BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Halusinasi 1. Definisi
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsangan apapun pada panca indra seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik, fungsional, psikotik ataupun histerik (Maramis, 2004). Halusinasai adalah suatu sensori persepsi terhadap suatu setan dan suara manusia yang berbicara terhadap dirinya, sering terjadi pada pasien skizofenia (Stuart, dkk, 1995).
Halusinasi merupakan persepsi terhadap stimulus dari luar tanpa obyek nyata dari dunia luar. Hal itu memungkinkan mempengaruhi pemikiran mereka mencakup perasaan merasa mendengar, melihat, membau, meraba atau merasa. Klien akan membuka persepsi didalam pemikirannya sehingga memungkinkan memaksa klien untuk mempercayainya daripada kenyataan dari luar. Hal yang sangat penting untuk diingat bahwa halusinasi terlihat sangat nyata bagi klien dan klien mungkin melihat halusinasi sebagai kenyataan dan mengingkari kenyataan lingkungan sekitarnya atau orang-orang sekitarnya (Judith and Sheila, 1998).
halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indra terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi pendengaran adalah kondisi dimana pasien mendengar suara, terutamanya suara-suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
Halusinasi pendengaran merupakan halusinasi yang paling umum. Klien bisa mendengar suara seperti Tuhan, suara setan atau suara orang-orang terdekat yang diterima sebagai suatu yang berbeda dari pemikiran klien.
2. Jenis-Jenis Halusinasi
a. Halusinasi penglihatan (visual, optic) : tak berbentuk (sinar, kilapan atau pola atau cahaya) atau yang berbentuk (orang, binatang, barang yang dikenal) baik itu yang berwarna atau tidak).
b. Halusinasi pendengaran (akustik) : suara manusia, hewan, binatang, mesi, barang, kejadian alamiah atau music.
c. Halusinasi penciuman (olfaktorius) : mencium sesuatu bau. d. Halusinasi pengeap (gustatorik) : Merasa / mengecap sesuatu.
e. Halusinasi peraba (taktil) : merasa diraba, disentuh, ditiup, disinari atau seperti ada ulat bergerak dibawah kulitnya.
f. Halusinasi kinestetik : merasa badannya bergerak dalam sebuah ruangan atau anggota badannya bergerak (umpamanya anggota badan bayangan atau phantomlimb).
h. Halusinasi hipnagogik : terdapat ada kalanya pada seorang yang normal, tetap sebelum tidur persepsi sensorik bekerja salah.
i. Halusinasi hipnopompik : seperti nomor 8, tetapi terjadi tepat sebelum terbangun sama sekali dari tidurnya. Disamping itu ada pula pengalaman halusinatorik dalam impian yang normal.
j. Halusinasi hiterik : timbul pada nerosa histerik karena konflik emosional.
3. Penyebab Halusinasi
Halusinasi pendengaran paling sering terdapat pada klien gangguan jiwa (skizofrenia). Halusinasi terjadi pada klien gangguan jiwa gangguan jiwa (skizofrenia) dan gangguan manik (Shives, 1998). Menurut Barbara (1997) klien mendengar suara-suara misalnya suara Tuhan, iblis atau yang lain. Halusinasi yang dialami berupa dua suara atau lebih yang mengomentari tingkah laku atau pikiran klien. Suara-suara yang diperintah untuk bunuh diri atau membunuh orang lain.
4. Tahapan Halusinasi, Karakteristik Dan Perilaku a. Tahap I (comforting)
Memberi rasa nyaman tingkat ansietas sedang secara umum, halusinasi merupakan suatu kesenangan.
1) Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan.
3) Pikiran dan pengalaman sesori masih ada dalam kontrol kesadaran non psikotik.
4) Mengerakkan bibir tanpa suara. 5) Pergerakan mata yang cepat. 6) Respon verbal yang lambat. 7) Diam dan berkonsentrasi. b. Tahap II (condemning)
1) Menyalahkan.
2) Tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi menyebabkan perasaan antipasti.
3) Pengalaman sensori menakutkan.
4) Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut. 5) Mulai merasa kehilangan kontrol.
6) Menarik diri dari orang lain non psikotik.
7) Terjadi peningkatan denyut jantung pernafasan dan tekanan darah. 8) Perhatian dengan lingkungan berkurang.
9) Konsentrasi terhadap pengalaman sensori kerja. 10)Kehilangan kemampuan.
c. Tahap III (controling) 1) Mengontrol.
2) Tingkat kecemasan berat.
3) Pengalaman halusinasi tidak dapat ditolak lagi.
5) Kesepian bila pengalaman sensori berakhir psikotik. 6) Perintah halusinasi ditaati.
7) Sulit berhubungan dengan orang lain.
8) Perhatian terhadap lingkungan berkurang hanya beberapa detik. 9) Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tremor dan
berkeringat.
d. Tahap IV (conquering)
1) Klien sudah dikuasai oleh halusinasi
2) Klien panik pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti perintah halusinasi, biar berlangsung dalam beberapa jam atau hari apabila tidak ada.
5. Etiologi
Menurut Towsend (1998), kemungkinan eteologi pada klien dengan halusinasi adalah :
a. Panik. b. Menarik diri.
c. Stres berat yang mengancam ego yang lemah.
6. Faktor Predisposisi a. Biologis
Abnormalitas otak yang menyebabkan respon neurobiologik yang maladaptif yang baru mulai dipahami (Stuart and Sundeen, 1998). b. Psikologis
Teori psikodinamika untuk terjadinya respon neurobiologik yang maladaptif belum didukung oleh penelitian. Sayangnya, teori psikologik terdahulu. menyalahkan keluarga sebagai penyebabgangguan ini. Sehingga menimbulkan kurangnya rasa percaya diri keluarga terhadap tenaga kesehatan jiwa professional (Stuart and Sundeen, 1998).
c. Sosial budaya
Stress yang menumpuk dapat menunjang terhadap awitan skizofrenia dan gangguan psikotik lain tapi tidak diyakini sebagai penyebab utama gangguan (Stuart and Sundeen, 1998).
d. Organik
Gangguan orientasi realitas muncul karena kelainan organic yang mana bisa disebabkan infeksi, racun, trauma atau zat-zat substansi yang abnormal sera gangguan metabolik masuk didalamnya. (Shiver, 1998).
7. Faktor Presipitasi
a. Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologik yang maladaptif termasuk :
1) Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengtur proses informasi.
2) Abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan secara selektif menanggapi rangsangan.
b. Stres lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang terhadap toleransi stress yang berinteraksi dengan steressor lingkungan untuk menentukkan terjadinya gangguan perilaku.
c. Pemicu gejala
Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologik yang maladaptif berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku individu.
8. Manifestasi Klinik
mengontrol diri, menunjukkan perilaku merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungan) (Stuart and Sundeen, 1998).
B. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) 1. Definisi
Terapi aktivitas kelompok adalah terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktivitas yang digunakan sebagai terapi, dan kelompok digunakan sebagai target asuhan. Di dalam kelompok terjadi dinamika interaksi yang saling bergantung, saling membutuhkan dan menjadi laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki perilaku lama yang maladaptif (Keliat, 2005).
Pada terapi ini, seorang perawat spesialis yang menjadi terapis dan enam sampai delapan orang bertemu secara teratur dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran diri, meningkatkan hubungan interpersonal dan mengubah pola perilaku yang mal adaptif. Kemudian klien mempelajari bagaimana membuat ekspresi perasaan yang sesuai dan menggali cara-cara untuk meningkatkan pertumbuhan dan perubahan pribadi (Copel, 2007). 2. Jenis Terapi Aktivitas Kelompok
a. Terapi Aktifitas Kelompok Stimulasi Kognitif / Persepsi
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang pernah dialami. Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sesi. Dengan proses ini, diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi adaptif.
Stimulus yang disediakan baca artikel / majalah / buku / puisi, menonton acara TV, stimulus dari pengalaman masa lalu yang menghasilkan proses persepsi klien yang mel adaptif atau distruktif, misal: kemarahan, kebencian, putus hubungan, pandangan negatif pada orang lain, dan halusinasi.
b. Terapi Aktifitas Kelompok Stimulasi Sensoris
Aktivitas digunakan sebagai stimulus pada sensori klien. Kemudian diobservasi reaksi sensoris klien terhadap stimulus yang disediakan, berupa ekspresi perasaan secara non Verbal (ekspresi wajah, gerakan tubuh).
c. Terapi Aktifitas Kelompok Orientasi Realitas
Klien diorientasikan pada kenyataan yang ada disekitar, yaitu diri sendiri, orang lain yang di sekeliling klien atau orang yang dekat dengan klien dan lingkungan yang mempunyai hubungan dengan klien. Aktifitas berupa: orientasi orang, waktu, tempat, benda yang ada disekitar, dan semua kondisi nyata.
d. Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi
Klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada disekitar klien. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap dari inter personal (satu dan satu), kelompok, dan massa. Aktivitas dapat berupa latihan sosialisasi dalam kelompok.
3. Proses Seleksi
a. Hasil Observasi sehari-hari di ruangan b. Informasi dari perawat ruangan c. Hasil diskusi kelompok
d. Kontrak dengan klien yaitu kesadaran klien untuk mengikuti kegiatan berdasarkan kesepakatan mengenai kegiatan tempat dan waktu.
4. Uraian Seleksi Kelompok a. Hari / Tanggal
b. Tempat pertemuan c. Waktu kegiatan d. Lamanya kegiatan
5. Perilaku Yang Diharapkan Dari Anggota
a. Klien dapat menjelaskan cara yang selama ini dilakukan untuk mengatasi halusinasi.
b. Klien dapat memahami cara menghardik halusinasi. c. Klien dapat memperagakan cara menghardik halusinasi. 6. Perilaku yang Diharapkan dari Leader
a. Menjelaskan tujuan aktivitas b. Memperkenalkan diri
c. Memberi pemahaman cara menghardik halusinasi d. Menjelaskan aturan permainan
e. Memberikan reinforcement dengan atau atas perilaku anggota 7. Metode
a. Setiap anggota diberi kesempatan memperkenalkan diri dan anggota lain mendengarkan.
b. Anggota kelompok mampu mengenal isi, waktu, frekuensi, terjadinya halusinasi.
c. Setiap anggota kelompok diminta mengungkapkan perasaannya bila mengalami halusinasi.
8. Pengorganisasian
Uraian tugas perawat (therapist) dalam pengorganisasian terapi aktivitas kelompok :
Pemimpin dan anggota kelompok mendiskusikan apa yang harus dilakukan selanjutnya, memotivasi kesatuan kelompok dan membantu kelompok untuk berkembang dan bergerak secara dinamis
b. Fasilitator bertugas memberikan stimulus kepada anggota kelompok lain agar dapat mengikuti jalannya kegiatan dalam kelompok
c. Observer bertugas mencatat serta mengamati respon klien, jalannya aktivitas therapi, peserta yang aktif dan pasif dalam kelompok serta yang drop out (tidak dapat mengikuti kegiatan sampai selesai).
9. Jalannya Acara
a. Mengumpulkan klien
b. Perawat memperkenalkan diri c. Melakukan kontrak dengan klien :
1) Menjelaskan tujuan
2) Waktu dan tempat kegiatan
3) Perjanjian dengan klien tidak dapat mengikuti proses kegiatan klien akan dikeluarkan dari kelompok
C. Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Towsend,1998; Stuart and Sundeen, 1998, Keliat, 2005; Copel, 2007 Etiologi
• Panik • Menarik diri • Stres berat yang
mengancam ego yang lemah
Faktor Presipitasi • Biologis
• Stres lingkungan • Pemicu gejala Faktor Predisposisi • Biologis
• Psikologis • Sosial budaya • Organik
Terapi Aktivitas Kelompok
Perilaku Kekerasan Gangguan Persepsi Sensori :
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsangan apapun pada panca indra seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik,
fungsional, psikotik ataupun histerik (Maramis, 2004).
Isolasi Sosial : Menarik Diri
mencapai < 55% (Arikunto, 2006)
D. Kerangka Konsep
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
E. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban atau dugaan sementara yang masih perlu dibuktikan kebenarannya. Hipotesis dalam penelitian, penulis memaparkan dalam bentuk hipotesis statistik sebagai berikut :
Ho : Tidak ada pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap kemampuan klien mengontrol halusinasi pada klien halusinasi di ruang Sakura RSUD Banyumas tahun 2012
Ha : Ada pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap kemampuan klien mengontrol halusinasi pada klien halusinasi di ruang Sakura RSUD Banyumas tahun 2012
Terapi Aktivitas Kelompok
Halusinasi Kemampuan