• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. PENYELENGGARAAN DAN PENGELOLAAN TEMPAT KHUSUS PARKIR (TKP)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "V. PENYELENGGARAAN DAN PENGELOLAAN TEMPAT KHUSUS PARKIR (TKP)"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

V. PENYELENGGARAAN DAN PENGELOLAAN TEMPAT

KHUSUS PARKIR (TKP)

Penyelenggaraan dan pengelolaan parkir di Kabupaten Bogor sesuai dengan Peraturan Bupati Bogor Nomor 24 Tahun 2006. Berdasarkan Peraturan tersebut terdapat dua titik lokasi parkir di Wilayah Kabupaten Bogor yaitu Parkir Tepi Jalan Umum (TJU) dan Tempat Khusus Parkir (TKP). Kabupaten Bogor memiliki 75 titik lokasi parkir TJU dan 28 titik lokasi TKP di wilayah Barat, Tengan maupun Timur Kabupaten Bogor. Masing-masing titik lokasi parkir tersebut dikelolah oleh Kepala Dinas bekerja sama dengan pihak lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. UPTD merupakan unsur pelaksana operasional dinas, yang dipimpin oleh seorang Kepala UPTD, serta berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas.

Pengelolaan parkir Kabupaten Bogor terdapat tiga lembaga yang terlibat diantaranya Dinas Perhubungan (Dishub) yang mengelola retribusi parkir TJU dan TKP di wilayah Kabupaten Bogor; PD Pasar mengelola parkir di lingkungan pasar-pasar di Kabupaten Bogor; dan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) mengelola pajak parkir, yaitu pungutan atas parkir kepada badan usaha yang dikelolah oleh swasta. Pada Peraturan Bupati tersebut juga dijelaskan mengenai pengelolaan retribusi parkir, yaitu suatu kegiatan perparkiran yang meliputi perencanaan, pelayanan, pungutan retribusi, pengawasan dan pengendalian.

Pasal 3 Peraturan Bupati Bogor Nomor 24 Tahun 2006 menyatakan bahwa pengelolaan titik-titik parkir (baik TJU maupun TKP) dapat dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini adalah Dinas Perhubungan (Dishub) dengan menunjuk Kepala UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) dan dalam pelaksaannya dapat

(2)

melakukan kerjasama dengan pihak lain yaitu dalam hal ini adalah pihak swasta sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal ini mengidentifikasikan bahwa bentuk penyelenggaraan dan pengelolaan TJU dan TKP dapat dilakukan oleh pemerintah atau pemerintah bekerjasama dengan pihak swasta. Titik parkir TJU umumnya hanya dapat dikelola oleh pihak pemerintah.

Dalam penyelenggaraan dan pengelolaan perparkiran terdapat target retribusi yang harus dicapai oleh pengelola masing-masing tititk lokasi parkir. Data mengenai target pencapaian oleh Dinas Perhubungan pada tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Target Retribusi Parkir TJU dan TKP Parkir 2007 (Rp 000)

No Wilayah Target Jumlah

TJU TKP

1 Barat 180.000 58.320 238.320

2 Tengah 153.000 159.840 312.840

3 Timur 136.800 57.240 194.040

Jumlah 469.800 275.400 745.200

Sumber : Dinas Perhubungan Kabupaten Bogor Tahun 2007

Pada Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 Kabupaten Bogor terdapat aturan mengenai retribusi parkir TKP di lingkungan pasar yang diserahkan kepada Perusahaan Daerah (PD) Pasar. Namun peraturan ini baru terealisasi pada tahun 2007, yaitu berdasarkan hal tersebut target parkir (TJU dan TKP) pada tahun 2007 yang semula berjumlah Rp 745.200.000 sejak tanggal 1 Mei 2007 menjadi Rp 552.420.000. Berikut ini diuraikan besarnya target dan potensi parkir sejak tanggal 1 Mei 2007.

(3)

Tabel 15. Perubahan Target Retribusi Parkir Mulai 1 Mei 2007 dan Potensi Riil Retribusi Parkir (Rp)

No Wilayah Target Mulai Mei 2007 Potensi Riil

1 Barat 180.000.000 108.000.000

2 Tengah 226.620.000 196.200.000

3 Timur 145.800.000 118.440.000

552.420.000 422.640.000

Sumber : Dinas Perhubungan Kabupaten Bogor Tahun 2007

Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat bahwa sejak tanggal 1 Mei 2007 target retribusi parkir yang harus dicapai oleh Dinas Perhubungan menjadi lebih kecil dari target semula, hal ini dikarenakan sekitar 25,8 persen dari target awal diserahkan kepada PD Pasar Tohaga atas pengelolaan retribusi parkir di lingkungan pasar. Berdasarkan tabel tersebut juga terlihat bahwa pada tahun 2007 target atau potensi yang ada belum tercapai sepenuhnya, yaitu pencapaian target yang ditentukan baru sebesar 76,5 persen. Penyelenggaraan dan pengelolaan retribusi parkir TKP di wilayah Kabupaten Bogor antara lain terdapat pada titik-titik parkir TKP (bukan titik-titik parkir pasar) seperti pada Tabel 16.

Tabel 16. Titik Lokasi Tempat Khusus Parkir (TKP) Kabupaten Bogor

No Wilayah Kerja UPTD Parkir Lokasi Titik Parkir 1 Wilayah Barat Kecamatan Leuwilang RSUD Leuwiliang 2 Wilayah Tengah

Kecamatan Cibinong Kantor Pertanahan PDAM

Bank Jabar RSUD Cibinong Kecamatan Ciawi RSUD Ciawi

3 Wilayah Timur - -

Sumber: Peraturan Bupati Bogor Nomor 24 Tahun 2006

Dalam kajian ini akan fokus pada penyelenggaraan dan pengelolaan TKP di titik parkir RSUD Cibinong sebagai bentuk pengelolaan swakelola dan RSUD Ciawi yang saat ini merupakan satu-satunya bentuk penyelenggaraan retrubusi parkir TKP atas bekerjasama dengan pihak swasta. Titik parkir TKP RSUD

(4)

Cibinong dan RSUD Ciawi berada di bawah UPTD Tengah Kabupaten Bogor. Dengan mengacu pada penyelenggaraan dan pengelolaan parkir TKP di kedua titik parkir TKP tersebut, akan diuraikan bentuk penyelenggaraan dan pengelolaan parkir TKP oleh swakelola dan penyelenggaraan dan pengelolaan parkir TKP oleh pihak swasta.

5.1 Penyelenggaraan dan Pengelolaan Retribusi Tempat Khusus Parkir (TKP) oleh Swakelola

5.1.1. Sistem Perparkiran

Kabupaten Bogor memiliki pembangunan yang berkembang pesat dengan pertambahan jumlah penduduk membawa konsekuensi terhadap meningkatnya kepadatan lalu lintas. Oleh karena itu pemerintah perlu memperhatikan masalah lalu lintas darat terutama yang berkaitan penyelenggaraan dan pengelolaan perparkiran.

Sistem penyelenggaraan dan pengelolaan TKP swakelola umumnya masih menggunakan sistem secara manual, belum menggunakan komputer sebagai alat penyelenggaran perparkiran. Pengelola tidak menerapkan pengelolaan dengan sistem komputerisasi dikarenakan beberapa hal diantaranya (1) masih rendahnya permodalan dalam penyelenggaraan dan pengelolaan TKP tersebut (2) masih rendahnya kualitas SDM pelaksana di lapangan, sehingga efisiensi dan efektivitas dalam penyelenggaraan parkir tidak dapat tercapai. Rendahnya tingkat modal dalam penyelenggaraan parkir swakelola secara tidak langsung mencirikan rendahnya tingkat pengeluran Pemerintah Daerah terhadap penyelenggaraan perparkiran TKP.

(5)

Tingkat modal yang rendah pada bentuk pengelolaan swakelola disebabkan oleh kondisi dimana pengelola hanya mengandalkan modal dari pemerintah. Tingkat modal yang rendah selain berimplikasi pada ketidakmampuan menerapkan sisten komputerisasi juga berimplikasi pada luasan lahan parkir. Dimana pada pengelolaan parkir TKP secara swakelola luasan lahan parkir relatif kecil sehingga daya tampung kendaraan juga relatif rendah. Hal ini akan menyebabkan potensi parkir pada titik parkir tersebut menjadi relatif rendah. Luas lahan yang relatif rendah mempengaruhi preferensi pengguna jasa parkir untuk menggunakan perparkiran tersebut. Namun dalam kajian ini tidak akan dibahas lebih lanjut mengenai hal-hal apa saja yang dapat mempengaruhi preferensi pengguna jasa parkir terhadap suatu titik parkir, walaupun dalam aplikasinya hal tersebut akan mempengaruhi potensi retribusi parkir yang ada.

Hingga saat ini Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor masih berorientasi ada sistem manual yang minimalis dari sisi modal dalam penyelenggaraan parkir TKP sehingga wajar jika hasil yang diperoleh dari sektor parkir TKP juga cenderung minimalis. Sistem manual dalam penyelenggaraan parkir TKP menyebabkan sulitnya meminimalisasi kebocoran. Besarnya retribusi yang diterima pengelola parkir tidak tercatat secara akurat. Dengan adanya kebocoran tersebut menyebabkan rendahnya retribusi yang disetorkan pengelola parkir kepada Pemerintah Daerah. Sehingga menyebabkan rendahnya kontribusi retribusi parkir terhadap PAD Kabupaten Bogor.

Gambar 4. Penggunaan Sistem Manual pada Bentuk Penyelenggaraan Parkir TKP oleh Swakelola

(6)

5.1.2. Retrbusi Parkir

5.1.2.1. Tarif Retribusi Parkir TKP

Salah satu potensi yang dapat digali dari kegiatan perparkiran adalah penerimaan retribusi bagi pemerintah daerah, yaitu dalam rangka peningkatan PAD. Untuk merealisasikan penyelenggaraan dan pengelolaan perparkiran tersebut, Pemerintah Kabupaten Bogor memberlakukan Peraturan Daerah Nomor 12 tahun 2003 Mengenai Pengelolaan Parkir pada Tempat Khusus Parkir (TKP). Berdasarkan Perda tersebut pengenaan tarif TKP dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Penetapan Tarif Retribusi Parkir Kabupaten Bogor

No Jenis kendaraan Tarif (Rp)

2 jam pertama 1 jam berikutnya 1 Bus, Truk Besar, ruk Gandeng,

tronton dan Kontainer

2.500 1000 2 Bus Sedang & Truk Sedang (3/4) 1500 1000

3 Sedan, Minibus, Jeep an Pick up 1000 500

4 Sepeda Motor 500 200

Sumber: Peraturan Daerah Kabupaten Bogor No. 12 Tahun 2003

Berdasarkan Tabel 17 terlihat bahwa besarnya tarif retribusi parkir yang ditetapkan Pemerintah Daerah masih relatif rendah. Hingga saat ini Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor tidak melakukan revisi terhadap Perda tersebut. Namun kenyataan yang terjadi di lapangan, dalam penarikan retribusi parkir pengelola parkir tidak lagi memungut retribusi parkir sesuai dengan tarif yang tercantum dalam Perda Nomor 24 tahun 2003 tersebut. Dalam hal ini Kabupaten Bogor sangat tertinggal oleh daerah-daerah lain yang telah menetapkan tarif parkir TKP lebih tinggi diantaranya wilayah Kota Bogor, Jakarta, Tanggerang dan Bekasi.

Berdasarkan informasi di lapangan besaran tarif yang dipungut para juru parkir RSUD Ciawi pada saat pengelolaan secara swakelola, untuk setiap sepeda

(7)

motor yang diparkir di TKP minimal membayar sebesar Rp 1.000 dan Rp 2.000 untuk mobil pada satu jam pertama. Hal ini tidak sesuai dengan peraturan tarif retribusi yang ada. Dari sisi masyarakat, dalam hal ini terlihat bahwa masyarakat sebagai pengguna parkir TKP cenderung menerima tarif yang ditetapkan pengelola. Kondisi ini menunjukkan adanya potensi yang besar dalam penyelenggaraan parkir TKP yang tidak tergali oleh Pemerintah Daerah.

Pemerintah Daerah seharusnya dapat lebih mengoptimalkan penerimaan dari sektor retribusi parkir TKP dengan cara menetapkan tarif yang optimal. Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor seharusnya lebih realistis dalam penetapan tarif retribusi parkir TKP. Mengingat adanya faktor inflasi yaitu terkait dengan tingkat suku bunga saat ini berbeda dengan tahun 2003, sudah selayaknya besaran tarif retribusi mengalami penyesuaian. Dari sisi pengelola, jika pengelola tetap menggunakan tarif yang sesuai dengan Perda No 12 Tahun 2003 mereka akan cenderung mengalami kerugian. Karena biaya opersional yang ada lebih tinggi dari pada penerimaan pengelola.

5.1.2.2. Penentuan Target Retribusi Parkir TKP

Untuk mencapai tujuan retribusi parkir Pemerintah Daerah menetapkan target retribusi yang harus dicapai dalam pengelolaan perparkiran. Pada bagian ini akan digambarkan mekanisme penentuan target parkir di Kabupaten Bogor.

(8)

Nilai Awal Retribusi Parkir TKP Kab. Bogor

Potensi di Lapangan

Penetapan Target Retribusi ParkirTKP (per hari, per bulan, dan

per tahun) UPTD Wil. Timur

UPTD Wil Tengah UPTD Wil Barat Potensi di

Lapangan

Target Retribusi ParkirTKP (per hari, per bulan, dan per

tahun)

Dinas Perhubungan

Legislatif (Anggota DPRD) Kab. Bogor

Target Retribusi ParkirTKP (per hari, per bulan, dan per

tahun)

Sumber : Hasil Data Primer (Diolah)

Gambar 5. Mekanisme Penentuan Target Retribusi TKP Kabupaten Bogor

Gambar 5 menggambarkan mekanisme penentuan target retribusi parkir secara keseluruhan, yaitu baik untuk TKP maupun TJU. Pada gambar terlihat terlihat bahwa penentuan target retribusi parkir Kabupaten Bogor berasal dari pengajuan target oleh dua pihak. Pihak pertama, berasal dari Dinas Perhubungan, dimana target pada Dishub ini berasal dari uji petik pada potensi retribusi di lapangan pada masing-masing wilayah Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD). Sedangkan di pihak kedua adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bogor. Dimana anggota DPRD melakukan uji petik juga terhadap wilayah pemilihan anggota Dewan tersebut masing-masing, kemudian berdasarkan nilai awal retribusi pada titik parkir TKP dan hasil uji petik dari potensi yang ada maka anggota DPRD mengajukan target retribusi parkir yang dipandang layak.

(9)

Kedua pihak menyajikan hasil temuan di lapang, yang pada akhirnya akan diperoleh satu kesepakatan mengenai besarnya target retribusi parkir dalam satu tahun. Dalam penentuan target retribusi parkir, proses seperti ini terjadi tiap tahun. Berdasarkan mekanisme penentuan target retribusi parkir tersebut, terlihat bahwa terdapat adanya ketidakefektian dalam penentuan target retribusi parkir sehingga perlukan adanya perbaikan dari mekanisme yang selama ini ada.

5.1.2.3. Mekanisme Pungutan Tarif Retribusi Parkir TKP

Pada awalnya pungutan retribusi parkir dilaksanakan oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda), kemudian selanjutnya diserahkan pelaksanaannya pada kewenangan Dinas Perhubungan (Dishub). Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa Dishub lebih tepat melaksanakan kewenangan tersebut sebagai instansi yang berwenang pada kebijakan transportasi.

Dalam pengelolan retribusi parkir, Dishub menyerahkan pelaksanaan di lapangan kepada masing-masing Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD). Dalam pelaksanaan tugas di lapangan tersebut UPTD dibantu oleh koordinator sebagai pelaksanaan di lapangan. Kemudian koordinator memberikan tugas dan tanggung jawab kepada juru parkir. Upaya ini dilakukan Dishub terkait dengan keterbatasan tenaga kerja yang dimiliki. Proses pungutan retribusi parkir dari pengguna jasa hingga menjadi penerimaan kas daerah dapat dilihat pada Gambar 3.

(10)

Kas Daerah

DPRD Kabupaten Bogor Koordinator

Juru Parkir UPTD Parkir

Bagian Keuangan Sekda Sub Bagian Pembukuan Pengguna Jasa Parkir

Bendahara Penerima Dishub Dispenda

Rekonsiliasi

Pelaporan

Laporan Bupati Kabupaten Bogor Pelaporan Cross Cek

Sumber : Hasil Data Primer (Diolah)

Gambar 6. Mekanisme Pungutan Retribusi TKP oleh Swakelola di Kabupaten Bogor

Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa retribusi parkir yang terkumpul oleh koordinator diserahkan kepada Bendahara UPTD sesuai dengan target yang telah ditentukan. Bendahara UPTD menyetorkan uang retribusi kepada Sub-Bendahara Penerima Dinas Perhubungan, kemudian Bendahara Penerima tersebut menyetor ke kas daerah. Kas daerah merupakan rekening Pemerintah Daerah, yaitu melalui Bank Jabar. Kas Daerah akan melakukan pelaporan kepada dua bagian yaitu: Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) dan Bagian Keuangan Sekda pada Sub Bagian Pembukuan, untuk pencatatan realisasi penerimaaan setiap bulan.

Selanjutnya Dispenda dan Bagian Keuangan Sekda pada Sub Bagian Pembukuan saling melakukan cross cek terhadap hasil laporan Kas Daerah

(11)

tersebut. Selain itu, Kas Daerah juga akan dilakukan pelaporan kepada Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), selanjutnya akan dituangkan dalam laporan Bupati Kabupaten Bogor, pada akhir tahun. Dalam pelaksanaannya Dishub dapat melakukan rekonsiliasi kepada Dispenda.

Berdasarkan diagram alur mekanisme pungutan retribusi TKP oleh swakelola sebagaimana yang tergambar di atas, terdapat adanya inefisiensi dalam pengelolaan retribusi parkir. Selain adanya kemungkinan penyelewengan, juga adanya kesempatan yang hilang bagi pemerintah terhadap penerimaan retribusi yang sebenarnya. Karena dalam merealisasikan penerimaan Dinas Perhubungan hanya dapat berharap dari setoran yang dibayarkan oleh koordinator berdasarkan target yang ditetapkan, maka jika terdapat potensi retribusi yang jauh lebih besar melebihi target yang ditetapkan akan menjadi keuntungan mutlak bagi pengelola. Dengan demikian berapapun potensi yang ada di lapangan tidak akan berpengaruh terhadap penerimaan Dinas Perhubungan Kabupaten Bogor.

Pada pengelolaan TKP oleh pemerintah proses penarikan retribusi didasarkan pada karcis yang dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan. Karcis dapat dijadikan sebagai alat pengawasan pemerintah terhadap pelaksanaan perparkiran. Namun fungsi karcis sebagai alat pengawasan tersebut masih sangat rendah. Karcis parkir berfungsi sebagai bukti/kwitansi bagi pelanggan atas pembayaran retribusi.

Berdasarkan hasil pengamatan dan informasi di lapangan, dalam penyelenggaraan retribusi parkir TKP oleh swakelo penggunaan karcis sering diabaikan. Hal ini biasa terjadi karena ketidakdisiplinan para juru parkir dan juga ketidakpedulian pengguna jasa parkir, sehingga menghilangkan potensi yang ada

(12)

dari titik parkir tersebut. Jika karcis dapat difungsikan secara maksimal, maka penggunaan karcis dapat memaksimalkan potensi retribusi yang ada di lapangan.

Titik parkir yang merupakan pengelolaan oleh pemerintah mendapatkan hambatan-hambatan lain di lapangan diantaranya adanya kelompok-kelompok tertentu yang secara tidak resmi memungut uang mingguan atau bulanan kepada pengelola titik parkir. Pemerintah Daerah hingga saat ini belum dapat menetapkan aturan yang tegas untuk mengatasi masalah tersebut.

5.1.3. Sumberdaya Manusia

Berdasarkan pengamatan di lapangan bentuk pengelolaan parkir TKP oleh pemerintah yaitu dalam hal ini di RSUD Cibinong mempekerjakan sebanyak 10 orang petugas, terdiri dari satu orang koordinator, dua orang penjaga loket (loket masuk dan loket keluar kendaraan) dan tujuh orang juru parkir lapangan. Dalam prakteknya dua loket yang tersedia berjalan tidak optimal. Dimana hanya satu loket saja yang berfungsi baik.

Terkait dengan pembagian waktu kerja, maka masing-masing petugas dibagi ke dalam dua kelompok jam kerja, yaitu shift satu mulai pukul 07.00 WIB hingga 17.00 WIB terdiri dari lima orang petugas. Shift dua mulai pukul 17.00 WIB hingga 07.00 WIB juga terdiri dari lima orang petugas. Kuantitas SDM relatif banyak mengakibatkan adanya ketidakefisienan dalam pengelolaan perparkiran.

Status tenaga kerja adalah sebagai pekerja yang dipekerjakan oleh koordinator lapangan, bukan pegawai pemerintah. Berdasarkan informasi di lapangan besar gaji tenaga kerja per orang adalah Rp 700.000 per bulan. Sedangkan seorang koordinator memiliki gaji sebesar Rp 800.000. dengan jumlah

(13)

pekerja yang cukup besar menyebabkan besarnya pengeluaran untuk tenaga kerja tersebut. Dari sisi jumlah gaji yang diterima cenderung relatif kecil, hal ini akan berdampak buruk terhadap pengelolaan parkir. Karena dapat menimbulkan potensi adanya kebocoran retribusi parkir yang dikelola. Selain itu tingkat gaji yang memadai akan dapat meningkatkan produktivitas pekerja itu sendiri, sehingga untuk ke depannya pihak pengelola diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan pekerjanya.

Terkait dengan kualitas tenaga kerja, pada pengelolaan swakelola tenaga kerja berpendidikan rendah sehingga sulit untuk mengefektifkan pengelolaan parkir TKP. Pada pekerja umumnya tidak memiliki keahlian mengoperasikan komputer, sehingga sistem komputerisasi sulit berkembang pada bentuk pengalolaan swakelola ini.

5.2. Penyelenggaraan dan Pengelolaan Retribusi Tempat Khusus parkir (TKP) oleh Swasta

Menurut Direktorat Bina Sistem lalu Lintas Angkutan Kota-Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, jika Pemerintah Daerah akan melibatkan pihak swasat dalam pengelolaan suatu titik parkir, Pemerintah Daerah harus menetapkan rencana Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS) yang harus dipenuhi oleh pihak swasta. Kemudian melelangnya kepada pihak-pihak swasta dan tawaran tertinggilah yang dipilih untuk melaksanakannya. Dalam pelelangan terdapat dokumen yang sekurang-kurangnya memuathal-hal sebagai berikut :

a. Jangka waktu berlakunya kontrak b. Wilayah kerja pihak swasta c. Lokasi tempat parkir

(14)

d. Jumlah ruang parkir pada masing-masing lokasi e. Tarif yang diberlakukan

f. Ketentuan yang harus dipatuhi oleh juru parkir g. Hak-hak dan kewajiban pihak swasta

h. Hak-hak dan kewajiban pemarkir

i. Peralatan yang diperlukan (terutama bagi parkir yang menggunakan waktu sebagai dasar pembayaran harus memiliki alat pencatat waktu dan bila diperlukan alat pencetak waktu kedatangan pada kartu parkir).

j. Ketentuan-ketentuan lain yang dianggap perlu.

Bentuk penyelanggaran dan pengelolaan retribusi TKP swasta di Kabupaten Bogor telah diatur pelaksanaanya dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 12 Tahun 2003. Berikut ini terdapat beberapa hal yang dapat dianalisis dari penyelanggaran dan pengelolaan retribusi TKP oleh swasta, antara lain terkait dengan sistem perparkiran, retribusi parkir dan kondisi sumberdaya manusia.

5.2.1. Sistem Perparkiran

Sebagaimana yang dinyatakan oleh Direktorat Bina Sistem lalu Lintas Angkutan Kota-Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor dalam melibatkan pihak swasta juga memberlakukan beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh pihak swasta. Berdasarkan informasi yang diperoleh, suatu titik parkir TKP di Kabupaten Bogor dapat dikelolah oleh pihak swasta dengan memenuhi beberapa kriteria diantaranya : tersedianya luas lahan yang memadai, mampu menerapkan sistem komputerisasi, tingkat kenyamanan yang terjamin dan tersedianya dua pintu parkir (pintu masuk dan pintu keluar).

(15)

Luas lahan yang memadai akan mampu menangkap potensi parkir yang ada di lapangan. Sistem komputerisasi akan mampu meminimalisasi kebocoran dalam pengelolaan retribusi parkir. Keberadaan dua pintu yaitu pintun masuk dan keluar kendaraan dibutuhkan dalam rangka menciptakan ketertiban dan mengantisipasi adanya kemacetan akibat antrian memperoleh kartu parkir.

RSUD Ciawi sebagai satu-satunya bentuk penyelenggara dan pengelola retribusi parkir TKP oleh swasta saat ini memiliki lahan parkir ± 600 meter2. Luas lahan ini adalah lebih luas daripada pengelolaan parkir secara swakelola yaitu di RSUD Cibinong. Sehingga daya tampung kendaraan menjadi lebih besar dan mampu mengoptimalkan potensi retribusi yang ada.

RSUD Ciawi telah melaksanakan sistem perparkiran dengan sistem komputerisasi. Sistem komputerisasi dapat menciptakan efisiensi dan efektivitas dalam penyelenggaraan perparkiran. Hal ini dikarenakan dengan sistem komputerisasi tingkat kebocoran dana retribusi parkir pada tingkat pengelola dapat diminimalisasi. Sehingga pencapaian terget yang ditetapkan dapat lebih mudah tercapai daripada penyelengaraan parkir dengan sistem manual.

Gambar 7. Penggunaan Sistem Komputerisasi pada Bentuk Penyelenggaraan Parkir TKP oleh Swasta

(16)

Sistem komputerisasi dapat diterapkan dalam penyelanggaran dan pengelolaan retribusi TKP oleh pihak swasta dengan dukungan beberapa hal diantaranya : (1) permodalan dalam penyelenggaraan dan pengelolaan TKP yang memadai (2) SDM pelaksana di lapangan telah mampu mengoperasikan komputer. Meskipun tingkat modal yang harus disediakan oleh pengelola parkir TKP dengan sistem komputerisasi cukup besar yaitu terkait dengan pengadaan beberapa unit komputer dan pembayaran listrik, namun besarnya penerimaan dari sistem yang cenderung efisien tersebut akan mampu mengembalikan tingkat modal yang telah dikeluarkan pengelola.

5.2.2. Retrbusi Parkir

Dalam merealisasikan penyelenggaraan dan pengelolaan perparkiran, Pemerintah Kabupaten Bogor memberlakukan Peraturan Daerah Nomor 12 tahun 2003 Mengenai Pengelolaan Parkir pada Tempat Khusus Parkir (TKP). Meskipun bentuk penyelenggaraan dan pengelolaan parkir TKP oleh swasta cenderung bersifat komersil, namun dalam hal pengenaaan besarnya tarif retribusi memiliki aturan yang sama dengan bentuk penyelenggaraan perparkiran oleh pemerintah saja. Oleh karena itu besaran tarif dalam penyelanggaran dan pengelolaan retribusi TKP oleh pihak swasta dapat dilihat pada Tabel 17.

Berdasarkan observasi di lapangan, sama halnya dengan penyelenggaraan retribusi TKP oleh swakelola, penyelanggaran dan pengelolaan retribusi TKP swasta juga telah memberlakukan tarif di atas Perda Nomor 12 Tahun 2003. Besarnya tarif retribusi parkir yang ditarik di lapangan yaitu sepeda motor yang diparkir di TKP RSUD Ciawi membayar sebesar Rp 1.000 dengan penambahan sebesar Rp 500 setiap jamnya dan retribusi maksimalnya sebesar Rp 2.000. Untuk

(17)

mobil sebesar Rp 2.000 dengan penambahan sebesar Rp 1.000 setiap jamnya, dan tarif retribusi maksimal sebesar Rp 4.000. Hal ini menunjukkan adanya potensi reribusi TKP yang besar di wilayah Kabupaten Bogor.

Gambar 8. Besaran Tarif Retribusi Parkir TKP RSUD Ciawi pada Bentuk Pengelolaan Parkir oleh Swasta

Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor perlu melakukan penyesuaian tarif retribusi parkir sebagaimana yang telah dilakukan oleh beberapa daerah lain, sehingga diperlukan adanya evaluasi kebijakan tarif reribusi parkir TKP. Selain itu, dalam peningkatan penerimaan retribusi parkir TKP Kabupaten Bogor, juga diperlukan adanya mekanisme pungutan tarif yang efisien dan efektif. Terkait dengan mekanisme pungutan retribusi dari penyelanggaran dan pengelolaan retribusi TKP oleh swasta dapat dilihat pada bagan alur di bawah ini.

(18)

Berdasarkan Gambar 6 terlihat bahwa mekanisme pungutan retribusi TKP pada bentuk penyelanggaran dan pengelolaan retribusi TKP swasta relatif sama dengan bentuk penyelanggaran dan pengelolaan retribusi TKP swakelola. Hal yang membedakan antara lain (1) Dana retribusi dari lapangan (dari juru parkir dan koordinor) masuk ke perusahaan/swasta terlebih dahulu sebelum disetorkan kepada bendahara UPTD, dimana posisi juru arkir disini adalah sebagai pegawai dari perusahaan swasta (2) Dana yang masuk ke perusahaan swasta digunakan untuk membiayaan operasional penyelenggaraan parkir, misalnya untuk gaji pegawai, biaya pemeliharaan komputer, pencetakan karcis dan sebagainya.

Sumber : Hasil Data Primer (Diolah)

Gambar 9. Mekanisme Pungutan Retribusi TKP oleh Swasta di Kabupaten Bogor Cross Cek

DPRD Kabupaten Bogor

Laporan Bupati Kabupaten Bogor Perusahaan/ Swasta Pegawai swasta (Juru Parkir Koordinator & ) Pengguna Jasa Parkir

Kas Daerah UPTD Parkir

Bagian Keuangan Sekda Sub Bagian Pembukuan

Bendahara Penerima Dishub Dispenda Rekonsiliasi Pelaporan Pelaporan komputerisasi

(19)

Berdasarkan diagram alur mekanisme pungutan retribusi TKP swasta tersebut telah menggambarkan mekanisme yang lebih efisien karena selain menggunakan sistem slip karcis yang berbeda dengan pengelolaan perparkiran oleh pemerintah, seperti telah dijelaskan sebelumnya bentuk pengelolaan perparkiran oleh pihak swasta telah dilengkapi dengan sistem komputerisasi, sehingga dapat mencegah kebocoran terhadap penerimaan retribusi parkir oleh perusahaan/swasta. Sebagai dampaknya setoran perusahaan/swasta kepada UPTD parkir dapat lebih optimal.

Pengelolaan parkir TKP swasta, pada proses penarikan retribusinya menggunakan karcis yang dikeluarkan oleh perusahaan swasta tersebut, bukan dikeluarkan oleh Dishub. Dalam hal ini Dishub dapat menghemat pengeluaran untuk karcis. Fungsi karcis sebagai alat pengawasan dalam bentuk penyelanggaran dan pengelolaan retribusi TKP swasta lebih efektif dari pada bentuk pengelolaan oleh swakelola. Dimana dengan karcis terdapat penjagaan dan pengawasan yang lebih ketat bagi kendaraan yang parkir. Untuk kendaraan yang tidak dapat menunjukkan karcis tidak dapat diberi jalan untuk keluar dari areal parkir sebelum menunjukkan surat-surat kendaraan dengan lengkap dan juga akan dikenakan denda dengan jumlah nominal tertentu.

(20)

Berdasarkan hasil pengamatan dan informasi di lapangan, penggunaan karcis pada bentuk penyelanggaran dan pengelolaan retribusi TKP swasta, karcis sudah dapat difungsikan secara optimal. Pada bentuk penyelenggaraan dan pengelolaan retribusi parkir TKP oleh swasta, hambatan-hambatan lain di lapangan yang terkait dengan aksi premanisme, pungutan liar dan sebagainya cenderung dapat diminimalisasi.

5.2.3. Sumberdaya Manusia

Berdasarkan pengamatan di lapangan bentuk pengelolaan parkir TKP oleh swasta mempekerjakan sekitar tujuh orang personil, terdiri dari dua orang koordinator, dua orang penjaga loket (loket masuk dan loket keluar kendaraan) dan tiga orang juru parkir lapangan. Terkait dengan pembagian waktu kerja, maka masing-masing petugas dibagi ke dalam dua kelompok jam kerja, shift satu mulai pukul 07.00 WIB hingga 19.00 WIB terdiri dari empat orang petugas. Shift dua mulai pukul 19.00 WIB hingga 07.00 WIB juga terdiri dari tiga orang petugas. Dengan kuantitas SDM tersebut perusahaan cenderung dapat menekan biaya operasional. Sehingga mampu neingkatkan penerimaan perusahaan. Dengan demikian diharapkan akan dapat mendorong peningkatan penerimaan retribusi TKP kepada Pemerintah Daerah.

Status tenaga kerja adalah sebagai pegawai dari perusahan swasta, bukan pegawai pemerintah. Sehingga gaji tenaga kerja merupakan tanggungan perusahaan swasta tersebut. Besar gaji tenaga kerja per orang adalah Rp 750.000 per bulan. Sedangkan seorang koordinator memiliki gaji sebesar Rp 850.000. jagi tenaga terjadi tersebut juga relatif kecil. Tingkat gaji yang memadai akan dapat meningkatakan produktivitas pekerja itu sendiri, sehingga untuk ke depannya

(21)

pihak swasta diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan pekerjanya. Terkait dengan kualitas tenaga kerja, pada pengelolaan oleh pihak swasta tenaga kerja minimal adalah SLTP. Pada pekerja yang akan berfungsi sebagai kasir pada pintu masuk dan pintu keluar harus memiliki keahlian mengoperasikan komputer.

Gambar

Gambar 5. Mekanisme Penentuan Target Retribusi TKP Kabupaten Bogor
Gambar 6. Mekanisme Pungutan Retribusi TKP oleh Swakelola di  Kabupaten Bogor
Gambar 7. Penggunaan Sistem Komputerisasi pada Bentuk Penyelenggaraan  Parkir TKP oleh Swasta
Gambar 9. Mekanisme Pungutan Retribusi TKP oleh Swasta di Kabupaten Bogor  Cross Cek
+2

Referensi

Dokumen terkait

Integrasi materi sains dalam materi pembelajaran bahasa Arab merupakan upaya untuk memperkenalkan dan membiasakan bahasa Arab di lingkungan akademik,

Reklame selebaran adalah reklame yang berbentuk lembaran lepas, diselenggarakan dengan cara disebarkan, diberikan atau dapat diminta dengan ketentuan tidak untuk

Hasil penelitian menunjukkan bahwa deskripsi pemecahan masalah subjek pada tahap: Pertama yaitu Memahami masalah, subjek kategori tinggi dan sedang mampu menentukan apa yang

Ilmu penginderaan jauh dapat dipadukan dengan penggunaan citra untuk menginterpretasi kenampakan yang ada pada citra, sehingga diperoleh informasi tentang daerah

2) Hasil adalah mengukur pencapaian atau hasil yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dalam pemberian layanan. Segala sesuatu kegiatan yang dilakukan atau

Peningkatan pertumbuhan akar di bawah kondisi cekaman air ringan sampai sedang mungkin sangat penting dalam menyadap persediaan air baru bagi suatu tanaman.Hasil penelitian Nour

Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran Fiqih Melalui Penggunaan Media Cetak. dan Media Audio Visual di MTs Darul Falah Bendiljati

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel Bid Ask Spread tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap Holding Period saham biasa sehingga investor