BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lalu Lintas
2.1.1 Pengertian Lalu Lintas
Lalu lintas di dalam Undang-undang No. 22 tahun 2009, didefinisikan sebagai gerak kendaraan dan orang di ruang Lalu Lintas jalan. Sedang yang dimaksud Ruang Lalu Lintas jalan adalah prasarana yang diperuntukan bagi gerak pindah kendaraan, orang, dan atau barang yang berupa jalan dan fasilitas pendukung. Di dalam lalu lintas memiliki 3 (tiga) sistem komponen yang antara lain adalah manusia sebagai pengguna, kendaraan dan jalan yang saling berinteraksi dalam pergerakan kendaraan yang memenuhi persyaratan kelayakan dikemudikan oleh pengemudi mengikuti aturan lalu lintas yang ditetapkan berdasarkan peraturan perudang-undangan yang menyangkut lalu lintas dan angkutan jalan.
Gambar 2.1 Sistem Komponen Lalu Lintas
2.1.2 Manusia Sebagai Pengguna
Manusia sebagai pengguna dapat berperan sebagai pengemudi atau pejalan kakai yang dalam keadaan normal mempunyai kemampuan dan kesiagaan yang
Manusia
berbeda-beda ( waktu reaksi, konsentrasi dll). Perbedaan-perbedaan tersebut masih dipengaruhi oleh keadaan phisik dan psykologi, umur serta jenis kelamin dan pengaruh-pengaruh dari luar seperti cuaca, penerangan/lampu jalan dan tata ruang.
2.1.3. Kendaraan
Kendaaraan digunakan oleh pengemudi mempunyai karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan, percepatan, perlambatan, dimensi dan muatan yang membutuhkan ruang lalulintas yang secukupnya untuk bisa bermanuver dalam lalu lintas.
2.1.4. Jalan
Jalan merupakan lintasan yang direncanakan untuk dilalui kendaraan bermotor maupun kendaraan tidak bermotor termasuk pejalan kaki. Jalan tersebut
direncanakan untuk mampu mengalirkan aliran lalu lintas dengan lancar dan mampu menahan mendukung beban muatan sumbu kendaraan serta aman, sehingga dapat meredam angka kecelakaan lalu lintas.
2.2. Problem Lalu Lintas
signifikan yang dapat menimbulkan efek pada kesehatan masyarakat, sehingga perlu penanganan khusus dalam pembatasan kadar emisi gas buang.
Secara sederhana penyebab permasalahan lalu lintas dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kemacetan ( kongetion ) yang disebabkan oleh kapasitas ideal jalan sudah
terlampaui dan atau manajemen penataan lalu lintas yang kurang baik.
2. Kecelakaan ( accidient ) yang diakibatkan oleh perancangan geometrik jalan yang kurang baik, kondisi kendaraan dan atau kondisi jalan yang kurang bagus, disiplin pemakai jalan yang rendah, serta pengaturan lalu lintas yang kurang tepat.
3. Tundaan ( delay ) disebabkan oleh pemborosan waktu perjalanan akibat turunya rata-rata kecepatan kendaraan.
4. Pemborosan konsumsi akibat seringnyaa menggunakan gigi rendah akibat kemacetan.
5. Polusi, baik polusi suara ataupun udara.
2.3. Bangkitan dan tarikan pergerakan
Bangkitan pergerakan adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona tata guna lahan dan jumlah
pergerakan yang tertarik ke suatau tata guna lahan atau zona. Pergerakan lalu lintas merupakan tata guna lahan yang menghasilkan pergerakan lalu lintas. Bangkitan lalu lintas ini mencakup :
Lalu lintas yang meninggalkan suatu lokasi
Pergerakan yang berasal Pergerakan yang menuju
Dari zona i ke zona d
( bangkitan ) ( tarikan ) Gambar 2.2 Pemodelan Bangkitan
Hasil keluaran bangkitan dan tarikan lalu lintas berupa jumlah kendaraan, orang atau barang persatuan waktu, misalnya kendaraan /jam. Setelah dapat dihutung jumlah orang atau kendaraan yang masuk atau keluar dari suatu luas tanah tertentu dalam satu hari ( atau satuan jam ) untuk mendapatkan bangkitan dan tarikan pergerakan. Bangkitan dan tarikan tersebut tergantung pada dua aspek tata guna lahan :
Jenis tata guna lahan
Jumlah aktivitas ( dan intensitas ) pada tata guna lahan tersebut (tamin,2000)
2.4.Tingkat pelayanan
Tingkat pelayanan adalah kondisi suatu jalan dalam melayani pejalan yaitu tingkat pelayanan berdasarkan nilai kuantitatif seperti NVK ( nisbah antara volume dan kapasitas ), dan faktor lain yang ditentukan berdasarkan nilai kualitatif seperti kebebasan pengemudi dalam memngambil kecepatan, derajat hambatan lalu lintas, serta kenyamanan. Secara umum tingkat pelayanan dibedakan seperti pada tabel 2.1
Tabel 2.1 Tingkat pelayanan berdasarkan tingkat kuantitatif Indek
tingkat pelayanan
Keadaan lalu lintas DS
A kendaraan lainya, besarnya kecepatan sepenuhnya ditentukan keinginan pengemudi dan sesuai dengan batas kecepatan yang telah ditentukan.
Kondisi lalu lintas stabil, kecepatan operasi mulai dibatasi oleh kendaraan lainya dan mulai dirasakan hambatan oleh kendaraan disekitarnya.
Kondisi lalu lintas masih batas stabil, kecepatan mulai dibatasi dan hambatan dari kendaraan kainya semakin besar.
Kondisi lalu lintas mendekati tidak stabi2l, kecepatan operasi menurun relatif cepat akibat hambatan timbul dan kebebasan bergerak relatif kecil.
Volime lalu lintas sudah mendekati kapasitas jalan, kecepatan rata-rata lebih rendah dari 40 km/jam.pergerakan lalu lintas kadang terhambat.
Pada tingkat pelayanan ini arus lalu lintas berada dalam keadaan dipaksakan, kecepatan relatif rendah, arus lalu lintas sering berhenti sehingga sering terjadi antrian kendaraan yang panjang.
0,00-0,20
SUMBER : Tamin,Nahdalina ( 1998 )
2.4.1. Kinerja Jalan Berdasarkan MKJI 1997
Tingkat kinerja jalan berdasarkan MKJI 1997 adalah ukuran kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional. Nilai kuantitatif dinyatakan dalam kapasitas, drajat kejenuhan, kecepatan rata-rata, waktu tempuh, tundaan, dan rasio kendaraan berhenti. Ukuran kualitatif yang menerangkan operasional dengan arus lalu lintas dan presepsi pengemudi tentang kualitas perkendaraan dinyatakan dengan tingkat
pelayanan jalan. a. Kapasitas
Untuk jalan dua lajur dua arah, kapasitas ditentukan untuk arus dua arah, kapasitas ditentukan untuk arus dua arah ( kombinasi dua arah ), tetapi untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisahkan per arah dan kapasitas dipisahkan per lajur.
Persamaan dasar untuk menentukan kapasitas yaitu : C = Co x FCw x FCsp x FCsf
Dengan :
C = kapasitas sesungguhnya ( smp/jam ) Co = kapasitas dasar ( smp/jam )
FCw = faktor penyesuaian akibat jalur lalu lintas
FCsp = faktor penyesuaian pemisahan arah ( untuk jalan tak terbagi ) FCsf = faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan
Kapasitas dasar (Co) ditentukan berdasarkan tipe jalan sesuai dengan tabel 2.2 sebagai berikut :
Tabel 2.2 Kapasitas Dasar ( Co ) Jalan Perkotaan
Kapasitas dasar ( smp/ jam )
Catatan
Empat lajur terbagi atau jalan satu arah
Empat lajur tek terbagi
Dua lajur tak terbagi
1650
1500
2900
Perlajur
Perlajur
Total dua lajur
Sumber: MKJI 1997
Tabel 2.3 Penyesuaian Kapasitas Untuk Pengaruh Lebar Jalur Lalu Lintas ( FCw ) Tipe jalan Lebar jalur lalu lintas ( We )
( m )
FCw Empat lajur terbagi
atau jalan satu arah
Perlajur Empat lajur tak terbagi Perlajur
3,00 Dua lajur tak terbagi Total dua arah
5
Faktor penyesuaian pembagian arah jalan didasarkan pada kondisi dan distribusi lalu lintas dari kedua arah jalan atau untuk tipe jalan tanpapembatas median. Faktor penyesuaian pemisah jalan dapat dilihat pada tabel 2.4 sebagai berikut :
Tabel 2.4 Faktor Penyesuaian Untuk Pemisah Arah ( FCsp ) Untuk Jalan Dua Arah (2/2) Dan Empat Lajur Dua Arah (4/2) Yang Tak Terbagi
Pemisah arah SP %-% 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30 FC sp Dua jalur 2/2 1,00 0,97 0,97 0,91 0,88
Empat lajur 4/2 1,00 0,985 0,97 0,955 0,94 Sumber : MKJI 1997
Faktor penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping untuk ruas jalan yang memiliki kereb didasarkan pada dua faktor yaitu lebar kereb (WK) dan kelas
Tabel 2.5 Faktor penyesuaian kapasitas hambatan samping dan lebar bahu (FCsf)
Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu
FC SF
Lebar bahu efektif Ws
≤0,5 1,0 1,5 ≥2,0
b. Hambatan Samping
Hambatan samping yaitu aktifitas samping jalan yang dapat menimbulkan konflik dan berpengaruh terhadap pergerakan arus lalu lintas serta menurunkan kinerja jalan. Adapun tipe kejadian hambatan samping, adalah :
Pejalan kaki (PED)
Pemberhentian angkutan umum dan kendaraan lain (PSV)
Kendaraan lambat
Tabel 2.6 Kelas Hambatan Samping Kelas Hambatan
Samping
Frekuensi berbobot dari kejadian (kedua sisi)
Kondisi khusus Sangat rendah VL <100 Daerah pemukiman;jalan
dengan jalan samping
Rendah L 100-299 Daerah
pemukiman;beberapa kendaraan umum dsb.
Sedang M 300-499 Daerah industri, beberapa
toko disisi jalan
Tinggi H 500-899 Daerah komersial,
aktifitas sisi jalan tinggi Sangat tinggi VH >900 Daerah komersial dengan
aktifitas pasar disamping jalan
Sumber : MKJI 1997 c. Volume lalu lintas
Pengukuran volume kendaraan dengan metode pos pengamat tetap dilakukan dengan cara pengamat berada di pos pengamat yang telah ditentukan. Setiap orang dalam pos pengamat menghitung kendaraan yang keluar masuk pasar dan mengklasifikasikan jenis kendaraan sesuai dengan klasifikasi kendaraan yang diperlukan.
d. Derajat kejenuhan
Derajat kejenuhan ( DS ) didefinisikan sebagai rasio arus jalan terhadap kapasitas, yang digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja simpang dan segmen jalan. Nilai DS menunjukan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas atau tidak. Persamaan dasar untuk menentukan drajat kejenuhan (DS) adalah sebagai berikut :
DS =
DS = Derajat Kejenuhan
Jika derajat kejenuhan (DS) > 0,80 berarti jalan tersebut mendekati lewat jenuh, yang akan mengakibatkan antrian panjang pada kondisi lalu lintas puncak. Kemungkinan untuk menambah kapasitas jalan bisa dilakukan dengan pelebaran jalan dan penambahan lebar bahu jalan.
e. Kecepatan Arus Bebas
Kecepatan arus bebas (FV) didefinisikan sebagai kecepatan pada tingkat arus nol, sesuai kecepatan yang akan dipilih pengemudi seandainya mengendarai kendaraan bermotor tanpahalangan kendaraan bermotor lain di jalan ( yaitu saat arus = 0).
FV = ( FV +FV ) x FFV x FFV
Keterangan :
FV = kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada kondisi sesungguhnya (km/jam)
FV = kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan pada jalan dan alynmen yang diamati (km/jam)
FV = penyesuaian kecepatan akibat lebar jalan (km/jam)
FFV = faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu FFV = faktor penyesuaian akibat kelas jalan dan fungsi jalan.
Tabel 2.7 Kecepatan Arus Bebas Dasar FV Untuk Jalan perkotaan
Tipe Jalan
Kecepatan Arus Bebas Dasar FV (km/jam) Kendaraan
Ringan LV
Kendaraan Berat Menengah
(HV)
Sepeda Motor (MC)
Semua Kendaraan
(rata-rata) - Enam-lajur
terbagi(6/2 D) atau tiga-lajur satu arah (3/1)
61 52 48 57
-
Empat-lajurterbagi (4/2 D) atau dua lajur satu arah (2/1)
57 50 47 55
- Empat-lajur tak terbagi (4/2 UD)
53 46 43 51
- Dua-lajur tak-terbagi (2/2 UD)
44 40 40 42
Sumber : MKJI 1997
Tabel 2.8 Penyesuaian untuk lebar jalur lalu lintas (FVw)
Tipe jalan
Lebar Jalur Lalu Lintas Efektif (Wc)
(meter)
FVw (km/jam)
Empat Lajur terbagi terbagi atau jalan
satu arah
Empat lajur tak terbagi
f. Faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota ( FCCS )
Tentukan penyesuaian untuk kota dengan menggunakan tabel 3.11 sebagai fungsi jumlah penduduk (juta) dan masukan hasilnya ke dalam kolom faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota.
Tabel 2.9 Faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota ( FCCS )
g. Variasi arus lalu lintas harian
Tingkat arus lalu lintas bervariasi terhadap hari dalam satu minggu. Variasi harian dalam satu minggu sangat dipengaruhi oleh kegiatan manusia yang umumnya mempunyai jadwal yang tetap dalam seminggu, variasi harian jalan perkotaan berbedadengan jalan antar kota, dan jalan menuju tempat rekreasi berbeda dengan jalan bukan didaerah rekreasi. Menurut penelitian Titi Liani 2007 bahwa variasi arus lalu lintas untuk jalan perkotaan, jalan antar kota dan jalan yang menuju tempat rekreasi adalah sebagai berikut :
- Untuk jalan perkotaan puncak kesibukan berada pda tengah hari minggu, yaitu pada hari senin sampai jum’at. Sedangkan untuk hari sabtu dan minggu arus lalu lintas cenderung rendah.
- Untuk jalan antar kota, mempunyai puncak pada akhir hari minggu,
yaitu jum’at ,sabtu dan minggu. Sedangkan untuk haari senin sampai
kamis arus lalu lintas cenderung rendah.
- Untuk jalan yang menuju tempat rekreasi mempunyai mempunyai variasi arus lalu lintas sama dengan jalan antar kota yaitu puncak arus
berada pada akhir hari minggu yaitu jum’at, sabtu dan minggu. Dan