penyarian

a. Infundasi. Cara infundasi adalah proses penyarian yang umumnya

digunakan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan

nabati. Sari yang dihasilkan tidak stabil dan mudah dicemari oleh kuman dan kapang.

Oleh sebab itu sari yang diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24

jam. Infundasi dibuat dengan cara menyari simplisia dengan air pada suhu 90°C

selama 15 menit (Anonim, 1986)

b. Maserasi. Cara maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana.

Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari

sehingga cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel

yang mengandung zat aktif. Adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di

(40)

dalam sel ke luar sel. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan

konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel (Anonim, 1986).

Maserasi dapat dilakukan modifikasi misalnya dengan teknik remaserasi.

Pada teknik ini, cairan dibagi menjadi 2 kemudian seluruh serbuk simplisia

dimaserasi dengan cairan penyari pertama, sesudah dienaptuangkan dan diperas,

ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari kedua (Anonim, 1986).

c. Perkolasi. Cara perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan

mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Cairan

penyari akan dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk kemudian cairan akan

melarutkan zat aktif di dalam sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh.

Serbuk simplisia yang akan diperkolasi dibasahi terlebih dahulu dengan cairan

penyari kemudian dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam alat perkolasi

(perkolator) sambil tiap kali ditekan. Serbuk kemudian ditutup dengan kertas saring

dan cairan penyari dialirkan hingga di atas permukaan massa masih terdapat lapisan

cairan penyari. Setelah 24 jam, keran dibuka dan diatur hingga kecepatan penetesan

adalah 1 ml per menit. Akhir proses perkolasi ditentukan dengan pemeriksaan zat

secara kualitatif pada perkolat terakhir.

d. Penyarian berkesinambungan. Proses ini merupakan gabungan antara

proses untuk menghasilkan ekstrak cair dan proses penguapan. Alat yang digunakan

misalnya Soxhlet. Pada penyarian ini, cairan penyari dipanaskan hingga mendidih,

kemudian uap penyari akan naik ke atas kemudian akan mengembun karena

didinginkan oleh pendingin balik. Embun akan turun melalui serbuk simplisia sambil

(41)

24

Pemilihan cara penyarian disesuaikan dengan zat aktif yang akan disari,

misalnya dari segi ketahanan zat aktif terhadap adanya proses pemanasan. Selain itu,

bentuk, nilai terapeutik, dan nilai ekonomis juga perlu diperhitungkan. Salah satu

contoh pemilihan cara penyarian dapat dilihat pada tabel VII.

Tabel VII. Pemilihan cara penyarian

No Perihal Perkolasi Maserasi

1 Simplisia keras +

2 Simplisia lunak dan parenkimatik +

3 Sulit diserbuk seperti asam +

4 Bahan tidak kompak seperti Benzoin +

5 Nilai terapeutik besar, misal kina +

6 Nilai terapeutik kurang, misal aroma +

7 Harga mahal +

8 Harga murah +

2. Cairan penyari

Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor. Cairan

penyari yang baik harus memenuhi kriteria yaitu murah dan mudah didapat, stabil

secara fisika dan kimia, netral, tidak mudah menguap atau terbakar, selektif, tidak

mempengaruhi zat berkhasiat, dan diperbolehkan oleh peraturan (Anonim, 1986).

Farmakope Indonesia Edisi III menetapkan bahwa sebagai cairan penyari

adalah air, eter, atau campuran etanol air. Etanol dapat melarutkan alkaloid basa,

minyak menguap, glikosida, kurkumin, kumarin, antrakinon, flavonoid, steroid,

damar, dan klorofil. Lemak, malam, tanin, dan saponin hanya sedikit larut di dalam

etanol. Campuran etanol dan air dapat digunakan untuk meningkatkan penyarian

(42)

G. Spektrofotometri UV-Vis

Teknik spektroskopik adalah salah satu teknik fisiko-kimia yang mengamati

tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik. Tiga hal yang

mungkin terjadi sebagai akibat interaksi atom molekul dengan radiasi

elektromagnetik adalah hamburan (scattering), absorpsi (absorption) dan emisi

(emission) (Mulja dan Suharman, 1995).

Spektrofotometri UV-Vis merupakan anggota teknik analisis spektroskopik

yang dihasilkan dari absorpsi radiasi elektromagnetik oleh atom atau molekul

memakai sumber radiasi elektromagnetik ultra violet dekat (190-380 nm) dan sinar

tampak (380-780 nm) dengan menggunakan instrumen spektrofotometer (Mulja dan

Suharman, 1995).

Ada empat macam transisi elektron di dalam suatu molekul. (1) Elektron

yang tidak berada dalam ikatan. Energi eksitasi elektron ini sangat tinggi dan tidak

memiliki kontribusi pada absorbsi di daerah visibel maupun UV. (2) Elektron pada

ikatan kovalen tunggal (elektron sigma, σ). Energi eksitasi elektron ini juga terlalu

tinggi sehingga tidak memberikan kontribusi pada absorpsi di daerah visibel atau UV

(contohnya pada ikatan kovalen hidrokarbon jenuh). (3) Pasangan elektron bebas

pada kulit terluar (elektron n), contohnya pada N, O, S, dan halogen. Elektron ini

cenderung diikat kurang kuat dibandingkan elekton sigma dan dapat tereksitasi oleh

radiasi visibel atau UV. (4) Elektron pada orbital π (pi), contohnya pada ikatan

rangkap dua atau tiga. Elektron ini paling mudah tereksitasi dan bertanggung jawab

(43)

26

Efek absorpsi radiasi pada molekul menghasilkan transisi elektron ke

tingkat yang lebih tinggi yang dikenal sebagai orbital antibonding. Transisi yang

paling umum adalah transisi dari π atau n menuju π* (Christian, 2004). Eksitasi

elektron σ→σ* yang diberikan oleh ikatan tunggal, sebagai contoh pada alkana,

membutuhkan energi yang paling besar. Eksitasi elektron π → π* diberikan oleh

ikatan rangkap dua dan tiga (alkena dan alkuna). Pada gugus karbonil (dimetil keton

dan asetaldehid) terjadi eksitasi elektron n →σ* dan eksitasi elektron n →π* yang

terjadi pada λ = 280-290 nm tetapi eksitasinya terlarang karena memberikan nilai

ε

=12-16 cm-1mol-1L(Mulja dan Suharman, 1995).

Senyawa organik pada umumnya dan semua gugus atau gugusan atom yang

mengabsorpsi radiasi UV-Vis disebut sebagai gugus kromofor (Mulja dan Suharman,

1995). Gugus kromofor terdiri dari gugus tak jenuh yang menjalani transisi π → π*

dan n →π*. Contoh beberapa kromofor adalah sebagai berikut :

C C C C

N N NO2 C

O

(Fessenden danFessenden, 1986).

Pada gugus organik dikenal pula gugus auksokrom, yaitu gugus fungsionil

yang mempunyai elektron bebas seperti –OH, -NH2, dan OCH3 yang memberikan

transisi (n→σ*). Terikatnya gugus auksokrom oleh gugus kromofor akan

mengakibatkan pergeseran pita absorpsi menuju ke panjang gelombang yang lebih

(44)

C

H CH CH CH

hiperkromik). Pergeseran batokromik juga terjadi pada dua ikatan rangkap yang

terkonjugasi butadien ( )(Mulja dan Suharman, 1995).

Kuantitas energi yang diserap oleh suatu senyawa berbanding terbalik dengan

panjang gelombang radiasi:

∆E = hv = λ

hc

dengan ∆E = energi yang diabsorpsi (erg); h = tetapan Planck (6,6 x 10 -27) erg-det; v

= frekuensi (Hz); c = kecepatan cahaya (3 x 1010 cm/det); λ = panjang gelombang

(cm) (Fessenden dan Fessenden, 1986).

Analisis dengan spektrofotometer UV-Vis melibatkan pembacaan absorban

radiasi elektromagnetik oleh molekul atau radiasi elektromagnetik yang diteruskan.

Keduanya dikenal sebagai absorban (A) tanpa satuan dan transmitan dengan satuan

persen. Hubungan antara intensitas radiasi elektromagnetik yang diserap oleh sistem

(Io) dengan intensitas radiasi yang ditransmisikan (It) dapat dijelaskan dengan hukum

Lambert-Beer yang menyatakan hubungan antara transmitan dan absorbansi terhadap

intensitas radiasi atau konsentrasi zat yang dianalisis dan tebal larutan yang

mengabsorbsi.

Hubungan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :

(45)

28

dimana T = persen transmitan; Io = intensitas radiasi yang datang; It = intensitas

radiasi yang diteruskan; ε = serapan molar (L.mol-1.cm-1); c = konsentrasi (mol.L-1);

b = tebal larutan (cm); A = absorban (Mulja dan Suharman, 1995).

Komponen-komponen pokok spektrofotometer meliputi sumber (1) tenaga

radiasi yang stabil, (2) sistem yang terdiri atas lensa-lensa, cermin, dan celah-celah,

(3) monokromator untuk mengubah radiasi menjadi komponen-komponen panjang

gelombang tunggal, (4) tempat cuplikan yang transparan, dan (5) detektor radiasi

yang dihubungkan dengan sistem meter atau pencatat (Sastrohamidjojo, 2001).

Kolorimetri adalah suatu teknik pengukuran cahaya yang diabsorpsi oleh

suatu zat yang berwarna, baik warna yang terbentuk dari asalnya (senyawa tersebut

memang berwarna) maupun warna yang dibentuk dari hasil reaksi dengan zat lain

(Khopkar, 1990). Perubahan warna yang dibentuk dari hasil reaksi dengan zat lain

dapat terjadi karena zat tersebut mengalami perpanjangan gugus kromofor oleh

penambahan zat lain yang sebelumnya juga tidak berwarna dalam suatu larutan atau

karena pembentukan suatu komplek yang berwarna. Pengukuran serapan larutan

berwarna tersebut dilakukan pada panjang gelombang daerah sinar tampak (380-780

nm) (Mulja dan Suharman, 1995).

Warna dapat dihasilkan oleh proses absorbsi cahaya dengan panjang

gelombang tertentu oleh suatu zat. Senyawa organik dengan konjugasi yang ekstensif

menyerap cahaya dengan panjang gelombang tertentu, karena adanya transisi π→π*

dan n →π*. Apa yang tampak bukanlah warna yang diserap melainkan

(46)

Tabel VIII. Spektrum warna pada daerah visibel (Skoog et al., 1994)

Rentang

Panjang Gelombang (nm)

Warna yang diabsorbsi

Warna Komplementer (warna yang terlihat)

400– 435 Ungu Kuning-Hijau

435 – 480 Biru Kuning

Pada kolorimetri yang ditentukan kadarnya adalah serapan cahaya pada

larutan berwarna. Oleh karena itu, diperlukan suatu larutan dengan kadar tertentu

yang diketahui dengan konsentrasi yang menaik dan membandingkan warnanya

dengan senyawa yang hendak dianalisis. Pada warna yang sama, maka

konsentrasinya adalah sama (Rooth dan Baschke, 1994).

Konjugasi beberapa gugus kromofor dengan gugus kromofor lain yang sama

akan menyebabkan spektrum absorpsi senyawa hasil konjugasi tersebut sangat

berbeda dengan spektrum absorpsi masing-masing gugus tunggalnya. Dari hasil

konjugasi ini diperoleh kromofor baru. Energi yang dibutuhkan elektron untuk

eksitasi menjadi berkurang dan absorpsi cahaya bergeser ke daerah panjang

gelombang panjang. Jika jumlah gugus terkonjugasi cukup banyak, maka senyawa

akan menjadi berwarna dan mengabsorpsi dalam daerah sinar tampak (Rooth dan

Baschke, 1994).

Beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam analisis secara kolorimetri

adalah selektif, sensitif, ada kesebandingan antara warna dengan konsentrasi, warna

(47)

30

H. Landasan Teori

Radikal hidroksil merupakan contoh radikal bebas yang sangat reaktif dan

dapat berlaku sebagai toksikan primer dan sebagai sumber toksikan sekunder.

Radikal hidroksil dapat memecah rantai DNA dan berperan dalam karsinogenik,

mutagenik serta sitotoksik. Reaksi radikal hidroksil dengan DNA mengakibatkan

kerusakan penting dalam sel, mengingat kerusakan rantai DNA tidak dapat dengan

mudah diperbaiki oleh sel.

Dalam tubuh, radikal hidroksil sangat cepat ditangkap oleh sistem

pertahanan antioksidan yaitu melalui kerja enzim-enzim antioksidan. Saat

peningkatan pembentukan ROS tidak dapat ditanggulangi oleh sistem pertahanan

antioksidan, tercetus situasi yang disebut stress oksidatif. Pada kondisi ini,

diperlukan tambahan antioksidan eksogen. Salah satu antioksidan eksogen alami

adalah senyawa polifenol yang terdapat di dalam teh.

Senyawa polifenol dalam teh merupakan senyawa golongan flavonoid yaitu

golongan flavan-3-ol dan flavonol. Teh hijau maupun teh hitam sama-sama

mengandung flavonoid namun jumlahnya saja yang berbeda. Perbedaan ini

dikarenakan proses oksidasi enzimatik pada polifenol selama pembuatan teh hitam.

Senyawa flavonoid dapat larut dalam cairan penyari yaitu etanol karena senyawa

flavonoid memiliki banyak gugus hidroksi sehingga cenderung bersifat polar. Oleh

karena itu, dapat diindikasikan bahwa di dalam ekstrak etanol teh hijau maupun teh

hitam terdapat senyawa flavonoid. Adanya gugus hidroksi fenolik di dalam struktur

(48)

yang reaktif membentuk radikal bebas baru atau senyawa non radikal yang tidak

reaktif dan relatif stabil.

Metode yang digunakan untuk mengetahui aktivitas penangkapan radikal

hidroksil oleh ekstrak etanol teh hijau dan teh hitam adalah metode deoksiribosa.

Metode ini menggunakan spektrofotometri visibel untuk mengukur produk degradasi

deoksiribosa oleh radikal hidroksil yang dihasilkan oleh reagen Fenton. Produk

degradasi deoksiribosa yaitu MDA, yang dalam suasana asam akan bereaksi dengan

TBA membentuk kromogen berwarna merah muda (kromogen MDA-TBA) yang

menyerap maksimum pada 532 nm (Kunchandy dan Rao, 1990). Adanya senyawa

penangkap radikal hidroksil di dalam ekstrak etanol teh hijau dan teh hitam akan

menurunkan jumlah MDA sehingga jumlah kromogen MDA-TBA akan berkurang

yang ditunjukkan dengan penurunan absorbansi larutan sampel dibandingkan dengan

larutan kontrol. Aktivitas penangkapan radikal hidroksil oleh ekstrak teh hijau dan

teh hitam dinyatakan dengan % scavenging dan nilainya dalam effective scavenging

(ES).

I. Hipotesis

Ekstrak etanol teh hijau dan teh hitam memiliki aktivitas sebagai penangkap

radikal hidroksil dengan metode deoksiribosa yang dinyatakan dalam % scavenging

(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental karena ada

subjek uji yang dikenakan manipulasi perlakuan.

B. Variabel-variabel Penelitian Variabel–variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

1. Variabel bebas

Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah konsentrasi ekstrak etanol

dan jenis teh (teh hijau dan teh hitam).

2. Variabel tergantung

Dalam penelitian ini variabel tergantungnya adalah persen scavenging

dan ES50.

3. Variabel pengacau

(a) Variabel pengacau terkendali

Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah merk teh hijau

dan teh hitam, bahan-bahan kimia dan alat-alat yang digunakan selama penelitian,

waktu dan lama penyarian, volume cairan penyari yang digunakan, suhu dan

waktu inkubasi larutan uji aktivitas penangkapan radikal hidroksil.

(50)

(b) Variabel pengacau tidak terkendali

Jenis dan varietas teh, kondisi (iklim, media tanam, ketinggian) tempat

penanaman teh.

C. Definisi Operasional

1. Ekstrak etanol teh hijau dan teh hitam yang dianalisis dihasilkan melalui

proses remaserasi dengan etanol 70% pada teh hijau dan teh hitam merk X.

2. Persen scavenging adalah persen yang menyatakan kemampuan suatu

senyawa dalam menangkap radikal hidroksil.

% Scavenging =

kontrol larutan

sampel larutan kontrol

larutan

Absorbansi

Absorbansi

-Absorbansi

x 100 %

3. Larutan kontrol merupakan larutan yang terdiri dari reagen Fenton, larutan

deoksiribosa, bufer fosfat, asam trikloroasetat, dan asam tiobarbiturat.

4. Larutan sampel merupakan larutan kontrol yang telah diberi ekstrak etanol teh

hijau atau teh hitam.

5. Effective Scavenging 50 (ES50) menyatakan besarnya konsentrasi sampel yang

menghasilkan penangkapan efektif radikal hidroksil sebesar 50%.

D. Bahan-Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah teh hijau dan teh

hitam (Merk X). Bahan-bahan kualitas p.a.(E.Merck) : dinatrium hidrogen fosfat

(51)

34

trikloroasetat (TCA), ferri klorida heksahidrat (FeCl3.6H2O),

Etilendiamintetraasetat garam dinatrium dihidrat (C10H14N2Na2O8.2H2O),

hidrogen peroksida (larutan 30% H2O2), L (+) asam askorbat (Vitamin C).

Bahan-bahan kualitas p.a. (Sigma, USA) : 2-deoksi-D-ribosa. Bahan-Bahan-bahan kualitas

farmasetis (Brataco) : etanol.. Bahan lain : akuades (Laboratorium Kimia Organik

Universitas Sanata Dharma).

E. Alat-Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Spektrofotometer

UV-Vis (Perkin Elmer Lamda 20), pH-meter (Metrohm 632), vacuum rotary

evaporator (Buchi rotavapor), waterbath (Labo-Tech; Heraeus), vortex (Janke &

Kunkel), neraca elektrik (Scaltec SBC 22), mikropipet 10-100µL dan 100-1000µL

(Acura 825), mikropipet 0,5-5,0 ml (Socorex), tabung reaksi bertutup

(Schott-Germany), dan seperangkat alat gelas yang lazim digunakan di laboratorium

analisis.

F. Tata Cara Penelitian 1. Pemilihan sampel

Sampel yang digunakan berupa teh hijau dan teh hitam yang sudah

dikemas dan dipasarkan dengan merk X. Sampel diambil sebanyak 80 bungkus

untuk tiap jenis teh dari 100 bungkus yang ada. Pengambilan 80 bungkus sampel

dilakukan dengan teknik random sampling menggunakan tabel bilangan random

(52)

2. Pembuatan ekstrak etanol teh hijau dan teh hitam

Sebanyak 20 bungkus sampel dari tiap jenis teh, dihomogenkan

kemudian digiling dan dihaluskan dengan menggunakan blender. Serbuk diayak

menggunakan ayakan dengan derajat halus 4/18 (digunakan ayakan nomor mesh

12 sampai 50). Serbuk disimpan dalam botol coklat.

Serbuk sebanyak 300 g dimasukkan dalam bejana tertutup kemudian

direndam dengan cairan penyari yaitu etanol 70 % sebanyak 1 liter dan didiamkan

selama 24 jam. Cairan penyari kemudian dikeluarkan dan ditampung dalam

wadah bertutup. Ampas dimaserasi kembali selama 24 jam dengan 500 ml cairan

penyari. Cara ini diulang hingga didapatkan maserat yang jernih.

Maserat dikumpulkan dan disaring kemudian diuapkan pelarutnya

dengan bantuan vacuum rotary evaporator pada tekanan rendah hingga seluruh

etanol diperkirakan telah menguap. Ekstrak kental dikumpulkan dan diuapkan

kembali di atas waterbath dengan suhu 50°C hingga diperoleh ekstrak kering.

Ekstrak hasil pengeringan kemudian ditimbang dan disimpan dalam desikator.

3. Pembuatan bufer fosfat 20 mM

a. Pembuatan dinatrium hidrogen fosfat 20 mM

Timbang saksama 1,42 g Na2HPO4 dan larutkan dalam akuades hingga

500,0 ml.

b. Pembuatan kalium dihidrogen fosfat 20 mM

Timbang saksama 0,68 g KH2PO4 dan larutkan dalam akuades hingga

(53)

36

Bufer fosfat dibuat dengan bantuan pH meter. Larutan KH2PO4

ditambahkan secara bertetes-tetes pada larutan Na2HPO4 hingga tercapai pH 7,4.

4. Pembuatan reagen a. Larutan FeCl3 1 mM

Sebanyak lebih kurang 13,52 mg FeCl3.6H2O ditimbang saksama dan

dilarutkan dalam akuades hingga 10,0 ml. Dari larutan tersebut diambil sebanyak

2,0 ml, dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml kemudian diencerkan dengan

akuades hingga tanda.

b. Larutan EDTA 1 mM

Sebanyak lebih kurang 18,61 mg Na2EDTA.2H2O ditimbang saksama

dan dilarutkan dalam akuades hingga 10,0 ml. Dari larutan tersebut diambil

sebanyak 2,0 ml, dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml kemudian diencerkan

dengan akuades hingga tanda.

c. Larutan Vitamin C 1 mM

Sebanyak lebih kurang 17,61 mg vitamin C ditimbang saksama dan

dilarutkan dalam akuades hingga 10,0 ml. Dari larutan tersebut diambil sebanyak

1,0 ml, dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml kemudian diencerkan dengan

akuades hingga tanda. Larutan ini harus selalu dibuat baru.

d. Larutan H2O2 20 mM

Sebanyak 0,091 ml larutan H2O2 30 % dimasukkan ke dalam labu ukur

(54)

2,5 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml kemudian diencerkan dengan

akuades hingga tanda.

e. Larutan TCA 5 %

Sebanyak 1,25 g TCA ditimbang saksama dan dilarutkan dalam akuades

hingga 25,0 ml.

f. Larutan TBA 1 %

Sebanyak 0,25 g TBA ditimbang saksama, dimasukkan ke dalam beaker

glass 100 ml, ditambah akuades secukupnya kemudian dipanaskan di atas hot

plate pada suhu 50-55°C hingga larut. Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur

25,0 ml dan ditambah akuades hingga tanda.

5. Pembuatan larutan deoksiribosa 2,5 mM

Sebanyak lebih kurang 20,12 mg deoksiribosa ditimbang saksama dan

dilarutkan dalam akuades hingga 10,0 ml. Dari larutan tersebut diambil sebanyak

4,2 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml kemudian diencerkan dengan

akuades hingga tanda.

6. Pembuatan larutan ekstrak etanol teh hijau dan teh hitam 1 mg/ml

Sebanyak lebih kurang 25 mg ekstrak etanol teh hijau atau hitam

(55)

38

7. Optimasi metode

a. Penentuan operating time (waktu operasional)

Pada tabung reaksi bertutup dimasukkan sebanyak 600 μl larutan

deoksiribosa 2,5 mM, 300 μl FeCl3 1 mM, 300 μl EDTA 1 mM, 300 μl H2O2 20

mM, 4500 μl bufer fosfat pH 7,4, dan 300 μl vitamin C 1 mM. Inkubasi pada suhu

37 ºC selama 30 menit. Setelah itu, larutan ditambah 1 ml TCA 5 % dan 1 ml

TBA 1 % kemudian dipanaskan dengan waterbath pada suhu 80ºC selama 30

menit. Tabung reaksi yang berisi campuran didinginkan di bawah air mengalir

selama 5 menit. Larutan dibaca absorbansinya pada panjang gelombang

maksimum teoritis 532 nm selama 1 jam.

b. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum

Pada tabung reaksi bertutup dimasukkan sebanyak 600 μl larutan

deoksiribosa 2,5 mM, 300 μl FeCl3 1 mM, 300 μl EDTA 1 mM, 300 μl H2O2 20

mM, 4500 μl bufer fosfat pH 7,4, dan 300 μl vitamin C 1 mM. Inkubasi pada suhu

37 ºC selama 30 menit. Setelah itu, larutan ditambah 1 ml TCA 5 % dan 1 ml

TBA 1% kemudian dipanaskan dengan waterbath pada suhu 80ºC selama 30

menit. Tabung reaksi yang berisi campuran didinginkan di bawah air mengalir

selama 5 menit. Larutan dibaca absorbansinya dari panjang gelombang 400-600

(56)

8. Uji aktivitas penangkapan radikal hidroksil oleh ekstrak etanol teh hijau dan teh hitam

Pada tabung reaksi bertutup dimasukkan sebanyak 600 μl larutan

deoksiribosa 2,5 mM dan ekstrak etanol teh hijau atau teh hitam sebanyak 200;

400; 600; 800; dan 1000 μl, kemudian pada masing-masing tabung ditambahkan

300 μl FeCl3 1 mM, 300 μl EDTA 1 mM, 300 μl H2O2 20 mM, bufer fosfat pH

7,4 (penambahan bufer fosfat disesuaikan dengan volume ekstrak etanol yang

ditambahkan sehingga volume akhir larutan adalah 6 ml) dan 300 μl vitamin C 1

mM. Inkubasi pada suhu 37 ºC selama 30 menit. Setelah itu, larutan ditambah 1

ml TCA 5 % dan 1 ml TBA 1 %. kemudian dipanaskan dengan waterbath pada

suhu 80ºC selama 30 menit. Larutan kemudian didinginkan di bawah air mengalir

selama 5 menit. Larutan dibaca absorbansinya pada panjang gelombang

maksimum hasil optimasi. Buat larutan kontrol.

G. Analisis Hasil

Analisis hasil pada penelitian ini meliputi penentuan % scavenging yang

dihitung dari selisih antara absorbansi larutan kontrol dan absorbansi larutan

sampel dibagi absorbansi larutan kontrol dikalikan 100%.

% Scavenging =

Nilai aktivitas penangkapan radikal hidroksil sebesar 50% (ES50) diperoleh dari

persamaan regresi linier antara % scavenging dan konsentrasi ekstrak etanol teh

(57)

40

Persamaan regresi linier : y = bx + a

Perhitungan ES50 :

b a -50

ES50=

Keterangan:

(58)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pemilihan Sampel

Sampel yang digunakan berupa produk teh hijau dan teh hitam yang

sudah dikemas dan dipasarkan dengan merk X. Produk teh hijau atau teh hitam

yang dipilih merupakan produk yang berasal dari satu pabrik dengan nomor batch

yang sama dan tanggal kadaluarsa yang sama. Diasumsikan produk yang terpilih

memiliki kemiripan dalam hal jenis teh yang ditanam, lokasi dan iklim tempat

tumbuh, dan cara pengolahan teh sehingga dapat meminimalkan variasi hasil

penelitian.

Jumlah produksi pabrik yang memproduksi teh tersebut tidak diketahui

secara pasti. Oleh karena itu, ditetapkan jumlah populasi sampel penelitian yaitu

100 bungkus teh untuk masing-masing teh hijau dan teh hitam. Ukuran sampel

ditentukan dengan tabel Krejcie. Menurut tabel Krejcie, penentuan ukuran sampel

didasarkan atas kesalahan 5% sehingga jumlah sampel yang diambil memiliki

taraf kepercayaan 95% terhadap populasi. Dari tabel tersebut, bila jumlah populasi

100 maka jumlah sampel 80 (Sugiyono, 1998).

Pemilihan sampel didasarkan pada teknik sampling jenis teknik random

sampling menggunakan cara randomisasi dari tabel bilangan random (De Muth,

1999). Teknik ini memungkinkan semua individu dalam populasi baik secara

sendiri-sendiri atau bersama-sama memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih

menjadi anggota sampel. Cara randomisasi dari tabel bilangan random memiliki

Gambar

Tabel I. Reactive oxygen species (ROS) (Halliwell dan Gutteridge, 1999; Sofia, 2005)
Tabel II. Proses pengolahan teh hijau (Hartoyo, 2003)
Tabel IV. Komposisi dari daun teh segar (Werkhoven, 1988)
Gambar 1. Struktur kimia catechin dalam teh dan epimernya (Hartoyo, 2003)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Enam kelompok pengeluaran mengalami kenaikan indeks/inflasi yaitu kelompok bahan makanan 2,77 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas & bahan bakar 0,49

sistem monitoring penggunaan dana petunjuk operasional kegiatan (POK) berbasis web yang dapat mempermudah Kepala Bidang dalam mengawasi penggunaan dana operasi kegiatan,

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara kualitas komunikasi interpersonal pemimpin kelompok sel kepada anggota kelompok sel terhadap komitmen

Untuk mengetahui daya pemakaian sendiri (auxilary power) pada nett palnt heat rate digunakan metode heat balance yaitu data yang menjadi dasar analisa diambil dengan cara

Ditawarkan” : berarti saham biasa atas nama yang diterbitkan oleh Perseroan masing-masing dengan nilai nominal Rp100 (seratus Rupiah) untuk ditawarkan dan dijual kepada

Oleh karena itu, dengan adanya pemberantasan sarang nyamuk yang efektif dan disertai alternatif yang ramah lingkungan akan menjadikan lingkungan tempat tinggal menjadi

Tujuan umum dalam desain penelitian ini adalah dengan menggunakan media gambar berseri dapat meningkatkan kreativitas menulis karangan pada pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas

[r]