• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR. Secara etimologis, istilah puisi berasal dari bahasa Yunani poesis yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR. Secara etimologis, istilah puisi berasal dari bahasa Yunani poesis yang"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

16 BAB II

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR

2.1. Landasan Teori 2.1.1. Puisi

2.1.1.1. Pengertian Puisi

Secara etimologis, istilah “puisi” berasal dari bahasa Yunani “poesis” yang berarti “penciptaan”. Istilah “Poesis” erat kaitannya dengan kata “poet” di dalam bahasa Inggris, yang berarti “orang mencipta melalui imajinasi”. Di dalam bahasa Inggris, dikenal pula istilah “poetry” yang berarti “puisi”.

Sejauh ini definisi puisi yang paling tepat sulit dirumuskan. Namun beberapa ahli mencoba memberikan batasan-batasan mengenai puisi sebagai berikut.

Waluyo (1991: 25) mendefinisikan puisi sebagai, “bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengkonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya. Semantara itu, Perrine (1977: 3) menggambarkan puisi sebagai “a kind of language that says more and says it more intensely than does ordinary language”.

Webster English Dictionary (Webster: 2005) mendefinisikan puisi sebagai

“writing that formulates a concentrated imaginative awareness of experience in language chosen and arranged to create a specific emotional response through meaning, sound, and sense”. Puisi digambarkan sebagai bentuk tulisan yang

(2)

commit to user

menformulasikan kesadaran imajinatif terhadap pengalaman melalui pemilihan bahasa dan disusun untuk menghasilkan tanggapan emosional melalui makna, bunyi, dan rasa. Sementara itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Kartono, 1998: 716) puisi adalah: (1) ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait, (2) gubahan dalam bahasa yang bentuknya dipilih dan ditata secara cermat sehingga mempertajam kesadaran orang akan pengalaman dan membangkitkan tanggapan khusus lewat penataan bunyi, dan (3) sajak.

Dari keempat definisi di atas, dapat ditarik simpulan bahwa puisi adalah salah satu bentuk karya sastra yang merupakan pemikiran dan ungkapan perasaan pengarang, yang disampaikan dengan bahasa yang khas dan terikat oleh irama, matra, rima serta penyusunan larik dan bait, dan kata-kata yang tersusun dengan citraan, majas, dan diksi yang tepat dan indah, untuk membangun makna dan pengalaman dalam puisi.

2.1.1.2. Unsur Pembangun Puisi

Suatu puisi terdiri dari unsur-unsur pembangun yang bersifat padu yang terkait dengan unsur pembangun lainnya. Unsur-unsur tersebut bersifat fungsional dalam kesatuannya dan terhadap unsur lainnya. Richards menurut Waluyo dalam bukunya Teori dan Apresiasi Puisi (1991) menyebutkan bahwa puisi terbangun atas dua unsur pembangun yakni isi (struktur batin/hakikat) dan metode puisi (struktur fisik). Hakikat puisi adalah unsur hakiki yang menjiwai puisi, yang terdiri atas tema, nada, perasaan, dan amanat.

(3)

commit to user 1. Tema (sense)

Tema adalah gagasan utama penyair dalam puisinya. Waluyo (Ibid.) mengklasifikasikan tema puisi menjadi ketuhanan, kemanusiaan, patriotisme, kedaulatan rakyat, dan keadilan sosial. Puisi juga dapat bertemakan percintaan, persaudaraan, persahabatan, dan lain-lain.

2. Perasaan (feeling)

Perasaan adalah sikap penyair terhadap pokok pikiran yang ditampilkannya, misalnya rindu, gembira, benci, atau dendam.

3. Nada (tone)

Nada puisi adalah sikap penyair terhadap pembaca. Sikap penyair tersebut dapat berupa sikap keterharuan, kesedihan, keriangan, semangat, masa bodoh, menggurui, atau sikap lainnya sejalan dengan cara manusia menyikapi realitas yang dihadapinya.

4. Amanat (Intention)

Amanat merupakan pesan atau tujuan yang hendak disampaikan oleh penyair. Amanat tersirat dibalik kata-kata yang disusun, dan berada dibalik tema yang diungkapkan.

Metode puisi merupakan unsur estetik yang berfungsi sebagai medium untuk mengungkapkan hakikat puisi, yang terdiri dari diksi, pengimajian (citraan), kata konkret, majas, rima, dan ritma.

1. Diksi (pemilihan kata)

Diksi merupakan pilihan kata yang tepat, padat, dan kaya akan nuansa makna dan suasana yang diusahakan secermat dan seteliti mungkin. Pilihan kata

(4)

commit to user

berguna untuk membedakan nuansa makna dan gagasan yang ingin disampaikan dan menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa sebuah puisi.

Oleh karenanya, penyair harus cermat memilih kata-kata yang digunakan dalam puisi dengan mempertimbangkan makna, daya magis kata-kata tersebut, komposisi bunyi, maupun pengalaman-pengalaman yang ingin disampaikan oleh penyair di dalam puisinya. Penyair juga harus mempertimbangkan urutan kata dan terkadang memberikan makna baru pada kata-kata yang digunakan. Diksi yang dipilih bisa berupa kata-kata sehari-hari, kata-kata figuratif, maupun kata-kata yang mengejar rima.

Diksi yang digunakan oleh penyair dapat dibedakan menjadi lima jenis, yakni diksi denotatif, diksi konotatif, diksi konkret, diksi asosiatif, dan diksi imajinatif (Kenney, 1966: 60-61; Reaske, 1966: 29-31; Wellek dan Warren, dan Sayuti dalam Dwi, 2002: 15)1.

1) Diksi denotatif

Diksi denotatif adalah kata yang memiliki makna dasar kata tersebut.

Contoh:

When I retired from my job

as primary school teacher in Rangkasbitung, I moved here,

a little village on the outskirts of town.

“Ordinary People” – bait 3 hal. 23

Puisi di atas menggunakan kata-kata bermakna denotatif yang menunjukkan keadaan “the speaker (I)” yang pindah ke sebuah desa kecil di pinggir kota setelah pensiun menjadi guru SD di Rangkasbitung.

1 Poetrycollection.blogspot.com/2010/analisis-poetry.html diunduh pada 31 Juli 2012.

(5)

commit to user 2) Diksi konotatif

Diksi konotatif adalah pilihan kata yang memiliki makna lain disamping makna aslinya (denotatif). Beberapa kata yang memiliki satu makna denotatif terkadang memiliki makna konotatif yang berbeda. Sebagai contoh, kata “home”

dan “house” memiliki makna denotatif yang sama, yakni “rumah/tempat tinggal”.

Akan tetapi, secara konotatif, “house” lebih berarti “bangunan tempat tinggal”

sedangkan “home” lebih berarti “suasana yang hangat dan nyaman”. Bahkan kata

“home” juga berkonotasi “keluarga”.

Contoh:

What did I know of the road to Sumatra!

But there was a guide, there was Father.

He suggested we stay the night in Karawaci.

“Adinda‟s Song For Saijah” – bait 12 hal. 84

Kata “a guide” dan “Father” dalam konteks puisi ini berkonotasi pada

“seorang pria yang biasanya dianggap dapat memberikan ketenangan spiritual dan petunjuk serta mengayomi dan memiliki kedudukan yang terhormat”.

3) Diksi konkret

Diksi konkret adalah simbol yang memiliki ciri yakni menghadirkan gambaran benda (referensia) atau gambaran peristiwa tertentu secara konkret. Di dalam puisi, simbol adalah hal yang nyata dan melambangkan sesuatu. Dengan diksi konkret diharapkan kita dapat berimajinasi menggunakan indera-indera kita untuk merasakan “pengalaman” puisi yang diwakili oleh kata-kata yang ada.

Contoh:

Why do you pin thorned roses on your breasts?

(6)

commit to user A remarkable spectacle!

But why?

“Why Do You Pin?” – bait 1 hal. 46

Di dalam puisi ini, penulis menggunakan diksi konkret berupa simbol

“thorned roses”. Mawar berduri tersebut lebih memberikan gambaran konkret mengenai kedaulatan dan kekuatan kaum perempuan.

4) Diksi asosiatif

Diksi asosiatif adalah simbol yang bercirikan membangkitkan kesadaran pembaca terhadap kata-kata yang saling berhubungan satu sama lain, yang berhubungan dengan bunyi dan maknanya.

Contoh:

A publishing permit

is not a mere roadside snack.

In this world many mouths are gagged And those that can speak

Do not defend those Considered common trash

But talk instead of breasts and thighs.

“Why Do You Pin?” – bait 4 hal. 46 Kata “roadside snack” berasosiasi pada “hal yang dianggap ringan/

remeh” dan “many mouths are gagged” berasosiasi pada “orang-orang dibatasi haknya untuk mengemukakan pendapat”. Kata “speak” berasosiasi pada kata

“mengemukakan pendapat” dan “defend” berasosiasi pada kata “memperjuangkan hak”, khususnya bagi masyarakat biasa yang dianggap “common trash (sampah jalanan)”. Sementara itu, kata “breasts and thighs” memiliki asosiasi dengan

“kaum perempuan”.

(7)

commit to user 5) Diksi imajinatif

Diksi imajinatif adalah pilihan kata yang menghadirkan gambaran suasana tertentu secara imajinatif.

Contoh:

In the dry season, the wind is precious,

the sky adorns itself with thousands of jewels.

The night insects can be heard.

Children learning to pray can be heard.

We mused on together, the gandaria tree and I.

“Ordinary People” – bait 5 hal. 23

Di dalam puisi di atas, “I (the speaker)” pada malam hari dia menyaksikan langit yang berhiaskan bintang-bintang seperti intan berlian. Suara- suara serangga-serangga malam dan anak-anak yang mengaji juga tampak terdengar. Dia termenung dan serasa ditemani (pohon) gandaria.

2. Pengimajian

Pengimajian merupakan kata atau susunan kata yang dapat menimbulkan khayalan atau imajinasi. Dengan daya imajinasi, pembaca diharapkan seolah-olah dapat merasakan, mendengar, atau melihat sesuatu yang diungkapkan penyair.

Dihimpun dari Pradopo dan Waluyo, pengimajian terdiri atas 8 jenis, yakni imajinasi visual, auditori, artikulatori, oklatori, gustatori, faktual, kinestetik, dan organik.

1. Imajinasi visual, yakni imajinasi yang menyebabkan pembaca seolah-olah melihat sendiri apa yang diceritakan penyair.

(8)

commit to user

2. Imajinasi auditori, yakni imajinasi yang menyebabkan pembaca seolah-olah mendengarkan bunyi yang digambarkan penyair, biasanya bunyi onomatopea.

3. Imajinasi artikulatori, yakni imajinasi yang menyebabkan pembaca seolah-olah mendengarkan bunyi-bunyi yang keluar dari mulut penyair.

4. Imajinasi oklaktori, yakni imajinasi yang menyebabkan pembaca seolah-olah mencium bau tertentu.

5. Imajinasi gustatori, yakni imajinasi pencicipan yang menyebabkan pembaca seolah-olah merasakan rasa asin, manis, pahit, dan lain-lain.

6. Imajinasi faktual, yakni imajinasi rasa yang dialami kulit, seperti merasakan nyeri, gatal, dan panas.

7. Imajinasi kinestetik, yakni imajinasi gerak tubuh.

8. Imajinasi organik, yakni imajinasi yang dirasakan oleh badan, seperti capai, lesu, loyo, mengantuk, dan lapar.

Diksi, pengimajian dan kata konkret memiliki hubungan yang erat. Diksi yang dipilih harus menghasilkan pengimajian sehingga kata-kata menjadi lebih konkret untuk menggambarkan sesuatu agar dapat dihayati melalui penglihatan, pendengaran, dan cita rasa pembaca.

3. Kata konkret

Kata konkret adalah kata yang menyarankan kepada arti yang menyeluruh sehingga pembaca dapat membayangkan secara jelas peristiwa, keadaan, maupun sesuatu yang digambarkan penyair, dengan demikian pembaca dapat memahami isi puisi.

(9)

commit to user 4. Bahasa figuratif (majas)

Majas adalah bahasa yang digunakan oleh penyair untuk menyatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni secara tidak langsung mengungkapkan makna kata atau bahasanya bermakna kias atau makna lambang.

Majas mengiaskan atau menyamakan sesuatu dengan hal lain agar gambaran benda yang dibandingkan lebih jelas. Perrine (dalam Waluyo: 1991) berpendapat bahwa majas dipandang sangat efektif untuk menyatakan maksud penyair karena beberapa alasan, meliputi:

1. Majas mampu menghasilkan kesenangan imajinatif.

2. Majas adalah cara untuk menghasilkan imaji tambahan dalam puisi, sehingga yang abstrak menjadi konkret dan menjadikan puisi lebih nikmat dibaca.

3. Majas adalah cara menambahkan intensitas perasaan penyair untuk puisinya dan menyampaikan sikap penyair.

4. Majas adalah cara untuk mengkonsentrasikan makna yang hendak disampaikan dan cara menyampaikan sesuatu yang banyak dan luas dengan bahasa yang singkat.

Menurut Perrine (1977: 61-109), majas dalam puisi terdiri atas 12 jenis, yakni simile, metafora, personifikasi, apostrofi, sinekdoke, metonimia, simbol, alegori, paradoks, hiperbola (everstatement), litotes (understatement), dan ironi.

Berikut ini adalah deskripsi masing-masing majas tersebut.

1. Simile

Simile merupakan majas yang membandingkan dua hal yang berbeda secara tidak langsung dengan menggunakan kata atau frasa „seperti‟, „tampaknya‟,

(10)

commit to user

„laksana, „serupa‟, „ibarat‟, dan „bak‟. Di dalam bahasa Inggris, simile diekspresikan melalui penggunaan kata atau frasa‟ like‟, „as‟, „than‟, „similar to‟,

„resembles‟, atau „seems‟.

Contoh:

In Kalijodo I sing to myself A love song like a leafless tree, Full of sorrow like a rootless tree.

It‟s just before dawn.

“Adinda‟s Song for Saijah” bait 1 hal. 82 Di dalam contoh puisi di atas, penulis menggunakan simile untuk membandingkan „a love song (lagu cinta/ kawin asih)‟ dengan „a leafless tree (pohon tanpa daun). Penulis juga menyebutkan bahwa lagu cintanya penuh dengan kesedihan (full of sorrow) seperti „a rootless tree (pohon tanpa akar)‟.

Kedua perbandingan tersebut menggunakan kata pembanding „like‟.

2. Metafora

Metafora adalah perbandingan secara langsung antara dua hal yang berbeda tanpa menggunakan kata pembanding. Metafora dan simile pada dasarnya sama-sama membandingkan dua hal, akan tetapi di dalam metafora tidak digunakan kata pembanding seperti “like”, “as”, “similar to”, “resemble” or

“seems”.

Contoh:

Life the hound Equivocal

Comes at a bound Either to rend me Or to befriend me.

I cannot tell The hound‟s intent Till he has sprung

(11)

commit to user At my bare hand

With teeth or tongue.

Meanwhile I stand And wait the event.

“The Hound” oleh Robert Francis Pada contoh di atas, “life (kehidupan)” dibandingkan dengan “hound (anjing)”. Kehidupan bagaikan anjing yang membuat kita penasaran tentang apa yang akan dilakukannya terhadap manusia. Sama halnya dengan kehidupan, manusia masih bertanya-tanya apakah yang akan terjadi dalam hidup sebelum mengalaminya.

3. Personifikasi

Personifikasi merupakan majas yang memberikan sifat (atribut) manusia terhadap hewan, benda, keadaan, peristiwa, maupun gagasan. Pada dasarnya, personifikasi merupakan salah satu jenis metafora yang bentuk perbandingannya selalu berupa manusia.

Contoh:

Circulation! Circulation! Assets! Assets!

Thus all day long the publishers mumble hemmed in by materialism.

They do not excite spiritual power.

Blocked by the market’s bum they do not spark creative force But no, their saliva drips,

their brains crazed, reason gone.

As if the material world had nothing to offer.

Cannot materialism also be used to fund self respect?

Does not the market have than than mere belly and bum?

Does it not also have brains?

And do not brains need quality too?

...

“Why Do You Pin” – bait 5 hal. 47

(12)

commit to user

Pada contoh puisi di atas, penyair menggunakan personifikasi dengan sangat intens. “Penerbitan” digambarkan seperti manusia yang mengigau (mumble), tidak mau mengerahkan daya sukma (They do not excite spiritual power) dan daya cipta (creative force). “Penerbitan” juga digambarkan molor air liurnya dan kehilangan akal (reason gone). “Pasar” juga diberikan atribut manusia yang memiliki “pantat” yang dapat menghadang daya sukma.

4. Apostrofi

Apostrofi merupakan majas yang menghadirkan orang atau benda mati yang tidak ada dalam puisi, seolah-olah hidup dan ada serta dapat menanggapi apa yang dibicarakan. Apostrofi dapat dikatakan sebagai suatu bentuk personifikasi di mana benda non-manusia dihadirkan secara langsung seolah-olah hidup.

Contoh:

O mountains and valley of Java!

Are heaven or a mighty grave?

O Java,

Eternally fruitful mother, It seems your children Can not defend you.

“Saija‟s Father Bears Witness” – bait 6 hal.66 Dalam puisi di atas, penyair menghadirkan “gunung” dan lembah tanah Jawa” seolah-olah mereka adalah manusia yang dapat diajak bicara dan membalas pertanyaan.

5. Sinekdoki

Sinekdoki merupakan majas yang menyebutkan suatu bagian yang penting dari suatu benda atau hal untuk maksud keseluruhan (part pro toto) dan

(13)

commit to user

menyebutkan keseluruhan dari suatu benda untuk maksud sebagian (totem pro parte).

Contoh:

...

But! B-u-t ...

I‟m not a man who despairs, or suffers.

I‟m happy.

And I‟m not humble either.

I am proud.

Very proud.

My life is beautiful.

Not that I‟m never bothered by the sound of the damned traffic that passes right before my nose.

...

“Ordinary People” – bait 19 hal.28

Di dalam contoh puisi di atas, ketika penulis menyebutkan “my nose (hidungku)” dia menunjuk pada “the speaker”.

6. Metonimia

Metonimia merupakan suatu majas yang ditandai dengan penggunakan suatu kata atau objek yang diganti oleh kata atau objek lain yang sangat dekat hubungan pertaliannya dengan pengganti objek tersebut.

Contoh:

The reimbursement I gave to my youngest to study in Yogya.

Now he‟s a deputy vice-chancellor at the university Gadjah Mada.

My first son’s a warrior,

his rank is general and position commander.

My second child‟s a girl.

Married to a Japanese banker, she lives in Osaka.

“Ordinary People” – bait 8 hal.24

(14)

commit to user

Pada contoh di atas, “warrior” menggantikan “tentara (soldier)”, dan keduanya memiliki hubungan pertalian yang dekat.

7. Simbol

Simbol merupakan suatu hal atau benda yang melambangkan hal lain dan memiliki arti tertentu di balik makna denotatifnya. Seorang penyair dapat melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan maksud tertentu.

Contoh:

My sweetheart.

Sweet fruit that I love.

A stem of thorned roses on my darling‟s breast brings an astonished feeling to my heart.

“Why Do You Pin” – bait 12 hal.50

Pada contoh puisi di atas, penyair menunjukkan bahwa „the red rose‟

adalah lambang “kekuatan dan kedaulatan perempuan” dalam memperjuangkan hak mereka.

8. Alegori

Alegori merupakan semacam petuah yang berupa cerita atau penggambaran yang mempunyai makna atau maksud tertentu.

Contoh:

Lo I the man, whose Muse whilome did maske, As time her taught, in lowly Shepheards weeds, Am now enforst a far vnfitter taske,

For trumpets sterne to chaunge mine Oaten reeds, And sing of Knights and Ladies gentle deeds;

Whose prayses hauing slept in silence long, Me, all too meane, the sacred Muse areeds

(15)

commit to user To blazon broad emongst her learned throng:

Fierce warres and faithfull loues shall moralize my song.

“The Fairy Queen” oleh Herbert Spenser

Puisi di atas merupakan petuah bagi kaum agama Kristen untuk menjadi pemeluk agama Kristen yang taat dan beriman, serta bertindak sesuai dengan ajaran agama.

9. Paradoks

Paradoks merupakan majas berupa pernyataan atau keadaan yang mengandung pertentangan nyata dengan fakta-fakta yang ada, yang seolah-olah bertentangan namun sebenarnya keduanya mengandung kebenaran.

Contoh:

When they hacked my neck

And the knife jabbed my body countless times, And they seized my buffalo

I was somewhat surprised

That my body spurted forth blood.

In fact before they killed me I’d been dead long ago.

“Saija‟s Father Bears Witness” – bait 1 hal.63 Pada contoh puisi di atas, penyair menggambarkan fakta yang seolah-olah bertentangan, namun keduanya benar, “...before the killed me (sebelum mereka membunuhku)” dan “I‟d been dead long ago (sudah lama aku mati)”.

10. Hiperbola (everstatement)

Hiperbola merupakan kiasan yang berlebih-lebihan, baik jumlah, ukuran, ataupun sifatnya untuk menyatakan suatu maksud atau menggambarkan sesuatu dengan tujuan untuk menekankan, memperhebat, meningkatkan kesan dan meningkatkan pengaruhnya.

(16)

commit to user Contoh:

Scorched birds drop from the sky and flutter on the ground.

Opium blooms caught by the wind fall on the water

are carried off by the river, washed down to the sea, and devoured by schools or sharks

that then flop

upside down in rhyme with the waves.

“Prayer of A Rangkasbitung Youth in Rotterdam”- bait 3 hal. 36 Pada contoh di atas, penyair menggunakan hiperbola untuk memberikan penekanan bahwa burung tersebut sangat kepanasan seperti terbakar di langit.

11. Litotes (Understatement)

Pada dasarnya, litotes merupakan kebalikan dari hiperbola. Litotes ialah majas yang berupa pernyataan yang bersifat mengecilkan kenyataan yang sebenarnya (terkadang dengan negasi) untuk merendahkan diri. Penyair biasanya menggunakan litotes di dalam puisi untuk mengurangi atau meredam kesan.

Contoh:

Some say the world will end in fire, Some say in ice.

From what I've tasted of desire I hold with those who favor fire.

But if it had to perish twice, I think I know enough of hate To say that for destruction ice Is also great

And would suffice.

“Fire and Ice” oleh Robert Frost

“And would suffice” merupakan contoh penggunaan litotes karena sebenarnya es dapat menyebabkan kehancuran yang lebih besar.

(17)

commit to user 12. Ironi

Ironi ialah gaya bahasa yang berupa pernyataan yang isinya bertentangan dengan kenyataan yang sebenarnya. Ironi berupa sindiran dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan mengatakan kebalikan dari fakta tersebut. Di dalam ironi, sindiran masih dinyatakan dengan halus, tidak seperti sarkasme maupun sinisme yang keduanya bersifat kasar.

Contoh:

Water, water, every where, And all the boards did shrink;

Water, water, every where, Nor any drop to drink.

“Rime of the Ancient Mariner” oleh Samuel Taylor Coleridge Pada contoh pusi di atas, terdapat sindiran bahwa ada banyak air di mana-mana, sampai-sampai tidak ada setetespun tersisa untuk diminum.

5. Versifikasi (rima, ritma, dan metrum)

Rima adalah pengulangan bunyi di dalam puisi untuk membentuk musikalisasi dan memperindah puisi. Rima tidak khusus berarti persamaan bunyi (sajak), tetapi berupa pengulangan bunyi, kata, maupun frasa, serta menyangkut perpaduan bunyi konsonan dan vokal, termasuk onomatope. Penempatan bunyi tidak hanya terletak pada akhir baris, namun pada keseluruhan baris dan bait.

Penyair memilih kata-kata yang memiliki komposisi bunyi yang khas yang menghasilkan efek bunyi tertentu sebagai salah satu sarana untuk mempertegas makna. Hal ini senada dengan pendapat Perrine (1977: 166) bahwa

“the poet may indeed sometimes pursue verbal music for its own sake ..., it is an adjunct to the total meaning or communication of the poem”. Masih menurut

(18)

commit to user

Perrine, penyair bisa saja mengulang setiap satuan bunyi dari yang terkecil hingga yang terbesar, baik bunyi vokal maupun serangkaian konsonan, keseluruhan suku kata, kata, frasa, baris maupun beberapa baris. Pengulangan tersebut terjadi karena beberapa tujuan; memuaskan pendengaran, mempertegas makna kata-kata yang diulang, dan memberikan bentuk bagi puisi.

Perrine (Ibid.) membagi rima ke dalam lima bentuk utama yang terdiri dari masculine rime, feminine rime, internal rime, end rime, approximate rime, dan refrain. dan Masing-masing jenis rima akan dijelaskan sebagai berikut.

1) Masculine rime

Suatu puisi dikatakan memiliki masculine rime karena bunyi yang berima terdiri atas satu suku kata.

Contoh:

The turtle lives „twixt plated decks Which practically conceal its sex.

I think it clever of the turtle In such a fix to be so fertile.

“The Turtle” oleh Ogden Nash 2) Feminine rime

Suatu puisi dikatakan memiliki feminine rime apabila bunyi yang berima meliputi dua suku kata atau lebih.

Contoh:

The turtle lives „twixt plated decks Which practically conceal its sex.

I think it clever of the turtle In such a fix to be so fertile.

“The Turtle” oleh Ogden Nash

(19)

commit to user 3) Internal rime

Internal rime dalam suatu puisi terjadi apabila terdapat kata yang berima di dalam satu kalimat dalam puisi, baik dalam baris yang sama maupun baris yang berbeda.

Contoh:

Once upon a midnight dreary, while I pondered, weak and weary, Over many a quaint and curious volume of forgotten lore, 


“The Raven” oleh Edgar Allan Poe 4) End rime

End rime dalam suatu puisi ditandai dengan adanya kata - kata yang berima pada akhir baris.

Contoh:

Under my window, a clean rasping sound When the spade sinks into gravely ground

“Digging” oleh Seamus Heany 5) Approximate rime

Approximate rime meliputi kata-kata yang memiliki persamaan bunyi dalam bentuk aliterasi, asonansi, dan konsonansi.

a. Aliterasi (alliteration)

Aliterasi adalah pengulangan bunyi awal suatu konsonan.

Contoh:

Wherat with blade, with bloody, blameful blade, He bravely broached his boiling bloody breast.

“Midsummer Night‟s Dream” oleh W. Shakespeare

(20)

commit to user b. Asonansi (assonance)

Asonansi adalah pengulangan bunyi vokal.

Contoh:

Three grey greese in a green field grazing,

Grey were the greese and green were the grazing.

c. Konsonansi (consonance)

Konsonansi adalah pengulangan bunyi akhir konsonan.

Contoh:

A narrow fellow in the grass Occasionally rides;

You may have met him – did you not?

His notice sudden is.

6) Refrain

Apabila pengulangan kata, frasa, baris atau sekelompok baris terjadi dalam bentuk yang tetap dengan interval tertentu maka disebut dengan refrain.

Contoh:

Gecko here. Gecko there. Gecko here. Gecko there.

What?!

There’s a gecko. Gecko here. Gecko there. Gecko here. Gecko there.

Oh God! Oh God!

Gecko here. Gecko there. Gecko here. Gecko there.

Beware! Beware!

There’s a gecko. Gecko here. Gecko there. Gecko here. Gecko there.

Beware! Take care! Be prepared! Watch out!

...

“The Gecko and The Regent of Rangkasbitung” – bait 1 hal.56

Mugijatna (2012: 75), merujuk pada Leahy (1963: 17), menambahkan rima repetisi, yakni pengulangan kata, frasa, atau baris dalam puisi.

(21)

commit to user Contoh:

Noise of hammers once I heard, Many hammers, busy hammers, Beating, shaping, night, and day To a place; saw it reared;

Saw the hammers laid away.

“The Hammers” oleh Ralph Hodgson

Pada contoh di atas, kata “hammers” dan “beatings” diulang berkali-kali.

Pengulangan seperti ini disebut dengan repetisi.

Seperti yang disebutkan dalam situs www.rimakita.com, dikenal rima paralelisme yang merupakan pengulangan struktur untuk menghasilkan kesejajaran bentuk atau kepaduan.

Contoh:

I‟m sorry, child, Miss Jakarta,

who it turns uot comes from Rangkasbitung.

I am old.

I have entered the sea and met salt, I have entered the pot and met tamarind.

Those thorned roses pinned there, can they not lead to wrong ideas

“Why Do You Pin?”

Pada contoh di atas, terdapat bentuk paralel “I have entered the sea and met salt” dan “I have entered the pot and met tamarind”.

6. Tipografi (tata wajah)

Tipografi yaitu bentuk puisi, meliputi halaman yang tidak dipenuhi kata- kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, yang menentukan pemaknaan terhadap puisi.

(22)

commit to user 2.1.2. Penerjemahan

2.1.2.1. Pengertian Penerjemahan

Penerjemahan secara umum dipahami sebagai kegiatan pengalihan pesan atau makna dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Catford (1978: 20) mendefinisikan penerjemahan sebagai “the replacement of textual material in one language (SL) by equivalent textual material in another language (TL).” Definisi yang dikemukakan oleh Catford tersebut mengandung pengertian bahwa penerjemahan adalah penempatan kembali materi tekstual dari BSu dengan padanan materi tekstual dalam Bsa.

Nida dan Taber (1982: 12) mengatakan bahwa “Translating consists of reproducing in the receptor language the closest natural equivalent of the source language message, first in terms of meaning and secondly in terms of style”.

Definisi menurut Nida dan Taber menekankan bahwa penerjemahan adalah mengungkapkan kembali pesan dalam Bsa dengan mencari padanan yang paling wajar dan paling dekat dengan pesan dalam BSu, meliputi padanan dalam hal pesan dan dalam masalah gayanya. Dengan demikian, makna atau pesan dan gaya harus bisa ditransfer dengan sewajar-wajarnya dalam Bsa.

Pendapat lain dikemukakan oleh Larson (1984: 1) bahwa “Translation is transfering the meaning of the source language into the receptor language. This is done by going form of the first language to the form of a second language by way of semantic structure”. Penerjemahan digambarkan sebagai pengalihan makna dari BSu ke dalam Bsa. Adapun proses pengalihan tersebut dilakukan dalam bentuk bahasa dan struktur semantiknya (makna).

(23)

commit to user

Newmark (1988: 5) mendefinisikan penerjemahan sebagai “rendering the meaning of a text into another language in the way that the author intended the text.” Menurut Newmark, penerjemahan adalah pengalihan makna suatu teks ke dalam Bsa dengan memperhatikan maksud pengarang teks tersebut. Dengan demikian, hal yang harus diperhatikan adalah maksud yang ingin disampaikan oleh pengarang.

Sementara itu, Bell (1991: 5) menyatakan bahwa “Translation is the expression in another language (or target language) of what has been expressed in preanother, source language, preserving semantic or stylistic equivalences”.

Definisi Bell tersebut menekankan bahwa penerjemahan adalah pengungkapan ekspresi dari BSu ke dalam Bsa, dengan mempertahankan padadan semantik (makna) dan stilistik (gaya).

Dari lima pengertian penerjemahan di atas, dapat ditarik simpulan bahwa penerjemahan terkait beberapa hal, yakni:

(1) pengalihan makna dari BSu ke BSa,

(2) pengalihan yang diharapkan dilakukan juga pada bentuk dan gaya, (3) padanan yang diusahakan sedekat-dekatnya, dan

(4) padanan yang diusahan sewajar-wajarnya.

2.1.2.2. Penerjemahan Puisi

Penerjemahan adalah suatu kegiatan pengalihan pesan, makna, ide dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Penerjemahan puisi merupakan salah satu jenis kegiatan penerjemahan yang dianggap paling sulit. Pada kenyataannya, puisi terikat akan bentuk, rima, matra, bahasa kiasan, dan pilihan kata yang

(24)

commit to user

membangkitkan imajinasi. Aspek makna dan aspek keindahan yang direalisasikan melalui piranti-piranti puitis merupakan dua hal yang harus dialihkan dengan tepat dan dipertahankan. Hal ini senada dengan Aiwei (2005) yang mengatakan,

Poetry is neither just words, nor just meter. It is a music of words, and is a way of seeing and interpreting the world and our experience of it, and of conveying to the listener a heightened awareness of it through an intense concentration of metaphor and words in which the natural flow of speech sounds is moulded to some kind of formal pattern.

Pernyataan Aiwei tersebut mengandung pengertian bahwa puisi bukanlah sekadar kata-kata ataupun matra. Puisi merupakan sekumpulan kata-kata yang musikal dan merupakan sebuah cara untuk melihat dan menafsirkan dunia dan pengalaman kita di dalamnya. Puisi juga merupakan sebuah cara untuk menyampaikan kesadaran kepada pendengar melalui metafora dan kata-kata yang padat, di mana alunan bunyi yang natural dibentuk dengan pola.

Penerjemahan puisi diharapkan memenuhi kriteria “fidelity” (setia kepada pesan) dan “transparency” (alamiah dan wajar) agar menjadi suatu terjemahan puisi yang berkualitas. Terjemahan puisi yang baik adalah terjemahan yang bisa mengusung makna dan pesan yang sama ke dalam bahasa sasaran dan hasil terjemahannya pun tidak terasa seperti karya terjemahan, melainkan seperti puisi yang ditulis dalam bahasa sasaran secara natural.

Di dalam puisi terdapat “experience”, yakni pengalaman yang dapat muncul karena adanya komunikasi antara penulis dengan pembaca melalui piranti-piranti puitis yang disajikan oleh penyair. Pengalaman tersebut harus dipertahankan di dalam bahasa sasaran, dan ini menjadi tugas yang tidak mudah bagi seorang penerjemah. Seorang penerjemah puisi tentunya harus memiliki

(25)

commit to user

kepekaan yang tinggi terhadap unsur-unsur pembentuk puisi dan mampu merealisasikannya ke dalam bahasa sasaran tanpa mengorbankan makna. Maka dari itulah, kebanyakan seorang penerjemah puisi juga seorang sastrawan.

2.1.2.3. Faktor-Faktor Penerjemahan Puisi

Di dalam menerjemahkan puisi, seorang penerjemah harus memperhatikan faktor-faktor penting terkait dengan kekhususan genre tersebut.

Suryawinata dan Hariyanto (2003), menyebutkan setidaknya ada tiga masalah yang akan dihadapi dalam penerjemahan puisi, yaitu:

1. Faktor Kebahasaan

Dalam hal ini, penerjemah akan dihadapkan pada masalah pemilihan padanan kata, bait, dan lain-lain. Perbedaan sistem bahasa sumber dan bahasa sasaran menjadi masalah tersendiri dalam memilih kata dan dalam tataran yang lebih lanjut yaitu larik dan bait.

2. Faktor Kesastraan dan Estetika

Dalam hal ini, penerjemah akan dihadapkan pada cara menuliskan kembali puisi dari bahasa sumber ke bahasa sasaran dengan makna dan keindahan yang sesuai. Puisi seringkali menggunakan gaya bahasa dan kata-kata yang mengandung kiasan.

3. Faktor Sosial Budaya

Penerjemahan puisi, seperti halnya penerjemahan pada karya sastra lain, berkutat pada budaya bahasa sumber yang berbeda dengan budaya bahasa sasaran. Perbedaan konsep terhadap suatu istilah mungkin terjadi.

(26)

commit to user 2.1.2.4. Jenis-Jenis Penerjemahan Puisi

Andre Lefevere (dalam Basnett-McGuire, 1980:81-82), mencatat metode penerjemahan puisi yang digunakan oleh penerjemah Inggris sebagai berikut:

1. Terjemahan fonemik (phonemic translation)

Metode ini berusaha untuk menciptakan kembali bunyi dari TSu ke TSa, serta makna puisi dari TSu ke TSa.

Tabel 5. Contoh Terjemahan Fonemik TSu Old MacDonald had a farm, E-I-E-I-O

And on his farm he had a duck, E-I-E-I-O

With a quack quack here and a quack quack there Here a quack, there a quack,

Everywhere a quack, quack!

Old MacDonald had a farm, E-I-E-I-O.

TSa MacDonald punya kebun, I-A-I-A-O Di kebunnya ada bebek, I-A-I-A-O Di sini kwek kwek di sana kwek kwek Kwek sini, kwek sana

Dimana-mana, kwek!

MacDonald punya kebun, I-A-I-A-O

(dikutip dari http://vadisworld.blogspot.com) 2. Terjemahan Literal (literal translation)

Metode ini menekankan pada proses menerjemahkan kata demi kata.

Tabel 6. Contoh Terjemahan Literal TSu Jack and Jill went up the hill to fetch a pail of water

Jack fell down and broke his crown And Jill came tumbling after

TSa Jack dan Jill mendaki bukit untuk mengambil seember air.

Jack jatuh dan mematahkan mahkotanya Dan Jill jatuh berguling setelahnya.

(dikutip dari http://vadisworld.blogspot.com)

(27)

commit to user 3. Terjemahan Irama (metrical translation)

Dengan metode ini, penerjemah memberikan penekanan pada penciptaan kembali irama atau matra puisi dari TSu ke TSa.

Tabel 7. Contoh Terjemahan Irama TSu Incy Wincy Spider climbed up the waterspout

Down came the rain and washed the spider out Out came the sunshine and dried up all the rain So Incy Wincy Spider climbed up the spout again TSa Incy laba-laba panjat talang air

Turunlah hujan menyapunya turun Matahari muncul keringkan airnya Incy laba-laba panjat talang lagi

(dikutip dari http://vadisworld.blogspot.com) 4. Terjemahan Puisi ke Prosa (poetry into prose)

Penerjemah berusaha menerjemahkan puisi TSu menjadi prosa TSa.

Metode ini beresiko menghilangkan makna dan nilai keindahan puisi yang dibangun oleh penyair (diksi, majas)

5. Terjemahan bersajak (rhymed translation)

Penerjemah dalam hal ini mengutamakan pemindahan rima akhir larik puisi Bsu ke dalam puisi Bsa.

Tabel 8. Contoh Terjemahan Bersajak TSu Twinkle twinkle little star

How I wonder what you are Up above the world so high Like a diamond in the sky Twinkle twinkle little star How I wonder what you are TSa Klap Kelip bintang kecil

Apa kabarmu kini Tinggi kau di atas bumi Bagai berlian berseri Klap kelip bintang kecil Apa kabarmu kini

(dikutip dari http://vadisworld.blogspot.com)

(28)

commit to user 6. Terjemahan Puisi Bebas (blank verse translation)

Metode ini menekankan penyampaian makna melalui padanan kata.

Akibatnya, aspek keindahan (rima dan irama) biasanya diabaikan.

Tabel 9. Contoh Terjemahan Puisi Bebas TSu Hey Diddle Diddle the and the fiddle

The cow jumped over the moon The little dog laughed to see such fun And the dish ran with the spoon TSa Hei Diddle Diddle si kucing dan biola

Si sapi melompati bulan Si anjing tertawa geli

Dan si sendok lari dengan si piring

(dikutip dari http://vadisworld.blogspot.com) 7. Interpretasi

Dalam hal ini, interpretasi dibedakan menjadi versi (syair) dan imitasi.

Versi mempunyai makna yang sama tetapi bentuknya berbeda, sedangkan imitasi merupakan puisi hasil tulisan penerjemah dengan judul dan titik tolak yang sama.

2.1.3. Pergeseran dalam Penerjemahan (dari Linguistik Menuju Sastra) Setiap bahasa memiliki sistem dan ciri khas yang berbeda. Perbedaan sistem inilah yang menjadi kendala bagi penerjemah untuk mencari padanan yang tepat dalam bahasa sasaran. Dalam proses penerjemahan, seorang penerjemah mengalihkan makna dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan memperhatikan berbagai penyesuaian.

Seperti yang dikemukakan Catford (1965: 73), bahwa “Shifts as departures from formal correspondence in the process of going from the Source Language to the Target Language,”. Terjadinya pergeseran berangkat dari penyesuaian dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Selanjutnya Catford

(29)

commit to user

membagi pergeseran menjadi dua jenis, yakni rank shifts (level shifts) dan category shifts.

1. Rank shifts

Rank shifts adalah pergeseran dalam tingkatan kebahasaan masalah leksikal (kosa kata), gramatikal (tata bahasa), dan juga fonologi (bunyi), yakni apabila suatu unsur pada tingkatan tertentu dalam bahasa sumber memiliki padanan pada tingkatan lain dalam bahasa sasaran.

Contoh:

TSu: She is taking a bath.

TSa: Dia sedang mandi.

Pada contoh di atas, terjadi pergeseran dari tingkatan gramatikal menjadi leksikal, yakni “be+V-ing” menjadi “sedang”.

2. Category shifts

Category shifts terbagi ke dalam beberapa jenis, yakni structure shifts, class shifts, unit shifts, dan intra-system shifts.

1) Structure shifts (pergeseran struktur)

Pergeseran struktur dapat muncul pada berbagai tataran (kata, frasa, klausa, maupun kalimat), tapi masih ada dalam tataran yang sama.

Contoh:

BSu: Nina is a beatiful girl. (M – D)

BSa: Nina adalah seorang gadis cantik. (D – M)

(30)

commit to user 2) Class shifts (pergeseran kelas kata)

Pergeseran kelas kata terjadi ketika kelas kata dalam bahasa sumber berbeda dengan kelas kata dalam bahasa sasaran.

Contoh:

TSu: Developing countries need economic empowerment.

TSa: Negara berkembang perlu meningkatkan ekonomi.

Pada contoh di atas, kata benda “economic empowement” pada TSu dialihkan menjadi kata kerja “meningkatkan ekonomi” pada TSa.

3) Unit shifts

Pergeseran ini hampir sama dengan pergeseran struktur, tetapi tingkatan antara bahasa sumber dan bahasa sasarannya berbeda.

Contoh:

TSu: Her mother is very kind.

TSa: Ibunya sangat baik.

4) Intra-system shifts

Pergeseran ini melibatkan sistem internal pembentukan bahasa dalam terjemahan, seperti pembentukan kata tunggal dan jamak.

Contoh:

TSu : People often think posively about her. (plural) TSa : Orang sering berpikir negatif tentang dia. (singular)

Nida & Taber (1969: 105) menyebutkan adanya penyesuaian yang menyebabkan terjadinya pergeseran dalam penerjemahan, yakni penyesuaian struktur (formal equivanlence) dan penyesuaian semantis (dynamic equivalence).

(31)

commit to user

Penyesuaian struktur akan mengakibatkan pergeseran bentuk bahasa, sedangkan penyesuaian semantis akan menyebabkan pergeseran makna. Al-Zoubi & Al- Asnawi (2001) menambahkan bahwa pergeseran gaya bahasa (stylistic shift) dimungkinkan terjadi karena kaidah piranti retorik dan kaidah bahasa yang berbeda antara dua bahasa, serta pilihan dan kemampuan penerjemah dalam mengalihkan pesan.

Popovic (dalam Greeley & Rossi,1996: 151-152) berpendapat bahwa konsep pergeseran merupakan perubahan yang terjadi dalam pengalihan makna dari satu bahasa ke dalam bahasa lain. Selanjutnya Popovic menyebutkan pergeseran yang dapat dipengaruhi oleh nilai intelektual dan estetika antara lain constitutive shift, generic shift, dan individual shift.

1. Constitutive shift

Constitutive shift adalah “an inevitable shift that takes place in the translation as a consequence of differences between the two languages, the two poetics and the two styles of original translation.” Pergeseran konstitutif terjadi sebagai akibat perbedaan piranti puitis dan gaya bahasa di antara kedua bahasa.

2. Generic shift

Di dalam generic shift terjadi perubahan dalam tataran makrolinguistik, yakni genre dan fitur teks.

3. Individual shift

Individual shift terjadi sebagai akibat kecenderungan gaya bahasa dan idiolek penerjemah.

(32)

commit to user 2.1.4. Makna dalam Penerjemahan

Makna dan penerjemahan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan karena penerjemahan sendiri merupakan kegiatan mengalihkan makna dari suatu bahasa ke bahasa yang lain. Makna dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis, yakni makna leksikal, makna gramatikal, makna tekstual, makna kontekstual (situasional), dan makna sosiokultural.

1. Makna leksikal

Makna leksikal adalah makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang atau peristiwa dan lainnya (Nababan, 2003:49). Masih menurut Nababan, makna leksikal disebut juga makna kamus karena lepas penggunaannya dan konteksnya.

Sebagai contoh, kata sifat “nice” bisa memiliki enam makna di dalam kamus, yakni: “baik”, “enak”, “senang”, “menyenangkan”, “bagus”, dan “halus”. Kita sama sekali belum bisa mengetahui padanan yang tepat bagi kata “nice” karena kata tersebut belum diketahui konteksnya.

2. Makna gramatikal

Makna gramatikal adalah makna yang diperoleh dari bentukan, susunan, atau urutan kata dalam frase atau kalimat. Dengan demikian, makna ini terkait dengan penggunaannya dengan kata-kata lain dan konteksnya.

Contoh:

1) I miss you so much. (merindukan) 2) May I go the bathroom, Miss? (Bu) 3) I missed the bus. (ketinggalan)

4) She missed the ball. (tidak bisa menangkap)

(33)

commit to user

5) I think she has missed the point. (salah menanggapi) 6) Joseph missed the class yesterday. (absen/tidak hadir) 3. Makna tekstual

Makna tekstual adalah makna suatu kata yang ditentukan oleh hubungannya dengan kata-kata lain di dalam suatu kalimat. Sebagai contoh, kata

“rotation” dalam teks fisika berarti “perputaran benda langit mengelilingi benda langit lain”. Sementara itu, dalam teks teknik, “rotation” dapat berarti “perputaran mesin atau roda gigi”.

4. Makna kontekstual

Makna kontekstual adalah makna yang timbul dari konteks di mana frasa, kalimat, atau ungkapan tersebut dipakai. Sebagai contoh, ketika dua orang sedang melakukan pendekatan, salah satunya mengatakan “Hey, anak jelek! Hati-hati di jalan!”. Kalimat tersebut tentu tidak pas apabila diterjemahkan menjadi “Hey, ugly girl! Be careful” karena kata “anak jelek” sebenarnya mengandung maksud berkebalikan yakni “cantik”.

5. Makna sosiokultural

Makna sosiokultural adalah makna kata sesuai dengan faktor-faktor budaya masyarakat pemakai bahasa tersebut. Sebagai contoh, kata “tedhak siti”

dalam bahasa Jawa berarti “menginjak tanah”. Akan tetapi, “tedhak siti” tidak sebatas kegiatan menginjak tanah, melainkan upacara adat untuk memperkenalkan anak usia satu tahun dengan alam luar karena pada usia tersebut dia mulai menginjakkan kaki dan berjalan di tanah.

(34)

commit to user

Sementara itu, Newmark (1991) mengkategorikan makna menjadi tiga jenis, yakni makna kognitif, makna komunikatif, dan makna asosiatif.

1. Makna kognitif

Makna kognitif adalah makna yang menyatakan kebenaran dari suatu peristiwa. Makna kognitif terdiri atas makna linguistik, makna rujukan, makna implisit, dan makna tematik.

1) Makna linguistik

Makna linguistik adalah ide dasar yang ada di dalam teks yang. Bisa dikatakan bahwa makna linguistik mirip dengan makna leksikal.

2) Makna rujukan

Makna rujukan adalah makna kata yang dirujuk oleh sebuah pronomina atau di dalam satu atau serangkaian kalimat. Sebagai contoh adalah kalimat “Mr.

Indra is a rich man. He has just bought a new Alphard last week.”. Pada kalimat tersebut, makna rujukan “he” adalah “Mr. Indra” dan kata “Alphard” merujuk pada mobil merek Alphard.

3) Makna implisit

Makna implisit adalah gagasan atau makna yang ditentukan di dalam suatu teks. Makna implisit tidak dapat ditemukan secara langsung dari baris-baris kalimat ada, tetapi pembaca harus mencari makna tersebut setelah membaca keseluruhan teks. Makna implisit seringkali terdapat dalam karya sastra puisi.

Contoh:

[To Margot Heinemann]

Heart of the heartless world, Dear heart, the thought of you

(35)

commit to user Is the pain at my side,

The shadow that chills my view.

The wind rises in the evening, Reminds that autumn is near.

I am afraid to lose you, I am afraid of my fear.

On the last mile to Huesca, The last fence for our pride, Think so kindly, dear, that I Sense you at my side.

And if bad luck should lay my strength Into the shallow grave,

Remember all the good you can;

Don't forget my love.

“Huesca”

Makna pada puisi di atas tidak bisa langsung dilihat secara tersurat, melainkan implisit melalui kata-kata yang digunakan. Setelah membaca berulang- ulang, dapat ditemukan bahwa puisi tersebut berisi ungkapan cinta dan kerinduan mendalam terhadap kekasih.

4) Makna tematik

Makna tematik adalah makna yang dilihat dari kedudukan suatu kata di dalam kalimat. Makna tematik terkait dengan korespondensi tema (informasi yang ditekankan) dan rema (informasi tambahan).

Contoh:

TSu: Here I come.

Tsa : Kesinilah aku datang.

2. Makna komunikatif

Makna komunikatif dikelompokkan menjadi makna ilokusi, makna performatif, makna referensial, dan makna prognostik.

(36)

commit to user 1) Makna ilokusi

Makna ilokusi adalah kekuatan atau maksud dasar sebuah kalimat.

Sebagai contoh, kalimat What‟s your name? menuntut adanya jawaban mengenai nama.

2) Makna performatif

Makna performatif adalah tindakan yang benar-benar dilakukan apabila sebuah kalimat ditulis atau sebuah ujaran diujarkan.

Contoh: Here I declare that all of you who stand here, are the next members of Student‟s Association of SMP 1 Sukoharjo.

3) Makna referensial

Makna referensial adalah makna yang bisa disimpulkan dari sebuah kalimat. Sebagai contoh, “If only I have told you the truth, you would have not left me”. Kalimat tersebut menyiratkan makna bahwa pembicara merasa menyesal karena tidak mengatakan kebenaran kepada pendengar, sehingga pendengar meninggalkannya.

4) Makna prognostik

Makna prognostik adalah makna kalimat untuk memberi tanda bahwa sesuatu akan segera terjadi. Sebagai contoh, “Hey, come on, Boy. What are you waiting for?” Kalimat tersebut memberi tanda pendengar agar segera bertindak tanpa berlama-lama lagi.

3. Makna asosiatif

Makna asosiatif adalah makna yang berhubungan dengan latar belakang penulis, situasi, bahkan nilai bunyi suatu kalimat bahasa sumber. Makna ini dapat

(37)

commit to user

dilihat dari sosiolek, dialek, maupun zaman suatu kata digunakan. Makna asosiatif juga dapat ditangkap baik dari segi keformalan dan ketidakformalannya maupun dari segi keobjektivitasannya, condong faktual atau justru sarat luapan emosi (seperti di dalam puisi). Makna ini terkait pula dengan nilai bunyi atau efek suara dan beberapa hasil manipulasi kata-kata yang bisa dilihat secara khusus pada gejala-gejala seperti anomatopoeia, asonansi, aliterasi, ataupun rima.

2.1.5. Analisis Kontrastif

Analisis kontrastif adalah salah satu cabang linguistik mengkaji dan membandingkan dua bahasa, yakni bahasa sumber dengan bahasa sasaran. Fisiak (1980: 1) berpendapat:

Contrastive Analysis maybe roughly defined as a subdiscipline of linguistics which is concerned with the comparison of two or more languages (or subsystems of languages) in order to determine both the differences and similarities that hold between them.

Pendapat Fisiak tersebut mengandung pengertian bahwa analisis kontrastif adalah suatu cabang ilmu linguistik yang mengkaji perbandingan dua bahasa atau lebih, atau subsistem bahasa, dengan tujuan untuk menemukan perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaan bahasa-bahasa tersebut.

Analisis kontrastif termasuk ke dalam linguistik terapan karena dapat diterapkan dalam ilmu praktik, dalam hal ini adalah penerjemahan. Analisis kontrastif dan penerjemahan memiliki hubungan yang erat. Kegiatan penerjemahan berkutat pada masalah pengalihan pesan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Penerjemah dapat menggunakan analisis kontrastif sebagai sarana untuk membandingkan dan mencermati persamaan dan perbedaan antara

(38)

commit to user

dua bahasa (bahasa sumber dan bahasa sasaran) yang memiliki sistem dan kaidah yang berbeda, sehingga dia dapat menentukan padanan yang tepat dalam bahasa sasaran, baik dalam makna maupun gayanya.

2.1.6. Kualitas Terjemahan

Terjemahan yang baik adalah terjemahan yang berkualitas. Tytler (dalam Aiwei: 2005) mengatakan:

That the translation should give a complete transcript of the ideas of the original work, that the style and manner of writing should be the same character with of the original, that the translation should have all the ease of the original composition”.

Suatu terjemahan harus mencantumkan semua ide teks asli secara lengkap ke dalam bahasa sasaran. Gaya dan cara penulisan teks terjemahan juga harus sama dengan gaya dan cara penulisan teks asli. Selain itu, terjemahan harus menampilkan aspek “kesenangan” yang ada dalam teks asli. Nida (1964: 164) menambahkan bahwa terjemahan harus menghasilkan reaksi yang sama dari pembaca sasaran terhadap teks terjemahan (produce a similar response).

Sementara itu, menurut Larson (1984: 485), hasil terjemahan dapat dinilai dengan memperhatikan faktor ketepatan (accuracy), kejelasan (clarity), dan kewajaran (naturalness). Tidak berbeda dari Larson, Nababan (2003: 86) berpendapat bahwa penelitian terhadap kualitas terjemahan terfokus pada tiga hal pokok, yaitu: 1) ketepatan pengalihan pesan, 2) ketepatan pengungkapan pesan dalam bahasa sasaran, dan 3) kealamiahan bahasa sasaran.

Penerjemahan karya sastra, khususnya bentuk puisi, perlu memperhatikan fidelity dan transparency. Fidelity menurut Webster English Dictionary (Webster, 2005) merupakan “the quality of being accurate, reliable,

(39)

commit to user

and exact”. Dengan kata lain, fidelity adalah akurat, dapat dipercaya, dan tepat.

Di dalam http://wikipedia.org dijelaskan bahwa,

Fidelity (faithfulness) pertains to the extent to which a translation accurately renders the meaning of the source text, without adding to or substracting from it, without intensifying or weakening any part of the meaning, and otherwise without distorting it.

Apabila diterjemahkan secara bebas, maka dapat dipahami bahwa fidelity (kesetiaan) terkait dengan masalah tingkat ketepatan pengalihan pesan dari bahasa sumber, tanpa menambahkan atau mengurangi makna di dalam teks tersebut, tanpa memperkuat atau melemahkan bagian apapun dari maknanya, dan mungkin merusak maknanya. Sementara itu disebutkan bahwa,

Transparency pertains to extent to which a translation appears to a native speaker of the target language to have originally been written in that language, and conforms to the language‟s grammatical, syntactic and idiomatic convention (http://wikipedia.org).

Tranparency (kewajaran) terkait dengan masalah sejauh mana suatu terjemahan tampak bagi masyarakat bahasa sasaran benar-benar sebagai teks yang ditulis dalam bahasanya tersebut dan sesuai dengan kaidah gramatikal, sintaksis, dan idiomatik.

Dari uraian di atas dapat diperoleh kata kunci bahwa terjemahan yang berkualitas adalah terjemahan yang memiliki kriteria: 1) setia kepada pesan, 2) setia kepada gaya dan cara penulisan, 3) akurat, 4) wajar (alamiah), 5) jelas, dan 6) menghasilkan respons yang sama dari pembaca. Berangkat dari simpulan tersebut, dapat diringkas kembali bahwa kualitas terjemahan dapat dilihat dari tiga aspek, yakni keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan.

(40)

commit to user 2.1.6.1. Keakuratan

Kriteria pertama untuk menilai kualitas terjemahan adalah aspek keakuratan. Keakuratan diartikan sebagai “a term used in translation evaluation refer to the extent to which a translation matches its original” (Shuttleworth &

Cowie, 1997: 3). Dengan demikian, keakuratan adalah sejauh mana terjemahan sesuai dengan teks aslinya. Hutardo & Albir (dalam Kolawole & Salawu: 2008) menyebutkan bahwa ketepatan pengalihan pesan terkait dengan tiga hal, yakni: 1) maksud penulis, 2) bahasa sasaran, dan 3) pembaca.

Untuk mengukur tingkat keakuratan dari hasil terjemahan dapat dilihat dari berbagai dari faktor, yakni ketepatan isi, jenis teks, fungsi dan kegunaan teks, serta sifat kesastraannya, konteks sosial dan historis. Hal ini seperti yang dikutip dari http://wikipedia.org,

The criteria used to judge the faithfulness of a translation vary accordingly to the subject, the precision of the original content, the type, the fuction and use of the text, its literary qualities, its social and historical context, and so forth.

2.1.6.2. Keberterimaan

Keberterimaan (acceptability) merupakan derajat kewajaran suatu teks terjemahan terhadap norma, kaidah, dan budaya bahasa sasaran. Suatu teks terjemahan dapat dikatakan berterima apabila terasa alami dan tidak kaku bagi pembaca sasaran, namun tanpa mengurangi pesan yang terdapat pada Tsu.

2.1.6.3. Keterbacaan

Keterbacaan (readability) diartikan sebagai “how easily eritten materials can be read and understood.” (Richard et al, 1985: 238). Hal ini senada dengan Sakri (dalam Nababan, 1993: 135) bahwa keterbacaan menunjuk pada derajat

(41)

commit to user

kemudahan sebuah tulisan untuk dipahami maksudnya. Apabila mudah dipahami oleh pembaca, maka teks terjemahan dikatakan memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi.

2.1.7. Penilaian Kualitas Terjemahan

Terjemahan puisi termasuk produk terjemahan yang dipublikasikan (published translation). Perlu dilakukan evaluasi terhadap kualitas terjemahan untuk menilai kelebihan, kekurangan, dan memberikan solusi yang tepat (Melis &

Albir, 2001: 273). Terjemahan puisi yang baik dan berkualitas adalah terjemahan yang akurat, alami, dan mudah dipahami dengan oleh pembaca sasaran.

Untuk menilai kualitas terjemahan puisi, peneliti berpedoman pada model penelitian kualitas terjemahan yang diadaptasi oleh Nababan (2004) dari Nagao, Tsuji, dan Nakamura (1988) dan kemudian dikembangkan lagi oleh Nababan pada tahun 2010. Model ini digunakan untuk menilai kualitas terjemahan yang meliputi keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan.

1. Instrumen Penilai Keakuratan Terjemahan (Accuracy Rating Instrument) Tabel 10. Instrumen Penilai Keakuratan Terjemahan

Kategori Skor Parameter Kualitatif

Akurat 3 Makna kata, istilah teknis, frasa, klausa atau kalimat bahasa sumber dialihkan secara akurat ke dalam bahasa sasaran; sama sekali tidak terjadi distorsi makna

Kurang Akurat

2 Sebagian besar makna kata, istilah teknis, frasa, klausa atau kalimat bahasa sumber sudah dialihkan secara akurat ke dalam bahasa sasaran. Namun, masih terdapat distorsi makna atau terjemahan makna ganda (taksa) atau ada makna yang dihilangkan, yang mengganggu keutuhan pesan

Tidak Akurat

1 Makna kata, istilah teknis, frasa, klausa atau kalimat bahasa sumber dialihkan secara tidak akurat ke dalam bahasa sasaran.

Makna yang terdapat dalam Bsa menyimpang dari makna dalam Bsu.

(42)

commit to user

2. Instrumen Penilai Keberterimaan Terjemahan (Acceptability Rating Instrument)

Tabel 11. Instrumen Penilai Tingkat Keberterimaan Terjemahan Kategori Skor Parameter Kualitatif

Berterima 3 Terjemahan terasa alamiah; istilah teknis yang digunakan lazim digunakan di bidang kedokteran dan akrab bagi pembaca; frasa, klausa dan kalimat yang digunakan sudah sesuai dengan kaidah bahasa Bsa.

Kurang Berterima

2 Pada umumnya terjemahan sudah terasa alamiah; namun ada sedikit masalah pada penggunaan istilah teknis atau terjadi sedikit kesalahan gramatikal.

Tidak Berterima

1 Terjemahan tidak alamiah, terasa seperti karya terjemahan;

istilah yang digunakan tidak lazim digunakan dan tidak akrab bagi pembaca; frasa, klausa dan kalimat yang digunakan tidak sesuai dengan kaidah bahasa Bsa.

3. Instrumen Penilai Keterbacaan Terjemahan (Readability Rating Instrument) Tabel 12. Instrumen Penilai Tingkat Keterbacaan Terjemahan Kategori Skor Penelitian Kualitatif

Tingkat Keterbacaan Tinggi

3 Kata, istilah teknis, frasa, klausa, dan kalimat terjemahan dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca.

Tingkat Keterbacaan Sedang

2 Pada umumnya terjemahan dapat dipahami oleh pembaca; namun ada bagian tertentu yang harus dibaca lebih dari satu kali untuk memahami terjemahan.

Tingkat Keterbacaan Rendah

1 Terjemahan sulit dipahami oleh pembaca

Pada dasarnya, model penilaian kualitas terjemahan yang diusulkan oleh Nababan tersebut ditujukan untuk menilai kualitas terjemahan teks ilmiah. Oleh karena itu, peneliti selanjutnya memodifikasi kriteria dengan indikator penilaian tersendiri sesuai dengan elemen-elemen yang membentuk puisi serta faktor-faktor khusus yang terkait dengan puisi, untuk menilai tingkat keakuratan,

(43)

commit to user

keberterimaan, dan keterbacaan terjemahan. Adapun rincian modifikasi model penilaian kualitas terjemahan akan dijelaskan pada bab selanjutnya.

2.1.8. Penelitian yang Relevan

Beberapa kajian mengenai terjemahan puisi telah dilakukan sebelumnya dengan fokus dan hasil penelitian yang beragam.

1. “Penggunaan Majas Pada Puisi Psalm 19, Terjemahan Versi The Holy Bible New International Version, Dalam Pendewasaan dan Pengembangan Cara Berpikir Dialektik (Kajian Berdasarkan Teori Semiotika, Metode Hermeneutika, dan Dialektika) oleh Mastuti (2005). Penelitian ini mengkaji penggunaan majas metafora, simbol, dan repetisi dalam puisi Psalm 19 dengan sumber data terjemahan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia. Penelitian ini tidak mengkaji bentuk majas yang lain, rima, dan diksi.

2. “Analisis Perubahan Makna pada Penerjemahan Dua Buah Puisi Indonesia ke dalam Bahasa Inggris” oleh Sukasah Syahdan. Penelitian ini mengkaji tentang perubahan makna (isi) yang terkandung dalam puisi. Analisis yang dilakukan dalam tataran struktur batin, tanpa mempertimbangkan struktur fisik (keindahan) puisi.

3. “Analisis Terjemahan Puisi The Rubaiyat of Omar Khayyam Explained; Based on the First Translation by Edward Fitzgerald ke dalam Bahasa Indonesia Rubaiyat Omar Khayyam; Syair dan Tafsir (Kajian Pergeseran Rima, Matra, dan Majas serta Pengaruhnya Terhadap Kualitas Terjemahan) oleh Elza Maizinur (2009). Penelitian ini mengkaji pergeseran rima, matra, dan majas serta pengaruhnya terhadap kualitas terjemahan. Hasil penelitian Elza

(44)

commit to user

menunjukkan terjadinya pergeseran rima dan matra. Hampir 90% data rima bergeser dari rima kwatrin menjadi rima bebas. Sementara itu, seluruh pola matra iambic pentameter bergeser menjadi tanpa pola. Terdapat 5 jenis majas yang mengalami pergeseran yaitu: simile, metafora, personifikasi, antitesis, dansinekdoke, dari 13 jenis majas yang digunakan dalam puisi Rubaiyat yaitu:

simile, metafora, personifikasi, apostrofi, alusi, antitesis, meiosis, hiperbola, oksimoron, metonimi, sinekdoke, paradoks, dan ironi. Semua majas yang bergeser berubah menjadi tidak bermajas. Puisi Rubaiyat menghasilkan 4 data sepadan, 58 data cukup sepadan, dan 13 data kurang sepadan. Terjemahan menghasilkan 9 data berterima, 63 data cukup berterima, dan 3 data kurang berterima. Aspek keterbacaan menghasilkan 3 data dinilai sangat sulit, 28 data dinilai sulit, 40 data dinilai mudah, dan 4 data dinilai sangat mudah. Penelitian ini tidak mengkaji pergeseran diksi dan pengaruhnya terhadap kualitas terjemahan.

2.2. Kerangka Pikir

Kerangka pikir merupakan alur pemikiran peneliti agar dapat melaksanakan penelitian dengan lebih sistematis, terfokus, dan terarah. Diagram kerangka pikir menunjukkan bahwa peneliti memulai kegiatan dengan mendeskripsikan rima, majas, dan diksi dalam teks bahasa sumber dan juga teks bahasa sasaran. Kemudian peneliti membandingkan, mengidentifikasi, dan mendeskripsikan pergeseran yang terjadi terhadap terjemahan rima, majas, dan diksi. Selanjutnya, peneliti menghubungkan pergeseran rima dan terjemahan majas dan diksi terhadap kualitas terjemahan puisi. Untuk menentukan kualitas

(45)

commit to user

terjemahan puisi, peneliti mengukur dari aspek keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan. Informasi mengenai keakuratan dan keberterimaan diperoleh dari pembaca ahli (rater), sedangkan informasi mengenai keterbacaan diperoleh dari pembaca target (responden). Berikut adalah gambar kerangka pikir peneliti dalam melakukan penelitian ini.

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

Hubungan

Bahasa Sumber (Kumpulan Puisi Orang-

Orang Rangkasbitung)

Bahasa Sasaran (Kumpulan Puisi Rangkasbitung People)

Kualitas Terjemahan Puisi Orang-Orang

Rangkasbitung

Keberterimaan

Keakuratan Keterbacaan

Pembaca Ahli (Rater)

Pembaca Target (Responden) Pergeseran Rima,

Majas, dan Diksi

Gambar

Tabel 5. Contoh Terjemahan Fonemik  TSu  Old MacDonald had a farm, E-I-E-I-O
Tabel 7. Contoh Terjemahan Irama  TSu  Incy Wincy Spider climbed up the waterspout
Tabel 9. Contoh Terjemahan Puisi Bebas  TSu  Hey Diddle Diddle the and the fiddle
Tabel 11. Instrumen Penilai Tingkat Keberterimaan Terjemahan  Kategori  Skor  Parameter Kualitatif
+2

Referensi

Dokumen terkait

c) Metode edukatif (educative method), yaitu metode yang dilaksanakan dengan teratur, sistematis dan terencana dengan tujuan mengubah sikap, pendapat dan

Post di Blog, tweet, atau video di YouTube dapat direproduksi dan dilihat oleh jutaan orang secara gratis (Nasrullah, 2015). Pesan yang disampaikan tidak hanya untuk satu

 Sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologis, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan

Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara tingkat kemandirian keluarga dalam mengenal tanda dan bahaya kehamilan pada ibu hamil di

Negara yang indah ini yang memiliki koleksi tujuan pantai barat yang menakjubkan adalah tempat lain untuk dikunjungi untuk liburan penuh yoga. Di Tamil Nadu, salah satu pusat

Untuk identifikasi masalah 2 dianalisis dengan menggunakan model regresi berganda untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor (pendidikan ibu rumah tangga, pekerjaan, pendapatan

1) SK Menkes No. 262/Menkes/Per/VII/1979, tentang perhitungan kebutuhan tenaga berdasarkan perbandingan antara jumlah tempat tidur yang tersedia di kelas rumah sakit tertentu

Dari hasil regresi yang telah disajikan pada tabel 2 diatas nampak bahwa nilai hitung untuk Variabel Terikat (Harga Barang Sembako) sebesar 8,632 dengan tingkat signifikan yaitu