• Tidak ada hasil yang ditemukan

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Satuan Pendidikan : SMP Negeri 14 Yogyakarta Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

Kelas/Semester : IX / Ganjil

Tema/ Materi : Teks Cerita Pendek

Sub Tema/ KD : Menyimpulkan unsur-unsur pembangun karya sastra dari cerpen yang dibaca atau didengar

Pembelajaran ke- : 4

Alokasi Waktu : 3 x 40 menit

TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Setelah membaca teks cerpen dan berdiskusi kelompok, peserta didik dapat menguraikan unsur - unsur yang membangun cerpen disertai bukti kutipan dengan benar.

2. Setelah membaca cerpen dan berdiskusi kelompok, peserta didik dapat menyimpulkan unsur- unsur cerpen disertai bukti kutipan teks cerpen dengan tepat.

KEGIATAN PEMBELAJARAN

Kegiatan/Sintaks Deskripsi Kegiatan PPK/4C Waktu

Pendahuluan 1. Guru memberi salam.

2. Guru memeriksa kehadiran peserta didik.

3. Guru mengajak peserta didik untuk berdoa. (religius) 4. Guru menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik

untuk mengikuti proses pembelajaran dengan apersepsi.

5. Guru memberi motivasi belajar kepada peserta didik secara kontekstual sesuai manfaat dan penerapan materi ajar dalam kehidupan sehari-hari.

6. Guru menjelaskan tentang tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai.

7. Guru menyampaikan cakupan materi dan uraian kegiatan sesuai kegiatan pembelajaran.

religius disiplin

10’

Inti

( Discovery learning)

1, pembeian rangsangan 2.identifikasi masalah

3. pengumpulan data

4. pengolahan data

5. pembuktian 6. generalisasi

1. Peserta didik membaca teks cerpen yang dibagikan guru berjudul “ Sepatu Butut” karya Ely Chandra P. dengan cermat. (literasi)

2. Guru dan peserta didik bertanya-jawab tentang unsur- unsur pembangun dalam cerita pendek yang berjudul

“Sepatu Butut” karya Ely Chandra. (kritis)

3. Peserta didik membentuk kelompok yang terdiri atas 4-5 siswa.

4. Peserta didik berdiskusi kelompok menguraikan unsur- unsur pembangun cerpen dengan bukti kutipan teks cerpen “Nyanyi Lautan” karya Yanusa Nugroho..

(kolaboratif)

5. Peserta didik berdiskusi kelompok menyimpulkan unsur unsur pembangun disertai kutipan teks cerpen “Nyanyi

Lautan” karya Yanusa Nugroho..(kolaboratif)

6. Peserta didik secara berkelompok menuliskan simpulan unsur-unsur cerpen berjudul “Nyanyi Lautan” karya

kritis

gotong - royong

100’

(2)

Yanusa Nugroho dengan bukti yang mendukung di kertas lipat yang disediakan guru (kerja sama, tanggung jawab) (kolaboratif)

7. Peserta didik secara berkelompok menempel kertas lipat di papan tempel sesuai kreativitas masing-masing kelompok. (kreatif/inovatif)

8. Perwakilan kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompok dan kelompok lain menanggapinya.

(komunikatif)

9. Peserta didik secara berkelompok memperbaiki hasil pekerjaan mengonstuksi simpulan unsur-unsur

pembangun teks cerita pendek berjudul “Nyanyi Lautan”

karya Yanusa Nugroho berdasarkan komentar kelompok lain.

10. Guru dan peserta didik menyimpulkan unsur-unsur pembangun dalam cerpen .

kreatif

Penutup 1. Guru melakukan evaluasi belajar.

2. Guru melakukan refleksi dan umpan balik.

3. Guru menyampaikan rencana pembelajaran pada pembelajaran berikutnya.

4. Guru dan peserta didik membangun komitmen belajar.

5. Guru dan peserta didik mengucapkan doa dan salam penutup.

10’

PENILAIAN

Penilaian Sikap : Melalui Observasi

Gotong royong dan disiplin dalam berdiskusi, mengumpulkan hasil diskusi, dan mempresentasikan hasil.

Penilaian Keterampilan :

Hasil diskusi kelompok tentang menyimpulkan unsur-unsur pembangun cerpen disertai bukti kutipannya.

(Soal diskusi terlampir)

.

`

Yogyakarta, 19 Mei 2022 Guru Mata Pelajaran,

Trihidayati S.,S.Pd

NIP 19670804 199512 2 003

(3)

LAMPIRAN

1. Penilaian Sikap Sosial (Pengamatan)

Jurnal Penilaian Sikap Sosial

Nama Satuan Pendidikan : SMP Negeri 14 Yogyakarta Tahun pelajaran : 2021/2022

Kelas/Semester : IX/Gasal

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

No Waktu Nama Kejadian/Perilaku Butir Sikap Positif/

Negatif

Tindak Lanjut 1

2 3

4 dst

2. Penilaian Keterampilan (KD 4.5) a. Kisi-kisi Penilaian Keterampilan

Nama Satuan Pendidikan Tahun pelajaran

Kelas/Semester Mata Pelajaran Tujuan

: : : : :

SMP Negeri 14 Yogyakarta 2021/2022

IX/Gasal

Bahasa Indonesia

Mengukur kompetensi peserta didik dalam menyimpulkan unsur-unsur pembangun karya sastra dengan bukti yang mendukung dari cerita pendek yang dibaca atau didengar

Kompetensi Dasar

Indikator Soal Bentuk Soal

No

Soal Level Kognisi 4.5 Menyimpulkan

unsur-unsur pembangun karya sastra dengan bukti yang mendukung dari cerita pendek yang dibaca atau didengar

4.5.1 Disajikan teks cerita pendek, peserta didik mampu menguraikan unsur-unsur pembangun teks cerita pendek dengan bukti yang mendukung.

Produk 1 3

MOTS

4.5.2 Disajikan teks cerita pendek, peserta didik mampu menyusun simpulan unsur-unsur pembangun cerpen dengan bukti yang mendukung.

2 3

HOTS

(4)

b. Pedoman Penilaian Keterampilan

No Aspek Bobot Skor Kriteria Penilaian

1 Menguraikan unsur-unsur pembangun teks cerita pendek

4 1-5 5

4

3

2

1

Peserta didik dapat menguraikan unsur-unsur pembangun teks cerita pendek dengan sangat tepat dan lengkap

Peserta didik dapat menguraikan unsur-unsur pembangun teks cerita pendek dengan cukup tepat dan lengkap

Peserta didik dapat menguraikan unsur-unsur pembangun teks cerita pendek dengan cukup tepat dan cukup lengkap.

Peserta didik dapat menguraikan unsur-unsur pembangun teks cerita pendek dengan kurang tepat dan kurang lengap

Peserta didik dapat menguraikan unsur-unsur pembangun teks cerita pendek dengan tidak tepat dan tidak lengkap

2 Menyimpulkan unsur- unsur pembangun teks cerita pendek

4 1-5 5

4

3

2

1

Peserta didik dapat menyimpulkan unsur-unsur pembangun teks cerita pendek dengan sangat tepat dan lengkap

Peserta didik dapat menyimpulkan unsur-unsur pembangun teks cerita pendek dengan cukup tepat dan lengkap

Peserta didik dapat menyimpulkan unsur-unsur pembangun teks cerita pendek dengan cukup tepat dan cukup lengkap.

Peserta didik dapat menyimpulkan unsur-unsur pembangun teks cerita pendek dengan kurang tepat dan kurang lengap

Peserta didik dapat menyimpulkan unsur-unsur pembangun teks cerita pendek dengan tidak tepat dan tidak lengkap

Skor Maksimal 40

Nilai akhir :

Jumlah skor Skor maksimal

x 100

SOAL

Bacalah cerpen berikut dengan cermat!

Nyanyi Lautan Karya Yanusa Nugroho

Sebaiknya aku tidak pulang saja. Biar saja begitu. Aku sendiri tak percaya mereka akan mencariku. Jangan- jangan, mereka bahkan bergembira karena piring nasi yang seharusnya disediakan, berkurang satu.

Aku tidak mungkin pulang dengan nilai ulangan “5” seperti ini. Apalagi, ini pelajaran wajib dan sebetulnya sangat mudah. Aku tidak mungkin pulang dan menyerahkan diri ditempelengi bapak atau dicubiti ibu. Tidak. Kali ini lebih baik aku tidur di pantai. Mungkin lebih baik berendam di gua pasir. Tapi, makan apa? Ah, kepiting saja bisa makan, mengapa aku tidak bisa…

Sebetulnya, aku benci pelajaran Bahasa Indonesia. Aku tidak suka, karena menurutku aneh. Coba simak, “Anto dan Anti selalu memberi salam kepada orang tua mereka, setiap pagi dan sore. Anto dan Anti adalah anak titik- titik. Lalu disediakan jawaban : a. Baik. b. Nakal. c. Tidak Sopan.

(5)

Terus terang semuanya tidak pernah kualami. Mungkin buat Anto dan Anti — anak mana sebetulnya mereka — apa yang mereka lakukan adalah baik. Tetapi bagiku, bagaimana mungkin? Sebelum ayam-ayam tetangga bangun, ayah-ibuku sudah tidak di rumah. Lalu, setelah lewat Isya, ketika perutku sudah terlalu lapar, sehingga sebaiknya tidur, mereka baru datang. Kalau mereka baik hati, ada sebungkus nasi dan telur asin di meja kami satu-satunya dan itu artinya untuk aku. Tetapi kalau tidak, aku hanya akan mengalah dan tidur dimana pun kepalaku tersandar. Aku tidak bisa mengucapkan salam, tidak mungkin itu. Rumahku hanya berisi kesunyian. Dan aku hanya sering bicara pada sepatu karet bututku sendiri, yang sudah setahun ini tak pernah kucuci (untuk apa pula, kan selalu kotor?)

Pernah aku mengucapkan salam, dan kuucapkan dengan segala keraguanku, kepada mereka. Dan tahukah kau jawaban mereka : “habis makan apa, dia?”

***

Karena aku tidak suka, maka aku tidak memilih jawaban yang disediakan. Untuk apa? Aku tidak tahu apakah aku akan dianggap anak baik atau anak jahat, ketika aku harus mengucapkan salam kepada orang tuaku. Aku benci Anto dan Anti. Mereka seenaknya saja memberi contoh kepadaku, seolah mereka lebih pintar dariku. Dan percayalah masih banyak lagi yang seperti itu. Jadinya, aku memilih tidak menjawab jika ada soal-soal semacam itu. Akibatnya, nilaiku tak pernah lebih dari “5”.

Karena nilaiku banyak yang “merah” maka bapak selalu memberiku tempelengan dan makian. Ibu dengan jarinya yang kuat itu menjewer telingaku, terkadang rambut di depan telingaku. Aku bahkan tak berani menangis. Aku tidak tahu mengapa mereka marah karena raporku selalu banyak merahnya. Aku tak mengerti mengapa mereka jengkel dengan nilai-nilai ulanganku yang kebanyakan “4 dan 5” ini?

***

“Utaaaa…”

Aku menoleh. Itu teriakan Nini, kawan sekelasku. Mau apa anak itu. Ah, bintang kelas yang cantik, tapi tak punya otak.

“Utaaa… tunggu”.

“Mau apa, sih?” jawabku dengan pertanyaan jengkel.

“Bareng kamu, pulang”.

“Aku tidak pulang, kok..”

“Kenapa?”

“Ya, nggak pulang, aja”.

“Nanti dimarahi orang tuamu…”

“Mereka nggak di rumah, mana mungkin bisa marah?”

Nini terdiam, dia pasti tak punya jawaban apa-apa, karena dia memang tak tahu apa-apa. Mungkin dia kuberi nama “Anti” saja; anak “baik” itu.

“Ulanganmu tadi dapat berapa?”

“Bagus”.

“Berapa?”

“Pokoknya bagus”.

“Aku dapat sembilan. Cuma salah satu. Aku kurang teliti, sih.. Uta, kalau dapat bagus, kamu dapat hadiah nggak dari ayah-ibumu?”

“Dapat”.

“Apa?”

“Apa saja”.

“Waw, asyik sekali. Aku — kalau nilaiku bagus dapat hadiah player MP3…”

Aku diam saja. Aku tidak mengerti ucapannya dan mengapa dia begitu bangganya dengan sesuatu yang diucapkannya itu.

“Nanti, kalau sudah dibelikan, kamu boleh, kok, pinjam. Kita bisa mendengarkan lagu-lagu asyik”, ujarnya tanpa kuminta.

Cuma mendengarkan lagu saja dia sudah bangga. Lagi pula siapa yang mau pinjam?

“Kamu mau kemana, sih?” tanyanya mengulangi pertanyaannya semula.

“Pokoknya nggak ke rumahku”.

“Lho, nanti nggak dapat hadiah”.

“Masa bodo”. Lalu, aku pun setengah berlari meninggalkan Nini yang aku yakin betul

kepalanya makin kosong itu. Apa pedulinya aku dapat hadiah atau tidak. Aku cuma tak ingin mendapat tempelengan dan jeweran. Aku cuma ingin sendirian di pantai. Aku cuma ingin mendengar camar, debur ombak, angin, mungkin awan, mungkin hujan, apa pun, kecuali omelan dan makian mereka.

***

Kulalui rumah-rumah orang kampung. Kudengar bunyi-bunyi aneh dari permainan anak-anak yang tentunya asyik bermain di depan televisi mereka. Antena-antena televisi bersembulan, seakan galah-galah untuk mengusirku dari lingkungan mereka.

(6)

Satu dua kali aku sempat mendengar panggilan, sepertinya memanggil namaku, tapi aku tak peduli. Aku tahu, tentunya mereka temanku, tapi apa peduliku. Mereka hanya peduli pada permainan mereka sendiri. Mereka adalah anak-anak baik yang selalu memberi salam pada orang tua mereka dan karenanya mendapatkan hadiah.

***

Udara panas naik. Kurasakan kulitku terbakar matahari. Angin asin menjambak rambutku dengan kasar. Deru angin seakan menulikan telingaku. Mataku cuma memandang biru dan buih putih menggulung-gulung. Sesekali kulihat elang melayang di langit. Juga ada gumpalan awan di sana. Tak ada orang. Hanya aku dan laut. Itu yang aku suka.

Aku suka suasana ini. Aku bisa bermain dengan kepiting atau siput-siput laut. Kadang aku menemukan cangkang kerang yang aneh bentuknya. Sering pula aku menemukan cangkang penyu, tertutupi pasir. Ah, lihatlah, kau harus melihatnya — mereka tak pernah memaksaku menyukainya, tetapi aku sudah langsung mencintainya. Mereka tak pernah menuntutku. Mereka hanya tersenyum dan aku mengerti apa yang mereka maksudkan.

Dan menjelang senja nanti kau akan menyaksikan walet-walet berkelebat gesit, berkejaran di langit lautan. Di sana, di dekat karang yang menjorok ada ceruk, dan biasanya ikan-ikan berkumpul di sana. Dan di sana, setiap sore, ketika matahari sudah berada di balik karang itu, camar-camar akan berteriak girang, mencoba menangkap ikan di ceruk itu. Gema suara camar itu begitu merdu di telingaku. Mereka mempersembahkan lagu terindah bagiku. Mereka mendongengkan sesuatu yang tak mungkin bisa kuceritakan padamu. Aku pernah mencoba menceritakan ini semua, ketika disuruh mengarang oleh guruku.

Kutuliskan apa yang kualami di pantai ini. Kulukiskan bagaimana kerang-kerang itu mengisahkan cerita seorang gadis kecil yang selalu menyanyi di pantai itu. Seorang gadis kecil menggendong adiknya yang masih bayi, menyanyi menunggui ibu mereka yang telah menjelma ikan di lautan. Ibu mereka, tutur cangkang kerang itu padaku, terpaksa pergi karena digebuki suaminya yang hanya bisa mabok dan memaki-maki istrinya. Ibu mereka saat itu nyaris mati dipukul dengan dayung. Dayung itu hingga patah tiga, menghantam wajah si ibu yang sudah berlumuran darah. Semuanya gara-gara sang ayah ingin makan ikan goreng, yang saat itu dimakan si anak kecil itu.

Kisah itu membuatku terharu, sehingga aku menuliskannya di lembaran kertas karanganku. Dan dengan bayangan aku akan mendapat pujian dari guruku, kuserahkan lembar karanganku itu kepadanya.

Hasilnya : “4”.

Guruku berkata bahwa karanganku mengada-ada dan tidak sesuai perintahnya. “Uta”, katanya,

“Pak Guru meminta kamu menulis tentang rumahmu, kebiasaanmu, mulai bangun pagi sampai pulang sekolah. Pak Guru meminta kamu membuat gambaran apa saja yang kamu temui di rumah, di jalan, dan sebagainya, bukan ngarang-ngarang begini.. Ini apa? Inikan, bohong. Pak Guru tidak mengajarkan kamu agar berbohong, kan?”

“Tidak Pak…”, jawab kusaat itu. Sebetulnya aku enggan menjawab, tetapi…

“Besok, Pak Guru ingin bertemu dengan ayah ibumu lagi…” dan kata-kata itu mengunciku

dalam ketakutan. Bayangan caci-maki bahkan tempelengan sudah muncul, begitu ucapan itu selesai.

***

Aku tak berani menyampaikan ucapan Pak Guru pada orang tuaku. Mana mungkin? Setelah kedua kalinya mereka datang ke sekolah dan mendapatkan bahwa anaknya tak bisa apa-apa di kelas, dan untuk itu hanya tempelengan yang kuterima, mana mungkin untuk ketiga kalinya mereka mau datang? Tidak. Mereka tak akan mau datang. Mereka hanya akan marah dan menempelengiku sekeras kemarahan mereka.

Tapi, Pak Guru suatu malam datang ke rumahku. Aku sudah tidur. Aku terbangun karena ada suara orang bercakap-cakap. Semuanya kupahami dengan baik dan akupun bersiap menghadapi tempelengan lagi. Dan itu memang terjadi. Oleh karenanya, semua keindahan yang kualami di pantai ini, tak akan pernah kuceritakan kepada siapapun.

***

Malam ini, sebaiknya aku memilih gua pasir itu. Sebuah ceruk karang dengan lantai pasir hangat, yang tentunya sangat nyaman sebagai tempat tidur. Di sana, di dekat tempat camar-camar itu menyanyi riang menangkapi ikan.

Aku akan menikmati semuanya, sendirian. Tak ada orang lain yang kuizinkan mengambilnya. Di sini, tak ada lagi pertanyaan bodoh dengan pilihan jawaban yang tolol seperti di kertas ulangan itu. Di sini tak ada lagi “Ayah pergi ke kantor dan ibu memasak di dapur”. Ah, orang tua siapa pula di sini yang ayahnya pergi ke kantor? Semua ayah di sini adalah nelayan. Semua ibu di kampung ini adalah penjemur ikan asin milik Koh Ang. Yang sering ke dapur sebetulnya aku — kalau memang ada yang dimasak.

Mungkin ayah dan ibu Nini memang begitu, dan karenanya bisa membelikan hadiah. Tetapi, bagiku, semua yang tertulis di buku sekolahku tak ada yang bisa kutemukan di hidupku setiap hari. Mungkin satu atau dua… selebihnya, bohong. Dan aku benci bohong. Dan laut tidak bohong. Karenanya aku suka laut.

Malam ini aku akan mendengarkan kisah-kisah kerang, yang sudah berkelana ke tujuh samudera. Kisah-kisah anak-anak lain yang membagi kesedihan, keriangan, kebebasan, dengan caranya yang jujur. Aku bisa tertawa, menangis dan terdiam oleh keindahan kisah-kisah kerang. Mungkin sebaiknya aku menjelma ikan saja atau kerang. Ah, sebaiknya aku mencair saja, menjadi bagian dari butiran laut.

(7)

Aku akan berkelana kemana aku suka. Atau kalau aku marah, aku akan menghantam

sekolahku, guruku, buku-buku dan semua yang membohongiku. Mereka tidak membuatku berpikir lain, kecuali pilihan yang sudah disediakan. Aku tidak suka. Dan aku tidak boleh tidak suka, karena kalau memang boleh, mengapa nilaiku selalu “5”?

Aku sungguh tidak mengerti.

Hanya laut dan isinya yang mengerti mengapa malam ini aku ingin meringkuk di ceruk gua pasir. Apalagi malam ini rasanya bulan akan bersinar bulat di atas lautan, yang tak enak kalau disaksikan dari jendela rumahku. Di sini lebih terang, kurasa.

***

Aku tak akan pulang. Aku yakin akan membuat kedua orang tuaku gembira, karena satu perut yang seharusnya diisi makanan telah hilang.

Sebentar, aku harus membuat istana pasir di sini…

Jawablah pertanyaan berikut dengan benar!

1. Berdasarkan cerpen tersebut uraikan unsur-unsur pembangun cerpen disertai bukti kutipan teks cerpen!

2. Simpulkan unsur-unsur yang membangun cerpen tersebut dengan disertai bukti yang mendukung!

KUNCI JAWABAN ( KD 4.5)

A. Bacalah cerita pendek yang berjudul “Nyanyi Lautan” karya Yanusa Nugroho!

B. Berdasarkan pembacaan cerita pendek tersebut, jawablah soal-soal berikut!

1. Uraikan unsur-unsur pembangun teks cerita pendek tersebut dengan disertai bukti kutipan teks cerpen !

2. Simpulkan unsur-unsur pembangun teks cerita pendek tersebut dengan disertai bukti!

No. Unsur-Unsur Pembangun Cerita Pendek Uraian Bukti

1 Judul

Nyanyi Lautan

Judul terlihat dari kalimat paling atas teks cerita pendek.

2 Tema Uraian Bukti

Pendidikan

Tema dapat disimpulkan dalam tahap pemunculan konflik, yaitu pada saat tokoh

“aku” begitu sangat membenci pelajaraan bahasa Indonesia.

3 Tokoh Karakter Uraian Bukti

Aku (Uta) Tidak mau berusaha, mudah putus asa

Terlihat pada paragraf ketiga dan keempat, tokoh “aku” begitu membenci pelajaran bahasa Indonesia karena bagi tokoh “aku”

pelajaran tersebut aneh dan tidak berdasarkan apa yang Ia alami.

Berikut kutipannya:

Sebetulnya, aku benci pelajaran Bahasa

Indonesia. Aku tidak suka, karena menurutku

aneh. Coba simak, “Anto dan Anti

selalu memberi salam kepada orang tua

mereka, setiap pagi dan sore. Anto dan

Anti adalah anak titik-titik. Lalu disediakan

jawaban : a. Baik. b. Nakal. c. Tidak Sopan.

(8)

Nini Sombong

Terlihat pada paragraf kesepuluh, Nini memerkan nilai dan hadiah yang akan diberikan orang tua Nini kepadanya.

“Ulanganmu tadi dapat berapa?”

“Bagus”.

“Berapa?”

“Pokoknya bagus”.

“Aku dapat sembilan. Cuma salah satu. Aku kurang teliti, sih.. Uta, kalau dapat bagus, kamu dapat hadiah nggak dari ayah-ibumu?”

….

4 Latar Jenis Uraian Bukti

Sekolah

Tempat

Pada paragraf ketujuh, Berikut kutipannya:

“Utaaaa…”

Aku menoleh. Itu teriakan Nini, kawan sekelasku. Mau apa anak itu. Ah, bintang kelas yang cantik, tapi tak punya otak.

Siang hari Waktu

Pada paragraf ketujuh, dalam percakapan antara Uta (tokoh aku) dan Nini. Nini ingin mengajak Uta pulang bersama tetapi Uta tidak ingin pulang. Jam pulang sekolah dapat diperkirakan siang hari karena tokoh “aku”

masih duduk di Sekolah Dasar.

5 Alur Uraian Bukti

Maju

Cerita dimulai dari tahap awal, tengah, dan akhir. Pada tahap awal, pengenalan dan pemunculan konflik tokoh “aku”, yaitu dengan dikenalkannya tokoh “aku” sebagai tokoh utama yang tidak menyukai pelajaran bahasa Indonesia. Pada tahap tengah, konflik meningkat dan sampai pada klimaks yaitu dengan dimarahinya tokoh “aku” oleh guru karena mengerjakan tugas tidak sesuai perintah.

Pada tahap akhir, cerita sampai pada

penyelesaian yaitu dengan bersembunyinya

tokoh “aku” di gua pasir untuk menikmati

semuanya sendirian.

(9)

6 Sudut Pandang Uraian Bukti

Sudut pandang akuan sertaan Penggambaran tokoh menggunakan kata

“aku” sebagai tokoh utama.

Simpulan Unsur-Unsur Cerita Pendek

Teks cerita pendek berjudul “Nyanyi Lautan” karya Yanusa Nugroho memiliki unsur-unsur yang lengkap, yaitu judul, tema, tokoh/penokohan, latar, alur, dan sudut pandang.

Sepatu Butut Penulis : Ely Chandra

Entah sudah berapa kali aku mengatakan padanya untuk mengganti sepatu bututnya itu.

Kalau sepatu itu masih layak pakai sih mungkin tidak apa-apa, tapi sepatu itu sudah kelihatan

sangat kumal, jauh dari kategori layak pakai. Walaupun orangtua kami bukanlah orang yang kaya,

tetapi kurasa mereka masih mampu membelikan Andi sebuah sepatu baru yang lebih layak pakai.

(10)

Entah mengapa pula, hanya aku yang selalu memperhatikan sepatu bututnya Andi. Sepatu butut itu begitu menggangu pandanganku. Orangtua kami tidak pernah protes kalau Andi menggenakan sepatu butut itu lagi.

Pagi ini kami akan berangkat sekolah, dan lagi-lagi sepatu butut itu lagi yang kuperhatikan.

Tidak ada yang lain yang kuperhatikan dari Andi, aku jadi malas bila berjalan dengannya. Aku malu bila harus berjalan dengannya, seperti berjalan dengan seorang gembel.

Sepatu butut itu begitu mengganggu pikiranku kenapa Andi tidak minta sepatu baru aja biar keren seperti teman-temanya, si Ivan dengan sepatu ketsnya, atau seperti Dodi dengan sepatu sportnya?

Di suatu malam, aku berfikir untuk menyingkirkan sepatu butut itu. Aku berencana membuangnya di hari Sabtu malam, karena kutahu ia akan mencucinya di hari Minggu. Jadi kalau di hari Minggu ia tidak menemukannya, masih ada kesempatan untuk membeli yang baru sehingga ia masih bisa masuk di hari Seninnya.

Untuk membuang sepatu butut tentu saja tidak memerlukan rencana yang rumit, cukup sederhana saja pasti aku bisa melakukannya, hanya tinggal menunggu Andi tidur di malam hari, dan kemudian aku tinggal menjalankan misinya. Hari yang kunantikan pun tiba, segera aku bersiap menjalankan misiku. Kulihat Andi sedang tidak ada di rumah.

Dengan segera aku menemukan tempat Andi meletakkan sepatunya. Ketika tanganku bersiap- siap mengambilnya, hatiku mulai bimbang. Bagaimana nanti sikap Andi kalau tahu aku yang membuang sepatunya? Bagaimana kalau nanti ia marah dan ngambek tidak mau pergi ke sekolah.

Semuanya berkecambuk dalam hatiku. Akhirnya kuurungkan niatku membuang sepatu butut itu.

Aku tak berani mengambil risiko yang kupikir sangat berat itu.

Hari Senin, kembali pandanganku tertuju pada sepatu Andi. Sepatu butut yang selalu menemaninya ke sekolah. Satu-satunya yang terlintas di pikiranku adalah sepatu itu telah menjadi sebagian dari hidupnya, dan itu menjadi haknya tanpa seorang pun berhak mengambilnya. Toh nanti setelah tak layak pakai menurutnya, ia pasti meminta pada orangtua kami.

Referensi

Dokumen terkait

 Peserta didik membaca teks cerpen untuk menentukan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik cerpen..

Setelah mengikuti pembelajaran dengan model Problem Based Learning dan membaca materi dari beberapa sumber, peserta didik dapat menelaah struktur, kebahasaan, dan isi teks

Setelah mengikuti kegiatan pembelajaran menyimpulkan unsur pembangun cerpen melalui model pembelajaran discovery learning dan metode diskusi diharapkan peserta didik dapat

Disajikan sebuah kutipan cerpen, peserta didik dapat menentukan bukti watak tokoh pada kutipan cerpen tersebut.. Penalaran

Suara tersebut akan dipanggil oleh perangkat lunak komputer jika data konversi laju paparan sama dengan atau lebih dari 2,5 mR/h dan pada indikator lampu akan

Keunggulan Model Pembelajaran kontekstual sudah dibuktikan oleh penelitian Sheila Beloy Salera yang berjudul “Pengaruh Penerapan Model Contextual Teaching And

TEKS CERPEN Disajikan sebuah teks cerpen, peserta didik dapat menentukan konflik yang terdapat pada kutipan

Setelah membaca teks cerpen “Baik Luar Dalam”, murid dapat menyimpulkan unsur pembangun karya sastra dan bukti yang mendukung dari teks cerpen dengan tepat.. Guru memberi salam