BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini akan dibahas mengenai dasar-dasar teori yang akan dijadikan sebagai acuan, prosedur dan langkah-langkah dalam melakukan penelitian, sehingga permasalahan yang diangkat nantinya akan dapat terselesaikan dengan baik.
2.1. Konsep dan Definisi Pengendalian Kualitas
Konsep yang dapat digunakan perusahaan untuk penekanan prinsip manajemen kualitas salah satunya adalah melalui pendekatan proses produksi atau operasional. Jasa akan tercapai dengan lebih efisisen bila nilai-nilai yang masuk hubungan antara kegiatan dan prosesnya dikelola dengan baik sebagai suatu sistem yang terpadu, proses tersebut merubah nilai-nilai yang masuk pada organisasi atau perusahaan. Sistem kualitas dirancang untuk pengendalian dan perbaikan nilai yang secara sederhana meliputi semua pekerjaan atau kegiatan pada semua organisasi atau perusahaan yang terdiri dari berbagai proses kegiatan dalam organisasi tersebut. ( Dorothea Wahyu, 2002 : 17 )
Untuk mencapai salah satu tujuan perusahaan dalam menghasilkan produk yang sesuai permintaan konsumen, maka diperlukan perencanaan yang sesuai dengan tujuan tersebut. Suatu perencanaan harus didukung oleh pengawasan yang baik dan benar dengan cara mengatur pengendalian kualitas mulai dari bahan baku hingga produk jadi guna mencegah penyimpangan dari pelaksanaan produksi yang telah direncanakan sebelumnya.
Pengendalian atau pengawasan kualitas yang kurang baik akan berpengaruh pada kelangsungan hidup perusahaan. Adanya kerusakan terhadap salah satu mesin akan mengakibatkan target produksi tidak tercapai sehingga penjualan produk dapat menurun. Dengan adanya pengendalian kualitas yang efektif akan menjamin kelancaran proses produksi, sehingga dihasilkan produk yang mampu bersaing secara sehat di pasaran dengan biaya yang efisien dan kelangsungan hidup perusahaan akan tetap berjalan.
Proses kelahiran produk dimulai ketika desainer menerima informasi yang diinginkan, diperlukan dan diharapkan oleh konsumen dan menterjemahkannya ke dalam bentuk spesifikasi produk yang mencakup gambar, dimensi, toleransi, material, proses perkakas dan alat bantu. Operator menggunakan informasi dari desainer untuk memberikan fungsi yang tepat untuk membuat produk atau mengerjakannya pada proses permesinan. Dalam usaha memuaskan konsumen, produk yang dipesan harus tiba dalam jumlah, waktu dan memberikan fungsi yang tepat untuk satu periode waktu dan harga yang sesuai. Jadi dengan kata lain sasaran kebutuhan konsumen adalah kualitas yang membangun keseimbangan yang tepat antara biaya produk dan nilai yang diterima oleh konsumen.
Definisi kualitas adalah kepuasan konsumen terhadap produk yang dibelinya. Berdasarkan pengertian tentang kualitas tersebut nampak bahwa kualitas selalu berfokus pada pelanggan. Dengan demikian produk desain, diproduksi untuk memenuhi keinginan pelanggan dapat dimanfaatkan dengan baik serta diproduksi dengan baik dan benar.
Pengendalian kualitas tiap produk mempunyai sejumlah unsur yang bersama-sama menggambarkan kecocokan penggunannya. Parameter-parameter
ini biasanya dinamakan ciri-ciri kualitas menurut Douglas C Montgomery, (1998 : 3), ada beberapa jenis:
1. Fisik; panjang, berat, voltage, kekentalan.
2. Indera; rasa, penampilan, warna, bentuk.
3. Orientasi; waktu, keandalan (dapat dipercaya), dapatnya dipelihara, dapatnya dirawat.
Pengendalian kualitas adalah aktivitas keteknikan dan manajemen, yang dengan aktivitas itu kita ukur ciri-ciri kualitas produk, membandingkannya dengan spesifikasi atau persyaratan dan mengambil tindakan penyehatan yang sesuai apabila ada perbedaan antara penampilan yang sebenarnya dengan yang standart.
Kegiatan pengendalian kualitas pada dasarnya merupakan kumpulan aktivitas untuk mencapai kondisi yang memuaskan keinginan konsumen yang mulai pada saat produk dirancang, diproses sampai seleksi didistribusikan ke konsumen. Kegiatan pengendalian kualitas antara lain akan meliputi hal-hal berikut:
1. Perancangan kualitas pada saat merancang produk dan proses pembuatannya.
2. Pengendalian dalam penggunaan berbagai sumber material yang dipakai dalam proses produksi.
3. Pengamatan terhadap performansi produk.
4. Membandingkan performansi yang dihasilkan dengan standart yang berlaku.
5. Analisa tindakan korelasi dalam kaitannya dengan cacat-cacat yang dijumpai pada produk yang dihasilkan.
2.2. Tujuan Pengendalian Kualitas
Tujuan pengendalian kualitas adalah untuk memberikan jaminan kualitas yang sebaik-baiknya kepada konsumen sehingga didapatkan kepercayaan dari konsumen. Secara terperinci dapat dikatakan bahwa tujuan dari pengendalian kualitas adalah:
1. Agar barang atau produk hasil produksi dapat mencapai standard mutu yang ditetapkan.
2. Mengusahakan agar biaya desain dari produk dan proses dengan menggunakan mutu produksi tertentu dapat menjadi sekecil nungkin.
3. Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat ditekan seminimal mungkin.
4. Mengusahakan agar biaya produksi dapat ditekan serendah mungkin.
Tujuan pokok pengendalian mutu statistik adalah untuk menyelidiki dengan cepat terjadinya sebab-sebab terduga sehingga tindakan pembenahan dapat dilakukan sedini mungkin.
Dengan adanya pengendalian kualitas maka perusahaan tersebut akan mempunyai kemampuan dalam hal:
a. Meningkatkan produktivitas
Dengan adanya pengendalian kualitas maka akan mengurangi waktu yang terbuang sehingga produktivitas akan bertambah.
b. Pencegahan cacat lebih besar
Dengan adanya pengendalian kualitas maka pegendalian proses akan terpelihara dengan konsisten.
c. Mencegah penyesuaian proses yang tidak perlu
Pengendalian kualitas dapat mcmbedakan antara gangguan dasar dan variasi terduga.
d. Memberikan informasi tentang proses.
Informasi tentang perubahan proses dan parameternya yang penting dapat diketahui dengan adanya pengendalian kualitas.
2.3. Manfaat Pengendalian Kualitas.
Pengaturan pengendalian kualitas dalam suatu perusahaan merupakan bagian yang sangat penting dalam menunjang kelangsungan suatu perusahaan. Manfaat yang dapat diperoleh dalam manajemen pengendalian kualitas adalah:
1. Menambah tingkat efisiensi dan produktivitas kerja.
2. Mengurangi kehilangan-kehilangan dalam proses kerja yang dilakukan seperti mengurangi atau menghilangkan waktu yang tidak reproduktif.
3. Menekan biaya dan save money.
4. Menjaga penjualan tetap meningkat sehingga profit tetap diperoleh.
5. Menambah reliabilitas produk yang dihasilkan menjaga moral pekerja tetap tinggi.
6. Mengurangi klaim pelanggan.
7. Berorientasi pada kebutuhan konsumen.
2.4. Ruang Lingkup Pengendalian Kualitas
Ada 3 jenis kualitas dalam operasi bisnis manufaktur, yaitu:
1. Kualitas Design
Adalah derajat dimana kategori suatu produk akan mamapu memberikan kepada konsumen dua atau lebih produk meskipun memiliki fungsi yang sama bisa memberikan derajat kepuasan yang berbeda karena adanya perbedaan kualitas dalam rangcangan.
2. Kualitas Kesesuaian
Berhubungan dengan spesifikasi dan standardisasi produk dan kriteria standar kerja yang telah disepakati. Secara umum kualitas kesesuaian mencakup 3 macam bentuk pengendalian, yaitu:
a. Pencegahan Cacat
Mencegah kerusakan atau cacat benar-benar terjadi.
b. Pencegahan
Melibatkan pemakaian dan penetapan metode pemeriksaan, pengujian dan analisa statistik dengan menerapkan teknik pengawasan kualitas untuk mendeteksi cacat yang timbul.
c. Analisa dan Tindakan Korektif
Menganalisa kesalahan yang terjadi dan melakukan koreksi terhadap penyimpangan tersebut, kegiatan ini merupakan tanggung jawab bagian quality control.
3. Kualitas Penampilan
Perbaikan dari kualitas design dan kualitas kesesuaian akan dapat meningkatkan penampilan produk. Jika kualitas design rendah terhadap kekurangan penyesuasian dalam spesifikasi, maka akan mempengaruhi penampilan secara keseluruhan.
2.5. Alat dan Teknik Pengujian Kualitas
Teknik dan alat pengawasan kualitas dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara, yaitu:
1. Inspeksi.
Dengan inspeksi akan diketahui sejauh mana suatu produk memiliki kualitas seperti yang dikehendaki. Keterangan yang di dapat secara inspeksi akan diteruskan ke bagian lain dan bagian tersebut akan memberikan kepastian bahwa kegiatan pada bagian proses telah dilakukan dengan baik. Tetapi apabila terjadi penyimpangan maka akan diberi peringatan, agar dilakukan perbaikan dan kegiatan produksi selanjutnya dihentikan. Selanjutnya diberikan cara-cara agar kesalahan yang sama tidak terulang kembali.
2. Pemberian Keterangan.
Kegiatan pemberian keterangan memerlukan kegiatan pencatatan, penyingkatan, mempertunjukkan dan memberi komentar dan apabila perlu diambil keputusan tentang tindakan yang dibutuhkan dan memberitahukan jaminan peringatan, atau tindakan yang diperlukan.
3. Penyelidikan.
Kegiatan penyelidikan membutuhkan penganalisaan catatan tentang pengawasan apabila diperlukan dilaksanakan suatu percobaan pada proses atau dalam laboratorium.
2.6. Perangkat Pengendalian Kualitas
Beberapa perangkat yang digunakan dalam pengendalian kualitas, yaitu:
2.6.1 Lembar Periksa
Lembar periksa adalah suatu formulir dimana item-item yang akan diperiksa telah dicetak dalam formulir itu, dengan maksud agar data-data dapat dikumpulkan dengan mudah dan cepat.
Penggunaan lembar periksa bertujuan untuk:
1. Memudahkan proses pengumpulan data terutama untuk mengetahui bagaimana masalah sering terjadi. Tujuan utama dari penggunaan lembar periksa adalah membantu mentabulasikan banyaknya kejadian suatu masalah tertentu atau penyebab tertentu.
2. Mengumpulkan data tentang jenis masalah yang sedang terjadi. Dalam kaitan ini, lembar periksa akan membantu memilah-milah data ke dalam kategori yang berbeda seperti penyebab-penyebab, masalah-masalah dan lain- lain.
3. Menyusun data secara otomatis, sehingga data tersebut dapat dipergunakan dengan mudah.
4. Memisahkan antara opini dan fakta. Kita sering berfikir bahwa kita mengetahui suatu masalah atau menganggap bahwa sesuatu penyebab itu merupakan hal yang paling penting. Dalam kaitan ini lembar periksa akan rnembantu membuktikan opini kita itu apakah benar atau salah.
Pada dasarnya lembar periksa dapat dibuat dengan menggunakan enam langkah utama, sebagai berikut:
1. Menjelaskan tentang tujuan pengumpulan data. Dalam hal ini sangat baik untuk memulai pengumpulan data (apakah dengan menggunakan lembar
periksa atau bukan) dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan hal-hal bcrikut:
a. Apa yang menjadi masalah utama b. Mengapa data harus dikumpulkan
c. Siapa yang akan menggunakan informasi yang sedang dikumpulkan dan informasi apa yang benar-benar dibutuhkan. Apakah informasi itu perlu diperinci berdasarkan departemen, hari, bulan, shift, mesin, dan lain-lain.
d. Siapa yang mengumpulkan data
2. Identifikasi apa atau atribut karakteristik kualitas yang sedang diukur?
Berkaitan dengan hal ini kita dapat mengikuti langkah-langkah spesifik, sebagai berikut:
a. Memulai memberikan judul dari lembar periksa itu.
Pemberian judul harus tegas dan memberitahukan kepada orang tentang apa yang sedang dikaji.
b. Menuliskan hal-hal spesifik yang akan diukur pada lembar periksa itu. Sebagai misal, apabila kita sedang mengukur keluhan pelanggan, maka kategori yang mungkin dipertimbangkan adalah penyerahan terlambat, karyawan tidak sopan, tagihan tidak benar, penyerahan tidak sesuai pesanan, dan lain-lain.
3. Menentukan waktu atau tempat pengukuran. Dalam kaitan ini perlu memutuskan apakah ingin mengumpulkan informasi berdasarkan waktu (per menit, per jam, per hari, dan lain-lain).
4. Mulai mengumpulkan data untuk item yang sedang diukur. Dalam kaitan ini, kita harus mencatat kejadian secara langsung pada lembar periksa. Akurasi data harus diperhatikan dalam setiap kegiatan pengumpulan data.
5. Menjumlahkan data yang telah dikumpulkan itu. Dalam hal ini kita harus menjumlahkan banyaknya kejadian untuk setiap kategori yang sedang diukur.
6. Memfokuskan untuk mengambil tindakan peningkatan atas penyebab masalah yang sedang terjadi itu. Perlu diingat bahwa setiap tindakan peningkatan harus diambil berdasarkan fakta dan bukan hanya berdasarkan opini.
2.6.2 Data Numerik atau Kuatitatif
Alat-alat yang mengunakan data numerik untuk mengadakan perbaikan kualitas pada penelitian ini antara lain sebagai berikut:
a. Check Sheet
Check sheet adalah alat yang sering digunakan untuk menghitung seberapa sering sesuatu hal terjadi dan sering digunakan dalam pengumpulan dan pencatatan data. Data yang sudah terkumpul tersebut kemudian dimasukkan ke dalam grafik, seperti pareto chart ataupun histogram untuk kemudian dilakukan analisis terhadapnya. Check sheet ini dapat digunakan sebagai alat bantu dalam tahap pelaksanaan (do) dalam plan-do-check-action cycle. Di sektor pelayanan atau jasa, check sheet ini dilakukan dengan mengumpulkan pendapat pelanggan mengenai proses jasa pelayanan. Check
sheet ini sering juga kita ganti dengan tally sheet. Pada tabel 2.1 dapat dilihat contoh penggunaan tally sheet pada jasa pelayanan bengkel, dan tabel 2.2 adalah contoh penggunaan check sheet yang juga pada jasa pelayanan bengkel mobil Surya Agung Indah Motor.
Tabel 2.1 Tally Sheet
Kesalahan Jumlah kesalahan dalam 1 bulan Kualitas perbaikan mobil
Pelayanan administrasi Pelayanan mekanik Peralatan kuno
///// ////
///
///// //
///// ///// ///// //
Sumber: Goetsch dan Davis ( 1995 )
Tabel 2.2 Check Sheet Frekuensi
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
Kesalahan pengecekan Vv V - v
Kesalahan perbaikan V - - vvv
Kesalahan pemakaian Vvv Vv vv vv
Kesalahan perawatan V V v v
Sumber: Schonberger dan Knood ( 1997 ) b. Diagram Pareto
Diagram pareto merupakan grafik batang yang menunjukkan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Masalah yang paling banyak terjadi ditunjukkan oleh grafik batang pertama yang tertinggi serta ditempatkan pada sisi paling kiri dan seterusnya sampai masalah yang paling sedikit terjadi ditunjukkan oleh grafik batang yang terakhir yang terendah serta ditempatkan pada sisi yang paling kanan.
Gambar 2.1 berikut merupakan contoh penggunaan diagram pareto.
0 5 10 15 20 25 30
Jumlah Cacat
Gumpil Pecah Retak Kait Rusak
Jenis Cacat
Gambar 2.1 Pareto Diagram Sumber: Mitra ( 1993 ) c. Histogram
Histogram adalah alat yang digunakan untuk menunjukkan variasi data pengukuran dan variasi setiap proses. Berbeda dengan pareto chart yang penyusunanya menurut urutan yang memiliki proporsi terbesar ke kiri hingga proporsi terkecil, histogram ini penyusunannya tidak menggunakan urutan apapun.
Contoh histogram dapat dilihat pada gambar 2.2
Gambar 2.2 Histogram Sumber: Goetsch dan Davis ( 1995 )
2.6.3 Diagram Sebab Akibat
Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara sebab akibat. Berkaitan dengan pengendalian proses stastistical, diagram
jumlah cacat Percent
jenis cacat Count
Cum % 39.1 69.6 94.2 100
27 21 17
Percent 39.1 30.4 24.6
Kait Pecah Retak Gumpil
5.8 .0 Rusak4 70
60 50 40 30 20 10 0
100
80 60
40 20 0
sebab akibat dipergunakan untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab (sebab) dan karakteristik kualitas (akibat) yang sering disebut juga sebagai diagram tulang ikan (fishbone diagram) karena bentuknya seperti kerangka ikan.
Pada dasarnya diagram sebab akibat dapat dipergunakan untuk kebutuhan- kebutuhan sebagai berikut:
a. Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah.
b. Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah c. Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut.
Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab suatu masalah yang sedang dikaji kita dapat mengembangkan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Apa penyebabnya?
2. Mengapa kondisi atau penyebab itu terjadi?
3. Bertanya “mengapa” beberapa kali (konsep five whys) sampai ditemukan penyebab yang cukup spesifik untuk diambil tindakan peningkatan.
Penyebab-penyebab spesifik itu yang dimasukkan atau dicatat ke dalam diagram sebab akibat seperti pada gambar 2.3
Gambar 2.3 Contoh Diagram Tulang ikan (Sebab Akibat) Sumber: Goetsch dan Davis ( 1995 )
2.7. Fault Tree Analysis (FTA)
Fault Tree Analysis adalah suatu teknik design keandalan (reliability) suatu design sistem yang bermula atas dasar kesadaran terhadap efek kegagalan sistem, yang disebut juga ‘top event’. Dalam analisa ini dijelaskan bagaimana top event disebabkan oleh kegagalan atau peristiwa pada level bawah baik secara individu maupun kombinasi.
Selain menunjukkan hubungan logika, Fault tree Analysis juga dapat digunakan untuk mengkualifikasi probabilitas top event. Probabilitas gagal diperoleh dari prediksi nilai reliability terhadap peristiwa kegagalan sistem. Perlu diperhatikan disini bahwa Fault Tree Analysis yang berbeda harus dibangun untuk setiap top event yang disebabkan oleh pola kegagalan atau hubungan logika antar peristiwa kegagalan yang berbeda.
Fault tree Analysis merupakan teknik penggambaran kegagalan sistem berkarakteristik top down yaitu dimulai dari peristiwa awal yang disebut top event.
Fault tree Analysis dapat digunakan untuk menghitung probabilitas terjadinya top event yang diperoleh dari prediksi keandalan peristiwa serta metode cut and tie set untuk mengevaluasi probabilitas kesalahan sistem.
Russell dan Taylor (Jurnal:2000), menyebutkun bahwa Fault Tree Analysis merupakan suatu metode visual yang melakukan analisis atas cacat produk yang saling memiliki keterkaitan. Disebut pohon cacat atau kesalahan (Fault Tree) karena peralatan analisis disusun menjadi sebuah diagram yang memperlihatkan cacat produk itu secara praktis. Pohon cacat atau kegagalan mutu lebih lanjut akan merekomendasikan jalan keluar alternatif untuk memperbaiki atau mengatasi cacat atau tuna mutu yang terjadi atas produk. Dengan sifatnya yang
demikian, maka fault tree dimaksud sekaligus memperlihatkan pola analisis sebab- akibat ketunamutuan seperti yang dijumpai pada diagram tulang ikan (fishbone diagram). Karena fault tree memperlihatkan pula sebab-akibat dari ketunamutuan produk, maka _fault tree disebut juga sebagai Failure Mode and Effects Analysis (FMEA). Berhubung karena menyajikan pula dampak dari cacat yang terjadi atas produk serta rekomendasi jalan keluar alternatif untuk mengatasi cacat yang besangkutan, maka Fault Tree Analysis dapat pula dipakai sebagai alat kendali proses untuk menghindari ketunamutuan produk (product failure).
Fault tree sebagai metode analisis ketunamutuan, juga dapat dipakai sebagai alat pengendalian proses produksi untuk mencapai spesifikasi mutu yang diharapkan oleh konsumen pada umumnya.
Untuk menerapkan model, terlebih dahulu harus dilakukan studi atas dua hal, yaitu:
1. Spesifikasi mutu yang disyaratkan oleh konsumen.
2. Tipe ketunamutuan yang mungkin ada atas produk yang dihasilkan.
Kedua hal yang dikemukakan tentu sangat tergantung pada jenis produk yang akan dievaluasi dan dikendalikan.
2.7.1 Prinsip Fault Tree
Prinsip fault tree menurut Alain Villemeur, (1992 :149-196) dapat menuntun dalam melakukan analisa, yaitu:
a. Mengidentifikasi berbagai kemungkinan kombinasi mengarahkan pada kejadian yang tidak diinginkan.
b. Menghadirkan grafik kombinasi seperti terstruktur.
Ini penting untuk memberi gambaran diantara beberapa bidang pohon
kesalahan yang mana antar hubungan tertutup praktis.
Fault Tree Analysis memberi kesempatan analisa untuk mengidentifikasi penyebab kesalahan, dengan mengulang definisi awal di aplikasi deduktif berdasarkan urutan yang telah digambarkan. Kemudian dalam pelaksanaan dengan objek kedua, penyebab kesalahan dipresentasikan oleh sebuah pohon.
Pohon kesalahan berisi urutan tingkatan tingkat kejadian yang dihubungkan dalam beberapa cara yang mana kejadian lainnya pada tingkat urutan dari kejadian pada tingkat bawah baru ditentukan macam operator logika (hate atau gerbang), kejadian-kejadian itu adalah kecacatan umum dihubungkan untuk menyeimbangkan kegagalan, kesalahan manusia, kekurangan perangkat lunak dan lain-lain seperti kejadian yang tidak diinginkan.
Proses deduktif dilanjutkan sampai peristiwa dasar diidentifikasi. Peristiwa itu tidak berhubungan satu dengan lainnya dan kemungkinan kejadiannya diketahui.
Telah disebutkan bahwa tentu saja pohon kesalahan bukan suatu model dari semua kesalahan seperti terjadi dalam sistem. Pada kenyataannya itu adalah suatu model logika interaksi antara peristiwa-peristiwa penuntun pada kejadian yang tidak diinginkan.
2.7.2 Konstruksi Fault Tree
Analisa Fault tree yang benar memerlukan definisi yang cermat dari sistem. Pertama, diagram layout fungsional sistem yang penting seharusnya digambar untuk menunjukkan hubungan fungsional dan mengidentifikasikan tiap komponen sistem. Batasan sistem secara fisik disusun kemudian untuk memfokuskan perhatian penganalisa pada area yang tepat dan penting.
Kesalahan yang lazim adalah kesalahan menyusun batasan sistem yang realistis,
yang menimbulkan penyimpangan analisa. Informasi harus cukup tersedia untuk tiap komponen sistem yang mengijinkan penganalisa menentukan mode yang perlu dari kerusakan komponen. Informasi ini dapat diperoleh dari pengalaman atau dari spesifikasi teknik komponen.
Pada beberapa batasan sistem menjadi sangat berarti, dimana kondisi batas dari sistem harus ditentukan. Kondisi-kondisi batasan sistem mendefinisikan situasi yang digambarkan oleh Fault tree.
Kejadian puncak adalah kondisi batas sistem yang paling penting yang didefinisikan sebagai kerusakan sistem utama. Untuk beberapa sistem yang ada, banyak kemungkinan bagi kejadian puncak kadang kala adalah suatu tugas yang sulit. Pada umumnya, kejadian puncak harus dipilih sebagai suatu kejadian (1) yang terjadinya harus mempunyai sebuah definisi tertentu dan kemungkinan dari keterjadiannya harus dapat dikuantitaskan dan (2) yang dapat lebih jauh dipilih untuk menemukan penyebabnya.
2.7.3 Konsep Dasar Fault Tree Analysis
Beberapa konsep dasar yang perlu diketahui dan dipahami untuk dapat menganalisa kejadian melalui diagram pohon kesalahan (fault tree analysis), konsep tersebut menurut Alain Viilemeur,1992
1. Peristiwa Utama Yang Tidak Diinginkan (Top Event)
Pusat fault tree analysis disebut peristiwa yang tidak diinginkan.
Peristiwa ini mendatangkan peristiwa puncak dan analisa ditunjukkan pada pendapatan semua penyebab-penyebabnya. Sering peristiwa ini adalah suatu bencana, tetapi itu bisa menjadi suatu kegagalan sistem atau ketidakmampuan
pabrik (aspek ekonomi).
Untuk membuat analisa lebih mudah, peristiwa yang tidak dinginkan harus didefinisikan dengan tepat. Sesungguhnya jika kejadian ini terlalu spesifik, analisa dapat menemukan kegagalan utama pada elemen dasar sistem, oleh karena itu resiko awal direkomendasikan untuk menemukan kejadian yang tidak diinginkan. Peristiwa ini terkadang telah dikarakteristikkan sesuai misi-misi sistem.
2. Presentasi Gerbang Logika
Peristiwa-peristiwa dihubungkan oleh gerbang logika sesuai konsekuensi penyebab hubungan baik, seperti ditunjukkan pada gambar 2.4
Gambar 2.4 Contoh AND Gate Sumber: P. L. Clemens; 2002 3. Penjelasan kegagalan (penyebab kegagalan)
Kegagalan bisa dipecah menjadi dua kelas sesuai dengan penyebabnya (P.L. Clemen, 2002: 9) yaitu:
1. Kegagalan atau penyebab primer
Kegagalan elemen penyebab peristiwa yang tidak diinginkan atau Top Event.
2. Kegagalan atau penyebab sekunder
Kegagalan penyebab terjadinya kegagalan primer yang akan dianalisa lebih lanjut menjadi peristiwa paling dasar penyebab peristiwa yang tidak
diinginkan.
4. Peristiwa dasar
Analisa peristiwa dilanjutkan sampai peristiwa dasar ditemukan. Oleh karena itu, kejadian-kejadian harus hati-hati ditemukan sejak mencapai batas analisis.
Peristiwa dasar dalam pohon kesalahan, sebagai berikut:
1. Kejadian yang mana tidak dibutuhkan untuk dikembangkan dan sejauh mana ketidakgunaan batas asal kejadian.
2. Kejadian tidak bisa dipertimbangkan secara mendasar tapi kejadian asal tidak akan dikembangkan. Dalam kasus ini batas sistem dipelajari mencakup ketika teridentifikasi.
3. Kejadian tidak dapat digambarkan atau sebagai dasar dan penyebab kejadian itu belum dikembangkan, tetapi akan segera dikembangkan. Analisa mempertimbangkan, kemudian secara atemporer menjangkau batas dalam mempelajari dan bagaimana data kurang memadai untuk contoh penyebab kejadian ini akan diketahui.
2.7.4 Tahapan Fault Tree Analysis
Menurut Thomas Pyzdex, (2002: 159-164) Fault Tree mempunyai beberapa tahapan umum untuk mencapai hasil analisa yang optimal hingga ke akar-akar penyebabnya, yaitu:
1. Tentukan kejadian paling atas, kadang-kadang disebut kejadian utama. Ini adalah kondisi kegagalan di awal studi
2. Tetapkan batasan Fault Tree Analysis
3. Periksa sistem untuk mengerti bagaimana berbagai elemen berhubungan pada satu dengan lainnya untuk kejadian paling atas.
4. Buat pohon kesalahan, mulai kejadian paling atas dan bekerja ke arah bawah.
5. Analisa pohon kesalahan untuk mengidentifikasi cara dalam menghilangkan kejadian yang mengarah kepada kegagalan.
6. Persiapkan rencana tindakan perbaikan untuk mencegah kegagalan dan rencana kemungkinan berkenaan dengan kegagalan saat terjadi.
Fault Tree Analysis merupakan pendekatan dari atas ke bawah yang menyediakan perwakilan grafik kejadian yang mungkin mengarah pada kegagalan.
Beberapa simbol yang digunakan dalam pembuatan pohon kesalahan ditunjukkan dalam tabel 2.3
Tabel 2.3 Simbol-Simbol Logika (Gerbang) Dalam Fault Tree Analysis Simbol gerbang Nama Gerbang Hubungan Kasual
Gerbang AND
Gerbang keluaran terjadi jika semua kejadian masukkan terjadi secara serentak
Gerbang OR Kejadian keluaran terjadi jika satu dari kejadian masukkan terjadi
Gerbang Menghalangi Kejadian keluaran terjadi jika satu dari kejadian masukkan terjadi
Gerbang AND Prioritas
Kejadian keluaran terjadi jika semua kejadian masukkan terjadi dengan urutan dari kiri ke kanan
Gerbang OR Ekslusif
Gerbang keluaran terjadi jika satu, tetapi tidak keduanya, dari kejadian masukan terjadi
n inputs
Gerbang m- diluar -n (gerbang votting atau
sampel)
Kejadian keluaran terjadi jika m- diluar -n kejadian masukan terjadi m
Sumber: Thomas Pyzdex, 2002 hal 513
Tabel diatas menunjukkan simbol gerbang dalam fault tree, selain itu juga terdapat simbol kejadian seperti pada tabel 2.4
Tabel 2.4 Simbol-simbol Kejadian (Logika) dalam FTA
Persegi Kejadian diwakili oleh sebuah gerbang
Lingkaran Kejadian dasar dengan data yang cukup
Belah Ketupat Kejadian yang belum berkembang
Putaran
Baik terjadi atau tidak terjadi
Oval
Kejadian bersyarat yang digunakan dengan gerbang menghalangi
Segitiga
Simbol perpindahan
Sumber: Thomas Pyzdex, 2002 hal 514
2.7.5 Cut Set Method
Cut Set menurut P. L. Clemens, (2002: 58) adalah kombinasi pembentuk pohon kesalahan yang mana bila semua terjadi akan menyebabkan peristiwa puncak terjadi. Cut set digunakan untuk mengevaluasi diagram pohon kesalahan dan
diperoleh dengan menggambarkan garis melalui blok dalam sistem untuk menunjukkan jumlah minimum blok gagal yang menyebabkan seluruh sistem gagal.
Sebagai contoh dapat dilihat pada gambar 2.5 TO
C
A B
Gambar 2.5 Contoh Struktur Cut Set Sumber: P. L. Clemens, 2002
Peristiwa A, B, dan C membentuk peristiwa T. peristiwa A, B, dan C disebut sebagai cut set. Namun bukan kombinasi peristiwa terkecil yang menyebabkan peristiwa puncak. Untuk mengetahuinya diperlukan minimal cut set (Alain Villimeur, 1992 :169). Minimal cut sit ini adalah kombinasi peristiwa yang paling kecil yang membawa ke peristiwa yang tidak diinginkan. Jika satu dari peristiwa-peristiwa dalam minimal cut set tidak terjadi. maka peristiwa puncak atau peristiwa yang tidak diinginkan tidak akan terjadi. Dengan kata lain minimal cut set merupakan akar penyebab yang paling terkecil yang berpotensial menyebabkan kecacatan (peristiwa puncak).
Suatu pohon kesalahan berisi batasan minimal cut set, yaitu:
a. Minimal cut set menunjukkan kegagalan tunggal memproduksi peristiwa yang tidak diinginkan (top event).
b. Minimal cut set menunjukkan kegagalan ganda yang mana jika kejadian
secara simultan atau bebarengan dan menyebabkan peristiwa tidak diinginkan.
2.7.6 Langkah-Langkah Pembentukan Cut Set
Beberapa langkah membentuk cut set menurut (P. L. Clemens, 2002: 56) yaitu:
1. Mengabaikan semua unsur-unsur pohon kecuali pembentuk atau dasar.
2. Permulaan dengan seketika dibawah peristiwa puncak, menugaskan masing-masing gerbang dan pembentuk atau penyebab dasar.
3. Kelanjutan menurut langkah dari peristiwa puncak mengarah ke bawah membangun matrik menggunakan nomor dan huruf. Huruf ini mewakili gerbang peristiwa puncak menjadi masukan matrik awal.
Sebagai kontruksi maju:
a. Menggantikan nomor untuk masing-masing gerbang OR dengan semua gerbang yang disebut masukan. Memanjang vertikal dalam matrik kolom. Masing-masing gerbang OR dibentuk baris bergantian harus pula berisi masukkan lain di baris induk asli.
b. Hasil matrik akhir, hanya menghasilkan angka-angka mewakili pembentuk. Masing-masing baris dari matrik ini adalah cut set Boolean. Dengan pemeriksaan, menghapuskan baris manapun yang berisi semua unsur-unsur berlebihan dalam baris dan baris yang menyalin baris lain. Baris yang sisa adalah minimal cut set.
Pembentukan cut set dapat dilihat pada gambar 2.6
TOP
Gambar 2.6 Contoh Pembentukan Cut Set
2.7.7 Cut Set Quantitative
Perhitungan dalam Fault Tree Analysis digunakan untuk mengetahui nilai probabilitas dari kejadian puncak yang terjadi. Untuk menghitung probabilitas hanya diperlukan jumlah seluruh proses yang sukses dan kegagalan proses, hal ini ditunjukkan dalam rumus berikut ini (P. L. Clemens. 2002: 72-73)
) (S F PF F
Keterangan
S = Sukses ( Produk/Proses ) F = Kegagalan ( Failure ) PF = probabilitas kegagalan
Untuk selanjutnya akan dihitung probabilitas dalam masing-masing gerbang, yaitu:
1. untuk gerbang OR, probabilitas masing-masing peristiwa atau masukannya
mengalami penjumlahan dan pengurangan.
a. Untuk 2 masukan
B A B A F
B A
F
P P P P P
P P
P
1 [(1 )(1 )]
b. Untuk lebih dari 2 masukan PF PAPB PC
2. Untuk gerbang AND probabilitas masing-masing masukannya dikalikan.
Dalam gerbang AND ini untuk masukan sejumlah 2 atau lebih semua cara perhitungannya sama yaitu dikalikan.
Berikut ini merupakan diagram pohon kesalahan beserta matrik dari salah satu top event yang terjadi dalam proses produksi Rolling Door di CV.
Conesta Utama Surabaya yaitu proses pengerollan.
Gambar 2.7 Contoh Fault Tree Analysis 1 2 3 4
Gambar 2.8 Contoh Hasil Akhir Matrik Minimal Cut Set
Matrik cut set tersebut selanjutnya akan dihitung probabilitasnya dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
P (P1xP2) (P1 P3) (P1 P4) (P3xP4xP5xP6).
PT K
2.8. Pengertian Extention Spring
Extention Spring adalah alat yang berfungsi sebagai pegas penarik standart samping sepeda.
2.8.1. Bahan Baku
Adapun bahan – bahan yang dibutuhkan untuk Extention Spring antara lain :
1. Bahan utama
Keterangan dari Bahan Baku utama adalah sbb:
a. Kawat baja karbon Jenis SUP 9
Merupakan bahan baku utama dalam pembuatan produk extention spring.
2.8.2. Jenis Mesin Yang Digunakan
Jenis Mesin-mesin yang di gunakan yaitu : 1. Mesin Spring
Mesin yang berfungsi untuk Proses pembuatan spring,
Sebelum bahan baku dimasukkan kedalam mesin harus dilumuri oli terlebih dahulu agar proses masuk keluarnya kawat baja lebeih lancar,kawat baja akan mengalami perubahan bentuk dari kawat baja yang berupa lonjoran menjadi bentuk pegas spiral sesuai dengan ukuran
atau dengan kata lain sebelum dioperasikan mesin disetting terlebih dahulu denagan kecepatan 1500 Rpm untuk menghasilkan spring yang sesuai dengan ukuran yang diinginkan.
a. Box mesin pemanas atau oven
Mesin yang berfungsi untuk proses perataan , setelah terbentuk pegas sesuai ukuran proses selanjutnya adalah penggerindaan agar diperoleh permukaan yang rata, mesin gerinda ini mennggunakan dynamo 3 fase dengan tenaga 1 hyperextention
2. Alat Penunjang a. Safety helmet
Berfungsi untuk melindungi kepala dari benturan maupun kejatuhan benda serta perlindungan terhadap mesin.
b. Sarung tangan
Berfungsi untuk melindungi tangan dari bahan – bahan yang membahayakan pada kulit.
c. Safety shoes
Berfungsi untuk melindungi kaki dari benda – benda keras.
d. glasses
Berfungsi untuk melindungi mata dari percikan gram pada proses mesin spring
e. Katle pack
Merupakan pakaian yang dikenakan oleh pekerja pada proses pengerindaan
3. Peralatan
a. Mesin Oven ( Hidritment Machine)
Digunakan untuk proses penyepuhan bahan sebelum masuk tahap akhir (finishing)
b. Mesin gerinda
Digunakan untuk meratakan produk extention spring y yang belum sempurna
2.8.3. Proses Produksi Extention Spring
Adapun langkah-langkah dalam proses produksi rolling door pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
2.9. Penelitian Terdahulu
Berikut ini merupakan penelitian–penelitian sebelumnya yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini.
1. Maria Rita Joan Hosana (2005) ”Identifikasi Tingkat Kecacatan Paving Stone Dilihat Dari Segi Kepuasan Pelanggan Dengan Fault Tree Analysis (FTA) di CV. Sinar Terang Beton, Surabaya”, Tugas Akhir S – 1 (Skripsi) Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur, Surabaya )
Penelitian kali ini dilakukan di CV. Sinar terang Beton Surabaya yang bertujuan untuk mengidentifikasikan tingkat kecacatan produk paving stone yang diproduksi oleh perusahaan tersebut dilihat dari segi kepuasan
pelanggan dengan menggunakan pendekatan metode Fault Tree Analysis (FTA).
Berdasarkan langkah–langkah penyelesaian masalah dengan menggunakan metode FTA, peneliti dapat mengidentifikasikan faktor–faktor kecacatan produk dengan langkah–langkah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi akar penyebab terjadinya top event yang terjadi pada produk melalui penyebab primer dan penyebab sekunder secara brainstorming pada pihak karyawan operasi pada masing – masing stasiun kerja dalam proses produksi.
2. Melakukan pengamatan terhadap berapa banyak akar penyebab yang terjadi dalam proses produksi.
3. Tahap selanjutnya yaitu melakukan perbaikan dari kecacatan tersebut dan melakukan perhitungan tingkat kecacatan agar dapat dilakukan evaluasi.
a. Penentuan Kecacatan
Menentukan kecacatan hingga ke akar – akar penyebabnya dengan menggambarkan ke dalam fault tree diagram beserta simbol – simbol logika dari akar penyebab tersebut sampai menuju pada kejadian atau kecacatan yang tidak diinginkan dan harus dihindari.
b. Struktur Kecacatan
Fault Tree Diagram tersebut selanjutnya dievaluasi dengan menggunakan Cut Set Method hingga didapatkan cacat yang lebih spesifik.
c. Perhitungan Probabilitas
Setelah dievaluasi, kemudian dihitung nilai probabilitasnya sehingga diketahui seberapa tingkat kecacatan yang terjadi dan pengaruhnya terhadap perusahaan ke depan.
Dapat diketahui penyebab kecacatan yang terjadi dalam proses produksi adalah pengayakan kurang, komposisi semen terlalu sedikit dibanding komponen lain, pekerja tidak terampil, penataan salah ( tidak rapi ), frekuensi air ( pengairan ) kurang. Dari penyebab diatas dapat diketahui peristiwa puncak kecacatan atau yang biasa disebut dengan top event yaitu paving retak, paving pecah, warna paving pudar.
Berdasarkan perhitungan Fault Tree dan Cut Set didapatkan tingkat kecacatan sebagai berikut:
a. Paving retak, probabilitas kecacatan per 10 menit sebelum evaluasi 0.69028 dan sesudah evaluasi 0.68725.
b. Paving pecah, probabilitas kecacatan per 10 menit sebelum evaluasi 0.2885 dan sesudah evaluasi 0.3143.
c. Warna paving pudar, probabilitas kecacatan per 10 menit sebelum evaluasi 0.4032 dan sesudah evaluasi 0.4503.
Dari data diatas maka peristiwa (top event) yang mempunyai tingkat kecacatan tertinggi adalah peristiwa paving retak dengan probabilitas 0.68725 per 10 menit yang membuat pelanggan sering mengeluh. Sehingga perlu diadakan correction action terhadap peristiwa tersebut yaitu lahan pengeringan diperluas, pemantauan dan pengarahan pada pekerja, mengontrol penyiraman agar disesuaikan dengan volume paving yang disiram, komposisi
semen dengan dengan komponen lain adalah 1 : 3 detik, mengendalikan penggetaran saat pencetakan dengan batas getaran 15 – 30 detik.
( Maria Rita Joan Hosana, 2005, ”Identifikasi Tingkat Kecacatan Paving Stone Dilihat Dari Segi Kepuasan Pelanggan Dengan Fault Tree Analysis (FTA) di CV. Sinar Terang Beton, Surabaya”, Tugas Akhir S – 1 (Skripsi) Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur, Surabaya )
2. Nour Ika Okvania, 2007, ( ”Identifikasi Faktor – Faktor Kecacatan Produksi Besi Beton Dengan Metode Fault Tree Analysis (FTA) di PT.
Asian Profile Indosteel, Surabaya”, Tugas Akhir S–1 (Skripsi) Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur, Surabaya )
Penelitian ini dilakukan di PT. Asian Profile Indosteel Surabaya yang mempunyai tujuan untuk mengetahui kecacatan produk besi beton polos yang di produksi oleh perusahaan tersebut yang dilihat dari segi probabilitas kecacatan produk besi beton polos dalam proses produksi di PT. Asian Profile Indosteel dengan menggunakan metode Fault Tree Anlysis.
Berdasarkan langkah–langkah penyelesaian masalah dengan menggunakan metode FTA, peneliti dapat mengidentifikasikan faktor–faktor kecacatan produk dengan langkah–langkah sebagai berikut:
1. Pengidentifikasian akar penyebab terjadinya top event yang terjadi pada produk melalui sebab primer dan sebab sekunder secara brainstorming pada pihak karyawan masing–masing stasiun kerja dalam proses produksi.
2. Melakukan pengamatan terhadap berapa banyak akar penyebab yang terjadi dalam proses produksi.
3. Tahap selanjutnya yaitu melakukan perbaikan dari kecacatan tersebut dan melakukan perhitungan tingkat kecacatan agar dapat dilakukan evaluasi.
a. Penentuan Kecacatan
Menentukan kecacatan hingga ke akar – akar penyebabnya dengan menggambarkan ke dalam fault tree diagram beserta simbol – simbol logika dari akar penyebab tersebut sampai menuju pada kejadian atau kecacatan yang tidak diinginkan dan harus dihindari.
b. Struktur Kecacatan
Fault Tree Diagram tersebut selanjutnya dievaluasi dengan menggunakan Cut Set Method hingga didapatkan cacat yang lebih spesifik.
c. Perhitungan Probabilitas
Setelah dievaluasi, kemudian dihitung nilai probabilitasnya sehingga diketahui seberapa tingkat kecacatan yang terjadi dan pengaruhnya terhadap perusahaan ke depan.
Dapat diketahui penyebab kecacatan yang terjadi dalam proses produksi adalah temperatur tidak stabil, mutu bahan bakar kurang baik, monitoring operator kurang, kemampuan mesin kurang maksimal, proses produksi baru berjalan, terjadi masalah saat produksi berjalan, setting mesin kurang presisi, mesin trobel, pemakaian kaliber roll sudah maksimal, pemasangan roll kurang tepat, desain kaliber roll tidak sesuai, mesin pinc roll kotor, mutu roll kurang baik, air pendingin kurang baik, operator kurang teliti, operator kurang terampil, operator terburu-buru. Dari penyebab diatas dapat diketahui peristiwa puncak kecacatan atau yang biasa disebut dengan top
event yaitu besi beton bersirip atau nguping, besi beton permukaan berlubang dan besi beton ukuran tidak sesuai.
Berdasarkan perhitungan Fault Tree dan Cut Set didapatkan tingkat kecacatan sebagai berikut:
a. Besi beton bersirip atau nguping, probabilitas kecacatan per 180 menit awal proses produksi sebelum evaluasi 0.1708 dan sesudah evaluasi 0.1714.
b. Besi beton permukaan berlubang, probabilitas kecacatan per 180 menit awal proses produksi sebelum evaluasi 0.1133 dan sesudah evaluasi 0.1178.
c. Besi beton ukuran tidak sesuai, probabilitas kecacatan per 180 menit awal proses produksi sebelum evaluasi 0.0491 dan sesudah evaluasi 0.0773.
Dari data diatas maka peristiwa (top event) yang mempunyai tingkat kecacatan tertinggi adalah peristiwa besi beton bersirip atau nguping dengan probabilitas 0.1714 per 180 menit awal proses produksi yang membuat terjadinya kecacatan pada saat proses produksi. Sehingga perlu diadakan correction action terhadap peristiwa tersebut yaitu setting mesin kurang presisi, operator terburu – buru, operator kurang terampil, mesin troubel dan kaliber mesin aus atau rusak.
( Nour Ika Okvania, 2007, ”Identifikasi Faktor – Faktor Kecacatan Produksi Besi Beton Dengan Metode Fault Tree Analysis (FTA) di PT. Asian Profile Indosteel, Surabaya”, Tugas Akhir S–1 (Skripsi) Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur, Surabaya )
3. Deddy Chrismianto (”Aplikasi Fault Tree Analysis (FTA) Dalam Analisa Keandalan Sistem Pelumas Motor Induk Kapal”, Staf Pengajar Program Studi S – 1 Teknik Perkapalan FT – UNDIP Semarang, www google. Com)
Keamanan dan keselamatan pengoperasian kapal akan terpenuhi jika sistem yang ada di dalam kapal dapat berfungsi sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan. Sistem pelumas pada kapal adalah sangat penting untuk pelumasan bagian utama terutama motor induk kapal sebaga penggerak utama kapal.
Pada umunya di dalam kapal sering terjadi kegagalan pada sistem pelumas. Kegagalan ini disebabkan karena komponen–komponen yang terdapat pada sistem pelumas tidak dapat berfungsi dengan baik. Sehubungan dengan adanya kegagalan yang terjadi pada sistem pelumas tersebut maka perlu dilakukan analisa keandalan sehingga dapat mengidentifikasi bagaimana sistem mengalami kegagalan.
Tujuan analisa keandalan tersebut yaitu untuk mengidentifikasi model kegagalan, penyebab dan dampak kegagalan komponen terhadap kondisi operasional sistem pelumas, komponen–komponen yang dapat menyebabkan kegagalan sistem pelumas, kontribusi kegagalan tiap–tiap komponen terhadap sistem pelumas dan keandalan dari komponen–komponen sistem pelumas.
Sebuah fault tree mengilustrasikan keadaan komponen–komponen sistem (basic event) dan hubungan antara basic event dan top event. Simbol grafis yang dipakai untuk untuk menyatakan hubungan tersebut disebut gerbang logika. Dari diagram fault tree ini dapat disusun cut set dan minimal cut set. Cut set yaitu serangkaian komponen sistem, apabila terjadi kegagalan
dapat berakibat kegagalan pada sistem. Sedangkan minimal cut set yaitu set minimal yang dapat menyebabkan kegagalan pada sistem. Untuk mencari minimal cut set digunakan Method for obtaining cut sets (Mocus) yaitu sebuah algoritma yang dipakai untuk mendapatkan minimal cut set dalam sebuah fault tree.
Hasil analisa kualitatif dengan menggunakan metode Fault Tree Analysis (FTA) menyimpulkan bahwa top event pada permasalahan ini adalah sistem pelumas tidak berfungsi dengan baik atau gagal dengan sub sistem yang mengalami kegagalan adalah sebagai berikut:
1. Sistem pemompaan - Hand Pump I
- Pompa Pelinciran: - LO Priming Pump - Hand Pump II - LO Pump
2. Sistem pertukaran kalor - Komponen Cooler
3. Sistem suplai minyak pelumas dan - LO Service Tank
4. Sistem penyaringan minyak pelumas - Komponen Filter
Hasil analisa FTA dengan menggunakan MOCUS, diperoleh minimal cut set yaitu {1}, {2}, {3}, {4}, {5}, {6}, {7}. Hal ini berarti sistem akan mengalami kegagalan jika ada minim satu first order mengalami kegagalan atau second order yang mengalami kegagalan secara serentak. Komponen
yang termasuk first order yaitu LO Pump, Hand pump I, Cooler, LO Service tank dan filter. Sedangkan komponen yang termasuk second order yaitu Pompa pelinciran awal terdiri dari LO. Priming pump dan Hand pump II.
Sehingga dalam metode FTA ini ada dua prioritas penyebab kegagalan sistem. Jika diperhatikan, maka komponen – komponen yang termasuk dalam first order yaitu komponen yang mempunyai susunan seri. Pada komponen yang mempunyai susunan seri maka diperlukan satu komponen gagal agar sistem tersebut mengalami kegagalan.
Sedangkan komponen yang termasuk dalam second order yaitu komponen yang mempunyai susunan standby. Pada komponen yang mempunyai susunan stand by maka diperlukan dua komponen gagal agar sistem tersebut mengalami kegagalan. Untuk itu harus dilakukan perawatan dengan baik pada komponen yang termasuk dalam first order. Karena jika komponen itu gagal maka keseluruhan sistem pelumas akan gagal dalam menjalankan fungsinya.
( Deddy Chrismianto, ”Aplikasi Fault Tree Analysis (FTA) Dalam Analisa Keandalan Sistem Pelumas Motor Induk Kapal”, Staf Pengajar Program Studi S – 1 Teknik Perkapalan FT – UNDIP Semarang, www google. Com )
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Untuk penelitian Tugas Akhir ini, penulis melakukan pengumpulan data di CV. Conesta Utama Surabaya yang merupakan suatu perusahaan yang memproduksi Extention Spring .Waktu penelitian dilakukan antara bulan Juni 2010 sampai dengan data yang diperlukan cukup.
3.2 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel
Identifikasi variabel didapat dengan melakukan identifikasi proses produksi dengan menggunakan sampling kerja yaitu variabel bebas dan variabel terikat :
A. Variabel terikat
Variabel Terikat (Dependent Variable) merupakan variabel yang nilainya tergantung dari variasi perubahan variabel bebas. Yaitu kualitas produksi Extention Spring.
B. Variabel bebas
Variabel bebas (independent variable) adalah faktor yang menjadikan pokok permasalahan yang ingin diteliti, Yaitu peristiwa puncak (top event) dalam bentuk probabilitas kecacatan produk. Variabel bebas antara lain :
1. Spesifikasi Produk
Spesifikasi produk adalah Extention Spring terbuat dari kawat baja karbon jenis SUP 9 atau kawat baja stainless dengan rentang kawat pegas dari diameter 0,4- 35mm
2. Kecacatan Produk
Adapun kecacatan yang nyata pada proses produksi extention spring ada 3 macam kecacatan yaitu sebagai berikut:
a. Bengkok (tidak lurus)
Yang dimaksud bengkok adalah hasil proses perekatan slat dan rolling terdapat keretakan pada permukaan Slat.
b. Ujung tidak rata
Yang dimaksud Ujung tidak rata adalah saat proses pemotongan bahan baku (material) dan penggerindaan kurang sempurna.
c. Rapat lingkar tidak sama
Yang dimaksud Rapat lingkar tidak sama adalah saat pembentukan proses pengerollan kawat yang dipakai(material)tidak spenuhnya melengkung.
3. Sampling produk cacat
Sampling produk cacat adalah pengamatan produk yang mengalami cacat.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data selama penelitian, data yang dikumpulkan terbagi menjadi 2 (dua), yaitu:
1. Data Primer
Yaitu data yang di dapat dari penelitian langsung dengan cara mengambil langsung dari sumber yang memberikan informasi, antara lain: jumlah kejadian kecacatan proses produksi, dll. Adapun metode yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Interview
Dengan cara melakukan interview kepada sumber secara langsung, sehingga di dapatkan informasi yang valid.
b. Observasi
Pengamatan secara langsung ke obyek yang diteliti sehingga dapat diketahui jalannya proses dengan jelas.
2. Data Sekunder
Yaitu data yang didapatkan dengan jalan mengumpulkan dan mempelajari dokumen perusahaan.
Teknik-teknik yang digunakan dalam pengumpulan data selama penelitian, dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Menganalisa penyebab terjadinya peristiwa (top event).
Dari data kecacatan produk yang dicatat oleh bagian quality control yang terkumpul akan dapat diketahui peristiwa utama (top event).
Tabel 3.1 Lembar Identifikasi Penyebab Kecacatan
Top Event Penyebab Primer Penyebab Sekunder
b. Melakukan sampling kerja selama 6 hari proses produksi.
Tabel 3.2 Lembar sampling Proses Produksi
Akar Penyebab
hari ke 1
hari Ke 2
hari Ke 3
hari Ke 4
hari Ke 5
hari
Ke 6 F S
1 - - N
Total
Keterangan : S : Produksi yang sukses F : Produksi yang gagal/ cacat
Adapun populasi produk (jumlah produk) dalam penelitian ini adalah sebesar jumlah produk yang dihasilkan selama 1 hari awal proses produksi.
Dimana jumlah produk yang dihasilkan bersifat fluktuatif. Sedangkan banyak sample produk yang diambil secara random (acak) berdasarkan total produk yang dihasilkan selama 6 hari proses produksi, agar data kecacatan yang dibutuhkan dapat dinyatakan cukup
3.4 Pengolahan Data
Metode yang digunakan dalam pengolahan data adalah Metode Fault Tree Analysis (FTA), yang menganalisa elemen-elemen penyebab kegagalan suatu sistem dengan menggunakan berbagai perangkat pembentuk meliputi simbol logika.
Adapun langkah-langkah dalam pengolahan data pada studi kasus di CV.
Conesta Utama Surabaya dengan menggunakan metode FTA adalah sebagai berikut:
1. Menganalisa kejadian yang tidak diinginkan sampai pada akar-akar penyebabnya yang meliputi penyebab primer yang mengakibatkan terjadinya top event (kejadian utama) dan penyebab sekunder yang mengakibatkan terjadinya penyebab primer.
2. Menggambarkan akar-akar penyebab tersebut kedalam Fault Tree Diagram (pohon kesalahan) yang berisi simbol-simbol logika (gerbang) kejadian sehingga membentuk suatu keterkaitan satu sama lain.
3. Fault Tree Diagram, akan membentuk kombinasi pohon kesalahan, sehingga diperlukan cut set yang digunakan untuk mengevaluasi diagram tersebut. Hal ini diperoleh dengan menggambarkan garis melalui blok dalam sistem untuk menunjukkan jumlah minimum blok gagal yang menyebabkan seluruh sistem gagal.
4. Untuk mengetahui kombinasi peristiwa terkecil diperlukan minimal cut set.
Minimal cut set ini adalah kombinasi peristiwa yang paling kecil yang membawah pada peristiwa yang paling tidak diinginkan atau akar penyebab yang paling terkecil yang berpotensial menyebabkan kecacatan (peristiwa puncak atau top event).
5. Untuk menghitung probabilitas hanya diperlukan jumlah seluruh proses yang sukses dan kegagalan proses, hal ini ditunjukkan dalam rumus berikut ini:
) (S F PF F
Keterangan:
S = Sukses ( Produk/Proses ) F = Kegagalan ( Failure ) PF = probabilitas kegagalan
Untuk selanjutnya akan dihitung probabilitas dalam masing-masing gerbang, yaitu: untuk gerbang OR, probabilitas masing-masing peristiwa atau masukannya mengalami penjumlahan dan pengurangan.
a. Untuk 2 masukan
B A B A F
B A
F
P P P P P
P P
P
1 [(1 )(1 )]
b. Untuk lebih dari 2 masukan
C B A
F P P P
P
Untuk gerbang AND probabilitas masing-masing masukannya dikalikan.
6. Setelah semua diketahui maka akan didapatkan probabilitas peristiwa puncak dan untuk langkah selanjutnya masing-masing probabilitas dievaluasi melalui matrik dalam minimal cut set. Matrik cut set tersebut selanjutnya akan dihitung probabilitasnya dengan menggunakan rumus berikut:
P (P1xP2) (P1 P3) (P1 P4) (P3xP4xP5xP6).
PT K
P merupakan probabilitas top event dan T P merupakan probabilitas cut set. K
Mulai 3.5 Langkah-Langkah Pemecahan Masalah
Adapun langkah-langkah pemecahan masalah yang dapat dilihat pada gambar 3.1
tidak
Studi Literatur Studi Lapangan
Perumusan Masalah
Identifikasi Variabel
Tujuan Penelitian
Pengumpulan Data : - Data Spesifikasi Produk - Data Kecacatan Produk - Data Sampling Produk Cacat
Identifikasi Kecacatan Produk (Top Event)
Identifikasi Penyebab Top Event : - Penyebab Primer
- Penyebab Sekunder
A B
A
Selesai
Gambar 3.1 Langkah-Langkah Pemecahan Masalah
Penjelasan dari langkah-langkah pemecahan masalah dari gambar diatas adalah sebagai berikut :
1. Studi Literatur dan Studi Lapangan
Dalam melakukan penelitian, penulis sebelumnya harus melakukan survey atau studi lapangan untuk mengetahui keadaan perusahaan yang
Penentuan Kecacatan Fault Tree Analysis (FTA)
Penentuan Struktur Kecacatan (Cut Set Method)
Perhitungan Tingkat Kecacatan ( Quantitative Cut Set )
Analisa Hasil dan Pembahasan Usulan Perbaikan
( Correction Action )
Kesimpulan dan Saran
B
Tidak sesuai dengan perusahaan
sebenarnya dan mencari literatur yang akan digunakan sebagai acuan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi pada perusahaan.
2. Perumusan Masalah
Selanjutnya melakukan suatu perumusan masalah sesuai dengan keadaan atau permasalahan yang ada pada perusahaan.
3. Identifikasi Variabel
Selanjutnya adalah menentukan identifikasi variabel yang terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat. Identifikasi variabel yang mempengaruhi adalah sebagai berikut :
a. Variabel bebas: akar-akar penyebab kecacatan yang meliputi bahan baku, manusia, lingkungan dan sistem.
b. Variabel terikat: peristiwa puncak (top event) dalam bentuk probabilitas.
4. Tujuan Penelitian
Selanjutnya menentukan tujuan dari penelitian ini tentunya akan memberikan arah dalam pelaksanaannya. Adapun tujuannya adalah mengetahui cacat yang terjadi, menentukan faktor-faktor penyebabnya agar dapat dilakukan evaluasi dalam pengendalian kualitas produk.
5. Pengumpulan Data
Langkah selanjutnya adalah mengumpulkan data-data dari perusahaan yang terdiri dari data kecacatan produk, data kegagalan proses, dan data sampling produk cacat.
a. Data kecacatan produk yang didapat dari data pengamatan yang dilakukan oleh bagian Quality Control.
b. Data kegagalan proses didapat dari data pengamatan yang dilakukan pada bagian produksi.
c. Data sampling produk cacat yang didapat dari pengamatan secara langsung mengenai tentang jenis dan jumlah akar penyebab kecacatan yang muncul pada 420 menit awal produksi berlangsung selama 6 hari.
6. Identifikasi Kecacatan Produk (Top Event)
Selanjutnya mengidentifikasi peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian puncak kecacatan (Top Event) berdasarkan analisa data kecacatan produksi yang dicatat oleh bagian Quality Control.
7. Identifikasi Penyebab Top Event
Selanjutnya mengidentifikasi penyebab dan akar-akar penyebab terjadinya Top Event melalui penyebab primer dan penyebab sekunder. Hal ini dilakukan secara meyeluruh pada pihak karyawan yang melakukan operasi pada masing-masing stasiun kerja operasi.
8. Penentuan Kecacatan (Fault Tree Analysis)
Selanjutnya menentukan kecacatan hingga ke akar-akar penyebabnya dengan menggambarkannya kedalam fault tree diagram beserta simbol- simbol logika dari akar penyebab tersebut sampai menuju pada kejadian atau kegagalan yang tidak diinginkan dan harus dihindari.
9. Penentuan Struktur Kecacatan (Cut Set Method)
Selanjutnya fault tree diagram terbeut dievaluasi dengan menggunakan cut set method hingga didapatkan cacat yang lebih spesifik.
10. Perhitungan Tingkat Kecacatan (Quantitative Cut Set)
Setelah dievaluasi, kemudian penyebab kegagalan dihitung nilai probabilitasnya sehingga diketahui seberapa besar tingkat kecacatan yang terjadi dan pengaruhnya terhadap perusahaan untuk masa yang akan datang.
11. Usulan Perbaikan (Correction Action)
Langkah yang terakhir adalah memberikan usulan perbaikan pada pihak perusahaan dengan menggunakan correction action terhadap peristiwa- peristiwa top event agar dapat mengendalikan kecacatan produk selama proses produksi.
12. Analisa Hasil dan Pembahasan
Langkah selanjutnya adalah menganalisa semua data agar lebih sesuai dengan yang telah ditetapkan dan setelah data tersebut valid langkah selanjutnya akan dilakukan pembahasan.
13. Kesimpulan dan Saran
Dari semua yang telah didapat langkah selanjutnya yaitu memberikan saran-saran yang bermanfaat bagi perusahaan.
14. Selesai
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengumpulan Data
CV.Conesta Utama merupakan perusahaan yang bergerak dibidang industri manufaktur dengan produk yang dihasilkan yaitu Extention Spring.
Pengumpulan data penelitian yang dilakukan di CV. Conesta Utama dengan jenis produk cacat yang diteliti adalah Extention Spring . Pengumpulan data tersebut dilaksanakan mulai tanggal 10 Juni 2010 sampai dengan data yang diperlukan dalam penelitian sudah terpenuhi.
CV.Conesta Utama dalam berproduksi sejauh ini telah berupaya mengadakan perbaikan untuk mengurangi hasil produk yang cacat dalam proses produksi, namun belum pernah mengidentifikasi lebih jauh tentang penyebab terjadinya kecacatan dalam proses produksi.
Output yang dihasilkan memiliki banyak ketidaksesuaian produk seperti yang diharapkan oleh konsumen.
4.1.1. Data Spesifikasi Produk
CV. Conesta Utama memproduksi Extention Spring dengan berbagai tipe dan kegunaan, namun produk yang menjadi pokok utama dalam penelitian ini adalah Extention Spring .
Gambar 4.1 Extention Spring
Hasil produksi Extention Spring pada umumnya digunalan sebagai pegas penarik standart samping sepeda . seperti pada gambar 4.1.
Spesifikasi Produk Extention Spring : 1. Jenis : Extention Spring 2. Panjang (cm) : 7 cm
3. Lebar (cm) : 10 mm
4.1.2. Data Kecacatan Produk
Berdasarkan hasil penelitian pada CV. Conesta Utama Surabaya, diperoleh data cacat produk berdasarkan hasil pemeriksaan bagian Pengawas Produksi CV. Conesta Utama Surabaya selama 3 bulan ( April 2010- Juni 2010 ). seperti pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Data Produksi dan Cacat Extention Spring di CV. Conesta Utama Surabaya Bulan April 2010- Juni 2010
Data Produksi bulan April 2010
Tgl Jenis produk Total
Produksi
Cacat Total Cacat (%) Keterangan
1 Extention spring 580
6 5
5 2,75%
Ujung tidak rata
Rapat lingkar tidak sama
Bengkok
2 Libur
3 Extention spring 495
6 6 4
2,83%
Rapat lingkar tidak sama
Bengkok
Ujung tidak rata
4 Libur
5 Extention spring 496
5 5 5
2,82%
Ujung tidak rata
Rapat lingkar tidak sama
Bengkok
6 Extention spring 498
5 4 5
2,81%
Bengkok
Ujung tidak rata
Rapat lingkar tidak sama
7 Extention spring 475
5 5 4
2,94%
Rapat lingkar tidak sama
Bengkok
Ujung tidak rata
8 Extention spring 480 4
6 2,91% Bengkok
Ujung tidak rata