BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Uraian pada tinjauan pustaka ini, mencakup pengertian longsorlahan, faktor
penyebab terjadinya tanah longsor, bahaya longsorlahan, tipe-tipe gerakan tanah,
sebaran longsorlahan, pengertian sikap, metode konservasi tanah, dan hasil-hasil
penelitian sebelumnya yang sesuai dengan penelitian ini.
2.1Pengertian Longsorlahan
Gerak massa (mass movement) dalam istilah awam sering disebut
longsorlahan adalah proses bergeraknya puing-puing batuan, termasuk di dalamnya
tanah secara besar-besaran menuruni lereng secara lambat hingga cepat, oleh adanya
pengaruh langsung dari gravitasi (Varnes, dalam Imam Hardjono: 2008).
Kabul Basah Suryolelono (2002) menjelaskan bahwa peristiwa longsor atau
dikenal sebagai gerakan massa tanah, batuan atau kombinasinya, sering terjadi pada
lereng-lereng alami atau buatan dan sebenarnya merupakan fenomena alam, yaitu
alam mencari keseimbangan baru akibat adanya gangguan atau faktor yang
mempengaruhinya dan menyebabkan terjadinya pengurangan kuat geser serta
peningkatan tegangan geser tanah. Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya
pendorong pada lereng lebih besar dari gaya penahan.
Gerakan tanah adalah proses perpindahan suatu masa batuan/tanah akibat
tanah/batuan dan secara umum diartikan sebagai suatu gerakan tanah dan atau batuan
dari tempat asalnya karena pengaruh gaya berat (grafitasi) (Djauhari Noor: 2006).
2.2Faktor Penyebab Terjadinya Tanah Longsor
Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar daripada gaya penahan. Gaya penahan umumnya di pengaruhi oleh kekuatan bantuan dan kepadatan tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan (Anonim; 2010).
1. Hujan : Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November karena meningkatnya intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang akan menyebabkan terjadinya penguapan air di permukan tanah dalam jumlah besar. Hal ini mengakibatkan munculnya pori-pori atau rongga tanah hingga terjadi retakan dan merekahnya tanah permukaan. Hujan lebat pada awal musim dapat menimbulkan longsor, karena melalui tanah yang merekah air akan masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral. Bila ada pepohonan di permukaanya, tanah longsor dapat dicegah karena air akan diserap oleh tumbuhan. Akar tumbuhan juga akan berfungsi mengikat tanah.
2. Lereng Terjal : Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang terjal terbentuknya karena pengikisan air sungai, mata air, air laut dan angin. Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan longsor adalah 180˚ apabila ujung lerengnya terjal dan bidang longsorannya mendatar.
4. Batuan yang kurang kuat : Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir dan campuran antara kerikil, pasir dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan tersebut akan mudah menjadi tanah bila mengalami proses pelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor bila terjadi pada lereng yang terjal.
5. Jenis tata lahan : Tanah longsor banayak terjadi di daerah tata lahan persawahan, perladangan dan adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah menjadi longsor. Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena akar pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi di daerah longsor lama.
6. Getaran : Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempa bumi, ledakan, getaran mesin dan getaran lalu lintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkannya adalah tanah, badan jalan, lantai dan dinding rumah menjadi retak.
7. Adanya beban tambahan : Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng dan kendaraan akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor, terutama disekitar tikungan jalan pada daerah lembah. Akibatnya adalah sering terjadinya penurunan dan retakan yang arahnya kearah lembah.
8. Pengikisan/erosi : Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai kearah tebing, selain itu akibat penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akan menjadi terjal.
10. Bekas longsoran lama : Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi pengendapan material gunung api pada lereng yang relatif terjal atau pada saat atau sesudah terjadi patahan kulit bumi.
2.3Bahaya Longsorlahan
Longsoran dapat menyebabkan terjadinya bencana alam. Dampak yang
ditimbulkan oleh bencana alam ini sangat bervariasi tergantung dari intensitas
bencana serta kondisi sosial ekonomi daerah yang terkena bencana. Secara umum
dampak bencana ini dikelompokan menjadi dua, yaitu dampak terhadap lingkungan
fisik dan dampak lingkungan sosial ekonomi (Sutikno, dalam Suwarno: 2009).
Bahaya adalah suatu peristiwa yang mengancam atau probabilities kejadian
dari fenomena yang secara potensial merusak dalam periode waktu dan tempat yang
tertentu, sedang risiko adalah mengasumsikan kerugian atau kehilangan (jiwa,
korban, luka-luka, harta benda dan aktifitas ekonomi) yang disebabkan bahaya
khusus dalam suatu wilayah selama periode waktu tertentu (Melching, dalam
Suwarno: 2009).
Bencana longsorlahan merupakan salah satu jenis bencana alam yang banyak
menimbulkan korban jiwa dan kerugian material yang sangat besar, seperti: rusaknya
lahan pertanian, kawasan permukiman, jalan, jembatan, irigasi, dan prasarana fisik
lainnya. Longsorlahan dapat merupakan fenomena alam biasa yang dapat tidak
menempatkan ancaman apapun terhadap manusia dan lingkunganya. Longsorlahan
dapat dikatakan bencana apabila telah memberikan gangguan yang serius dari
berfungsinya, yang menyebabkan kerugian-kerugian besar terhadap jiwa (manusia),
tertimpa bencana tersebut untuk menanggulanginya dengan hanya menggunakan
sumber-sumber daya masyarakatnya itu sendiri.
2.4Tipe-tipe Gerakan Tanah
Djauhari Noor (2006) Berdasarkan tipenya, gerakan tanah dapat
dikelompokan menjadi 3 (tiga) yaitu:
1. Gerakan tanah tipe aliran lambat (slow flowage) terdiri dari:
a) Rayapan (Creep): perpindahan material batuan dari tanah kearah kaki lereng
dengan pergerakan yang sangat lambat.
b) Rayapan tanah (Soil creep): perpindahan material tanah kearah kaki lereng.
c) Rayapan talus (Talus creep): perpindahan kearah kaki lereng dari material
talus/creep.
d) Rayapan batuan (Rock creep): perpindahan kearah kaki lereng dari blok-blok
batuan.
e) Rayapan batuan glacier (Rock-glacier creep): perpindahan kearah kaki lereng
dari limbah batuan.
f) Solifluction/Liquefaction: aliran yang sangat berlahan ke arah kaki lereng
dari material debris batuan yang jenuh air.
2. Gerakan tanah tipe aliran cepat (rapid flowage) terdiri dari:
a) Aliran lumpur (Mudflow): perpindahan dari material lempung dan lanau yang
jenuh air pada teras yang berlereng landai.
b) Aliran masa tanah dan batuan (Earthflow): perpindahan secara cepat dari
c) Aliran campuran masa tanah dan batuan (Debris avalanche): suatu aliran
yang meluncur dari debris batuan pada celah yang sempit dan berlereng
terjal.
3. Gerakan tanah tipe luncuran (landslides) terdiri dari:
a) Nendatan (Slump): luncuran kebawah dari satu atau beberapa bagian debris
batuan, umumnya membentuk gerakan rotasional.
b) Luncuran dari campuran masa tanah dan batuan (Debris slide): luncuran yang
sangat cepat kearah kaki lereng dari material tanah yang tidak terkonsolidasi
(debris) dan hasil luncuran ini ditandai oleh suatu bidang rotasi pada bagian
belakang bidang luncurnya.
c) Gerakan jatuh bebas dari campuran masa tanah dan batuan (Debris fall):
adalah luncuran material debris tanah secara vertikal akibat grafitasi.
d) Luncuran masa batuan (Rock slide): luncuran dari masa batuan melalui
bidang perlapisan, joint (keker), atau permukaan patahan/sesar.
e) Gerakan jatuh bebas masa batuan (Rock fall): luncuran jatuh bebas dari blok
batuan pada lereng-lereng yang sangat terjal.
f) Amblesan (Subsidence): penurunan permukaan tanah yang disebabkan oleh
pemadatan dan isostasi/grafitasi.
2.5Sebaran Longsorlahan
Untuk menganalisis berbagai pola penyebaran gejala geografi, dapat
menggunakan analisa tetangga terdekat. Metode kuantitatif ini membatasi suatu skala
yang berkenaan dengan pola-pola penyebaran pada ruang atau wilayah tertentu. Pola
pattern), tersebar tidak merata (random pattern), dan tersebar merata (dispersed
pattern), (Nursid: 1988).
Analisa tetangga terdekat adalah sesuai untuk daerah di mana antara satu
pemukiman dengan pemukiman yang lain tidak ada hambatan-hambatan alamiah
yang belum dapat teratasi misalnya jarak antara dua pemukiman yang relatif dekat
tetapi dipisahkan oleh suatu jurang (Nursid: 1988).
2.6Pengertian Sikap
Sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek
atau situasi yang relatif ajeg, yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan
dasar kepada orang tersebut untuk membuat respons atau berperilaku dalam cara
yang tertentu yang dipilihnya (Walgito, 2001: 109).
Trow (dalam Djaali: 2008) mendefinisikan sikap sebagai suatu kesiapan
mental atau emosional dalam beberapa jenis tindakan pada situasi yang tepat. Sikap
ini menekankan pada kesiapan mental atau emosional seseorang terhadap sesuatu
objek. Sementara itu Allport mengemukakan bahwa sikap adalah sesuatu kesiapan
mental dan syaraf yang tersusun melalui pengalaman dan memberikan pengaruh
langsung kepada respons individu terhadap semua objek atau situasi yang
berhubungan dengan objek itu. Sikap itu tidak muncul seketika atau dibawa lahir,
tetapi disusun dan dibentuk melalui pengalaman serta memberikan pengaruh
langsung kepada respons seseorang.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka sikap merupakan keyakinan
seseorang mengenai objek yang berlangsung terus menerus untuk merespons dan
2.7Metode Konservasi Tanah
Pribadyo, dalam kartasapoetra (2010) menyataka bahwa pada dasarnya
pengelolaan atau pengusahaan tanah yang akan memberikan manfaaat bagi
generasi-generasi berikutnya adalah menjaga sebaik-baiknya lahan yang kita gunakan diatas
mana kita hidup dan bermukim agar selalu dalam keadaan yang mantap dan
seimbang secara biologis dimana ekosistem dipertahankan dengan sebaik-baiknya.
Usaha pengendalian erosi dan atau pengawetan tanah (dan air) yang
dilakukan dengan memanfaatkan cara vegetatif adalah didasarkan peraturan tanaman,
dimana tanaman-tanaman itu mempunyai peranan untuk mengurangi erosi, yaitu
dalam hal:
1. Batang, ranting dan daun-daunnya berperan menghalangi
tumbukan-tumbukan langsung butir-butir hujan kepada permukaan tanah, dengan
perananya itu tercegahlah penghancuran agregat-agregat tanah.
2. Daun-daun penutup tanah serta akar-akar tersebar pada lapisan permukaan
tanah berperan mengurangi kecepatan aliran permukaan, sehingga daya kikis,
daya angkutan air pada permukaan tanah dapat direduksi, diperkecil ataupun
diperlamban.
3. Akar-akar tanaman berperan dalam pengambilan atau pengisapan air bagi
keperluan tumbuhnya tanaman yang selanjutnya sebagian diuapkan melalui
daun-daunya ke udara, pengambilan atau pengisapan air oleh akar-akaran ini
dapat meningkatkan daya isap tanah akan air, dan dengan demikian sedikit
Cara vegetatif atau cara memanfaatkan peranan tanaman usaha pengendalian
erosi dan atau pengawetan tanah dalam pelaksanaanya dapat meliputi
kegiatan-kegiatan sebagai berikut: a) Penghutanan kembali dan penghijauan, b) Penanaman
tanaman penutup tanah, c) Penanaman tanaman secara garis kontur, d) Penanaman
tanaman dalam strip, e) Penanaman tanaman secara bergilir, dan f) Pemulsaan atau
pemanfaatan serasah tanaman (Kartasapoetra; 2010).
Usaha pengendalian erosi dapat juga dilakukan dengan cara teknis mekanis
walaupun kenyataanya cara ini membutuhkan pembiayaan yang besar dibanding
dengan cara vegetatif, karena menyangkut pembuatan prasarana, seperti:
1. Pembuatan jalur-jalur bagi pengaliran air dari tempat-tempat tertentu
ketempat-tempat pembuangan.
2. Pembuatan teras-teras atau sengkedan-sengkedan agar aliran air dapat
terhambat sehingga daya angkut atau hanyutnya berkurang.
3. Pembuatan selokan dan parit ataupun rorak-rorak pada tempat-tempat
tertentu.
4. Melakukan pengolahan tanah sedemikian rupa yang sejajar dengan garis
kontur.
Akan tetapi walaupun jelas cara ini memerlukan biaya yang cukup besar,
demi terhindarnya erosi yang akan mengakibatkan kerugian yang jauh lebih besar,
maka cara ini sebaiknya diperhatikan. Dengan pembuatan-pembuatan dan perlakuan
seperti itu atau usaha pengendalian erosi secara mekanis ini dapat diharapkan
terkurangi atau terhambatnya aliran permukaan (run off) sehingga daya
2.8 Penelitian Sebelumnya
Tri Widoyo (2003) dalam penelitiannya yang berjudul “Sikap Siswa Dalam
Pelaksanaan Musyawarah Untuk Mufakat Pada Pemilihan Pengurus OSIS Di SLTP
Negeri 2 Tambak Kabupaten Banyumas Tahun Pelajaran 2002/2003”. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pengambilan keputusan dalam kegiatan
rapat OSIS di SLTP Negeri 2 Tambak tahun pelajaran 2002/2003, serta untuk
mendeskripsikan pemahaman peserta rapat OSIS di SLTP Negeri 2 Tambak tahun
pelajaran 2002/2003 tentang pengertian musyawarah untuk mufakat.
Pengertian deskriptif presentase ini mengambil sampel penelitian sebanyak
36 subjek. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dokumentasi dan observasi (pengamatan) yang dilakukan terhadap sejumlah siswa
yang mengikuti kegiatan rapat pemilihan pengurus OSIS di SLTP Negeri 2 Tambak
tahun pelajaran 2002/2003. Peneliti menggunakan lembar observasi sebagai alat
untuk memperoleh data. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah deskriptif presentase yang mengarah pada data yang termuat dalam lembar
observasi. Data yang terkumpul dan termuat dalam lembar observasi selanjutnya
diklarifikasikan menjadi data kuantitatif, lalu diproses dengan cara dijumlahkan,
dibandingkan dengan jumlah yang diharapkan dan diperoleh presentase.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pelaksanaan pengambilan keputusan
dalam rapat OSIS di SLTP Negeri 2 Tambak tahun pelajaran 2002/2003. Dilandasi
oleh pelaksanaan pengambilan keputusan secara musyawarah untuk mufakat. Hal ini
ditunjukan oleh kategori responden yang rata-rata mencapai nilai B (Baik ). Dari 36
atau 56% memperoleh nilai B (Baik) dan 3 subjek atau 8% memperoleh nilai C
(Cukup). Pengambilan keputusan dalam rapat OSIS di SLTP Negeri 2 Tambak tahun
pelajaran 2002/2003 banyak ditentukan oleh faktor pemahaman siswa terhadap
pengertian musyawarah untuk mufakat itu sendiri, disamping faktor hambatan dan
kesukaran lainnya. Pemahan peserta rapat OSIS di SLTP Negeri 2 Tambak tahun
pelajaran 2002/2003, tentang pengertian musyawarah untuk mufakat dapat dikatakan
baik.
Susana Yulia Wati (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis
Sebaran Fasilitas Pendidikan Dasar Di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri”.
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pola sebaran pendidikan dasar,
mengetahui faktor-faktor pengaruhnya, dan mengetahui asal murid tiap-tiap
sekolahan di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode survey dengan di dukung oleh interpretasi data
peta dan data sekunder, dan didukung observasi lapangan untuk mengetahui kondisi
lokasi gedung sekolah, jarak asal murid ke gedung sekolah dan data penunjang
lainnya. Unit analisis yang digunakan dalam penelitian unit analisis desa.
Hasil dari penelitian ini berupa peta sebaran fasilitas pendidikan dasar di
Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri, faktor-faktor yang mempengaruhi
sebaran pendidikan dasar, asal murid masing-masing sekolah di setiap kelurahan di
Kecamatan Jatisrono. Pola sebaran lokasi gedung sekolah di Kecamatan Jatisrono
mempunyai pola sebaran acak (random) sebab nilai pola sebaran gedung Sekolah
Dasar (SD) mempunyai nilai T=1,804 dan pola sebaran gedung Sekolah Lanjutan
kecenderungan mendekati pada nilai 1, sedangkan T=1 menunjukkan pola sebaran
acak. Selanjutnya untuk faktor aksesibilitas dapat diketahui bahwa daerah yang
memiliki nilai aksesibilitas tinggi mempunyai sebaran fasilitas pendidikan dasar
sebanyak 37 buah fasilitas (86,04%), sedangkan untuk aksesibilitas sedang sebanyak
4 buah fasilitas (9,30%) dan aksesibilitas rendah sebanyak 2 buah fasilitas (4,65%).
Ketersedian fasilitas pelayanan pendidikan baik SD maupun SMP memiliki kategori
sedang hal ini disebabkan memiliki kemampuan yang sama dalam menunjang
kebutuhan fasilitas pelayanan pendidikan, kecenderungan penduduk dalam
memanfaatkan fasilitas pendidikan penduduk yang jauh dari fasilitas pendidikan di
daerahnya sendiri cenderung memilih memanfaatkan fasilitas pendidikan yang ada di
luar daerahnya, dalam hal ini lebih mempertimbangkan yang dekat dengan
permukiman, faktor kualitas sekolah. Asal murid pada masing-masing sekolah di
setiap kelurahan didominasi oleh kelurahan dari mana sekolah tersebut berada dan
kelurahan terdekatnya dengan kata lain terdapat variasi daerah asal murid pada
Tabel 2.1 Perbandingan Penelitian Sebelumnya dengan Penelitian Penulis.
Penelitian Tri Widoyo
(2003)
Susana Yulia Wati (2009)
Misbahul Hidayah (2012) Judul
Penelitian
Sikap Siswa Dalam Pelaksanaan Musyawarah Untuk Mufakat Pada Pemilihan Pengurus Osis Di SLTP Negei 2 Tambak Kabupaten Banyumas Tahun Pelajaran 2002/2003
Analisis Sebaran Fasilitas Pendidikan Dasar di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri Tahun 2007
Kajian Sikap Masyarakat Dan Sebaran Longsorlahan Di Kecamatan Pekuncen Kabupaten Banyumas
Tujuan -mendeskripsikan
pengambilan keputuusan dalam kegiatan rapat OSIS di SLTP Negeri 2 Tambak tahun pelajaran 2002/2003 -mendeskripsikan pemahaman peserta rapat OSIS di SLTP Negeri 2 Tambak tahun pelajaran 2002/2003 tentang pengertian musyawarah untuk mufakat
-Menganalisis pola sebaran fasilitas pendidikan dasar di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri -Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pola sebaran fasilitas pendidikan dasar di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri -Mengetahui asal murid pada masing-masing sekolah di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri -Mendeskripsikan sikap masyarakat Pekuncen tentang longsorlahan -Menganalisis pola sebaran longsorlahan di daerah penelitian
Metode Deskripsi presentase Analisa data sekunder
dan analisa peta
Metode survey lapangan
Hasil Pemahaman peserta rapat
pemilihan pengurus OSIS di SLTP Negeri 2 Tambak tahun pelajaran 2002/2003 tentang pengertian
musyawarah untuk mufakat dapat dikatakan baik, dimana subjek yang memperoleh nilai A (Baik sekali) sebanyak 36%, yang memperoleh nilai B (Baik) sebanyak 46% dan 8% subjek yang memperoleh nilai C (Cukup)
-Pola sebaran fasilitas sekolah di Kecamatan Jatisrono mempunyai pola acak (random) -Daerah yang memiliki nilai aksesibilitas tinggi mempunyai sebaran fasilitas pendidikan dasar sebanyak 37 buah fasilitas (86,04%), sedangkan untuk aksesibilitas sedang sebanyak 4 buah fasilitas (9,30%) dan aksesibilitas rendah sebanyak 2 buah fasilitas (4,65%) -terdapat variasi asal murid pada masing masingsekolah di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri
2.9 Landasan Teori
Berdasarkan telaah pustaka diatas maka dapat disusun landasan teori sebagai
berikut: longsorlahan adalah proses bergeraknya puing-puing batuan, termasuk di
dalamnya tanah secara besar-besaran menuruni lereng secara lambat hingga cepat,
oleh adanya pengaruh langsung dari gravitasi. Peristiwa tanah longsor atau dikenal
sebagai gerakan massa tanah, batuan atau kombinasinya, sering terjadi pada
lereng-lereng alami atau buatan, dan sebenarnya merupakan fenomena alam, yaitu alam
mencari keseimbangan baru akibat adanya gangguan atau faktor yang
mempengaruhinya dan menyebabkan terjadinya pengurangan kuat geser serta
peningkatan tegangan geser tanah.
Longsoran dapat dikatakan bencana apabila telah memberikan gangguan
yang serius dari berfungsinya, yang menyebabkan kerugian-kerugian besar terhadap
jiwa (manusia), harta benda dan lingkunganya, yang melebihi kemampuan dari
masyarakat yang tertimpa bencana tersebut untuk menanggulanginya dengan hanya
menggunakan sumber-sumber daya masyarakatnya itu sendiri. Pola penyebaran itu
dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu pola bergerombol (cluster pattern),
tersebar tidak merata (random pattern), dan tersebar merata (dispersed pattern), pola
penyebaran ini digunakan peneliti untuk mengetahui pola sebaran longsorlahan di
daerah penelitian dan untuk menginformasikan terhadap masyarakat Pekuncen.
Sikap merupakan keyakinan seseorang mengenai objek yang berlangsung
terus menerus untuk merespons dan kesediaan bereaksi terhadap sesuatu hal.
Pengetahuan dan penerimaan informasi masyarakat tentang longsorlahan akan
2.10 Kerangka Pikir
Gambar 2.1 Kerangka Pikir.
2.11 Hipotesis Penelitian
Menurut maknanya dalam suatu penelitian hipotesis merupakan “jawaban
sementara” atau kesimpulan yang diambil untuk menjawab permasalahan yang
diajukan dalam penelitian (Mardalis, 2006: 48). Adapun hipotesis yaitu: Pola sebaran
longsorlahan di daerah penelitian masuk kategori mengelompok (clustered).
2.12 Devisi Operasional
1. Analisis adalah uraian atau usaha mengetahui arti suatu keadaan. Data atau
bahan keterangan mengenai suatu keadaan diurai dan diselidiki hubungannya
satu sama lain (Muehrche, dalam Yuliana; 2009).
2. Pola persebaranadalah bentuk atau model suatu obyek yang ada di permukaan
bumi (Bintarto dan Surastopo Hadisumarno, 1978). Sikap masyarakat Pola
longsorlahan Hujan
Kejadian longsorlahan
Titik sebaran longsorlahan
3. Longsorlahan atau Gerak massa (mass movement) adalah proses bergeraknya
puing-puing batuan, termasuk di dalamnya tanah secara besar-besaran
menuruni lereng secara lambat hingga cepat, oleh adanya pengaruh langsung
dari gravitasi (Varnes, dalam Imam Hardjono: 2008).
4. Tanah longsor (landslide) adalah perpindahan material pembentuk lereng
berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran bergerak ke
bawah atau keluar lereng (Kabul Basah Suryolelono: 2002).
5. Longsor adalah tipe gerakan massa batuan yang terjadi secara lambat hingga
sangat cepat dengan material yang berupa batuan atau tanah atau kombinasi
keduanya (Varnes ; 1994).
6. Wilayah rawan tanah longsor, dalam penelitian ini adalah wilayah yang
berpotensi untuk terjadi tanah longsor berdasarkan faktor-faktor yang
berpengaruh yaitu lereng, jenis batuan dan jenis tanah.
7. Penggunaan lahan (land use) adalah setiap bentuk intervensi (campur tangan)
manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik
materi maupun spiritual (Arsyad: 1989).
8. Tanaman tahunan adalah tanaman yang pada umumnya berumur lebih dari satu
tahun dan pemungutan hasilnya dilakukan lebih dari satu kali dan tidak